Professional Documents
Culture Documents
Pembimbing :
dr. Hascaryo Nugroho, Sp.PD
Disusun Oleh :
Linna Asni Zalukhu
1610211027
Disusun Oleh:
Linna Asni Zalukhu
1610221027
Pembimbing
2
DAFTAR ISI
LEMBAR PENGESAHAN............................................................................. 2
DAFTAR ISI................................................................................................... 3
KATA PENGANTAR..................................................................................... 4
BAB I
PENDAHULUAN.......................................................................................... 5
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA...................................................................................6
BAB III
LAPORAN KASUS....................................................................................... 20
BAB IV
PEMBAHASAN............................................................................................28
BAB V
KESIMPULAN............................................................................................. 31
DAFTAR PUSTAKA................ ................................................................... 33
3
KATA PENGANTAR
Puji syukur kami panjatkan kehadirat Allah SWT karena atas berkat dan
rahmatnya kami dapat menyelesaikan penyusunan Laporan Kasus yang berjudul
Diabetes Melitus Tipe 2 Laporan kasus ini kami susun untuk melengkapi tugas
kepaniteraan Departemen Ilmu Penyakit Dalam di Rumah Sakit Umum Daerah
Ambarawa. Kami mengucapkan banyak terima kasih yang sebesar besarnya kepada
dr. Hascaryo Nugroho, Sp.PD yang telah membimbing dan membantu kami dalam
melaksanakan kepaniteraan dan dalam menyusun laporan kasus ini.
Penulis menyadari dalam penulisan laporan kasus ini masih banyak
kekurangan dan masih banyak yang perlu diperbaiki. Oleh karena itu penulis
mengharapkan saran dan kritik yang membangun guna menambah ilmu dan
pengetahuan penulis dalam ruang lingkup ilmu penyakit dalam, khususnya yang
berhubungan dengan laporan kasus ini
Penulis
4
BAB I
PENDAHULUAN
Diabetes Melitus (DM) adalah suatu penyakit menahun yang ditandai dengan
kadar glukosa darah yang melebihi nilai normal. Apabila dibiarkan tidak terkendali,
penyakit ini akan menimbulkan berbagai penyulit yang dapat berakibat fatal seperti
penyakit jantung, ginjal, kebutaan, dan nekrosis jaringan sehingga harus diamputasi.
5
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Definisi
6
2. Gatal di daerah genital
3. Keputihan
4. Infeksi sulit sembuh
5. Bisul yang hilang timbul
6. Penglihatan kabur
7. Cepat lelah
8. Mudah mengantuk
2.4 Patofisiologi
DM tipe 1 adalah penyakit katabolisme yang ditandai dengan kegagalan sel beta
pankreas dalam merespon stimulus untuk mensekresikan hormon insulin, sehingga
penderita membutuhkan hormon insulin dari luar untuk membantu proses katabolisme
di dalam tubuh. Keadaan ini ditandai dengan kadar hormon insulin yang sangat
rendah atau bahkan tidak ada dalam darah dan kadar hormon glukagon meningkat.
8
DM tipe 1 merupakan penyakit autoimun yang ditandai dengan infiltrasi limfosit pada
pankreas dan adanya destruksi sel penghasil insulin pada pulau-pulau Langerhans
yang menyebabkan defisiensi insulin. DM tipe 1 disebabkan tiga faktor yang saling
berhubungan, yaitu genetik, lingkungan, dan faktor imunologis. Sebuah teori yang
berhubungan dengan etiologi DM tipe 1 menyebutkan bahwa DM tipe 1 ditimbulkan
dari adanya kerusakan pada sel beta pankreas akibat agen infeksius dari lingkungan.
