Professional Documents
Culture Documents
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
nervus fasialis, batas posterior pada bagian atasnya terdapat pintu (aditus)
dibagi menjadi 3 bagian, yaitu: (1) epitimpanum yaitu rongga yang berada
rongga yang terletak diantara batas atas dan bawah membran timpani; (3)
kedalam adalah maleus, inkus dan stapes. Struktur penting lainnya juga
terdapat di dalam kavum timpani seperti korda timpani, otot tensor timpani
tengah dihasilkan oleh sel-sel goblet dan kelenjar mukus, yang sebagian
7
8
2. Membran Timpani
lamina propria dan lapisan paling dalam yang dibentuk oleh mukosa
dapat berupa lapisan skuamosa atau kuboid yang tipis, hingga terbentuk
epitel torak berlapis semu. Permukaan sel yang menghadap kavum timpani
memiliki mikrovili, dan pada daerah sel kuboid dan torak dapat ditemukan
adanya silia, namun silia ini tersebar tidak merata. Pada lapisan ini tidak
ditemukan adanya sel goblet, pada sel-sel yang tidak memiliki silia, dapat
oleh membran basal. Mukosa pada pars flaksida dan pars tensa memiliki
3. Tuba Eustachius
Gambar 2.1. Perbedaan sudut Tuba Eustachius pada bayi dan dewasa
(Corbeel, 2007).
superiornya. Tuba Eustachius terdiri atas tulang rawan pada dua pertiga
arah kavum timpani. Bentuk tuba Eustachius seperti dua buah kerucut
yang bertemu di bagian puncak. Tempat pertemuan ini disebut ismus yang
biasanya berlokasi pada pertemuan bagian tulang dan tulang rawan. Ismus
dewasa pada usia 7 tahun dengan panjang sekitar 36 mm, sedangkan pada
bayi sekitar 18 mm. Pada orang dewasa, tuba Eustachius membentuk sudut
serta tidak membentuk sudut pada ismus tetapi menyempit. Sudut yang
bayi, sedangkan relatif stabil pada dewasa (Bluestone dan Klein, 2007;
Corbeel, 2007).
lemak ini pada bayi volumenya lebih kecil, tetapi lebarnya sama dengan
nasofaring dan telinga tengah yaitu menyerupai epitel saluran napas, terdiri
atas epitel kolumnar bersilia, sel-sel goblet dan kelenjar mukus. Lapisan
Semakin dekat ke telinga tengah terlihat sel-sel goblet dan kelenjar mukus
kelenjar serosa pada bayi lebih sedikit dibandingkan dewasa. Bayi juga
tersebut berfungsi untuk membuka dan menutup tuba. Otot tensor veli
palatini paling berperan pada proses dilatasi aktif tuba (Bluestone dan
Klein, 2007).
n. maksilaris (nervus V2) pada bagian ostium tuba, nervus spinosus yang
berasal dari n. mandibularis (nervus V3) pada bagian tulang rawan dari
tuba dan pleksus timpani yang berasal dari nervus glossofaringeal pada
yaitu sebagai: (a) ventilasi dari kavum timpani dan sel-sel udara
Klein, 2007).
tengah
1. Definisi
tanda dan gejala inflamasi akut dengan membran timpani yang utuh
efusi yang berlangsung lebih dari 3 bulan disebut otitis media efusi
kronis. Sifat cairan efusi yang terdapat dalam OME dapat bersifat serous,
tekanan gas abnormal antara telinga tengah dan nasofaring atau telinga
tengah dan mastoid tidak intak. (3) Hilangnya fungsi drenase karena
15
Klein, 2007). Anatomi tuba Eustachius pada bayi dan anak dibawah 7
tahun lebih pendek dan lebih horizontal daripada dewasa serta sistim
otitis media pada bayi dan anak-anak (Casselbrant dan Mandel, 2014)
pada OMA terdapat dalam cairan efusi pada OME (Bluestone dan Klein,
2007).
