DAMPAK TRAUMA MASA KECIL DAN TEMPERAMEN AFEKTIF

TERHADAP KETAHANAN GANGGUAN BIPOLAR

Sermin Kesebir , Sermin Kesebir , Baak nbol , Baak nbol , Elif Tatldil Yaylac , Elif
Tatldil Yaylac , Duru Gndoar , Duru Gndoar , and Hseyin nbol Dan Hseyin nbol

Abstract Abstrak

Background Latar Belakang

The aim of this study was to investigate whether childhood trauma (CT) and affective
temperament have an impact on resilience in bipolar patients. Tujuan penelitian ini adalah untuk
mengetahui apakah trauma masa kanak-kanak (CT) dan temperamen afektif berpengaruh
terhadap ketahanan pasien bipolar.

Methods Metode

One hundred cases with bipolar disorder (BD) diagnosis according to the Diagnostic and
Statistical Manual of Mental Disorders, 4th Edition (DSM-IV) were evaluated consecutively in
their euthymic period during outpatient follow-up interviews. Seratus kasus dengan diagnosis
bipolar disorder (BD) sesuai dengan Manual Diagnostik dan Statistik Gangguan Mental, Edisi ke
4 (DSM-IV) dievaluasi secara berurutan dalam periode euthymic mereka selama wawancara
tindak lanjut rawat jalan. Diagnostic interviews were done with SCID-I, affective temperament
was evaluated with the Temperament Evaluation of Memphis, Pisa, Paris and San Diego
Autoquestionnaire, and resilience was evaluated with the Resilience Scale for Adults (RSA).
Wawancara diagnostik dilakukan dengan SCID-I, temperamen afektif dievaluasi dengan
Evaluasi Temperamen Memphis, Pisa, Paris dan San Diego Autoquestionnaire, dan ketahanan
dievaluasi dengan Skala Ketahanan untuk Orang Dewasa (RSA). The presence of CT was
determined and measured with the Childhood Trauma Questionnaire (CTQ). Kehadiran CT
ditentukan dan diukur dengan Childhood Trauma Questionnaire (CTQ).

Results Hasil

Among the bipolar patients, it was found that 35 cases (35%) were CT+. Di antara pasien
bipolar, ditemukan bahwa 35 kasus (35%) adalah CT +. Depressive, cyclothymic, and anxious
temperament scores were higher in CT+ cases. Skor temperamen depresi, cyclothymic, dan
cemas lebih tinggi pada kasus CT +. However, resilience scores were higher in CT cases.
Namun, skor ketahanan lebih tinggi pada kasus CT. In bipolar patients with and without
childhood trauma, the relationship between temperament and resilience appears to be different.
Pada pasien bipolar dengan dan tanpa trauma masa kecil, hubungan antara temperamen dan
ketahanan tampaknya berbeda. A negative relation between sexual abuse, emotional abuse,
emotional neglect, and anxious temperament scores and resilience scores was shown in
regression analysis. Hubungan negatif antara pelecehan seksual, pelecehan emosional, kelalaian
emosional, dan tingkat temperamen cemas dan skor ketahanan ditunjukkan dalam analisis
regresi.

Conclusions Kesimpulan

CT and affective temperament both have an impact on resilience in bipolar patients. CT dan
temperamen afektif keduanya memiliki dampak pada ketahanan pasien bipolar.

Electronic supplementary material Bahan pelengkap elektronik

The online version of this article (doi:10.1186/s40345-015-0023-3) contains supplementary

material, which is available to authorized users. Versi online artikel ini (doi: 10.1186 / s40345-
015-0023-3) berisi materi tambahan, yang tersedia untuk pengguna yang berwenang.