Agen yang masuk ke dalam tubuh tersebut akan merangsang sistem imun yang
kemudian secara genetik (bersifat individual) akan membentuk reaksi autoimun
terhadap sel beta pankreas itu sendiri. Agen-agen lingkungan yang telah dijadikan
hipotesa dapat menginduksi DM tipe 1, antara lain virus (mumps, rubella, coxsackie
B4), zat kimia beracun, pemberian susu formula sejak masih bayi, dan sitotoksin.
DM tipe 2 merupakan penyakit yang ditandai dengan tiga faktor, yaitu gangguan
sekresi insulin, resistensi insulin di perifer, dan peningkatan produksi glukosa di
hepar. Semua penderita overweight memiliki resistensi insulin, namun hanya pada
orang-orang yang tidak mampu meningkatkan produksi insulin yang kemudian akan
berkembang menjadi DM tipe 2. Sekitar 90% pasien DM tipe 2 menderita obesitas.
Pada awalnya, sekresi insulin meningkat sebagai respon terhadap adanya resistensi
insulin untuk memenuhi kebutuhan tubuh terhadap glukosa. Namun lambat laun
terjadi penurunan kapasitas sekresi insulin yang penyebabnya masih belum jelas
9
mulai dari gangguan sekresi yang ringan namun bersifat progresif hingga akhirnya
sekresi insulin pun tidak adekuat.
Pada DM tipe 2, resistensi insulin pada organ hepar dapat merangsang terjadinya
glukoneogenesis yang menghasilkan keadaan hiperglikemia serta menurunkan
cadangan glikogen. Peningkatan produksi glukosa hepar terjadi setelah adanya
resistensi insulin dan penurunan sekresi insulin.
GDM merupakan suatu keadaan adanya intoleransi glukosa yang terjadi selama
proses kehamilan. Resistensi insulin terjadi akibat perubahan proses metabolisme
pada akhir masa kehamilan, sehingga meningkatkan kebutuhan terhadap hormon
insulin. Pada kasus GDM yang tidak ditangani dengan baik dapat berakibat fetal
makrosomia, hipoglikemia, hipokalsemia, dan hiperbilirubinemia.
10
2.5 Diagnosis
Diagnosis DM harus didasarkan atas pemeriksaan kadar glukosa darah dan tidak dapat
ditegakkan hanya atas dasar adanya glukosuria saja. Untuk diagnosis DM,
pemeriksaan yang dianjurkan adalah pemeriksaan glukosa dengan cara enzimatik
dengan bahan darah plasma vena.
Pemeriksaan Penyaring
Pemeriksaan penyaring berguna untuk menyaring pasien DM, TGT, dan GDPT,
sehingga dapat ditentukan langkah yang tepat bagi mereka. Pasien dengan TGT atau
GDPT merupakan tahapan sementara menuju DM. Setelah 5 10 tahun kemudian 1/3
kelompok TGT akan berkembang menjadi DM, 1/3 tetap TGT, sedangkan 1/3 lainnya
kembali normal.
11
Tabel 1. kadar glukosa darah sewaktu dan puasa sebagai patokan penyaring dan
diagnosis DM
Bukan DM Belum pasti DM DM
Kadar glukosa darah Plasma vena <110 110 199 200
sewaktu (mg/dl)
Darah kapiler <90 90 199 200
Kadar glukosa darah Plasma vena <110 110 125 126
puasa (mg/dl)
Darah kapiler <90 90 109 110
Diagnosis DM
12
Gambar 1: Langkah-langkah Diagnostik DM dan Gangguan Toleransi Glukosa
- Nasihat Umum
- Evaluasi Status Gizi - Perencanaan Makanan
- Evaluasi Penyulit DM - Latihan Jasmani
- Evaluasi dan - Berat Idaman
Perencanaan Makanan - Belum Perlu Obat Penurun
Sesuai Kebutuhan Glukosa
13
2.6 Penatalaksanaan
1. Edukasi
Meliputi pemahaman tentang:
Penyakit DM
Makna dan perlunya pengandalian dan pemantauan DM
Penyulit DM
Intervensi Farmakologis dan non-farmakologis
Hipoglikemia
Masalah khusus yang dihadapi
Cara mengembangkan sistem pendukung dan mengajarkan keterampilan
Cara menggunakan fasilitas perawatan kesehatan
2. Perencanaan Makanan
14
Untuk mrnghitung kebutuhan kalori antara lin dengan menggunakan rumus Broca:
Berat Badan Idaman dikalikan kebutuhan kalori basal (30 Kkal/KgBB untuk laki-
laki, dan 25 Kkal/KgBB untuk wanita), ditambah dengan:
kebutuhan kalori untuk aktivitas
- ringan + 10%
- sedang + 20%
- berat + 30%
jumlah kalori tersebut kemudian dibagi dalam 3 porsi besar (20% pagi, 30% siang,
25% malam), serta 2 3 x makanan selingan (10 15%).
