You are on page 1of 41

KERTAS POSISI

KAJIAN DAN TUNTUTAN

Disusun Oleh :
Aliansi Selamatkan Slamet
2017
BAB I
SIKAP

Berikut adalah sikap dari kami, Aliansi Selamatkan Slamet, kepada Bupati Banyumas dan
Ketua Dewan Perwakilan Rakyat Daerah Banyumas untuk ditindaklanjuti dengan sungguh-
sungguh. Adapun analisa pokok akan dipaparkan dalam BAB selanjutnya. Sikap yang kami
maksud yaitu:

Menolak Pembangunan PLTP Baturraden karena lokasi proyek berada di Kawasan Hutan
Lindung.
BAB II
ANALISA POKOK PERMASALAHAN

Dari Aspek Sosial Ekonomi dan Budaya


A. Sosial Ekonomi

Medio November 2016 Februari 2017 sebagian besar desa di lereng selatan gunung
Slamet mengalami keresahan berupa keruhnya air sungai Prukut beserta DAS disekitarnya. Karena
hal ini beberapa elemen masyarakat melakukan penyelidikan ke arah hulu sungai Prukut untuk
mengetahui penyebab dari kejadian ini. Setelah ditelisik oleh warga, diketahui bahwa keruhnya air
sungai Prukut dan sekitarnya disebabakan oleh aktivitas pembangunan Pembangkit Listrik Tenaga
Panas Bumi (selanjutnya disebut PLTP) Baturraden. Aktivitas pembukaan lahan dari Pembangkit
Listrik Tenaga Panas Bumi ini dilakukan oleh PT. Sejahtera ALam Energy (SAE). Proyek ini
dikalim oleh PT. SAE senilai Rp. 7 Triliun. Sebagai pelaksana teknis proyek ini PT. SAE
mendapatkan investasi dari STEAG GmbH sebesar 75% dan PT. Trienergi 25%. Aktivitas
pembukaan lahan ini memiliki dampak yang besar terhadap lingkungan/ekologis, budaya, ekonomi,
sumber daya alam maupun manusisa, dan politik bagi daerah lereng gunung Slamet. Salah satu
aspek yang paling penting dari sisi ekologis serta sosial adalah air. Air di lereng gunung Slamet,
terutama lereng selatan gunung Slamet, merupakan sumberdaya alam yang paling penting. Karena
merupakan faktor ekonomi produksi yang vital bagi masyarakat lereng selatan gunung Slamet agar
bisa subsisten.

Sumber daya air yang dapat diidentifikasi di wilayah Kabupaten Banyumas antara lain air
permukaan dan air tanah. Air permukaan yang ada di wilayah kabupaten Banyumas berasal dari
sungai dan mata air. Sedangkan air tanah terbentuk dari teresapnya air permukaan ke dalam tanah.
Kabupaten Banyumas termasuk dalam Daerah Aliran Sungai (DAS) Serayu, DAS Ijo dan DAS
Bengawan. Ketiga DAS ini mencakup beberapa sungai dan anak sungai yang ada di wilayah
Kabupaten Banyumas. DAS Serayu terbagi dalam beberapa sub DAS dan sub-sub DAS, yaitu sub
DAS Tajum, sub DAS Logawa dan sub DAS Serayu Ilir. Sub DAS Logawa terbagi dalam sub-sub
DAS Banjaran, sub-sub DAS Pelus, dan sub-sub DAS Mengaji.1 Pemanfaatan sumber daya air di
kabupaten Banyumas baik yang berasal dari air permukaan maupun air tanah digunakan oleh
masyarakat untuk kebutuhan air minum dan air bersih (selanjutnya dikelola oleh PDAM/ Pamsimas

1
BLH Kabupaten Banyumas, Buku Laporan (Buku I): Satus Lingkungan Hidup Daerah Kabupaten Banyumas 2012 ,
Banyumas:Pemerintah Daerah, 2012
sebagai sumber air bersih di Kabupaten Banyumas untuk disalurkan ke rumah tangga, kelompok
bisnis, industri, sosial dan kegiatan lainnya), kegiatan perikanan, seperti kolam pembesaran,
pendederan, pembenihan dan Balai Benih Ikan (BBI), kegiatan peternakan dan penyediaan air baku
untuk keperluan irigasi kawasan pertanian. Masyarakat Banyumas telah bergantung dengan air.
Sumber: Peta rupa bumi digital Indonesia Lembar130-614 Rempoah Skala 1:25.000 dicetak dan diterbitkan oleh Badan Koordinasi
Survey dan Pemetaan Nasional (BAKOSUTARNAL)

Pembukaan kawasan hutan proyek geothermal di kawasan hutan lindung menyebabkan


longsoran dari timbunan infrastruktur jalan yang dibuang sembarang. Kemudian curah hujan
yang tinggi hingga 280 mm dari sebelumnya rata-rata 50 mm rata- rata per hari, dan keluarnya
sumber mata air baru menyebabkan kestabilan lereng terganggu. Sungai Tepus yang merupakan
anak sungai dari Sungai Prukut, adalah sumber kekeruhan yang terjadi. Perubahan substrat / dasar
sungai dari subtrat batuan menjadi lumpur. Longsoran akibat timbunan tanah dari pembukaan lahan
ini masuk ke dalam aliran sungai yang menyebabkan meningkatnya kandungan sedimen di dalam
aliran air sungai. Pembukaan lahan untuk dibuat jalan sampai pada sumur pengeboran di Wellpad
F, posisinya di sebelah barat laut Ratamba, diatas desa Sambirata. Aktivitas eksplorasi yang
dilakukan oleh PT Sejahtera Alam Energy yaitu pembuatan infrastruktur jalan menuju lokasi

pengeboran panas bumi sudah sampai di atas Curug Cipendok sejak bulan November 2016.
Lokasinya 6-10 km di atas Curug Cipendok.

Fenomena air keruh menyebabkan terganggunya aktivitas rumah tangga masyarakat.


Masyarakat desa biasa menggunakan Sungai Prukut untuk kebutuhan mandi, cuci, kakus, minum,
juga memasak. Dengan keruhnya air Sungai Prukut beberapa warga di desa Karangtengah, desa
Panembangan, desa Pernasidi, desa Karanglo, desa Cikidang, mengalami kesulitan air bersih. Air
yang tercemar dengan tanah dan lumpur tersebut tidak sehat untuk dikonsumsi. Sehingga ini yang
banyak dikeluhkan oleh masyarakat. Kerugian juga terjadi di UMKM seperti produksi tahu dan
perikanan

Tercantum perencanaan pembangunan PLTP wilayah kerja Baturraden akan memanfaatkan


sumber air permukaan sub DAS Logawa dan sub-sub DAS Banjaran. Sepanjang aliran sungai serta
anakan sungai telah dimanfaatkan warga Kabupaten Banyumas untuk memenuhi kebutuhan sehari-
hari secara langsung maupun tidak langsung. Relasi masarakat dengan sumberdaya air yang ada
memiliki pengaruh bagi aktivitas budaya, ekonomi dan sosial masyarakat sekitar. Sehingga dampak
yang kemungkinan terjadi dan merubah fungsi yang sudah ada dapat merubah tatanan sosial dan
kearifan lokal yang telah terbentuk.

Dampak sosial ekonomi yang langsung bersinggunggan dengan kehidupan masyrakat


adalah penggunaan sumber daya air. Air bagi warga terdampak ( Ds Sokawera, Karang Tengah,
Sambirata, dan Gunung Lurah) merupakan salah satu aspek fundamental dalam kehidupan
ekonomi produksi maupun sosial kemasyarakatan. Masyarakat daerah tersebut terbiasa
menggunakan sumber air dari sungai Prukut dan anak anak sungai lainnya yang termasuk dalam
Sub sub DAS Logawa Mengaji, dan Prukut. Air dari sumber sumber tersebut dapat diakses secara
langsung oleh masyrakat desa yang sudah disebutkan diatas. Masyarakat tidak perlu mengeluarkan
biaya konsumsi yang tinggi untuk mengakses air. Untuk memudahkan melihat dampak terhadap
sumber air ini lihat tabel 2.1

TABEL 2.1 DESA TERDAMPAK

Sumber air Lokasi Keterangan


Sungai Citepus, - Karangtengah - Tepatnya di grumbul Mandas Mayung, seluruh warga di grumbul tersebut
anak sungai memanfaatkan aliran sungai Prukut sebagai sumber air utama untuk
prukut kebutuhan sehari-hari
- banyak ikan-ikan yang mati
- Kekurangan air bersih bagi warga di sekitar Sungai Prukut
- Matinya ikan-ikan milik warga yang berada di sekitar Sungai Prukut
- Menurunnya jumlah pengunjung Curug Cipendok.
- Menurut Urip (40), akibat keruhnya Sungai Prukut sejak november lalu,
ia tidak bisa melakukan pemijahan 200 ekor ikan dewasanya. Akibatnya
ia tidak dapat memenuhi permintaan pasar selama 3 bulan ini. Kerugian
yang ia alami mencapai 30 juta per bulan.
- Panembangan - Hampir seluruh masyarakat terkena dampak air keruh termasuk di
lingkungan balai desa Panembangan. Hal tersebut dikarenakan Pamsimas
desa Panembangan menggunakan air Sungai Prukut.
- banyak ikan-ikan yang mati
- air keruh juga dirasa merugikan bagi yang memiliki usaha laundry. Tentu ini
sangat merugikan, usaha laundry juga bergantung 100% pada air bersih
- Rancamaya - Memiki sumber air selain dari sungai prukut namun tetap mendapatkan
dampak dari air keruh di sungai prukut
- Pernasidi - Sebanyak 300 KK terkena dampak air keruh, sehingga kebutuhan air untuk
MCK dan kebutuhan rumah tangga lainnya terganggu. Jumlah 300 KK yang
terkena dampak tersebut merupakan pengguna Pamsimas yang ikut dengan
desa Panembangan. 300 KK tersebut tersebar di beberapa RT, diantaranya RT
02, RT 03, dan RT 05, semua masuk kedalam wilayah RW 06. Ke-3 wilayah
RT tersebut, semua terkena dampak
- air keruh juga dirasa merugikan bagi yang memiliki usaha laundry. Tentu ini
sangat merugikan, usaha laundry juga bergantung 100% pada air bersih
- Karanglo - Memiki sumber air selain dari sungai prukut namun tetap mendapatkan
dampak dari air keruh di sungai prukut
- Cikidang - Memiki sumber air selain dari sungai prukut namun tetap mendapatkan
dampak dari air keruh di sungai prukut
- Kalisari - sebanyak 23 kelompok pengusaha pabrik tahu melakukan pengaduan
kepada kepala desa Kalisari atas dampak air keruh. Penurunan tingkat
produksi dan tingkat kualitas tahu yang dibuat, berdampak pula pada
penurunan ekonomi masyarakat desa kalisari. Penurunan tingkat produksi
dan kualitas tahu di desa kalisari menjadi salah satu dampak penurunan
kondisi perekonomian masyarakat desa kalisari.
- Menurut Darsun (48), salah satu petani tahu, biaya produksi meningkat
hingga 9 kali lipat akibat kejadian ini.. Padahal, ada 283 rumah tangga
yang menjadi perajin tahu di desa Kalisari.

