You are on page 1of 6

BAB 1

PENDAHULUAN

Bab ini menjelaskan latar belakang penelitian, rumusan masalah, tujuan penelitian, dan

manfaat penelitian.

1.1 Latar Belakang

Kesehatan anak mempunyai arti penting dalam kehidupan keluarga,mereka pun

masih sepenuh nya bergantung pada orang tua atau dewasa lain (Handerson, 1997).

Anak- anak masih perlu perlindungan dan perawatan dari orang tua secara jasmani

dan rohani. Khusus nya balita paling cepat terkena penyakit, salah satu contoh yang

masih sering terjadi pada balita adalah sakit kejang demam.

Demam adalah suatu suhu badan yang melebihi 37C yang di sebabkan oleh sakit

peradangan. Demam merupakan suatu kondisi yang umum terjadi pada anak-anak.

(Berlin, 2009) Demam juga dapat menimbulkan kejang di karenakan infeksi,

beberapa contoh demam adalah setelah imunasi dan demam yang terinfeksi virus.

Kejang demam adalah bangkitan kejang yang terjadi pada kenaikan suhu tubuh yang

sudah melebihi 38C (Solidikin, 2012).

Berdasarkan International League Against Epilepsy (ILAE), kejang demam

merupakan kejang selama masa kanak-kanak setelah usia 1 bulan, yang berhubungan

dengan penyakit demam tanpa disebabkan infeksi sistem saraf pusat, tanpa riwayat

1 Universitas Borobudur
2

kejang neonatus dan tidak berhubungan dengan kejang simptomatik lainnya.

(Siqueira dan seizures, 2010).

Kejang demam di bagi menjadi 2 golongan yaitu kejang demam sederhana dan

kejang demam kompleks.

Kejang demam di sebabkan oleh suatu proses di luar susunan saraf pusat,penyakit

ini paling sering terjadi pada anak-anak yang berusia 6 bulan 3tahun, hampir 3%

dari anak yang berumur di bawah 5 tahun pernah mengalami kejang demam

(Ngastiyah, 2005). Kejang demam pada anak sering terjadi pada masyarakat.

Banyak ibu tidak menyadari, berbagai kondisi kegawatan dapat terjadi pada kasus

kejang demam pada anak yang tidak segera di tangani. Untuk itu diperlukan

adanya penatalaksanaan kejang demam yang cepat dan benar (Sri, 2008).

Serangan kejang demam pada anak yang satu dengan anak yang lain tidak lah

sama, tergantung nilai ambang kejang masing-masing. Oleh karena itu, setiap

serangan kejang harus mendapat penanganan yang cepat dan tepat, apalagi kejang

yang berlangsung lama dan berulang. Sebab keterlambatan dan kesalahan prosedur

bisa mengakibatkan gejala sisa pada anak,contoh nya trauma otak atau epilepsi pada

anak di kemudian hari, bahkan bisa menyebabkan kematian (Fida & Maya, 2012).

Kejang demam yang terjadi pada anak selama kejang berlangsung, ada kemungkinan

anak akan mengalami cidera karena terjatuh dan tersedak makanan atau ludahnya

sendiri. Sebenarnya belum dapat dibuktikan bahwa kejang demam dapat

menyebabkan kerusakan otak. Penelitian menunjukkan bahwa anak-anak yang

pernah mengalami kejang demam memiliki prestasi dan kecerdasan yang normal di

Universitas Borobudur
3

sekolahnya. Sekitar 95-98% dari anak-anak yang pernah mengalami kejang demam

tidak berlanjut menjadi epilepsi (Danarti, 2010)

Anak yang sedang mengalami kejang, prioritas utama adalah menjaga agar jalan

nafas tetap terbuka. Pakaian dilonggarkan, posisi anak dimiringkan untuk mencegah

aspirasi. Sebagian besar kasus kejang berhenti sendiri, tetapi dapat juga berlangsung

terus atau berulang.( Pediatri,2008).

Badan WHO yang mengurusi anak-anak, Unicef mengungkap pada tahun 2010

tercatat jumlah kematian anak di bawah usia 5 tahun (balita) sebanyak 7,6 juta.

Angka ini jauh lebih rendah dibandingkan angka tahun 1990, yaitu sekitar 12.000

kasus/hari dibandingkan 10 tahun silam. Sementara jika di bandingkan dengan angka

kelahiran, angka kematian balita berkurang dari 88 kasus menjadi 57 kasus tiap

100.000 kelahiran hidup mencapai 12 juta kematian. Beberapa negara memang

masih mencatat angka kematian yang cukup tinggi, bahkan hampir 50 persen dari

angka kematian balita di seluruh dunia terkonsentrasi di 5 negara. Kelima negara

tersebut adalah India, Nigeria, Kongo, Pakistan dan China (WHO, 2010).

Insiden terjadinya kejang demam diperkirakan mencapai 4 - 5% dari jumlah

penduduk di Amerika Serikat, Amerika Selatan, dan EropaBarat. Namun di Asia

angka kejadian kejang demam lebih tinggi, seperti di Jepang dilaporkan antara 6 -

9% kejadian kejang demam, 5 - 10% di India, dan 14% di Guam (Hernal, 2010).

