You are on page 1of 26

BAB 1

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Pleura terletak dibagian terluar dari paru-paru dan mengelilingi paru. Cairan
pleura berfungsi untuk memudahkan kedua permukaan pleura parietalis dan pleura
viseralis bergerak selama pernapasan dan untuk mencegah pemisahan thorak. Efusi
pleura merupakan suatu gejala yang serius dan dapat mengancam jiwa penderita.
Di negara negara barat efusi pleura terutama disebabkan oleh gagal
jantung kongestif, serosis hati, keganasan serta pneumonia bakteri, sementara di
negara negara yang sedang berkembang, seperti Indonesia, lazim diakibatkan oleh
infeksi tubercolosis
Menurut WHO (2008), Efusi Pleura merupakan suatu gejala penyakit yang
dapat mengancam jiwa penderitanya. Secara geografis penyakit ini terdapat di
seluruh dunia, bahkan menjadi problema utama di negara negara yang sedang
bekembang termasuk Indonesia. Di negara negara industri, diperkirakan terdapat
320 kasus efusi pleura per 100.000 orang. Amerika serikat melaporkan 1,3 juta
orang setiap tahunya menderita efusi pleura terutama disebabkan oleh gagal jantung
kongestif dan pneumonia bakteri. Menurut Depkes RI (2006), kasus Efusi Pleura
mencapai 2,7 % dari penyakit infeksi saluran napas lainya. Faktor resiko terjadinya
efusi pleura karena lingkungan yang tidak bersih, sanitasi yang kurang, lingkungan
yang padat penduduk, kondisi sosial ekonomi yang menurun, serta sarana dan
prasarana kesehatan yang kurang dan kurangnya pengetahuaan masyarakat tentang
kesehatan.

1
BAB 2
PEMBAHASAN
2.1 Anatomi dan Fisiologi

Pleura terletak dibagian terluar dari paru-paru dan mengelilingi paru. Pleura
disusun oleh jaringan ikat fibrosa yang didalamnya terdapat banyak kapiler limfa
dan kapiler darah serta serat saraf kecil. Pleura disusun juga oleh sel-sel (terutama
fibroblast dan makrofag). Pleura paru ini juga dilapisi oleh selapis mesotel. Pleura
merupakan membran tipis, halus, dan licin yang membungkus dinding anterior
toraks dan permukaan superior diafragma. Lapisan tipis ini mengandung kolagen
dan jaringan elastik.1

Gambaran Anatomi Pleura3

Ada 2 macam pleura yaitu pleura parietalis dan pleura viseralis. Pleura
parietalis melapisi toraks atau rongga dada sedangkan pleura viseralis melapisi
paru-paru. Kedua pleura ini bersatu pada hilus paru. Dalam beberapa hal terdapat
perbedaan antara kedua pleura ini yaitu pleura viseralis bagian permukaan luarnya
terdiri dari selapis sel mesotelial yang tipis (tebalnya tidak lebih dari 30 m).
Diantara celah - celah sel ini terdapat beberapa sel limfosit. Di bawah sel-sel
mesotelia ini terdapat endopleura yang berisi fibrosit dan histiosit. Seterusnya
dibawah ini (dinamakan lapisan tengah) terdapat jaringan kolagen dan serat-serat

2
elastik. Pada lapisan terbawah terdapa t jaringan intertitial subpleura yang sangat
banyak mengandung pembuluh darah kapiler dari A. Pulmonalis dan A. Brankialis
serta pembuluh getah bening. Keseluruhan jaringan pleura viseralis ini menempel
dengan kuat pada jaringan parenkim paru.
Pleura parietalis mempunyai lapisan jaringan lebih tebal dan terdiri dari sel-
sel mesotelial juga dan jaringan ikat (jaringan kolagen dan serat-serat elastik).
Dalam jaringan ikat, terdapat pembuluh kapiler dari A. Interkostalis dan A.
Mammaria interna, pembuluh getah bening dan banyak reseptor saraf-saraf
sensorik yang peka terhadap rasa sakit dan perbedaan temperatur. Sistem persarafan
ini berasal dari nervus intercostalis dinding dada. Keseluruhan jaringan pleura
parietalis ini menempel dengan mudah, tapi juga mudah dilepaskan dari dinding
dada di atasnya. Di antara pleura terdapat ruangan yang disebut spasium pleura,
yang mengandung sejumlah kecil cairan yang melicinkan permukaan dan
memungkinkan keduanya bergeser secara bebas pada saat ventilasi. Cairan tersebut
dinamakan cairan pleura.
Cairan ini terletak antara paru dan thoraks. Tidak ada ruangan yang
sesungguhnya memisahkan pleura parietalis dengan pleura viseralis sehingga apa
yang disebut sebagai rongga pleura atau kavitas pleura hanyalah suatu ruangan
potensial. Tekanan dalam rongga pleura lebih rendah daripada tekanan atmosfer
sehingga mencegah kolaps paru. Jumlah normal cairan pleura adalah 10-20 cc. 2
Cairan pleura berfungsi untuk memudahkan kedua permukaan pleura
parietalis dan pleura viseralis bergerak selama pernapasan dan untuk mencegah
pemisahan toraks dan paru yang dapat dianalogkan seperti dua buah kaca objek
yang akan saling melekat jika ada air. Kedua kaca objek tersebut dapat bergeseran
satu dengan yang lain tetapi keduanya sulit dipisahkan. Cairan pleura dalam
keadaan normal akan bergerak dari kapiler di dalam pleura parietalis ke ruang
pleura kemudian diserap kembali melalui pleura viseralis.
Hal ini disebabkan karena perbedaan tekanan antara tekanan hidrostatik
darah yang cenderung mendorong cairan keluar dan tekanan onkotik dari protein
plasma yang cenderung menahan cairan agar tetap di dalam. Selisih perbedaan
absorpsi cairan pleura melalui pleura viseralis lebih besar daripada selisih

