You are on page 1of 113

PERSAMAAN SCHRODINGER

1. KIMIA KUANTUM

Kimia kuantum merupakan aplikasi mekanika kuantum untuk

persoalan-persoalan kimia. Pengaruh kimia kuantum dirasakan disemua

cabang ilmu kimia. Ahli kimia fisika menggunakan mekanika kuantum untuk

menghitung (dengan bantuan mekanika statistika) sifat termodinamika

(sebagai contoh, entropi, kapasitas panas) dari gas; untuk

menginterpretasikan spektrum molekul, sehingga ditentukan sifat-sifaf

molekul secara ekperimental (sebagai contoh, panjang ikatan dan sudut

ikatan, momen dipol, rintangan untuk suatu rotasi internal, perbedaan

energi antara konformasi isomer); untuk menghitung sifat molekul secara

teoritis, untuk menghitung sifat keadaan transisi pada reaksi kimia, sehingga

dapat diramalkan konstanta laju, memahami gaya antar molekul dan

berhubungan dengan ikatan pada padatan.

Ahli kimia organik mengunakan mekanika kuantum dalam

meramalkan stabilitas relatif suatu molekul, menghitung sifat reaksi

intermidiet, meneliti mekanisme reaksi, meramalkan aromatisitas dari suatu

molekul dan menganalisis spektrum NMR. Ahli kimia analitik menggunakan

paling banyak metode-metode spektroskopik. Frekuensi dan intensitas garis

pada suatu spektrum dapat dipahami dan di-interprestasikan hanya dengan

menggunakan mekanika kuantum.

1
Ahli kimia anorganik menggunakan teori medan ligan, suatu

pendekatan dalam metode mekanika kuantum untuk memprediksi dan

menjelaskan sifat-sifat ion kompleks logam transisi.

Walaupun molekul-molekul biologis besar membuat perhitungan

mekanika kuantum menjadi sangat sulit, biokimia mengambil dari

kemudahan yang diberikan studi-studi mekanika kuantum seperti

konformasi molekul-molekul biologis, pengikatan antara enzim-substrat dan

solvasi molekul.

2. LATAR BELAKANG HISTORIS MEKANIKA KUANTUM

Perkembangan mekanika kuantum dimulai pada tahun 1900

dengan studi Planck mengenai emisi cahaya oleh padatan yang dipanaskan,

maka kita akan memulainya dengan mendiskusikan keberadaan cahaya.

Pada tahun 1801, Thomas Young memberikan hasil eksperimen

yang sangat menyakinkan tentang keberadaan gelombang cahaya dengan

menunjukkan bahwa cahaya akan berdifraksi dan berinterperensi saat

melewati dua buah lubang pin yang berdampingan.

Sekitar tahun 1860, James Clerk Maxwell, mengembangkan empat

persamaan, yang dikenal dengan persamaan Maxwell, yang

menggabungkan hukum kelistrikan dan kemagnetan. Persamaan Maxwell

meramalkan bahwa suatu medan listrik yang dipercepat akan meradiasikan

energi dalam bentuk gelombang ektromagnetik yang terdiri dari litrik

terosilasi dan medan magnet. Kecepatan gelombang yang diramalkan

dengan persamaan Maxwell ternyata sama dengan hasil pengukuran

2
eksperimental. Maxwell menyimpulkan bahwa cahaya merupakan gelombang

elektromagnetik.

Pada tahun 1888, Heinrich Hertz mendeteksi gelombang radio yang

diproduksi oleh muatan listrik yang dipercepat dalam suatu busi, sebagai

mana yang diprediksi oleh persamaan Maxwell. Hal ini meyakinkan sekali

lagi bahwa cahaya merupakan gelombang elektromagnet.

Semua gelombang elektromagnet berjalan dengan kecepatan c =

2.998 x 1010 cm/s dalam ruang hampa. Frekuensi v dan panjang gelombang

suatu gelombang dihubungkan dengan suatu persamaan:

c (1)*

(Suatu persamaaan dengan tanda bintang harap diingat) Berbagai label

konvensional diberikan kepada geloambang elektromagnetik tergantung

kepada frekuensinya. Berdasarkan frekuensi, gelombang elektromagnetik

dapat dibagi menjadi gelombang radio, gelombang mikro, radiasi infra

merah, cahaya tampak, sinar-X dan sinar gamma.

Pada akhir 1800, ahli fisika mengukur intensitas cahaya berdasarkan

berbagai frekuensi yang diemisikan oleh pemanasan badan hitam pada

temperatur tetap. Suatu badan hitam adalah suatu objek yang dapat

mengabsorbsi seluruh cahaya yang mengenainya. Suatu pendekatan yang

baik dilakukan terhadap suatu badan hitam adalah dengan

mengasumsikan sebagai suatu celah dengan lubang kecil. Ketika ahli fisika

menggunakan mekanika statistik dan model gelombang elektromagnetik

dari cahaya untuk meramalkan kurva intensitas versus frekuensi untuk

3
radiasi emisi badan hitam, mereka menemukan suatu hasil yang sangat

tidak sesuai dengan porsi frekuensi tinggi dari kurva eksperimental.

Pada tahun 1900, Max Planck mengembangkan suatu teori yang

memberikan kesesuaian yang baik dengan kurva hasil pengamatan radiasi

badan hitam. Planck mengasumsikan bahwa atom-atom dari badan hitam

hanya dapat memancarkan energi cahaya sejumlah h dimana adalah

frekuensi radiasi dan h konstanta proporsionalitas, yang disebut dengan

konstanta Planck. Nilai untuk h = 6.6 x 10 -34 J.s memberikan kurva yang

sesuai dengan kurva eksperimental badan hitam. Konstanta Planck

menandai dimulainya mekanika kuantum.

Hipotesis Planck mengenai kuantitas tertentu energi yang dipancarkan

(emisi adalah kuantisasi) ternyata berlawanan dengan ide-ide sebelumnya.

Energi dari suatu gelombang berhubungan dengan amplitudo dan

amplitudo bervariasi secara sinambung dari nol keatas. Lebih lanjut,

menurut mekanika Newtonian, energi dari badan materi bervariasi secara

sinambung. Maka ahli fisika berharap energi dari suatu atom juga akan

bervariasi secara sinambung juga.

Selanjutnya, emisi energi radiasi elektromagnetik juga akan

bervariasi secara sinambung. Namun demikian, hanya dengan hipotesis

bahwa emisi energi yang terkuantisasi, kurva radiasi badan hitam dihasilkan.

Aplikasi kedua dari kuantisasi energi adalah efek fotoelektrik, sinar

cahaya pada suatu logam menyebabkan emisi elektron. Energi dari suatu

gelombang berkesesuaian dengan intensitasnya dan tidak berhubungan

dengan frekuensinya, maka, gambaran gelombang elektromagnetik dari

4
cahaya merupakan energi kinetik dari suatu emisi fotoelektron akan

meningkat bila intensitas cahaya juga meningkat tetapi tidak akan berubah

bila frekuensi berubah. Sebaliknya, energi kinetik dari elektron yang

diemisikan tidak bergantung kepada intensitas cahaya tetapi akan meningkat

bila frekuensi meningkat.

Pada tahun 1905, Albert Einstein memperlihatkan bahwa suatu

pengamatan dapat dijelaskan dengan memperhatikan cahaya sebagai

kumpulan entiti mirip partikel (yang disebut dengan foton), dimana setiap

foton memiliki energi sebesar

E foton h (2)*

Bila suatu elektron pada logam mengabsorbsi suatu foton, bagian energi

foton yang diabsorbsi digunakan untuk menahan menahan gaya tahan

elektron dalam logam dan sisanya merupakan energi kinetik elektron yang

tertinggal pada logam. Konservasi energi adalah sebesar:

h 12 m 2

dimana merupakan energi minimum yang dibutuhkan oleh elektron lepas

dari logam (fungsi kerja logam) dan 1/2mv2 merupakan energi kinetik

maksimum dari emisi elektron. Suatu kenaikan frekuensi cahaya akan

menghasilkan kenaikan energi foton dan mengakibatkan kenaikan pada laju

emisi elektron, tetapi tidak mengubah energi kineik dari tiap emisi elektron.

Efek fotoelelektrik memperlihatkan bahwa cahaya menunjukkan

perilaku mirip partikel sebagai tambahan bahwa perilaku mirip gelombang

diperlihatkan pada percobaan difraksi.

Sekarang, kita bayangkan struktur materi.

5
Pada akhir abad kesembilan belas, pengamatan terhadap tube hampa

listrik dan radioaktivitas alami memperlihatkan bahwa atom-atom dan

molekul tersusun dari partikel-partikel bermuatan. Elektron-elektron

memiliki muatan negatif. Proton bermuatan positif. Besaran keduanya

sama tetapi hanya berbeda dalam tanda dan 1836 kali lebih berat dari

elektron. Penyusun ketiga dari atom adalah netron (ditemukan pada tahun

1932) yang tidak bermuatan tetapi sedikit lebih berat dari proton.

Dimulai pada tahun 1909, Rutherford, Geiger dan Marsden

mengadakan serangkaian penelitian terhadap lempeng logam tipis yang

dilewatkan berkas partikel alfa dan mengamati pembelokan dari partikel

pada layar fluoresensi. Partikel alfa inti helium bermuatan positif didapatkan

dari bahan alam radioaktif. Rutherford mengamati bahwa kebanyakan

partikel alfa yang melewati lempeng tidak dibelokan, sedikit yang dibelokan

dan beberapa dipantulkan kembali. Untuk mendapatkan pembelokan yang

besar muatan yang sama sedapat mungkin berdekatan, sehingga gaya tolak

Coulomb menjadi sangat besar. Jika muatan positif dijauhkan dari atom

(sebagaimana yang diusulkan oleh JJ. Thomson, 1904) partikel alfa yang

berenergi besar akan berpenetrasi melewati atom, gaya tolakan hampir

tidak ada, menjadi nol pada pusat atom; sesuai dengan elektrostatik klasik.

Maka Rutherford berkesimpulan bahwa pembelokan paling besar terjadi pada

muatan positif yang terpusat pada inti atom.

Suatu atom yang mengandung inti (garis tengah 10 -13 sampai 10-12)

terdiri dari netron-netron dan proton Z, dimana Z adalah bilangan atom.

Diluar ini terdapat sejumlah Z elektron. Partikel bermuatan berinteraksi

6
sesuai dengan hukum coulomb. (Nukleon-nukleon berikatan pada inti

dengan gaya inti jarak pendek dan kuat, yang tidak akan dibahas di sini).

Garis tengah suatu atom adalah sekitar satu angstrom (1A = 10-8 cm = 10-10

m), yang dihasilkan dari pengukuran teori kinetika gas. Molekul-molekul

memilki lebih dari satu inti.

Sifat kimia dari atom dan molekul ditentukan oleh struktur elektronik

dan pertanyaannya kemudian apakah gerak dan energi dari elektron juga

mempengaruhi sifat kimia tersebut. Bila inti lebih pejal daripada elektron,

maka gerak inti akan lamban dibandingkan dengan gerak elektron.

Pada tahun 1911, Rutherford mengusulkan model planeter dari suatu

atom dimana elektron bergerak mengelilingi inti dalam berbagai orbit,

sebagaimana halnya planet-planet bergerak mengelilingi matahari. Namun

demikian, terdapat persoalan mendasar dalam model seperti ini. Menurut

teori elektromagnet klasik, percepatan dari partikel bermuatan dapat

meradiasikan energi dalam bentuk gelombang elektromagnetik (cahaya).

Suatu elektron yang mengelilingi inti sesungguhnya mengalami percepatan

dikarena vektor kecepatan secara sinambung terus berubah. Dengan

demikian seharus elektron pada model Rutherford akan berkurang energinya

akibat radiasi dan maka dari itu bentuk sesungguhnya adalah spiral menuju

inti. Maka, menurut fisika klasik (abad ke-19), atom Rutherford tidak stabil

dan akan ambruk.

Kemudian 1913, Niels Bohr mengusulkan model dengan menggunakan

konsep kuantisasi energi dari atom hidrogen. Bohr mengasumsikan bahwa

energi elektron dalam atom hidrogen terkuantisasi, dengan membatasi

7
gerak elektron pada hanya satu besar jenis orbit. Bila suatu elektron

membuat suatu bentuk transisi dari satu orbit Bohr menjadi orbit lainnya,

suatu foton cahaya yang memiliki frekuensi v memenuhi,

Eatas Erendah h

adalah mengabsorbsi atau mengemisikan energi, dimana E atas dan Erendah

adalah keadaan rendah dan tinggi (konservasi energi). Dengan asumsi

bahwa suatu elektron membuat transisi dari keadaan bebas (terionisasi)

menjadi bentuk orbit ikatan akan mengemisikan suatu foton dimana frekuensi

merupakan integral ganda dari satu-setengah frekuensi klasik revolusi

elektron pada orbit ikatan. Bohr menggunakan mekanika Newtonian dalam

menurunkan rumusan untuk tingkat energi atom hidrogen. Menggunakan

(3), Bohr mendapatkan kesesuaian antara rumusan dan spektrum hasil

pengamatan hidrogen. Namun demikian teori ini gagal untuk spektrum

helium. Lebih lanjut, teori Bohr tidak dapat digunakan alam

memperhitungkan ikatan kimia dalam suatu molekul.

Persoalan dasar dalam model Bohr adalah dalam menggunakan

mekanika klasik newtonian dalam menjelaskan gerak elektronik dalam atom.

Bukti dari spektrum atom menunjukkan terdapat frekuensi diskrit yang

menunjukkan adanya energi gerak tertentu yang di-izinkan; energi

elektronik adalah terkuantisasi. Namun demikian, mekanika newtonian

membolehkan adanya rentang kontinyu dari energi. Kuantisasi terjadi pada

gerak gelombang; sebagai contoh, frekuensi dasar dan overtone dari senar

biola. Maka Louis de Broglie 1923 mengusulkan bahwa gerak elektron

8
memiliki aspek gelombang, elektron dengan massa m dan kecepatan v akan

memiliki panjang gelombang.

h h
(4)
m p

dimana p merupakan momentum linier dengan analogi sebagai foton. Energi

dari suatu partikel (termasuk foton) dapat dieksperesikan sebagai E = mc2

sesuai dengan teori khusus relativitas khusus Einstein, dimana m adalah

massa relatif dari partikel, sebagai E = mc 2, dimana c adalah kecepatan

cahaya dan m massa relatif partikel. Menggunakan foton dihasilkan

h h
E foton h , maka didapatkan mc 2 h hc / dan untuk gerak
m p

foton dengan kecepatan c. Persamaan (4) berhubungan dengan persamaan

elektron.

Pada 1927, Davisson dan Germer secara eksperimental menyatakan

bahwa hipotesis Broglie tentang pembiasan elektron dari logam dan

mengamati efek difraksi. Pada tahun 1932, Sten mengamati efek yang sama

dengan atom helium dan molekul hidrogen dengan tambahan bahwa efek

gelombang tidak tegak lurus terhadap arah elektron. tetapi hasil dari

beberapa hukum umum mengenai gerak untuk partikel-partikel mikroskopik.

Selanjutnya elektron-elektron berperilaku sebagian seperti partikel dan

sebagian lagi seperti gelombang. Kita berhadapan dengan suatu kontradiksi

'dualitas partikel-gelombang dari materi dan cahaya. Bagaimana elektron-

elektron tersebut dapat berperilaku sebagai partikel yang entitasnya

terlokalisasi dan sebagai gelombang yang tidak terlokalisasi. Jawabannya

9
adalah bahwa elektron bukanlah gelombang maupun partikel tetapi sesuatu.

Suatu gambaran akurat mengenai perilaku elektron adalah tidak mungkin

menggunakan konsep gelombang atau partikel dari fisika klasik. Konsep fisika

klasik dikembangkan dari pengalaman dalam dunia makroskopik, tetapi

belum tentu menyediakan pemaparan yang baik terhadap dunia mikroskopik.

Evolusi telah membentuk otak manusia sehingga dapat memahami dengan

baik fenomena makroskopik. Sistem syaraf manusia tidak dikembangkan

untuk memahami fenomena-fenomena pada tingkat atom dan molekul,

sehingga tidaklah mengejutkan bahwa kita tidak dapat memahami secara

lengkap fenomena seperti itu.

Walaupun foton dan elektron menunjukkan penampakan dualitas,

mereka dapat dikatakan sebagai entitas tertentu. Foton selalu berjalan

dengan kecepatan dan massa nol; elektron selalu berjalan dengan kecepatan

< c dan massa tidal nol. Bila foton selalu diperlakukan secara relatif, maka

elektron diperlakukan secara nonrelativitas.

3. PRINSIP KETIDAKPASTIAN

Efek dualitas gelombang-partikel dapat dijumpai pada hal pengukuran:

secara simultan koordinat x dan komponen x dari momentum linier dari suatu

partikel mikroskopik. Suatu berkas partikel dengan momentum p, berjalan

sepanjang arah y, dan berkas tersebut kemudian jatuh pada celah sempit. Di

belakang celah tersebut ditempatkan suatu plat fotografik. Perhatikan gambar

1.1.

10
Gambar 1. Difraksi elektron oleh suatu celah

Partikel yang melewati celah dengan lebar w memiliki ketidakpastian w

pada koordinat x. Bila penyebaran disepanjang celah x adalah x = w.

Sepanjang partikel makroskopik memiliki sifat gelombang, mereka

akan terdifraksi oleh suatu celah menghasilkan (sebagai berkasi sinar) suatu

pola difraksi pada suatu lempeng. Tinggi dari grafik pada gambar 1.1. adalah

suatu ukuran dari banyak partikel yang mencapai suatu titik yang diberikan.

Pola difraksi mengindikasikan bahwa suatu partikel yang didifraksikan oleh

celah, arah dari geraknya berubah sebagai bagian dari momentum yang

dipindahkan pada arah x. Komponen x dari momentum diberikan oleh

proyeksi dari vektor momentum pada arah-x. Suatu partikel dibelokkan ke

arah atas dengan sudut memiliki momentum p sin . Suatu partikel yang

dibelokkan ke arah bawah dengan sudur akan memiliki momentum sebesar

11
p sin . Maka arah dari pembelokkan partikel memiliki rentang - sampai

dimana adalah sudut untuk minimum pertama pada pola difraksi, kita kan

mengambil dari penyebaran nilai momentum dari pusat puncak difraksi

pusat sebagai ukuran dari ketidak pastian px pada komponen momentum x:

px = p sin

Maka pada celah, dimana pengukuran dibuat,

xpx pw sin (5)

Sudut dimana difraksi minimum pertama terjadi siap dihitung. Kondisi

untuk minimum pertama adalah perbedaan dari jarak tempuh dari partikel

melewati celah pada ujung atas dan partikel melewati pusat celah sama

dengan , dimana adalah panjang gelombang dari gelombang.

Gelombang yang berasal dari atas celah kemudian secara pasti keluar dari

fase sedangkan gelombang dari pusat celah; keduanya juga saling

meniadakan. Gelombang yang berasal dari suatu titik pada celah pada jarak d

di bawah titik tengah celah dan gelommbang yang berasal dari jarak d di

bawah bagian atas dari celah. Penggambaran AC pada gambar 1.2.

menunjukkan bahwa AD = CD, kita memiliki perbedaan dari panjang jejak

sebagai BC. Jarak dari celah ke lempeng besar dibandingkan dengan lebar

celah.

12
Gambar 2. Perhitungan difraksi minimum pertama

Maka AD dan BD hampir parallel. Ini membuat sudut ACD sudut kearah

kanan dan maka BAC = . Perbedaan jejak BC kemudian 1


2 w sin . Bila BC =

, maka nilai w sin = dan persamaan (1.5) menjadi xpx p .

Panjang gelombang diberikan oleh hubungan de Broglie h / p , maka

xpx h . Bila ketidakpastian belum secara tepat didefinisikan, tanda

kesamaan adalah tidak benar-benar menunjukkan kepastian, maka sebaiknya

kita akan tulis

xpx h (6)

Mengindikasikan bahwa perkalian dari ketidakpastian pada x dan p x ada pada

orde besaran konstanta Planck. Pada seksi 5.1. kita akan berikan secara

statistika definisi yang tepat dari ketidak pastian dan menggantikan

ketidaksamaan pada (1.6).

Walaupun telah didemostrasikan hanya untuk satu set eksperimen,

validitasnya adalah umum. Tidak masalah apa usaha yang dibuat, dualitas

gelombang-partikel dari partikel mikroskopik membuat suatu batasan

terhadap kemampuan untuk mengukur secara simultan posisi, akurasi

berkurang untuk penentuan momentum. (Pada gambar 1.1. sin = /w,

makapenyempitan celah akan meningkatkan penyebaran pada pola difraksi.)

Keterbatasan ini disebut dengan prinsip ketidakpastian yang ditemukan

pada tahun 1927 oleh Werner Heisenberg.

