You are on page 1of 15

PRINSIP PARTISIPASI SOSIAL (DALAM ARSITEKTUR)

OLEH PAGUYUBAN PEDAGANG PASAR BURUNG


DAN PASAR IKAN KOTA MALANG
TUGAS MATA KULIAH
PARTISIPASI SOSIAL DALAM PERANCANGAN ARSITEKTUR

Oleh:
A. Taufani Irawan
Nim. 0920605001
A. Farid Nazaruddin ST.
Nim. 0920605002

ARSITEKTUR LINGKUNGAN BINAAN


PROGRAM PASCASARJANA
FAKULTAS TEKNIK
UNIVERSITAS BRAWIJAYA MALANG
2010

2
Perkenalan
Pasar dalam Arti Luas adalah suatu bentuk transaksi jual-beli yang
melibatkan keberadaan produk barang atau jasa dengan alat tukar berupa uang ata
ualat tukar lainnya sebagai alat transaksi pembayaran yang sah dan disetujui oleh
kedua belah pihak. Pasar dalam konteks Perekonomian Menurut W.J. Stanton
adalah Sekumpulan orang yang memiliki keinginan untuk memenuhi kebutuhan,
uang untuk belanja (disposable income) serta kemauan untuk membelanjakannya.
Pasar Burung Malang terletak di pinggir Sungai Brantas yang membelah dua
kota Malang. Selain menjadi ladang penghidupan bagi ratusan pedagang, lokasinya
yang terletak hanya sepelemparan batu dari Kantor walikota Malang, serta alun-alun
kota yang juga ramai dikunjungi wisawatan.
Disini pengunjung bisa menikmati aneka jenis hewan yang hanya bisa dilihat
di televisi atau majalah-majalah. Dari burung langka hingga yang biasa kita temui
beterbangan di rumah-rumah kita, semua membaur jadi satu. Menciptakan aroma
pasar burung tradisional yang bisa melenakan setiap pengunjungnya. Selain aneka
jenis burung, hewan lain semacam kelinci, penyu, ikan hias, ular, bahkan tanaman
hias juga tersedia. Aneka pakan burung seperti jangkrik, ulat, kroto, cacing, juga ada.
Tak lupa didagangkan aneka jenis sangkar burung dari yang paling sederhana
seharga belasan ribu, hingga yang berukir indah berharga jutaan rupiah.
Para pedagang di pasar burung ini tergabung dalam sebuah paguyuban.
Paguyuban Pedagang Pasar Burung dan Pasar Ikan adalah sebuah organisasi lokal
yang beranggotakan komunitas pedagang pasar burung dan pasar ikan di kota
Malang. Sebuah kota terbesar kedua di Jawa Timur yang berkembang sangat pesat
sejak seratus tahun terakhir. Sejalan dengan berkembangnya kota Malang,
berkembang pula kegiaran ekonomi di kota ini. Tidak terkecuali pasar burung dan
pasar ikan ini.
Sejarah pasar ini cukup panjang dan berliku. Sejak tahun 1955-an pasar ini
sudah mulai ada tetapi tidak terpaku pada satu tempat khusus (ilegal). Dimulai
dengan beberapa pedagang yang melihat kesempatan meraup untung dengan
memberi fasilitas para pehobi dalam memelihara burung berkicau pada saat itu, yang
kemudian merembet kepada beberapa pedagang yang terkumpul dan membentuk
sebuah teritori (citra) sebuah tempat, sehingga pada tahun 1960-an, wilayah Kebalen
merupakan wilayah pertama yang menjadi wilayah yang terkenal dengan pasar
burungnya.
Hanya saja, karena perkembangan pasar ini vernakular dan tidak terrencana,
pemerintah kota berusaha untuk merelokasi pasar ini. Meskipun pemerintah telah
menarik distribusi pasar, tetap wilayah Kebalen tidak ditujukan untuk wilayah pasar

