You are on page 1of 31

BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang


Vertigo ialah adanya sensasi gerakan atau rasa gerak dari tubuh seperti rotasi
(memutar) tanpa sensasi peputaran yang sebenarnya, dapat sekelilingnya terasa berputar
atau badan yang berputar. Keluhan yang paling sering dijumpai dalam praktek. Vertigo
berasal dari bahasa latin "vertere" yaitu memutar. Vertigo termasuk ke dalam gangguan
keseimbangan yang dinyatakan sebagai pusing, pening, sempoyongan, rasa seperti
melayang atau dunia seperti berjungkir balik.

Benign Paroxysmal Positional Vertigo (BPPV) atau Vertigo Posisi


Paroksismal Jinak (VPPJ) adalah gangguan keseimbangan yang sering dijumpai. Penyakit
ini merupakan penyakit degeneratif yang idiopatik yang sering ditemukan, kebanyakan
diderita pada usia dewasa muda dan usia lanjut. BPPV ini juga lebih banyak diderita oleh
wanita dibandingkan pria dengan perbandingan 2:1.1,2
BPPV merupakan penyebab vertigo yang paling sering di Amerika Serikat,
prevalensinya adalah 64 dari 100.000 penduduk.. Diperkirakan hampir 20% yang datang
berobat ke dokter merupakan BPPV.1 Di Indonesia, BPPV merupakan vertigo perifer
yang paling sering ditemui, yaitu sekitar 30%. Usia penderita BPPV yang paling banyak
adalah diatas 51 tahun. Jarang ditemukan pada orang yang berusia kurang dari 35 tahun
bila tidak didahului riwayat trauma kepala.
Dari uraian diatas dapat dikemukakan bahwa kasus BPPV ini sering dijumpai pada
usia produktif dan menganggu aktivitas, serta perlunya kita mengetahui diagnosis dini
dan penatalaksanaan mutakhir penyakit ini maka dalam makalah ini akan dibahas seluruh
aspek penting mengenai BPPV.
1.1 Batasan Masalah
Makalah ini membahas tentang definisi, etiologi, klasifikasi, faktor risiko,
patogenesis, gejala klinis, diagnosis, penatalaksanaan, komplikasi, dan prognosis dari
rinosinusitis.
1.2 Tujuan Penulisan
Makalah ini bertujuan untuk lebih memahami mengenai definisi, etiologi, klasifikasi,
faktor risiko, patogenesis, gejala klinis, diagnosis, penatalaksanaan, komplikasi, dan

1
prognosis dari rinosinusitis, sekaligus sebagai salah satu pemenuhan sesi pembelajaran
kepaniteraan klinik dokter muda bagian Telinga Hidung dan Tenggorok RSUP DR. M.
Djamil Padang.
1.3 Metode Penulisan
Makalah ini disusun dengan menggunakan metode tinjauan kepustakaan yang
merujuk kepada berbagai literatur, termasuk buku teks dan makalah ilmiah.

2
BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Definisi
Vertigo merupakan keluhan yang sering dijumpai dalam praktek, sering digambarkan
sebagai rasa berputar, rasa oleng, tak stabil (giddiness, unsteadiness) atau rasa pusing
(dizziness); deskripsi keluhan tersebut penting diketahui agar tidak dikacaukan dengan
nyeri kepala atau sefalgi, terutama karena dikalangan awam kedua istilah tersebut
(pusing dan nyeri kepala) sering digunakan secara bergantian. Vertigo berasal dari
bahasa latin vertere yang artinya memutar-merujuk pada sensasi berputar sehingga
mengganggu rasa keseimbangan seseorang, umumnya disebabkan gangguan sistim
keseimbangan.2

Sesuai kejadiannya, vertigo ada beberapa macam yaitu, vertigo spontan, vertigo
posisi dan vertigo kalori. Dikatakan vertigo spontan bila vertigo tim-bul tanpa pemberian
rangsangan. Rangsangan timbul dari penyakitnya sendiri, misalnya pada penyakit
Meniere oleh sebab tekanan endolimfa yang meninggi. Dalam vertigo posisi, vertigo
timbul di-sebabkan oleh perubahan posisi kepala. Vertigo timbul karena perangsangan
pada kupula kanalis semisirkularis oleh debris atau pada kelainan servikal. Yang
dimaksud sebagai debris ialah kotoran yang menempel pada kupula kanalis semi-
sirkularis.2

Pada pemeriksaan kalori juga dirasakan adanya vertigo, dan vertigo ini disebut
vertigo kalori. Vertigo kalori ini penting ditanyakan pada pasien sewaktu tes kalori,
supaya is dapat membandingkan perasaan vertigo ini dengan serangan yang pernah
dialaminya. Bila sama, maka keluhan vertigonya adalah betul, sedangkan bila ternyata
berbeda, maka ke-luhan vertigo sebelumnya patut diragukan.2

2.2 Anatomi dan Fisiologi Sistem Keseimbangan Perifer

Alat vestibuler terletak di telinga dalam (labirin), terlindung oleh tulang yang
paling keras yang dimiliki oleh tubuh. Labirin terdiri atas labirin tulang dan labirin
membrane. Labirin membrane terletak dalam labirin tulang dan bentuknya hampir
menurut bentuk labirin tulang. Antara labirin membrane dan labirin tulang terdapat

3
perilimf, sedang endolimf terdapat didalam labirin membrane. Berat jenis endolimf lebih
tinggi daripada cairan perilimf. Ujung saraf vestibuler berada dalam labirin membran
yang terapung dalam perilimf, yang berada pada labirin tulang.1

Labirin dapat dibagi kedalam dua bagian yang saling berhubungan, yaitu:1

1. Labirin anterior yang terdiri atas kokhlea yang berperan dalam pendengaran.

2. Labirin posterior, yang mengandung tiga kanalis semisirkularis, sakulus dan utrikulus.
Berperan dalam mengatur keseimbangan. (di utrikulus dan sakulus sel sensoriknya
berada di makula, sedangkan di kanalis sel sensoriknya berada di krista ampulanya)

Setiap labirin terdiri dari tiga kanalis semisirkularis, yaitu horizontal (lateral),
anterior (superior), posterior (inferior) dimana pada tiap kanalis terdapat pelebaran yang
ter-hubungan dengan utrikulus, disebut ampula. Di dalamnya terdapat krista ampularis yang
terdiri dari sel-sel reseptor keseimbangan dan se-luruhnya tertutup oleh suatu substansi
gelatin yang disebut kupula.1,2