Keywords: Bipolar disorder, Childhood trauma, Affective temperament, Resilience Kata kunci:
Gangguan bipolar, trauma masa kecil, temperamen afektif, ketahanan

Go to:

Background Latar Belakang

In the 1970s, researchers noticed that some individuals could pass through normal developmental
processes despite adverse circumstances and they started to investigate the neurobiological
determinants as well as the psychosocial determinants in these individuals (Feder et al. 2009 ;
Fadardi et al. 2010 ; Amico et al. 2011 ). Pada 1970-an, para periset memperhatikan bahwa
beberapa individu dapat melewati proses perkembangan normal meskipun keadaannya buruk dan
mereka mulai menyelidiki faktor penentu neurobiologis serta faktor penentu psikososial pada
individu-individu ini (Feder et al., 2009 ; Fadardi et al., 2010 ; Amico et Al. 2011 ).
Psychological resilience can be defined as the capability to adapt in adverse environmental
circumstances (Basm and etin 2011 ) and is determined by individual characteristics, family
cohesion and support, and external support systems (Rutter 1985 ). Ketahanan psikologis dapat
didefinisikan sebagai kemampuan untuk beradaptasi dalam keadaan lingkungan yang buruk
(Basm dan etin 2011 ) dan ditentukan oleh karakteristik individu, kohesi keluarga dan
dukungan, dan sistem pendukung eksternal (Rutter 1985 ). In the scale developed to evaluate
psychological resilience (Friborg et al. 2003 ), personal strength, structural style, social
competence, family cohesion, and social resources subdimensions are investigated. Dalam skala
yang dikembangkan untuk mengevaluasi ketahanan psikologis (Fribourg et al 2003 ), kekuatan
pribadi, gaya struktural, kompetensi sosial, kohesi keluarga, dan subdimensi sumber daya sosial
diselidiki. Personal strength subdimension is further divided into perception of self and
perception of future (Friborg et al. 2005 ). Subdimensi kekuatan pribadi dibagi lagi menjadi
persepsi diri dan persepsi masa depan (Fribourg et al 2005 ). In Simeon et al.'s study in 2007, in
healthy individuals, childhood trauma was identified as the leading determinant of psychological
resilience, and there was a strong inverse relationship between the two. Dalam studi Simeon dkk
pada tahun 2007, pada individu sehat, trauma masa kecil diidentifikasi sebagai penentu
ketahanan psikologis, dan ada hubungan terbalik yang kuat antara keduanya.

The affective temperament of an individual is one of the structural, biological, and genetic
factors determining the risk of depression and mania (Angst 2000 ). Persamaan afektif seseorang
adalah salah satu faktor struktural, biologis, dan genetik yang menentukan risiko depresi dan
mania (Angst 2000 ). It was claimed that there was a continuity between affective temperament
and mood disorders, and it was demonstrated in numerous studies that there was a relationship
between affective temperament and the clinical course of mood disorders (Kesebir et al. 2005 ;
Rihmer et al. 2010 ). Dikatakan bahwa ada kontinuitas antara temperamen afektif dan gangguan
mood, dan ini ditunjukkan dalam banyak penelitian bahwa ada hubungan antara temperamen
afektif dan rangkaian gangguan mood klinis (Kesebir et al., 2005 ; Rihmer et al., 2010 ) . Among
the environmental factors affecting the etiology of mood disorders, childhood trauma (CT) is one
of the leading factors (Simeon et al. 2007 ). Di antara faktor lingkungan yang mempengaruhi
etiologi gangguan mood, trauma masa kanak-kanak (CT) adalah salah satu faktor utama (Simeon
et al 2007 ). Similar to clinical course, age of onset, and episode severity, CT is a factor that
affects the cross-sectional phenomenology of mood disorders. Mirip dengan klinis saja, usia
onset, dan keparahan episode, CT merupakan faktor yang mempengaruhi fenomenologi cross
sectional gangguan mood.