13
Dikarenakan dualitas gelombang-partikel, pekerjaan-pekerjaan

pengukuran disertai deengan gangguan-gangguan yang tidak terkontrol yang

juga ikut diukur. Kita akan memulai dengan partikel yang memiliki nilai tepat

dari px (nol); dengan pemaksaan terhadap celah, kita mengukur koordinat-x

dari suatu partikel pada akurasi w, tetapi pengukuran ini akan menghasilkan

suatu ketidakpastian kedalam nilai p x suatu partikel. Pengukuran selalu

merubah keadaan dari sistem.

4. PERSAMAAN SCHRDINGER TERGANTUNG WAKTU

Mekanika klasik hanya digunakan untuk partikel makroskopik. Untuk partikel

mikroskopik dibutuhkan suatu bentuk mekanika baru, yang disebut dengan

mekanika kuantum. Perbedaan diantara keduanya sangat kontras. Sebagai

penyederhanaan, biasanya, dicontohkan sistem satu dimensi dengan satu

partikel.

Pada mekanika klasik, pergerakan partikel dilakukan oleh hukum

kedua newton:

d 2x
F ma m (7)
dt 2

dimana F adalah gaya pada partikel, m = massa; t = waktu; dan a =

dv d dx d 2 x
percepatan, diberikan oleh a , dimana v = kecepatan.
dt dt dt dt 2

Persamaan (7) mengandung turunan kedua dari koordinat x terhadap waktu.

Untuk menjawabnya, dilakukan dengan mengintegrasikannya dua kali. Hal ini

akan menghasilkan dua konstanta sembarang ke dalam solusinya, dan

14
x g t , c1 , c2 (8)

dimana g adalah beberapa fungsi dari waktu . Tentunya akan ada

pertanyaan; apakah informasi yang dibutuhkan pada suatu waktu t 0 untuk

meramalkan gerak selanjutnya dari partikel; Jika kita tahu bahwa pada t 0

partikel berada pada titik x0, kita dapatkan:

x0 g t0 , c1 , c2 (9)

Selama kita memiliki dua konstanta yang dibutuhkan. Penurunan dari (8)

meng-hasilkan:

dx d
g t , c1 , c2
dt dt

Jika diketahui bahwa pada waktu t0, kecepatan partikel 0, maka didapatkan

hubungan baru

d
0 g t , c1 , c2 (10)
dt t t0

Kita akan gunakan persamaan (9) dam (10) untuk menjawab c 1 dan c2 dalam

ungkapan x0 dan 0. Bila c1 dan c2 diketahui, maka greak pasti selanjutnya

dapat diprediksi.

Sebagai contoh dari persamaan (7) sampai (10) merupakan gerakan

vertikal dari medan partikel dalam gravitasi bumi. Sumbu x menuju ke atas.

Gaya pada partikel menuju ke bawah dan F m g , dimana g adalah

konstanta percepatan gravitasi. Hukum kedua Newton adalah

mg md 2 x / dt 2 , maka d 2 x / dt 2 g . Suatu integrasi tunggal menghasilkan

dx / dt gt c1 . Konstanta sembarang c1 dapat dicari jika kita mengetahui

15
kecepatan partikel 0 pada saat t0. Bila = dx/dt . Didapatkan 0 gt0 c1

dx
dan c1 0 gt0 Maka gt gt0 0 . Integrasi dari persamaan tersebut
dt

akan menghasilkan x 12 gt ( gt0 0 )t c2 Jika selanjutya jika pada t0 kita


2

mengetahui posisi x0, maka x0 12 gt ( gt0 0 )t c2 dan c2 x0 12 gt0 0t0 .


2

Maka x sebagai fungsi dari waktu menjadi

x 12 gt 2 ( gt0 0 )t x0 12 gt0 0t0 atau x x0 12 g (t t0 ) 0 (t t0 ) untuk

mengetahui x0 dan 0 pada saat t0, kita dapat meramalkan posisi mendatang

dari partikel.

Energi potensial mekanika klasik V dari suatu partikel bergerak pada

satu dimensi memenuhi

V ( x, t )
F ( x, t ) (15)*
x

Sebagai contoh, suatu partikel bergerak pada bidang medan gravitasi bumi,

V / x F mg dan intergasinya akan menghasilkan V mgx c , dimana c

adalah konstanta sembarang. Kita bebas untuk men-set tingkat nol dari

energi potensial dimana saja kita mau; ambil c = 0, kita akan menghasilkan V

= mgx sebagai fungsi energi potensial.

Keadaan pada mekanika klasik dapat berarti suatu spesifikasi dari

posisi dan kecepatan dari tiap partikel dalam system pada beberapa waktu,

ditambah dengan spesifikasi gaya yang beraksi pada partikel. Menurut hukum

kedua Newton, keadaan suatu system pada suatu saat, keadaan mendatang

dan gerak mendatang dapat diprediksikan secara tepat, sebagaimana yang

16
ditunjukkan oleh persamaan (8) (10). Kesuksesan hokum Newton dalam

menjelaskan pergerakan planet menyebabkan banyak filosof menggunakan

hukum ini dalam memberikan alasan-alasan deterministic. Ahli matematika

dan astronomer Pierre de Laplace (1749-1827) berasumsi bahwa alam

semesta terdiri dari partikel-partikel yang mengikuti hokum Newton. Maka

dari pada itu, keadaan sesaat alam semesta, pergerakan yang akan datang

dalam alam semesta selengkapnya dapat ditentukan. Suatu maha-zat dapat

menentukan keadaan alam semesta pada suatu saat yang pada prinsipnya

dapat menghitung semua pergerakan.

Walaupun mekanika klasik adalah deterministik, disadari bahwa pada tahun

1970 banyak sistem mekanika klasik (sebagai contoh, pendulum yang

berosilasi dibawah pengaruh gavitasi, friksi dan gaya gerak secara periodik

bervariasi) menunjukkan perilaku chaos untuk rentang tertentu parameter

sistem. Pada suatu sistem chaos, gerak sangat sensistif dan dua keadaan

terhadap keadaan awal posisi dan kecepatan partikel dan juga gaya gerak

serta dua keadaan awal yang secara eksperimental berbeda menunjukkan

bahwa perilaku mendatang tidaklah dapat diprediksi. (Sebagai contoh, suatu

ahli fisika membangun sepasang pendulum yang mana gaya tarik gravitasi

dari suatu titik hujan yang berjarak satu mil telah cukup mempengaruhi

pergerakan pendukum setelah satu menit berosilasi; J Gleick, Chaos, Viking,

New York, 1987, p.230). Dikarenakan akurasi dari pengukuran keadaan awal

kadang kala terbatas, prediksi untuk perilaku jangka panjang dari mekanika

klasik chaos secara praktik, tidaklah mungkin, walaupun sistem tersebut juga

mengikuti persamaan deterministik. Perhitungan komputer mengindikasikan

17
bahwa pergerakan planet Pluto mungkin bersifat chaos [G.J. Sussman dan J.

Wisdom, Science, 241, 433 (1988); Scientific American, Oct. 1988, p. 20].

Berpedoman dengan pengetahuan pasti tentang mekanika klasik pada

keadaan sekarang, kita dapat memprediksi keadaan mendatang. Namun

demikian, prinsip ketidak pastian Heisenberg menunjukkan bahwa kita tidak

dapat menentukan secara simultan dari posisi dan kecepatan partikel

mikroskopik, maka dari itu sangat banyak pengetahuan yang dibutuhkan

untuk memprediksi gerak mendatang. Selanjutnya kita akan mengisi

mekanika kuantum dengan sedikit prediksi lengkap tentang gerak lanjutnya.

Pendekatan terhadap mekanika kuantum akan diprostulatkan sebagai

prinsip dasar dan kemudian kan digunakan untuk mendeduksi

konsekuensinya secara eksperimental, seperti tingkatan energi pada level

atom. Untuk menjelaskan suatu keadaan sistem pada mekanika kuantum,

kita akan memprostulatkan keberadaan fungsi koordinat yang disebut

sebagai fungsi gelombang atau fungsi keadaan . Pada umumnya keadaan

dinyatakan juga fungsi dari waktu. Maka untuk satu partikel, satru dimensi,

kita akan memiliki =(x,t). Fungsi gelombang mengandung semua

kemungkinan informasi mengenai suatu sistem, maka dengan kata lain

keadaan digambarkan sebagai suatu fungsi gelombang , disederhanakan

sebagai keadaan . Hukum kedua Newton memberikan petunjuk

bagaimana menentukkan keadaan mendatang dari mekanika klasik dari

pengetahuan kini. Untuk menentukan keadaan mendatang suatu sistem

mekanika uantum dari pengetahuan kini digunakan suatu persamaan fungsi

18
gelombang dengan pengubah waktu. Untuk satu partikel dalam sistem

koordinat satu dimensi, persamaan yang diprostulatkan adalah:

( x, t ) 2 2 ( x, t )
V ( x , t ) ( x, t ) (12)
i t 2m x 2

dimana konstanta (h-bar) didefiniskan:

h
h (13)*
2

Konsep tentang fungsi gelombang dan persamaan dengan pengubah waktu

ditemukan pada tahun 1926 oleh ahli fisika Austria, Erwin Schrodinger (1887-

1961). Persamaan ini dikenal dengan persamaa Schoedinger tergantung

waktu (atau persamaan gelombang Schrodinger), i 1 , m adalah massa

partikel dan V(x,t) dari fungsi energi potensial dari sistem.

Persamaan Schrodinger tergantung waktu mengandung turunan awal

dari persamaan gelombang yang sangat bergantung pada waktu dan

memungkinkan kita untuk menghitung fungsi gelombang (keadaan)

mendatang, jika kita mengetahui fungsi gelombang pada saat t 0.

Fungsi gelombang mengandung semua informasi mengenai sistem

yang dijelaskan. Tetapi informasi apakah yang diberikan oleh tentang

pengukuran terhadap partikel pada koordinat-x ? Kita tidak dapat berharap

bahwa selalu terlibat dalam spesifikasi posisi seperti pada mekanika klasik.

Jawaban yang benar untuk pertanyaan tersebut dijawab oleh Max Born.

Prostulat Born adalah

x, t (14)*
2
dx

yang memberikan kemungkinan menemukan partikel pada saat t pada

wilayah x pada rentang x + dx. Pada persamaan (1.14) tanda kurung batang

19
menunjukkan nilai absolut dan dx adalah suatu panjang tidak terbatsa

sepanjang sumbu-x. Fungsi x, t adalah kerapatan kebolehjadian


2
dx

untuk menemukan partikel pada setiap tempat pada sumbu-x. (Suatu ulasan

tentang kemungkinan ada pada seksi 1.6) Sebagai contoh, sendainya

beberapa partikel pada saat t0, keadaan dikarakterisasi oleh persamaan

gelombang ae bx kita selanjutnya dapat mengambil beberapa nilai dari x,


2

dikarenakan kerapatan kemungkinan adalah a 2e bx adalah nonzero disetiap


2

tempat. Nilai x pada wilayah disekita x=0 akan bernilai nol, maka ||2 akan

maksimum disekitar titik pusat.

Untuk menghasilkan hubungan pasti antara || dan pengukuran

eksperimental, kita dapat ambil sistem identik yang tidak berinteraksi, dimana

masing-masing dalam keadaan . Kita akan mengukur posisi partikel di tiap

sistem. Jika kita memiliki n sistem dan membuat n kali pengukuran dan jika

dnx mewakili jumlah pengukuran dimana kita menemukan partikel antara x

dan x + dx. Maka

dn x 2
dx
x

dan suatu grafik dari (1/n) dx x/dx melawan x memberikan kerapatan

kemungkinan ||2. Dengan demikian kita dapat menghasilkan fungsi

kebolehjadian-kerapatan dengan memberikan suatu sistem pada keadaan

dan secara berulang-ulang menjalankan pengukuran posisi partikel. Prosedur

ini tidak akan berjalan dikarenakan proses pengukuran biasanya merubah

keadaan sistem (). Hal ini akan dijumpai pada diskusi prinsip ketidakpastian

(seksi 1.3).

20
Mekanika kuantum pada dasarnya statistik. Untuk mengetahui

keadaan, kita tidak dapat memprediksi hasil dari pengukuran posisi secara

pasti; kita hanya dapat memprediksi kebolehjadian dari berbagai

kemungkinan hasil. Teori Bohr dari atom hidrogen memberikan jejak yang

tepat dari elektron dan maka dari itu hal ini bukan suatu gambaran mekanika

kuantum.

Mekanika kuantum tidak berkata bahwa suatu elektron terdistribusi

pada wilayah luas sebagaimana gelombang yang berdistribusi. Tetapi

merupakan suatu kemungkinan pola (fungsi gelombang) yang digunakan

untuk menggambarkan gerakan elektron yang berperilaku gelombang dan

mengikuti fungsi gelombang.

Pembaca mungkin bertanya bagaimana suatu fungsi gelombang dapat

memberikan informasi mengenai sifat-sifat lain (sebagai contoh, momentum)

selain posisi. Kita akan tunda diskusi ini sampai pada bab selanjutnya.

Prostulat berbunyi, termodinamika (hukum termodinamika pertama,

kedua dan ketiga) merupakan keadaan makroskopik dan sehingga dapat

dengan baik dimengerti. Prostulat mekanika kuantum merupakan keadaan

mikroskopik dan tentu saja sedikit abstrak. Kita mungkin tidak dapat mengerti

sepenuhnya prostulat-prostulat mekanika kauntum pada pertama kali baca.

Dengan adanya berbagai contoh, diharapkan pengertian mengenai prostulat

dapat bertambah.

Mungkin yang lebih mengganggu bila persamaan Schrodinger yang

dituliskan tidak disertai dengan bukti-bukti yang masuk akal. Dengan

menggunakan analogi antara optika geometri dan mekanika klasik serta

21
optika gelombang dan mekanika klasik, kita dapat menunjukkkan masuk akal-

nya persamaan Schrodinger. Optika geometri adalah suatu pendekatan untuk

optika gelombang, valid jika panjang gelombang cahaya lebih kecil

dibandingkan dengan peralatan yang dipakai. (misalnya pada lensa hias atau

cermin) Begitu juga, mekanika klasik yang berdasarkan hubungan antara

persamaan geometri dan optika gelombang. Namun demikian banyak ahli

kimia secara khusus awam terhadap optika, argumentasi ini biasanya

ditiadakan. Pada kasus tertentu, analogi ini dapat menunjukkan persamaan

Schroedinger lebih masuk akal; sehingga kita tidak harus menurunkan atau

membuktikan persamaan ini. Persamaan Schrodinger adalah suatu prostulat

teori, sehingga untuk menguji kesepakatan yang diprediksinya diperlukan

suatu eksperimen. (Rincian mengenai alasan Schrodinger terhadap

persamaannya dapat dilihat pada Jammer, Seksi 5.3.)

Mekanika kauntum memberikan hukum-hukum gerak untuk partikel-

partikel meikroskopik. Secara eksperimen, objek makroskopik mengikuti

mekanika klasik. Maka untuk mekanika kuantum sebagai teori yang sah,

diperlukan deduksi mekanika klasik untuk membuat suatu transisi dari

mikroskopik menjadi makroskopik. Efek kuantum dihubungkan dengan

panjang gelombang Broglie h / m . Bila h sangat kecil, panjang

gelombang Broglie untuk objek makroskopik pada intinya adalah nol. Maka,

bila 0 , diharapkan persamaan Schrodinger akan sama dengan hukum

kedua Newton.

Terdapat juga hubungan antara relativitas khusus dan mekanika klasik.

Pada batas / c 0 , dimana c adalah kecepatan cahaya, relativitas khusus

22
direduksi menjadi mekanika klasik. Suatu bentuk mekanika kuantum yang

akan kita kembangkan adalah nonrelativitas. Suatu integrasi lengkap dari

relativitas dengan mekanika kuantum telah didapatkan.

Secara historis, mekanika kuantum dirumuskan pada tahun 1925 oleh

Heisenberg, Born dan Jordan dengan menggunakan matriks, beberapa bulan

sebelum Schrodinger 1926 merumuskannya dengan menggunakan

persamaan differensial. Schrodinger membuktikan bahwa rumusan

Heisenberg (disebut mekanika matriks) adalah sama dengan rumusan

Schrodinger (mekanika gelombang).

5. PERSAMAAN SCHRDINGER TIDAK TERGANTUNG WAKTU

Persamaan Schrodinger tergantung waktu (1.12) adalah suatu persamaan

yang luar biasa. Untung saja, untuk banyak keperluan mekanika kuantum

dalam kimia tidak diharuskan berhubungan dengan persamaan ini, namun

yang sering digunakan adalah persamaan Schrodinger tidak tergantung

waktu. Kita akan menurunkan bentuk tidak tergantung waktu dari persamaan

Schrodinger tergantung waktu untuk satu partikel dan kasus satu dimensi.

Kita kan mulai dengan membatasi kasus khusus dimana energi

potensial bukan merupakan fungsi dari waktu dan hanya tergantung pada x.

Hal ini benar, jika sistem tidak mengalami gaya eksternal yang tregantung

waktu. Persamaan Schrodinger tergantung waktu dapat dibaca:

h ( x, t ) h2 2 ( x, t )
V ( x ) ( x, t ) (15)
i t 2m x 2

23
Kita akan membatasinya pada solusi dari persamaan (1.15) yang dpaat ditulis

sebagai perkalian dari fungsi waktu dan fungsi x:

( x, t ) f (t ) ( x ) (16)*

Psi kapital digunakan untuk fungsi gelombang yang tergantung pada waktu

dan Psi kecil untuk faktor yang hanya tergantung pada koordinat x. Keadaan

yang berhubungan dengan fungsi gelombang dalam bentuk (16) memiliki

sifat tertentu (sedikit didiskusikan di sini) sehingga dapat digunakan untuk

banyak keperluan. [Tidak semua jawaban (15) memiliki bentuk (16); lihat

soal 3.38.] Dengan menggunakan turunan parsial didapatkan:

( x, t ) df (t ) 2 ( x, t ) d 2 ( x )
( x) , f (t )
t dt x 2 dx 2

Subtitusi ke dalam persamaan (1.15) memberikan

h df (t ) h2 d 2 ( x )
( x) f (t ) V ( x) f (t ) ( x)
i dt 2m dx 2

h 1 df (t ) h2 1 d 2 ( x)
V ( x) (17)
i f (t ) dt 2m ( x ) dx 2

Dimana kita membagi f . Pada umumnya, kita mengharapkan setiap

bagian dari (17) adalah sama dengan suatu fungsi tertentu dari x dan t.

Namun demikian, bagian kanan-nya tidak tergantung pada t; maka suatu

fungsi yang tiap bagiannya sama harus tidak tergantung pada waktu t.

Bagian kiri-nya harus tidak tergantungpada x,; maka fungsi demikian hatus

tidak tergantung pada x. Selama fungsi tersebut tidak tergantung baik pada

variabel x dan t, tentu merupakan suatu konstanta. Kita sebut ini dengan E.

Tambahkan bagian kiri (17) dengan E, akan didapatkan:

24
df (t ) iE
dt
f (t ) h

Mengintegrasikan kedua sisinya terhadap t, dihasilkan

ln f (t ) iEt / h C

dimana konstanta C adalah suatu konstanta integrasi. Maka

f (t ) eC eiEt / h AeiEt / h

dimana konstanta A menggantikan dengan e C. Selama A dapat dimasukkan

sebagai suatu faktor dalam fungsi ( x ) yang dikalikan dengan f(t) dalam

(16). A dapat dihilangkan dari f(t). Maka

f (t ) e iEt / h

Seimbangkan persamaan (1.17) terhadap E, dihasilkan

h2 d 2 ( x)
V ( x) ( x) E ( x) (18)*
2m dx 2

Persamaan (1.18) adalah persamaan Schrodinger tidak tergantung waktu

untuk partikel tunggal dengan massa m dengan dimensi satu. [Schrodinger

sesungguhnya mengembangkan persamaan tidak tergantung waktu sebelum

persamaan tergantung waktu. Tulisan yang berhubungan dengan E.

Schrodinger, Ann. Physik, 78, 361, 489 (1926); 80, 437 (1926); 81, 109

(1926)]

Apakah keperluan dari konstanta E? Selama E ada sebagai [E-V(x)]

dalam persamaan (18), E memiliki dimensi yang sama dengan V, maka E

memiliki dimensi energi. Faktanya, kita memprostulat E sebagai energi dari

sistem. (Ini merupakan kasus khus dari suatu prostulat yang lebih umum

yang akan didiskusikan pada bab selanjutnya) Maka, untuk kasus dimana

25
energi potensial hanya merupakan fungsi dari x, terdapat fungsi gelombang

dalam bentuk

( x, t ) e iEt / h ( x) (19)

dan fungsi-fungsi gelombang ini berhubungan dengan keadaan konstanta

nergi E. Pada bab-bab selanjutnya banyak perhatian kita tujukan pada

pencarian solusi dari (18) dari berbagai sistem.