3
perbedaan pembentukan cairan oleh pleura parietalis dan permukaan pleura
viseralis lebih besar dari pada pleura parietalis sehingga dalam keadaan normal
hanya ada beberapa mililiter cairan di dalam rongga pleura.1

Gambar Skema yang memperlihatkan proses sirkulasi normal cairan pleura.


Terlihat bahwa cairan pleura berasal dari pembuluh darah sistemik pada
membran pleura parietal dan viseral (ditunjukkan pada panah yang terputus-
putus). Pembuluh darah pleura parietal (mikrovaskular interkostal) merupakan
terpenting pada sistem ini sebab pembuluh darah ini paling dekat dengan rongga
pleura dan memiliki tekanan filtrasi yang lebih tinggi daripada mikrovaskuler
bronkial pada pleura viseral. Cairan pleura awalnya akan absorbsi kembali oleh
mikrovaskuler, sisanya akan dikeluarkan dari rongga pleura melalui saluran
limfatik pada pleura parietal (panah utuh). Dikutip dari: Broaddus VC. 2009.
Mechanisms of pleural liquid accumulation in disease. Uptodate.
2.2 Definisi
Efusi pleura adalah terdapatnya penumpukan cairan di antara pleura parietal
dan pleura visceral, dapat berupa cairan eksudat dan transudate.
Pleura dalan membrane tipis yg terbentuk dari dua bagian yaitu pleura
visceral dan pleura parietal.

4
Jadi kesimpulan dari efusi pleura adalah akumulasi cairan abnormal atau
penimbunan cairan yg berlebih dalam rongga pleura baik eksudat maupun
transudate.
2.3 Etiologi
2.3.1 Berdasarkan Jenis Cairan
Berdasarkan cairan yang terbentuk cairan pleura terbagi menjadi dua :
1 transudat: terjafi apabila hubungan normal antara tekanan kapiler
hidrostatik dan tekanan koloid osmotic menjadi terganggu. Sehingga
terbentuknya cairan pada satu sisi pleura akan melebihi reabsorbsi
oleh pleura lainnya. pada cairan transudate, selain memiliki serum
protein yg rendah (< 0,5 ) juga memiliki LDH yang rendah ( <0,6 ) .
2. eksudat: merupakan cairan pleura yang terbentuk melalui
membrane kapiler yang periebel abnormal (meninggi) dan berisi
protein yang tinggi.
Efusi pleura eksudatif memenuhi paling tidak salah satu dari tiga
kriteria berikut ini, sementara efusi pleura transudatif tidak memenuhi
satu pun dari tiga kriteria ini 2:
1. Protein cairan pleura / protein serum > 0,5
2. LDH cairan pleura / cairan serum > 0,6
3. LDH cairan pleura melebihi dua per tiga dari batas atas
nilai LDH yang normal didalam serum.