Kegiatan jasmani sehari-hari dan latihan teratur (3-4 x seminggu selama kurang
lebih 30 menit). Latihan jasmani dapat menurunkan berat badan, memperbaiki
sensitivitas terhadap insulin, sehingga dapat mengendalikan kadar gula darah.
Contoh latihan yang dapat dilakukan antara lain: bersepeda santai, jogging,
berenang. Prinsip: Continues-Rythmical-Interval-Progressive-Enduranc.
15
4. Intervensi Farmakologik
Intervensi farmakologik diberikan apabila sasaran kadar gula darah belum tercapai
dengan pengaturan makan dan latihan
Sulfonylurea
Obat ini digunakan sebagai terapi farmakologis pada awal pengobatan diabetes
dimulai, terutama bila konsentrasi glukosa tinggi dan sudah terjai gangguan pada
sekresi insulin. Sulfonylurea sering digunakan sebagai terapi kombinasi karena
kemampuannnya untuk meningkatkan atau mempertahankan sekresi insulin. Obat
golongan ini mempunyai efek utama meningkatkan sekresi insulin oleh sel beta
pancreas. Karena itu tentu saja hanya dapat bermanfaat pada pasien yang masih
mempunyai kemampuan untuk sekresi insulin. Golongan ini tidak dapat dipakai pada
DM tipe 1.
Kombinasi sulfonylurea dan insulin ternyata lebih baik daripada insulin sendiri dan
dosisi insulin yang diperlukan pun ternyata lebih rendah. Cara kombinasi ini lebih
dapat diterima pasien daripada penggunaan insulin multiple.
Glinid
Merupakan sekreagogue insulin yang baru. Kerjanya juga melalui reseptor
sulfonylurea (SUR) dan mempunyai struktur mirip dengan sulfonylurea tetapi tidak
mempunyai efek sepertinya. Repaglinid dan nateglinid keduanya diabsorpsi dengan
cepat setelah pemberian secara oral dan cepat dikeluarkan melalui metabolisme dalam
hati sehingga diberikan 2-3 kali sehari. Repaglinid dapat menurunkan kadar glukosa
darah puasa walaupun mempunyai masa paruh yang singkat karena menempel pada
kompleks SUR sehingga dapat menurunkan aktivitas A1c pada SU. Sedang nateglinid
mempunyai masa tinggal lebih singkat dan tidak menurunkan glukosa darah puasa.
Sehingga keduanya merupakan sekretagogue yang khusus menurunkan glukosa
pascaprandial dengan efek hipoglikemia minimal. Karena sedikit mempunyai efek
terhadap glukosa puasa maka kekuatannya untuk menurunkan A1c tidak begitu kuat.