yang lebih besar dibandingkan dengan transudat pasif dari serum (2)
bakteri atau produk pecahannya, alergi, dan iritasi yang ditandai oleh
proliferasi vaskular dengan infiltrasi dari sel plasma dan limfosit. Epitel
kemudian terjadi produksi efusi kaya musin. Efusi akan menetap karena
dan efusi yang kronis. Biofilm juga diidentifikasi pada nasofaring anak
3. Faktor risiko
1. Faktor pejamu
a. Usia
6 bulan sampai 4 tahun dan angka tersebut akan menurun pada usia
lebih panjang dan lebih vertikal serta peningkatan daya tahan tubuh
b. Jenis Kelamin
Klein, 2007).
c. Predisposisi genetik
IgM dan IgG) terhadap bakteri dan virus yang spesifik, komplemen,
Klein, 2007).
e. Abnormalitas kraniofasial
f. Hipertrofi adenoid
2011).
adenoid bila rasio A/N lebih dari 0,8 (Marseglia et al, 2009; Feres
et al, 2012).
21
akut), > 4 kali dalam 3 bulan atau > 6 kali dalam 1 tahun dengan
disebabkan oleh ISPA sebesar 61%, yaitu 37% OMA dan 24%
et al., 2008; Revai et al., 2007). Zhang dkk melakukan studi meta
h. Alergi
alergi terjadi pelepasan mediator dan sitokin oleh sel mast dan sel
23
et al., 2001).
2. Faktor Infeksi
40% dari sampel ETT positif patogen yang umum pada OMA.
24
Bakteri yang paling banyak ditemukan dari efusi pada OME adalah
hanya 12% positif dengan kultur (Kubba et al., 2000; Bluestone dan
Klein, 2007).
apakah virus ini bekerja sendiri untuk menyebabkan OME atau hanya
3. Faktor lingkungan
gizi pada bayi. Posisi pemberian susu botol dengan cara berbaring
2014).
efusi telinga tengah pada anak, yaitu: (1) efek langsung dari iritasi
(Agius et al., 1995; Kubba et al., 2000; Lee et al., 2006; Lin et al.,
2012).
27
d. Penitipan anak
4. Faktor sosio-ekonomi
padat atau kurang layak. Hal ini dikaitkan dengan semakin besarnya
28
4. Diagnosis
Keluhan biasanya disampaikan oleh orang tua atau guru adalah anak kurang
belajar anak yang menurun di sekolah. Keluhan lain seperti telinga terasa
penuh, autofoni dan tinitus akan dikeluhkan pada anak yang usianya lebih
abu-abu, sampai terjadinya bulging tanpa tanda inflamasi akut. Jika cairan
kadang disertai gambaran gelembung udara. Namun jika cairan telinga bersifat
memiliki puncak kurva dengan ketinggian normal, pada atau sekitar tekanan
0,9 mmho, dan 0,3-1,4 mmho pada dewasa. Tipe A memiliki variasi yaitu tipe
Tipe Ad memiliki puncak kurva yang jauh melebihi nilai normal. Hal
ini terjadi akibat compliance yang sangat tinggi terjadi pada tekanan udara
gambaran kurva datar, misalnya pada OME, oklusi akibat serumen dan
Ear Canal Volume (ECV), dimana ECV yang lebih besar menunjukkan
adanya perforasi membran timpani dan ECV yang lebih kecil menunjukkan
adanya oklusi akibat serumen. Tipe C jika puncak kurva berada pada tekanan
negatif lebih dari -100 mmH2O, misalnya pada disfungsi tuba Eustachius.
Pada OME timpanogram umumnya kurva tipe B yang datar (Fowler dan
Shanks, 2002).
