You are on page 1of 4

paling dipengaruhi dan digerakkan oleh kekuatan pendorong lainnya dari sub-elemen lainnya, yang

berada pada tingkat yang lebih tinggi. Jika dianggap sebagai daya penggerak dan tingkat
ketergantungan, sub-elemen pada level 1 bersamaan dengan sub elemen pada level 2, memiliki daya
dorong yang rendah dan kuat dipengaruhi oleh sub elemen pada level 3 dan 4. Sedangkan sub- unsur di
tingkat 4, kebijakan konsistensi pemerintah terkait dengan pengembangan energi panas bumi adalah
yang paling berpengaruh bagi pembangunan berkelanjutan energi panas bumi di Pembangkit Listrik
Tenaga Panas Bumi Darajat.

3. Strategi

Struktur hirarki pada strategi pengembangan energi panas bumi sebagai disajikan pada Gambar-5,
menjelaskan hubungan sub-elemen kunci pada berada pada tempat tertinggi dibandingkan dengan sub-
elemen lainnya pada tingkat yang dibawahnya. Angka tersebut berarti bahwa sub-elemen pada tingkat
yang lebih tinggi mempengaruhi sub-elemen pada tingkat yang lebih rendah. Gambar-5 menunjukkan
bahwa sub-elemen yang mengembangkan kebijakan jangka panjang untuk pembentukan energi panas
bumi (4) terletak pada level 4. Ini berarti sub elemen ini adalah elemen kunci dan penggerak utama yang
mempengaruhi sub-elemen lain pada tingkat yang lebih rendah.

Sub-elemen yang menyelaraskan kebijakan pengembangan energi panas bumi antara pemerintah pusat
dan pemerintah daerah (1) berada pada level 3. Sementara sub-elemen memprioritaskan penggunaan
energi bersih (3) dan kebijakan formulasi kebijakan pemanfaatan kawasan konservasi untuk
pengembangan panas bumi (5) di tingkat 2. Sub-elemen terendah, terdiri dari sub-elemen yang
memprioritaskan penggunaan energi bersih (2), ketersediaan institusi yang secara khusus fokus
mengelola ketersediaan energi panas bumi di wilayah (6), partisipasi pemerintah dalam mensubsidi
ketersediaan infrastruktur dan teknologi panas bumi (7), dan ketersediaan sumber daya manusia yang
mendukungPengelolaan panas bumi (8) terletak pada level 1.
Gambar 5. Rintangan yang diklasifikasi berdasarkan tingkat ketergantungan dan daya
dorong

Model Konseptual dalam pegembangan Energi Panas Bumi

Gambar 6.Model Konseptual dari Energi Panas Bumi yang


berkelanjutan

Angka di atas menunjukkan model konseptual pengembangan energi panas bumi berkelanjutan yang
terdiri dari sistem manajemen, dukungan dana / anggaran, manajemen aktor, dan manajemen
perundang-undangan. Pengelolaan peraturan diformulasikan berdasarkan analisis tinjauan hukum dan
dimensi kebijakan dalam analisis MDS. Sistem manajemen disusun berdasarkan solusi untuk aplikasi
rintangan dan strategi dari hasil ISM, pilihan kebijakan dari AHP, dan kelayakan ekonomi. Selain itu,
lingkungan manajemen mengacu pada hasil analisis MDS pada dimensi lingkungan. Aktor yang terlibat
secara optimal adalah formulasi berdasarkan bobot aktor di AHP, struktur aktorisasi di ISM, dan hasil
analisis dimensi kelembagaan pada analisis MDS. Sedangkan kerangka pendukung penganggaran
disusun berdasarkan hasil analisis kelayakan ekonomi dan dimensi ekonomi dari analisis MDS.