Perlu diketahui letak geografi alat-alat keseimbangan ini terhadap kepala (bidang
horizontal kepala) maupun terhadap permukaan bumi. Bidang horizontal kepala ialah
bidang yang melalui kedua sisi inferior orbita dan kedua tengah-tengah liang telinga luar
kanan dan kiri. Bidang yang melalui kedua kss horizontal membentuk 30 derajat dengan
bi-dang horizontal kepala dengan kedua ampula kanalis semi sirkularis berada pada
daerah lateral atas dan depan dari titik perpotongan ketiga bidang kanalis semi-sirkularis.
Letak bidang kss horizontal tegak lurus terhadap kedua bidang vertikal (bidang vertikal
adalah dua bidang yang masing-masing melalui kss anterior dan kss posterior), sedang
kedua bidang vertikal tersebut jugs saling tegak lurus, sehingga ketiga bidang tersebut
seperti letak dinding sebuah kubus (saling tegak lurus).1

Bila seseorang melihat kaki langit, maka bidang horizontal kepala dianggap
sejajar dengan bidang horizontal bumi, sehingga bila seseorang duduk tegak di kursi dan
melihat kaki langit, maka bidang kss horizontal membentuk sudut 30 derajat dengan
bidang horizontal bumi. Pada perangsangan kalori kita memerlukan bidang kss horizontal
dalam keadaan tegak lurus, jadi dalam keadaan duduk ini orang tersebut harus
menggerakkan kepala ke belakang (ekstensi kepala) sebanyak 60 derajat. Pemeriksaan
kalori biasanya dilakukan sambil telentang. Dalam kedudukan ini bidang kss horizontal
membentuk sudut 60 derajat dengan horizontal bumi, dan untuk perangsangan kalori,

4
kepala harus fleksi 30 derajat. Untuk memudahkan, disediakan tern-pat tidur dengan
sandaran kepala yang mem-bentuk sudut 30 derajat. Dengan demikian bila pasien tidur
dengan kepala pada sandaran itu, maka posisi tersebut sudah siap untuk tes kalori.1,2

Selain ke tiga kanalis ini terdapat pula utrikulus dan sakulus yang merupakan
pelebaran labirin membran yang terdapat dalam vestibulum labirin tulang. Pada tiap
pelebarannya terdapat makula utrikulus yang di dalamnya terdapat sel-sel reseptor
keseimbangan. Labirin kinetik terdiri dari tiga kanalis semisirkularis.1,2

Keseimbangan dan orientasi tubuh seseorang terhadap lingkungan disekitarnya


tergantung kepada inputbsensorik dari reseptor vestibuler di labirin, organ visial dan
proprioseptif. Gabungan informasi ketiga reseptor sensorik tersebut akan diolah di SSP,
sehingga menggambarkan keadaan posisi tubuh pada saat itu.2,3

5
Reseptor sistem ini adalah sel rambut yang terletak dalam krista kanalis
semisirkularis dan makula dari organ otolit. Secara fungsional terdapat dua jenis sel. Sel-
sel pada kanalis semisirkularis peka terhadap rotasi khususnya terhadap percepatan
sudut, sedangkan sel-sel pada organ otolit peka terhadap gerak linier, khususnya
percepatan linier dan terhadap perubahan posisi kepala relatif terhadap gravitasi.
Perbedaan kepekaan terhadap percepatan sudut dan percepatan linier ini disebabkan oleh
geometridari kanalis dan organ otolit serta ciri-ciri fisik dari struktur-struktur yang
menutupi sel rambut.2,3

Gerakan atau perubahan kepala dan tubuh akan menimbulkan perpindahan cairan
endolimfa di labirin dan selanjutnya silia sel rambut akan menekuk. Tekukan silia
menye-babkan permeabilitas membran sel berubah, sehingga ion kalsium akan masuk ke
dalam sel yang menyebabkan terjadinya proses depolari-sasi dan akan merangsang
penglepasan neuro-transmiter eksitator yang selanjutnya akan me-neruskan impuls
sensoris melalui saraf aferen ke pusat keseimbangan di otak. Sewaktu berkas silia
terdorong ke arah berlawanan, maka terjadi hiperpolarisasi.2

Sistem vestibuler berhubungan dengan sistem tubuh yang lain, sehingga


kelainannya dapat menimbulkan gejala pada sistem tubuh bersangkutan. Gejala yang
timbul dapat berupa vertigo, rasa mual dan muntah. Pada jantung berupa bradikardi atau
takikardi dan pada kulit reaksinya berkeringat dingin.2

Sel rambut

Secara morfologi sel rambut pada kanalis sangat serupa dengan sel rambut pada
organ otolit. Masing-masing sel rambut memiliki polarisasi struktural yang dijelaskan
oleh posisi dari stereosilia relatif terhadap kinosilim. Jika suatu gerakan menyebabkan
stereosilia membengkok kearah kinosilium, maka sel-sel rambut akan tereksitasi. Jika
gerakan dalam arah yang berlawanan sehingga stereosilia menjauh dari kinosilium maka
sel-sel rambut akan terinhibisi.4

Kanalis semisirkularis

Polarisasi adalah sama pada seluruh sel rambut pada tiap kanalis, dan pada
rotasi sel-sel dapat tereksitasi ataupun terinhibisi. Ketiga kanalis hampir tegak lurus satu
dengan yang lainnya, dan masing-masing kanalis dari satu telinga terletak hampir satu
bidang yang sama dengan kanalis telinga satunya. Pada waktu rotasi, salah satu dari

6
pasangan kanalis akan tereksitasi sementara yang satunya akan terinhibisi. Misalnya, bila
kepala pada posisi lurus normal dan terdapat percepatan dalam bidang horizontal yang
menimbulkan rotasi ke kanan, maka serabut-serabut aferen dari kanalis hirizontalis
kanan akan tereksitasi, sementara serabut-serabut yang kiri akan terinhibisi. Jika rotasi
pada bidang vertikal misalnya rotasi kedepan, maka kanalis anterior kiri dan kanan kedua
sisi akan tereksitasi, sementara kanalis posterior akan terinhibisi.4

Organ otolit

Ada dua organ otolit, utrikulus yang terletak pada bidang kepala yang hampir
horizontal, dan sakulus yang terletak pada bidang hampir vertikal. Organ vestibuler ini
terdiri dari daerah reseptor sensoris yaitu makula.Pada daerah sensoris ini terdapat sel
rambut yang tertanam di dalam membran otolitik yang terbuat dari materi gelatin.
Membran otolitik ini terdiri dari otolit yang merupakan kalsium karbonat(basicotolarino)
.Berbeda dengan sel rambut kanalis semisirkularis, maka polarisasi sel rambut pada
organ otolit tidak semuanya sama. Pada makula utrikulus, kinosilium terletak di bagian
samping sel rambut yang terdekat dengan daerah sentral yaitu striola. Maka pada saat
kepala miring atau mengalami percepatan linier, sebagian serabut aferen akan tereksitasi
sementara yang lainnya terinhibisi. Dengan adanya polarisasi yang berbeda dari tiap
makula, maka SSP mendapat informasi tentang gerak linier dalam tiga dimensi,
walaupun sesungguhnya hanya ada dua makula.2,4

Hubungan-hubungan langsung antara inti vestibularis dengan motoneuron


ekstraokularis merupakan suatu jaras penting yang mengendalikan gerakan mata dan
refleks vestibulo-okularis (RVO). RVO adalah gerakan mata yang mempunyai suatu
komponen lambat berlawanan arah dengan putaran kepala dan suatu komponen cepat