In one of our previous studies, we demonstrated that resilience was related to affective
temperament in major depressive disorder (MDD) cases (Kesebir et al. 2013 ). Dalam salah satu
penelitian kami sebelumnya, kami menunjukkan bahwa ketahanan terkait dengan temperamen
afektif pada kasus depresi mayor (MDD) (Kesebir et al 2013 ). We also found that this
relationship was different between CT+ and CT patients (Gndoar et al. 2014 ). Kami juga
menemukan bahwa hubungan ini berbeda antara CT + dan CT-pasien (Gndoar et al., 2014 ). In
this study, we aimed to investigate if childhood trauma and affective temperament have an
impact on resilience in bipolar patients. Dalam penelitian ini, kami bertujuan untuk menyelidiki
apakah trauma masa kecil dan temperamen afektif memiliki dampak pada ketahanan pasien
bipolar.

Go to:

Methods Metode

Sample and procedure Contoh dan prosedur

In this study, a total of 100 patients (54 females and 46 males) aged between 17 and 77 (mean
age 32.7 13.2), who were admitted to the outpatient clinic of Erenky Psychiatry Education
and Research Hospital for their regular follow-up interviews, have been followed regularly for at
least 1 year, and were diagnosed with bipolar disorder (BD) type 1 according to the Diagnostic
and Statistical Manual of Mental Disorders, 4th Edition (DSM-IV), were recruited consecutively.
Dalam penelitian ini, total 100 pasien (54 perempuan dan 46 laki-laki) berusia antara 17 dan 77
(usia rata-rata 32,7 13,2), yang dirawat di klinik rawat jalan Rumah Sakit Pendidikan dan
Penelitian Erenky Psychiatry untuk wawancara lanjutan mereka. , Telah diikuti secara teratur
minimal 1 tahun, dan didiagnosis dengan gangguan bipolar (BD) tipe 1 sesuai dengan Manual
Diagnostik dan Statistik Gangguan Mental, Edisi 4 (DSM-IV), direkrut secara berurutan.
Recruitment of patients was done between August 2013 and August 2014. Approval for the
study was obtained from Erenky Psychiatry Hospital Training and Scientific Investigations
Committee in compliance with the Helsinki Declaration. Perekrutan pasien dilakukan antara
Agustus 2013 dan Agustus 2014. Persetujuan untuk penelitian ini diperoleh dari Komite
Pelatihan dan Investigasi Ilmiah Rumah Sakit Erenky Psychiatry sesuai dengan Deklarasi
Helsinki. All the patients were in remission and gave written informed consent to attend the
study. Semua pasien berada dalam pengampunan dan memberikan informed consent untuk
mengikuti penelitian. Our sample consisted of middle-class subjects who live in the city center.
Sampel kami terdiri dari kelas menengah yang tinggal di pusat kota. As a limitation, our study
lacks a control group. Sebagai batasan, penelitian kami tidak memiliki kelompok kontrol.

Diagnostic interviews were performed with the Turkish version of SCID-I (orapolu et al.
1999 ). Wawancara diagnostik dilakukan dengan versi Turki SCID-I (orapolu et al., 1999 ).
Cases with comorbid psychiatric diagnoses were excluded from the study. Kasus dengan
diagnosis psikiatris komorbid dikeluarkan dari penelitian ini. Comorbidity, similar to severity of
disease, was evaluated as a variable which is predicted by childhood trauma and decreased
resilience. Komorbiditas, mirip dengan tingkat keparahan penyakit, dievaluasi sebagai variabel
yang diprediksi oleh trauma masa kecil dan penurunan ketahanan. The requirement for being in
remission was identified as obtaining a score of less than 8 from the Hamilton Depression Rating
Scale (HDRS). Persyaratan untuk mendapatkan remisi diidentifikasi sebagai mendapatkan skor
kurang dari 8 dari Skala Penilaian Depresi Hamilton (HDRS). The mean duration of remission at
the time of evaluation of the cases was 8.6 3.1 weeks. Durasi rata-rata remisi pada saat evaluasi
kasus adalah 8,6 3,1 minggu.

