You are on page 1of 8

BAB IV

ANALISIS KASUS

Pasien datang dengan riwayat kelahiran spontan, lahir menagis, gerak kurang
aktif, skor APGAR menit pertama 7 menit kelima 8, dengan berat badan lahir 1900 gram,
panjang badan 45 cm, dan lingkar kepala 28 cm.

Gambar 4.1 Panjang badan lahir berdasarkan usia gestasi


(Sumber: Battaglia, 1967).

22
Gambar 4.2 Panjang badan lahir berdasarkan usia gestasi
(Sumber: Battaglia, 1967).

Menurut (Gomella,2013), klasifikasi berat badan lahir : (a). Micropreemie, <800


g; (b). Extremely low birthweight (ELBW), <1000 g; (c). Very low birthweight (VLBW),
<1500 g; (d). Low birthweight (LBW), <2500 g; (e). Normal birthweight, (NBW), 2500-
4000 g; (f). High birthweight (HBW), 4000 4500 g; dan (g) Very high birthweight
(VHBW), >4500 g. Jadi berat badan lahir pada bayi ini adalah 2100 g termasuk dalam
kelompok Low birthweight (LBW)/Berat Badan Lahir Rendah (BBLR).
Pasien anak laki berusia 2 dirujuk oleh bidan dari Puskesmas dengan diagnosis
labiopalatoschiziz dan mikropenis. Pada waktu pemeriksaan fisik ditemukan bibir, gusi,
dan langit-langit terbelah. Berdasarkan teori, cleft lip/ labiopalatoschiziz adalah suatu
kondisi dimana terdapat celah pada bibir atas diantara mulut dan hidung. Kelainan ini
dapat berupa celah kecil pada bagian bibir yang berwarna sampai pada pemisahan
komplit satu atau dua sisi bibir memanjang dari bibir ke hidung. Faktor yang diduga dapat
menyebabkan terjadinya kelainan ini adalah kekurangan nutrisi, stres pada kehamilan,
trauma dan faktor genetic (Reksoprodjo S, 1995; Marzoeki, 2001).

23
Cacat terbentuk pada trimester pertama kehamilan, prosesnya karena tak
terbentuk mesoderm pada daerah tersebut sehingga bagian yang telah menyatu (prosesus
nasalis dan maksilaris) pecah kembali, Semua yang mengganggu pembelahan sel dapat
rnenyebabkan ini: defisiensi, bahan-bahan obat sitostatik, radiasi.
Dari anamnesis riwayat kehamilan yang didapatkan sesuai dengan teori diatas
dimana ditemukan adanya riwayat menjadi faktor resiko terjadinya cleft lip pada waktu
kehamilan dimana saat hamil 3 bulan, ibu pasien mengkonsumsi jamu sehingga terjadi
perdarahan terus menerus dari kemaluan selama 3 hari.
Penyebab terjadinya labioschisis belum diketahui dengan pasti. Kebanyakan
ilmuwan berpendapat bahwa labioschisis muncul sebagai akibat dari kombinasi faktor
genetik dan faktor-faktor lingkungan.
Beberapa hipotesis yang dikemukakan dalam perkembangan kelainan ini antara
lain :
- Insufisiensi zat untuk tumbuh kembang organ selama masa embrional dalam hal
kuantitas (pada gangguan sirkulasi feto-maternal) dan kualitas (defisiensi asam
folat, vitamin C, dan Zn).
- Penggunaan obat teratologik, termasuk jamu dan kontrasepsi hormonal.
- Infeksi, terutama pada infeksi toxoplasma dan klamidia.
- Faktor genetik (Debra, 2011)
Namun pada pasien tidak diketahui faktor penyebab lain terjadinya labioschisis
seperti insufisiensi zat untuk tumbuh kembang, infeksi, dan faktor genetik.
Berdasarkan lengkap atau tidaknya celah yang terbentuk, pasien tersebut masuk
dalam tipe unilateral komplit. Dimana celah sumbing yang terjadi hanya di salah satu sisi
bibir dan memanjang hingga ke hidung atau dengan kata lain unilateral komplit
memberikan gambaran keadaan dimana telah terjadi pemisahan pada salah satu sisi bibir,
cuping hidung dan gusi. Unilateral komplit memiliki dasar dari palatum durum yang
merupakan daerah bawah daripada kartilago hidung.
Insiden celah bibir dan palatum terbanyak dalam suatu populasi sekitar 1 diantara
700 kelahiran. Paling banyak ditemukan sekitar 86% untuk dua celah, 68% untuk satu
celah ((Debra, 2011).
Gejala patologis pada celah bibir mencakup kesulitan pemberian makanan dan
nutrisi, infeksi telinga yang rekuren, hilangnya pendengaran, perkembangan pengucapan
yang abnormal dan kelainan pada perkembangan wajah. Adanya hubungan antara saluran
mulut dan hidung menyebabkan berkurangnya kemampuan untuk mengisap pada bayi.