7
yang searah dengan putaran kepala. Komponen lambat mengkompensasi gerakan kepal
dan berfungsi menstabilkan suatu bayangan pada retina. Komponen cepat berfungsi
untuk kembali mengarahkan tatapan ke bagian lain dari lapangan pandang. Perubahan
arah gerakan mata selama rangsangan vestibularis merupakan suatu contoh dari
nistagmus normal.4

2.3 Patogenesis Vertigo


Terdapat dua hal yang dapat menjelaskan terjadinya vertigo:4
1. Gangguan pada fungsi sistem sensorik
Interaksi yang terjadi antara sistem sensoris vestibular, visual, dan proprioseptif
terganggu karena gangguan fungsional pada sistem ekseimbangan perifer.
2. Gangguan pada proses sentral
Pada keadaan ini impuls yang dikirim oleh sistem sensorik tidak diproses atau
diinterpretasikan dengan normal. Hal ini dapat terjadi karena kelainan metabolik,
infeksi, trauma. Selain itu kelainan lokal pada sistem saraf pusat seperti oklusi
vaskuler, tumor, dan inflamasi juga dapat menjadi penyebab.

8
2.4 Diagnosis
2.4.1 Anamnesis
Anamnesis yang detail dapat sangat membantu dalam mendiagnosis vertigo. Hal- hal
yang perlu ditanyakan adalah sebagai berikut:2,4
1. Ditanyakan kapan pertama kali serangan, dan sudah berapa kali sampai paisen
memeriksakan diri.
2. Onset
Ditanyakan apakah gejala vertigo dirasakan akut atau onsetnya gradual?
3. Durasi
Juga ditanyakan apakah durasi dari gejala vertigo tersebut berlangsung dalam
jangka waktu detik, menit atau jam, atau bahkan berlangsung lebih lam sampai
sehari atau lebih lama.
4. Intensitas serangan
Ditanyakan apakah intensitas serangan semakin lama semakin berkurang, tetap,
atau meningkat.
5. Faktor yang mempengaruhi
Ditanyakan apakah gejala datang jika pasien sedang berada pada posisi atau
gerakan tertentu
6. Gejala lain yang mengikuti
Ditanyakan apakah pasien juga mengeluhkan hal lain seperti keluhan otologi (
kurang pendengaran, tinitus, atau otorrhea), keluhan neurologi (sakit kepala,
hilang kesadaran), gangguan visual (diplopia), gangguan autonom (mual dan
muntah). Selain itu penyakit lain yang juga dapat menimbulkan keluhan vertigo
harus ditanyakan seperti misalnya trauma kepala, intoksikasi streptomisin,
hipertensi, hipotensi, diabetes, infeksi telinga tengah, dan penyakit kardiovaskuler.
1.4.2 Pemeriksaan Fisik
Pemeriksaan fisik dilakukan pertama dengan pemeriksaan meyeluruh telinga, hidung,
tenggorokan. Lalu kemudian dapat dilakukan berbagai tes yang terdiri dari tes untuk menilai
koordinasi dan fungsi motorik, tes fungsi okulomotor, dan tes nigtasmus.
1. Uji Romberg : berdiri, lengan dilipat di dada, mata ditutup, dapat dipertajam
(Sharp Romberg) dengan memposisikan kaki tandem depan belakang,lengan
dilipat di dada, mata tertutup. Pada orang normal dapat berdiri lebih dari 30 detik.
Pada kelainan vestibuler hanya pada mata tertutup badan penderita akan
bergoyang menjauhi garis tengah kemudian kembali lagi, pada mata terbuka

9
badan penderita tetap tegak. Sedangkan pada kelainan serebeler badan penderita
akan bergoyang baik pada mata terbuka maupun pada mata tertutup.5
2. Uji berjalan (Stepping test) : berjalan di tempat 50 langkah, bila tempat berubah
melebihi jarak 1 meter dan badan berputar lebih dari 30 berarti sudah terdapat
gangguan keseimbangan. Pada kelainan vestibuler posisi penderita akan
menyimpang/berputar ke arah lesi dengan gerakan seperti orang melempar
cakram; kepala dan badan berputar ke arah lesi, kedua lengan bergerak ke arah
lesi dengan lengan pada sisi lesi turun dan yang lainnya naik. Keadaan ini
disertai nistagmus dengan fase lambat ke arah lesi.2,5
3. Past pointing test
Pemeriksaan dilakukan dengan merentangkan tangan diangkat tinggi, kemudian
telunjuk menyentuh telunjuk yang lain dengan mata tertutup. Tes jari hidung,
dilakukan dalam posisi duduk pasien diminta menunjuk hidung dengan jari dalam
keadaan mata terbuka dan tertutup.3,5
4. Posturografi

Posturografi adalah pemeriksaan keseimbangan yang dapat menilai secara


obyektif dan kuantitatif kemampuan keseimbangan postural seseorang. Untuk
mendapatkan gambaran yang benar tentang gangguan keseimbangan karena
gangguan vestibular, maka input visual di-ganggu dengan menutup mata dan
input proprioseptif dihilangkan dengan berdiri di atas alas tumpuan yang tidak
stabil. Dikatakan terdapat gangguan keseimbangan bila terlihat ayun tubuh
berlebihan, melangkah atau sampai jatuh sehingga perlu berpegangan.
Pemeriksaan Posturografi dilakukan dengan menggunakan alat yang terdiri dari
alas sebagai dasar tumpuan yang disebut Force platform, komputer graficoder,
busa dengan ketebalan 10 cm, untuk mengganggu input proprioseptif, disket data
digunakan untuk menyimpan data hasil pengukuran.2

Teknik pemeriksaan Posturografi

Paseien diminta berdiri tenang dengan tumit sejajar di atas alat mata
memandang ke satu titik dimuka, kemudian dilakukan perekaman pada empat
kondisi, masing-masing selama 60 detik.1). Berdiri di atas alas dengan mata ter-
buka memandang titik tertentu dalam peme-riksaan ini ketiga input sensori
bekerja sama. 2). Berdiri di atas alas dengan mate tertutup dalam keadaan ini

10
input visual diganggu. 3). Berdiri di atas alas busa 10 cm dengan mata terbuka,
memandang titik tertentu, dalam keadaan ini input proprioseptif diganggu. 4).
Berdiri tenang di atas alas busa 10 cm dengan mata tertutup, dalam keadaan ini
input visual dan proprioseptif diganggu.jadi hanya organ vestibuler saja yang
bekerja, bila terdapat pemanjangan ayun tubuh berarti terjadi gangguan
keseimbangan.2
5. Tes kobrak
Posisi pasien tidur telentang,dengan kepala fleksi 30 derajat, atau duduk
dengan kepala ekstensi 60 derajat. Digunakan semprit 5 atau 10 ml, ujung jarum
disambung dengan kateter. Perangsang-an dilakukan dengan mengalirkan air es
(0 derajat C), sebanyak 5 ml, selama 20 detik. Nilai dihitung dengan mengukur
lama nistag-mus, dihitung sejak mulai air dialirkan sampai nistagmus berhenti.
Harga normal 120-150 detik. Harga yang kurang dari 120 detik disebut paresis
kanal.2
6. Tes kalori bitermal