Tiazolidindion
Tiazolidindion ( rosiglitazon dan pioglitazon) berikatan dengan peroxisome
proliferator activated receptor gamma (PPAB-gamma) suatu reseptor inti di sel ototo
dan sel lemak. Golongan ini mempunyai efek menurunkan resistensi insulin dengan
17
meningkatkan jumlah protein pangangkut glukosa, sehingga meningkatkan ambilan
glukosa do perifer. Tiazolidindion di kontraindikasikan pada pasien dengan gagal
jantung kelas I IV karena dapat memperberat edema/retensi cairan dan juga
gangguan faal hati. Pada pasien yang menggunakan tiazolidindion perlu dilakukan
pemantauan faal hati secara berkala. Saat ini tiazolidindion tidak digunakan sebagai
obat tunggal.
Metformin
Obat ini mempunyai efek utama mengurangi produksi glukosa hati (glukoneogenesis),
disamping juga memperbaiki ambilan glukosa perifer. Terutama dipakai pada diabetes
gemuk. Metformin dikontraindikasikan pada pasien dengan gangguan fungsi ginjal
dan hati serta pada pasien dengan kecenderungan hipoksemia ( misalnya penyakit
serebrovaskular, sepsis, syok, gagal jantung). Metformin dapat memberikan efek
samping mual,. Untuk mengurangi keluhan tersebut dapat diberikan pada saat atau
sesudah makan.
18
sensitivitas tehadap
insulin
Penghambat Menghambat Flatulens, tinja lembek 0.5 1%
glukosidase alfa absorbsi glukosa
Tiazolidindion Menambah Edema 1.3%
sensitivitas
terhadap insulin
Insulin Menekan produksi Hipoglikemia, BB Potensial sampai
glukosa hati, naik normal
stimulasi
pemanfaatan
glukosa
Tabel 1 : Mekanisme kerja, efek samping utama dan pengaruh terhadap penurunan
A1c ( Hb-glikosilat)
Insulin
Insulin dibutuhkan untuk terapi semua pasien IDDM dan banyak pasien NIDDM.
Pada pasien NIDDM, insulin diperlukan dalam keadaan:
- Penurunan berat badan yang cepat
- Hiperglikemia berat yang disertai ketosis
- Ketoasidosis Diabetik
- Hiperglikemia Hiperosmolar non-Ketotik
- Hiperglikemia dengan asidosis laktat
- Gagal dengan kombinasi OHO dosis hampir maksimal
- Stres berat (infeksi sistemik, operasi besar, IMA, stroke)
- Kehamilan dengan DM/diabetes mellitus gestasional yang tidak
terkendsali dengan perencanaan makanan
- Gangguan fungsi hati atau ginjal yang berat
- Kontraindikasi atau alergi terhadap OHO
19
Diberikan satu atau dua suntukan insulin kerja sedang sehari seperti zinc
insulin (insulin lente) atau isophane insulin (insulin NPH) dengan atau
tanpa penambahan insulin reguler.
20
2.7 Komplikasi DM
KOMPLIKASI AKUT DM
Hipoglikemia
Hipoglikemia terjadi jika kadar glukosa darah dibawah 35mg/dl pada neonatus dan
dibawah 45-60 mg/dl pada anak-anak dan orang dewasa. Jika kadar gula darah
berkurang dengan cepat maka gejala dapat timbul sebelum kadarnya mencapai 60
mg/dl. Hipoglikemi biasanya terjadi pada orang DM yang mendapat terapi insulin.
Hipoglikemi pada diabetes sering disebut syok insulin atau reaksi insulin.
Gejala yang timbul bersumber pada aktivitas sistem saraf simpatis (gejala adrenergik)
atau terhentinya suplai glukosa ke otak secara tiba-tiba (neuroglycopenic symptoms).