- Sambirata - Menurut Kepala Desa Sambirata, Sekitar 80% masyarakat sambirata


menggunakan aliran sungai prukut sebagai sumber air untuk kebutuhan
sehari-hari dan 20% menggunakan aliran sungai Mengaji

Akibat adanya pencemaran air (berupa peningkatan kekeruhan) menyebabkan pergeseran


pola konsumsi air di daerah terdampak. Warga yang biasanya langsung mengakses air dari sumber
yang tersedia kini harus mencari cara lain untuk mendapatkan air bersih. Baik untuk kebutuhan
sehari hari maupun untuk kebutuhan ekonomi produksi. Warga kemudian mencari alternative
sumber air bersih yang lain. Sumber alternative lainnya yang ada di desa terdampak adalah sumber
dari PDAM maupun sumur.Namun untuk mendapatkan air dari sumber ini menambah biaya
konsumsi baik berupa tarif dari PDAM maupun untuk membuat infrastruktur sumur yang
memadai. Artinya terdapat kenaikan biaya hidup berupa biaya konsumsi air didaerah terdampak.

Tentu saja hal ini menambah beban sosial ekonomi bagi masyarakat terdampak. Rata rata
penduduk desa terdampak bermata pencaharian sebagia petani, peternak, pembudidaya ikan,
perajin tahu. Mata pencaharian dari penduduk ini sepenuhnya bergantung kepada ketersediaan
suplai air bersih dari Sub sub DAS Logawa Mengaji, dan Prukut. Ketika suplai air bersih ini
mengalami pencemaran maka seluruh warga yang bermatapencaharian diatas akan mengalami
hambatan produksi. Hambatan produksi secara berkelanjutan (air keruh di Cilongok terjadi sejak
November 2016 Februari 2107) akan menyebabkan penurunan kapasitas ekonomi masyarakat
yang akhirnya bermuara pada penurunan produktivitas ekonomi desa. Tabel 2.2 akan merangkum
dampak sosail ekonomi yang terjadi akibat pembangunan PLTP Baturraden.

Tabel 2.2 Dampak Sosial Ekonomi

Sosial-ekonomi :

Potensi kerugian ekonomi Keresahan warga mulai timbul akibat keruhnya sumber
langsung air di sekitar sungai Prukut sejak awal November 2016.
Warga mengalami kerugian dan mengajukan keluhan
kepada Bupati Banyumas, kemudian disikapi dengan
pemberhentian proyek sementara untuk normalisasi
sungai. Kerugian tersebut diantaranya:
- Kerusakan sistem hidrologi memiliki dampak
terhadap banyaknya volume air permukaan dan
air tanah. Sedangkan sebagian besar sumber air
masyarakat desa pinggiran hutan bergantung
pada sungai dan mata air/tug di lereng selatan
- Warga dan UMKM yang memanfaatkan air dari
hulu sungai dan sekitarnya mengalami kesulitan
mengakses sumber air bersih. Sumber air yang
biasa dimanfaatkan seperti PAM Desa/
Pamsimas
- Operasional produksi tahu terganggu dan
mengalami pembengkakan biaya operasional
karena harus beralih ke sumber PDAM.
Pembengkakan biaya operasional mencapai 9
kali lipat, sedangkan di Desa Kalisari terdapat
sekitar 283 pengrajin tahu terdampak.
- Pembudidaya ikan di Desa Karangtengah tidak
dapat melakukan pemijahan 200 ekor selama
tiga bulan sehingga tidak mampu mencukupi
permintaan konsumen ikan dewa ke luar daerah
dan mengalami kerugian materiil mencapai Rp.
30 juta tiap bulan
- Kerugian oleh Perhutani Kesatuan Pemangku
Hutan (KPH) Banyumas Timur diakibatnya
keruhnya daya tarik wisata cipendok di
kecamatan cilongok yang merupakan anakan
sungai prukut. Kerugian berupa komplain para
pengunjung kepada pihak pengelola.
(sumber: 2b)

- Gangguan kesehatan:
Pada masa eksplorasi memiliki gangguan pada
sumber air bersih sehingga masyarakat daerah
aliran sungai berpotensi terjangkit penyakit
diare, desentri, iritasi kulit, muntaber

- Infrastruktur:
Mobilisasi kendaraan berat ke arah proyek
menyebabkan jalan rusak. Jalan yang sulit
dilewati menurunkan laju dan waktu tempuh
kendaraan semakin panjang, akses jalan yang
lebih mudah memakan jarak yang jauh.
Kerusakan kendaraan masyarakat
meningkatkan biaya perawatan dan bahan
bakar transportasi.

Pembanguan PLTP Baturraden berlokasi di lereng gunung slamet yang merupakan hutan
hujan tropis dan kawasan hutan tertutup sehingga memiliki fungsi sebagai penyangga air dan
sumber cadangan air. Proses pembangunan butuh ketersediaan lahan yang rata dan padat sehingga
perlu melakukan pembukaan lahan. Pembukaan lahan mempengaruhi perubahan topografi dan
mengurangi fungsi yang sudah ada, seperti penebangan pohon berpengaruh dengan berkurangnya
penyangga dan penyimpanan air.

Lahan terbuka juga mengakibatkan zat zat galian sumur PLTP terbawa turun oleh air hujan
dan berakibat sedimentasi/mengalami kekeruhan dan kualitas air yang menurun di aliran sungai.
Kerusakan sistem hidrologi tersebut berimbas pada kualitas hidup lingkungan kehidupan sosial,
ekonomi hingga kultur di masyarakat dekat daerah aliran sungai.

1. Kualitas air yang menurun juga berpengaruh pada kualitas tanah yang buruk dan hasil
panen perikanan dan pertanian berkualitas buruk serta produksi turun. Pendapatan warga atau
UMKM menurun dan terancam miskin hingga gulung tikar.

2. Kualitas air yang menurun dan sedimentasi membuat sungai dan mata air disekitarnya yang
terdampak tidak dapat dimanfaatkan, sehingga warga atau UMKM harus beralih ke PDAM.
Pemenuhan kebutuhan MCK dan Biaya operasional produksi UMKM membengkak berlipat-lipat
dari pengeluaan sebelumnya.

3. Sedimentasi menimbulkan kekeruhan pada aliran sungai dan anakan sungai. Daya tarik
wisata air seperti curug yang menampilkan pesona kejernihan air dan outbond tidak akan menarik
pengunjung ketika air keruh. Daya tarik menjadi tidak memuaskan dan banyak komplain dari
pengunjung.

4. Kualitas sungai yang menurun menggeser makna sungai dalam kehidupan bermasyarakat.
Penurunan pemanfaatan sungai menimbulkan perubahan interaksi hingga kebiasaan-kebiasaan
masyarakat dan kekerabatan yang telah terbentuk berkaitan dengan aktivitas sungai.

5. Beralihnya pemanfaatann sungai ke PDAM membuat warga menjadi lebih konsumtif dan
individualis. Perubahan pranata sosial ini merupakan sebuah keniscayaan. Karena masyarakat
berusaha untuk memenuhi kebutuhan air mereka terlebih dahulu dan kurang mengindahkan
ketersediaan keluarga lainnya

A.2. KULTURAL

Sejak jaman dahulu masyarakat disekitar lereng gunung Slamet memiliki kearifan lokal
dalam memandang wilayah hutan beserta isinya. Kearifan kearifan tersebut berupa cerita rakyat,
mitos, dan kepercayaan masyarakat mengenai hutan seisinya. Bentuk bentuk kearifan local tersebur
sedikit banyak jika dicermati merupakan falsafah hidup masyarakat sekitar hutan dalam hidup dan
berkehidupan bersama hutan. Kebanyakan kearifan lokal tersebut menanamkan sikap menjaga dan
merawat hutan agar tetap lestari dan mampu menyokong kehidupan subsisten dari masyarakat.
Dengan adanya pembangunan PLTP Baturraden ini maka akan berpengaruh terhadap kultur
masyarakat dalam memperlakukan dan memandang hutan. Sedikit banyak kearifan kearifan lokal
tersebut akan mengalami pergeseran makna dan mengubah falsafah dalam hidup dan berkehidupan
masyarakat bersama hutan disekitarnya.

Pola interaksi masyarakat dengan lingkungan terbentuk secara perlahan dalam rentang
waktu lama, dengan adanya pembangunan PLTP maka pola interaksi akan berubah. Secara
bertahap maka mitos dalam masyarakat juga perlahan akan berubah, dan erat kaitannya mitos
yang ada didalam masyarakat sebenarnya mengatur bagaimana idealnya berinteraksi dengan
SDA, menjaga dan sekaligus memanfaatkannya secara berkelanjutan. Pembangunan PLTP ini
akan membuka peluang lebih besar interaksi yang destruktif pada beberapa titik dikawasan hutan
yang dekat dengan pemukiman masyarakat juga pada beberapa wilayah yang masyarakatnya
sebelumnya mampu menjaga SDA tetap lestari sembari tetap dapat memanfaatkannya.