After this initial evaluation, the Turkish version of the Temperament Evaluation of Memphis,
Pisa, Paris and San Diego Autoquestionnaire (TEMPS-A) and the Resilience Scale for Adults
(RSA)-Turkish version were administered. Setelah evaluasi awal ini, versi Turki dari Evaluasi
Temperamen Memphis, Pisa, Paris dan San Diego Autoquestionnaire (TEMPS-A) dan Skala
Ketahanan untuk Orang Dewasa (RSA) - versi Turki diberikan. The presence of CT was
determined and measured with the Childhood Trauma Questionnaire (CTQ). Kehadiran CT
ditentukan dan diukur dengan Childhood Trauma Questionnaire (CTQ). Invalid forms are
excluded. Formulir tidak valid dikecualikan.

Assessment tools Alat penilaian

The RSA was developed by Friborg et al. RSA dikembangkan oleh Fribourg dkk. ( 2003 ). (
2003 ). A higher total score obtained from the items scored between 1 and 5 indicates that the
psychological resilience of the individual is higher. Skor total yang lebih tinggi yang diperoleh
dari item yang dicetak antara 1 dan 5 menunjukkan bahwa ketahanan psikologis individu lebih
tinggi. Turkish reliability and validity study was carried out by Basm and etin ( 2011 ). Studi
reliabilitas dan validitas Turki dilakukan oleh Basm dan etin ( 2011 ).

The TEMPS-A Temperament Scale was developed by Akiskal for evaluating affective
temperament (Akiskal et al. 2005 ). Skala Temperature TEMPS-A dikembangkan oleh Akiskal
untuk mengevaluasi temperamen afektif (Akiskal et al., 2005 ). The questionnaire consists of 100
items determining the depressive, hyperthymic, irritable, cyclothymic, and anxious
temperaments. Kuesioner terdiri dari 100 item yang menentukan temperamen depresif,
hipertimik, mudah tersinggung, siklotimik, dan cemas. The reliability and validity study in
Turkish version was done by Vahip et al. Studi reliabilitas dan validitas dalam versi Turki
dilakukan oleh Vahip dkk. ( 2005 ). ( 2005 ).

CTQ was developed by Bernstein et al. CTQ dikembangkan oleh Bernstein dkk. ( 1997 ) to
evaluate the existence and type of childhood traumas. ( 1997 ) untuk mengevaluasi eksistensi dan
jenis trauma masa kecil. Its reliability and validity study in Turkish was carried out by ar et al.
Studi reliabilitas dan validitasnya dalam bahasa Turki dilakukan oleh ar et al. ( 2012 ). ( 2012 ).

Statistical analysis Analisis statistik

Statistical analysis was performed with SPSS version 20.0. Analisis statistik dilakukan dengan
SPSS versi 20.0. Categorical variables were compared by the chi-square test while numerical
variables were compared by the Mann-Whitney U test. Variabel kategoris dibandingkan dengan
uji chi-kuadrat sedangkan variabel numerik dibandingkan dengan uji Mann-Whitney U. The
Pearson correlation test was used for correlation analysis. Uji korelasi Pearson digunakan untuk
analisis korelasi. Linear regression analysis was applied to strengthen the correlation analysis.
Analisis regresi linier diterapkan untuk memperkuat analisis korelasi. Statistical significance was
set at <0.05 and all tests were two-tailed. Signifikansi statistik ditetapkan pada <0,05 dan semua
tes memiliki dua sisi.

Go to:

Results Hasil

The mean age of 54 female and 46 male patients was 32.7 13.2. Usia rata-rata 54 wanita dan
46 pasien laki-laki adalah 32,7 13,2. All of the patients were bipolar disorder type 1. The
frequency of illness (Number of total episode/Duration of illness Year) was 1.9 1.1. Semua
pasien adalah tipe gangguan bipolar 1. Frekuensi penyakit (Jumlah episode total / Durasi
penyakit - Tahun) adalah 1,9 1,1.
Among the bipolar patients, it was found that 35 cases (35%) (22 females, 13 males) were CT+.
Di antara pasien bipolar, ditemukan bahwa 35 kasus (35%) (22 perempuan, 13 laki-laki) adalah
CT +.