Reaksi adrenergik terjadi ketika kadar glukosa darah menurun, gejalanya antaran lain:
takikardi, palpitasi, diaforesis, tremor, pucat, dan cemas. Gejala neuroglikopenik
antara lain: sakit kepala, pusing, rewel, lelah, bingung, gangguan penglihatan, lapar,
kejang dan koma. Hipoglikemik yang tidak disadari (hypoglycemia unawareness)
adalah suatu fenomena yang terjadi pada individu tanpa gejala otonom (autonomic
warning symptoms) sebelum akhirnya berkembang menjadi neuroglikopenia. Pada
orang yang hipoglikemik terjadi penurunan pada respon hormon counterrugulatory
(glukagon, epinepfrin, kortisol dan hormon pertumbuhan)
21
Hyperosmolar hyperglycemic nonketotic syndrome (HHNKS)
HHNKS berbeda dengan DKA pada derajat defisiensi insulin (defisensi insulin lebih
berat pada DKA) dan derajat defisiensi cairan (lebih berat pada HHNKS). Kadar asam
lemak bebas pada HHNKS lebih rendah daripada DKA, karena kadar insulin yang
dibutuhkan untuk menghambat lipolisis lebih rendah daripada yang dibutuhkan untuk
transport glukosa. Kadar glukosa darah lebih tinggi pada HHNKS (600-4800 mg/dl)
daripada DKA (300-750 mg/dl) karena pada HHNKS defisiensi cairan lebih besar.
Efek Somogyi
Efek Somogyi adalah kombinasi yang unik dari hipoglikemia yang diikuti oleh
rebound hyperglycemia. Efek Somogyi terjadi ketika hipoglikemia merangsang
keluarnya hormon counterregulatory insulin. Hormon-ormo ini akan meningkatkan
kadar gula darah melalui proses glukoneogenesis dan glikogenolisis. Hormon-hormon
ini juga memecah lemak dan protein serta menghambat penggunaan glukosa pada
jaringan perifer. Hormon ini dapat menyebabkan resistensi insulin selama 12-48 jam.
Kontributor utama terjadinya rebound hiperglikemia adalah konsumsi karbohidrat
yang berlebih. Selain itu, hipoglikemia juga biasanya terjadi pada puncak injeksi
insulin. Pada saat karbohidrat dikonsumsi, hormon-hormon counterregulatory sedang
aktif dan kadar insulin masih rendah, hal ini dapat menyebabkan hiperglikemia.
Manifestasi klinik dari fluktuasi kadar glukosa ini dapat tidak kentara.
Dawn Phenomenon
Dawn Phenomenon adalah suatu kondisi kadar glukosa saat pagi hari meningkat tanpa
disertai keadaan hipoglikemik pada malam harinya. Hal ini terjadi karena pada malam
hari terjadi peningkatan kadar hormon pertumbuhan. Hormon pertumbuhan adalah
hormon counterregulatory yang menyebabkan hiperglikemik dengan mengurangi
penggunaan glukosa darah oleh jaringan perifer. Untuk mengobati Dawn
Phenomenon ini dapat terjadi efek Somogyi.
KOMPLIKASI KRONIS DM
Berbagai komplikasi serius dapat terjadi pada DM, antara lain: komplikasi
mikrovaskular (retinopati dan nefropati), dan makrovaskular (penyakit arteri koroner,
stroke dan penyakit vaskular perifer), neuropati dan infeksi. Kebanyakan komplikasi
22
ini berhubungan dengan perubahan metabolik, khususnya hiperglikemia. Kontrol
ketat gula darah dapat mengurangi kejadian komplikasi-komplikasi ini. Ada 3
peristiwa metabolik yang berhubungan dengan hiperglikemia kronik yang dilibatkan
dalam patogenesis terjadinya komplikasi diabetes, yaitu glikosilasi non enzimatik,
penggunaan glukosa pada jalur polyol dan aktivasi protein C-kinase.