Tipikal mata pencaharian masyarakat di 5 kabupaten memiliki interaksi yang tinggi


dalam pemanfaatan kawasan Gunung slamet, meliputi pemanfaatan sektor hutan,
perkebunan, ladang, budidaya hingga pariwisata. Setelah pembukaan lahan akan diikuti dampak
ekologis lanjutan seperti semakin berkurang lahan yang dapat dimanfaatkan warga dan mulai
berkurang jenis mata pencaharian, perubahan sosial menjadi semakin cepat terjadi. Untuk tetap
memenuhi kebutuhan hidup yang layak maka beralih ke sektor lain yang lebih menjamin.
Lingkungan proyek PLTP Baturaden berpotensi menyerap tenaga kerja wilayah Banyumas,
Brebes, Tegal di sektor pekerja proyek, niaga dan jasa.

Perubahan identitas juga mempengaruhi perubahan pola hidup yang sudah dijalani, seperti
pola interaksi dan keakraban dengan keluarga dan tetangga. Masyarakat yang berkecimpung di
proyek memiliki orientasi mencari penghasilan sehingga berpotensi alami perubahan pemaknaan
melihat hutan. Artinya akan ada gegar budaya terutama bagaimana cara pandang masyarakat
terhadap hutan yang dulunya kooperatif terhadap alam menjadi cenderung eksploitatif terhadap
hutan. Jika hal ini terjadi dalam jangka waktu yang lama, maka kemungkinan masyrakat akan
cenderung bersikap eksploitatif terhadap alam(dalam hal ini hutan). Kecenderungan ini akan
memperparah keadaan ekosistem hutan gunung Slamet yang semakin terancam.

Setelah tahap konstruksi, operasional dilakukan oleh mesin dan terjadi pemangkasan
pekerja proyek. Pemangkasan pekerja meningkatkan jumlah pengangguran di kabupaten sekitar
proyek. Eks pekerja proyek tidak memiliki pekerjaan serta tidak dapat dan tidak berkeinginan
kembali pada jenis pekerjaan semula hingga lebih memilih untuk merantau. Jumlah penduduk
dengan umur produktif berkurang dan pembangunan desa melambat Ada sebuah pertautan yang
kuat antara dampak sosial ekonomi, dengan dampak perubahan kultural dalam hal ini. Masyarakat
lereng selatan yang dulunya secara kultural adalah masyarakat agraris kemudian secara tiba tiba
menjadi masyarakat industrial.

Seharusnya dalam perubahan dari masyarakat agraris menjadi masyarakat industrial


diperlukan sebuah masa transisi. Masa transisi ini diperlukan untuk mempersiapkan segala sesuatu
menuju masyarakat industrial baik berupa infrastruktur sosial maupun infrastruktur fisik.
Perubahan secara tiba-tiba ini akan mengakibatkan kegagapan masyarakat dalam menghadapi hal
ini. Kegagapan ini disebabkan oleh belum siapnya infrastruktur baik infrastruktur sosial maupun
infrastruktur fisik. Infrastruktur sosial terpenting dalam menghadapi perubahan corak produksi
masyarakat ini adalah pendidikan dan pranata sosisal keluarga. Pendidikan diperlukan untuk
merubah kemampuan dasar tenaga kerja belum terdidik menjadi tenaga kerja terdidik dalam
menyongsong masyarakat industrialis. Sedangkan pranata keluarga diperlukan untuk melakukan
self defending nilai nilai moral masyarakat. Karena ketika proses perubahan dari masyarakat agraris
ke masyarakat industrialis akan terjadi banyak benturan budaya dan pergeseran nilai nilai moral
masyarakat. Dengan belum siapnya infrastruktur sosial ini maka resiko akan terjadi efek buruk dari
gegar budaya akan semakin meningkat. Efek buruk yang paling mungkin terjadi adalah perubahan
nilai kegotong royongan menjadi semakin individualis. Selain itu masyarakat juga akan semakin
memandang sesuatu berdasarkan nilai ekonomis semata.

Lereng gunung slamet terbagi menjadi beberapa kawasan kabupaten dengan corak
kelompok sosial budaya yang sangat beragam. Pada lereng sebelah barat, utara dan timur di tiga
kabupaten, Brebes, tegal dan Pemalang bisa dilihat sebagai sebuah kelompok masyarakat yang
banyak memiliki kesamaan. Tiga kabupaten tersebut memiliki kondisi tutupan kawasan hutan
yang relatif lebih sedikit (tergantikan dengan ladang, dan sawah juga pemukiman)
masyarakatnya. Kelompok masyarakat di pinggiran hutan Slamet ini cenderung melihat hutan
sebagai sumber penghidupan dan ekonomi lebih dominan, bertipikal sangat mudah melakukan
tindakan dengan motif ekonomi semata pada hutan. Kondisi tersebut terlihat bisa dicontohkan
dengan semakin terbukanya kawasan hutan lindung maupun hutan produksi yang berada
langsung berbatasan dengan pemukiman warga. Hingga saat ini wilayah lereng utara, barat dan
timur adalah wilayah lereng slamet yang menjadi basis pertanian sayur, karena sayur
membutuhkan wilayah bekas hutan yang subur, berada di dataran tinggi dan dengan curah
hujan rendah. Sayur adalah komoditas dengan nilai ekonomi sangat besar dan nilai bagi
menjaga kelestarian hutan sangat kecil.

Pada wilayah lereng selatan G. Slamet yang masih mempunyai banyak tutupan kawasan
hutan, baik hutan produksi perhutani, maupun hutan lindung pola interaksi masyarakat dengan
hutan begitu dekat karena sebagian besar masih banyak ditemukan berbagai tradisi yang berisikan
nilai nilai yang mengatur agar masyarakat menjaga dan melestarikan kawasan hutan agar hutan
tetap lestari, masih memberikan penghidupan dalam jangka panjang. Artinya hutan tidak hanya
dilihat semata memberikan penghidupan secara ekonomi tetapi juga tempat bernaung yang
memberikan segenap kehidupan bagi mereka, dalam semua aspek, baik air, udara yang bersih juga
bentuk lain berupa bahan jejamuan yang menjaga daya hidup mereka
DARI SEGI EKOLOGI
B. EKOSISTEM

Hutan merupakan sebuah kawasan yang memiliki tumbuhan-tumbuhan lebat yang berisi
pohon, semak, rumput, paku-pakuan, jamur, dan lain sebagainya yang menempati sebuah daerah
yang cukup luas. Menurut Undang-undang Nomor 41 Tahun 1999 tentang Kehutanan, pengertian
hutan adalah suatu kesatuan ekosistem berupa hamparan lahan berisi sumberdaya alam hayati
yang didominasi pepohonan dalam persekutuan alam lingkungan, yang satu dengan yang lainnya
tidak dapat dipisahkan.(1) Terdapat 4 unsur yang ada didalamnya, meliputi : (1) suatu kesatuan
ekosistem, (2) berupa hamparan lahan, (3) berisi sumberdaya alam hayati beserta alam
lingkungannya, dan (4) Mampu memberi manfaat secara lestari.

Pulau Jawa merupakan pulau paling padat di Indonesia. Sebagai pusat perekonomian di
Indonesia, Pulau Jawa menjadi buruan masyarakat dari pulau-pulau lain. Hal ini menyebabkan
kebutuhan lahan untuk tempat tinggal dan kawasan industri semakin tinggi, sehingga menyebabkan
lahan hijau di Pulau Jawa semakin sedikit. Sebagai akibatnya, kualitas lingkungan di sekitarnya
mengalami penurunan yang cukup signifikan.

Berdasarkan data Departemen Kehutanan Tahun 2003 diketahui bahwa, tutupan lahan di
Pulau Jawa tersisa 4% dari total luas Pulau Jawa. Juga berdasarkan investigasi periode 2003-2006,
diketahui bahwa laju deforestasi di Pulau Jawa sebesar 2.500 hektar per tahun, atau sekitar 0,2%
dari total angka deforestasi di Indonesia. Ekosistem hutan gunung Slamet pada dasarnya adalah
hutan hujan tropis. Hutan hujan tropis merupakan salah satu jenis ekosistem yang paling kompleks
dari segi biodiversitas maupun interaksi yang ada didalamnya. Hutan hujan tropis terdiri dari
vegetasi pohon hewan (vertebrata, avertebrata, mikroorganisme, jamur/cendawan dsb) dan factor
abiotic yang berinteraksi secara unik, kompleks, dan timbal balik secara kontinyu. Secara umum
vegetasi hutan hujan tropis terdiri dari pohon, serta tumbuhan dasar/lantai hutan berupa terna,
semak perdu dan herba. Sedangkan satwa yang ada di hutan Slamet sangat beraneka ragam.
Berkisar dari mikroorganisme hingga vertebrata tingkat tinggi seperti mammalia. Dengan keunikan
tersebut layaklah hutan hujan tropis gunung Slamet dianggap sebagai benteng biodiversitas terakhir
yang ada di ujung barat Jawa Tengah.
PT. SAE menyebutkan bahwa tata guna lahan hutan gunung Slamet secara garis besar dapat
dibagi menjadi tiga area yaitu hutan lindung , hutan produksi terbatas, dan areal penggunaan lain.
Hutan lindung dalam wilayah kerja pertambangan Panas Bumi Baturraden merupakan daerah
resapan air yang berguna sebagai pemasok air kedalam sistem reservoir. Penyebaran daerah
resapan air ini meliputi Banyumas, Purbalingga, Pemalang, Tegal, Brebes. Hutan lindung secara
tata guna lahan merupakan kawasan yang hutan yang khusus digunakan sebagai kawasan
konservasi/perlindungan ekosistem secara utuh. Sebagaimana diatur oleh hukum yaitu :

1. UU Tata ruang 26/2007


Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 26 Tahun 2007 Tentang Penataan Ruang Pasal 20 ayat
(1) huruf (c), Juncto Pasal 20 ayat (6), Juncto Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor
26 Tahun 2008 Tentang Rencana Tata Ruang Wilayah Nasional, pasal 51 huruf (a) juncto pasal 52
ayat (1) juncto pasal 55 ayat (1) menyatakan hutan lindung adalah kawasan lindung yang harus
dilindungi.