5
Transudat Eksudat

Kadar protein dalam efusi (g/dl) <3 >3


Kadar protein dalam efusi <0,5 >0,5
Kadar Protein dalam serum
Kadar LDH dalam efusi (I.U) <200 >200
Kadar LDH dalam efusi < 0,6 >0,6
Kadar LDH dalam serum

Berat jenis cairan efusi <1.016 >1.016


Rivalta Negatif Positif

Tabel 2.1 Perbedaan Biokimia Efusi Pleura2

2.3.2 Efusi pleura berdasarkan penyebab :


1 Transudate dapat di sebabkan oleh kegagalan jantung kongestif, sindrom
nefrotik, asites, syndrome vena cava superior, tumor, sindrom meig.
2 Eksudat di sebabkan oleh infeksi. TB, pneumonia, dan sebagainya, tumor,
infark, paru radiasi, penyakit kolagen.
3 Efusi hemoragik di sebabkan oleh tumor, infark paru, TB, trauma

2.4 Patofisiologi
Dalam keadaan normal hanya terdapat 10-20 ml cairan dalam rongga pleura
berfungsi untuk melicinkan kedua pleura viseralis dan pleura parietalis yang saling
bergerak karena pernapasan. Dalam keadaan normal juga selalu terjadi filtrasi
cairan ke dalam rongga pleura melalui kapiler pleura parietalis dan diabsorpsi oleh
kapiler dan saluran limfe pleura viseralis dengan kecepatan yang seimbang dengan
kecepatan pembentukannya .1
Gangguan yang menyangkut proses penyerapan dan bertambahnya
kecepatan proses pembentukan cairan pleura akan menimbulkan penimbunan

6
cairan secara patologik di dalam rongga pleura. Mekanisme yang berhubungan
dengan terjadinya efusi pleura yaitu 5;
1. Kenaikan tekanan hidrostatik dan penurunan tekan onkotik pada
sirkulasi kapiler
2. Penurunan tekanan kavum pleura
3. Kenaikan permeabilitas kapiler dan penurunan aliran limfe dari rongga
pleura.
Proses penumpukan cairan dalam rongga pleura dapat disebabkan oleh
peradangan. Bila proses radang oleh kuman piogenik akan terbentuk pus/nanah,
sehingga empiema/piotoraks. Bila proses ini mengenai pembuluh darah sekitar
pleura dapat menyebabkan hemothoraks. Proses terjadinya pneumothoraks karena
pecahnya alveoli dekat parietalis sehingga udara akan masuk ke dalam rongga
pleura. Proses ini sering disebabkan oleh trauma dada atau alveoli pada daerah
tersebut yang kurang elastik lagi seperti pada pasien emfisema paru.4
Efusi cairan dapat berbentuk transudat, terjadinya karena penyakit lain
bukan primer paru seperti gagal jantung kongestif, sirosis hati, sindrom nefrotik,
dialisis peritoneum. Hipoalbuminemia oleh berbagai keadaan. Perikarditis
konstriktiva, keganasan, atelektasis paru dan pneumothoraks.4
Efusi eksudat terjadi bila ada proses peradangan yang menyebabkan
permeabilitas kapiler pembuluh darah pleura meningkat sehingga sel mesotelial
berubah menjadi bulat atau kuboidal dan terjadi pengeluaran cairan ke dalam
rongga pleura. Penyebab pleuritis eksudativa yang paling sering adalah karena
mikobakterium tuberculosis dan dikenal sebagai pleuritis eksudativa tuberkulosa
Penting untuk menggolongkan efusi pleura sebagai transudatif atau eksudatif .4

2.5 Diagnosis
Diagnosis dapat ditegakkan berdasarkan anamnesis baik dan pemeriksaan
fisik yang teliti, diagnosis pasti ditegakkan melalui pungsi percobaan, biopsi dan
analisa cairan pleura.

7
2.6 Manifestasi Klinis
2.6.1 Gejala Utama.
Gejala-gejala timbul jika cairan bersifat inflamatoris atau jika mekanika
paru terganggu. Gejala yang paling sering timbul adalah sesak , berupa
rasa penuh dalam dada atau dispneu. Nyeri bisa timbul akibat efusi yang
banyak, berupa nyeri dada pleuritik atau nyeri tumpul. Adanya gejala-
gejala penyakit penyebab seperti demam, menggigil, dan nyeri dada
pleuritis (pneumonia), panas tinggi (kokus), subfebril (tuberkulosisi),
banyak keringat, batuk, banyak riak. Deviasi trachea menjauhi tempat
yang sakit dapat terjadi jika terjadi penumpukan cairan pleural yang
signifikan5
2.6.2 Pemeriksaan Fisik.
a. Inspeksi : Pengembangan paru menurun, tampak sakit, tampak
lebih cembung
b. Palpasi : Penurunan fremitus vocal atau taktil
c. Perkusi : Pekak pada perkusi,
d. Auskultasi : Penurunan bunyi napas
Jika terjadi inflamasi, maka dapat terjadi friction rub. Apabila
terjadi atelektasis kompresif (kolaps paru parsial) dapat menyebabkan
bunyi napas bronkus.5
Pemeriksaan fisik dalam keadaan berbaring dan duduk akan
berlainan, karena cairan akan berpindah tempat. Bagian yang sakit akan
kurang bergerak dalam pernapasan, fremitus melemah (raba dan vocal),
pada perkusi didapati daerah pekak, dalam keadaan duduk permukaan
cairan membentuk garis melengkung (garis Ellis Damoiseu).4
Didapati segitiga Garland, yaitu daerah yang pada perkusi redup
timpani dibagian atas garis Ellis Domiseu. Segitiga Grocco-Rochfusz,
yaitu daerah pekak karena cairan mendorong mediastinum kesisi lain, pada
auskultasi daerah ini didapati vesikuler melemah dengan ronki. Pada
permulaan dan akhir penyakit terdengar krepitasi pleura.7