3
burung atau pasar ikan. Sehingga pada tahun 1967 pasar ini dipindah ke pasar
comboran. Dekat dengan pasar barang bekas. Hanya saja, para pedagang yang
telah ada di kebalen sebelumnya harus membeli stan di tempat yang baru. Sehingga
banyak pedagang-pedagang lama yang tidak dapat meneruskan kegiatannya karena
tidak mampu membeli stan yang baru, dan banyak pedagang baru yang melihat
kesempatan ikut dalam kancah jual beli kebutuhan binatang peliharaan ini. Meskipun
demikian, keeretan hubungan antar pedagang terjalin kembali.
Sejalan dengan waktu, konflik kepentingan pemerintah terhadap pasar
comboran ini semakin memuncak. Sehingga meski dengan usaha perjuangan dan
perlawanan sengit dari para pedagang yang kemudian mendirikan paguyuban ini,
pasar harus dipindah kembali pada tahun 1993. Kembali para pedagang harus
membeli stan yang baru (tidak ditukar). Posisi yang baru ini digunakan sampai
sekarang dan mereka berkomitmen tidak akan berpindah lagi, meski harus berjuang
mati-matian dalam mempertahankannya. Reformasi dan demokrasi yang selama ini
berkembang di Indonesia seakan telah merasuk dalam ranah jiwa mereka.
Sekarang, nuansa kekeluargan antar pedagang menjadi semakin erat,
sehingga banyak kegiatan-kegiatan yang mendukung jual beli, hidup dan
berkehidupan di tempat ini dilakukan secara bersama-sama (partisipatorik). Proses
partisipasi sosial ini cukup menarik untuk dikaji sebagai bahan pembelajaran
khususnya pembelajaran sosial arsitektural. Berbagai pengalaman yang dialami para
pedagang ternyata sangat membentuk prinsip partisipasi sosial yang terjadi saat ini.
Makalah ini berusaha untuk mendefinisikan beberapa kegiatan partisipatif di wilayah
pasar ini.

Jl. majapahit
Gambar: peta kawasan dan papan
Paguyuban sebagai wadah kebersamaan nama pasar burung

Mengapa kebersamaan menjadi penting? Secara fitrah, manusia


membutuhkan para pemimpin, tetapi juga secara fitrah manusia (sebagai makhluk
sosial (baca: makhluk dengan keterbatasan)) membutuhkan kebersamaan.
Paguyuban ini dapat menjadi wadah kebersamaan yang terpimpin. Khususnya

4
dalam menghadapi berbagai masalah yang melanda pasar burung dan pasar ikan
selama ini.
Secara kata, paguyuban adalah [n] perkumpulan yg bersifat kekeluargaan,
didirikan orang-orang yg sepaham (sedarah) untuk membina persatuan (kerukunan)
di antara para anggotanya (KBBI, 2001). Tepat kiranya para pedagang memilih kata
ini, karena dasar komunitas mereka adalah kekeluargaan. Meskipun tidak ada
hubungan darah, tetapi mereka membagi hubungan senasib sepenanggungan.
Perasaan itu seakan-akan menjadi “darah” yang mempersatukan mereka.
Apabila di pecah satu persatu struktur arti dari paguyuban, adalah sebagai
beriikut, ke.ke.lu.ar.ga.an [n] perihal (yg bersifat, berciri) keluarga. Sedang ke.lu.ar.ga
adalah [n] (1) ibu dan bapak beserta anak-anaknya; sanak saudara; kaum kerabat:
(4) satuan kekerabatan yg sangat mendasar dl masyarakat (ibid, 2001). Sesuai hal
itu, prinsip hubungan dalam keluarga (baca: kekeluargaan) adalah merupakan
prinsip dasar hubungan dalam masyarakat. Dalam keluarga terjadi hubungan yang
berbeda-beda tetapi tersatukan oleh rasa sayang dan cinta. Bagaimana ibu
menyayangi anak-anaknya berbeda dengan bagaimana suami menyayagi istrinya,
demikian juga hubungan adik dan kakak, bahkan hubungan adik kakak berjenis
kelamin sama, berbeda dengan hubungan adik-kakak berjenis kelamin berbeda.
Keberbedaan hubungan ini seharusnya tidak menjadikan keluarga itu pecah dan
terlingkup oleh konflik yang terus menerus. Hal ini dapat terjadi karena keluarga
selalu dipersatukan oleh kasih sayang. Sehingga dapat dikatakan, bahwa prinsip
hubungan kekeluargaan adalah berprinsip dari hubungan berdsasarkan rasa kasih
sayang.