24
Oleh karena itu pada pasien ini perlu diperhatikan cara pemberian asi, selama di
rawat di rumah sakit bisa digunakan ASI oral per OGT atau dengan spuit dimasukan ke
belakang lidah pada waktu pemberian ASI untuk menghindari terjadinya tersedak pada
bayi.
Menurut Buku Saku Pelayanan Neonatus Esensial tahun 2010, cara mengatasi
masalah pemberian ASI pada bayi sumbing posisi bayi duduk; puting dan areola
dipegang selagi menyusui, hal ini sangat membantu bayi mendapatkan ASI cukup; ibu
jari ibu dapat dipakai sebagai penyumbat celah pada bibir bayi; jika sumbing pada bibir
dan langit-langit, ASI dikeluarkan dengan cara manual ataupun pompa, kemudian
diberikan dengan sendok/pipet atau botol dengan dot panjang sehingga ASI dapat masuk
dengan sempurna, dengan cara ini bayi akan belajar menghisap dan menelan ASI,
menyesuaikan dengan irama pernapasan (Wibowo dkk, 2010).
Masalah lain yang ditimbulkan akibat cacat ini adalah psikis, fungsi dan estetik
Ketiganya saling berhubungan, Problem psikis yang mengenai orang tua dapat diatasi
dengan penerangan yang baik. Bila cacat terbentuk lengkap sampai langit-langit, bayi tak
dapat mengisap. Karena sfingter muara tuba Eustachii kurang normal lebih mudah terjadi
infeksi ruang telinga tengah.
Perlu dilakukan konseling informasi dan edukasi orang tua dan keluarga pasien
untuk menghindari terjadinya gangguan psikis. Selain itu pada pasien ini termasuk dalam
tipe unilateral komplik, beresiko terjadinya infeksi telingan sangat tinggi, maka perlu di
lakukan pemeriksaan telinga secara berkala dan dikonsulkan ke dokter ahli THT jika
ditemukan permasalahan pada teling.
Bayi yang baru lahir dengan CLP segera dipertemukan dengan pekerja sosial untuk
diberi penerangan agar keluarga penderita tidak mengalami stress dan menerangkan
harapan yang bisa didapatkan dengan perawatan yang menyeluruh bagi anaknya, Selain
itu dijelaskan juga masalah yang akan dihadapi kelak pada anak. Menerangkan
bagaimana memberi minum bayi agar tidak banyak yang tumpah. Pekerja sosial
membuatkan suatu record psicososial pasien dari sini diambil sebagai bagian record CLP
pada umumnya. Pekerja sosial akan mengikuti perkembangan psikososial anak serta
keadaan keluarga dan lingkungannya.
Tindakan selanjutnya yang akan dilakukan adalah rencana Operasi. Operasi
perbaikan terhadap bibir disebut Cheiloraphy atau Labioplasty. Dilakukan pada usia 3
bulan. Sebe1um dilakukan observasi pada penderita melihat kondisi bayi harus sehat,
tindakan pembedahan mengikuti tata cara ""rule of ten": bayi berumur lebih 10 minggu,