Fungsi gelombang (19) adalah kompleks, tetapi kuantitas yang secara

2
eksperimen dapat diamati adalah kerapatan kemungkinan ( x, t ) . Pangkat

dua dari nilai absolut dari suatu kuantitas kompleks diberikan dari hasil kali

kuantitas dengan kompleks terkonjugasinya. Kompleks terkonjugasi dibentuk

dengan menggantikan i dengan i dimana hal itu terjadi. (Lihat seksi 7.)

Maka

2
* (20)*

dimana bintang (*) menunjukkan kompleks terkonjugasinya. Untuk bilangan

gelombang (1.19), kita dapatkan

2
( x, t ) [e iEt / h ( x )]* e iEt / h ( x )
e iEt / h *( x)e iEt / h ( x)
(21)
e 0 *( x) ( x) *( x) ( x)
2 2
( x, t ) ( x)

Pada penurunan (1.21), kita mengasumsikan bahwa E merupakan bilangan

riil, maka E E * . Fakta ini akan dibuktikan pada seksi berikutnya.

26
Maka untuk keadaan dengan bentuk (19), kerapatan kemungkinan

2
diberikan oleh ( x, t ) dan tidak berubah sepanjang waktu. Keadaan seperti

2
ini dikatakan keadaan stasioner. Selama kuantitas secara fisik adalah ( x, t )

maka keadaan stasioner-nya adalah ( x, t ) ( x) , fungsi ( x) disebut


2 2

fungsi gelombang; walaupun fungsi gelombang lengkap dari keadaan

stasioner didapatkan dengan mengkalikan ( x) dengan e iEt / h . Istilah

keadaan stasioner bukanlah menunjukkan bahwa suatu partikel dalam

keadaan beristirahat. Apakah stasioner tersebut adalah kerapatan

kemungkinan | | , bukanlah partikel itu sendiri.


2

Kita akan memfokuskan pelajaran ini kepada keadaan-keadaan dengan

energi konstan (keadaan stasioner) dan tentu saja akan selalu berhubungan

dengan persamaan Schrodinger tidak tergantung waktu (18). Sebagai

penyederhanaan persamaan-persamaan yang akan muncul selalu disebut

dengan Persamaan Schrodinger. Perlu dicatat bahwa persamaan

Schrodinger mengandung dua yang tidak diketahui, E, energi dan , fungsi

gelombang. Untuk menjawab dua yang tidak diketahui ini, kita akan

memasang suatu kondisi tambahan (disebut kondisi batas) pada yang

memenuhi persamaan (18); kondisi batas menentukan energi yag

diperbolehkan, sehingga nilai tertentu dari E hanya akan memenuhi suatu .

Hal ini akan lebih jelas pada bab-bab selanjutnya.

6. KEBOLEHJADIAN

27
Kebolehjadian memainkan peranan dalam mekanika kuantum. Pada seksi ini,

kita mengulas matematika dari kebolehjadian.

Terdapat banyak kontroversi mengenai definisi yang sesuai dari

kebolehjadian. Satu definisi adalah sebagai berikut: Jika suatu eksperimen

memiliki n keboleh jadian keluaran yang sama, m darinya merupakan

keberadaan dari kejadian tertentu A, maka Kebolehjadian dari A adalah m / n .

Catatan bahwa definisi tersebut adalah melingkar, selama kemungkinan

keluaran sama, Kebolehjadian adalah apa yang kita definisikan. Suatu asumsi

sederhana bahwa kita mengenali keluaran yang mungkin sama. Suatu definisi

alternatif adalah berdasarkan pengerjaan eksperimen yang dilakukan

beberapa kali. Andaikan kita melakukan ekperimen sebanyak N kali dan

dalam M dari N tersebut terjadi kejadian A. Maka keboleh jadian A

didefinisikan sebagai:

M
lim
N N

Maka, jika kita melemparkan koin berulang-ulang, fraksi dari gambar kepala

akan mendekati sejauh kita menambah jumlah dari lemparan koin.

Sebagai contoh, bila kita mengambil kartu secara random dan

menghitung keboleh jadian dari gambar hati. Terdapat 52 kartu dan keluaran

yang sama adalah 52. Jika terdapat 13 gambar hati, maka terdapat 13

keluaran yang dikehendaki. Sehingga m


n 13
54 4 . Maka kebolehjadian untuk
1

gambar hati tersebut adalah .

Kadangkala kita menghendaki keboleh jadian dua kejadian yang

berhubungan yang kedua terjadi. Sebagai contoh, kita menghendaki keboleh

28
jadian dari dua kartu bergambar hati dari 52 kartu yang akan dibagikan pada

dua kesempatan, dengan asumsi kita tidak menggantikan kartu pertama yang

telah dibagikan. Terdapat 52 kebolehjadian keluaran pada pertama kali kartu

dibagikan dan kemudian 51 kemungkinan pada saat kartu kedua akan

dibagikan. Kita memiliki 52 51 buah keboleh jadian keluaran. Kemudian

terdapat 13 gambar hati pada kesempatan pertama dan 12 kesempatan

1312
kedua. Maka kebolehjadian untuk dua kesempatan tersebut adalah 5251 =1/7.

Perhitungan ini mengilustrasikan teorema bahwa Kebolehjadian dua

kesempatan A dan B adalah kebolehjadian dari kesempatan A dikalikan

dengan kondisi kebolehjadian dari kesempatan B, dengan mengasumsikan

bahwa A terjadi, maka kebolehjadian-nya dapat dihitung. Maka jika A adalah

kebolehjadian kartu bergambar hati pada kesempatan penarikan pertama,

13
kebolehjadiannya adalah 52 . Sedangkan kebolehjadian pada kesempatan

12
kedua adalah 51 , karena tinggal 12 gambar hati yang masih tersisa. Maka,

12
seperti yang dihitung sebelumnya kebolehjadiannya adalah 13
5251

Mekanika kuantum berhubungan dengan kebolehjadian yang

melibatkan variabel kontinyu, sebagai contoh, koordinat x. Bila kita berbicara

tentang partikel yang berada pada suatu titik, x = 0.5000 karena terdapat

sejumlah titik yang tidak terbatas di sepanjang sumbu x dan untuk setiap

pengukuran tertentu, kebolehjadian untuk mendapatkan tepat 0.500 akan

makin kecil. Kebalikannya bila kita berusaha untuk menemukan suatu partikel

pada suatu rentang sepanjang sumbu-x, misalnya x sampai x + dx. Dx

merupakan unsur tak hingga dari panjang. Kebolehjadian ini proporsional

29
terhadap panjang pada rentang kecil, dx dan bervariasi untuk wilayah yang

berbeda pada sumbu-x. Maka kebolehjadian untuk partikel ditemukan

diantara x dan x + dx adalah sama dengan g(x) dx, dimana g(x) adalah

beberapa fungsi yang menunjukkan bagaimana kebolehjadian akan bervariasi

disepanjang sumbu-x. Fungsi g(x) disebut dengan kerapatan kebolehjadian,

yang merupakan kebolehjadian per satuan panjang. Bila kebolehjadian

merupakan bilangan nyata, bilangan non-negatif, g(x) haruslah fungsi nyata

disetiap tempat yang non-negatif. Fungsi gelombang dapat saja negatif dan

bernilai kompleks dan bukan kerapatan kebolehjadian. Mekanika kuantum

2
memprostulatkan bahwa kerapatan kebolehjadian diberikan oleh

[persamaan (14)].

Apakah yang dimaksud dengan kebolehjadian dimana suatu partikel

berada pada beberapa wilayah terbatas dari ruang a x b ? Untuk

2
menentukan kebolehjadian, kita menambahkan kebolehjadian dx dalam

menemukan suatu partikel disemua wilayah yang terbentang diantara a dan

b. Hal ini hanya merupakan definisi dari integral terbatas


2
dx Pr(a x b) (22)*
a

dimana Pr melambangkan kebolehjadian. Suatu kebolehjadian 1 mewakili

kepastian. Bila kepastian tersebut merupakan suatu partikel disemua tempat

disepanjang sumbu-x, kita memiliki keperluan


2
dx 1 (23)*
x

30
dimana memenuhi (1.23) disebut normalisasi. Untuk keadaan stasioner


2
2

2
dan dx 1
x

CONTOH Satu partikel, sistem satu dimensi memiliki a1/ 2 e x / a pada

t=0 dimana a = 1.0000 nm (1 nm = 10 -9 m). Pada t=0, posisi partikel diukur.

(a) Carilah kebolehjadian pengukuran pada rentang x = 1.5000 nm dan x =

1.5001 nm (b) Carilah kebolehjadian pengukuran untuk rentang x = 0 dan x

= 2 nm (c) Buktikan bahwa dinormalisasi.

(a) Untuk interval kecil, x berubah hanya 0.0001 nm dan berada pada

e 1.5000 nm 1/ 2 = 0.22313 nm-1/2 sampai e 1.5001nm1/ 2 = -0.22311 nm-1/2, maka

mendekati konstan disepanjang rentang dan merupakan pendekatan

yang baik mengingat rentang tidak hingga. Kebolehjadian diberikan oleh

(1.14) yaitu

2
dx a 1e 2 x / a dx = (1 nm)-1e-2(1.5 nm)/ (1 nm)
(0.0001 nm) = 4.979 x 10-6

(lihat juga soal 1.8.)

(b) Menggunakan persamaan (1.22) dan |x| = x untuk x 0 memberikan

2 nm 2 nm

e
2
Pr(0 x 2nm) dx a 1 2 x / a
dx
0 0

12 e2 x / a |02 nm 21 (e4 1) 0.4908

31

(c) Menggunakan |x| = -x untuk x 0 , |x| = x untuk x 0 dan



f ( x)dx



f ( x) dx f ( x )dx memberikan
0

e e
2 1 1
dx a 2x/a
dx a 2x/a
dx
0

a 1 ( 12 ae2 x / a |0 ) a 1 ( 12 ae 2 x / a |0 ) 12 12 1

7. BILANGAN KOMPLEKS

Telah kita lihat bahwa fungsi gelombang dapat berupa bilangan kompleks,

selanjutnya akan kita ulas beberapa sifat dari bilangan kompleks.

Jika i 1 , maka bilangan kompleks dapat kita tuliskan sebagai z

yaitu z x iy dimana x dan y adalah bilangan nyata; x dan y disebut

dengan bagian nyata dan imajiner dari z: x = Re(z), y = Im(z). Biasanya z

diwakili oleh suatu titik pada bidang kompleks (Gambar 1.3), dimana bagian

nyata dari z di plotkan sepanjang sumbu datar dan bagian imajiner di sumbu

tegak. Diagram ini menawarkan dua kuantitas yang dicirikan dengan bilangan

kompleks z: jarak r dari titik z ke titik tengah disebut dengan nilai mutlak atau

modulus dari z dan dilambangkan dengan |z|; sudut yang terbentuk disebut

sebagai fase atau argumen z. Kita mendapatkan

| z | r ( x 2 y 2 )1/ 2 , tan y / x x r cos y r sin (24)

32
Bila z x iy , maka

z r cos ir sin rei (25)

Gambar 1.3. (a) Plot bilangan kompleks z = x + iy (b) Plot bilangan 2 + i

Dimana (Soal 4.3)

ei cos i sin (`26)*

Sudut dalam radian

Kompleks terkonjugasi z* adalah bilangan kompleks dari z yang

didefinisikan sebagai

z* x iy re i (27)*

Jika z adalah bilangan nyata, dan bagian imajinernya adalah nol. Maka z

adalah bilangan nyata dan hanya jika z = z*. Dengan mengambil kompleks

terkonjugasi dua kali, kita akan mendapatkan z lagi (z*)* = z. Dengan

membentuk perkalian z dan kompleks terkonjugasinya dihasilkan

zz* ( x iy ) x 2 iyx iyx i 2 y 2

zz* x 2 y 2 r 2 | z | (28)*

33
i
Untuk perkalian dan pembagian dari dua bilangan kompleks z1 r1e 1

i
dan z2 r2 e 2 didapatkan

z1 r1 i (1 2 )
z1 z2 r1r2 r i (1 2 ) e (29)
z2 r2

Dari definisi kita dapat membuktikan definisi bahwa kompleks

terkonjugasi dari suatu perkalian (1.29) merupakan perkalian dari kompleks

terkonjugasi;

( z1 z2 )* z *1 z *2 (30)*

Selanjutnya,

*
z1 z *1
( z1 z2 )* z *1 z *2 ( z1 z2 )* z *1 z *2 (31)
z2 z *2

Untuk nilai absolut dari perkalian dan pembagian akan mengikuti (1.29)

bahwa

z1 | z1 |
| z1 z2 || z1 || z2 | (32)
z2 | z 2 |

Oleh sebab itu, jika adalah suatu fungsi gelombang kompleks, kita akan

menghasilkan

| 2 || 2 | * (33)

Kita akan menentukan suatu rumus untuk akar ke-n dari bilangan 1.

Kita memiliki fase 1 ke 0 atau 2 atau 4 dan seterusnya, maka

1 e i 2 k

34
dimana k merupakan suatu bilangan bulat,nol atu negatif atau positif.

Sekarang bila bilangan , dimana

e i 2 k / n

n merupakan bilangan bulat positif. Menggunakan (1.29) n kali, kita akan

mendapatkan n = 1. Maka adalah suatu akar ke n dari keseluruhan.

Terdapat n kompleks yang berbeda dari akar ke-n darri keseluruhan dan

dengan mengambil nilai keberhasilan n dari bilangan bulat k akan

memberikan

e i 2 k / n k = 0, 1, 2, , n-1 (34)

Untuk nilai k selain dari (1.34) memberikan suatu bilangan yang fasenya

berbeda dari suatu integral perkalian 2 dari bilangan pada (1.34) dan bukan

akar yang berbeda.

8. SATUAN

Dua sistem satuan yang berbeda biasanya digunakan dalam ilmu

pengetahuan. Pada sistem cgs Gaussian, satuan yang digunakan untuk

panjang, massa dan waktu adalah centimeter (cm), gram (g) dan detik (s).

Gaya dihitung sebagai dynes (dyn) dan energi dalam ergs. Hukum Coulomb

untuk besaran gaya antara Q1 dan Q2 dipisahkan oleh jarak r dalam suatu

Q '1 Q '2
vakum adalah F dimana Q1 dan Q2 adalah statcoulomb (statC),
r2

juga satuan elektrostatik dari muatan (esu).

Dalam Sistem Internasional (SI), satuan panjang, massa dan waktu

adalah meter (m), kilogram (kg) dan detik (s). Gaya dihitung sebagai newton

35
(N) dan energi dalam joule (J). Hukum Coulomb yang ditulis sebagai

Q1Q2
F dengan muatan Q1 dan Q2 dalam coulombs dan 0 adalah
4 0 r 2

konstanta (yang disebut dengan permitivitas vakum) dimana nilai

eksperimental-nya 8.854 x 10-12 C 2N -1


m 2
. Dalam sistem internasional

muatan tidak diekspresikan sebagai satuan mekanika dari meter, kilogram

dan detik. Satuan SI secara resmi direkomendasikan untuk satuan dalam ilmu

pengetahuan, tetapi bentuk sederhana dari hukum Coulomb dalam satuan

Gaussian merupakan satuan yang banyak digunakan dalam kimia quantum.

Dalam buku ini, hukum Coulomb biasanya ditulis

Q '1 Q '2
F (35)*
r2

Bila dalam Gaussian satuan Q 1 dan Q2 dalam statcoulomb, r dalam

sentimeter dan F dalam dynes; dalam SI r dalam meter, F dalam newton dan

Q1 Q2
Q1 dan Q2 sebagai singkatan dari 1/ 2 dan , dimana Q1 dan Q2
(4 0 ) (4 0 )1/ 2

adalah muatan dalam coulomb, kita akan mendapatkan

Q1
Q' (36)*
(4 0 )1/ 2

9. RINGKASAN

Keadaan dari sistem mekanika kuantum digambarkan sebagai fungsi keadaan

atau fungsi gelombang , yang merupakan fungsi dari koordinat dari suatu

36
partikel dalam sistem dan waktu. Fungsi keadaan berubah dengan waktu

sesuai dengan persamaan Schrodinger tergantung waktu, dimana untuk satu

partikel dan sistem satu dimensi persamaan (1.12) dan Untuk sistem dengan

kuantitas | ( x, t ) | dx memberikan kebolehjadian bahwa pengukuran dari


2

posisi partikel pada waktu t akan menemukan partikel tersebut pada rentan x


2
dan x + dx. Fugsi keadaan dinormalisasikan berdasarkan dx 1 . Jika

fungsi energi potensial sistem tidak bergantung pada t, maka sistem berada

pada satu keadaan stasioner dengan energi tetap. Untuk keadaan stasioner

2
dari satu partikel, sistem satu dimensi, e
iEt / h
( x) , yang merupakan

fungsi gelombang tidak tergantung waktu ( x) adalah solusi dari persamaan

Schrodinger tidak tergantung waktu (1.18)

PARTIKEL DALAM BOX

1. PERSAMAAN DIFERENSIAL

Persamaan Schrodinger adalah suatu persamaan diferensial, sekarang

akan kita ulangi kembali. Pada batian ini hanya menerangkan persamaan

differensial ordinary dengan hanya satu variabel independent, seperti halnya

persamaan schodinger yang tak bergantung waktu. Misalkan suatu

37
persamaan akan tak bergantung x, tetapi bergantung pada y, maka

turunannya terhadap y adalah y, y dan seterusnya, seabagai contoh :

y + 2x (y)2 + sin x cos y = 3 ex

Atau

y + p(x) y+ Q (x) y = 0

yang pertama adalah persamaan diferensial tak homogen sedang yang

kedua fungsi homogen, karenanya kita akan menghasilkan dua fungsi yang

independen y1 dan y2, dengan demikian penyelesaian persamaan diferensial

linier homogen adalah

y = c 1 y 1 + c2 y 2

dengan c adalah konstanta sembarang

2. Partikel dalam box satu dimensi

Kita akan mencoba menyelesaikan persamaan schrodinger bergantung

waktu dengan mempertimbangkan partikel yamg berada dalam box satu

dimensi. Itu berati partikel hanya dalam fungsi energi petensial yang

bergerak sepanjang sumbu x dengan panjang l. Sistem ini terlihat tidak

realistis, namun sistem inilah yang akan banyak memabantu kesuksesan

pada molekul terkonjugasi.

Terdapat tiga daerah , daerah II dengan potensial energi nol, sedang

daerah I dan III berharga tak berhingga,

- h2/2m d2 /dx2 = (E- )

38
Gambar 2.1 Potensial energi partikel dalm box 1 dimensi

Karena E lebih kecil dari tak berhingga , maka diperoleh

- d2 /dx2 =

atau

- 1/ d2 /dx2 =

dimana berharga nol diluar box, maka

1 = 0 3 = 0

pada daerah II, antara x = 0 hingga l, potensial energi V berharga nol, maka

persamaan menjadi

d2 2 /dx2 + (2m / h2) E 2 = 0

dengan m adalah massa partikel dan E adalah total energi, sehingga terlihat

bahwa persamaan tersebut menjadi persamaan diferensial homogen tingkat

2, pemecahannya akan menhasilkan :

s2 + 2 mEh-2 = 0

s = - 2 mEh-2

s = i 2 mEh-2

39
dengan I = - 1, maka penyelesaianya menjadi

2 = C1 e1+ C2 e-1

dimana

= (2mE)1/2 x h-1

sedang ei = Cos + i sin sedang e-i = Cos - i sin

sehingga

2 = C1 Cos + i C1sin + C2 Cos - i C2 sin

2 = (C1 + C2 )Cos + ( C1- C2) i sin

2 = ACos + B sin

dimana A dan B adalah konstanta sembarang yang baru, maka

2 = ACos (2mE)1/2 x h-1 + B sin (2mE)1/2 x h-1

sekarang akan kita tentukan A dan B menggunakan kondisi boundary. Fungsi

gelombang adalah fungsi kontinyu , tak ada harga lompatan tiba tiba,

sehingga pada x = 0, 1 dan 3 juga bernilai nol

lim 1 = lim 2

0 = lim ACos (2me)1/2 x h-1 + B sin (2me)1/2 x h-1

0=A

karena

sin 0 = 0 dan cos 0 = 1

bila A = 0 , persamaan menjadi

2 = B sin (2me)1/2 x h-1

dengan memasukkan sifat kotinyuitas gelombang pada x = l, kita peroleh

0 = B sin (2me)1/2 x h-1

40
B tak boleh nol, karena itu berarti box kosong, maka

0 = 2 / hsin (2me)1/2 l

harga nol pada fungsi sinus adalah pada 0, , 2, 3 ..maka

n = 2 / hsin (2me)1/2 l

harga n = 0 adalah kasus khusus , pada n = 0 untuk E = 0, sehingga n = 0

tak perlu dipertimbangkan. Pemecahan yang tepat adalah dengan

diperolehnya E

E = n2 h2 / 8 m l2, n = 1,2,3 ..