Kesepahaman dan Kerukunan


Bagaimana membuat manusia menjadi sepaham? Salah satunya adalah
mempunyai dasar pemahaman sama dan tujuan pemahaman yang sama.
Bagaimana menyamakan tujuan atau kesepahaman? Hal ini dapat dijelaskan
langsung dan sejalan dengan makna kata guyub. Kata gu.yub menurut KBBI juga
bersinonim dengan kata [a] rukun. Kata ini diartikan [a] (1) baik dan damai; tidak
bertengkar (tt pertalian persahabatan dsb): "Ibu berharap kamu berdua dapat hidup
-- "; (2) bersatu hati; bersepakat: penduduk kampung ini – sekali. Kata ini juga
mempunyai makna yang dalam apabila diambil katanya baik dan damai. Bagaimana
menjadi baik? Bagaimana pula menjadi damai?
Untuk mengerti hal ini, kami akan mencoba menelaah prinsip hubungan
manusia dengan lingkungannya. Yaitu dengan tidak menghadirkan lingkungan dalam

5
diri manusia. Bagaimana manusia berinteraksi dengan lingkungannya dapat diartikan
dimanakah posisi lingkungan dalam diri manusia?
Beberapa pendapat religius (believe) menganggap manusia adalah satu-
satunya makhluk di dunia ini yang diberi kemampuan untuk berpikir (aqal). Tetapi
tidak hanya itu, manusia juga diberi suatu tanggung jawab untuk memilih. Memilih
antara baik dan buruk. Karena itu, manusia diberi tanggung jawab yang menurut
malaikat sia-sia dan merusak yaitu tanggung jawab akan dunia dan alamnya.
Ingatlah ketika Tuhanmu berfirman kepada para Malaikat: "Sesungguhnya
Aku hendak menjadikan seorang khalifah di muka bumi." Mereka berkata: "Mengapa
Engkau hendak menjadikan (khalifah) di bumi itu orang yang akan membuat
kerusakan padanya dan menumpahkan darah, padahal kami senantiasa bertasbih
dengan memuji Engkau dan mensucikan Engkau?" Tuhan berfirman: "Sesungguhnya
Aku mengetahui apa yang tidak kamu ketahui." (QS Al-Baqarah 30.)

Apabila kita melihat manusia sebagai satu individu kita akan melihat bahwa
manusia sebelum melakukan suatu hubungan sosial dia pertama kalinya meletakkan
posisi hubungan itu pada tempat-tempat tertentu di dalam “benaknya”. Hal ini dapat
dikatakan sebagai tata cara manusia dalam memahami dan membaca
lingkungannya.
Bagaimana proses manusia dalam membaca alamnya? Hal ini menjadi
pertanyaan filosofis yang sangat mendasar bersanding dengan eksistensialisme.
Dalam bukunya, Heidegger menganggap selalu ada “Being” (suatu entitas unik) yang
memberi pengaruh dalam pemahaman suatu “being” (objek yang dipahami). Being
inilah yang mengakibatkan pemahaman eksistensial menjadi dapat dipahami. Being
inilah yang menjadikan pemahaman banyak orang menjadi sama. Dapat dikatakan
Heidegger berusaha menggali fitrahnya sebagai manusia. Dia berusaha untuk
mencari dimanakah posisi Being dalam being itu. Tetapi, sayangnya ia berhenti
setelah memperbesar huruf b dalam being.
Dalam pemahamannya, Ki Moenadi MS (1990) dalam Pangarsa 2010,
membagi potensi manusia menjadi Ruh, Rasa, Hati, Aqal, dan Nafsu. Sejalan
dengan itu jauh sebelumnya Al Ghazali membagi potensi manusia menjadi Ruh,
Hati, Aqal, dan Nafsu (Toha, 2003). Intinya manusia mempunyai potensi diri dalam
memahami dan berinteraksi dengan lingkungannya. Bagaimana memanfaatkan
potensi ini?
Pangarsa (2010) dalam tulisannya Membaca Sesuatu Bersama Logika, atau
Bersama Allah? Berpendapat bahwa manusia seharusnya tidak hanya
menggunakan nafsu dan aqal nya saja dalam melihat, memaknai dan berinteraksi
dengan lingkungannya. Tetapi dia seharusnya mempedulikan hatinya, rasanya dan
bahkan kalau bisa ruhnya dalam membaca, memaknai atau berinteraksi dengan

