Professional Documents
Culture Documents
PENDAHULUAN
Dewasa ini, banyak kasus pelanggaran hak asasi manusia terhadap para
tenaga kerja Indonesia (TKI) terjadi. TKI tersebut hanya menanggung sendiri
beban hukumannya atas kesalahan yang tidak sepadan. Banyak TKI disiksa oleh
majikannya, baik diperkosa, bahkan dibunuh. Secara kasat mata, ini merupakan
tanggung jawab negara dan institusi nasionalnya dalam melindungi hak-hak setiap
warga negaranya. Satu standar yang diterima secara universal bahwa negara
memikul tanggung jawab utama dalam pemajuan dan perlindungan hak asasi
manusia.
Oleh karena itu pemahaman tanggung jawab negara merupakan isu yang
mendesak untuk dikaji secara konseptual maupun secara praktis, sehingga di satu
pihak pelanggaran yang terjadi semakin berkurang dan di pihak lain negara lebih
bersungguh-sungguh dalam pemajuan dan perlindungan hak asasi manusia.
Langkah-langkah strategi siapakah yang perlu dilakukan negara untuk
memperbaiki kondisi hak asasi manusia para TKI yang terampas, merupakan
pertanyaan yang harus dijawab mengingat krisis ketenagakerjaan yang dihadapi
Indonesia saat ini.
Kesuliatan pokok dalam pelaksanaan perlindungan hak asasi manusia di
Indonesia adalah lemahnya instrumen minimal dari birokrasi pemerintah guna
menuntaskan kasus-kasus pelanggaran HAM yang dialami TKI. Untuk itu,
Indonesia membutuhkan negara yang kut dan peduli agar mampu memberi
perlindungan hak asasi manusia. Hal ini merupakan kebalikan dari asumsi-asumsi
yang dimiliki oleh negara maju bahwa peran negara harus dibatasi.
Hak asasi manusia merupakan hak yang melekat dengan kuat dalam diri
manusia, begitu juga para TKI yang terampas haknya. Keberadaannya diyakini
sebagai bagian dari kehidupan manusia. Negara wajib membela hak-hak setiap
warga negaranya. Negara yang baik adalah negara yang mengedepankan
terjaminnya kelangsungan hidup rakyatnya agar sejahtera. Sayangnya, belum ada
1
usaha secara penuh oleh pemerintah dalam menunjukkan kewajibannya dalam
melindungi hak para TKI yang bekerja di luar negeri.
1.2 Tujuan
1. Mengetahui faktor-faktor penyebab terjadinya pelanggran hak asasi
manusia terhadap TKI.
2. Mengetahui pelanggaran HAM yang dialami TKI.
3. Mengetahui peranan pemerintah dalam menuntaskan kasus pelanggaran
HAM yang dialami TKI.
Bentuk apresiasi kelompok kami mengenai peran dan kerja keras para
Tenaga Kerja Indonesia (TKI) yang selama ini dirasa masih belum cukup
mendapat perhatian dari masyarakat umum. Konteks perhatian dalam hal ini baik
dari segi positif maupun dari segi negatifnya. Ditinjau dari segi positif dari peran
TKI dalam meningkatkan pengahsilan devisa negara, meningkatkan kesejahteraan
bangsa Indonesia, dan wujud kompetensi sumber daya manusia bangsa Indonesia
yang berkualitas hingga diakui kemampuannya untuk bekerja di luar negeri.
Banyaknya permintaan tenaga kerja dari Indonesia oleh negara-negara lain
menunjukkan tingginya kebutuhan negara lain dengan kualitas dan kompetensi
sumber daya manusia bangsa Indonesia.
Lebih dari segi positifnya, kami menaruh perhatian khusus pada segi
negatifnya. Kenyataan yang beredar hingga saat ini, masih banyak kasus-kasus
yang menyangkut permasalahan TKI terutama dalam hal pelanggaran hak
seseorang atau hak asasi manusia. Padahal sejak dideklarasikannya piagam
Magna Charta, semua negara berbondong-bondong berjuang untuk menegakkan
2
dan menjamin terpenuhi dan terlindunginya hak asasi manusia. Kasus pelanggaran
hak asasi manusia yang banyak dialam TKI di luar negeri merupakan
penyimpangan yang fatal, karena peraturan dan penegakan hak asasi manusia
yang sudah bersifat global. Artinya peraturan ini berlaku secra universal di
seluruh dunia. Meski bersifat universal sangat disayangkan peraturan ini tidak
dapat mencegah frekuensi pelanggaran hak asasi manusia yang marak.