Hanya nilai energi yang dimulai dari n = 1 saja yang dapat memberika n

jawaban yang memuaskan, partikel dalam box senantiasa memiliki energi

yang lebih besar dari nol atau senantiasa positiv

Contoh : Suatu partikel bermassa 2 10 -26 g dalam box satu dimensi dengan

panjang 4.00 nm. Tentukan frekwensi dan panjang gelombang photon yang

diemisikan ketika partikel bergerak dari n = 3 ke n = 2.

Jawab :

h = Etingg - Erendah

= ( ntingg - nrendah) h / 8 ml

= ( 32 - 22 ) (6,626 10-34 Js) / 8 ( 2 10-29) (4. 10-9m)

= 1,29 1012 s-1

kemudian

= c menghasilkan = 2,32 10-4 m

41
dengan mensubtitusikan maka persamaan akan menjadi

2 = B sin n x / l n = 1, 2,3 .

Penggunaan tanfda negativ juga tidak memberikan nilai yang berbeda karena

sin (- ) = - sin , sedang B adalah konstanta sebarang

Gambar 2. 4 tingkat energi terendah untuk partikel

Dalam box satu dimensi

Untuk menentukan harga konstanta B digunakan normalisasi, maka

-xx II2 dx = -xx II2 dx = 1

-xx I1 I2 dx + -xx I2 I2 dx + -xx I3 I2 dx = 1

-xx II2 dx = -xx II2 dx = 1

IBI2 0l sin2 (n x / l ) dx = 1 = IBI2 ( l/2)

42
Integral dievaluasi dengan menggunakan 2 sin2 t = 1 Cos 2 t

Didapatkan B = (2/l)1/2

Jadi hanya nilai absolut B yang dapat ditentukan. Dengan menuliskan

persamaan gelombang dalam box satu dimensi keadaan stationer adalah

2 = (2/l)1/2 sin n x / l n = 1, 2,3 .

Dengan grafik yang diperlihatkan gambar 3 dan gambar 4 berikut ini .

Gambar # adalah bentuk gelombangnya, sedang gambar 4 memperlihatkan

probabilitas menentukan partikel dalam box satu dimensi

Gambar 3. Gambar untuk 3 tingkat energi terendah dalam

box

43
Gambar 3. grafik 2 untuk 3 tingkat energi terendah dalam box

Terlihat bahwa keadaannya bertolek belakang dengan dunia

makroskopik, dimana pada tingkat 2 tidak dapat ditemukan partikel pada l/2.

Gambar 4 memperlihatkan probabilitas menemukan partikel diberbagai

tempat dalam box yang dibatasi oleh dua dinding dengan kecepatan yang

tetap. Penemuan elektron dalam box sama kesemua arah, secara mekanika

kuantum diperoleh probabilitas maksimun ditengan box, namun semakin

tinggi tingkat energi justru probabilitas semakin tak terdeteksi bahkan hampir

sama dengan klasik bahwa probabilitas sama kesemua arah. Hasil ini

memperlihatkan pada tingkat tertinggi , mekanika kuantum menjadi hampir

sama dengan mekanika klasik, yang lebih dikenal dengan Prinsipel

Korespondensi Bohr.

Seperangkat fungsi gelombang, dengan nilai energi yang

dikarakterisasi oleh bilangan kuantum n, yang bernilai mulai dari 1. Misalkan I

merupakan fungsi gelombang dengan bilangan kuantum n i :

i = (2/l)1/2 sin ni x / l 0 <x < l

i = 0 dimanapun

karena fungsi gelombangnya ternormalisasi, diperoleh :

-xx i j dx = 1 jika i = j

jika dilakukan pada funsi gelombang dengan tingkat energi berbeda maka :

-xx i j dx = 0l (2/l)1/2 sin ni x / l (2/l)1/2 sin nj x / l dx,

jika i j

bila t = x / l , maka

44
-xx i j dx = 2/l 0 sin ni t sin nj t dt l /, jika i j

integrasi dapat diselesaikan dengan menggunakan

sin ni t sin nj t = cos (ni - nj )t - cos (ni + nj )t

maka hasilnya adalah

-xx i j dx = 2/ 0 cos (ni - nj )t dt - 2/ 0 cos (ni + nj )

t dt = 0

karena m = 0 untuk m integer, maka

-xx i j dx = 0. untuk i j

keadaan ini disebut orthogonal terhadap masing masing fungsi gelombang

jika i j yang dapat dituliskan dengan lebih sederhana

-xx i j dx = ij = 0.

Yang lebih dikenal dengan sebutan delta Kroneker. Yang juga berarti sama

jika i = j maka berharga 1, jika tidak sama maka berharga nol.

2.PARTIKEL BEBAS DALAM SATU DIMENSI

Partikel bebas yaitu partikel yang bebas dari gaya. Untuk partikel

bebas dengan energi potensial yang diasumsikan berharga nol V(x) = 0,

persamaan Schrodinger menjadi

d2 /dx2 + 2m / h2 E = 0

persamaan ini akan menghasilkan pemecahan yang sama seperti sebelumnya

yaitu

2 = C1 e1+ C2 e-1

45
dimana

= (2mE)1/2 x h-1

tentu saja tak dapat semabarang harga E yang diberikan pada persamaan itu,

karena bila E berharga kurang dari nol atau berharga negativ akan berakibat

nilai bagian pertama pada persamaan diatas kan berharga tak berhingga.

Demikian pula untuk bagian yang kedua. Harga E untuk partikel bebas yang

paling tepat pada persamaan di atas tersebut adalah :

E 0

Osilasi fungsi gelombang adalah kombinasi linear dari sinus dan cosinus. Pada

partikel bebas kita tida mengkuata energi, semua energi yang tak negatif

termasuk. Ketika kita set V = 0 itu berarti E hanyalah dalam term enrgi

kinetik. Ketika kita lakukan perhitungan konstanta C 1 dan C2 dengan cara

normalisasi, kita akan peroleh hasilnya -xx i j dx adalah divergen.

Dengan kata lain fungsi gelombang partikel bebas tak ternormalisasi dalam

kasus biasa.

Masalah Partikel bebas adalah refresentasi kondisi yang tak realistis,

kareana dialam ini tak ada partikel yang tanpa interaksi dengan partikel lain.

3. PARTIKEL DALAM SUMURAN (DINDING PEMBATAS)

Akan didiskusikan masalah partikel dalam boks satu dimensi dengan

tinggi dinding tertentu, potensial dibuat nol pada area II, sedang area yang

46
lain Vo, maka akan ditinjau 2 kasus yaitu bila energi E lebih kecil tau lebih

besar dari Vo.

Bila E lebih kecil dari potensial, maka persamaan Schrodinger didaerah I dan

III adalah d2 /dx2 + 2m / h2 E = 0, dengan akar s = (2 mEh-

2 1/2
) (V0 E)

1 = C e1 (V0 E)1/2 x + D e-1 (V0 E)1/2 x

1II = F e1 (V0 E)1/2 x + G e-1 (V0 E)1/2 x

dimana

= (2mE)1/2 x h-1

denga membuat E kurang dari V 0 besarnya (V0 E)1/2 menjadi real, bilangan

positif maka D dan F haruslah berharga nol, maka .

1 = C e1 (V0 E)1/2 x

1II = G e-1 (V0 E)1/2 x

sedang pada daerah II

1I = A e1 (V0 E)1/2 x + B e-1 (V0 E)1/2 x

untuk masalah pemecahan yang menyeluruh kita perlu memberikan

batasan,untuk partikel dalam boks satu dimensi dengan dinding yang tak

berhingga, diperlukan fungsi gelombang yang kontinyu pada x = 0 dan x = l,

maka 1(0) = 1I (0) dan 1I(l) = 1II (l), sehingga diperlukan empat buat

konstanta sebarang, karenanya diperlukan lebih dari dua kondisi pembatas .

Sealain fungsi gelombang harus kontinyu , maka diperlukan juga turunan

fungsi gelombangnya juga bersifat kontinyu dimananpun.

4. LORONG WAKTU

47
Untuk partikel dalam dinding pembatas dan telah kita ketahui bahwa

pada daerah I dan III probabilitas menemukan partikel tidaklah nol, dengan

energi total E kurang dari energi potensialnya. Seacara klasik hal demikian

tidaklah mungkin , sebab E senantiasa harus lebih besar dari energi

potensialnya.

Dengan demikian bila terdapat partikel dalam boks satu dimensi

dengan tinggi dan tebal dinding tertentu, maka pasti secara klasik tak akan

dapat melepaskan diri dari boks, sekalipun energinya lebih besar dari energi

potensial atau energi penghalang, tetapi mekanika quantum memperlihatkan

kemungkinan penemuan partikel di luar boks.

Tuneeling merupakan pendobrakan partikel terhadap daerah terlarang

pada mekanika klasik atau melajunya partikel melewati energi penghalang.

Tunneling adalah adalah effect quantum, yang kebolehjadian terjadinya

cukup besarakibvat sifat partikel, seperti lepasnya partikel alpha dari inti

radioaktiv menuju energi penghalang yang menghasilkan gaya tarik inti dan

gaya tolak coulomb antara inti anak dan partikel alpha.

48
Operator

1. Operator

Kita sekarang akan mengembangkan teori mekanika kuantum yang

lebih umum digunakan daripada sebelumnya. Kita mulai dengan menuliskan

persamaan Schrodinger tidak bergantung waktu satu partikel dan satu

dimensi dalam bentuk:

2d 2
2
V ( X ) ( x) E ( x) (1)
2mdx

Besaran yang terdapat dalam kurung pada persamaan di atas adalah sebuah

operator. Operator adalah simbol yang menyampaikan kepada anda untuk

melakukan sesuatu menjadi apapun mengikuti perintah simbol tersebut.

49
Sebagai contoh, kita dapat meninaju dy/dx menjadi operator d/dx yang

beroperasi pada fungsi y(x). Beberapa contoh lainnya adalah SQRT (akar

kuadrat dari), 3 (kalikan dengan 3) dan /y. Jelas bahwa operator dan

operant (Suatu fungsi yang diperintahkan operator) harus bersesuaian,

operasi dan hasil harus secara matematik benar. Kita akan selalu

menggunakan simbol suatu operator dengan hurup kapital dengan tanda

carat di atasnya. Jadi kita menulis: g(x) = Af(x), untuk menunjukkan bahwa

operator A beroperasi pada f(x) hingga menghasilkan fungsi baru g(x).

Kita definisikan jumlah dan selisih dari dua operator A dan B dengan

persamaan:

(A + B)f(x) = Af(x) + Bf(x) (2a)

(A - B)f(x) = Af(x) - Bf(x) (2b)

Contoh, jika D = d/dx, maka:

(D + 3)(x3 5) = D(x3 5) + 3(x3 5) = 3x2 + (3x3 15) = 3x3 + 3x2

15

Kita definisikan perkalian dari dua operator A dan B dengan

persamaan:

AB(x) = A[Bf(x)] (3)

dengan kata lain bahwa, pertama kita mengoperasikan operator bagian

kanan pada f(x) dan kemudian hasil operasi tersebut kita operasikan kembali

dengan operator sebelah kirinya. Contoh:

3Df(x) = 3[Df(x)] = 3f(x) = 3f(x)

Pada contoh di atas, hasil akhir operasi dari kedua operator, apakah operator

tersebut diletakkan di awal ataupun diakhir adalah sama. Tetapi secara

50
umum kita tidak dapat mengasumsikan bahwa AB dan BA akan memiliki hasil

operasi yang sama. Tinjau contoh operator-operator d/dx dan x berikut:

d
Dxf ( x) [ xf ( x)] f ( x) xf ' ( x) (1 xD) f ( x) (4)
dx

d
xDf ( x) x f ( x) xf " ( x)
dx

Pada contoh di atas, operasi oleh operator-operator AB dan BA pada fungsi

f(X) menghasilkan fungsi yang berbeda.

Dua operator A dan B dikatakan sama bila Af = Bf untuk semua fungsi

f. Operator yang sama akan menghasilkan produk yang sama dari operasi

yang diberikan pada suatu fungsi yang diberikan. Contoh (3-4) di atas

menunjukkan bahwa:

Dx = 1 + xD (5)

Operator 1 adalah operator satuan. Operator 0 adalah operator Null. Kita

dapat memindahkan operator dari ruas satu ke ruas lainnya, contoh

persamaan (3-5) menjadi:

Dx xD 1 = 0

Operator memenuhi hukum asosiative dari perkalian:

A(BC) = (AB)C (6)

Sebagai contoh, misal A=d/dx, B=x, dan C=3. dengan menggunakan

persamaan (5), kita dapatkan:

(AB) = Dx = 1 + xD [(AB)C]f = (1 + xD)3f = 3f + 3xf

(BC) = 3x [A(BC)]f = D(3xf) = 3f + 3xf

Banyak perbedaan antara operator aljabar dan aljabar biasa yaitu

bilangan-bilangan akan selalu mengikuti hukum komutatif perkalian, tetapi

51
operator tidak selalu mengikuti hukum komutatif. ab = ba jika a dan b adalah

bilangan, tetapi AB dan BA tidak selalu sama untuk untuk operator. Kita

mendefinisikan komutator [A,B] dari operator-operator A dan B sebagai AB-

BA:

[A, B] = AB BA (7)

Jika AB = BA, maka [A, B] = 0, dan kita katakan A dan B adalah Commute.

Jika ABBA, maka A dan B tidak Commute. Contoh:

d d d
3, dx 3 dx dx 3 0

dan (8)
d
dx , x Dx xD 1

Operator 3 dan d/dx adalah saling commute, tetapi operator d/dx dan x tidak

saling commute.

Contoh soal:

Tentukan komutator dari operator-operator z3 dan d/dz!

Untuk mendapatkan [z3, d/dz], kita aplikasikan operator ini pada sembarang

fungsi g(z). Dengan menggunakan definisi komutator (3-7) dan definisi dari

selisih dan perkalian dua operator, kita dapatkan:

[z3, d/dz]g = [z3(d/dz) (d/dz)z3]g = z3(d/dz)g (d/dz)(z3g)

= z3g- 3z2g z3g= -3z2g

Jadi [z3, d/dz]g = -3z2g

Kuadrat dari suatu operator adalah perkalian dari suatu operator

dengan operator itu sendiri A2 = AA. Mari kita tentukan kuadrat dari operator

diferensial:

52
D2f(x) = D(Df) = Df = f

D2 = d2/dx2

Contoh lainnya, operator kuadrat dari kompleks konjugat dari suatu fungsi

adalah sama dengan satu satuan operator, karena perkalian terhadap

kompleks konjugat menghasilkan fungsi awal. n kali suatu operator (n=1, 2,

3 ...) didefinisikan sebagai perkalian n kali operator secara berurutan.

Suatu operator A dikatakan operator linier jika dan hanya jika memiliki

dua sifat berikut:

A[f(x) + g(x)] = Af(x) + Ag(x) (9)

A[cf(x)] = cAf(x) (10)

dimana f dan g fungsi sembarang dan c suatu konstanta sembarang (tidak

perlu bilangan nyata).

Contoh:Apakah d/dx dan . merupakan operator linier?

Jawab:

(d/dx)[f(x) + g(x)] = df/dx + dg/dx = (d/dx)(f(x) + (d/dx)g(x)

(d/dx)[cf(x)] = cdf(x)/dx

Sehingga d/dx mengikuti (3-9) dan (3-10) jadi d/dx adalah operator linier.

Tetapi

f ( x ) g ( x) f ( x) g ( x)

. tidak mengikuti (9), sehingga . bukanlah operator linier.

Dengan menggunakan operator differensial D, kita dapat menuliskan

persamaan (2) menjadi:

[An(x)Dn + An-1(x)Dn-1 + ... + Ao(x)]y(x)=g(x)


Operator dalam kurung adalah persamaan linier.

53
Penggunaan identitas dalam manipulasi operator linier adalah:
(A + B)C = AC + BC
(11)
A(B + C) = AB + AC
(12)

Contoh: Tunjukkan hukum distribusi (11) untuk operator linier!

Cara yang baik untuk memulai pembuktian adalah pertama, tulis apa

yang akan didapat dan akan dibuktikan. Kita mulai dengan A, B dan C

sebagai operator linier. Kita harus membuktikan bahwa (A+B)C=AC + BC.

Untuk membuktikan bahwa operator (A+B)C adalah sama dengan AC

+ BC, kita harus membuktikan bahwa disini ada dua oprator menghasilkan

hasil yang sama ketika diaplikasikan pada fungsi sembarang f. Sehingga kita

dapat membuktikan bahwa:

[(A+B)C]f=(AC + BC)f

Kita mulai dengan [(A+B)C]f. Bentuk ini melibatkan perkalian dua

operator A+B dan C. Perkalian dua operator didefinisikan oleh (3-3) dengan A

digantikan oleh A + B dan B digantikan dengan C menghasilkan

[(A+B)C]f=(A+B)(Cf). nilai Cf adalah suatu fungsi dan penggunaan dari

definisi jumlah A+B dari dua operator A dan B menghasilkan (A+B)(Cf)=A(Cf)

+B(Cf). Sehingga:

[(A+B)C]f=(A+B)(Cf)= A(Cf)+B(Cf)

Penggunaan definisi perkalian operator(3) menghasilkan A(Cf)=ACf dan

B(Cf)=BCf, sehingga:

[(A+B)C]f= ACf+BCf (13)

54
Menggunakan definisi penjumlahan operator (2) dengan A digandi oleh AC

dan B diganti oleh BC menghasilkan (AC+BC)f=ACf+BCf, sehingga (13)

menjadi:

[(A+B)C]f= (AC+BC)f

sehingga (A+B)C=(AC+BC) terbukti.

2. Fungsi Eigen dan Nilai Eigen

Masalah yang sering terjadi adalah sebagai berikut: diberikan A,

temukan fungsi f(x) dan suatu kontanta k, sedemikian rupa sehingga:

operasi pada suatu fungsi f(x) oleh A disederhanakan untuk mendapatkan

f(x) kembali lagi, hanya mengalikan dengan suatu faktor tetapan.

Af(x) = kf(x) (14)

Jelaslah bahwa A dan f(x) memiliki hubungan yang khusus secara berurutan

dengan yang lainnya. Fungsi f(x) disebut fungsi eigen dari operator A dan k

disebut nilai eigen. Masalah penentuan f(x) dan k untuk sesuatu diberikan A

disebut masalah nilai eigen.Sebagai contoh, e2x adalah fungsi eigen dari

operator d/dx dengan nilai eigen 2.

(d/dx)e2x = 2e2x

Kita dapat tiga informasi penting yaitu; f merupakan fungsi eigen dari

A, A merupakan operator linier, dan c merupakan suatu konstanta. Dengan

menggunakan pernyataan ini kedalam persamaan 3-14, 3-9 dan 3-10, kita

dapatkan:

Af = kf (15)

A(f + g) = Af + Ag dan A(bf) = b(Af) (16)

55
b = Konstanta

dimana k dan b adalah tetapan dan f dan g adalah fungsi.

Kita akan membuktikan bahwa cf adalah fungsi eigen dari A dengan

nilai eigen sebagai f yang kita tuliskan dalam bentuk persamaan:

A(cf) = k(cf)

Kita mulai dari ruas kiri A(cf) dari persamaan tersebut dan mencoba
menunjukkan bahwa hasilnya sama dengan k(cf). Dengan menggunakan
persamaan kedua dari definisi linieritas (3-15), kita dapatkan A(cf) = ckf,
sehingga
A(cf) = cAf = ckf = k(cf)

Contoh: Tentukan fungsi eigen dan nailai eigen dari operator d/dx!
Persamaan (3-14) dengan A=d/dx menjadi:
df(x)/dx = kf(x) (17)
df/f = kdx
ln f = kx + Konstanta
f = ekonstanta ekx
f = cekx (18)
Jadi fungsi eigennya adalah persamaan (18) dan nilai eigennya adalah
k.