Comparison of affective temperament and resilience in CT+ vs CT Perbandingan temperamen

afektif dan ketahanan CT + vs CT-

Depressive, cyclothymic, and anxious temperament scores were higher in CT+ cases. Skor
temperamen depresi, cyclothymic, dan cemas lebih tinggi pada kasus CT +. However, resilience
scores were higher in CT cases (Table 1 ). Namun, skor ketahanan lebih tinggi pada kasus CT
(Tabel 1 ).

Table 1 Tabel 1

Comparison of affective temperament and resilience in CT+ vs CT patients Perbandingan

temperamen afektif dan ketahanan CT + vs pasien CT

The relationship between affective temperament and resilience Hubungan antara temperamen
afektif dan ketahanan

There was a weak inverse relationship between resilience scores and anxious temperament scores
in CT+ bipolar patients (Table 2 ). Ada hubungan terbalik yang lemah antara skor ketahanan dan
skor temperamen cemas pada pasien CT + bipolar (Tabel 2 ).

Table 2 Tabel 2

The relationship between affective temperament and resilience Hubungan antara temperamen
afektif dan ketahanan

The relationship between CT and resilience Hubungan antara CT dan ketahanan

There was a moderate inverse correlation between emotional abuse, sexual abuse, emotional
neglect, and resilience in CT+ cases (Table 3 ). Ada korelasi terbalik moderat antara pelecehan
emosional, pelecehan seksual, kelalaian emosional, dan ketahanan pada kasus CT + (Tabel 3 ).

Table 3 Tabel 3

The relationship between CT and resilience Hubungan antara CT dan ketahanan

The relationship between CT and affective temperament Hubungan antara CT dan temperamen
afektif

There was a weak correlation between physical and emotional neglect and anxious temperament
in CT+ cases (Table 4 ). Ada korelasi lemah antara kelalaian fisik dan emosional dan
temperamen cemas pada kasus CT + (Tabel 4 ). There was a weak inverse correlation between
emotional abuse and neglect and hyperthymic temperament. Ada korelasi terbalik yang lemah
antara pelecehan emosional dan pengabaian dan temperamen hiperthimik.

Table 4 Tabel 4

The relationship between CT and affective temperament Hubungan antara CT dan temperamen
afektif

Regression analysis Analisis regresi

A negative relation between sexual abuse, emotional abuse, emotional neglect, and anxious
temperament scores and resilience scores was shown in regression analysis (respectively, beta =
5.412, p = 0.010; beta = 3.918, p = 0.025; beta = 3.238, p = 0.054 vs beta = 3.715, p =
0.039). Hubungan negatif antara pelecehan seksual, pelecehan emosional, kelalaian emosional,
dan skor temperamen cemas dan skor ketahanan ditunjukkan pada analisis regresi (masing-
masing, beta = -5,412, p = 0,010; beta = -3,918, p = 0,025; beta = -3,238 , P = 0,054 vs beta = -
3,715, p = 0,039). The variables explained 72% of the total variance ( R 2 = 144.87, n = 100).
Variabel tersebut menjelaskan 72% dari total varians ( R 2 = 144,87, n = 100).

Go to:

Discussion Diskusi

As far as we know, this is the first study that investigates the relationship between resilience, CT,
and temperament in bipolar patients. Sejauh yang kami tahu, ini adalah studi pertama yang
menyelidiki hubungan antara ketahanan, CT, dan temperamen pada pasien bipolar. Our results
suggest that CT+ patients are less resilient than CT patients. Hasil kami menunjukkan bahwa
pasien CT + kurang tangguh dibandingkan pasien CT. The inverse relationship between
resilience scores and CT scores was found significant for emotional neglect, emotional abuse,
and sexual abuse. Hubungan terbalik antara skor ketahanan dan skor CT ditemukan signifikan
untuk kelalaian emosional, pelecehan emosional, dan pelecehan seksual. This relationship was
more prominent for emotional and sexual abuse. Hubungan ini lebih menonjol untuk pelecehan
emosional dan seksual. The negative effect of all three CT types on resilience was further
affirmed by the results of the regression analysis. Efek negatif ketiga jenis CT pada ketahanan
ditegaskan lebih lanjut oleh hasil analisis regresi. Interestingly, no relation was detected between
physical abuse, physical neglect, and resilience scores. Menariknya, tidak ada hubungan yang
terdeteksi antara penganiayaan fisik, kelalaian fisik, dan nilai ketahanan. However, previously,
physical abuse had been reported as a predictive risk factor for mania (Levitan et al. 1998 ).
Namun, sebelumnya, penganiayaan fisik telah dilaporkan sebagai faktor risiko prediktif untuk
mania (Levitan et al 1998 ).

On the other hand, the findings provide a great deal of support for an additive or main effect
perspective on vulnerability and protective factors and some support for an interactive
perspective. Di sisi lain, temuan ini memberikan banyak dukungan untuk perspektif aditif atau
efek utama pada faktor kerentanan dan perlindungan dan beberapa dukungan untuk perspektif
interaktif. It appears that some protective and vulnerability factors do not have stronger effects
for physically abused children, but instead are equally beneficial or harmful to children
regardless of their abuse status (Lansford et al. 2006 ). Tampaknya beberapa faktor perlindungan
dan kerentanan tidak memiliki efek yang lebih kuat untuk anak-anak yang dilecehkan secara
fisik, namun sama-sama bermanfaat atau membahayakan anak-anak tanpa memperhatikan status
penyalahgunaan mereka (Lansford et al 2006 ). Childhood physical abuse is often associated
with detrimental physical and psychological consequences in adulthood. Penyalahgunaan fisik
pada anak sering dikaitkan dengan konsekuensi fisik dan psikologis yang merugikan di masa
dewasa. Some adults appear to overcome effects of very severe parental physical abuse in
childhood. Beberapa orang dewasa tampaknya mengatasi efek pelecehan fisik orang tua yang
sangat parah di masa kecil. Pitzer and Fingerman ( 2010 ) considered whether psychosocial
resources explain variability in well-being for adults who experienced childhood physical abuse
by their parents. Pitzer dan Fingerman ( 2010 ) mempertimbangkan apakah sumber psikososial
menjelaskan variabilitas dalam kesejahteraan bagi orang dewasa yang mengalami penganiayaan
fisik masa kecil oleh orang tua mereka. High levels of personal control were associated with
better physical and psychological functioning among adults who were physically abused as
children. Tingkat kontrol pribadi yang tinggi dikaitkan dengan fungsi fisik dan psikologis yang
lebih baik di antara orang dewasa yang secara fisik disalahgunakan sebagai anak-anak. Thus,
personal control may be a key factor to health and well-being and thus resilient functioning
following childhood abuse. Dengan demikian, kontrol pribadi mungkin menjadi faktor kunci
bagi kesehatan dan kesejahteraan dan dengan demikian berfungsi dengan kuat setelah
penyalahgunaan masa kecil.

According to our results, affective temperament scores also differ between subjects with or
without CT. Menurut hasil kami, skor temperamen afektif juga berbeda antara subjek dengan
atau tanpa CT. Depressive, cyclothymic, and anxious temperament scores were higher in bipolar
patients with CT. Skor temperamen depresi, siklotimik, dan cemas lebih tinggi pada pasien
bipolar dengan CT. However, only anxious temperament scores were found to be associated with
resilience. Namun, hanya skor temperamen yang mudah ditebak dikaitkan dengan ketahanan.
This association is an inverse one. Asosiasi ini adalah kebalikannya. To add to the weight of our
results, there was a linear relation between CT and affective temperament, anxious temperament,
physical neglect, and emotional neglect scores. Untuk menambah bobot hasil kita, ada hubungan
linier antara CT dan temperamen afektif, temperamen cemas, kelalaian fisik, dan nilai kelalaian
emosional.