25
berat 10 pon atau 5 kg, dan memiliki hemoglobin lebih dari 10 gr% dan tak ada infeksi
lekosit di bawah 10.000.
Pada pasien ini ditemukan juga ukuran penis yang kecil. Diagnosis mikropenis
ditegakkan jika hasil pengukuran penis di bawah rerata 2.5 SD (Supriatmo, 2004).
Perkembangan penis secara umum dibagi dalam dua tahap, yaitu intra dan ekstra
uterin. Sampai dengan minggu kedelapan di dalam kehidupan fetus, genitalia eksterna
dari kedua jenis kelamin masih sama. Diferensiasi ke arah kelamin laki-laki tergantung
pada pengaruh testosteron dan terutama dihidrotestosteron. Secara umum, etiologi
mikropenis (Supriatmo, 2004) :
1. Defisiensi sekresi testosteron
a. Hipogonadotropik hipogonadisme. Keadaan ini disebut juga gangguan gonad
sekunder, sehingga diperlukan terapi pengganti (replacement therapy) yang
menetap (irreversible).
b. Hipergonadotropik hipogonadisme. Hipergonadotropik hipogonadisme disebut
juga dengan gangguan gonad primer. Pada gangguan gonad primer terjadi produksi
androgen yang tidak adekuat karena defisiensi salah satu enzim sintesis testosteron.
Ditandai dengan peningkatan konsentrasi gonadotropin yang disebabkan tidak
adanya umpan balik negatif dari steroid seks gonad
2. Defek pada aksis testosteron. Kelainan yang termasuk defek aksis testeron adalah
defisiensi growth hormone/insulin like growth factor I, defek reseptor androgen,
defisiensi 5 a - reduktase, sindrom fetal hidantoin.
3. Anomali pertumbuhan
4. Idiopatik
Pada pasien ini penyebab yang mungkin adalah adanya anomali pertumbuhan dan
idiopatik. Untuk penyebab yang berhubungan dengan hormonal belum diketahui kerena
perlu pemerikasaan khusus pada waktu kehamilan, tetapi masih mungkin hal tertebut
terjadi pada ibu pasien pada waktu hamil yang berhubungan dengan status sosioekonomi
yang mempengaruhi emosi pasien dan mempengaruhi hormonal ibu pasien.
Pasien mikropenis harus diperiksa secara cermat menyangkut masalah
endokrinologi secara umum,dan dievaluasi apakah terdapat kelainan pada susunan saraf
pusat. Ritzen dan Hintz29 membuat algoritme tata laksana mikropenis berdasarkan
kelompok umur, untuk bayi baru lahir dan anak di atas 1 tahun hingga pubertas.
Dilakukan pemeriksaan terhadap faktor androgen dan di luar androgen. Tata laksana
mikropenis dibagi dalam terapi hormonal dan pembedahan (Supriatmo, 2004).

26
Pada pasien ini ditemukan adanya dimple, sinus derma, duplicated atau split
gluteal cleft. Dalam buku Prof Gofar (2012), kelainan yang bisa dicurigai pada spina
bifida oculta seperti dimple, deviated/duplicated atau split gluteal cleft, dermal sinus,
cigarette burn, hair tuft, human tail, hipertrikosi, dan faun tail.
Pengenalan lesi yang mencurigakan dan identifikasi anomali yang menyertai
dengan pemeriksaan radiologis yang tepat merupakan hal yang sangat penting.
Meskipun patogenesisnya belum sepenuhnya dimengerti, deteksi dan intervensi dini
akan menghasilkan outcome yang lebih baik. Oleh karena itu, sangat penting untuk
dapat membedakan lesi kulit yang mencurigakan dan innocent dimple, terutama untuk
menghindari pemeriksaan penunjang yang tidak perlu. Adanya hipertrikosis,
hemangioma kapiler, massa subcutaneous (terutama lipoma), jarak dimple > 2,5 cm dari
anus dan skin appendage menunjukkan manifestasi klinis yang mencurigakan dan
memerlukan investigasi lebih lanjut (Tommy, 2012).
Kelainan bokong selain dari pada dimple walaupun umumnya menunjukkan
derajat yang lebih rendah untuk kemungkinan disertai suatu occult spinal dysraphism,
tetap memerlukan pemeriksaan lebih lanjut. Suatu kasus deviated/duplicated atau split
gluteal cleft, juga harus dianggap mencurigakan, baik disertai atau tanpa manifestasi
dimple pada kulit. Penatalaksanaan dimple tersebut memerlukan alat diagnostik lebih
lanjut, karena dapat menunjukkan suatu lesi dermal sinus track, meskipun sebagian
besar tidak selalu bermakna. Suatu dermal sinus track tidak dianggap sebagai open
neural tube defect karena secara karakteristik tidak mengandung defek meningeal,
osseus dan kulit (meskipun secara potensial dapat terbentuk hubungan antara struktur
kulit dan saraf). Oleh karena itu lesi yang tertutupi kulit ini tetap dianggap sebagai
marker klinis, sama seperti dimple ataupun stigmata lainnya (Tommy, 2012).
Berdasarkan teori diatas pada pasien ini patut dicurigai adanya spina bifida oculta
dan perlu pemeriksaan radiologi, yang dianjurkan adalah CT-Scan.
Pada pemerikaan klinis pasien juga didapatkan kesadaran latergi, refleks hisap
menurun, terdapat kejang, takipneu, dan hipertermi. Hal tersebut sesuai dengan gejala
yang ditemukan pada sepsis. Menurut Wilar (2010), sepsis didiagnosis berdasarkan
adanya gejala klinis seperti letargi, refleks hisap menurun, merintih, iritabel, kejang,
terdapat gangguan kardiovaskular, gangguan hematologik, gangguan gastrointestinal,
gangguan respirasi, waktu pengosongan lambung memanjang, dan pemeriksaan
laboratorium seperti CRP>10mg/L, IT ratio >0,25, leukosit <5000/L atau >30.000/L,
trombosit <100.000/L dengan atau tanpa biakan darah positif. Namun pada pasien ini