Komplikasi mikrovaskular
Komplikasi mikrovaskular terutama disebabkan karena pembentukan AGE, sehingga
banyak organ dapat mengalami hipoksia dan iskemik.organ yang sering terkena
adalah retina dan ginjal.
a. Retinopati
Retinopati diabetikum disebabkan oleh iskemi pada retina. Hipertensi yang tidak
terkontrol dapat memperparah retinopati. Retinopati diabetikum berkaitan erat
dengan nefropati diabetikum sehingga sering disebut renal retinal syndrome. Ada 3
tahap retinopati, yaitu:
-Tahap I (retinopati nonproliferatif): ditandai oleh permeabilitas kapiler yang
meningkat, dilatasi vena, pembentukan mikroaneurisma, perdarahan superfisial
(flame-shaped) dan perdarahan profunda (blot hemorrhage)
-Tahap II (retinopati prepoliferatif): merupaka kelanjutan dari iskemi retina dengan
area-area yang perfusinya buruk yang dapat menjadi infark.
-Tahap III (reinopati proliferatif): terbenuknya neovaskularisasi dan jaringan fibrosa
pada reina dan diskus optikus
Tarikan pembuluh darah yang baru ini dengan cairan vitreus dapat menyebabkan
retinal detachment atau perdarahan pada vitrous humor.
b. Nefropati diabetikum
24
Pada DM, dapat terjadi perubahan glomerulus ginjal. Pembesaran glomerulus dan
penebalan membrana basalis glomerulus menyebabkan glomerulosklerosis difus.
Mikroalbuminuria merupakan manifestasi utama pada disfungsi ginjal. Kebocoran
albumin dapat dikarenakan pori-pori membran glomerulus yang melebar. Sebelum
terjadi proteinuria, biasanya pasien tidak mengeluhkan gejala. Proteinuria ini akhirnya
dapat menurunkan tekanan osmotik plasma dan dapat terjadi edema anasarka dan
hipertensi. Pada gangguan fungsi ginjal sering didapatkan kondisi hipoglikemia
karena kemampuan ginjal untuk memetabolisme insulin menurun akibat kerusakan.
Kematian akibat gangguan fungsi ginjal ini biasanya terjadi pada DM tipe 1.
Komplikasi makrovaskular
Infark miokard (kematian otot jantung akibat oklusi arteri koroner) adalah penyebab
kematian sebanyak 20%pada DM. Pada DM juga sering didapatkan gagal janung
kongestif akibat peningkatan jumlah kolagen pada dinding ventrikel yang mengurangi
compliance saat pengisian jantung. Peningkatan adesi platelet dan fibrinolisis yang
menurun menyebabkan pembentukan trombus dan oklusi vaskular.
b. Stroke
Stroke 2 kali lebih banyak terjadi pada penderita diabetes daripada yang non diabetes.
Stroke iskemik lebih banyak terjadi daripada stroke hemoragik.
Neuropati diabetik
Neuropati dibagi menjadi 2 tahap yaitu: subklinik dan klinik. Pada stadium subklinik:
sudah terjadi disfungsi saraf perifer sehingga gerakan mtoriknya berkurang dan
gangguan konduksi saraf namun tanpa gejala. Pada tahap klinik: gejala sudah dapat
terdeteksi. Diabetik neuropati merupakan dying back neuropati, dimana bagian yang
pertama kali terganggu adalah bagian distal tubuh. Perubahan morfologi awal adalah
degenerasi axon terutama pada serabut saraf yang tidak bermielin. Metabolisme pada
sel Schwann terganggu, menyebabkan hilangnya membran mielin. Kondisi patologik
pada DM biasanya terjadi di area sumsum tulang, posterior root ganglia dan serabut
perifer.
Infeksi
DM meningkatkan resiko terjadinya infeksi karena:
- gangguan penglihatan akibat retinopati dan gangguan sensasi akibat neuropati
menyebabkan penderita DM sering mendapat luka yang tidak dirasakan
- komplikasi mikrovaskular dan makrovaskular menyebabkan suplai oksigen ke
jaringan berkurang. Selain itu, peningkatan glycosylated hemoglobin menghambat
perfusi osigen ke jaringan.