3. Operator dan Mekanika Kuantum


Kita sekarang memeriksa hubungan antara operator dan mekanika
kuantum. Dengan membandingkan persamaan (3-1) dan (3-14), dapat kita
lihat bahwa persamaan Schrodinger adalah suatu masalah nilai eigen. Nilai
dari energy E adalah nilai eigen, fungsi gelombang adalah fungsi eigen dan
operator dari fungsi eigen dan nilai eigennya adalah ( 2/2m)d2/dx2 + V(x),
dan operator ini disebut operator Hamiltonian.
Sir William Rowan Hamiltonian (1805-1865) menyarankan bentuk
alternatif dari persamaan gerak Newton yang melibatkan fungsi H, fungsi

56
Hamiltonian untuk suatu sistem. Untuk sistem dimana energi potensialnya
adalah hanya fungsi kooerdinat, maka energi totalnya adalah tetap terhadap
waktu, sehingga E adalah teramati. Kita akan membatasi pembahasan pada
sistem demikian sebagai sistem konservatif. Untuk sistem konservatif,
mekanika klasik fungsi Hamiltonian kembali lagi digunakan untuk
menyederhanakan energi total yang diterangkan dalam pernyataan koordinat
dan momentum berpasangan. Untuk koordinat kartesian x, y, z mmomentum
berpasangannya adalah komponen momentum linier dalam x, y dan z dengan
arah px, py dan pz:
px=mvx, py=mvy, pz=mvz (19)
dimana vx, vy dan vz adalah komponen kecepatan partikel dengan arah x, y
dan z.
Mari kita temukan mekanika klasik fungsi Hamiltonian untuk partikel
bermassa m bergerak dalam arah satu dimensi dan memiliki energi potensial
V(x). Fungsi Hamiltonian adalah sama untuk energi, yang terdiri dari energi
kinetik dan potensial. Bentuk yang sudah dikenal untuk energi kinetik adalah
1/2mvx2, tidak dapat digunakan, karena kita harus menjelaskan Hamiltonian
sebagi fungsi dari koordinat dan momentum, bukan kecepatan. karena
vx=px/m, bentuk energi kinetik yang kita inginkan adalah p x2/2m. Sehingga
fungsi Hamiltonian-nya adalah:
px2
H V ( x) (20)
2m
Persamaan Schrodinger tidak bergantung waktu (1) mengindikasikan
kesesuaiannya dengan fungsi Hamiltonian (20), kita dapatkan operator
mekanika kuantum:
2d 2
2
V ( X )
2mdx
dimana nilai eigen adalah nilai yang mungkin dari suatu sistem energi.
Hubungan antara besaran fisika dalam mekanika klasik dan operator dalam
mekanika kuantum adalah hal yang umum. Ini merupakan postulat dasar
mekanika kuantum untuk setiap sifat fisik (energi, koordinat dan momentum)
yang berhubungan dengan operator mekanika kuantum. Kita selanjutnya

57
mempostulatkan bahwa operator yang bersesuaian dengan sifat B didapat
dengan menuliskan mekanika klasik untuk B sebagai fungsi dari koordinat
kertesian dan momentum bersesuaian kemudian setiap koordinat kartesian q
diganti dengan perkalian operator dengan koordinat:
q=q
Setiap komponen kartesian dari momentum linier pq diganti dengan operator:

pq i
i q q

dimana i 1 dan /q adalah operator turunan parsial terhadap koordinat


q. Catatan 1/i=i/i2=i/(-1)=-i.
Dengan melihat beberapa contoh, operator yang bertalian dengan
koordinat x adalah perkalian dengan x:
x=x (21)
y=y z=z (22)
Operator untuk komponen dari momentum linier adalah

px py pz (23)
i x i y i z
Operator yang bersesuaian dengan px2 adalah
2 2

p x2 2 2 (24)
i x i x i x x

dengan cara yang sama juga berlaku untuk py2 dan pz2.
Sekrang tinjau operator energi potensial dan energi kinetik dalam satu
dimensi. Anggap bahwa kita memiliki sistem dengan fungsi energi potensial
V(x)=ax2, dimana a adalah tetapan. gantikan x dengan x, kita lihat bahwa
operator energi potensial adalah perkalian dengan ax2:
V(x) = ax2
Secara umum, kita memiliki beberapa fungsi energi potensial:
V(x) = V(x) (25)
Mekanika klasik untuk energi kinetik T yang dijelaskan dalam persamaan (3-
20)adalah;
T = px2/2m (26)
jika px digantikan oleh operator yang bersesuaian, kita dapatkan:

58
2 2 2 2
d
T (27)
2m x 2
2m dx 2
Dimana persamaan (3-24) telah digunakan, dan turunan parsial menjadi
turunan biasa dalam satu dimensi. Mekanika klasik Hamiltonian (3-20)
menjadi:
H = T + V = px2/2m + V(x) (28)
Operator Hamiltonian mekanika kuantum (energy) yang bersesuaian adalah
2 2
d
H T V V ( x) (29)
2m dx 2
yang sesuai dengan operator dalam persamaan Schrodinger (1), dengan
catatan bahwa semua operator adalah linier.
Bagaimana operator mekanika kuantum berhubungan dengan sifat
dari sistem? Setiap operator yang demikian memiliki fungsi eigen dan nilai
eigen. Tinjau B adalah operator mekanika kuantum yang bertalian dengan
sifat fisik B. fi dan bi merupakan simbol fungsi eigen dan nilai eigen dari B,
sehingga kita dapatkan (persamaan 3-14):
Bfi=bifi, i=1, 2, 3, ............... (30)
Operator B memiliki fungsi eigen dan nilai eigen, dan subcrip i
digunakan untuk menunjukkan hal ini. B biasanya operator differensial dan
(30) persamaan diferensial yang penyelesaianya menghasilkan fungsi eigen
dan nilai eigen. Postulat mekanika kuantum menyatakan bahwa pengukuran
dari sifat B harus menghasilkan salah satu dari nilai eigen bi dari operator B.
Hanya nilai yang dapat diperoleh untuk energi sistem adalah nilai eigen dari
energi (Hamiltonian) operator H. Dengan menggunakan sebagai simbol
fungsi eigen dari H, kita dapatkan nilai eigen persamaan (30).
Hii = Eii (31)
Dengan menggunakan Hamiltonian (3-29), untuk sistem satu partikel satu
dimensi kita dapatkan:
2d 2
2
V ( X ) ( x) E ( x) (32)
2mdx
yang merupakan persamaan Schrodinger tidak bergantung waktu (3-1).

59
Dalam Bab I kita telah mempostulatkan bahwa keadaan dari sistem
mekanika kuantum adalah ditentukan oleh fungsi keadaan (x, t), yang
mengandung semua informasi sehingga kita dapat mengetaui tentang sistem.
Bagaimana dapat memberikan informasi kepada kita tentang sifat B?. Kita
postulatkan bahwa jika adalah fungsi eigen dari B dengan nilai eigen bk,
maka pengukuran B adalah tertentu dengan nilai b k. Sebagai contoh adalah
energi, fungsi eigen dari operator energi adalah penyelesaian (x) dari
persamaan Schrodinger tak bergantung waktu (32). Anggap suatu sistem
dalam keadaan stasioner dengan fungsi keadaan:
(x, t) = e-iEt/ (x) (33)
Apakah (x, t) suatu fungsi eigen dari operator energi H? Untuk
menjawabnya, dari hubungan sebleumnya kita dapatkan bahwa:
H(x, t) = H e-iEt/ (x)
H tidak tidak memiliki turunan terhadap waktu oleh karena itu tidak ada
pengaruhnya terhadap faktor eksponensial e-iEt// (x). Kita dapatkan:
H(x, t)= e-iEt/ H(x)=E e-iEt/ (x)=E(x, t)
H = E (34)
Untuk keadaan stasioner, (x, t) adalah fungsi eigen dari H dan kita tentu
mendapatkan nilai E ketika kita mengukur energi.
Contoh dari sifat lain, misalnya momentum. Fungsi eigen g dari px
didapat dari penyelesaian:
pxg = kg
px g kg
dg (35)
kg
i dx
kita dadatkan:
g = Aeikx/ (36)
dimana A adalah konstanta sembarang. Untuk menjaga g tertentu pada
besaran IxI, nilai eigen k harus nyata. Sehingga nilai eigen dari operator p x,
adalah semua bilangan nyata:
k (37)

60
Beberapa pengukuran px harus menghasilkan salah satu nilai eigen (37) dari
px. Setiap nilai k berbeda dalam (3-36), menghasilkan fungsi eigen g
berbeda.Ini kelihatannya aneh bahwa operator sifat fisika momentum
melibatkan bilangan imajiner i. Kenyataannya, adanya i dalam px meyakinkan
bahwa nilai eigen k adalah nyata.
Sekarang tinjau momentum partikel dalam kotak. Fungsi keadaan
partikel dalam keadaan stasioner dalam kotak satu dimensi adalah:
(x, t)= e-iEt/ (2/l)1/2 sin (nx/l) (38)
dimana E=n2h2/8ml2.Apakah ada nilai tertentu dari p x? dan apakah (x, t)
suatu fungsi eigen dari operator p x? Lihat pada fungsi eigen dari operator px,
kita lihat bahwa tidak adalah nilai numerik dari konstanta k yang dari fungsi
eksponensial persamaan (36) yang menjadi fungsi sinus pada persa(3-38).
Karenanya bukanlah fungsi eigen dari px, ini dapat dibuktikan secara
langsung:
1/ 2 1/ 2
iEt / 2 nx n iEt / 2 nx
Px e sin e cos
i x l l il l l

Karena Pxtetapan., fungsi keadaan bukan fungsi eigen dari Px.


Apakah fungsi gelombang keadaan stasioner partikel dalam kotak
merupakan fungsi eigen dari operator px2?
1/ 2 1/ 2
2 iEt / 2 nx n iEt / 2 nx
2 2 2
Px2 2 e sin e cos
x 2 l l l2 l l
(39)
n 2 2 2
Px2
l2
Pengukuran px2 akan selalu menghasilkan n2h2/4l2 bila partikel dalam keadaan
stasioner dengan bilangan kuantum n. Ini bukanlah hal yang baru, energi
potensial dalam kotak adalah nol dan Hamiltonian adalah:
H = T + V = T = px2/2m
Kita telah memiliki persamaan (3-34):
Px2
H E
2m
(40)
n2h2 n2h2
P 2mE 2m
x
2

8ml 2 4ml 2

61
yang sesuai dengan (3-39). Nilai yang hanya memungkinkan untuk P x2
adalah:
Px2=n2h2/4l2 (41)
Persamaan (41) menyarankan nilai untuk px adalah salah satu dari dua nilai
(1/2)nh/l, yang sesuai untuk partikel bergerak dalam kotak ke arah kanan
atau kiri. Saran yang masuk akal tersebut nampaknya tidak akurat. Suatu
analisis dengan menggunakan metode yang dijelaskan pada bab berikutnya
menunjukkan bahwa kebolehjadian yang tinggi dari nilai yang terukur akan
mendekati salah satu nilai dari (1/2)nh/l, tetapi juga ada beberapa nilai
yang konsisten dengan persamaan (37) yang dapat dihasilkan dari
pengukuran Px untuk partikel dalam kotak.
Kita telah sepakat bahwa ukuran dari sifat B harus menhasilkan salah
satu nilai eigen dari operator B. Jika fungsi keadaan menjadi fungsi eigen
dari operator B dengan nilain eigen b, kita tentu akan mendapatkan b ketika
kita mengukur B. Anggap bahwa bukan salah satu fungsi eigen dari B. Kita
masih tetap mendapatkan salah satu nilai eigen dari B ketika kita mengukur
B, tetapi kita tidak dapat memperikirakan nilai eigen yang akan didapat. Kita
akan melihat dalam bab 7 bahwa, kebolehjadian untuk nilai eigen dari B
dapat diprediksi.

4. Persamaan Schrodinger Untuk Banyak Partikel Tiga Dimensi


Sampai sekarang kita membatasi diri pada sistem satu partikel satu
dimensi. Perumusan operator yang telah dikembangkan dalam subbab
terdahulu tidak mampu membimbing kita untuk bekerja pada sistem banyak
partikel tiga dimensi. Persamaan Schrodinger tergantung waktu dari fungsi
keadaan di tetapkan dalam bentuk persamaan:

i H (42)
t
Persamaan Schrodinger tak bergantung waktu untuk fungsi eigen dan nilai
eigen energi adalah:
H=E (43)

62
yang didapat dari persamaan (42) dengan energi potensial sebagai faktor tak
bergantung waktu dan menggunakan prosedur pemisahan variabel.
Untuk sistem satu partikel tiga dimensi, mekanika klasik
Hamiltoniannya adalah:
1
H T V ( Px2 Py2 Pz2 ) V ( x, y , z ) (44)
2m
Penjelasan operator mekanika kuantum terdahulu [persamaan (24)], kita
dapatkan untuk operator Hamiltonian:

2
2

2

2

H 2 V ( x, y , z ) (45)
2m x y 2 z 2

Operator dalam kurung persamaan (45) disebut operator Laplasian V 2 (dibaca


del kuadrat):
2

2

2

V 2 2
(46)
x y 2 z 2

Sehingga persamaan Schrodinger tak bergantung waktu satu partikel tiga


dimensi menjadi:
2 2
V E (47)
2m
Sekarang tinjau sistem tiga dimensi dengan n partikel. Partikel i
memiliki massa mi dan koordinat (xi, yi, zi), dimana i=1, 2, 3, ...., n. Energi
kinetiknya adalah jumlah dari energi kinetik masing-masing partikel:
1 1 1
T ( Px21 Py21 Pz21 ) ( Px22 Py22 Pz22 ) .... ( Px23 Py23 Pz23 )
2m1 2m 2 2 m3

dimana Pxi adalah momentum linier komponen x partikel i dan seterusnya.


operator energi kinetiknya adalah:

2
2
2

2

2 2

2

2
n

T 2 2 2 .. 2 2 2 2 (48)
2m x y z
2m x y z 2 m
i 1 i

2
2

2
Vi 2 2 2
2
x (49)
i y i z i

Kita biasanya membatasi pada kasus dimana energi potensial hanya


tergantung pada koordinat 3n:
V=V(x1, y1, z1, ......, xn, yn, zn)

63
Maka operator Hamiltonian untuk sistem n partikel tiga dimensi adalah:
n

H 2 v( x1 ,........., z n )
i 1 2 mi

(50)
dan persamaan Schrodinger tak bergantung waktu menjadi:
n
2 v( x1 ,........., z n ) E (51)
i 1 2mi
dimana fungsi gelombang tak bergantung waktu adalah fungsi dari koordinat
3n dengan n partikel:
=(x1, y1, z1, ......, xn, yn, zn) (52)
Persamaan Schrodinger (3-51) adalah persamaan diferensial parsial linier.
Sebagai contoh, tinjau sistem dua partikel berinteraksi sehingga energi
potensial berbanding terbalik terhadap jarak antara kedua partikel, dengan c
sebagai konstanta. Persamaan Schrodinger (3-52) menjadi:
=(x1, y1, z1, x2, y2, z2) (53)
Untuk satu partikel satu dimensi, postulat Born menyatakan bahwa
I(x,t)2dx adalah kebolehjadian menemukan partikel antara x dan x+dx
pada waktu t, dimana x adalah sebuah nilai khusus untuk x. Kita
kembangkan postulat ini sebagai berikut. Untuk sistem satu partikel tiga
dimensi besarannya adalah:

I(x, y, z, l)I2dxdydz (54)


merupakan kebolehjadian menemukan partikel dalam daerah tak hingga dari
sebuah ruang dengan koordinat x terletak antara x+dx, koordinat y terletak
antara y+dy dan koordinat z terletak antara z+dz (gambar 3.1). Karena total
kebolehjadian menemukan partikel adalah 1, kondisi normalisasinya adalah:

(55)
2
( x, y , z , t ) dxdydz 1

Untuk sistem n partikel tiga dimensi, kita postulatkan:


I(x1, y1, z1, x2, y2, z2... xn, yn, zn) I2dx1dy1dz1 dx2dy2dz2..... dxndyndzn (56)
yang merupakan kebolehjadian pada waktu t secara simultan menemukan
partikel 1 dalam daerah kotak kubus yang sangat kecil pada daerah (x 1, y1,

64
z1) dengan tepi dx1, dy1, dz1, partikel 2 dalam kotak yang sangat kecil pada
daerah (x2, y2, z2) dengan tepi dx2, dy2, dz2, dan partikel n dalam kotak yang
sangat kecil pada daerah (xn, yn, zn) dengan tepi dxn, dyn, dzn. Total
kebolehjadian menemukan semua partikel adalah 1 dan kondisi ternormalkan
adalah:

...
2
dx1 dy1 dz1 ...dx n dy n dz n 1

(57)
Dalam mekanika kuantum merupakan hal yang biasa untuk
menyatakan integrasi pada seluruh jangkauan dari semua koordinat dengan
dq atau d. cara penulisan yang singkat untuk persamaan (55) atau (57)
adalah:

(58)
2
d 1

Meskipun persamaan (3-58) kelihatannya merupakan sebuah integral tak


tentu, tetapi ini dikenal sebagai integral tentu, variabel-variabel dan
jangkauan integralnya difahami dari konteks.
Untuk keadaan stasioner, II2= II2

(-59)
2
d 1

5 Partikel Dalam Kotak Tiga Dimensi


Sekarang kita membatasi diri pada masalah satu partikel. Dalam sub-
bab ini kita meninjau kasus tiga dimensi dari permasalahan yang telah
diselesaikan pada sub-bab 2, partikel dalam kotak.
Ada banyak sekali kemungkinan bentuk untuk kotak tiga dimensi.
Kotak yang kita tinjau merupakan balok dengan panjang rusuk a, b dan c.
Kita memilih koordinat sistem sehingga satu titik sudut kotak terletak pada
titik awal dan kotak terletak dalam kuadran pertama dari ruang. Dalam kotak,
energi potensial adalah nol dan diluar kotak energi potensialnya tak
terhingga.
V(x, y, z) = 0 dalam daerah 0<x<a

65
0<y<b
0<z<c (60)
V= dimanapun diluar kotak
Karena keboleh jadian partikel memiliki energi tak hingga adalah nol,
maka fungsi gelombang dilaur kotak haruslah nol. Operator energi potensial
didalam kotak adalah nol dan persamaan Schrodinger (47) adalah:

2
2 2 2
2 2 2 E (61)
2m x y z

Untuk menyelesaikan persamaan (61), kita mulai dengan mengasumsikan


bahwa penyelesaian dapat ditulis sebagai perkalian dari fungsi x sendiri kali
fungsi y sendiri kali fungsi z sendiri.
(x, y, z) = f(x)g(y)h(z) (62)
Metode yang kita gunakan untuk menyelesaikan persamaan (62) disebut
metode pemisahan variebel.
Dari persamaan (62) kita dapatkan:

2 2
f " ( x ) g ( y ) h( z ) f ( x ) g " ( y ) h( z )
x 2 y 2

2
f ( x) g ( y )h" ( z )
z 2 (63)

Substitusipersamaan (62) dan (63) ke persamaan (61) menghasilkan:

2 2 2

-( /2m)fgh-( /2m)fg -( /2m)fgh-Efgh=0 (64)

Jika persamaan tersebut dibagi dengan fgh, maka:

2 f " 2 g " 2 h"


E0
2mf 2mg 2mh
(65)

66
2 f " ( x) 2 g " ( y ) 2 h" ( z )
E
2mf ( x) 2mg ( y ) 2mh( z )
(66)
Mari definisikan Ex sama dengan sisi kiri persamaan (66):

2 f " ( x)
EX
2 mf ( x )
(67)
Definisi (67) menunjukkan bahwa Ex tidak bergantung pada y dan z.
Persamaan (66) menunjukkan bahwa:

2 g" ( y) 2 h" ( z )
EX E
2 mg ( y ) 2 mh ( z )

sehingga Ex tidak bergantung pada x. Jadi Ex tidak bergantung pada x, y dan

z maka besarannya adalah konstan.