27
pemeriksaan darah rutin masih dalam batas normal berdasarkan nilai rujukan (Nelson,
2000).
Faktor risiko sepsis meliputi faktor risiko mayor yaitu ketuban pecah dini (KPD)
>18 jam, ibu demam intrapartum >380C, korioamnionitis, ketuban berbau, denyut
jantung janin (DJJ) >160x/menit. Faktor risiko minor terdiri dari KPD >12jam, demam
intrapartum >37,50C, skor APGAR rendah (menit 1 skor <5 dan menit 5 skor <7),
BBLSR (<1500 gram), kembar, usia kehamilan <37 minggu, keputihan yang tidak
diobati, ibu yang dicurigai infeksi saluran kemih (ISK). Tetapi pada pasien ini
didapatkan faktor resiko sepsis berupa ketuban berwarna hijau berbau.
Penanganan Sepsis pada neonatal dengan pemberian antibiotik. Dalam buku
Pedoman Pelayanan Medik (PPM) IDAI tatalaksana sepsis meliputi antibiotik, yaitu
antibiotik awal diberikan ampicilin dengan dosis 50 mg/kgBB setiap 12 jam dan
gentamisin dengan dosis < 2 kg: 3 mg/kgBB, >2 kg : 5 mg/kgBB sekali sehari. Jika
dalam 48 jam bayi tetap menunjukan tanda-tanda infeksi ganti ampisilin dengan
cefotaksim dengan dosis 50 mg/kgBB setiap 8 jam, dan gentamisin tetap dilanjutkan.
Pada pasien ini pada waktu awal datang
Dari hasil labolatorium didapatkan glikosa darah 44 mg/dl. Berdasarkan teori
pemeriksaan kadar glukosa plasma pada bayi cukup bulan sehat rata-rata 55 - 60 mg/dl
pada 1 2 jam setelah lahir dan akan naik pada 3 4 jam walaupun belum diberi makan.
Nilai rata-rata pada 3 72 jam kira-kira 70 mg/dl, setelah itu kira-kira 80 mg/dl.
Berdasarkan statistik, hipoglikemia adalah apabila glukosa plasma kira-kira kurang dari
persentil 5. Pada pemeriksaan brain stem auditory evoked responses pada bayi cukup
bulan terdapat perpanjangan latensi pada kira-kira glukosa plasma kurang dari 47 mg/dl.
Srinivasan dkk menyatakan yang disebut hipoglikemia pada bayi cukup bulan apabila
kadar glukosa darah < 35 mg/dl pada umur 0 3 jam, < 40 mg/dl pada umur 3 24 jam,
dan < 45 mg/dl pada umur lebih dari 24 jam. Heck dan Erenberg menyatakan
hipoglikemia pada bayi cukup bulan apabila kadar glukosa darah < 30 mg/dl pada umur 0
24 jam dan < 40 mg/dl pada umur 24- 48 jam (Taslim, 2004).
Menurut Buku Pelayanan Medis Edisi I, Hipoglikemia adalah kondisi bayi dengan
kadar glukosa darah <45 mg/dL (2,6 mmol/L) baik yang memberikan gejala maupun
tidak (Pudjiadi, 2009).
Hal yang menjadi faktor resiko terjadinya hipoglikemi pada pasien ini adalah KMK.
Menurut teori (IDAI, 2013), selama dalam kandungan, bayi sudah mengalami kekurangan
gizi, sehingga tidak sempat membuat cadangan glikogen, dan kadang persediaan yang ada

28
sudah terpakai. Bayi KMK mempunyai kecepatan metabolisme lebih besar sehingga
menggunakan glukosa lebih banyak daripada bayi yang berat lahirnya sesuai untuk masa
kehamilan (SMK), dengan berat badan yang sama. Meskipun bayi KMK bugar, bayi
mungkin tampak lapar dan memerlukan lebih banyak perhatian. Bayi KMK perlu diberi
minum setiap 2 jam dan kadang masih hipoglikemia, sehingga memerlukan pemberian
suplementasi dan kadang memerlukan cairan intravena sambil menunggu ASI ibunya
cukup.
Berdasarkan buku pedoman pelayanan medik IDAI (Pudjiadi, 2011), peanaganan
hipoglikemi berdasarkan Umur< 2 tahun : Glukosa10%, 2 ml/kgBB IV (1 bagian glukosa
50% + 4 bagianNaCl 0,9%). Jadi terapi hipoglikemi pada pasien ini diberikan infus
glukosa 10% (D10%), yaitu sebanyak 3.8 ml. Kemudian cek kembali GDS satu jam
berikutnya. Selain itu ASI tetap dilanjutkan.

29

You might also like