6
sesamanya (lingkungannya). Tidak hanya terpaku pada pemahaman aqal yang
sangat terbatas. Pemahaman ini dapat dikatakan, sebuah pemahaman “lanjutan”
akan pemahaman Heidegger memahami Being. Bahwa Being yang dipahami oleh
being merupakan interverensi Ketuhanan.

Gambar: Analisa potensi diri dalam pemahaman (pangarsa 2010)

Untuk lebih jelasnya, coba kita bertanya kepada aqal kita masing-masing
pertanyaan-pertanyaan berikut, bagaimanakah bahagia itu? Bagaimanakah cinta itu?
Apakah indah itu? Semua pertanyaan ini tidak dapat dirumuskan oleh aqal tetapi
dapat diwadahi oleh hati. Dapat dikatakan prinsip nilai-nilai yang terwadahi oleh hati
tetapi tidak dapat terwadahi oleh aqal.
Guyub yang dilandasi oleh rasa kekeluargaan yang dilandasi oleh rasa
sayang (hati) membuat kerukunan menjadi lebih erat dan proses partisipasi sosial
menjadi non formal. Mengapa hal ini dapat terjadi? karena partisipasi sosial yang
formal (aqal) seringkali hanya menyentuh permukaan dan tidak dapat bertahan lama,
tetapi apabila menjadi non formal (tidak terikat peraturan tertulis/ hati), maka
partisipasi sosial akan bertahan lebih lama.

Ketiadaannya Peraturan Tertulis


Segala kegiatan yang dilakukan bersama di pasar burung dan pasar ikan
kota Malang ini tidak berdasarkan peraturan tertulis. Mengapa hal ini menjadi
penting? Dikarenakan peraturan tertulis merupakan kinerja aqal sedang peraturan
tidak tertulis adalah kinerja hati. Hubungan manusia berdasarkan hubungan ilmiah,
aqal tidak akan seerat atau sebaik hubungan manusia berdasarkan hati. Dan