Secara aspek ekologis maupun hukum kawasan hutan lindung memang mendapat perhatian
khusus dalam penjagaannya. Hutan lindung di kawasan Gunung Slamet secara sebagian besar
merupakan hutan primer. Artinya hutan lindung ini belum pernah bersinggunggan dengan aktivitas
aktivitas eksploitasi. Aktivitas-aktivitas yang bersifat eksploitatif (pembukaan lahan, pembakaran,
dsb) terhadap hutan primer akan menyebabkan gangguan. Dalam disiplin ilmu ekologi gangguan
gangguan yang ada akan mampu diatasi oleh ekosistem (dalam hal ini hutan lindung gunung
Slamet) selama masih diambang batas daya lenting lingkungan.

Daya lenting lingkungan dapat diartikan sebagai kemampuan suatu ekosistem untuk
mengatasi gangguan terhadap keseimbangan ekosistem serta memulihkan dirinya ke keadaan
seperti semula. Daya lenting ini sendiri memiliki ambang batas tertentu. Tidak semua jenis dan
intensitas gangguan dapat diatasi oleh daya lenting lingkungan. Ambang batas kemampuan daya
lenting ekosistem ini dipengaruhi oleh beberapa hal yaitu :

1. Kompleksitas ekosistem
Semakin kompleks suatu ekosistem akan memiliki daya lenting yang lebih baik, karena
banyaknya elemen elemen biotik maupun abiotic yang membuat jejaring interaksi unik,
luas dan kompleks sehingga relative lebih kuat . Berlaku juga sebaliknya. Semakin
sederhana suatu ekosistem maka semakin buruk daya lenting yang dimilikinya.
2. Intensitas gangguan
Semakin tinggi intensitas gangguan terhadap ekosistem maka akan semakin rendah
daya lenting yang dimiliki ekosistem tersebut karena harus beregenerasi dalam
menghadapi tekanan tekanan yang ada.
3. Umur/ tingkat perkembangan ekosistem
Ekosistem yang baru terbentuk biasanya jauh lebih rentan daripada ekosistem yang
sudah lama berkemabang. Hal ini berkaitan dengan kompleksitas dan interaksi antar
elemennya.

Selanjutnya, menilik gunung Slamet Slamet yang sekarang sedang mengalami pembukaan
lahan oleh PT. SAE kita patut mempertanyakan bagaimana kondisi dari daya lenting gunung
Slamet. Kita ketahui bersama bahwa sebelum ada eksploitasi dari PT. SAE ini hutan lindung
gunung Slamet juga mengalami tekanan ekologis berupa :
1. Penebangan pohon
Hal ini akan berdampak pada ketersediaan sumber pakan satwa (Feeding Ground), tempat
bermain satwa (Playing Ground), dan tempat bersarang (Nesting Ground)
2. Perburuan hewan
Hal ini berdampak pada menurunnya jumlah populasi. Selain itu, suara yang
ditimbulkan oleh masyarakat yang melewati hutan akan mengganggu keberadaan satwa
disepanjang tepian jalan.

3. Pengambilan Tumbuhan
Hal ini akan mengurangi populasi tumbuhan - tumbuhan terkait. Selain itu, ketersediaan
pakan satwa liar juga akan berkurang.

4. Pencarian Jamur
Hal ini akan mengusik keberadaan satwa liar disekitar lokasi yang dilalui.

5. Pencarian Getah Damar


Dampak yang ditimbulkan akibat perjumpaan masyarakat dengan satwa liar akan membuat satwa
liar merasa terancam
Dengan adanya aktivitas pembukaan lahan (deforestasi) PT. SAE ini akan memperparah
tekanan terhadap ekosistem hutan lindung gunung Slamet. Daya lenting lingkungan hutan gunung
Slamet akan semakin mendapat tambahan beban untuk memulihkan keadaannya. Tekanan secara
terus menerus seperti ini akan memperkecil daya lenting lingkungan. Ketika level gangguan sudah
melebihi ambang batas daya lenting lingkungannya, suatu ekosistem akan terdegradasi. Seluruh
komponen ekosistem akan mengalami kerusakan bahkan pada tingkat spesies. Ekosistem yang
terdegradasi ini butuh waktu yang lebih lama dalam memulihkan dirinya lewat cara suksesi.

Selain itu menurut Ardhini Rin Maharning (2014) suatu ekosistem (baik buatan/ alami)
dapat mencapai produktivitas secara ekologis maupun ekonomis ketika berada di tingkat gangguan
menengah. Karena ketika suatu ekosistem berada di tingkat gangguan menengah seluruh
komponen biotik berusaha untuk meningkatkan produktivitas sampai batas maksimal baik secara
individual dan komunal demi beregenerasi dan mempertahankan keutuhan ekosistemnya. Saat
gangguan berskala kecil suatu ekosistem kurang produktif secara ekologis maupun ekonomi.
Sedangkan saat berada di tingkat gangguan tertinggi maka ekosistem segera akan terdegradasi.
Berdasarkan pernyataan tersebut, hutan lindung gunung Slamet berada dalam tingkat gangguan
tertinggi. Karena aktivitas pembukaan lahan hutan lindung PT. SAE yang massif.

Aktivitas pembukaan lahan yang tinggi ini tidak mampu di imbangi dengan daya lenting
lingkungan maupun suksesi yang ada. hal ini tentu meyebabkan kerusakan ekosistem secara
permanen. Ketika suatu ekosistem sudah rusak permanen maka akan sangat sulit untuk
mengembalikan lagi seperti sedia kala. Kerusakan ekosistem hutan lindung gunung Slamet secara
permanen tentu menimbulkan kerugian secara eknomis maupun ekologis. Berikut ini adalah
dampak dari deforestasi akibat aktivitas PT. SAE

Tabel 2.3 Dampak Ekologis

Ekologi :

Deforestasi Adanya Pembangunan Pembangkit Listrik Tenaga Panas


Bumi membutuhkan pembukaan lahan yang ditujukan
untuk pembuatan jalan/ akses masuk kendaraan proyek
dan pembangunan infrastruktur.
Hal ini akan mendorong terjadinya deforestasi dan
degradasi hutan, akibat konversi lahan tersebut.

Sumber : [1a]
Kehilangan habitat Terjadinya deforestasi akibat konversi lahan akan
meyebabkan semakin sempitnya hutan alam dan
memperluas bukaan hutan yang menjadi habitat satwa
liar.

Relung hidup satwa liar akan semakin sempit. Akibatnya


akan menyebabkan kompetisi antar populasi semakin
meningkat.

Hilangnya habitat merupakan ancaman utama terhadap


hilangnya keragaman hayati.

Sumber : [1b]

Fragmentasi habitat Pembangunan jalan dan infrastruktur Pembangkit listrik


tenaga panas bumi akan menciptakan barrier atau
batasan wilayah bagi suatu spesies.

Spesies yang memiliki range area / teritorial yang luas


akan semakin tersudutkan akibat pembangunan
tersebut.

Sensitivitas yang dimiliki tiap spesies akan sangat


berpengaruh pada ketahanaan terhadap kebisingan yang
ditimbulkan oleh mesin - mesin kendaraan dan alat berat
proyek.

Sumber : [1c]

Migrasi Satwa Akibat terjadinya deforestasi, kehilangan habitat, dan


defragmentasi akan mendorong satwa untuk bermigrasi
mencari habitat yang baru agar dapat mencari makan,
berkembangbiak, dan meneruskan hidupnya.

Bagi satwa yang memiliki kemampuan adaptasi yang


baik maka dapat bertahan hidup, namun mereka yang
tidak dapat bertahan akan tersisihkan.

Selain itu, kemungkinan terjadinya konflik antara satwa


dengan manusia akan meningkat, dikarenakan turunnya
satwa ke lahan perkebunan/ pertanian warga.

Sumber : [1d]

Kematian flora eksotik Vegetasi yang hidup diatas ketinggian 1.500 Mdpl
merupakan tumbuhan heterogen, yang artinya jenis
tumbuhan dengan keragaman tertinggi, termasuk
didalamnya tumbuhan yang dilindungi dan eksotik.

Pembukaan jalan dan infrastruktur membutuhkan tempat


/ ruang yang luas sehingga penebangan terhadap
tumbuhan tidak dapat dihindari.

Selain itu, pembukaan lahan juga menyebabkan


terjadinya degradasi tanah, yang dapat menghambat
pertumbuhan dan kemampuan hidup flora eksotik

Sumber : [1e]

Perubahan bentang alam Perubahan mengenai bentang alam beberapa


diantaranya adalah seperti berikut :

- Perubahan vegetasi penutup

Pada saat land clearing untuk pembuatan jalan/


akses masuk dan infrastruktur akan menyebabkan
hilangnya vegetasi alami. hilangnya vegetasi akan
menyebabkan perubahan iklim mikro, keanekaragaman
hayati, dan hilangnya habitat satwa. Tidak adanya
tutupan dari vegetasi menyebabkan lahan menjadi
terbuka, sehingga kemungkinan terjadinya erosi dan
sedimentasi pada saat musim hujan semakin besar.

- Perubahan topografi

Pengerukkan tanah dan punggungan berakibat


pada berubahnya topografi wilayah tersebut. Perubahan
topografi akan membentuk lereng yang curam dan
mempercepat aliran air dari puncak menuju lembah,
sehingga erosi yang ditimbulkan menjadi meningkat.
Perubahan topografi ini sulit untuk dikembalikan seperti
sedia kala, karena pembentukannya terjadi secara alami.