Tes kalori ini dianjurkan oleh Dick & Hallpike. Pada cara ini dipakai 2
macam air, dingin dan panas. Suhu air dingin adalah 30 derajat C, sedangkan
suhu air panas adalah 44 derajat C. Volume air yang dialirkan ke dalam liang
telinga masing-masing 250 ml, dalam waktu 40 detik. Setelah air dialirkan,
dicatat lama nistagmus yang timbal. Setelah telinga kiri diperiksa dengan air
dingin, diperiksa te linga kanan dengan air dingin juga. Kemudian telinga kiri
dialirkan air panas, lalu telinga kanan. Pada tiap-tiap selesai pemeriksaan (telinga
kiri atau kanan atau air dingin atau air panas) pasien diistirahatkan selama 5 menit
(untuk menghilangkan pusingnya). Dalam rumus ini dihitung selisih waktu
nistagmus kiri dan kanan. Bila selisih ini kurang dari 40 detik maka berarti kedua
fungsi vestibular dalam keadaan seimbang. Tetapi bila selisih ini lebih besar dari
40 detik, maka berarti yang mempunyai waktu nistagmus lebih kecil mengalami
paresis kanal.2

11
Langkah Telinga Suhu air Arah Waktu nistagmus
Pertama Kiri 30C Kanan Nistag
Kanan a. ..... detik
Kedua Kanan 30C Kanan Kanan b, ..... detik
Ketiga Kiri 44 C Kanan mus Kanan c. ..... detik
Keempat Kanan 44C Kanan Kanan d. ..... detik
Hasil tes kalori dihitung dengan mempergunakan rumus

Sensitivitas L R : (a + c) (b + d) = < 40 detik

(L = left, R = right)

7. Tes nistagmus spontan

Nylen memberikan kriteria dalam menen-tukan kuatnya nistagmus ini.


Bila nistagmus spontan ini hanya timbul ketika mata melirik searah dengan
nistagmusnya, maka kekuatan nistagmus itu sama dengan Nylen-1. Bila
nistagmus timbul sewaktu mata melihat ke depan, maka disebut Nylen 2, dan bila
nis-tagmus tetap ada meskipun mata melirik ber-lawanan arah dengan arah
nistagmus, maka kekuatannya disebut Nylen 3. Bila terdapat nistagmus spontan,
maka harus dilakukan tes hiperventilasi. Caranya ialah pasien diminta mengambil
napas cepat dan dalam selama satu menit, dan sejak mulai setengah menit terakhir
direkam. Bila terdapat perbedaan 7 derajat perdetik maka berarti tes hiperventilasi
positif. Tes valsava caranya adarah dengan menahan napas selama 30 detik, dan
sejak mulai menahan napas itu direkam, dan interpretasi sama dengan hiperventilasi.2

8. Tes nistagmus posisi

Tes nistagmus posisi ini dianjurkan oleh Hallpike dan cara ini disebut Perasat
Halipike. Caranya adalah, pasien duduk tegak pada meja pemeriksaan dengan
kepala menoleh 450 ke kanan. Dengan cepat pasien dibaringkan dengan kepala
tetap miring 450 ke kanan sampai kepala pasien menggantung 20-300 pada ujung
meja pemeriksaan, tunggu 40 detik sampai respon abnormal timbul. Pada setiap
posisi nistagmus diperhatikan, terutama pada posisi akhir. Nistagmus yang terjadi
dicatat masa laten, dan intensitasnya. Juga ditanyakan kekuatan vertigonya secara
sujektif. Tes posisi ini dilakukan berkali-kali dan diperhatikan ada tidaknya
kelelahan. Dengan tes posisi ini dapat diketahui kelainan sentral atau perifer.
Pada kelainan perifer akan ditemukan masa laten dan terdapat kelelahan dan

12
vertigo biasanya terasa berat. Pada kelainan sentral sebaliknya, yaitu tidak ada
masa laten, tidak ada kelelahan dan vertigo ringan saja.2,5

Dengan pemeriksaan yang telah kita lakukan seperti di atas maka kita harus
mampu menentukan apakah kelainan terdapat di sentral atau perifer.2

Tanda yang kita Kelainan sentral Kelainan Perifer


ketahui
Nistagmus spontan Vertikal Horizontal/rotatoir
Nistagmus posisi Tidak ada kelelahan Ada kelelahan
Nistagmus kalori Normal atau Paresis kanal
preponderens

13
Tes Fungsi Pendengaran

a. Tes Garpu Tala

Tes ini digunakan untuk membedakan tuli konduktif dan tuli perseptif,
dengan tes-tes Rinne, Weber dan Schwabach. Pada tuli konduktif, tes Rinne negatif,
Weber lateralisasi ke yang tuli dan schwabach memendek.6

b. Audiometri

Ada beberapa macam pemeriiksaan audiometri seperti Ludness Balance Test,


SISI, Bekesy Audiometry, Tone Decay. Pemeriksaan saraf-saraf otak lain meliputi:
acies visus, kampus visus, okulomotor, sensorik wajah, otot wajah, pendengaran dan
fungsi menelan. Juga fungsi motorik (kelumpuhan ekstremitas), fungsi sensorik
(hipestesi, parestesi) dan serebelar (tremor, gangguan cara berjalan).6

1.4.3 Alur Diagnostik


Pertama harus dibedakan antara vertigo sistematik vertigo dan non sistematik
dizziness. Suatu gejala vertigo diklasifikasikan sistematik jika gejala tersebut
memiliki arah yang jelas atau bersifat rotasional atau jika pasien dapat
mendeskripsikan dengan jelas keluhan yang dirasakannya. Selanjutnya dapat
dibedakan berdasarkan adanya keluhan otologi dan keluhan neurologi yang
diderita.4

14
Pengalaman di klinik Neurotologi FKUI/ RSUPN Dr. Cipto Mangunkusumo Jakarta,
dari keluhan vertigo, ternyata masih banyak yang masih belum diketahui penyebabnya, yaitu
16%. Kelainan sentral ditemukan 9,3 %. Penyakit gangguan vestibuler perifer yang di-
ketahui penyebabnya, ialah : nistagmus ser-vikal, nistagmus gabungan, (nistagmus servikal,
nistagmus debris), nistagmus debris, hipertensi, labirintitis, penyakit jantung, sklerosis
multipel, hipotensi, intoksikasi kina dan strepto-misin, penyakit Meniere, neuritis vestibuler,
diabetes melitus, fraktur labirin, kemurungan (depresi), kolesteatom, tumor N VIII, kontusio
labirin.3