7
menurut pengamatan kami, hubungan manusia dalam berkegiatan bersama di
kawasan pasar burung dan pasar ikan ini berdasarkan hubungan hati.
Setiap kegiatan selalu dilandasi oleh musyawarah, setiap keputusan adalah
keputusan bersama disetujui bersama dan dilaksanakan dengan baik secara
bersama pula. Hal ini diwadahi oleh kegiatan arisan bersama sebulan sekali di
tempat-tempat yang disetujui, selain itu berbagai perbincangan silaturahmi impulsif
yang terjadi pada sehari-hari menjadi dasar penggodokan konsep keputusan yang
kemudian dibicarakan dan dimusyawarahkan bersama. Semua atas nama
kebersamaan.
Berikut beberapa kegiatan partisipasi sosial yang dilakukan tanpa
persetujuan tertulis dan tanpa adanya peraturan tertulis, hanya mengandalkan
komitmen, etika, nilai-nilai dan ke”gak ilok”an.
1. partisipasi sosial dalam distribusi sampah.
Dana distribusi sampah ini diambil dari dana bersama yang diambil per bulan
dengan hitungan per hari min 1000 rupiah secara rata pada seluruh kawasan.
Meskipun demikian, dinas pasar juga mempunyai andil (membayar “pasukan
kuning”). Petugas tidak membersihkan sampah yang ada tetapi hanya mengambil
dari tempat sampah kamudian mengangkutnya ke TPA. Sehingga, tanggung jawab
kebersihan kawasan lebih kepada masyarakat sendiri. Keputusan bersama,
meskipun tidak tertulis mengikat masyarakat untuk membersihkan lingkungannya
sendiri. Kesadaran akan keputusan inilah yang membuat kawasan menjadi cukup
bersih.
Prinsip partisipasi sosial dalam distribusi sampah ini berlandaskan
musyawarah bersama, kemudian disetujui, dilakukan dan didanai secara
partisipatorik. Pembersihan kawasan kemudian dapat dibagi menjadi pembersihan
individu, yang tertanggung adalah toko-toko dan tempat umum seperti toilet atau
jalan di sekitar tokonya. Yang kedua adalah pembersihan oleh masyarakat yang
dilakukan dengan kesadaran dan kerelaan pribadi masyarakat (pembeli dan penjual)
untuk membuang sampah pada tempatnya dan menjaga kebersihan fasilitas yang
dipakainya.

8
TPA DANA DINPAS

PETUGAS RESMI

T. P. PRIBADI T. P. UMUM T. P. AKHIR

KERELAAN PEMBUANGAN PEMBUANGAN


PRIBADI SENDIRI LANGSUNG

PEMBERSIHAN OLEH PEMBERSIHAN OLEH


MASYARAKAT INDIVIDU

PERSETUJUAN, PERLAKUAN DAN DANA BERSAMA

MUSYAWARAH BERSAMA

Diagram: jalur partisipasi sosial untuk distribusi sampah dan kebersihan

2. partisipasi sosial dalam menjaga keamanan


untuk pengamanan kawasan, dana bersumber dari dana bersama diambil per
bulan dengan hitungan per hari min 1000 rupiah secara rata pada seluruh seluruh
kawasan. Penjagaan dilakukan siang dan malam. Untuk siang hari penjagaan
dilakukan bersama sedang untuk malam hari hanya beberapa saja. “Petugas”
keamanan (yang dari anggota sendri) dibayar dari dana bersama dengan jumlah
sesuai kesepakatan bersama pula.
Prinsipnya hampir sama dengan prinsip kegiatan yang lain, yaitu selalu
dilandasi oleh musyawarah bersama, kemudian disetujui, dilakukan dan didukung
dengan pendanaan bersama. Pengamanan kemudian dilakukan oleh masyarakat
yang saling menjaga keamanan secara bersama-sama (saling memberi rasa aman).
Pengamanan pula dilakukan oleh individu yang menjaga secara pribadi fasilitas yang
digunakannya, seperti meletakkan barang berharga di tempat khusus atau mengunci
toko apabila ditinggal.