- Kerusakan tubuh tanah

Kerusakan ini disebabkan saat pengerukkan dan


penimbunan kembali tanah untuk meratakan suatu
wilayah. Kerusakan terjadi akibat bercampurnya unsur -
unsur tanah galian dengan permukaan tanah, sehingga
mengganggu kesuburan fisik, kimia, dan biologi tanah.
hal tersebut membuat tanah yang seharusnya sebagai
media tumbuh menjadi tidak dapat berfungsi secara
maksimal, karena adanya gangguan terhadap mikroba
perombak yang menyediakan unsur hara dan stok
carbon yang sangat dibutuhkan oleh tumbuhan. Selain
mengurangi kesuburan tanah, kandungan yang ada
pada tanah galian biasanya mengandung asam atau zat
- zat beracun lain yang sangat berbahaya bagi
kehidupan makhluk hidup.

Sumber [1f]

Kerusakan sistem hidrologi Akibat hilangnya vegetasi dan berubahnya


topografi suatu wilayah, menyebabkan daya
penyimpanan air menjadi berkurang. selain itu, akibat
berubahnya topografi, maka terdapat beberapa anak
sungai yang tidak bisa lagi berfungsi seperti sediakala.
Fungsi hutan yang seharusnya sebagai tandon
penyimpanan air akan menghilang. Banyaknya material
dan zat - zat berbahaya yang terbawa hingga ke anak
sungai akan menyebabkan menurunnya kualitas air dan
dapat membahayakan organisme yang memanfaatkan
air untuk kebutuhan hidupnya.

Sumber [1g]

Dari table diatas kita dapat melihat betapa kompleks akibat secara ekologis
yang ditimbulkan akibat deforestasi dari aktivitas pembukaan lahan oleh PT. SAE.
Hanya karena langkah deforestasi tersebut, muncul dampak dampak beruntun. Yang
pertam adalah deforestasi. Deforestasi akan mengakibatkan terbukanya kawasan
hutan hujan tropis gunung Slamet secara massif. Pembukaan lahan ini berakibat pada
tereksposnya permukaan tanah secara langsung. Lahan akan mudah mengalami
evaporasi berlebih. Erosi juga akan meningkat karena tidak ada barrier. Selain itu
penambahan dan penguraian zat organic akan terhambat karena karakter tanah dan
mikroorganisme pengurai susunannya berubah.

Kehilangan habitat bagi satwa yang mobile juga akan terjadi. Terutama bagi
satwa satwa yang memiliki niche sebagai hewan koloni dan bertipe teritori. dengan
berkurangnya habitat, sumber daya makanan, serta peningkatan kompetisi intra
maupun inter populasi. Hal ini akan berakibat pada menurunnya kemampuan
reproduksi satwa. Penurunan kemampuan reproduksi, ditambah kerusakan serta
fragmentasi habitat mempercepat laju kepunahan suatu spesies.

Selanjutnya jika berkaca pada dokumen Usaha Pemantauan Lingkungan


Usaha Pengelolaan Lingkungan (UKL UPL) yang dikeluarkan oleh PT. SAE terdapat
beberapa kejanggalan dan inkonsistensi data. Pertama, dari table data satwa liar di
sepanjang jalur ruas III terdapat data macan kumbang. Dalam table tersebut bernama
ilmiah Adonnadonna primadonna. Setelah ditelisik berdasarkan literature ilmiah
Adonnadonna primadonna tidak terdaftar sebagai macan kumbang. Spesies ini
merupakan salah satu jenis eribdians (mikrofosil) yang dikaji dalam disiplin ilmu
mikropaleontologi. Selanjutnya adalah di table mamalia ruas III. Dalam table tersebut
tertuliskan Beruk dengan nama ilmiah Maccaca pagensis. Sedangkan dalam literature
ilmiah Maccaca pagensis adalah salah satu jenis monyet ekor panjang yang berasal
dari pulau Mentawai. Pertanyannya adalah bagaimana bisa spesies yang secara
geografis terpisah barrier dapat ditemukan dalam hutan hujan tropis gunung Slamet.
Kejanggalan selanjutnya adalah dat aves dari ruas III. Pada halaman L.1 97 UKL
UPL PT. SAE tertuliskan kuniran bernama ilmiah Pericrocotus. Tanpa ada nama
penunjuk spesies seperti standar nomenklatur penamaan ilmiah internasional. Bahkan
pada halaman L1- 98 kuniran bernama Zoopsterops sp.
Dari Segi Regulasi
PT. Sejahtera Alam Energy yang selanjutnya disebut PT. SAE
berkecimpung dalam bidang usaha pengusahaan tenaga panas bumi dan
pembangkitan tenaga listrik yang beralamat di Gedung Tambang d/h. Wisma Eka
Karma Jalan Kapten P. Tendean Nomor 15, Mampang Prapatan, Jakarta Selatan yang
diketuai oleh Ir. Achmad Nugraha Juanda sebagai Direktur Utama merupakan
pemrakarsa usaha dan/atau kegiatan eksplorasi panas bumi di wilayah kerja
Baturaden di Kabupaten Banyumas. Kabupaten Tegal, Kabupaten Brebes, Kabupaten
Purbalingga, dan Kabupaten Pemalang, Provinsi Jawa Tengah. Secara administratif,
tapak kegiatan eksplorasi masuk wilayah kecamatan Paguyangan dan Kecamatan
Sirampog, Kabupaten Brebes serta kecamatan Pakuncen, Kecamatan Cilongok,
Kecamatan Kedungbanteng dan Kecamatan Baturraden, Kabupaten Banyumas,
Provinsi Jawa Tengah. Berdasarkan Keputusan Menteri Energi dan Sumberdaya
Minera No. 1557 K/30/MEM/2010, rencana eksplorasi panas bumi WKP Baturaden
oleh PT. SAE sudah berlangsung dari 2010 hingga sekarang terhitung sudah 40.000
hektar Gunung Slamet dijadikan tempat eksplorasi, terkait eksplorasi ini ada
penyimpangan hukum oleh PT. SAE yang melakukan eskplorasi didaerah Gunung
Slamet.

a. Undang-Undang Nomor 21 Tahun 2014 tentang Panas Bumi


Pasal 30
Izin Panas Bumi diberikan untuk melakukan Eksplorasi, Eksploitasi, dan
pemanfaatan.

Pasal 31
(1) Eksplorasi sebagaimana dimaksud dalam Pasal 30 memiliki jangka waktu paling
lama 5 (lima) tahun sejak Izin Panas Bumi diterbitkan dan dapat diperpanjang 2 (dua)
kali, masing-masing selama 1 (satu) tahun.
(2) Jangka waktu Eksplorasi sebagaimana dimaksud pada ayat (1) termasuk untuk
kegiatan Studi Kelayakan.
(3) Sebelum melakukan pengeboran sumur Eksplorasi, pemegang Izin Panas Bumi
wajib memiliki izin lingkungan sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-
undangan di bidang perlindungan dan pengelolaan lingkungan hidup.

Pasal 40
(1) Badan Usaha pemegang Izin Panas Bumi yang tidak memenuhi atau melanggar
ketentuan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 26 ayat (2), Pasal 27 ayat (1) dan ayat
(3), Pasal 31 ayat (3), dan/atau Pasal 32 ayat (2) dikenai sanksi administratif.
(2) Sanksi administratif sebagaimana dimaksud pada ayat (1) berupa:
a. peringatan tertulis;
b. penghentian sementara seluruh kegiatan Eksplorasi, Eksploitasi, atau
pemanfaatan; dan/atau
c. pencabutan Izin Panas Bumi.

Pendapat Hukum

PT. SAE diberikan Izin Usaha Pertambangan (IUP) Panas Bumi di WKP Panas Bumi
Daerah Baturraden Kab. Brebes, Tegal, Pemalang, Banyumas, dan Purbalingga pada
11 April 2011 berdasarkan Kep. Gubernur Jawa Tengah Nomor 541.1/27/2011.

PT. SAE mendapatkan perpanjangan jangka waktu eksplorasi berdasarkan


Rekomendasi Gubernur Jawa Tengah Nomor : 541.1/004341 Tahun 2014. Tertulis
bahwa :
Sehubungan dengan telah berakhirnya jangka waktu tahap eksplorasi Panas
Bumi WKP Baturraden dengan ini kami sampaikan hal-hal sebagai berikut :
1. Menyetujui Perpanjangan Jangka Waktu Eksplorasi di WKP Baturraaden
oleh PT. Sejahtera Alam Energy selama 1 (satu) tahun terhitung sejak 11
April 2014 sampai dengan 11 April 2015...
2. Apabila dipandang perlu PT. Sejahtera Alam Energi dapat
memperpanjang jangka waktu eksplorasi ke-2 (dua) selama 1 (satu) tahun
sejak berakhirnya masa perpanjangan ke-1 (satu) ini sesuai denga
peraturan yang berlaku.

Berdasarkan ketentuan di atas, maka PT. SAE jika dapat memperpanjang jangka
waktu eksplorasi ke-2, maka jangka waktu yang ia peroleh ialah sejak 11 April 2015
hingga 11 April 2016.

PT. SAE memperoleh Izin Panas Bumi berdasarkan Kepmen ESDM Nomor :
4577.K/30/MEM/2015 tentang Izin Panas Bumi PT. Sejahtera Alam Energy di
Wilayah Kerja Baturraden, Kab. Banyumas, Tegal, Brebes, Purbalingga, Pemalang.
Izin ini diberikan dalam rangka penyesuaian dengan adanya Pasal 79 ayat (2)
Undang-Undang Nomor 21 tahun 2014 tentang Panas Bumi, yang tadinya izin
diterbitkan oleh Gubernur menjadi oleh Menteri.

Penyesuaian izin ini tidak mengubah substansi dari izin sebelumnya, melainkan
hanya penyesuaian formil saja. Oleh karenanya, jangka waktu eksplorasi yang
diberikan kepada PT. SAE tetaplah berakhir pada 11 April 2015. Kalaupun mendapat
perpanjangan lagi, maka hanya sampai 11 April 2016. Mengingat ini sudah lewat dari
11 April 2016, seharusnya PT. SAE tidak memiliki hak untuk melakukan kegiatan
Eksplorasi di Wilayah Kerjanya, termasuk dalam hal mendapat Rekomendasi
Persetujuan UKL/UPL pada 8 Juni 2016 dari Balai Lingkungan Hidup Provinsi Jawa
Tengah. Oleh karena itu, PT. SAE dapat dikenakan sanksi mengacu pada Pasal 40.