8
Gambar 2.2 : Garis melengkung (garis Ellis Damoiseu)7

2.7 Pemeriksaan Penunjang.


2.7.1 Foto thoraks
Pada foto dada posterior anterior (PA) permukaan cairan yang
terdapat dalam rongga pleura akan membentuk bayangan seperti kurva,
dengan permukaan daerah lateral lebih tinggi dari pada bagian medial,
tampak sudut kostrofrenikus menumpu. Pada pemeriksaan foto dada
posisi lateral dekubitus, cairan bebas akan mengikuti posisi gravitasi.8

9
Gambar 2.3 : Gambaran thoraks dengan efusi pleura8

2.7.2 Torakosentesis.
Aspirasi cairan pleura (torakosentesis) sebagai sarana diagnostik
maupun terapeutik. Pelaksanaannya sebaiknya dengan posisi duduk.
Aspirasi dilakukan pada bagian bawah paru sela iga garis aksilaris
posterior dengan jarum abbocath nomor 14 atau 16. Pengeluaran cairan
pleura sebaiknya tidak melebihi 1000-1500 cc pada setiap aspirasi. Untuk
diagnosis cairan pleura dilakukan pemeriksaan9:
a. Warna cairan.
Cairan pleura bewarna agak kekuning-kuningan (serous-santrokom).
b. Biokimia.
Terbagi atas efusi pleura transudat dan eksudat. Perbedaannya dapat
dilihat pada tabel dibawah:
2.7.3 Sitologi.
Digunakan untuk diagnostik penyakit pleura, terutama bila ditemukan
sel-sel patologis atau dominasi sel-sel tertentu.8
a. Sel neutrofil: pada infeksi akut

10
b. Sel limfosit: pada infeksi kronik (pleuritis tuberkulosa atau limfoma
maligna).
c. Sel mesotel: bila meningkat pada infark paru
d. Sel mesotel maligna: pada mesotelioma
e. Sel giant: pada arthritis rheumatoid
f. Sel L.E: pada lupus eritematous sistemik
g. Sel maligna: pada paru/metastase.

2.7.4 Bakteriologi

Cairan pleura umumnya steril, bila cairan purulen dapat mengandung


mikroorganisme berupa kuman aerob atau anaerob. Paling sering
pneumokokus, E.coli, klebsiela, pseudomonas, enterobacter.4

2.7.5 Biopsi Pleura.


Dapat menunjukkan 50%-75% diagnosis kasus pleuritis tuberkulosis dan
tumor pleura. Komplikasi biopsi adalah pneumotoraks, hemotoraks,
penyebaran infeksi atau tumor pada dinding dada.4

2.8 DIAGNOSIS BANDING


Differential Diagnosis Effusi Pleura 2:
1. Tumor paru
- Sinus tidak terisi
- Permukaan tidak concaf tetapi sesuai bentuk tumor
- Bila tumor besar dapat mendorong jantung
2. Pneumonia
- Batas atas rata / tegas sesuai dgn bentuk lobus
- Sinus terisi paling akhir
- Tidak tampak tanda pendorongan organ
- Air bronchogram ( + )
3. Pneumothorak
4. fibrosis paru