Kelainan vestibular perifer4 Vestibular neuritis


Benign Paroxysma Positional Vertigo
Menierre Disease
Bilateral vestibular loss
Otogenic inflammatory vestibular disorder
Perilmphatic fistula
Tulio phenomenon
Post-traumatic vestibular disorder

Kelainan vestibular sentral4 Cerrebellopontine angle tumors


Vestibular neuritis
Vertebrobasilar insufficiency

15
Wallenberg Sinrom
Cerebellar Infarction
Multiple sclerosis

2.5 Benign Paroxysmal Position Vertigo


2.5.1. Defenisi

Benign Paroxysmal Positional Vertigo (BPPV) didefinisikan sebagai vertigo dengan


nistagmus vertikal, horizontal atau rotatoar yang dicetuskan oleh perubahan posisi kepaia.
Terdapat masa laten sebelum timbulnya nistagmus, reversibilitas, kresendo, dan fenomena
kelelahan (fatigue). Lama nistagmus terbatas, umumnya kurang dari 1 menit. BPPV dikenal
juga dengan nama vertigo postural atau kupulolitiasis, merupakan gangguan keseimbangan
perifer yang sering dijumpai. Keluhan biasanya timbul saat pasien bangun dari tidur, berputar
di kasur, menengadahkan kepala ke belakang, atau menekuk kepala.(gangguan). Beberapa pasien
juga akan mengeluhkan mual, dan terkadang diikuti dengan muntah2,7.

2.5.2 Epidemiologi

BPPV merupakan salah satu jenis vertigo yang paling sering dijumpai, dimana
prevalensinya dilaporkan antara 10,7 dan 64,0 kasus per 100.000 populasi. Serangan vertigo
biasanya datang tidak menentu, walaupun didapatkan beberapa kasus yang berhubungan
dengan trauma kepala, berada pada suatu posisi yang lama (misalnya di dokter gigi atau
salon), atau beberapa kelainan dari telinga dalam. Remisi spontan dan serangan rekuren
sering terjadi. Rekurensi terjadi kira kira pada 15% kasus.7

2.5.3 Etiologi

Pada sekitar 50% kasus, penyebabnya tidak diketahui (idiopatik). Beberapa kasus
BPPV dijumpai setelah mengalami jejas atau trauma kepala atau leher, infeksi telinga tengah
atau operasi stapedektomi dan proses degenerasi pada telinga dalam juga merupakan
penyebab BPPV sehingga insiden BPPV meningkat dengan bertambahnya usia.2,3

Banyak BPPV yang timbul spontan, disebabkan oleh kelainan di otokonial berupa
deposit yang berada di kupula bejana semisirkularis posterior. Deposit ini menyebabkan

16
bejana menjadi sensitif terhadap perubahan gravitasi yang menyertai keadaan posisi kepala
yang berubah.2

2.5.4 Perjalanan penyakit

Perjalanan penyakit dari BPPV sangat bervariasi. Pada sebagian besar kasus
gangguan menghilang secara spontan dalam kurun waktu beberapa minggu, namun dapat
kambuh setelah beberapa waktu, bulan atau tahun kemudian. Ada pula penderita yang hanya
satu kali mengalaminya. Sesekali dijumpai penderita yang kepekaannya terhadap vertigo
posisional berlangsung lama.2,4

Serangan vertigo umumnya berlangsung singkat, kurang dari 1 menit. Namun, bila
ditanyakan kepada penderita, mereka menaksirnya lebih lama sampai beberapa menit. Bila
serangan vertigo datang bertubi-tubi, hal ini mengakibatkan penderitanya merasakan
kepalanya menjadi terasa ringan, merarsa tidak stabil, atau rasa mengambang yang menetap
selama beberapa jam atau hari.2,4

BPPV sering dijumpai pada kelompok usia menengah yaitu pada usia 40-an dan 50-an
tahun. Wanita agak lebih sering daripada pria. BPPV jarang dijumpai pada anak atau orang
yang sangat tua. Nistagmus kadang dapat disaksikan waktu terjadinya BPPV dan biasanya
bersifat torsional (rotatoar).2,5

2.5.5 Patofisiologi

Pada telinga dalam terdapat 3 kanalis semisirkularis. Ketiga kanalis semisirkularis


tersebut terletak pada bidang yang saling tegak lurus satu sama lain. Pada pangkal setiap
kanalis semisirkularis terdapat bagian yang melebar yakni ampula. Di dalam ampula terdapat
kupula, yakni alat untuk mendeteksi gerakan cairan dalam kanalis semisirkularis akibat
gerakan kepala. Sebagai contoh, bila seseorang menolehkan kepalanya ke arah kanan, maka
cairan dalam kanalis semisirkularis kanan akan tertinggal sehingga kupula akan mengalami
defleksi ke arah ampula. Defleksi ini diterjemahkan dalam sinyal yang diteruskan ke otak
sehingga timbul sensasi kepala menoleh ke kanan. Adanya partikel atau debris dalam kanalis
semisirkularis akan mengurangi atau bahkan menimbulkan defleksi kupula ke arah
sebaliknya dari arah gerakan kepala yang sebenarnya. Hal ini menimbulkan sinyal yang tidak
sesuai dengan arah gerakan kepala, sehingga timbul sensasi berupa vertigo.3,5

17
Terdapat 2 teori yang menjelaskan patofisiologi BPPV, yakni teori kupulolitiasis dan
kanalolitiasis.

Teori Kupulolitiasis

Pada tahun 1962, Schuknecht mengajukan teori kupulolitiasis untuk menjelaskan


patofisiologi BPPV. Kupulolitiasis adalah adanya partikel yang melekat pada kupula krista
ampularis. Schuknecht menemukan partikel basofilik yang melekat pada kupula melalui
pemeriksaan fotomikrografi. Dengan adanya partikel ini maka kanalis semisirkularis menjadi
lebih sensitif terhadap gravitasi. Teori ini dapat dianalogikan sebagai adanya suatu benda
berat yang melekat pada puncak sebuah tiang. Karena berat benda tersebut, maka posisi tiang
menjadi sulit untuk tetap dipertahankan pada posisi netral. Tiang tersebut akan lebih
mengarah ke sisi benda yang melekat. Oleh karena itu kupula sulit untuk kembali ke posisi
netral. Akibatnya timbul nistagmus dan pening (dizziness).2,4

Teori Kanalitiasis

Teori ini dikemukakan olleh Epley pada tahun 1980. Menurutnya gejala BPPV
disebabkan oleh adanya partikel yang bebas bergerak (canalith) di dalam kanalis
semisirkularis. Misalnya terdapat kanalit pada kanalis semisirkularis posterior. Bila kepala
dalam posisi duduk tegak, maka kanalit terletak pada posisi terendah dalam kanalis
semisirkularis posterior. Ketika kepala direbahkan hingga posisi supinasi, terjadi perubahan
posisi sejauh 90. Setelah beberapa saat, gravitasi menarik kanalit hingga posisi terendah. Hal
ini menyebabkan endolimfa dalam kanalis semisirkularis menjauhi ampula sehingga terjadi
defleksi kupula. Defleksi kupula ini menyebabkan terjadinya nistagmus. Bila posisi kepala
dikembalikan ke awal, maka terjadi gerakan sebaliknya dan timbul pula nistagmus pada arah
yang berlawanan.2,4