Sama halnya dengan (67), kita mendefinisikan Ey dan Ez dengan:

2 g" ( y )
Ey
2mg ( y )

2 h" ( z )
Ez (68)
2mh( z )
karena x, y dan z terjadi secara simetrik pada persamaan (65), maka dengan
alasan yang sama seperti yang telah ditunjukkan pada Ex menjadi konstan

67
maka Ey dan Ez pun menjadi konstan. Substitusi persamaan (68) dan (67) ke
persamaan (65) menghasilkan:
Ex + Ey + Ez = E
(69)
Persamaan (67) dan (68) adalah:
df ( x) 2m (70)
E x f ( x) 0
d ( x) 2 2

dg ( y ) 2m dh( z ) 2m
E y g ( y) 0 E z h( z ) 0 (71)
d ( y) 2 2 d ( z)2 2

Kita telah mengubah persamaan differensial tiga variabel menjadi persamaan


differensial asalnya. Bagaimana kondisi pembatas pada persamaan (70)?
Karena tidak terdapat fungsi gelombang diluar kotak, kontinyuitas juga
hilang pada dinding kotak. Secara khusus, harus nol pada didinding kotak
yang terletak pada bidang yz, dimana x=0 dan nol pada dinding paralel pada
kotak dimana x=a. Sehingga:
f(0) = 0, dan f(a) = 0
Sekarang bandingkan persamaan (70) dengan persamaan (10) dalam
sub-bab 2.2, yang diterapkan pada partikel dalam kotak satu dimensi.
Persamaan tersebut memiliki bentuk yang sama, dengan Ex dalam (70)
bersesuaian dengan E dalam (10). Apakan kondisi pembatasnya sama?
jawabnya ya, kecuali pada x = a diganti dengan x = l sebagai titik kedua
dimana variabel bebas hilang. Sehingga kita dapat menggunakan hasil kerja
dalam subbab 2.2 untuk menuliskan penyelesaian [lihat persamaan (23) dan
(20)]
1/ 2
2 n x
f ( x) sin x
a a

nx2 h 2
Ex , nx=1, 2, 3, ......
8ma 2
Dengan cara yang sama untuk y dan persamaan yang dihasilkannya
adalah
n yy
1/ 2 1/ 2
2
g ( y) sin 2 n z
h( z ) sin z
b b c c

68
n y2 h 2 n z2 h 2
Ey , ny=1, 2, 3, ...... Ez , nz=1, 2, 3, ......
8mb 2 8mc 2
Dari persamaan (3-69), kita punya energi:

h 2 n x2 n y n z2
2

E (72)
8m a 2 b 2 c 2

dari (3-62), fungsi gelombang dalam kotak adalah


n yy
1/ 2
8 n x n z
( x, y , z ) sin x sin sin z (73)
abc a b c

Fungsi gelombang memiliki tiga bilangan kuantum, n x, ny, nz. Kita bisa
menggunakan ini untuk masalah tiga dimensi. Ketiga bilangan kuantum tidak
bergantung satu sama lain.
Karena x, y dan z faktor dalam fungsi gelombang yang tidak saling
bergantung terhadap normalisasi, maka fungsi gelombang ternormalisasinya:
a 2 b 2 c 2

f ( x ) dx g ( y ) dy h( z ) dz 1
2
dxdydz
0 0 0

Dimana:

F ( x)G ( y ) H ( z )dxdydz F ( x)dx G ( y )dy H ( z )dz


(74)
Anggap bahwa a=b=c. maka kita akan memiliki kubus. Tingkat
energinya menjadi:
E=(h2/8ma2)(nx2+ny2+nz2) (75)

Mari kita lihat tabel tingkat energi berikut dari partikel dalam kotak berbentuk
kubus:

nxnynz 111 211 121 112 122 212 221 113 131 311 222
E(h2/8ma2) 3 6 6 6 9 9 9 11 11 11 12

Teramati bahwa keadaan dengan bilangan kuantum berbeda mungkin


dapat memiliki nilai energi yang sama. misalnya, keadaan 211, 121 dan 112
(dimana subscript menyatakan bilangan kuantum) semuanya memiliki energi
yang sama. Bila dua atau lebih fungsi gelombang bebas bersesuaian terhadap

69
keadaan dengan nilai eigen energi, maka nilai eigen dikatakan degerate.
Derajat degeracy (disingkat degeracy) dari suatu tingkat energy merupakan
jumlah keadaan yang memiliki energi tersebut. Tingkat energi terendah
kedua dari partikel dalam kubus adalah tiga kali degerate. Kita mendapatkan
degeracy bila kita membuat tepi kotak sama; degeracy biasanya dihubungkan
dengan simetri dari sistem. catatan bahwa fungsi 211, 121 dan 112 dapat
diubah menjadi yang lainnya dengan memutar balok kubus. Biasanya kita
tidak dapat menemukan degeracy dalam masalah satu dimensi.
Dalam pemeriksaan mekanika statistik suatu fungsi partisi molekul
suatu gas ideal, tingkat energi translasi dari molekul gas diambil sebagai
tingkat partikel dalam kotak tiga dimensi.

6. Degeneracy
Mari kita membuktikan suatu teorema penting tentang fungsi
gelombang dari n lipat tingkat energi degerate. Kita punya n fungsi
gelombang bebas 1, 2, ...., n, dan jika W merupakan energi dari tingkat
degerate:
H1=W1, H2=W2, ..................., Hn=Wn (76)
Kita akan membuktikan bahwa terdapat kombinasi linier
c11 + c22 +.........+ cnn
dari n fungsi gelombang tingkat degerate merupakan suatu fungsi eigen dari
Hamiltonian dengan nilai eigen W. Kita harus menunjukkan bahwa H=W
atau
H(c11 + c22 +.........+ cnn) = W(c11 + c22 +.........+ cnn) (77)
Karena H merupakan operator linier, kita dapat menerapkan persamaan (9)
n-1 kali menjadi ruas kiri dari persamaan (77) sehingga didapat:
H(c11 + c22 +.........+ cnn)= H(c11) + H(c22) +.........+ H(cnn)
dengan menggunakan (10) dan (76) menghasilkan
H(c11 + c22 +.........+ cnn) = c1H1 + c2H2 +.........+ cnHn
= c1W1 + c2W2 +.........+ cnWn
H(c11 + c22 +.........+ cnn) = W(c11 + c22 +.........+ cnn) (78)
yang merupakan suatu pembuktian yang lengkap.

70
Suatu contoh, fungsi gelombang keadaan stasioner 211, 121
dan 112 untuk partikel dalam kotak kubus adalah degerate dan kombinasi
linier c1211+ c2121+ c3112 merupakan suatu fungsi eigen dari partikel dalam
kotak kubus hamiltonian dengan nilai eigen 6h2/8ma2, suatu nilai eigen yang
sama untuk setiap 211, 121 dan 112.
Kombinasi linier c1211+ c2121 bukanlah suatu fungsi eigen dari H jika
1 dan 2 memiliki nilai eigen energi yang berbeda (H1=E11 dan H2=E22
dengan E1E2).

7. Nilai Rata-rata
Telah ditekankan dalam subbab 3.3 bahwa, ketika fungsi keadaan
bukan suatu fungsi eigen dari operator B, pengukuran B akan menghasilkan
salah satu dari sejumlah nilai yang mungkin (nilai eigen dari B). Sekarang kita
meninjau nilai rata-rata dari sifat B untuk sistem dengan keadaan .
Untuk menentukan nilai rata-rata B secara eksperiment, Kita ambil
beberapa kesamaan, sistem yang tidak berinteraksi dalam keadaan yang
sama dan kita mengukur B dalam setiap sistem. Nilai rata-rata B
(disimbolkan dengan B) yang didefinisikan sebagairata-rata aritmatik dari
nilai pengamatan b1, b2, ........., bN:
N

b
j 1
j
(79)
B
N
dimana N, jumlah sistem.
Selain dengan cara diatas, kita juga dapat menentukan nilai rata-rata
dengan cara, mengalikan setiap nilai dengan banyaknya nilai tersebut
teramati kemudian menjumlahkannya, sehingga:

n b b
(80)
B b

N
dimana nb adalah banyaknya b teramati. Misalnya suatu kelas terdiri dari 9
siswa mengikuti kuis, hasil kuis tersebut nilainya adalah: 0, 20, 20, 60, 60,

71
80, 80, 80, 100. Hitung rata-rata nilai dengan menggunakan persamaan (3-
79) dan (3-80):
dengan persamaan (3-79) didapat:
N

b
j 1
j
0 20 20 60 60 80 80 80 100
B 56
N 9
dan dengan persamaan (3-80) didapat:

n b b
1(0) 2(20) 2(60) 3(80) 1(100)
B b
56
N 9
Persamaan (3-80) dapat ditulis kembali sebagai:
n
B b b
b N

Karena N sangat besar, Nb/N merupakan kebolehjadian (Pb) pengamatan


nilai b, dan
B Pb b
b

(81)
Sekarang tinjau nilai rata-rata koordinat x untuk sistem satu partikel
satu dimensi dalam keadaan (x t). Koordinat x kontinyu disetiap range nilai
dan kebolehjadian pengamatan partikel antara x dan x + dx adalah II2 dx.
Penjumlahan dari kebolehjadian yang sangat kecil adalah sama dengan hasil
integrasinya sehingga (81) menjadi:

x ( x, t )
2
x dx

(82)
Untuk kasus satu partikel tiga dimensi, kebolehjadian menemukan partikel
dalam element volume pada titik (x, y, z) dengan tepi dx, dy, dz adalah
2
( x, y , z , t ) dxdydz

(83)
Jika kita inginkan kebolehjadian partikel berada pada antara x dan x+dx, kita
harus mengintegralkan persamaan (83) pada semua nilai yang mungkin dari
y dan z, sehingga (82) menjadi:

72




2
x ( x, y , z , t ) dydz xdx


2
x ( x, y , z , t ) xdxdydz

(84)
Sekarang tinjau nilai rata-rata dari beberapa sifat fisik B(x,y,z) yang
merupakan fungsi dari koordinat partikel. misalnya adalah energi potensial
V(x,y,z). Dengan alasan yang sama seperti yang diberikan pada persamaan
(3-84) menghasilkan:


2
B ( x, y , z ( x, y , z , t ) B ( x, y , z ) xdxdydz

(85)

B ( x, y , z ) * Bdxdydz

(86)
Secara umum, sifat B tergantung pada koordinat dan momentum:
B=B(x, y, z, Px, Py, Pz)
Sehingga untuk kasus satu partikel tiga dimensi, nilai rata-ratanya kita
postulatkan menjadi:


B * B x, y, z, i

, , dxdydz
x i y i z

B * Bdxdydz

(87)
Dimana B adalah operator mekanika kuantum
B * B (88)
dimana d menyatakan integral pada seluruh jangkauan 3n koordinat.
Fungsi keadaan dalam (88) harus ternormalisasi, karena kita mengambil *
sebagai rapatan kebolehjadian. Besaran B* dan *B tidak sama dengan
*B, kecuali B hanya merupakan fungsi koordinat. Dalam *Bd, satu
operator pertama pada dengan B untuk menghasilkan fungsi baru B,
kemudian dikalikan dengan *, dan mengintegralkannya pada seluruh ruang
sehingga menghasilkan suatu bilangan yaitu B.
Untuk keadaan stasioner, kita punya:

73
* B e iEt / * Be 1Et / e o * B * B

Karena B tidak mengandung turunan waktu sehingga tidak mempunyai faktor

efek waktu dalam , untuk keadaan stasionernya berlaku:

B * B (89)
Sehingga jika B tidak bergantung waktu, maka B tidak bergantung waktu

pada keadaan stasioner.

Tinjau kasus khusus dimana merupakan suatu fungsi eigen dari B;

B=k. Persamaan (3-88) menjadi:

B * B * kd k * d k

Karena ternormalisasi. Hasil ini cukup beralasan, karena k merupakan

hanya nilai yang mungkin kita dapatkan untuk B ketika kita melakukan

pengukuran.

Dari persamaan (88), dapat dinyatakan bahwa nilai rata-rata dari

suatu penjumlahan adalah jumlah dari nilai rata-rata.

B C B C (90)
Dimana B dan C adalah dua sifat. Meskipun demikian, nilai rata-rata dari

suatu perkalian sama dengan perkalian dari nilai rata-rata tidaklah selalu

benar.

BC B C

Nilai pengharapan sering digunakan untuk menggantikan nilai rata-rata. Nilai

pengharapan tidak harus salah satu dari nilai yang mungkin kita dapatkan

dari pengamatan. Misalnya jumlah rata-rata anak-anak terlahir dari seorang

wanita Amerika selama hidupnya adalah 1,94.

74
Contoh: Temukan x dan px untuk keadaan ground stasioner dari partikel

dalam kotak tiga dimensi.

Jawab.

Substitusi persamaan gelombang keadaan stasioner =f(x)g(y)h(z)

[pers. (62)] kedalam postulat nilai rata rata [pers. (3-89)] menghasilkan:

c b a
x xd f * g * h * xfghdxdydz
0 0 0

karena =0 diluar kotak. penggunaan persamaan (3-74) menghasilkan:


a b c a

x f ( x) dx g ( y ) dy h( z ) dz x f ( x)
2 2 2 2
x dx
0 0 0 0

karena g(y) dan h(z) masing-masing ternormalisasi, untuk keadaan ground,


nx=1 dan f(x)=(2/a)1/2sin(x/a). Sehingga:

x
a
2 a
x
a0 x sin 2 dx
a 2

(91)
sehingga:
c b a

p x * Pxd f * g *h* i f ( x) g ( y )h( z ) dxdydz
0 0 0
x
a b c

f * ( x) f ' ( x)dx g ( y ) dy h( z ) dz
2 2
px
i 0 0 0

a

px
i f ( x) f ' ( x)dx 2i
0
f 2 ( x) 0a 0 (92)

Dimana telah digunakan keadaan pembatas f(0)=0 dan f(a)=0.

8. Persyaratan Untuk Suatu Fungsi Gelombang Diterima

Untuk menyelesaikan partikel dalam kotak, kita membutuhkan yang

kontinyu. Kita sekarang membahas persyaratan lain dari fungsi gelombang

yang harus dipenuhi.

75
Karena * adalah kebolehjadian, kita akan mampu menormalisasi

fungsi gelombang dengan memilih konstanta normalisasi yang sesuai sebagai

pengali dari fungsi gelombang. Meskipun demikian, kita dapat melakukan ini

hanya jika integral di seluruh ruang * d ada. Jika integral ini ada,

dikatakan kuadrat terintegral. Sehingga kita secara umum membutuhkan

bahwa harus kuadrat terintegral. Hal yang penting adalah partikel tidak

terikat. Sehingga fungsi gelombang untuk keadaan tidak terikat dan partikel

bebas bukanlah kuadrat terintegralkan.

Karena * bukan merupakan rapatan kebolehjadian, dia harus

bernilai tunggal. Dia harus embarrassing jika teori kita memberikan dua

perbedaan nilai untuk kebolehjadian menemukan satu partikel pada titik

tertentu. Jika kita membutuhkan bahwa bernilai tunggal, maka diyakinkan

bahwa * juga akan bernilai tunggal. Sesuatu yang tidak mungkin untuk

memiliki banyak nilai (misalnya: (q) = -1, +1, i) dan masih memiliki *

bernilai tunggal.

Selain persyaratan kontinyu, kita juga mensyaratkan bahwa semua

turunan parsial /x, /y, /z dan seterusnya harus kontinyu (lihat

gambar 3-2). Dengan melihat kembali ke bab sebelumnya, kita telah

menemukan bahwa untuk partikel dalam kotak ada ketidak kentinyuan dari

fungsi gelombang pada dinding kotak; dan /x adalah nol dimanapun

diluar kotak, tetapi pada persamaan sebelumnya (2-23) kita temukan bahwa

/x tidak sama dengan nol pada dinding. diskontinyuitas pada terjadi

karena lompatan energi potensial yang sangat sangat besar pada dinding

76
kotak. Untuk kotak dengan ketinggian tertentu adalah kontinyu (sub bab

2.4).

9. Kesimpulan
Operator adalah Suatu aturan yang digunakan untuk mengubah satu
fungsi menjadi fungsi lain. penjumlah dan perkalian dari suatu operator
didefinisikan sebagai (A+B)f(x) Af(x) + Bf(x) dan ABf(x) A[Bf(x)].
Komutator dari dua operator adalah [A,B] AB-BA. Operator dalam mekanika
kuantum adalah linier, yang berarti bahwa memenuhi A[f(x)+g(x)] = Af(x) +
Ag(x) dan A[cf(x)]=cAf(x). Fungsi eigen F i dan nilai eigen bi dari operator B
mengikuti BFi=biFi.
Postulat mekanika kuantum dapat diterangkan:
(a) Keadaan dari suatu sistem digambarkan oleh fungsi gelombang
(fungsi keadaan atau fungsi gelombang) dari koordinat-koordinat dan
waktu. adalah bernilai tunggal, kontinyu dan kuadratnya terintegral
(kecuali keadaan tidak terikat).
(b) Untuk setiap sifat fisika B dari sistem, terdapat hubungan suatu
operator. Operator ini didapat dengan mengambil penjelasan mekanika
klasik untuk sifat dalam term koordinat kartesian dan momenta dan
menggantikan stiap koordinat x dengan x dan setiap komponen
momentum Px dengan -( /i)(/x).
(c) nilai Hanya mungkin dapat dihasilkan dari suatu pengukuran sifat B
adalah nilai eigen bi dari persamaan Bgi=bigi, dimana fungsi eigen g i
adalah memenuhi persyaratan yang disebut well behaved.
(d) Nilai rata-rata dari sifat B diberikan oleh B * B , dimana
adalah fungsi keadaan sistem.
(e) Fungsi keadaan dari sistem yang tak terganggu berubah dengan waktu
menurut -( /i)( /t)= , dimana adalah operator hamiltonian
(operator energi) dari sistem.

77
(f) Untuk sistem n partikel tiga dimensi, nilai persamaan (56) adalah
kebolehjadian menemukan partikel sistem dalam daerah yang sangat
kecil .

Operator Hamiltonian untuk n partikel sistem tiga dimensi adalah =-


n (/2mi)Vi2 + V, dimana Vi2=2/xi2 + 2/yi2 + 2/zi2. Persamaan
Schrodinger tak bergantung waktu adalah = E.
Fungsi gelombang keadaan stasioner dan tingkat energi dari partikel
dalam kotak tiga dimensi didapatkan dengan menggunakan pemisahan
variabel.
Derajat degeracy dari suatu tingkat energi adalah bilangan linier yang
tidak bergantung fungsi gelombang yang berhubungan dengan nilai energi.
kombinasi linier dari fungsi gelombang dari tingkat degerate dengan energy
W adalah suatu fungsi eigen dari dengan nilai eigen W.
POSTULAT MEKANIKA KUANTUM

1. Postulat

Postulat adalah satu set pernyataan dasar yang kebenaran telah diuji

secara eksperimen. Dalam mekanika kuatum, postulat berkaitan dengan sifat-

sifat atom dan molekul, sehingga agak sukar dimengerti. Bagaimanapun,

postulat diuji kemampuannya untuk meramalkan dan mengkorelasikan hasil

eksperimen serta pemakaiannya secara umum agar dapat diakui dan diterima

kebenarannya. Sebelum membicarakan tentang postulat, terlebih dahulu

difahami mengenai term variabel dinamis dan oservable. Setiap sifat

sistem yang ditinjau disebut variabel dinamis, sebagai contoh: posisi r, energi

E, Momen linier sepanjang sumbu x (Px) adalah variabel-variabel dinamik.

Sedangkan observable adalah variabel dinamis yang dapat diukur. Di dalam

mekanika klasik semua variabel dinamis adalah observable, tetapi tidak

78
demikian halnya dalam mekanika kuantum. Sebagai contoh: momentum

disatu titik yang posisinya tertentu bukanlah suatu observable (Prinsip ketidak

pastian).

Postulat I.

Suatu keadaan sistem dinamis yang terdiri dari N partikel dapat digambarkan

secara lengkap oleh fungsi (q1, q2, , q3n, t) sedemikian sehingga

kuantitas d sebanding dengan probabilitas untuk mendapatkan q 1

diantara q1 dan q1 + dq1, q2 diantara q2 dan q2 + dq2 dan seterusnya pada

waktu tertentu t.

Postulat ini menyatakan bahwa sifat sistem terkandung di dalam fungsi

(biasa disebut fungsi gelombang) yang merupakan fungsi koordinat N

partikel dan waktu t. Jika waktu t terkandung di dalamnya secara eksplisit,

maka fungsi disebut fungsi gelombang bergantung waktu.

Bila sifat observable sistem tidak berubah terhadap waktu, sistem

dikatakan berada dalam keadaan stasioner dan fungsi gelombangnya disebut

fungsi gelombang keadaan stasioner. Fungsi gelombang dapat berupa

kompleks sehingga densiti probabilitas (rapat kebolehjadian) dan * adalah

hasil kali dengan kompleks konjugasinya *.

Supaya fungsi ini sesuai dengan keadaan fisiknya maka harus

memenuhi beberapa persyaratan tertentu:

1. Fungsi harus bersifat kontinyu yang berarti bahwa turunan pertama

dan keduanya juga bersifat kontinyu (Fungsi Eigen).

2. Fungsi harus berharga tunggal (Single Value atau Nilai eigen)

79
3. Fungsi harus memiliki kuadrat terintegralkan (integrable square)

Disini dapat diinterpretasikan bahwa fungsi harus finit dimanapun. Dengan

kata lain, fungsi akan menuju nol pada tak terhingga (). Persyaratan ini

juga bertalian dengan postulat bahwa *d adalah suatu kebolehjadian

(probabilitas). Persyaratan kuadrat terintegralkan adalah bertalian dengan

persyaratan bahwa kebolehjadian mendapatkan sistem diseluruh ruang harus

finit.

Keadaan khusus terpenuhi bila integral keseluruh ruang

*d = 1 (1)

dimana fungsi dikatakan ternormalkan. Arti fisiknya untuk sistem partikel

tunggal adalah bahwa kebolehjadian mendapatkan partikel di daerah ruang

harus sama dengan satu.

Postulat II.

Untuk setiap sifat observable sistem terdapat operator hermite linier

yang bertalian dan sifat fisika observable dapat diperoleh dari sifat

matematika operator yang bertalian.

Sifat ini menjamin diperolehnya jawaban real dalam perhitungan

observable. Operator hermite didefinisikan oleh hubungan;

i* jd = j **id (2)

dimana i* danj adalah sembarang fungsi yang memenuhi hubungan di

atas dan adalah operator hermite. Pengintegralan di atas adalah

pengintegralan keseluruh ruang yang juga dapat dituliskan dalam bentuk

tanda kurung dirac.

i* jd = (jII) atau jII (3)

80
sedangkan:

i*jd = (jI) atau jI (4)

Dengan demikian persamaan yang menjadi syarat operator Hermite dapat

ditulis menjadi:

(ij)= (ji)* (5)

Theorema bahwa nilai eigen dari operator Hermite harus riel, bisa dibuktikan

dengan cara berikut ini: Andaikan terdapat satu set fungsi eigen I dari

beberapa operator Hermite , sehingga

ii =aii (6)

Dan kompleks konjugasi persamaan ini adalah:

i*i * = ai*i* (7)

Jika persamaan (6) dikalikan i* dan (7) dikalikan i lalu

diintegralkan, maka didapat hubungan:

(ii) = (iaii) = ai (ii) (8)

dan (i i)* = (iaii)* = ai (ii)* (9)

term ai dan ai* dapat dikeluarkan dari pengintegralan karena merupakan

konstanta.