Penutup

Kesimpulan dan Saran

1. Hasil analisis keuangan menunjukkan bahwa investasi untuk pengembangan energi panas bumi secara
ekonomi dapat dikatakan layak dengan NPV positif dan IRR. Bahkan insentif CDM dapat meningkatkan
IRR dari 15,3% menjadi 16,8%, dan NPV dari 56,8 juta dollar AS menjadi 72,7 juta dollar Amerika (dengan
asumsi pajak 10% untuk CDM). Meskipun CDM tidak dapat diperbaiki secara signifikan, namun dapat
mendukung pengembangan berkelanjutan energi panas bumi di Indonesia.

2. Hasil analisis keberlanjutan menunjukkan bahwa pengembangan energi panas bumi di Pembangkit
Listrik Tenaga Panas Bumi Darajat relatif berkelanjutan. Dari enam dimensi, ada lima dimensi relatif
menemui katergori keberlanjutan dan hanya satu dimensi (ekonomi) yang tidak terpenuhi akan aspek
keberlanjutan. Menyediakan berbagai jenis mekanisme insentif dan disinsentif oleh Pemerintah
Indonesia, menyederhanakan proses perizinan untuk infrastruktur Pembangkit Listrik Tenaga Panas
Bumi, dan memastikan konsistensi kebijakan, akan membantu meningkatkan dimensi ekonomi untuk
masuk kategori keberlanjutan

3. Hasil review Regulasi menunjukkan bahwa beberapa isu menantang saat ini dihadapi pengembang
(pihak swasta) adalah perubahan peraturan pemerintah, inkonsistensi dan tumpang tindih, dan proses
perizinan yang berlarut-larut, yang semuanya perlu ditingkatkan. Istilah "pertambangan" secara eksplisit
dinyatakan dalam Undang-Undang. No.27 / 2003 bahwa panas bumi dikategorikan sebagai
"pertambangan". Padahal, eksplorasi dan eksploitasi panas bumi bukanlah proses "pertambangan".
Sementara itu, UU No. 41/1999 dan UU No. 5/1990 melarang pemanfaatan energi panas bumi di dalam
kawasan hutan konservasi. Tinjau Undang-undang no.27 / 2003 untuk kemungkinan menghapus kata
"pertambangan", akan menjadi solusi yang baik untuk peraturan yang bertentangan. Proses persetujuan
berbagai persyaratan perizinan perlu disederhanakan.

4. Hasil AHP menunjukkan bahwa kebijakan pemerintah yang konsisten merupakan faktor terpenting
yang mempengaruhi perbaikan faktor lainnya. Fokus utamanya adalah melakukan kebijakan yang
konsisten terkait dengan energi panas bumi. Pelaku yang memiliki peran aktif adalah pemerintah pusat
dan daerah untuk mendorong partisipasi sektor swasta, Perusahaan Listrik Negara, dan masyarakat,
untuk menjaga keamanan energi nasional dengan mencapai target nasional, meningkatkan ekonomi
nasional, dan mengurangi polusi udara. Empat kebijakan yang diprioritaskan, yang harus difokuskan oleh
Pemerintah Indonesia antara lain: 1) energi bersih melalui kebijakan insentif dan disinsentif, 2) izin
pemanfaatan kawasan konservasi untuk kegiatan panas bumi, 3) harga ekonomi listrik menjadi lebih
atraktif, dan 4) Pemerintah menjamin kelayakan usaha. Perusahaan Listrik Negara membeli listrik
dari Pembangkit Listrik Tenaga Panas Bumi.

5. Hasil ISM menunjukkan bahwa 3 (tiga) unsur harus dipertimbangkan untuk pengembangan panas
bumi berkelanjutan: 1) pemerintah pusat, memiliki peran yang paling kuat untuk mendorong
Perusahaan Listrik Negara dan Dewan Perwakilan Rakyat Daerah. Mereka harus mendorong Bupati dan
Unit Kerja Daerah sebagai penghubung dalam mendorong partisipasi sektor swasta, masyarakat, dan
LSM, 2) inkonsistensi peraturan pemerintah dianggap sebagai hambatan utama dan juga solusi konflik
dari pihak-pihak yang berkepentingan dalam mengembangkan kebijakan pemerintah, dan (3)
mengembangkan strategi dan kebijakan jangka panjang merupakan elemen kunci dan pendorong utama
yang dapat mempengaruhi orang lain. Hal ini dapat mengurangi investasi biaya tinggi untuk
pengembangan energi panas bumi dan mengelola pemanfaatan lahan kawasan konservasi. Disarankan
agar Pemerintah Indonesia mensubsidi infrastruktur dan teknologi serta menyediakan sumber daya
pendukung, meningkatkan Tanggung Jawab Sosial Perusahaan, dan membentuk lembaga khusus atau
mengoptimalkan fungsi kelembagaan di tingkat daerah.