Teori ini lebih menjelaskan adanya masa laten antara perubahan posisi kepala dengan
timbulnya nistagmus. Parnes dan McClure pada tahun 1991 memperkuat teori ini dengan
menemukan adanya partikel bebas dalam kanalis semisirkularis poster. Saat melakukan
operasi kanalis tersebut.2,4

Bila terjadi trauma pada bagian kepala, misalnya, setelah benturan keras, otokonia
yang terdapat pda utikulus dan sakulus terlepas. Otokonia yang terlepas ini kemudian
memasuki kanalis semisirkularis sebagai kanalit. Adanya kanalit didalam kanalis

18
semisirkularis ini akan memnyebabkan timbulnya keluhan vertigo pada BPPV. Hal inilah
yang mendasari BPPV pasca trauma kepala.7

2.5.6 Diagnosis
1. Gejala Klinis
BPPV terjadi secara tiba-tiba. Kebanyakan pasien menyadari saat bangun
tidur, ketika berubah posisi dari berbaring menjadi duduk. Pasien merasakan pusing
berputar yang lama kelamaan berkurang dan hilang. Terdapat jeda waktu antara
perubahan posisi kepala dengan timbulnya perasaan pusing berputar. Pada umumnya
perasaan pusing berputar timbul sangat kuat pada awalnya dan menghilang setelah 30
detik sedangkan serangan berulang sifatnya menjadi lebih ringan. Gejala ini dirasakan
berhari-hari hingga berbulan-bulan.7-9

Pada banyak kasus, BPPV dapat mereda sendiri namun berulang di kemudian
hari. Bersamaan dengan perasaan pusing berputar, pasien dapat mengalami mual dan
muntah. Sensasi ini dapat timbul lagi bila kepala dikembalikan ke posisi semula,
namun arah nistagmus yang timbul adalah sebaliknya. 7,9

Diagnosis BPPV pada kanalis posterior dan anterior dapat ditegakkan dengan
memprovoksi dan mengamati respon nistagmus yang abnormal dan respon vertigo
dari kanalis semisirkularis yang terlibat. Pemeriksaan dapat memilih perasat Dix-
Hallpike atau perasat Sidelying.7-9

Dix dan Hallpike mendeskripsikan tanda dan gejala BPPV sebagai berikut : 1)
terdapat posisi kepala yang mencetuskan serangan; 2) nistagmus yang khas; 3) adanya

19
masa laten; 4) lamanya serangan terbatas; 5) arah nistagmus berubah bila posisi
kepala dikembalikan ke posisi awal; 6) adanya fenomena kelelahan/fatique nistagmus
bila stimulus diulang.7-9

2. Pemeriksaan fisik dan penunjang.


Diagnosis BPPV pada kanalis posterior dan anterior dapat ditegakkan dengan
cara memprovokasi dan mengamati respon nistagmus yang abnormal dan respon
vertigo dari kanalis semisirkularis yang terlibat. Pemeriksaan dapat memilih perasat
Dix-Hallpike atau Sidelying. Perasat Dix-hallpike lebih sering digunakan karena pada
perasat tersebut posisi kepala sangat sempurna untuk canalith repositioning treatment.
Pada pasien BPPV parasat Dix-Hallpike akan mencetuskan vertigo (perasaan pusing
berputar) dan nistagmus.7-9

1. Pemeriksaan perasat Dix-Hallpike


Merupakan pemeriksaan klinis standar untuk pasien BPPV. Perasat Dix-
Hallpike secara garis besar terdiri dari dua gerakan yaitu perasat Dix-Hallpike kanan
pada bidang kanal anterior kiri dan kanal posterior kanan dan perasat Dix- Hallpike
kiri pada bidang posterior kiri. Untuk melakukan perasat Dix-Hallpike kanan, pasien
duduk tegak pada meja pemeriksaan dengan kepala menoleh 450 ke kanan. Dengan
cepat pasien dibaringkan dengan kepala tetap miring 450 ke kanan sampai kepala
pasien menggantung 20-300 pada ujung meja pemeriksaan, tunggu 40 detik sampai
respon abnormal timbul. Penilaian respon pada monitor dilakukan selama 1 menit
atau sampai respon menghilang. Setelah tindakan pemeriksaan ini dapat langsung
dilanjutkan dengan canalith repositioning treatment (CRT). Bila tidak ditemukan
respon yang abnormal atau bila perasat tersebut tidak diikuti dengan CRT, pasien
secara perlahan-lahan didudukkan kembali. Lanjutkan pemeriksaan dengan perasat
Dix-Hallpike kiri dengan kepala pasien dihadapkan 450 ke kiri, tunggu maksimal 40
detik sampai respon abnormal hilang. Bila ditemukan adanya respon abnormal, dapat
dilanjutkan dengan CRT, bila tidak ditemukan respon abnormal atau bila tidak
dilanjutkan dengan tindakan CRT, pasien secara perlahan-lahan didudukkan
kembali.2,4,5

20
1. Perasat Sidelying
Terdiri dari dua gerakan yaitu perasat sidelying kanan yang menempatkan
kepala pada posisi di mana kanalis anterior kiri/kanalis posterior kanan pada bidang
tegak lurus garis horizontal dengan kanal posterior pada posisi paling bawah, dan
perasat sidelying kiri yang menempatkan kepala pada posisi dimana kanalis anterior
kanan dan kanalis posterior kiri pada bidang tegak lurus garis horizontal dengan kanal
posterior pada posisi paling bawah.7,9

Pasien duduk pada meja pemeriksaan dengan kaki menggantung di tepi meja ,
kepala ditegakkan ke sisi kanan, tunggu 40 detik sampai timbul respon abnormal.
Pasien kembali ke posisi duduk untuk untuk dilakukan perasat sidelying kiri, pasien
secara cepat dijatuhkan ke sisi kiri dengan kepala ditolehkan 450 ke kanan. Tunggu 40
detik sampai timbul respon abnormal.7,9

Respon abnormal

Pada orang normal nistagmus dapat timbul pada saat gerakan provokasi ke
belakang, nmun saat gerakan selesai dilakukan tidak tampak lagi nistagmus. Pada
pasien VPPJ setelah provokasi ditemukan nistagmus yang timbul lambat, 40 detik,
kemudian nistagmus menghilang kurang dari 1 menit jika penyebabnya kanalitiasis,
pada kupololitiasis nistagmus dapat terjadi lebih dari 1 menit, biasanya serangan
vertigo berat dan timbul bersamaan dengan nistagmus.7