9
KEAMANAN KAWASAN

PETUGAS PAYROL

KAWASAN JALAN TOKO

PENGAMANAN PENGAMANAN PENGAMANAN


MASY. KELOMPOK PRIBADI

PENGAMANAN OLEH PENGAMANAN OLEH


MASYARAKAT INDIVIDU

PERSETUJUAN, PERLAKUAN DAN DANA BERSAMA

MUSYAWARAH BERSAMA

Diagram: jalur partisipasi sosial untuk keamanan kawasan

3. partisipasi sosial dalam pembagian dan distribusi air


distribusi air di kawasan ini terdiri dari 2 sumber, yaitu sumur dan PDAM.
Tetapi lebih banyak dipakai adalah PDAM karena sumur mengeluarkan air yang
tidak begitu jernih dan tidak cocok untu ikan pada khususnya. Sumber PDAM tidak
terbagi satu-satu pada setiap toko tetapi hanya terbagi menjadi 3 titik (kran). Untuk
mengatur pembagian air di 3 kran ini pengambilan air dilakukan per shift, dengan
jumlah yang seperlunya dan sewajarnya. Tidak ada yang secara khusus menghitung
pemakaian air yang dilakukan. Tetapi untuk dana iuran, dihitung sesuai besaran toko
antara 1000 sampai 5000 perhari yang dikoleksi perbulan. Sedangkan, untuk fasilitas
lain seperti toilet dan masjid digunakan atas persetujuan bersama.
Karena ketiadaannya peraturan tertulis, musyawarah bersama tetap menjadi
dasar kegiatan ini. Penyediaan air untuk pemakaian dilakukan dengan pertimbangan
pemakaian sewajarnya. Tidak ada yang mengambil terlalu banyak, semua
mengambil sesuai kebutuhan. Prinsip ini disadari oleh semua kalangan, sehingga
prinsip saling memberi ini menjadikan pengguna juga tidak mengambil air melebihi
kebutuhannya.

10
DISTRIBUSI AIR

KETUA

3 TITIK PDAM TOILET SUMUR

DISTRIBUSI PENGGUNAAN DISTRIBUSI


PERSHIFT KHUSUS LANGSUNG

S. AIR MILIK MASYARAKAT S. AIR MILIK INDIVIDU

PERSETUJUAN, PERLAKUAN DAN DANA BERSAMA

MUSYAWARAH BERSAMA

Diagram: jalur partisipasi sosial untuk distribusi air

Gambar: sumber air sumur dan tiga titik kran PDAM

4. partisipasi sosial dalam dana kas


Tidak terlepas dalam satu kawasan perdagangan adalah dana kas untuk
berbagai keperluan secara bersama-sama. Pengumpulan dana dilakukan per bulan
dan dihitung sesuai posisi toko. Apabila posisi toko berada di depan dengan
kemungkinan menjual lebih banyak, maka dana yang ditarik pun lebiih besar
daripada toko yang berada jauh di belakang. Sumber dana juga ada dari usaha
parkir dan toilet. Keputusan jumlah pendanaan dilakukan bersama dan diikuti
anggota dengan ikhlas meski terdapat perbedaan jumlah pendanaan. Kadang ada
beberapa pula yang memberi masukan dana dengan lebih sebagai sumbangan.
Pondasi keputusan dan pelaksanaannya tetap adalah musyawarah bersama.
Dalam prosesnya pendanaan ini dapat berlangsung lancar bahkan beberapa
kelebihan kas sering terjadi. meskipun demikian, ketua paguyuban tetap mengawasi
proses pengaliran dana dengan mempertahankan transparansinya.

11
DANA BERSAMA

KETUA

KAS PAGUYUBAN KAS UMUM KOTAK AMAL

TERHITUNG INSIDENTAL KEIKHLASAN


PASTI DANA

PENDANAAN OLEH PENDANAAN INDIVIDU/


MASYARAKAT KEIKHLASAN

PERSETUJUAN DAN PERLAKUAN BERSAMA

MUSYAWARAH BERSAMA

Diagram: jalur partisipasi sosial untuk dana bersama


5. partisipasi sosial dalam perawatan fasilitas
Atas persetujuan bersama, setiap masyarakat dalam kawasan harus merawat
fasilitas umum dan pribadi. Fasilitas pribadi adalah tanggung jawab pribadi.
Kepentingan pribadi tidak boleh mengganggu kepentingan umum, terdapat batasan
antar kepentingan, tetapi batasan ini tidak formal, tidak tertulis, tetapi masih dapat
di”baca” oleh masyarakat di kawasan. Dana perawatan dan perbaikan fasilitas umum
apabila rusak adalah dari dinas pasar, sehingga untuk dana dapat dikatakan tidak
partisipatif. Hal ini dikarenakan tanggung jawab perawatan fisik umum sebenarnya
dari dinas pasar, tetapi selama ini, penjagaan fasilitas lebih diserahkan kepada
pengguna kawasan. Sehingga perbaikan fasilitas apabila rusak sebenarnya harus
menunggu dinas pasar. Meskipun demikian, ada beberapa kali perawatan insidental,
seperti kerja bakti, penggantian kran air apabila rusak, dll.