- mikroba lebih mudah bermultiplikasi di jaringan penderita DM karena kadar glukosa
pada cairan tubuh yang tinggi
- berkurangnya aliran darah menyebabkan leukosit menjadi sukar menuju ke area
yang
terinfeksi
- fungsi dari leukosit terganggu akibat iskemi dan hiperglikemi. Chemotaxis menjadi
abnormal dan fagositosis menjadi terganggu.
26
BAB III
LAPORAN KASUS
I. Identitas Pasien
Nama : Ny. S
Jenis Kelamin : Perempuan
Umur : 43 Tahun
Alamat : Dukuh Barat
Pekerjaan : Ibu rumah tangga
Agama : Islam
Status Perkawinan : Menikah
II. Anamnesis
Keluhan Utama:
Badan lemas sejak dua bulan.
27
Riwayat Penyakit Keluarga:
Menurut pasien tidak ada anggota keluarga yang memiliki riwayat hipertensi,
diabetes mellitus, asma, dan alergi.
Riwayat Pengobatan:
Os mengaku tidak pernah mengobati penyakit diabetes nya.
28
A: Vesikuler +/+
Jantung
I: iktus kordis tidak terlihat
P: iktus kordis teraba
P: Batas atas jantung pada SIC 3 linea parasternalis sinistra
Batas kanan jantung pada SIC 5 linea sternalis
Batas kiri jantung pada SIC 5 linea midklavikula
A: BJ 1 dan 2 reguler, murmur () dan gallop ()
V. Pemeriksaan Penunjang
Pemeriksaan Laboratorium
Tanggal 06 September 2017
Darah Rutin Nilai Satuan Nilai Normal
Hemoglobin 14,7 g/dL 11.7-15.5
Hematokrit 41.5 % 32.0-42.0
Eritrosit 5.17 106/uL 3.8-5.2
Trombosit 284 103/uL 150.000-400.000
MCV 80.2 fL 82-98
MCH 28.5 pg 27-32
MCHC 35.5 g/dL 32.0-37.0
29
Leukosit 5.8 ribu 3.6-11.0
-Basofil 0.0 10^3/mikro 0-2
-Eosinofil 0.07 10^3/mikro 0,04-0,8
-Neutrofil 3.79 10^3/mikro 1.8-7.5
-Limfosit 27.2 10^3/mikro 1.0-4.5
-Monosit 6.4 10^3/mikro 0.2-0.1
KIMIA KLINIK
Glukosa Sewaktu 328 mg/dL 74-105
UREUM 33.5 mg/dL 10-50
Kreatinin 0,68 mg/dL 0.45-0.75
Na + K + Cl
Natrium 132 mmol/L 136-146
Kalium 4,1 mmol/L 3.5-5.1
Chlorida 102 mmol/L 98-108
VI. Resume
Pasien berusia 43 tahun datang dengan keluhan badan lemas (malaise), poliuri,
polidipsi, parestesia di keempat ekstrimitas, berat badan menurun, parastesia
dikeempat ektremitas. Pada pemeriksaan glukosa darah puasa didapatkan 189mg/dL
dan glukosa 2PP 286 mg/dL.