21
Pemeriksa dapat mengidentifikasi jenis kanal yang terlibat dengan mencatat
arah fase cepat nistagmus yang abnormal dengan mata pasien menatap lurus ke
depan.7

Fase cepat ke atas, berputar ke kanan menunjukkan VPPJ pada kanalis posterior
kanan
Fase cepat ke atas, berputar ke kiri menunjukkan VPPJ pada kanalis posterior kiri
Fase cepat ke bawah, berputar ke kanan menunjukkan VPPJ pada kanalis anterior
kanan.
Fase cepat ke bawah, berputar ke kiri menunjukkan VPPJ pada kanalis anterior
kiri
Respon abnormal diprovokasi oleh perasat Dix-Hallpike/ sidelying pada
bidang yang sesuai dengan kanal yang terlibat. Pada umumnya VPPJ timbul pada
kanalis posterior dari hasil penelitian Herdman terha-dap 77 pasien VPPJ.
mendapatkan 49 pasien (64%) dengan kelainan pada kanalis posterior, 9 pasien (12%)
pada kanalis anterior dan 18 pasien (23%) tidak dapat ditentukan jenis kanal mana
yang terlibat, serta didapatkan satu pasien dengan keterlibatan pada kanalis horizontal.
Kadang-kadang perasat Dix-Hallpike/Sidelying menimbulkan Nistagmus Horizontal.
Bila timbal Nistagmus Horizontal, pemeriksaan harus dilanjutkan dengan
pemeriksaan Roll Test.7,8

Tes kalori akan menunjukkan hasil yang normal. BPPV dapat dijumpai pada
telinga yang tidak menunjukkan adanya respon terhadap tes kalori. Hal ini
disebabkan tes kalori menguji kanalis semisirkularis (KSS) horizontal. KSS
Horizontal dan posterior memiliki persarafan dan suplai pembuluh darah yang
berbeda. Dengan demikian BPPV yang timbul pada pasien yang tidak memberikan
respon pada tes kalori disebabkan oleh kanalit pada KSS posterior atau anterior.7,9

2.5.7 Diagnosis Banding

1. Vestibular Neuritis
Vestibular neuritis penyebabnya tidak diketahui, pada hakikatnya merupakan
suatu kelainan klinis dimana pasien mengeluhkan pusing berat dengan mual, muntah
yang hebat, serta tidak mampu berdiri atau berjalan. Gejala-gejala ini menghilang
dalm tiga hingga empat hari. Sebagian pasien perlu dirawat di rumah sakit untuk

22
mengatasi gejala dan dehidrasi. Serangan menyebabkan pasien mengalami
ketidakstabilan dan ketidakseimbangan selama beberapa bulan, serangan episodik
dapat berulang. Pada fenomena ini biasanya tidak ada perubahan pendengaran.10
2. Labirinitis
Labirinitis adalah suatu proses peradangan yang melibatkan mekanisme
telinga dalam. Proses dapat akut atau kronis, serta toksik atau supuratif. Labirinitis
toksik akut disebabkan suatu infeksi pada struktur didekatnya, dapat pada telinga
tengah atau meningen tidak banyak bedanya.10

2.5.8 Penatalaksanaan

Penatalaksanaan BPPV meliputi observasi, obat-obatan untuk menekan fungsi


vestibuler (vestibulosuppressan), reposisi kanalit dan pembedahan. Dasar pemilihan tata
laksana berupa observasi adalah karena BPPV dapat mengalami resolusi sendiri dalam
waktu mingguan atau bulanan. Oleh karena itu sebagian ahli hanya menyarankan
observasi. Akan tetapi selama waktu observasi tersebut pasien tetap menderita vertigo.
Akibatnya pasien dihadapkan pada kemungkinan terjatuh bila vertigo tercetus pada saat ia
sedang beraktivitas.7-9

Obat-obatan penekan fungsi vestibuler pada umumnya tidak menghilangkan


vertigo. Istilah vestibulosuppresant digunakan untuk obat-obatan yang dapat
mengurangi timbulnya nistagmus akibat ketidakseimbangan sistem vestibuler. Pada
sebagian pasien pemberian obat-obat ini memang mengurangi sensasi vertigo, namun
tidak menyelesaian masalahnya. Obat-obat ini hanya menutupi gejala vertigo. Pemberian
obat-obat ini dapat menimbulkan efek samping berupa rasa mengantuk. Obat-obat yang
diberikan diantaranya diazepam dan amitriptilin. Betahistin sering digunakan dalam terapi
vertigo. Betahistin adalah golongan antihistamin yang diduga meningkatkan sirkulasi
darah ditelinga dalam dan mempengaruhi fungsi vestibuler melalui reseptor H3. 7,9

Tiga macam perasat yang sering dilakukan umtuk menanggulangi BPPV adalah
CRT (Canalith repositioning Treatment), perasat liberatory dan latihan Brandt-Daroff.
Reposisi kanalit dikemukakan oleh Epley. Prosedur CRT merupakan prosedur sederhana
dan tidak invasif. Dengan terapi ini diharapkan BPPV dapat disembuhkan setelah pasien
menjalani 1-2 sesi terapi. CRT sebaiknya dilakukan setelah perasat Dix-Hallpike
menimbulkan respon abnormal. Pemeriksa dapat mengidentifikasi adanya kanalithiasis
pada kanal anterior atau kanal posterior dari telinga yang terbawah. Pasien tidak kembali

23
ke posisi duduk namun kepala pasien dirotasikan tujuan untuk mendorong kanalith keluar
dari kanalis semisirkularis menuju ke utrikulus, tempat dimana kanalith tidak lagi
menimbulka gejala. Bila kanalis posterior kanan yang terlibat maka harus dilakukan
tindakan CRT kanan.perasat ini dimulai pada posisi Dix-Hallpike yang menimbulkan
respon abnormal dengan cara kepala ditahan pada posisi tersebut selama 1-2menit,
kemudian kepala direndahkan dan diputar secara perlahan kekiri dan dipertahankan
selama beberapa saat. Setelah itu badan pasien dimiringkan dengan kepala tetap
dipertahankan pada posisi menghadap kekiri dengan sudut 450 sehingga kepala
menghadap kebawah melihat lantai . akhirnya pasien kembali keposisi duduk dengan
menghadap kedepan. Setelah terapi ini pasien dilengkapi dengan menahan leher dan
disarankan untuk tidak merunduk, berbaring, membungkukkan badan selama satu hari.
Pasien harus tidur pada posisi duduk dan harus tidur pada posisi yang sehat untuk 5 hari.7-9

Perasat yang sama juga dapat digunakan pada pasien dengan kanalithiasis pada
kanal anterior kanan. Pada pasien dengan kanalith pada kanal anterior kiri dan kanal
posterior, CRT kiri merupakan metode yang dapat di gunakan yaitu dimulai dengan kepala
menggantung kiri dan membalikan tubuh kekanan sebelum duduk.9