EKSPLORASI
Pasal 1
7. Eksplorasi adalah rangkaian kegiatan yang meliputi penyelidikan geologi,
geofisika, geokimia, pengeboran uji, dan pengeboran sumur eksplorasi yang
bertujuan untuk memperoleh informasi kondisi geologi bawah permukaan guna
menemukan dan mendapatkan perkiraan cadangan Panas Bumi.

Pasal 42
(2) Dalam hal Menteri melakukan Eksplorasi untuk menetapkan Wilayah Kerja
sebagaimana dimaksud dalam Pasal 17 ayat (1), sebelum melakukan Eksplorasi,
Menteri melakukan penyelesaian penggunaan lahan dengan pemakai tanah di atas
tanah negara atau pemegang hak atau izin di bidang kehutanan sesuai dengan
ketentuan peraturan perundang-undangan.

Pasal 52
(1) Pemegang Izin Panas Bumi wajib:
a. memahami dan menaati peraturan perundang-undangan di bidang keselamatan
dan kesehatan kerja serta perlindungan dan pengelolaan lingkungan hidup dan
memenuhi standar yang berlaku;
b. melakukan pengendalian pencemaran dan/atau kerusakan lingkungan hidup
yang meliputi kegiatan pencegahan, penanggulangan, dan pemulihan fungsi
lingkungan hidup;
c. melaksanakan Eksplorasi, Eksploitasi, dan pemanfaatan sesuai dengan kaidah
teknis yang baik dan benar;
d. mengutamakan pemanfaatan barang, jasa, serta kemampuan rekayasa dan
rancang bangun dalam negeri secara transparan dan bersaing;
e. memberikan dukungan terhadap kegiatan penelitian dan pengembangan ilmu
pengetahuan dan teknologi Panas Bumi;
f. memberikan dukungan terhadap kegiatan penciptaan, pengembangan
kompetensi, dan pembinaan sumber daya manusia di bidang Panas Bumi;
g. melaksanakan program pengembangan dan pemberdayaan masyarakat
setempat;
h. menyampaikan rencana jangka panjang Eksplorasi, Eksploitasi, dan
pemanfaatan kepada Menteri yang mencakup rencana kegiatan dan rencana
anggaran serta menyampaikan besarnya cadangan;
i. menyelenggarakan pembukuan atau pencatatan dengan memperhatikan itikad
baik dan mencerminkan keadaan atau kegiatan usaha yang sebenarnya; dan
j. menyampaikan laporan tertulis pengusahaan Panas Bumi untuk Pemanfaatan
Tidak Langsung kepada Menteri secara berkala atas:
k. rencana kerja dan rencana anggaran; dan realisasi pelaksanaan rencana kerja
dan rencana anggaran.
(2) Ketentuan lebih lanjut mengenai kewajiban pemegang Izin Panas Bumi
sebagaimana dimaksud pada ayat (1) diatur dalam Peraturan Pemerintah.

Pasal 56
(1) Badan Usaha pemegang Izin Panas Bumi yang tidak memenuhi atau melanggar
ketentuan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 52 ayat (1) huruf b, huruf c, huruf d,
huruf g, huruf h, huruf i, dan huruf j, Pasal 53 ayat (1), dan/atau Pasal 54 ayat (1) dan
ayat (4) dikenai sanksi administratif.
(2) Sanksi administratif sebagaimana dimaksud pada ayat (1) berupa:
a. peringatan tertulis;
b. penghentian sementara seluruh kegiatan Eksplorasi, Eksploitasi, dan
pemanfaatan; dan/atau
c. pencabutan Izin Panas Bumi.

D. PENDAPAT HUKUM

PT. SAE saat ini memasuki tahap eksplorasi berdasarkan Rekomendasi


Persetujuan UKL UPL Kegiatan Eksplorasi Panas Bumi Baturraden 8 Juni 2016. Jika
PT. SAE terbukti melakukan kegiatan non eksplorasi pada tahap eksplorasi, maka PT.
SAE melanggar definisi pada pasal ini.
Dalam Kepmenhut Nomor : SK.450/Menhut-II/2012 tentang Izin Pinjam Pakai
Kawasan Hutan Untuk Kegiatan Eksplorasi Panas Bumi Atas Nama PT. Sejahtera
Alam Energy Seluas 44 (Empat Puluh Empat) Hektar pada Kawasan Hutan Lindung
di Kabupaten Banyumas dan Kabupaten Brebes, Provinsi Jawa Tengah (yang
selanjutnya akan disebut Kepmenhut 450/2012), disebutkan bahwa Keputusan ini :

memberikan izin pinjam pakai kawasan hutan untuk kegiatan eksplorasi


panas bumi atas nama PT. Sejahtera Alam Energy seluas 44 (Empat Puluh
Empat) Hektar pada Kawasan Hutan Lindung di Kabupaten Banyumas dan
Kabupaten Brebes, Provinsi Jawa Tengah, sebagaimana peta lampiran
Keputusan ini, dengan rincian penggunaan sebagai berikut :
a. well pad;
b. power plant;
c. jalan eksplorasi;
d. jalur pipa air;
e.
Ada penggunaan yang seharusnya belum masuk pada tahap eksplorasi, yaitu
power plant. Adapun pemasangan power plant atau pembangkit listrik ini seharusnya
dilakukan di tahap eksploitasi, dan bukan pada tahap eksplorasi. Pada Tabel 1.2
Perubahan Rencana Kegiatan Eksplorasi Panas Bumi PT. SAE (halaman I-5 sampai
I-7 Rekomendasi UKL UPL), tidak sama sekali terdapat rencana pembangunan power
plant pada tahap eksplorasi. Ini tentu melanggar kaidah teknis yang benar. PT. SAE
dalam hal ini melanggar kewajibannya untuk melakukan kaidah teknis eksplorasi
yang benar, sebagaimana diatur dalam Pasal 52 ayat (1) huruf c, sehingga dapat
dikenai sanksi administratif berdasarkan Pasal 56.

PP 27 tahun 2012 tentang izin lingkungan

Pasal 1
Dalam Peraturan Pemerintah ini yang dimaksud dengan:
1. Izin Lingkungan adalah izin yang diberikan kepada setiap orang yang melakukan
Usaha dan/atau Kegiatan yang wajib Amdal atau UKL-UPL dalam rangka
perlindungan dan pengelolaan lingkungan hidup sebagai prasyarat memperoleh izin
Usaha dan/atau Kegiatan.

3. Upaya Pengelolaan Lingkungan Hidup dan Upaya Pemantauan Lingkungan Hidup,


yang selanjutnya disebut UKL-UPL, adalah pengelolaan dan pemantauan terhadap
Usaha dan/atau Kegiatan yang tidak berdampak penting terhadap lingkungan hidup
yang diperlukan bagi proses pengambilan keputusan tentang penyelenggaraan Usaha
dan/atau Kegiatan.

4. Usaha dan/atau Kegiatan adalah segala bentuk aktivitas yang dapat menimbulkan
perubahan terhadap rona lingkungan hidup serta menyebabkan dampak terhadap
lingkungan hidup.

5. Dampak Penting adalah perubahan lingkungan hidup yang sangat mendasar yang
diakibatkan oleh suatu Usaha dan/atau Kegiatan.

Penjelasan Pasal 3 Ayat (1)


Kriteria dampak penting antara lain terdiri atas:
a. besarnya jumlah penduduk yang akan terkena dampak rencana Usaha dan/atau
Kegiatan;
b. luas wilayah penyebaran dampak;
c. intensitas dan lamanya dampak berlangsung;
d. banyaknya komponen lingkungan hidup lain yang akan terkena dampak;
e. sifat kumulatif dampak;
f. berbalik atau tidak berbaliknya dampak; dan/atau
g. kriteria lain sesuai dengan perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi.
Pendapat Hukum

Mempertimbangkan bahwa besarnya jumlah penduduk yang akan terkena


dampak rencana kegiatan, luasan wilayah, dan banyaknya komponen lingkungan
hidup yang akan terkena dampak, maka kegiatan Eksplorasi Panas Bumi PT. SAE
WKP Baturraden dapat digolongkan sebagai kegiatan yang memiliki dampak penting.
Sebagaimana ditunjukkan dalam lampiran pada dokumen kertas posisi ini.

Dengan mengklasifikasikan Eksplorasi Panas Bumi PT. SAE WKP


Baturraden ini sebagai kegiatan yang memiliki kriteria dampak penting, maka
dokumen lingkungan yang disusun tidaklah tepat jika menggunakan UKL-UPL. Ini
dikarenakan dalam Pasal 1 angka 3 menyatakan bahwa UKL-UPL disusun untuk
kegiatan yang tidak berdampak penting. Oleh karena itu, kegiatan Eksploras Panas
Bumi PT. SAE WKP Baturraden haruslah menggunakan Amdal.

11. Rekomendasi UKL-UPL adalah surat persetujuan terhadap suatu Usaha dan/atau
Kegiatan yang wajib UKL-UPL.

Eksplorasi panas bumi PT. SAE sebagai usaha yang wajib UKL-UPL telah memiliki
Rekomendasi Badan Lingkungan Hidup Pemerintah Provinsi Jawa Tengah Nomor :
660.1/BLH.II/1374 Tentang Rekomendasi UKL-UPL Eksplorasi Panas Bumi WKP
Baturraden Oleh PT. SAE.

13. Izin Usaha dan/atau Kegiatan adalah izin yang diterbitkan oleh instansi teknis
untuk melakukan Usaha dan/atau Kegiatan.

Pasal 2
(1) Setiap Usaha dan/atau Kegiatan yang wajib memiliki Amdal atau UKL-UPL
wajib memiliki Izin Lingkungan.
Eksplorasi panas bumi PT. SAE sebagai usaha yang wajib UKL-UPL telah memiliki
izin lingkungan berdasarkan Rekomendasi Badan Lingkungan Hidup Pemerintah
Provinsi Jawa Tengah Nomor : 660.1/BLH.II/1374 Tentang Rekomendasi UKL-UPL
Eksplorasi Panas Bumi WKP Baturraden Oleh PT. SAE.