11
2.9 Penatalaksanaan
Terapi penyakit dasarnya antibiotika dan terapi paliatif (Efusi pleura
haemorrhagic). Jika jumlah cairannya sedikit, mungkin hanya perlu dilakukan
pengobatan terhadap penyebabnya. Jika jumlah cairannnya banyak, sehingga
menyebabkan penekanan maupun sesak nafas, maka perlu dilakukan tindakan
drainase (pengeluaran cairan yang terkumpul). Cairan bisa dialirkan melalui
prosedur torakosentesis, dimana sebuah jarum (atau selang) dimasukkan ke dalam
rongga pleura. Torakosentesis biasanya dilakukan untuk menegakkan diagnosis,
tetapi pada prosedur ini juga bisa dikeluarkan cairan sebanyak 1,5 liter. Jika jumlah
cairan yang harus dikeluarkan lebih banyak, maka dimasukkan sebuah selang
melalui dinding dada.
Pada empiema diberikan antibiotik dan dilakukan pengeluaran nanah. Jika
nanahnya sangat kental atau telah terkumpul di dalam bagian fibrosa, maka
pengaliran nanah lebih sulit dilakukan dan sebagian dari tulang rusuk harus
diangkat sehingga bisa dipasang selang yang lebih besar. Kadang perlu dilakukan
pembedahan untuk memotong lapisan terluar dari pleura (dekortikasi).
Pada tuberkulosis atau koksidioidomikosis diberikan terapi antibiotik
jangka panjang. Pengumpulan cairan karena tumor pada pleura sulit untuk diobati
karena cairan cenderung untuk terbentuk kembali dengan cepat. Pengaliran cairan
dan pemberian obat antitumor kadang mencegah terjadinya pengumpulan cairan
lebih lanjut. Jika pengumpulan cairan terus berlanjut, bisa dilakukan penutupan
rongga pleura. Seluruh cairan dibuang melalui sebuah selang, lalu dimasukkan
bahan iritan (misalnya larutan atau serbuk doxicycline) ke dalam rongga pleura.
Bahan iritan ini akan menyatukan kedua lapisan pleura sehingga tidak lagi terdapat
ruang tempat pengumpulan cairan tambahan. Jika darah memasuki rongga pleura
biasanya dikeluarkan melalui sebuah selang. Melalui selang tersebut bisa juga
dimasukkan obat untuk membantu memecahkan bekuan darah (misalnya
streptokinase dan streptodornase). Jika perdarahan terus berlanjut atau jika darah
tidak dapat dikeluarkan melalui selang, maka perlu dilakukan tindakan
pembedahan. 9

12
2.9.1 Torakosentesis
Aspirasi cairan pleura selain bermanfaat untuk memastikan
diagnosis, aspirasi juga dapat dikerjakan dengan tujuan terapetik.
Torakosentesis dapat dilakukan sebagai berikut8:
1. Penderita dalam posisi duduk dengan kedua lengan merangkul atau
diletakkan diatas bantal; jika tidak mungkin duduk, aspirasi dapat
dilakukan pada penderita dalam posisi tidur terlentang.
2. Lokasi penusukan jarum dapat didasarkan pada hasil foto toraks, atau di
daerah sedikit medial dari ujung scapula, atau pada linea aksilaris media
di bawah batas suara sonor dan redup.
3. Setelah dilakukan anastesi secara memadai, dilakukan penusukan dengan
jarum berukuran besar, misalnya nomor 18. Kegagalan aspirasi biasanya
disebabkan karena penusukan jarum terlampaui rendah sehingga
mengenai diahfragma atau terlalu dalam sehingga mengenai jaringan
paru, atau jarum tidak mencapai rongga pleura oleh karena jaringan
subkutis atau pleura parietalis tebal.

Gambar 2.4: Metode torakosentesis8

4. Pengeluaran cairan pleura sebaiknya tidak melebihi 1000-1500 cc pada


setiap aspirasi. Untuk mencegah terjadinya edema paru akibat

13
pengembangan paru secara mendadak. Selain itu pengambilan cairan
dalam jumlah besar secara mendadak menimbulkan reflex vagal, berupa
batuk, bradikardi, aritmi yang berat, dan hipotensi.5
5. Pungsi pleura diantara linea aksilaris anterior dan posterior, pada sela iga
ke-8. Didapati cairan yang mungkin serosa (serothoraks), berdarah
(hemothoraks), pus (piothoraks) atau kilus (kilothoraks), nanah
(empiema). Bila cairan serosa mungkin berupa transudat (cairan putih
jernih) atau eksudat (cairan kekuningan). 9
Indikasi pungsi pleura9 :
1. Adanya gejala subyektif seperti sakit atau nyeri, dipsneu, rasa berat
dalam dada.
2. Cairan melewati sela iga ke-2, terutama bila dihemithoraks kanan, karena
dapat menekan vena cava superior.
3. Bila penyerapan cairan terlambat (lebih dari 6-8 minggu).
2.9.2 Pemasangan WSD
Jika jumlah cairan cukup banyak, sebaiknya dipasang selang toraks
dihubungkan dengan WSD, sehingga cairan dapat dikeluarkan secara
lambat dan aman. Pemasangan WSD dilakukan sebagai berikut7:
1. Tempat untuk memasukkan selang toraks biasanya di sela iga 7, 8, 9 linea
aksilaris media atau ruang sela iga 2 atau 3 linea medioklavikuralis.
2. Setelah dibersihkan dan dianastesi, dilakukan sayatan transversal selebar
kurang lebih 2 cm sampai subkutis.
3. Dibuat satu jahitan matras untuk mengikat selang.
4. Jaringan subkutis dibebaskan secara tumpul dengan klem sampai
mendapatkan pleura parietalis.
5. Selang dan trokar dimasukkan ke dalam rongga pleura dan kemudian
trokar ditarik. Pancaran cairan diperlukan untuk memastikan posisi
selang toraks.
6. Setelah posisi benar, selang dijepit dan luka kulit dijahit serta dibebat
dengan kasa dan plester.