Karena dipostulatkan sebagai operator hermite, maka ruas kiri

persamaan (8) dan (9) harus sama, sehingga:

ai (ii) = ai (ii)* (10)

Berhubung i dan i* adalah fungsi (bukan operator), maka urutan

perkaliannya immaterial yaitu:

(ii) = (ii)* (11)

81
sehingga ai = ai* yang berarti bahwa nilai eigen ini haruslah nyata (real)

karena hanya bilangan nyata yang memiliki harga yang sama dengan harga

kompleks konjugasinya

Postulat III

Andaikan suatu operator yang bertalian dengan suatu observable dan

terdapat satu set sistem identik dalam keadaan s. Andaikan pula bahwa s

adalah fungsi eigen dari operator , sehingga s=ass dimana as adalah

bilangan (nilai eigen), maka jika seorang membuat sederet pengukuran

kuantitas yang bertalian dengan pada anggota set yang berbeda, akan

selalu diperoleh jawaban as, hanya bila s dan memenuhi kondisi itu,

eksperimen akan memberikan hasil yang sama di dalam setiap

pengukurannya.

Ini adalah salah satu postulat yang menjembatani formulasi

matematika mekanika kuantum dengan pengukuran eksperimen di dalam

laboratorium. Sebagai contoh, ingin dihitung energi-energi yang dibolehkan

bagi sistem atomik atau molekular dan membandingkannya dengan hasil

eksperimen. Postulat III menyatakan bahwa pengukuran energi pada satu

seri sistem identik agar tepat hasilnya (repreducible), maka keadaan sistem

harus digambarkan oleh fungsi yang merupakan fungsi eigen dari operator

Hamiltonian yang bertalian dengan energi total.

Dengan demikian masalahnya disederhanakan menjadi mencari n dan

En yang memenuhi persamaan nilai eigen:

n = En n (12)

82
Substitusikan pada sistem partikel tunggal akan menghasilkan:

- 2/2m V2 + V = E

(13)

atau

2/2m V2 + (E V) = 0 (14)

Persamaan terakhir di atas dinamakan Persamaan gelombang

Schrodinger untuk keadaan stasioner partikel-partikel. Prosedur serupa

digunakan bila ingin menghitung sifat yang lain dari sistem dengan memilih

operator yang sesuai.

Postulat IV

Diberikan suatu operator dan satu set sistem identik yang

dinyatakan oleh s yang bukan fungsi eigen dari . Sederet pengukuran sifat

yang bertalian dengan pada anggota set yang berbeda, tidak akan

memberikan hasil yang sama, melainkan akan diperoleh suatu distribusi

dengan harga rata-rata:

a'
s s
a' (15)

s s

Persamaan ini dinamakan teorema harga rata-rata yang memberikan

hasil eksperimen bila sistem tidak digambarkan oleh suatu fungsi eigen dari

suatu operator yang terlibat di dalamnya. Simbol <a> disebut harga rata-

rata atau harga yang diharapkan dari kuantitas yang bertalian dengan .

Tentu saja bila s merupakan fungsi eigen dari maka harga rata-rata akan

sama dengan nilai eigen.

83
Kebanyakan riset modern dibidang kimia kuantum dan spektroskopi

bertalian dengan fenomena ketergantungan terhadap waktu, sehingga perlu

diketahui perubahan fungsi (q,t) terhadap waktu. Untuk itu diperkenalkan

postulat V.

Postulat V

Evolusi vektor keadaan (State vector) (q, t) dalam waktu diberikan oleh

hubungan:

i /t = (16)

dimana adalah operator Hamiltonianm. Hubungan di atas disebut

persamaan Schrodinger tergantung waktu. Bila tidak tergantung secara

eksplisit pawa waktu, maka akan selalu mungkin untuk mendapatkan

jawaban formal yang berbentuk:

(q,t) = o(q) e-(i/)At (17)

Dengan substitusi akan diperoleh

i (-i/)Ao(q) e-(i/)At = e-(i/)At o(q) (18)

atau Ao(q) = o(q) (19)

2. Aplikasi Postulat Pada Sistem Sederhana

Ditinjau dari partikel yang bergerak dalam kotak satu dimensi, partikel

dalam kotak satu dimensi bergerak sedemikian hingga potensial energi di

dalam kotak sama dengan nol dan diluar kotak tak bergingga. Panjang kotak

84
adalah a. Observable yang menarik perhatian adalah energi partikel sehingga

operator yang bertalian adalah operator Hamiltonian .

Menurut postulat III, untuk memperoleh hasil yang sma dari sederet

pengukuran sistem identik maka keadaan setiap partikel harus merupakan

fungsi eigen dari operator . Dengan demikian untuk memperoleh harga

energi yang dibolehkan serta fungsi gelombang partikel, persamaan nilai

eigen n = Enn harus diselesaikan. Penyelesaian dibagi menjadi dua

bagian yakni di dalam dan di luar kotak. Di luar kotak:

= 2/2m (d2/dx2) (20)

sedangkan V = , sehingga:

2/2m (d2/dx2) + (E - ) = 0 (21)

atau d2/dx2 = (22)

0 x a
Gambar I. Partikel bergerak dalam kotak satu dimensi energi potensial =0

Diantara x=0 dan x=a serta dimanapun diluar kotak V =

Dengan demikian satu-satunya penyelesaian diluar kotak adalah =0

yang berarti kebolehjadian mendapatkan partikel diluar kotak adalah nol.

Didalam kotak, karena V=0, maka persamaan nilai eigen menjadi:

2/2m (d2/dx2) + E = 0 (23)

85
atau d2/dx2 = -2mE/2 (24)

Ini adalah persamaan differensial order dua yang penyelesaiannya adalah

suatu fungsi yang bila dideferensilakan dua kali akan memberikan fungsi itu

sendiri dikalikan suatu konstanta.

Pertama kali dicoba fungsi dalam bentuk =A sin ax, bila

dideferensialkan dua kali akan memberikan:

d/dx = a A cos ax (25)

d2/dx2 = d a A cos ax /dx = -a2 A sin ax = -a2 (26)

Yang identik dengan persamaan diatas bila: a2 = 2mE/2

Jadi = A sin ax adalah suatu penyelesaian.

Sekarang diterapkan syarat bata. Persyaratan bahwa fungsi harus

berharga tunggal mengandung arti bahwa harus sama dengan nol pada

ujung-ujung kotak (tepi kotak). Sehingga (0)= (a)=0. Untuk tidak

mengacaukan maka panjang kotak yang semula dikatan a diganti = l

berhubung a sudfah digunakan di dalam persamaan dibelakang tanda sin

pada fungsi . Jadi (0) = (l)=0. Jadi (0) adalah jelas nol tetapi (l) = A

sin ax = hanya bila a, l = n dengan n= bilangan bulat.

dengan demikian:

a = n /l (n = 1, 2, 3, ....)

a2 = n22/l2 = 2mE/2 (27)

sehingga energi yang dibolehkan untuk dimiliki partikel adalah:

En = n222/2ml2 = n2h2/8ml2 (28)

yang berarti harus diskret.

86
Untuk melengkapi perhitungan gelombang maka fungsi harus

dinormalkan, sehingga:

o n (A Sin (nx/l))2dx = 1 (29)

Bila dievaluasi integral ini akan memberikan A=(2/l) 1/2, secara ringkas fungsi

gelombang dan energi yang dibolehkan untuk partikel di dalam kotak adalah:

n = (2/l)1/2 Sin nx/l (30)

En = n2h2/8ml2 (31)

Hasil-hasil tersebut dapat dilihat pada gambar 2 berikut:

n n2

n=3

n=2

n=1
0 l 0 l

Gambar 2. Skema En, n dan n2 bagi partikel


yang bergerak dalam kotak satu dimensi.

87
Untuk bilangan kuantum n yang sama, bila partikel bertambah berat atau

kotak bertambah besar, maka tingkat energi akan semakin rapat satu sama

lain. Hanya bila kuantitas ml2 memiliki orde yang sama dengan b 2 akan

memberikan harga tingkat energi yang penting di dalam eksperimen. Formula

mekanika kuantum akan memberikan hasil serupa mekanika klasik bila

ml2>> h2.

Prinsip korespondensi menyatakan bahwa hasil mekanika kuantum

harus jadi identik dengan hasil klasik jika n menjadi amat besar. Yang penting

lainnya adalah hubungan antara tingkat energi dengan jumla node (simpul)

pada fungsi gelombangnya. Bila kedua node pada ujung/tepi kotak diabaikan,

maka fungsi gelombang n terdapat n-1 simpul. Node adalah titik dimana

fungsi gelombang menjadi nol. Sifat umum fungsi gelombang adalah semakin

banyak jumlah simpul pada fungsi gelombang, semakin besar energi pada

strata yang bersangkutan. Makin banyak jumlah simpul sepanjang kotak,

makin pendeklah panjang gelombangnya.

Menurut hubungan dBroglie, jika panjang gelombang semakin kecil,

maka momentum dan energi kinetik partikel bertambah besar. Beberapa sifat

lain daripada partikel di dalam kotak akan ditinjau. Misalnya kita akan

mengukur komponen momentum sepanjang sumbu x dari partikel pada

tingkat energi terendah. Operator yang cocok untuk perhitungannya adalah

i(d/dx).

Px = -i d(A sin (x/l)/dx = -iA (/l) cos (x/l) (32)

88
Jelaslah bahwa 1 bukan fungsi eigen dari Px, sehingga sesuai dengan

postulat IV, sederet pengukuran Px tidak akan memberikan hasil yang sama.

Dengan Teorema ini diperoleh:

Px = al 1Px 1*/ al 12dx

= 1/2 al sin (x/l)(-i/l) cos (x/l) dx/1 = 0 (33)

Harga rata-rata dari sejumlah pengukuran Px pada stu set sistem identik

adalah nol.

Sekarang ditinjau kuadrat momentum sepanjang x yang operatornya

adalah i2(d2/dx2) sehingga:

- 2(d2/dx2) A sin (x/l) = 22/l2 A sin (x/l) (34)

sehingga adalah fungsi eigen dari P x2 dan satu seri pengukuran P x2 pada

satu set sistem identik akan memberikan hasil yang sama yakni nilai eigen:

(Px2)1 = 22/l2 = 2mE1 (35)

Bila diambil harga akarnya, maka:

(Px2)1 = (2mE1)1/2 (36)

Hasil ini menimbulkan dilema yang menarik. Sebelumnya telah diperoleh

bahwa harga rata-rata atau harga yang diharapkan: (P x)1=0, padahal di atas

diperoleh bahwa (Px)1 = (2mE1)1/2. Kontradiksi ini dipecahkan dengan

meninjau arti postulat III dan postulat IV.

Karena pengukuran Px2 selalu memberikan hasil 2mE1, maka

momentum Px harus senantiasa plus atau minus (2mE 1)1/2. Pengukuran

tunggal Px akan memberikan salah satyu dari harga tersebut. Apa yang

dimaksudkan oleh postulat harga rata-rata adalah bahwa sejumlah

89
pengukuran Px memberikan kemungkinan untuk memperoleh (Px) 1=

+(2mE1)1/2 sebanyak kemungkinan untuk mendapatkan (Px) 1=-(2mE1)1/2,

sehingga harga rata-ratanya akan menjadi nol. Yang penting adalah tidak

pernah diketahuinya apakah hasil eksperimen akan memberikan harga yang

plus atau minus (2mE1)1/2. Dengan demikian bisa dikatakan bahwa terdapat

ketidak pastian momentum dan besaran dari ketidak pastian tersebut adalah

2(2mE1)1/2. Jadi bila kita mengetahui partikel berada pada keadaan n, maka

posisi partikel adalah disuatu tempat didalam kotak. Sehingga ketidak pastian

koordinat x dari partikel adalah panjang kotak x, 1.

Cukup menarik kiranya untuk mengetahui hasil kali ketidak pastian

posisi dan momentum partikel dalam kotak, yaitu sebesar:

XPx 1x2(2mE1)1/2 2l x n /l nh (37)

Harga yang terendah adalah bila n=1, sehingga:

XPx h (38)

Ini adalah bentuk ketidak pastian Heisenberg yang menyatakan bahwa

pengukuran serentak posisi dan momentum suatu partikel tidak akan

memberikan ketelitian yang lebih besar dari pada tetapan Planck h. Tetapan

Planck, h adalah bilangan yang sangat kecil sehingga jelaslah bahwa prinsip

ketidak pastian tidak dapat diterapkan pada pengukuran sistim berdimensi

besar atau partikel bermassa besar. Bentuk yang lebih lengkap atau umum

dari prinsip ketidak pastian adalah :

XP 1/2 h (39)

dimana: x = ((x2)-(x)2)1/2

P = ((P2)-(P)2)1/2 (40)

90
Fakta lain yang menarik dari partikel di dalam kotak adalah semua fungsi

gelombangnya memiliki integral :

(i/j)=0 untuk ij

Jika integral di atas dipenuhi maka fungsi gelombang I dan j dikatakan

orthogonal. Harga integral dari sepasang fungsi gelombang dalam kotak

disebut delta kronecker:

ij = ( i/j) (41)

Sifat yang dimiliki oleh delta Kronecker adalah ij = 1 untuk i=j dan ij untuk

ij. Hubungan integral di atas mengandung arti bahwa setiap fungsi

dinormalkan dan semua pasangan fungsi bersifat orthogonal. Bila hubungan

tersebut dipenuhi, maka set fungsi disebut set orthonormal.

Sifat orthogonalitas fungsi amatlah penting dalam kemanika kuantum

dan kimia kuantum umumnya. Penyelesaian yang paling umum untuk

d2/dx2=-2mE/ 2 adalah:

= A sin ax + B cos ax (42)

Dan = A e-iax + B e+iax (43)

Untuk partikel dalam kotak tiga dimensi, persamaan nilai eigen di dalam

kotak adalah:

- 2/2m V2 = E (44)

atau d2/dx2 + d2/dy2 + d2/dz2 = -2mE/2()

(45)

Untuk menyelesaikannya diperlukan teknik pemisahan variabel, yaitu mencari

penyelesaian dari = X(x)Y(y)Z(z) dimana X, Y dan Z masing-masing hanya

merupakan fungsi x, y dan z saja. Dengan substitusi akan diperoleh:

91
YZ (2X/x2)+ XZ (2Y/y2) + XY (2Z/z2) = -2mE/2(XYZ) (46)

Bila dibagi dengan XYZ dan kemudian ditata ulang akan didapatkan

hubungan:

1/X (2X/x2) + 1/Y (2Y/y2) + 1/Z (2Z/z2) = -2mE/2

(47)

1/X (2X/x2) + 1/Y (2Y/y2) + 2mE/2 = -1/Z (2Z/z2)

(48)

Hubungan di atas harus dipenuhi untuk semua harga x, y dan z. Ini bisa

benar hanya jika kedua ruas persamaan sama dengan konstanta. Dalam hal

ini dipilih 2mEz/2 sebagai kontanta sehingga:

-1/Z (2Z/z2) = 2mEz/2 (49)

dan penataan ulang memberikan:

1/X (2X/x2) + 2m(E-Ez)/2 = -1/Y (2Y/y2) (50)

seperti sebelumnya maka kedua ruas persamaan harus sama dengan

konstanta yang dalam hal ini adalah 2mEy/2, sehingga:

-1/Y (2Y/y2) = 2mEy/2 (51)

dan 1/X (2X/x2) = - 2m/2 (E Ez Ey) = -2mEx/2 (52)

Persamaan-persamaan di atas adalah serupa dengan persamaan partikel di

dalam kotak satu dimensi, hanya saja diganti dengan X, Y dan Z sedangkan

E diganti dengan Ex, Ey dan Ez.

Bila a, b dan c adalah sisi kotak sepanjang x, y dan z, maka:

X = (2/a)1/2 sin (nx/a) Ex = nx2h2/8ma2

Y = (2/b)1/2 sin (ny/b) Ey = ny2h2/8mb2

Z = (2/c)1/2 sin (nz/c) Ez = nz2h2/8mc2

92
Dan

XYZ = (8/abc)1/2 sin (nx/a) sin (ny/b) sin (nz/c)

(53)

E = Ex + Ey + Ez = h2/8m (nx2/a2 + ny2/b2 + nz2/c2)

(54)

Jika ketiga sisi sama, a = b = c, maka:

E = h2/8ma2 (nx2 + ny2 + nz2) (55)

Andai ditinjau keadaan berikutnya yaitu yang kedua setelah keadaan

berenergi terendah, yaitu keadaan dengan n = 2 dan dua lainnya masing-

masing 1 (ingat adanya nx, xy dan nz!), maka:

E = (h2/ma2) (56)

Ternyata ada tiga kombinasi yang berbeda dari pada bilangan kuantum yang

dapat memberikan harga energi tersebut tadi. Jika harga nx, ny dan nz

dituliskan di depan energi, maka:

E (2, 1, 1) = E(1, 2, 1) = E(1, 1, 2) = (h2/ma2) (57)

Bila lebih dari satu keadaan memiliki energi yang sama, maka

keadaan-keadaan tersebut dikatakan berdegenerasi. Jumlah keadaan yang

berenergi sama merupakan tingkat degenerasinya sehingga untuk hal di atas

dikatakan degenerasi lipat tiga.

Model kotak satu dimensi berhasil mengkorelasikan panjang

gelombang maksimum absorbsi beberapa molekul yang memiliki ikatan

rangkap terkonjugasi. Penyelesaian masalah pada kotak tiga dimensi

digunakan pada penurunan pernyataan fungsi partisi translasi dalam

mekanika statistik. Pemisahan variabel dalam masalah tiga dimensi adalah

93
prosedur yang sering dipakai dalam kimia kuantum. Aturan umumnya adalah

bila operator H = i hi. Maka jika setiap hi dapat dinyatakan sebagai fungsi

koordinat tunggal dan turunannya selalu dapat ditulis dalam bentuk:

= ii(qi) (58)

Begitu pula energi total dapat dinyatakan sebagai jumlah dari energi

orbital tunggal Ei, sehingga:

E = i E i (59)

Dimana I berlaku untuk semua koordinat partikel. Metode pemisahan variabel

digunakan secara luas dalam sistem banyak elektron dengan menggunakan

asumsi model partikel bebas.

TEORI PERTUBASI

Mempelajari bagian kedua dari mekanika kuantum metoda aptoximasi

teori partubasi.

Seandainya suatu system yang tidak bergantung waktu Hamiltonian H

dan tidak bisa diselesaikan dengan menggunakan persamaan Schrodinger

H n = En . n (1 )

Untuk ef dan ev yang akan mucul, seandainya juga Hamiltonian H hanya

berbeda dari Hamiltonian H o dari system berdasarkan persamaan

schrodinger

H on(o) = En(o) . n(o) (2 )

Untuk menyelesaikan suatu contoh yang satu dimensi osilator non

harmonik :

H dy = -2/2m . d2/dx2 + kx2 + Cx3 + dx4 (3 )

94
Hamiltonian (3 ) akan mendekati Hamiltinian untuk :

H o = - -2/2m . d2/dx2 + kx2 (4 )

Osilator harmonik, jika C & D konstan dalam (3 ) kecil, kita mengharapkan ef

dan ev dari osilator non harmonik akan mendekati osilator harmonik.

Sistem ini bias disebut dengan Hamiltonian H o system non partubasi,

system dengan Hamiltonian H adalah partubasi system, perbedaan diantara

w Hamiltonian adalah partubasi , H

H = H - H o
(5 )

H = Ho + H (6 )

( Hal ini didak menjelaskan perbedaannya ) untuk osilator non harmonik

dengan Hamiltonian (3 ) hubungan partubasi dengan osilator harmonik

adalah :

H = Cx3 + dx4 (7 )

Dalam H on(o) = En(o) . n(o) , En(o) dan n(o) disebut energi non

pertubasi dan non pertubasi fungsi pusat n, untuk Ho sama dengan osilator

harmonik Hamiltonian (4) En(o) adalah (n + )hv, dimana n adalah non(-)

integer ( n digunakan pada v yang konsistensi pada teori perbutasi notasi )

Catatan bahwa tanda (o) bukan berarti putaran pusat. Teori perbutasi bias

diaplikasikan ke bagian lain, laben n dimana pusat berada. Tanda (o)

menandakan system non perbutasi.

Tugas kita menghubungkan ev dan ef yang tidak diketahui pada

perbutasi system untuk ev dan ef yang diketahui pada non perbutasi system.