30
jenis ketulian dan derajat ketulian. Selain itu pemeriksaan ini juga digunakan
dan partikel-partikel kecil terdispersi. Terdapat lebih dari 4000 senyawa pada
asap rokok. Sebagian besar senyawa tersebut bersifat toksik bagi berbagai
macam sel pada tubuh kita. Nikotin merupakan alkaloid tembakau utama yaitu
sekitar 95%. Alkaloid lain yang terkandung dalam tembakau berdasarkan urutan
Nikotin dapat cepat menembus membran pada pH darah fisiologis karena pada
gastrointestinal, epitel paru dan kulit. Absorpsi tercepat terjadi melalui epitel
paru karena luasnya permukaan alveolar, sistim kapiler yang ekstensif dan pH
yang bersifat basa. Nikotin terabsorpsi pada alveolus menuju kapiler paru,
seluruh jaringan tubuh, afinitas tertinggi pada organ hati, ginjal, limpa dan paru
nikotin dan prekursor langsung dari sedikitnya tiga metabolit lain, cotinine N-
Monooxydase(FMO-3),Amin-N-Methyltranferase, UDP-Glucuronosytransferase
Kadar kotinin dalam darah perokok aktif yaitu berkisar 250-300 ng/ml
bahkan sampai 900 ng/ml. Setelah berhenti merokok kadar kotinin akan
berkurang dalam waktu paruh 37-160 jam, sementara nikotin hanya 30 hingga
110 menit. Waktu paruh kotinin yang sangat panjang ini yang menjadi dasar
lain, kotinin lebih stabil di dalam cairan tubuh dibandingkan dengan nikotin dan
terukur pada konsentrasi yang rendah (Ilicali et al, 2001; Behera et al., 2003;
glomerular dan sekresi tubular. Kotinin akan diekskresikan dalam bentuk tidak
berubah dalam urin sebesar 15%, sisanya akan diekskresikan dalam urin dalam
liur dan urin individu yang terpapar asap tembakau. Ada korelasi yang kuat
antara konsentrasi kotinin pada plasma, saliva, dan urin. Ketiga cairan tubuh ini
dapat digunakan sebagai penanda. Kadar normal kotinin plasma dalam tubuh
adalah kurang dari 20 ng/ml. Konsentrasi kotinin pada urin 4 sampai 5 kali lipat
kadar dalam plasma dan saliva sehingga pajanan dalam konsentrasi rendah
analisa kotinin urin dan saliva tidak bersifat invasif. Dibandingkan dengan
metoda analisa kotinin saliva, analisa kotinin urin didapatkan lebih sensitif, yaitu
sebesar 96% -97% dan spesifisitas sebesar 99% - 100%. Sehingga beberapa
adalah pilihan utama (Ilicali et al., 2001; Moyer et al., 2002; Blackford et al.,
2006; Jarvis, 2008; Benowitz et al., 2009). Terdapat beberapa metode analisa
Immunoassay (Benowitz et al., 2009; Tang et al., 2012; Yeh et al., 2011).
Pajanan asap rokok tembakau dapat dinilai dengan metode subyektif dan
smoking status) tidak selalu mendapatkan informasi yang dapat diandalkan. Oleh
34
karena tingkat pajanan dapat dipengaruhi oleh jenis rokok, keadaan jarak
terhadap sumber asap rokok, lamanya pajanan dan kondisi ventilasi lingkungan
saat itu, sehingga diperlukan pengukuran pajanan secara obyektif, yaitu dengan
merupakan penanda yang terbaik dan spesifik untuk menilai jumlah pajanan
asap rokok tembakau pada tubuh manusia dibandingkan dengan hasil metabolik
lainnya (Ilicali et al.; 2001; Behera et al., 2002; Tang et al., 2012).
batas (cut-off) kadar kotinin urin dalam menilai status merokok seseorang antara
tidak terpajan asap rokok (bukan perokok) dan terpajan (perokok aktif/pasif).
Moyer dkk menetapkan hasil cut-off 20 ng/ml untuk batas antara bukan perokok
bukan perokok dan perokok pasif ringan, cut-off 170 ng/ml untuk membatasi
perokok pasif ringan dan perokok pasif berat dan cut-off 550 ng/ml untuk batas
antara perokok pasif berat dan perokok aktif ringan menggunakan teknik High
hal antara lain, perbedaan tehnik atau metode dalam pengukuran kotinin, variasi
perbedaan level kotinin pada status perokok dipengaruhi oleh variasi rasial
Kebanyakan orang Asia memiliki frekwensi allele CYP 2A61A dan CYP
2A61B yang lebih tinggi dari ras Kaukasian, hal tersebut dapat menurunkan
tingkat metabolisme nikotin (Kwon et al., 2001; Signorello et al., 2009; Jung et
al., 2012).
37
D. Kerangka Teori
Nikotin
Hipersekresi mukus
Kongesti mukosa Hipertrofi adenoid
Absorpsi melalui paru, Masuk peredaran Gangguan silia
mukosa saluran napas, kulit darah dan terdistribusi
dalam jaringan tubuh
36
37
E. Kerangka Konsep
ISPA
F. Hipotesis
Kadar kotinin urin merupakan faktor risiko otitis media efusi pada
36