14
7. Selang dihubungkan dengan botol penampung cairan pleura. Ujung
selang dihubungkan dengan botol penampung cairan pleura. Ujung
selang diletakkan dibawah permukaan air sedalam sekitar 2 cm, agar
udara dari luar tidak dapat masuk ke dalam rongga pleura.
8. WSD perlu diawasi tiap hari dan jika sudah tidak terlihat undulasi pada
selang, kemungkinan cairan sudah habis dan jaringan paru mengembang.
Untuk memastikan dilakukan foto toraks8.
9. Selang torak dapat dicabut jika produksi cairan/hari <100ml dan jaringan
paru telah mengembang. Selang dicabut pada saat ekspirasi maksimum.

2.9.3 Pleurodesis.
Bertujuan melekatkan pleura viseralis dengan pleura parietalis,
merupakan penanganan terpilih pada efusi pleura keganasan. Bahan
yang digunakan adalah sitostatika seperti tiotepa, bleomisin, nitrogen
mustard, 5-fluorourasil, adramisin, dan doksorubisin. Setelah cairan efusi
dapat dikeluarkan sbanyak-banyaknya, obat sitostatika (misal; tiotepa 45
mg) diberikan selang waktu 710 hari; pemberian obat tidak perlu
pemasangan WSD. Setelah 13 hari, jika berhasil, akan terjadi pleuritis
obliteratif yang menghilangkan rongga pleura, sehingga mencegah
penimbunan kembali cairan dalam rongga tersebut.9
2.10 Prognosa
Tergantung penyakit yang mendasari, pada kasus tertentu, dapat sembuh
sendiri setelah diberi pengobatan adekuat terhadap penyakit dasarnya.4

15
BAB III
LAPORAN KASUS

DATA PASIEN
3.1. IDENTITAS PASIEN
Nama : PMS
Umur : 48 tahun
Jenis Kelamin : Perempuan
Agama : Kristen
Suku/Bangsa : Batak/Indonesia
Alamat : Pandan
Masuk RS : 03-01-2017
Keluar RS : 10-01-2017
Nomor RM : 15.55.32

3.2. ANAMNESIS
a. Keluhan Utama
Sesak nafas sejak 1 minggu sebelum masuk rumah sakit.

b. Riwayat Penyakit Sekarang


Pasien datang dengan keluhan sesak nafas yang semakin memberat
sejak 1 minggu ini. Sesak terutama dirasakan saat beraktivitas dan sedikit
berkurang dengan istirahat namun tidak hilang sepenuhnya. Os juga
mengeluhkan merasa semakin sesak jika tidur menyamping ke kanan. Nyeri
dada ataupun riwayat kaki bengkak selama ini tidak dijumpai. riwayat batuk
hilang timbul selama 2 bulan ini di sangkal, Riwayat demam dalam 2 minggu
terakhir. Demam bersifat naik turun. Akhir-akhir ini pasien sering merasa
mual dan mengaku memiliki riwayat maag. Dijumpai penurunan berat badan
sebanyak 5 kg dalam 2 bln ini di sangkal , namun tidak ada penuruna nafsu
makan. Riwayat keringat malam disangkal. Pasien tidak merokok.

16
Riwayat Penyakit Terdahulu
-

Riwayat Penyakit Keluarga


-

3.3. PEMERIKSAAN FISIK

Pemeriksaan dilakukan di IGD pada hari Selasa, 25 Mei 2016.


Keadaan umum : Tampak sakit sedang
Kesadaran : Compos Mentis
Tanda Vital
Heart Rate : 88x/i
Respiratory Rate : 32x/i
Suhu : 38 C

1. Pemeriksaan Fisik
1. Keadaan Umum
- Keadaan Umum : Baik
- Sensorium : Compos Mentis
- Derajat Gizi : Gizi normal
2. Kepala
Bentuk mesosefal
a. Mata : Pupil isokor, RC (+/+), hematom periorbita (-/-)
b. Hidung : Bentuk Simetris, PCH (-), sekret (-), darah (-)
c. Mulut : Mukosa bibir baik
d. Telinga : Sekret (-), darah (-)
3. Leher
Trakea medial, JVP R-2cmH2O, pemb KGB (-), kaku kuduk (-)