The relationship between temperament and CT is most often reported between anxious
temperament and CT (Ogawa et al. 1997 ). Hubungan antara temperamen dan CT paling sering
dilaporkan antara temperamen cemas dan CT (Ogawa et al 1997 ). Biological markers were also
suggested for this relationship (Alm and Risberg 2007 ). Penanda biologis juga disarankan untuk
hubungan ini (Alm dan Risberg 2007 ). In the presence of CT, it was shown that anxious
temperament increases the risk for a mood disorder, and this risk was claimed to be associated
with CRH receptor gene polymorphism (Rogers et al. 2013 ). Dengan adanya CT, ditunjukkan
bahwa temperamen cemas meningkatkan risiko gangguan mood, dan risiko ini diklaim terkait
dengan polimorfisme gen reseptor CRH (Rogers et al 2013 ). Negative emotionality being the
common denominator of the abovementioned three affective temperament types, our results
indicate that negative emotionality becomes more prominent in the presence of childhood
trauma. Emosi emosional negatif menjadi common denominator dari tiga jenis temperamen
afektif di atas, hasil kami menunjukkan bahwa emosionalitas negatif menjadi lebih menonjol di
hadapan trauma masa kecil.

There was an inverse relation between psychological resilience and harm avoidance (HA) in
Simeon et al.'s ( 2007 ) study, and HA avoidance was determined to be one of the negative
predictors of psychological resilience. Ada hubungan terbalik antara ketahanan psikologis dan
penghindaran bahaya (HA) pada penelitian Simeon et al. ( 2007 ), dan penghindaran HA
bertekad menjadi salah satu prediktor negatif ketahanan psikologis. HA is a temperament quality
related to anxious temperament. HA adalah kualitas temperamen yang berkaitan dengan
temperamen cemas. Passive avoidance which is a very prominent quality of anxious
temperament (Degnan and Fox 2007 ) has a negative effect on resilience (Clark 2005 ).
Penghindaran pasif yang merupakan kualitas temperamen yang sangat menonjol (Degnan and
Fox 2007 ) memiliki efek negatif pada ketahanan (Clark 2005 ). An internal locus of control is an
important variable which increases resilience (Werner 1992 ). Tempat pengendalian internal
merupakan variabel penting yang meningkatkan ketahanan (Werner 1992 ). Individuals with
anxious temperaments are dependent on an external locus of control (Rutter 2002 ). Individu
dengan temperamen cemas bergantung pada lokus kontrol eksternal (Rutter 2002 ). Prompt and
intense emotionality observed in this situation is a risk factor especially in subclinical and
chronic depressions (Purper-Ouakil et al. 2002 ). Emosi yang cepat dan intens yang diamati
dalam situasi ini adalah faktor risiko terutama pada depresi subklinis dan kronis (Purper-Ouakil
dkk, 2002 ).

In our previous study, hyperthymic temperament scores which were lower than those of healthy
individuals did have a strong relationship with psychological resilience scores which were also
lower than those of healthy individuals (Kesebir et al. 2013 ). Dalam penelitian kami
sebelumnya, skor temperamen hyperthymic yang lebih rendah dari pada individu sehat memiliki
hubungan yang kuat dengan skor ketahanan psikologis yang juga lebih rendah daripada individu
sehat (Kesebir et al 2013 ). Based on the strength of this relationship, we suggested that
protective factors may play a more important role than risk factors in resilience. Berdasarkan
kekuatan hubungan ini, kami menyarankan agar faktor pelindung dapat memainkan peran yang
lebih penting daripada faktor risiko ketahanan. In this study, we found an inverse relation
between hyperthymic temperament scores and emotional abuse and emotional neglect scores.
Dalam penelitian ini, kami menemukan hubungan terbalik antara nilai temperamen hipertimik
dan pelecehan emosional dan nilai kelalaian emosional. We think that this relationship is
supported by reward dependence (RD). Kami berpikir bahwa hubungan ini didukung oleh
reward dependence (RD). Hence, RD is a variable which has a linear relation with psychological
resilience (Simeon et al. 2007 ). Oleh karena itu, RD adalah variabel yang memiliki hubungan
linier dengan ketahanan psikologis (Simeon et al 2007 ). However, in a study conducted with
heroine-dependent individuals, physical neglect and emotional abuse were found to be associated
with low RD (Evren et al. 2012 ). Namun, dalam sebuah penelitian yang dilakukan dengan
individu yang bergantung pada wanita, kelalaian fisik dan pelecehan emosional ditemukan
berhubungan dengan RD rendah (Evren et al 2012 ).