Untuk menghasilkan yang demikian, kita akan menggambarkan aplikasi

95
perbutasi, yang memberikan perubahan yang secara terus-menerus dari non

perbutasi ke perbutasi system secara matematik, Hasil ini menjelaskan

parameter x terhadapa Hamiltonian, sehingga :

H = H o
+ xH (8 )

Dimana x = 0, siste akan non pertubasi., karena x meningkat, pertubasi

akan meningkat dan x = 1 pertubasi akan penuh hidup kita akan mengenali

x sebagai konvenen dalam hubungan pertubasi dan non pertubasi ef dari

utimasi kita bias meletakkan x = 1 dimana terjadi eliminasi.

2 Teori Perturbasi nondegenerate

Perturbasi ada dua macam, yaitu tingkat energi turbasi degenerate dan

nondegenerate, pada bagian ini dipelajari efek dari perturbasi tingkat

nondegenerate.

Bilan (0)
pada fungsi gelombang beberapa partikel dengan energi En (0)
,

maka n menjadi fungsi perturbasi n (0)


yang dikonversi dari persamaan

(1) dan (.7), persamaan Scrodinger untuk keadaan perturbasi:

Hn =( H0 + H) n = Enn

Operator Hamiltonian bergantung pada parameter dengan eigen fungsin

dan eigen value En bergantung pada

n = n (,q) dan En = En()

q= koordinat-koordinat

Bila dimasukkan harga n dan En dalam seri Taylor untuk :

n = n(=0 + n /)=0 + 2n /2)=0 2/2! + (9)

96
En = En(=0 + En /)=0 + 2En /2)=0 2/2! + (10)

Dari hipotesis, = 0 n dan En n(0) dan En(0)

n(=0 = n(0) dan En = En(=0 = En(0)

Kita akan memperkenalkan persamaan berikut :

n (k)
= 1/k! kn /)=0 , En(k) = 1/k! En(=0 + kEn /)=0

Persamaan (.9) dan (.10) menjadi :

n = n(0)+n(1) + 2 n 2 + + k n k + . (11)

En = En(0)+En(1) + 2 En 2 + + k En k + (12)
.

Untuk K = 1,2,3, ., kita menamakan n k


dan En(k) koreksi order kth

fungsi panjang gelombang dan energi. Kita akan mengasumsikan seri (13)

dan (14) dengan mengkomversi =0 dan kita mengharapkan bahwa

untuk perturbasi kecil, hanya menerima sedikit bagian yang akan

memberikan aproximasi yang bagus untuk energi nyata dan fungsi

gelombang.

Kita dapat mengambil n(0) ternormalisasi < n(0) I n(0) >=1

walaupun ternormalisasi akan membuktikan bahwa :

< n(0) I n>=1

Jika tidak sesuai dengan persamaan ini, kemudian implikasin

dengan konstanta 1/< n(0) I n> memberikan turbulasi fungsi gelombang

yang sesuai dengan yang kita inginkan, kondisi < n(0) I n>=1 disebut

normalisasi intermediete suatu derivasi sederhana. Catatan bahwa

multifikasin dengan sebuah konstanta tidak merubah energi pada

persamaan Scrodinger, Jadi menggunakan normalisasi intermedit tidak

97
mempengaruhi hasil dari koreksi energi. Jika mengiginkan akhir dari

perhitungan normalisasi dalam intermeditn dikali dengan konstanta untuk

menormalkan.

Substitusi dari (13) 1= < n(0) I n(0)> memberikan :

A=< n(0) I n(0)>+ < n(0) I n(1)>+ 2 < n(0) I n(2)>+

Karena persamaan ini benar untuk semua nilai dari dalam range 0

hingga 1, koofisien energi pada setiap sisi pada persamaan harus sama,

dibuktikan pada persamaan terdahulu. Persamaan koofisien 0 1= < n(0) I

n(0)> , yang dipenuhi jika n(0) ternormalisasi. Persamaan

koefisien 1, 2 dan lain-lain, memiliki :

< n(0) I n(1)> = 0 , < n(0) I n(2)> = 0 (13)

Koreksi umum fungsi gelombang orthogonal n(0) saat ternormalisasi

intermediate digunakan. Substitusi (13) dan (14) dalam persamaan

schrodinger didapat :

( H0+ H1)( n(0) + n(1)+ 2 n(2)+)= (En(0) + En(1)+ 2 En(2)+) (

n(0) + n(1)+ 2 n(2)+)

Mengumpulkan energi , kita dapatkan :

( Hn(0) + (H1n(0) +H0 n(1)+ 2(H0 n(2)+Hn(1)+)= (En(0) n(0) +(En(0)

n(1))+ 2(En(2) n(0) +En(1)n(1)+ En(0) n(2)+( 14)

Asumsikan konvergen yang sesuai untuk dua seri pada tiap bagian dari (14)

menjadi sama untuk tiap nilai dari yang berbeda, koefisien daya dari

dalam dua seri haus sama.Koefisien persamaan dari 0, H0n(0) = En0n(0)

98
yang merupakan persamaan Cshrodinger nonperkubasi, persaman (2) dan

tidak memberikan informasi yang baru.

Koefisien persamaan dari kita dapat :

H1n(0) + H0n(1) = En1n(0) + En0n(1)

H0n(1) -En0n(1) = En1n(0) - H1n(0) .. (17)

Koreksi energi orde pertama

Untuk mendapatkan En 1kita mengalikan (17) dengan n(0) dan

diintegrasikan sehingga didapat

< n(0) I H(0) n(1) > - En(0) < n(0) I n(1)> = En(1)< n(0) I n(0) > < n(0) I

H I n(0)> . (18)

Dimana notasi Bracket persamaan digunakan operator H adalah Hermitian

dan menggunakan sifat Hermitian untuk persamaan pada bagian kiri dari

(19):

< n(0) I H I n(1)> = < n(1) I H0 I n(0)> * = < n(1) I H0 I n(0)> *

= < n(1) I H0 I n(0)>* = < n(0) I H1I n(0)> * =

< n(0) I H0I n(1)> . (19)

Dimana kita gunakan persamaan Schrodinger nonperkubasi operator H n(0)

= En0 n(0) , Em= 0 adalah real dan substitusi dari (19) ke (18) dan

digunakan persamaan ortonormal < n(0 I n(0)> =mn untuk eigen

fungsi nonperkubasi diberikan :

(Em0 En0)) (n(0 I n(1) = En1 mn - n(0 )In(0)>

Jika m=n, bagian kiri dari sebelumnya sama dengan nol dan (20) menjadi:

(Em0 En0)) (n(0 I n(1) = En1 mn - n(0 )In(0)>

99
Koreksi orde pertama untuk energi diperoleh dari rata-rata perkubasi

operator H yang sesuiai dengan fungsi gelombang nonperkubasi ,paa

prsamaan (14) kita dapat :

En= En +En(1) = En0 + int n(0)* H n(0) d . (21)

APLIKASI MEKANIKA KLASIK DAN MEKANIKA KUANTUM

Setelah mempelajari sekian banyak tajuk, mahasiswa diharapkan agar

dapat :

Memahami dan menerapkan tentang jenis ikatan antara atom dan

penggolongannya,

tentang jenis-jenis ikatan antar molekul, mengetahui fungsi gelombang

orthonormal dari orbital hibrida, dapat menentukan energi elektro pi

dengan menggunakan pendekatan terkonjugasi, dapat menentukan energi

elektron pi dengan metode HMO.

1.Ikatan Antar Atom

atom secara umum dapat di bagi menjadi dua golongan :

1. atom elektropositif yaitu atom yang lebih gemar melepaskan electron

daripada menangkapnya. Atom ini memiliki potensial ionisasi dan

elektronegativitas yang lebih rendah.

100
2. atom elektronegatif yaitu atom yang lebih suka menangkap electron
daripada melepaskannya. Atom ini memiliki elektronegativitas dan
potensial ionisasi yang relatif tinggi.
Dengan demikian ikatan antar atom dapat digolongkan menjadi :

1. Ikatan logam yaitu ikatan antar atom elektropositif dimana inti atom
yang diberikatan seakan tenggelam dalam awan elektron yang
menggelilinginya.
2. Ikatan kovalen yaitu ikatan antar atom elektronegatif karena

penggunaan bersam pasangan elektron.

3. Ikatan ionik yaitu ikatan antar atom elektropositif dengan atom

elektronegatif karena ada trasfer elektron dari atom elektropositif ke

atom elektronegatif.

Secara umum dapat dinyatakan bahwa ikatan antar atom di dalam

molekul tidak bersipat mutlak melainkan merupakan kombinasi (campuran)

dari ikatan ionik, kovalen dan / atau ikatan logam.

Sebagai panduan molekul L i2 dipandang berikatan seratus persen

ikatan logam, molekul CsF berikatan seratus persen ionik.

Li2

CsF F2

101
Perhatikan segitiga sama sisi di atas, dimana molekul AB memilki karakter
ikatan yang dinyatakan oleh fungsi gelombang :
AB = a. AB log am + b. AB kovalen + C.. AB ionik

Di sini a2 + b2 + c2 = 1.

A2 = persen karakter ikatan logam

B2 = persen karakterikatan kovalen

C2 = persen karakterikatan ionik

Molekul H2 dikatakan bersipat kovalen karena karakter kovalen lebih

dominan daripada karakter ionik ( H8+ H8- ). Begitu pula molekul-molekul

Cl2, Br2 dan I2 memiliki karakter kovalen yang tercampur dengan karakter

ioniknya.

2 Ikatan Antar Molekul

Ikatan antar molekul dapat bersipat lemah (ikatan van der Waals)

atau bersipat kuat (iaktan hidrogen). Bila ikatan van der Waals hanya

ditopang oleh gaya tarik menarik antar molekul (mekanika klasik) maka

ikatan hidrogen menjadi relatif kuat karena masih ditambah oleh adanya

pertumbukan antara orbital kosong atom hidrogen dengan orbital non

bonding yang penuh elektron (berisi dua elektron) dari atom elektronegatif

menurut kaidah mekanika gelombang atau mekanika kuantum.

Dengan cara lain dapat dikatakan bahwa ikatan hydrogen adalah

ikatan molekul dimana atom hidrogen terikat diantara dua atom

elektronegatif dan berperan sebagai jembatan penghubung kedua atom

elektronegatif (yang satu mengunakan orbital bonding dan yang lain orbital

102
non bonding). Situasi ikatan tersebut menyebabkan molekul yang memiliki

ikatan hidrogen memiliki ikatan titik didih yang relatif tinggi dibandingkan

molekul sejenis yang tidak berikatan hidrogen.

3 Fungsi Gelombang Ortonormal Dari Orbital Hibrida

menurut mekanuka kuantum, delta kronecker adalah

ij = i j. d dimana :
a. dimana I = j maka ij = 1 (fungsi gelombang bersipat normal atau

i .d = i .d = 1).
2 2
ternolmalkan yaitu

b. untuk i j maka ij = (fungsi gelombang bersipat orthogonal yaitu

i j. d = 0).

Setiap orbital hibrida (sp, sp2, sp3 dan lain-lain ) memiliki fungsi gelombang

yang bersipat normal dan sekaligus orthogonal atau bersipat orthonormal

yaitu memenuhi

i . d = j .d = 1 dan i j. d i j. d = 0.
2 2 2

Sebagai contoh :

Pada sepasang orbital hibrida sp maka kedua fungsi gelombangnya

adalah :

sp(i) = a1 s + b 1 p = 1

sp(ii) = a2 s + b2 p = 2

Sipat normal :

12. d = 22. d = 1

sehingga :

103
( a1 s + b1 p )2. d = ( a2 s + b2 p )2. d = 1

a12 s2. d + b12 p2. d +2a1b1 s p. d = 1

atau

a12 (1) + b12 (1) + 2a1b1(0) = 1

sehingga a12 (1) + b12 = 1

Demikian pula hal dengan

a22 (1) + b22 = 1

Sipat orthogonal

1 2. d = 2 1. d = 0

sehingga

( a1 s + b1 p ).( a2 s + b2 p ) d = ( a2 s + b2 p ).( a1
s + b1 p ). d = 0

a1a2 s2. d + b1b2 p . d + a1a2


2
s p . d + a2b1
s p . d = 0

atau

a1.a2. (1) + b1.b2. (0) + a2.b1. (0) = 0

sehingga

a1.a2 + b1.b2 = 0.

Karena orbital s senantiasa bersipat sferis simetris dan total karakter s

dalam kedua orbital hibrida sp adalah 100 % maka a 1 = a2 dan a1 2 + a2 2 =

1.

104
1
Sehingga 2a1 2
= 1 atau a1 = a2 = 2. Total karakter p dalam
2

sepasang orbital hibrida juga 100 % sehingga b 1 2


+ b2 2
= 1. dari sipat

orthogonal : a1.a2 + b1.b2

1
=- .
2

Karena pada sepasang orbital hibrida sp bersipat pelurus atau satu sama

lain maka b1 =

1 1
- b2 = = 2.
2 2

1 1
Apabila b1 = 2 maka b2 = 2 . Dengan demikian
2 2

sepasang fungsi Gelombang orbital ortonormal dari orbital hibrida sp adalah

sp
3
(i) = a1 st + b1 pz + c1 y + d1 px

1 1 1 1
= st + pz py + px
2 2 2 2

sp
3
(i) = a2 st + b2 pz + c2 y + d2 px

1 1 1 1
= st + pz py + px
2 2 2 2

sp
3
(i) = a3 st + b3 pz + c3 y + d3 px

1 1 1 1
= st + pz py + px
2 2 2 2

sp
3
(i) = a4 st + b4 pz + c4 y + d4 px

1 1 1 1
= st + pz py + px
2 2 2 2

105
4 Penentuan Energi Elektron Pi ( ) Dengan Pendekatan Partikel

Dalam Box 1 Dimensi

Sebagai contoh molekul butadiene (C4H6), CH2 = CH CH = CH2

memiliki dua ikatan pi atau empat elektron pi ( ) dengan gambaran

fungsi gelombang dan energi gelombang sebagai berikut :

4 E4

3 E3

2 E2

2 E2

karena penyelesaian partikel dalam bax 1 dimensi memberikan En =

n 2h 2
8ma 2

maka untuk butadinea diperoleh

E = 2 E1 + 2E2 = 2 (E1 + E2)

12 h 2 22 h 2 10.h 2
=2( + ) =
8ma 2 8ma 2 8ma 2

= tetapan planek = 6,626 x 10-27

= massa elektron = 9,1 x 10-28

= panjang molekul butadiena (dalam cm).

106
5 Penentuan Panjang Gelombang Warna Serapan Senyawa Poliena

Terkonjugasi

Senyawa poliena terkonjugasi memiliki rumus molekul C n Hn+2

sebagai misal heksatriena C6H8, CH2 = CH CH = CH - CH = CH 2

memiliki enam elektron karena ada tiga ikatan. Sesuai prinsif Aufbau

(prinsip penataan maka penataan orbital dan energinya adalah sebagai

berikut :

6 E6

5 E5

4 E4

3 E3

2 E2

1 E1

3 disebut HOMO (Highest Occupied Molecular Orbital ) karena

merupakan orbital molekul terendah yang tidak terisi elektron dengan

energi elektron sebesar

4 2.h 2 16.h 2
E4 = = .
8ma 2 8ma 2

107
4 disebut LUMO (lowest unoccupied molecular orbital) karena

merupakan orbital molekul terendah yang tidak terisi elektron dengan

energi elektron sebesar

4 2.h 2 16.h 2
E4 = = .
8ma 2 8ma 2

16.h 2 9.h 2 7.h 2


E = E4 E3 = - = = h.v
8ma 2 8ma 2 8ma 2

panjang gelombang warna serapan heksatriena adlah :

8ma 2 hc 8ma 2 c
= =
7h 2 7h

dimana

h = tetapan planek = 6,626 x erg.detik

m = massa elektron = 9,1 x 10 28


gram

c = kecepatan cahaya = 3,0 x 1010 cm.detik-1-

a = panjang molekul heksatriena (dalam cm).

6 Penentuan Energi Elektron Pi ( ) Dengan Metode HMO (Orbital

Molekul Huckel)

Metode orbital Molekul Huckel (HMO) menggunakan perumusan

yang diperoleh dari postulat empat Mekanika kuantum yaitu :

108
H IJ HJ
E = Eij =
I
=
S IJ I J

HIJ = I H J . . d
*

= ( integral Coulomb) untuk i = j

= (integral resonasi) untuk i j dimana i j = 1 atau I tetangga

= 0 bila i j 1 atau I bukan tetangga j

S IJ = I J . d
*

(disebut integral tumpukan atau integral overlap)

= 1 bila i = j

= 0 bila i j.

sebagai contoh molekul butadiena, C4H6 memiliki empat elektron

karena memiliki dua ikatan yaitu CH2 = CH CH = CH2. karena itu

determinan sekuler untuk butadiena 4 4 (terdiri dari 4 baris dan 4 kolom)

yaitu :

H11 ES11 H12 ES12 H13 ES12 H14 ES14

H 21 ES 21 H 22 ES 22 H 23 ES 23 H 24 ES 24

H 31 ES31 H 32 ES32 H 33 ES33 H 34 ES34

H 41 ES 41 H 42 ES 42 H 43 ES 43 H 44 ES 44

atau

109
E 0 0

E 0

0 E

0 0 E

E
bila disubstitusikan = x maka determinan sekuler menjadi sebagai

berikut :

x 1 0 0

1 x 1 0

0 1 x 1

0 0 1 x

Bila diselesaikan dengan cara kofaktor akan memberikan :

x 1 0 1 1 0 1 x 0 1 x 1

x 1 x 1 -1 0 x 1 +0 0 1 1 -0 0 1 x =0

0 1 x 0 1 x 0 0 x 0 0 1

x2 (x2 1) x (x 0) + 0 (1 x) 1 (x2 1) + 1(0 0) 0 (0 0) + 0 0 = 0

x4 x2 x2 x2 + 1 = 0

x4 3x2 + 1 = 0

3 94 3 2,2
x2 =
2 2

Untuk x2 = 2,6 diperoleh x = 1,6

110
Untuk x2 = 0,4 diperoleh x = 0,6

E
Dari x = diperoleh E = 1,6. dan E 0,6.

Yang bila ditata berdasarkan urutan energinya adalah sebagai berikut :

4 1,6

3 0,6

2 0,6

1,6
1

Ebutadiena = 2 0,6 2 0,6 4 4,4

E 12 06, 1,6

22 h 2 12 h 2 3h 2
=
8ma 2 8ma 2 8ma 2

3h 2
jadi erg
8ma 2

dimana

h = tetapan planek = 6,626 x 10-27 erg.detik

m = massa elektron = 9,1 x 10-28 gram

a= panjang molekul butadiene

nilai berharga negatif mencerminkan energi resonasi yang dilepaskan

untuk menstabilkan molekul butadiena. Nilai dapat diperoelh dari

111
4,8h 2 12 h 2
E1 1,6
8ma 2 8ma 2

atau

h2 4,8h 2 5,8h 2
erg
8ma 2 8ma 2 8ma 2

untuk pendekatan yang lebih luas dapat digunakan aturan berikut :

Atom Integral Coulomb Integral Resonasi


C

O 2 2

7 Penutup

Di dalam bab V ini dapat disimpulkan bahwa pemahaman sipat

dualisme elektron baik sebagai materi yang memiliki massa dan kecepatan

gerak menurut Mekanika Newton (Mekanika Klasik) maupun sebagai

gelombang atau orbital dengan energi yang terkuatumkan menurut Mekanika

Gelombang (Mekanika Kuantum) adalah sangat penting dalam mempelajari

ikatan kimia baik ikatan antar atom maupun atar molekul. Teori ikatan yang

digunakan adalah teori ikatan valensi ( Valence Bond Theory) yang berpegang

pada ikatan yang terjadi karena keterlibatan elektron valensi (elektron pada

orbital terluar saja) dan teori orbital molekul ( Moleculer Orbital Theory) yang

112
melibatkan semua elektron dalam pembentukan ikatan kimia molekul.

Hibridisasi adalah kasus khusus dari teori ikatan valensi ; demikian pula

halnya dengan teori tolakan pasangan elektron kulit valensi (VSEPR, Valence

Shell Electron Pair Repulsion Theory). Menurut teori VSEPR, ikatan kimia yang

paling stabil memiliki tolakan pasangan elektron antar orbital bonding dan

orbital non bonding, yang paling rendah atau paling kecil.

DAFTAR PUSTAKA

Atkins, 1992, Physical Chemistry, Third Edition, John Willey and Son, New
york

Castellan G, 1983, Physical Chemistry, Third Efition, Addition Wesley


Publishing Company, New York
.
Green NJB, 1998, Quantum Mechanics 2 the Tool Kit, Oxford Science
Publications, London

Hanna MW, 1969, Quantum Mechanics In Chemistry, W A Benyamin Inc,


California

Levine I, 2000, Quantum Chemistry, Fifth Edition, Prentice Hall International


Inc, New York.

113

You might also like