17
4. Toraks
a. Cor : Inspeksi : Iktus kordis tidak tampak
Palpasi : Iktus tidak tidak teraba
Perkusi : Batas jantung kesan tidak
membesar
Auskultasi : S1,S2 normal reguler

b. Pulmo : Inspeksi : Gerakan paru kanan tertinggal


Palpasi : Stem Fremistus ki>ka
Perkusi : Redup di paru kanan, Sonor di paru
kiri
Auskultasi : Suara paru Vesikuler di paru kiri,
Suara paru menghilang di seluruh
lapangan paru kanan ST: Ronchi
(-), Wheezing (-)
5. Abdomen
Inspeksi : Simetris
Palpasi : Soepel, Hepar/Lien/Renal/ tidak teraba
Perkusi : Timpani
Auskultasi : Peristaltik (+)
6. Extremitas
Akral hangat
7. Genitral
Dalam batas normal

18
3.4. PEMERIKSAAN PENUNJANG
Foto Thorak pada tanggal 3 januari 2017

Laboratorium tanggal 05 April 2016


Hasil Pemeriksaan Hematologi

Pemeriksaan Unit Hasil Normal


Hemoglobin G1 % 11,3 L: 13-18 P: 12-16
Leukosit 103/mm3 7,1 5-11
Eritrosit 106/mm3 4,17 L: 4,5-5,5 P: 3,8-5,0
Hematokrit % 33,9 37-47
LED Mm/jam 13 L: < 15 P: < 20
Trombosit 103/mm 480 150-450
MCV Fl 81,4 74-96
MCH Fg 27,0 27-32
MCHC % 33,3 30-65

19
Hitung Jenis Leukosit Unit Hasil Normal
Eosinofil % 01 0-1
Basofil % - 1-3
Netrofil Staf % - 2-6
Netrofil Segmen % 75 50-70
Limfosit % 16 20-40
Monosit % 08 2-8

3.5. DIAGNOSIS KERJA

Efusi Pleura Massif ec dd 1. Pneumonia


2. TB paru
3. CA paru

3.6. PENATALAKSANAAN
Awal :
o O2 2-4 Liter/menit
o IVFD RL 20 gtt/i
o Inj Ketorolac 1amp/12jam
o Cefotaxime 1 gr / 8 jam
o Kodein 3x1
o Inj. Ranitidine / 12 jam
o Rencana WSD

Follow Up tanggal 4 januari Follow Up tanggal 5 januari 2017


S : Batuk (+), Demam (+) S : Batuk (+), Demam (+)
Sesak nafas (+) Sesak nafas (+)
O : Sens : Composmentis O : Sens : Composmentis
Heart rate : 88x/i Heart rate : 80x/i

20
Respiratory rate : 32x/i Respiratory rate : 32x/i
Temp : 38C Temp : 37,7C
Pulmo : Suara paru lemah di paru Pulmo : Suara paru lemah di paru
kanan ronchi (+) kanan, ronchi (+)

A : Efusi Pleura Massive ec Pneumoni A : Efusi Pleura Massive ec TB Paru


DD : Efusi Pleura ec Pneumoni DD : Efusi Pleura ec Tb paru
TB paru Pnuemoni
Ca Paru Ca Paru
P : WSD P : O2 2-4 Liter/menit

O2 2-4 Liter/menit IVFD RL 20 gtt/i

IVFD RL 20 gtt/i WSD terpasang

Inj Ketorolac 1amp/12jam Inj Ketorolac 1amp/12jam

Kodein 3x1 Inj Ranitidin 1amp/12 jam

Inj Ranitidin 1amp/12 jam Inj cefotaxime 1 gr / 8 jam

Inj cefotaxime 1 gr / 8 jam Kodein 3x1

Pemeriksaan BTA 3x WSD 800cc

Rencana Analisa Cairan


Follow Up tanggal 6 januari 2017 Follow Up tanggal 7 januari 2017
S : Batuk (+), Demam (-) S : Batuk (+), Demam (-)
Sesak nafas (-) Sesak nafas (-)
O : Sens : Composmentis O : Sens : Composmentis
Heart rate : 72x/i Heart rate : 80x/i
Respiratory rate : 28x/i Respiratory rate : 24x/i
Temp : 37C Temp : 36,5C

21
Pulmo : Suara paru lemah di paru Suara paru lemah di paru kanan, ronchi
kanan ronchi (+) (+)

A : Efusi Pleura Massive ec Pneumoni A : Efusi Pleura Massive ec Pneumoni


DD : Efusi Pleura ec pneumoni DD : Efusi Pleura ec pneumoni
TB paru TB paru
Ca Paru Ca Paru
P : O2 2-4 Liter/menit P : O2 2-4 Liter/menit