Pasal 38
(1) Rekomendasi berupa persetujuan UKL-UPL sebagaimana dimaksud dalam Pasal
37 ayat (2) huruf a, paling sedikit memuat:
a. dasar pertimbangan dikeluarkannya persetujuan UKLUPL;
b. pernyataan persetujuan UKL-UPL; dan
c. persyaratan dan kewajiban Pemrakarsa sesuai dengan yang tercantum dalam
UKL-UPL.

Rekomendasi persetujuan UKL UPL kegiatan Eksplorasi Panas Bumi yang dimiliki
PT. SAE tidak memuat adanya dasar pertimbangan dikeluarkannya persetujuan UKL
UPL.

Pasal 53
(1) Pemegang Izin Lingkungan berkewajiban:
a. menaati persyaratan dan kewajiban yang dimuat dalam Izin Lingkungan dan
izin perlindungan dan pengelolaan lingkungan hidup;

b. membuat dan menyampaikan laporan pelaksanaan terhadap persyaratan dan


kewajiban dalam Izin Lingkungan kepada Menteri, gubernur, atau
bupati/walikota; dan
c. menyediakan dana penjaminan untuk pemulihan fungsi lingkungan hidup
sesuai dengan peraturan perundang-undangan.
Pasal 71
(1) Pemegang Izin Lingkungan yang melanggar ketentuan sebagaimana dimaksud
dalam Pasal 53 dikenakan sanksi administratif yang meliputi:
a. teguran tertulis;
b. paksaan pemerintah;
c. pembekuan Izin Lingkungan; atau
d. pencabutan Izin Lingkungan.
(2) Sanksi administratif sebagaimana dimaksud pada ayat (1) diterapkan oleh
Menteri, gubernur, atau bupati/walikota sesuai dengan kewenangannya.

Pasal 73
Dokumen lingkungan yang telah mendapat persetujuan sebelum berlakunya Peraturan
Pemerintah ini, dinyatakan tetap berlaku dan dipersamakan sebagai Izin Lingkungan.

UU 38/2009 ttg PPLH

Pasal 1 angka 11.


Analisis mengenai dampak lingkungan hidup, yang selanjutnya disebut Amdal,
adalah kajian mengenai dampak penting suatu usaha dan/atau kegiatan yang
direncanakan pada lingkungan hidup yang diperlukan bagi proses pengambilan
keputusan tentang penyelenggaraan usaha dan/atau kegiatan.

Pasal 22
(1) Setiap usaha dan/atau kegiatan yang berdampak penting terhadap lingkungan
hidup wajib memiliki amdal.
(2) Dampak penting ditentukan berdasarkan kriteria:
a. besarnya jumlah penduduk yang akan terkena dampak rencana usaha dan/atau
kegiatan;
b. luas wilayah penyebaran dampak;
c. intensitas dan lamanya dampak berlangsung;
d. banyaknya komponen lingkungan hidup lain yang akan terkena dampak;
e. sifat kumulatif dampak;
f. berbalik atau tidak berbaliknya dampak; dan/atau
g. kriteria lain sesuai dengan perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi.

Pasal 23
(1) Kriteria usaha dan/atau kegiatan yang berdampak penting yang wajib dilengkapi
dengan amdal terdiri atas:
a. pengubahan bentuk lahan dan bentang alam;
b. eksploitasi sumber daya alam, baik yang terbarukan maupun yang tidak
terbarukan;
c. proses dan kegiatan yang secara potensial dapat menimbulkan pencemaran
dan/atau kerusakan lingkungan hidup serta pemborosan dan kemerosotan
sumber daya alam dalam pemanfaatannya;
d. proses dan kegiatan yang hasilnya dapat mempengaruhi lingkungan alam,
lingkungan buatan, serta lingkungan sosial dan budaya;
e. proses dan kegiatan yang hasilnya akan mempengaruhi pelestarian kawasan
konservasi sumber daya alam dan/atau perlindungan cagar budaya;
f. introduksi jenis tumbuh-tumbuhan, hewan, dan jasad renik;
g. pembuatan dan penggunaan bahan hayati dan nonhayati;
h. kegiatan yang mempunyai risiko tinggi dan/atau mempengaruhi pertahanan
negara; dan/atau
i. penerapan teknologi yang diperkirakan mempunyai potensi besar untuk
mempengaruhi lingkungan hidup.

Pendapat Hukum
Mempertimbangkan bahwa :
- besarnya jumlah penduduk yang akan terkena dampak rencana kegiatan,
- luasan wilayah, dan banyaknya komponen lingkungan hidup yang akan
terkena dampak,
- berubahnya bentuk lahan dan bentang alam,
- adanya potensi kerusakan lingkungan hidup,
- kemerosotan sumber daya alam dan pemanfaatannya,
- kegiatan yang hasilnya dapat mempengaruhi lingkungan alam, buatan, sosial,
dan budaya,
- pengaruhnya terhadap kelestarian kawasan konservasi dan cagar budaya,
Maka kegiatan Eksplorasi Panas Bumi PT. SAE WKP Baturraden dapat digolongkan
sebagai kegiatan yang memiliki dampak penting. Sebagaimana ditunjukkan dalam
lampiran pada dokumen kertas posisi ini.

Dengan mengklasifikasikan Eksplorasi Panas Bumi PT. SAE WKP Baturraden ini
sebagai kegiatan yang memiliki kriteria dampak penting, maka dokumen lingkungan
yang disusun tidaklah tepat jika menggunakan UKL-UPL. Ini dikarenakan dalam
Pasal 1 angka 3 menyatakan bahwa UKL-UPL disusun untuk kegiatan yang tidak
berdampak penting. Oleh karena itu, kegiatan Eksploras Panas Bumi PT. SAE WKP
Baturraden haruslah menggunakan Amdal.

12. Upaya pengelolaan lingkungan hidup dan upaya pemantauan lingkungan hidup,
yang selanjutnya disebut UKL-UPL, adalah pengelolaan dan pemantauan terhadap
usaha dan/atau kegiatan yang tidak berdampak penting terhadap lingkungan hidup
yang diperlukan bagi proses pengambilan keputusan tentang penyelenggaraan usaha
dan/atau kegiatan.

Pasal 36
(1) Setiap usaha dan/atau kegiatan yang wajib memiliki amdal atau UKL-UPL
wajib memiliki izin lingkungan.
(2) Izin lingkungan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) diterbitkan berdasarkan
keputusan kelayakan lingkungan hidup sebagaimana dimaksud dalam Pasal
31 atau rekomendasi UKL-UPL.
(3) Izin lingkungan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) wajib mencantumkan
persyaratan yang dimuat dalam keputusan kelayakan lingkungan hidup atau
rekomendasi UKL-UPL.
(4) Izin lingkungan diterbitkan oleh Menteri, gubernur, atau bupati/walikota
sesuai dengan kewenangannya.

Pasal 37
(2) Izin lingkungan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 36 ayat (4) dapat dibatalkan
apabila:
a. persyaratan yang diajukan dalam permohonan izin mengandung cacat hukum,
kekeliruan, penyalahgunaan, serta ketidakbenaran dan/atau pemalsuan data,
dokumen, dan/atau informasi;
b. penerbitannya tanpa memenuhi syarat sebagaimana tercantum dalam
keputusan komisi tentang kelayakan lingkungan hidup atau rekomendasi
UKLUPL; atau
c. kewajiban yang ditetapkan dalam dokumen amdal atau UKL-UPL tidak
dilaksanakan oleh penanggung jawab usaha dan/atau kegiatan.

Pasal 65
(1) Setiap orang berhak atas lingkungan hidup yang baik dan sehat sebagai bagian
dari hak asasi manusia.
(2) Setiap orang berhak mendapatkan pendidikan lingkungan hidup, akses
informasi, akses partisipasi, dan akses keadilan dalam memenuhi hak atas
lingkungan hidup yang baik dan sehat.

Pasal 68
Setiap orang yang melakukan usaha dan/atau kegiatan berkewajiban:
a. memberikan informasi yang terkait dengan perlindungan dan pengelolaan
lingkungan hidup secara benar, akurat, terbuka, dan tepat waktu;
Pasal 69
(1) Setiap orang dilarang:
a. melakukan perbuatan yang mengakibatkan pencemaran dan/atau perusakan
lingkungan hidup;
j. memberikan informasi palsu, menyesatkan, menghilangkan informasi,
merusak informasi, atau memberikan keterangan yang tidak benar.

Pasal 40
(1) Izin lingkungan merupakan persyaratan untuk memperoleh izin usaha
dan/atau kegiatan.
(2) Dalam hal izin lingkungan dicabut, izin usaha dan/atau kegiatan dibatalkan.

Pasal 76
(1) Menteri, gubernur, atau bupati/walikota menerapkan sanksi administratif
kepada penanggung jawab usaha dan/atau kegiatan jika dalam pengawasan ditemukan
pelanggaran terhadap izin lingkungan.
(2) Sanksi administratif terdiri atas:
a. teguran tertulis;
b. paksaan pemerintah;
c. pembekuan izin lingkungan; atau
d. pencabutan izin lingkungan.

Pasal 79
Pengenaan sanksi administratif berupa pembekuan atau pencabutan izin lingkungan
sebagaimana dimaksud dalam Pasal 76 ayat (2) huruf c dan huruf d dilakukan apabila
penanggung jawab usaha dan/atau kegiatan tidak melaksanakan paksaan pemerintah.

Pasal 80
(1) Paksaan pemerintah sebagaimana dimaksud dalam Pasal 76 ayat (2) huruf b
berupa:
a. penghentian sementara kegiatan produksi;
b. pemindahan sarana produksi;
c. penutupan saluran pembuangan air limbah atau emisi;
d. pembongkaran;
e. penyitaan terhadap barang atau alat yang berpotensi menimbulkan
pelanggaran;
f. penghentian sementara seluruh kegiatan; atau
g. tindakan lain yang bertujuan untuk menghentikan pelanggaran dan tindakan
memulihkan fungsi lingkungan hidup.