6. Model konseptual pengembangan energi panas bumi berkelanjutan telah dikembangkan untuk
membantu dan mendukung pengambil keputusan untuk mempercepat pembangunan berkelanjutan
energi panas bumi dalam upaya mencapai target nasional 9.500 MW pada tahun 2025. Model ini terdiri
dari sistem manajemen, pembiayaan, menejemen pemerintah dan actor lainnya, dan menejem
perundang-undangan

Beberapa cara untuk meningkatkan kesinambungan pengembangan panas bumi adalah: 1)


meningkatkan pemberdayaan masyarakat dan pengembangan masyarakat dalam kegiatan Pembangkit
Listrik Tenaga Panas Bumi 2) meningkatkan areal konservasi lahan untuk Pembangkit Listrik Tenaga
Panas Bumi 3) memperbaiki kebijakan dengan menyederhanakan proses perizinan untuk pembangunan
infrastruktur Pembangkit Listrik Tenaga Panas Bumi dan membuat kebijakan yang konsistensi 3)
mengurangi ketergantungan teknologi impor dalam memanfaatkan energi panas bumi, dan 4)
meningkatkan partisipasi institusi untuk membangun infrastruktur Pembangkit Listrik Tenaga Panas
Bumi dengan mengoptimalkan fungsi dan pengelolaan institusi daerah yang ada. .

2. Meskipun investasi eknomi dalam bidang Pembangkit Listrik Tenaga Panas Bumi masih sangat
potensial, masih perlu didukung oleh pemerintah melalui berbagai mekanisme insentif dan disinsentif
untuk mempercepat pengembangan energi panas bumi. Contoh insentif adalah istilah fiskal seperti
pajak penghasilan badan dan pembebasan bea masuk untuk pengembang; kepastian harga listrik
sebagai harga beli oleh Perusahaan Listrik Negara (PLN) dalam Perjanjian Pembelian Tenaga Listrik;
mekanisme untuk membuat bisnis panas bumi lebih menarik bagi investor, dll.

3. Kebijakan pemerintah pengembangan energi panas bumi dapat ditingkatkan dengan memusatkan
perhatian pada 3 (tiga) hal: (a) perbaikan peraturan; (b) menyelesaikan masalah, pencapaian obyektif,
dan peningkatan kelembagaan; dan (c) kebijakan prioritas dan implementasi. Peraturan yang diperbaiki
dapat dilakukan dengan merevisi UU No. 27/2003 dan membuat MOU (nota kesepahaman) antara
Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) dan Kementerian Kehutanan untuk membantu
mempercepat izin pemanfaatan panas bumi, mempermudah proses persetujuan, dll. Hal tersebut
sangat membantu menyelesaian masalah utama (inkonsistensi perundang-undangan), memenuhi tujuan
(target nasional) dan optimalisasi serta koordinasi kelembagaan yang lebih baik sesuai dengan hasil
penelitian. Peraturan dan institusi dapat digunakan sebagai dasar untuk mengelola berbagai isu yang
mendukung pengembangan energi panas bumi berkelanjutan. Tindakan alternatif yang dapat dilakukan
adalah dengan menerapkan model konseptual pengembangan energi panas bumi yang telah mapan
untuk memastikan keberlanjutannya dan mencapai target nasional 9.500 MW pada tahun 2025.

You might also like