VII. Diagnosis
Dibetes mellitus tipe 2
IX. Penatalaksanaan
Tirah baring
Diet DM 1700 kkal
Cek gula darah sewaktu dan PP setiap kontrol
30
Metformin tab 2x1
X. Prognosis
Dubia ad bonam
31
I.8 FOLLOW UP
Tanggal Follow Up
5/09/17 S : pasien mengatakan lemas, Pusing (+), dan A : DM Tipe 2
sering buang air kecil (+), mudah haus (+), P :
keluhan disertai sering kesemutan pada kedua Infus Nacl 0,9% 20 tpm
tangan dan kakinya sejak 5 bulan lalu. Injeksi Novorapid 3x10 unit
O: Injeksi Mecobalamin 1x1
KU : Lemah KS : Compos KSR 1x1
Mentis Diet DM 1900 Kkal
HR: 85 x/ mnt R : 20 x/menit
T : 36,7 C SpO2 : 96 %
TD; 120/80
Tanggal Follow Up
6/09/17 S : keluhan lemas berkurang, Pusing (+), dan A : DM Tipe 2
sering buang air kecil (+), mudah haus (+), P :
keluhan disertai sering kesemutan pada kedua Infus Nacl 0,9% 20 tpm
tangan dan kakinya sejak 5 bulan lalu. Injeksi Novorapid 3x12 unit
O: Injeksi Mecobalamin 1x1
KU : Sedang KS : Compos KSR 1x1
Mentis Diet DM 1900 Kkal
HR: 90x/ mnt R : 20 x/menit
T : 36,7 C SpO2 : 96 %
TD; 137/95
32
BAB V
KESIMPULAN
33
pemeriksaan kaki yang regular pada setiap kunjungan, pemeriksaan albumin urin
setiap tahun, pemeriksaan oftalmologik setiap tahun atau lebih sering jika terdeteksi
adanya abnormalitas
34
BAB V
KESIMPULAN
Diabetes mellitus adalah suatu kumpulan gejala yang timbul pada seseorang
oleh karena gangguan keseimbangan karbohidrat, dan protein yang disebabkan
kekurangan insulin secara absolut maupun relatif. Sehingga menyebabkan terjadinya
hiperglikemia dan glukosuria. Pada keadaan normal glukosa diatur sedemikian rupa
oleh insulin yang diproduksi oleh sel pancreas. Sehingga kadarnya dalam darah
selalu keadaan normal. Baik keadaan puasa maupun sesudah makan, kadar gula darah
selalu stabil sekitar 70 sampai 110 mg %. Pada keadaan diabetes mellitus tubuh
relative kekurangan sekresi insulin maupun aktivitas insulin akibatnya pengaturan
gula darah menjadi kacau. Walaupun kadar gula darah selalu tinggi, terjadi juga
pemecahan lemak dan protein menjadi gula (glukoneogenesis) di hati yang tidak dapat
dihambat karena insulin sekresinya relative berkurang sehingga gula darah semakin
meningkat. Akibatnya terjadi gejala-gejala diabetes mellitus yaitu poliuri, polifagi,
polidipsi, lemas, berat badan menurun. Bila dibiarkan berlarut-larut berakibat
kegawatan diabetes mellitus dengan ketoasidosis yang sering menimbulkan kematian.
Kasus diabetes mellitus yang terbanyak adalah DM type II yang mempunyai
latar belakang berupa resistensi insulin akibat disfungsi sel pancreas, dan penurunan
mass sel pancreas dimana sekresi serta aktivitas insulin berkurang.
Pasien DM mempunyai resiko untuk terjadinya komplikasi khronik yaitu :
Penyakit jantung koroner dan penyakit pembuluh darah otak 2 kali lebih besar, 50 kali
lebih mudah menderita ulkus/gangrene, 7 kali lebih mudah mengidap gagal ginjal
terminal dan 25 kali lebih cenderung mengalami kebutaan akibat kerusakan retina
daripada pasien non DM.
Pada kasus ulkus diabetikum dalam praktek digunakan terapi anti diabetic yaitu
insulin, yang diindikasikan untuk diabetes tipe I dan tipe II yang hiperglikemianya
tidak berespon terhadap terapi diet dan obat-obat hipoglikemik oral.
Indikasi pengobatan dengan insulin
a. Ketoasidosis, koma hiperosmolar dan asidosis laktat
b. DM dengan berat badan menurun secara cepat/kurus
c. DM yang mengalami stress berat ( infeksi sistemik, operasi berat, dll)
d. DM dengan kehamilan
35
e. DM tipe 1
f. Kegagalan pemakaian hipoglikemik oral (OHD)
36
DAFTAR PUSTAKA
37