(2) Pengenaan paksaan pemerintah dapat dijatuhkan tanpa didahului teguran apabila
pelanggaran yang dilakukan menimbulkan:
a. ancaman yang sangat serius bagi manusia dan lingkungan hidup;
b. dampak yang lebih besar dan lebih luas jika tidak segera dihentikan
pencemaran dan/atau perusakannya; dan/atau
c. kerugian yang lebih besar bagi lingkungan hidup jika tidak segera dihentikan
pencemaran dan/atau perusakannya.

Pasal 1
16. Perusakan lingkungan hidup adalah tindakan orang yang menimbulkan
perubahan langsung atau tidak langsung terhadap sifat fisik, kimia, dan/atau
hayati lingkungan hidup sehingga melampaui kriteria baku kerusakan
lingkungan hidup.
15. Kriteria baku kerusakan lingkungan hidup adalah ukuran batas perubahan sifat
fisik, kimia, dan/atau hayati lingkungan hidup yang dapat ditenggang oleh
lingkungan hidup untuk dapat tetap melestarikan fungsinya.

Eksplorasi panas bumi PT. SAE sebagai usaha yang wajib UKL-UPL telah memiliki
izin lingkungan berdasarkan Rekomendasi Badan Lingkungan Hidup Pemerintah
Provinsi Jawa Tengah Nomor : 660.1/BLH.II/1374 Tentang Rekomendasi UKL-UPL
Eksplorasi Panas Bumi WKP Baturraden Oleh PT. SAE.

Dalam rekomendasi UKL-UPL tersebut, terdapat kewajiban untuk :


a. Melakukan sosialisasi rencana kegiatan kepada masyarakat sebelum kegiatan
eksplorasi panas bumi dilakukan;
b. Melakukan musyawarah dan permufakatan dalam pengadaan lahan milik
masyarakat;
c. Melibatkan tenaga kerja di sekitar lokasi kegiatan dalam pelaksanaan kegiatan
pembangunan sarana pendukung dan pelaksanaan eksplorasi panas bumi
sesuai dengan kebutuhan;
d. Melakukan perbaikan kembali kerusakan jalan akibat pengangkutan material
dan peralatan, minimal sesuai dengan kondisi sebelumnya;
e. Melakukan pengelolaan air dan lumpur hasil pengeboran dengan pencegahan
dan pengendalian pencemaran udara, tanah dan air sesuai dengan peraturan
perundang-undangan yang berlaku;
f. Melakukan penanaman pohon kembali di lokasi kegiatan yang dilakukan
penebangan pohon sesuai dengan jenis dan kondisi agroklimat setempat; serta
g. Melakukan perbaikan lingkungan hidup kembali seperti kondisi sebelumnya
apabila kegiatan eksplorasi tidak dilanjutkan ke tahap eksploitasi.

Dalam prakteknya, ada beberapa kewajiban yang tidak dipenuhi oleh PT. SAE yaitu
masih banyak masyarakat yang tidak mengerti terkait dampak eksplorasi panas bumi,
sebagaimana terlampir dalam lampiran di dokumen kertas posisi ini. Ini merupakan
bukti dari kewajiban PT. SAE untuk sosialisasi tidak dilakukan. Jika pun dalam
laporannya telah terdapat sosialisasi, maka itu tidak dapat didefinisikan sebagai
sosialisasi rencana kegiatan.

Selain itu, terdapat juga ketidakbenaran data dalam UKL UPL yaitu mengenai
spesies apa saja yang hidup di Gunung Slamet, sebagaimana terlampir di dokumen
kertas posisi ini. Padahal telah diatur dalam Pasal 65 ayat (2) bahwa setiap orang
punya hak atas akses informasi dalam memenuhi hak atas lingkungan hidup yang
sehat. Dan dalam Pasal 68 diatur pula kewajiban bagi orang yang melakukan usaha
untuk memberikan informasi secara benar.

Karena terdapat kewajiban yang tidak dilaksanakan oleh PT. SAE, dan ada
ketidakbenaran data, maka menurut Pasal 37 ayat (2), izin lingkungan PT. SAE
dapatlah dibatalkan. Kemudian jika mengacu pada Pasal 40, maka jika izin
lingkungan PT. SAE dicabut, izin usahanya juga dapat dibatalkan.

Selain itu, telah terjadi juga perusakan lingkungan hidup yang melewati batas kriteria
baku kerusakan lingkungan hidup menurut Pasal 1 angka 16 berdasarkan bukti-bukti
yang terlampir di dokumen kertas posisi ini. Hal ini juga dapat menjadi pertimbangan
untuk pembatalan izin lingkungan.

Pembatalan izin lingkungan ini dilakukan melalui mekanisme sanksi administratif


berdasarkan Pasal 76, 79, dan 80.

Pasal 66
Setiap orang yang memperjuangkan hak atas lingkungan hidup yang baik dan sehat
tidak dapat dituntut secara pidana maupun digugat secara perdata.

Selamatkan Slamet adalah aliansi yang terdiri dari kumpulan orang baik itu manusia
maupun badan hukum, yang memperjuangkan hak atas lingkungan hidup yang baik
dan sehat pada Gunung Slamet bagi masyarakat yang dihidupi dan mendapatkan
penghidupan dari sana. Mengacu pada ketentuan ini, maka Selamatkan Slamet tidak
dapat dituntut secara pidana maupun digugat secara perdata.
UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 41 TAHUN 1999
TENTANG KEHUTANAN

pasal 1
1. Kehutanan adalah sistem pengurusan yang bersangkut paut dengan hutan,
kawasan
hutan, dan hasil hutan yang diselenggarakan secara terpadu.
2. Hutan adalah suatu kesatuan ekosistem berupa hamparan lahan berisi sumber
daya alam hayati yang didominasi pepohonan dalam persekutuan alam
lingkungannya,
yang satu dengan lainnya tidak dapat dipisahkan.
3. Kawasan hutan adalah wilayah tertentu yang ditunjuk dan atau ditetapkan
oleh pemerintah untuk dipertahankan keberadaannya sebagai hutan tetap.

pasal 18
(1) Pemerintah menetapkan dan mempertahankan kecukupan luas kawasan hutan
dan penutupan hutan untuk setiap daerah aliran sungai, dan atau pulau guna
optimalisasi manfaat lingkungan, manfaat sosial, dan manfaat ekonomi
masyarakat setempat.
(2) Luas kawasan hutan yang harus dipertahankan sebagaimana dimaksud pada
ayat (1)minimal 30% (tiga puluh persen) dari luas daerah aliran sungai dan
atau pulau dengan sebaran yang proporsional.

"tahun 2006 luas hutan di Pulau Jawa yang tersisa hanya sekitar sebelas
persen dari total luas Pulau Jawa 13 juta hektar,

http://www.antaranews.com/berita/26789/luas-hutan-di-pulau-jawa-
tinggal-11-persen
Pasal 38
(1) Penggunaan kawasan hutan untuk kepentingan pembangunan di luar kegiatan
kehutanan hanya dapat dilakukan di dalam kawasan hutan produksi dan
kawasan hutan lindung.
(2) Penggunaan kawasan hutan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dapat
dilakuka tanpa mengubah fungsi pokok kawasan hutan.
(3) Penggunaan kawasan hutan untuk kepentingan pertambangan dilakukan
melalui pemberian izin pinjam pakai oleh Menteri dengan mempertimbangkan
batasan luas dan jangka waktu tertentu serta kelestarian lingkungan.
(4) Pada kawasan hutan lindung dilarang melakukan penambangan dengan pola
pertambangan terbuka.
(5) Pemberian izin pinjam pakai sebagaimana dimaksud pada ayat (3) yang
berdampak
penting dan cakupan yang luas serta bernilai strategis dilakukan oleh Menteri
atas persetujuan Dewan Perwakilan Rakyat.

tahap ekploitasi yang dilakukan oleh PT SAE akan mebuka kawasan hutan lindung
seluas 6.755.770 m2 = 675,7 ha. Dengan rincian sebagai berikut
1. Pembangunan akses jalan untuk 8 landasan sumur : (36.393m x 15m) x 8 =
5.458.950 m2
2. Kebutuhan lahan utk pembangunan 8 Wellpad adalah 280.000 m2.
3. Kebutuhan lahan utk pemasangan pipa (termasuk jalur) adalah 121.490 m2.
4. Kebutuhan lahan utk Area Dispossal adalah 749.055 m2.
5. Kebutuahn lahan utk bangunan sementara adalah 40.000 m2
6. Pembangunan embung (berikut area genangan) adalah 77.473 m2.
7. panjang pemipaan air dari sumber air ke embung 12. 695 m (panjang) x 5m
(lebar) =63.475m2
(UKL UPL PLTP BATURADEN PT SAE)

Dengan adanya pembangunan pltp dihutan lindung gunung slamet akan mengubah
fungsi pokok kawasan hutan :
1. system hidrologi,
2. defregmentasi habitat satwa liar,
3. penurunan kualitas air dan tanah

keputusan gubernur jawa tengah no. 541.1/27/2011 tentang izin usaha


pertambangan (IUP) panas bumi bertentangan dengan UU no. 41 tahun 1999
tentang kehutanan pasal 18 dan pasal 38. berdasarkan asas lex superior derogat
legi inferiori maka keputusan gubernur jawa tengah harus dicabut karena
bertentangan dengan undang undang no. 41 tahun 1999 tentang kehutanan,
BAB III
TUNTUTAN

Atas dasar kajian dan analisa hukum yang Ilmiah dan Logis serta aspek yang lain,
ALIANSI SELAMATKAN SLAMET menuntut :
1. Pemerintah mencabut izin usaha pertambangan (IUP) panas bumi diwilayah kerja
pertambangan Kabupaten Brebes, Kabupaten Tegal, Kabupaten Pemalang,
Kabupaten Banyumas, dan Kabupaten Purbalingga
2. Menuntut kepada PT. SAE untuk mengganti kerugian atas dampak yang sudah
dtimbulkan baik materiil maupun non materiil.

You might also like