Di India, hasil penelitian yang dilakukan melaporkan 77,9% orang tua pasien kejang

demam tidak mempunyai pengetahuan tentang kejang dan 90% menganggap

anaknya akan meninggal. Hasil penelitian lain memperlihatkan hampir 80% orang

Universitas Borobudur
4

tua mempunyai rasa takut terhadap serangan kejang demam yang menimpa anaknya.

(Dewanti, 2012)

Dalam sebuah penelitian di iran dari 302 orang anak yang menderita kejang demam

didapatkan 221 kasus (73,2%) kejang demam sederhana, 81 kasus (26,8%)) kejang

demam kompleks. (Karimzadih, 2008)

Selain itu, dari penulisan lain di iran juga di dapatkan rasio laki-laki dan perempuan

penderita kejang demam yaitu 1,2 : 1 (Alisebad.el.al, 2013)

Rasio jenis kelamin yang tidak jauh berbeda di dapatkan pula pada penelitian di

indonesia yang di lakukan oleh Lumbang Tobing pada tahun 2005 yaitu 1,25:1

(LumbangTobing, 2007)

Di Indonesia sendiri mencapai 2 - 4% tahun 2008 dengan 80% disebabkan oleh

infeksi saluran pernafasan. Selanjutnya tingginya kasus kejang demam di Bali

khususnya di RSUP Sanglah Denpasar Sepanjang tahun 2011, terdapat 1.178

kunjungan ke Triage anak, dengan berbagai permasalahan seperti panas, kejang,

sesak dan tidak sadar. Tahun 2010 terdapat 342 kasus anak dengan kejang demam

dan meningkat menjadi 386 kasus pada tahun 2011. Rata-rata kunjungan anak

dengan kejang demam per bulan pada 2011 sebesar 32 kasus (RSUP Sanglah,2010).

Angka kejadian di wilayah Jawa Tengah sekitar 2 - 5% pada anak usia 6 bulan-5

tahun di setiap tahunnya. 25 - 50% kejang demam akan mengalami bangkitan kejang

demam berulang (Gunawan, 2008).

Universitas Borobudur
5

Berdasarkan informasi dari kader di RW 05 Kelurahan pondok Bambu Jakarta Timur

pada tahun 2013 balita yang mengalami kejang demam sebanyak 17 orang, pada

tahun 2014 balita yang mengalami kejang demam ada sebnayak 14 orang, pada

tahun 2015 balita yang mengalami kejang demam sebanyak 10 orang. Hal ini

menunjukan ada nya penurunan jumlah penderita kejang demam dari tahun 2013

sampai tahun 2015. Kejang demam merupakan hal yang sangat mengkhawatirkan

bagi orang tua , kekawatiran orang tua dapat bertambah jika anak mengalami kejang

demam berulang, kemungkinan kejang demam berulang perlu di waspadai pada anak

yang memiliki anak todler.

Suhu kurang dari 40C memiliki riwayat kejang demam dalam keluarga dan durasi

kejang demam kurang dari 1 jam. Dengan mengetahui Gambaran penatalaksanaan

resiko kejang demam di harapkan dapat di ketahui perkiraan kemungkinan terjadi

kejang demam berulang .

1.2 Rumusan masalah

Berdasarkan uraian di atas, maka penulis tertarik untuk meneliti bagaimana

gambaran penatalaksanaan resiko kejang demam pada ibu yang memiliki anak todler

di RW 05.

1.3 Tujuan Penelitian

1.3.1 Tujuan Umum

Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui gambaran penatalaksaan Kejang

Demam pada Ibu yang memiliki anak usia todler di Rw 05 Kelurahan

Pondok Bambu Jakarta-Timur

Universitas Borobudur
6

1.3.2 Tujuan Khusus

1.3.2.1 Teridentifikasi karakteristik ibu : Usia,pendidikan,pekertjaan

1.3.2.2 Teridentifikasi pengetahuan ibu tentang risiko kejang demam pada

anak usia todler

1.3.2.3 Teridentifikasi sikap ibu tentang risiko kejang demam pada anak

usia toddler.

1.3.2.4 Teridentifikasi penatalaksanaan ibu tentang risiko kejang demam

pada anak usia toddler.

1.1 Manfaat Penelitian

1.1.1 Bagi Pendidikan dan Perkembangan Ilmu Keperawatan

Hasil penelitian ini di harapkan dapat bermanfaat dalam pengembangan ilmu

keperawatan khusus nya mengenai dengan penatalaksanaan risiko kejang

demam ibu pada anak usia todler

1.1.2 Bagi peneliti sendiri dan peneliti selanjutnya

Hasil penelitian ini di harapkan dapat bermanfaat sebagai sarana untuk

meningkatkan wawasan dan pengetahuan peneliti dan peneliti selanjutnya

dalam perkembangan ilmu keperawatan khusus nya dengan penatalaksanaan

risiko kejang demam pada ibu yang memiliki anak usia todler.

Universitas Borobudur

You might also like