Kunci keberhasilan perasat tersebut ada-lah dengan memposisikan kepala pada posisi
terbalik/melihat ke bawah (gambar 4C) sehing-ga kanalith akar meluncur ke puncak kanal.
Herdman dkk mengemukakan bahwa bila kepala pasien hanya diputar ke sisi kontralateral saja
sebelum kembali ke posisi duduk remisinya hanya 50%, bila di putar ke kontralateral de-ngan
kepala diputar 45 kearah lantai angka remisi 83%.9

24
2. Perasat Liberatory

Perasat liberatory, yang dikembangkan oleh semont, juga dibuat untuk


memindahkan otolit (debris/kotoran) dari kanal semisirkularis. Tipe perasat yang
dilakukan tergantung dari jenis kanal mana yang terlibat. Apakah kanal anterior atau
posterior. 7-9

Bila terdapat keterlibatan kanal posterior kanan, dilakukan perasat liberatory kanan
perlu dilakukan. Perasat dimulai dengan penderita diminta untuk duduk pada meja
pemeriksaan dengan kepala diputar menghadap kekiri 450. pasien yang duduk dengan kepala
menghadap kekiri secara cepat dibaringkan ke sisi kanan dengan kepala menggantung ke
bahu kanan. Setelah 1 menit pasien digerakkan secara cepat ke posisi duduk awal dan untuk
ke posisi side lying kiri dengan kepala menoleh 450 kekiri. Pertahankan penderita dalam
posisi ini selama 1 menit dan perlahan-lahan kembali keposisi duduk. Penopang leher
kemudian dikenakan dan diberi instruksi yang sama dengan pasien yang diterapi dengan
CRT. 7

Bila kanal anterior kanan yang terlibat, perasat yang dilakukan sama, namun kepala
diputar menghadap kekanan. Bila kanal posterior kiri yang terlibat, perasat liberatory kiri
harus dilakukan (pertama pasien bergerak ke posisi sidelying kiri kemudian posisi sidelying
kanan) dengan kepala menghadap ke kanan. Bila kanal anterior kiri yang terlibat, perasat
liberatory kiri dilakukan dengan kepala diputar menghadap ke kiri.7,8

25
3. Latihan Brandt Daroff

Latihan Brandt Daroff merupakan latihan yang dilakukan di rumah oleh pasien
sendiri tanpa bantuan terapis. Pasien melakukan gerakan-gerakan posisi duduk dengan
kepala menoleh 450, lalu badan dibaringkan ke sisi yang berlawanan. Posisi ini
dipertahankan selama 30 detik. Selanjutnya pasien kembali ke posisi duduk 30 detik.
Setelah itu pasien menolehkan kepalanya 450 ke sisi yang lain, lalu badan dibaringkan ke
sisi yang berlawanan selama 30 detik. Latihan ini dilakukan secara rutin 10-20 kali. 3 seri
dalam sehari. 7,9

Perasat CRT, Liberatory dan Brandt Daroff merupakan latihan yang baik untuk
pasien VPPJ. Canalith Repositioning Treatment (CRT) merupakan terapi standar.di
berbagai negara. Herman melaporkan CRT digunakan untuk terapi kanal posterior and
anterior akibat cana-lithiasis. Perasat Liberatory digunakan untuk kupolitiasis agar
menggerakkan otokonia. Latihan Brandt Daroff digunakan untuk pasien dengan gejala
yang menetap.9

26
Tindakan bedah hanya dilakukan bila prosedur reposisi kanalit gagal dilakukan.
Terapi ini bukan terapi utama karena terdapat risiko besar terjadinya komplikasi berupa
gangguan pendengaran dan kerusakan nervus fasialis. Tindakan yang dapat dilakukan
berupa oklusi kanalis semisirkularis posterior, pemotongan nervus vestibuler dan
pemberian aminoglikosida transtimpanik.7,9

27
28
BAB III

PENUTUP

3.1. Kesimpulan

1. Benign paroxysmal positional vertigo (BPPV) adalah gangguan keseimbangan

perifer yang datang tiba-tiba akibat perubahan posisi kepala.

2. Patofisiologi dari BPPV terdiri dari dua teori yaitu teori kupulolitiasis dan

kanalitiasis.

3. Diagnosis dari BPPV ditegakkan bila ditemukan gejala berupa pusing berputar

yang dicetuskan oleh perubahan posisi kepala, timbul nistagmus, terdapat masa

laten sebelum nistagmus muncul, lama serangan terbatas, arah nistagmus berubah

bila posisi kepala dikembalikan ke posisi awal dan nistagmus melemah bila

dirangsang terus-menerus (fatigue).

4. Penatalaksanaan dari BPPV meliputi observasi, obat-obatan untuk menekan

fungsi vestibuler (vestibulosuppresant), reposisi kanalit dan pembedahan.

3.2. Saran

Perlunya pembelajaran lebih lanjut mengenai benign paroxysmal positional

vertigo (BPPV).

29
DAFTAR PUSTAKA

1. Snell R. Anatomi Klinik Untuk Mahasiswa Kedokteran.6th ed. Jakarta:EGC;2006


2. Bashiruddin J, Hadjar E, Alviandi W. Gangguan keseimbangan. Dalam: Soepardi EA,
2012. Buku ajar ilmu kesehatan Telinga Hidung Tenggorokan Kepala Leher. Jakarta:
Badan penerbit FK UI
3. Anderson JH, Levine SC, sistem vestibulari. Dalam: Adams GL, Boies LR, Higler
PA, editor. Boies Buku Ajar Penyakit THT edisi keenam. Jakarta: EGC.1997.Hal 39-
44
4. Probst R.Vestibular disorder. In: Grevers G, Iro H, 2008. Basic otolaryngology.
German: Georg Thieme Verlag
5. Courtinye J, Volker , Joel A, Goebel, 2014. Clinical evaluation of the patient with
vertigo. In: Johnson JI, Rosen CA. Baileys Head and Neck Surgery Otolaryngology.
Philadelphia: Lippincott William&Willkins
6. Johnson J, Lawivani AK. Vestibular Disorde. In: Lawren AK ed. Current
diagnosis&treatment in Otolaryngology-Head &neck surgery.
Philadelphia:Mosby;2328-2332
7. Kim JS, Zee DS. 2014. Benign paroxysmal Positional vertigo. The3 new england
journal of medicine, 12:1138-47
8. Solomon D, 2010. Benign Paroxysmal Positional Vertigo. Current Science Inc, 2:417-
427
9. Bashirudin J, 2011. Vertigo Posisi Paroksismal Jinak. Dalam: Soepardi EA ed. Buku
ajar ilmu kesehatan Telinga Hidung Tenggorokan Kepala Leher. Jakarta: Badan
penerbit FK UI
10. Friedland DR, Minor LB, 2009. Menire Disease, Vestibular Neuritis, Benign
Paroxysmal Positional Vertigo, Superior Semicircular Canal Dehiscence and
Vestibular Migraine. In: Ballenger Otorhinolaryngology Head and neck surgery.
Connecticut: People Medical Publishing House

30
31

You might also like