DANA DINPAS FASILITAS KAWASAN

PETUGAS RESMI

JALAN AIR TOKO

PERAWATAN PERAWATAN PERAWATAN


BERSAMA INSIDENTAL PRIBADI

FASILITAS UMUM FASILITAS PRIBADI

PERSETUJUAN DAN PERLAKUAN BERSAMA

MUSYAWARAH BERSAMA
Diagram: jalur partisipasi sosial untuk perawatan fasilitas
12
Gambar: Fasilitas musholla dan jalan

6. partisipasi sosial dalam pembagian (pemberian batas) ruang


Batas adalah sesuatu yang dilandasi akan fisik (tertulis) dan non fisik (tidak
tertulis). Menurut Redding, 2005 pemberian batas dapat dimulai dengan kepemilikan.
Tetapi, Menurut Yi Fu Tuan, 2001 sebuah tempat (dan batasannya) terjadi dengan
sangat kompleks dan rumit. Hal ini sesuai dengan kenyataan, tentang bagaimana
sebuah batasan merupakan ekstendensi diri dari manusia itu sendiri. Tetapi apa
yang seharusnya dilakukan dengan batasan (ruang) apabila terjadi kegiatan
bersama. Pemberian batasan dapat dikelola oleh para pembangun dan arsitek
dengan memberikan batasan fisik, tetapi tetap “tulisan/fisik” tidak akan dapat
membendung kegiatan manusia yang terus berkembang dan berubah. Sehingga
manusia-manusia itu membentuk batasan-batasan baru yang berbeda dengan
batasan fisik.
Menurut Sibley (1995;45) dalam geographies exclusion: Sekelompok
manusia memberi batas bagi ruang yang baru (pembuatan batas secara simbolik /
fisik/ terpagari). proses pemberian batasan adalah proses privatisasi, tetapi proses
yang dilakukan para pedagang pasar burung dan pasar ikan ini tidak dilakukan
secara fisik saja tetapi lebih dilakukan secara non formal sehingga batasan yang
tercipta terjadi sangat fleksibel dan rentan untuk berubah. Hal ini sangat dimengerti
oleh para pedagang. Bahkan apabila salah satu pedagang tutup pada hari itu (libur)
maka terasan tokonya boleh untuk dipakai tetangga tokonya. Ini merupakan hal yang
biasa dan sangat dianjurkan pada paguyuban ini. Hal ini menyebabkan batasan toko
menjadi rancu dan tidak tentu. Dengan kata lain proses ini tergantung kepada
kebijakan para pelaku. Kebijakan untuk saling memberi ruang, sehingga tidak terjadi
konflik. Biasanya apabila ada orang yang secara egois selalu ingin meminta (ruang)
maka secara moral ia akan terhukum oleh mayoritas, sehingga menjadi tidak
nyaman.
Dengan kebijakan ini, ruang-ruang terbatasi oleh batas kepentingan orang
lain. Sehingga pengambilan ruang dan batasannya selalu mempertimbangkan ruang