IVFD RL 20 gtt/i IVFD RL 20 gtt/i

WSD terpasang WSD terpasang

Inj Ketorolac 1amp/12jam Inj Ketorolac 1amp/12jam

Inj Ranitidin 1amp/12 jam Inj Ranitidin 1amp/12jam

Kodein 3x1 Kodein 3x1

As mefenamat 3x1 As mefenamat 3x1

Inj cefotaxime 1 gr / 8 jam Inj cefotaxime 1 gr / 8 jam

Foto thorax PA ulang WSD 300 cc

WSD 180 cc

Follow Up tanggal 8 januari 2017 Follow Up tanggal 9 januari 2017


S : Batuk (+), Demam (-) Sesak nafas S : Batuk (+), Demam (-) Sesak nafas
(-) (-)
O : Sens : Composmentis O : Sens : Composmentis

22
Heart rate : 72x/i Heart rate : 82x/i
Respiratory rate : 28x/i Respiratory rate : 24x/i
Temp : 37C Temp : 37,5C
Pulmo : Suara paru lemah di paru Pulmo : Suara paru lemah di paru
kanan ronchi (+) kanan ronchi (+)
A : Efusi Pleura Massive ec Pneumoni A : Efusi Pleura Massive ec Pneumoni
DD : Efusi Pleura ec pneumoni DD : Efusi Pleura ec pneumoni
TB paru TB paru
Ca Paru Ca Paru
P : O2 2-4 Liter/menit P : IVFD RL 20 gtt/i (Aff) Three
way
IVFD RL 20 gtt/i
Inj Ketorolac 1amp/12jam
Inj Ketorolac 1amp/12jam
Inj Ranitidin 1amp/12jam
Inj Ranitidin 1amp/12jam
Kodein 3x1
Kodein 3x1
As mefenamat 3x1
As mefenamat 3x1
Inj cefotaxime 1 gr / 8 jam
Inj cefotaxime 1 gr / 8 jam
WSD 1000 cc
WSD 500 cc
Total cairan di keluarkan : 4550 cc

Foto thorax PA

23
Hasil Pemeriksaan Laboratorium Untuk Permeriksaan Dahak

Hasil*
Tanggal Spesimen
1-9
Pemeriksaan Dahak +++ ++ + Neg
***

4 januari 2017 A (Sewaktu)


5 januari 2017 B (Pagi)
5 januari 2017 C (Sewaktu)

Follow Up tanggal 10 januari 2017


S : Batuk (+), Demam (-)
O : Sens : Composmentis
Heart rate : 76x/i
Respiratory rate : 22x/i
Temp : 37,6C
Pulmo : Suara paru lemah di paru
kanan ronchi (+)
A : Efusi Pleura Massive ec Pneumoni
DD : Efusi Pleura ec pneumoni
TB paru
Ca Paru
- Ciprofloxacin 2x500 mg
- Kodein 3x10 mg
- As. Mefenamat 3x500 mg
- Omeprazole 2x20 mg
- Vit C 3x1
- PBJ

24
Foto Thorak pada tanggal 6 januari 2017

25
DAFTAR PUSTAKA

1. Lorraine W. Penyakit Paru Restriktif. Dalam : Price, Sylvia A, Lorraine


W, et al. Editor. Patofisiologi Konsep Klinis Proses-Proses Penyakit . Ed.
6. Jilid.2. Kedokteran EGC ; Jakarta: 2005.
2. Slamet H. Efusi Pleura. Dalam : Alsagaff H, Abdul Mukty H, Dasar-
Dasar Ilmu Penyakit Paru. Airlangga University Press ;Surabaya; 2002.
3. Gambar anatomi pleura, 2007. Efusi Pleura. Diakses dari http://poslal
medicina /pleura.pdf pada tanggal 15 Desember 2013
4. Sudoyo AW. Kelainan Paru. Dalam: Halim H. Dasar-Dasar Ilmu Penyakit
Dalam .Vol 2. Balai Penerbit FK UI ; Jakarta ;2005
5. Jeremy, et al. Efusi Pleura. At a Glance Medicine Edisi kedua. EMS. Jakarta
: 2008.
6. Maryani. 2008. Efusi Pleura. Diakses dari
http://repository.ui.ac.id/contents/koleksi/11/pleura.pdf pada tanggal 15
Desember 2013
7. Emedicine.medscape.com/article/299959-overview
8. Ewingsa. 2009. Efusi Pleura. Diakses dari
http://repository.ui.ac.id/contents/koleksi/11/efusipleura.pdf pada tanggal
15 desember 2013
9. Prasenohadi. The Pleura. Universitas Indonesia. 2009

26

You might also like