Lack of a comparative control group is a limitation of this study. Kurangnya kelompok kontrol
komparatif adalah keterbatasan penelitian ini. It should have been asked whether childhood
trauma and affective temperament had an effect on resilience in healthy subjects as well.
Seharusnya ditanyakan apakah trauma masa kecil dan temperamen afektif juga berpengaruh pada
ketahanan pada subyek yang sehat. In addition, there are methodological difficulties in
measuring temperament and resilience. Selain itu, ada kesulitan metodologis dalam mengukur
temperamen dan ketahanan. It is not easy to differentiate the state and trait qualities between
affective temperament and mood disorders. Tidaklah mudah untuk membedakan sifat negara dan
sifat antara temperamen afektif dan gangguan mood. In this study, even though the patients were
evaluated as 'in remission' according to DSM-IV, it is difficult to distinguish this 'relative'
remission period from subsyndromal and subthreshold forms. Dalam penelitian ini, walaupun
pasien dievaluasi sebagai 'remisi' menurut DSM-IV, sulit untuk membedakan periode remisi
'relatif' ini dari bentuk subsyndromal dan subthreshold. Residual and subthreshold symptoms of
bipolar disorder are usually related to the depressive pole (Samalin et al. 2014 ). Gejala residu
dan subthreshold gangguan bipolar biasanya berhubungan dengan kutub depresi (Samalin et al.,
2014 ). Therefore, we intentionally administered only HDRS. Karena itu, kami sengaja hanya
memberikan HDRS. Another limitation of this study is that the measurements for temperament
and resilience and the determination of CT were based on the patients' declaration. Keterbatasan
lain dari penelitian ini adalah bahwa pengukuran untuk temperamen dan ketahanan dan
penentuan CT didasarkan pada deklarasi pasien. Validity would be higher if the semi-structured
version of these assessment tools is available. Validitas akan lebih tinggi jika versi semistruktur
dari alat penilaian ini tersedia. Additionally, future studies could be designed as to include
biological indicators of the mentioned concepts. Selain itu, studi masa depan dapat dirancang
untuk mencakup indikator biologis dari konsep yang disebutkan di atas.

Go to:

Conclusions Kesimpulan

In conclusion, personal characteristics which can increase liability for some pathologies may also
be preventive for certain adverse events and increase resilience. Kesimpulannya, karakteristik
pribadi yang dapat meningkatkan tanggung jawab untuk beberapa patologi mungkin juga bersifat
preventif untuk efek samping tertentu dan meningkatkan ketahanan. The preventive or
predisposing quality of a certain personal characteristic is determined by numerous other
variables besides the nature of the experienced event. Kualitas preventif atau predisposisi
karakteristik pribadi tertentu ditentukan oleh banyak variabel lain selain sifat kejadian yang
dialami. In other words, this effect is not invariable and constant. Dengan kata lain, efek ini tidak
invarian dan konstan. CT and affective temperament have an impact on resilience in bipolar
patients. CT dan temperamen afektif memiliki dampak pada ketahanan pasien bipolar. In
individuals at risk, resilience itself can be a treatment goal. Pada individu yang berisiko,
ketahanan itu sendiri bisa menjadi tujuan pengobatan. It can be intervened and is a relatively
easy target. Hal itu bisa diintervensi dan merupakan target yang relatif mudah.