13
dan batasan yang orang lain buat dan akan dibuat pula, tanpa ada pembicaraan dan
penandaan secara khusus. Lalu, bagaimana satu mengetahui batasan kepentingan
(ruang) yang lain padahal tidak ada pembicaraan (komunikasi) atau penandaan
secara khusus?. Hal ini dapat terjawab dengan kesingkronan perasaan dimana
perasaan satu dengan yang lain sama dan nilai-nilai yang terkandung dalam
pemberian batasan pun sama. Dengan prinsip saling memberi, batasan satu dengan
yang lain tidak saling tumpang tindih. Disinilah kekuatan hubungan nilai-nilai yang
menurut penjelasan diatas terkandung dalam hati. Dapat dikatakan hubungan antar
hati.
Hal ini cukup berbeda dengan pemahaman arsitektural saat ini. Dikarenakan
banyak yang menganggap bahwa batasan ruang adalah selalu fisik. Tetapi di dalam
pemahaman terhadap pasar ini, batasan ruang ternyata dapat pula non fisik, tidak
tertulis, dan sangat kompleks. Mengetahui hal ini, perancangan arsitektural yang
patut dilakukan seharusnya adalah perancanaan yang open plan, partisipatorik, dan
tidak menonjolkan ego arsitek.

Gambar: fleksibilitas batasan ruang

Kesimpulan
Paguyuban pedagang pasar burung dan pasar ikan di kota Malang telah
menempuh perjuangan panjang dan perjuangan itu telah membentuk kekompakan
dan keguyuban. Prinsip hubungan keguyuban ini dilandasi oleh hubungan kasih
sayang antar-hati manusia tidak dari antar-aqal saja. Keguyuban ini terlihat dalam
pelaksanaan secara partisipatif kegiatan-kegiatan yang ada di dalam kawasan.
Antara lain distribusi sampah, keamanan, pembagian air, dana kas, perawatan
fasilitas dan pembuatan batasan ruang. Semua kegiatan itu dilandasi oleh peraturan
tidak tertulis dengan dilakukannya musyawarah setiap sebulan sekali yang diwadahi
oleh kegiatan “arisan”.

14
Partisipasi sosial untuk pembuatan batasan ruang di wilayah pasar burung
dan pasar ikan ini dilakukan secara non formal pula. Hanya bergantung kepada
prinsip saling memberi saling mengerti. Interaksi komunikasi antar hati menjadi dasar
nilai-nilai batasan ruang, sehingga seringkali batasan non fisik yang dibuat, tidak
konflik dengan batasan non fisik yang lain. Kesingkronan ini merupakan bukti bahwa
ruang pun dapat diajak untuk “guyub”.

Catatan penutup:
Pemahaman hubungan antar manusia tidak dapat terlepas dengan pemahaman hubungan
antar ruang dan teritorinya. Dalam bukunya, ‘Ilmu Ladduni, Al Ghazali menyebutkan tentang teritori dan
batasan dalam tubuh manusia. Dalam bukunya yang lain Misykatun Al-Anwaar. Beliau menjelaskan
tentang ruang dan batasan di luar tubuh manusia. Sangat berbeda dengan pemahaman buku-buku
teritori saat ini. Sekiranya patut untuk diperiksa.
Secara khusus kami mengucapkan terima kasih kepada bapak Ramli selaku ketua Paguyuban
Pedagang Pasar Burung dan Pasar Ikan Kota Malang dan rekan-rekan pedagang di tempat itu dalam
memberikan gambaran, pengalaman dan pemahaman akan berkegiatan di pasar dalam survey kami
yang kami lakukan sekitar bulan Mei dan Juni 2010.

Daftar Pustaka
------. 2001. Kamus Besar Bahasa Indonesia (KBBI). Balai Pustaka. Jakarta
--------Al-Qur’an dan Terjemahan. Departemen Agama RI. Media Insani Publishing.
Surakarta.
Pangarsa, GW. 2010. Membaca Sesuatu Bersama Logika, atau Bersama Allah.
http://kajianbudayailmu.blogspot.com.
Sibley, David. 1995. Geographies of exclusion: society and difference in the West.
Routledge. New York.
Toha, Mahmud. 2003. Membangun paradigma baru llmu Pengetahuan Sosial dan
Kemanusiaan. (BAB II). LIPI. Jakarta
Tuan Yi-Fu. 2001. Space And Place; The Perspective Of Experience. University of
Minnesota Pers. London.

15

You might also like