Permasalahan hak asasi manusia ini menyangkut hubungan diplomatik antar
negara dan kesejahteraan TKI itu sendiri. Berbagai pemaparan di atas menjadi
landasan kami dalam mengangkat judul ini dalam makalah kami dengan harapan
adanya perhatian khusus masyarakat maupun pemerintah terhadap berbagai
polemik yang dialami TKI saat ini. Lebih jelasnya lagi kami mengambil subjek
pemerintah dalam sisi perannya karena pemerintah sebagai pihak yang
bertanggung jawab dengan ketenagakerjaan di Indonesia terutama
kesejahteraannya. Selain itu masalah pelanggaran HAM pada TKI sudah
melibatkan faktor eksternal maupun internal. Eksternal maksudnya permasalahan
ini menyangkut hubungan diplomatik atau hubungan internasional dengan negara
yang bersangkutan, sedangkan masalah internal adalah investigasi terhadap
adanya kemungkinan penyimpangan dalam persiapan dan penempatan TKI ke
luar negeri.
3
BAB II
PEMBAHASAN
2.1. Pengertian
2.1.1 Hak Asasi Manusia
Hak asasi manusia (HAM) merupakan hak-hak yang melekat pada diri
manusia sejak awal dilahirkan yang berlaku seumur hidup dan tidak dapat
diganggu gugat oleh siapa pun (Rangkuti 2007). HAM pada dasarnya ada bukan
karena diberikan oleh masyarakat atau dari kebaikan negara, melainkan
berdasarkan martabatnya sebagai manusia patut memperoleh apresiasi secara
positif (EL-Muntajdan Hum 2005).
Secra etimologis,hak asasi manusia terbentuk dalam tiga kata yaitu hak,
asasi, dan manusia. Dua kata pertama, hak dan asasi berasal dari bahasa Arab,
sementara kata manusia adalah kata dalam bahasa Indonesia. Kata haqq diambil
dari akar kata haqqa, yahiqqu, dan haqqaan yang memiliki arti benar, nyata,
pasti, tetap, dan wajib. Berdasarkan pengertian tersebut, maka haqq adalah
kewenangan atau kewajiban untuk melakukan sesuatuatau tidak melakukan
sesuatu. Kata asasiy berasal dari akar kata asaa, yaussu, dan asasaan yang artinya
membangun, mendirikan, dan meletakkan. Daat juga berarti asal, pangkal, asas,
dasar dari segala sesuatu. Dengan demikian dapat disimpulakn asasi artinya segala
sesuatau yang bersifat mendasar dan fundamental yang selalu melekat pada
objeknya (Baal Bahi 1979). Hak asasi manusia dalam bahasa Indonesia dapat
diartikan sebagai hak-hak mendasar pada diri manusia (DEPDIKBUD 1994).
HAM dibagi menjadi beberapa jenis, yaitu hak persamaan dan kebebasan,
hak hidup, hak memperoleh perlindungan, hak penghormatan pribadi, hak
menikah dan berkeluarga, hak wanita sederajat dengan pria, hak anak dari orang
tua, hak memperoleh pendidikan, hak memilih agama, hak memperoleh
kesempatan yang sama, hak milik pribadi, hak menikmati hasil produk, serta hak
narapidana. Pemikiran HAM yang sesuai konteks ruang dan jamannya terus
berlangsung.
Nilai- nilai Ham dapat berlaku secra universal di semua negara atau nilai-
nilai HAM pada suatu negara sangat kontekstual, yaitu mempunyai kekhususan
4
(partikular) dan tidak berlaku untuk setiap negara karena danya keterkaitan
dengan nilai-nilai kultural yang tumbuh dan berkembang pada suatu negara.
Dalam perkembangannya sekarang ini HAM sudah dapat diterima secra universal
sebgai sebuah moral yang merupakan kerangka acuan yang sah dalam
membangun dunia yang damai dan bebas dari ketakutan, penindasan, serta
ketidakadilan. Selain itu di dalam UUD 1945 telah banyak yang menjelaskan
tentang HAM.
Akan tetapi, pada praktiknya banyak pelanggaran-pelanggaran HAM yang
terjadi di dalam negeri maupun di luar negeri. Salah satu permasalahan vital yang
sampai sekarang belum dapat diselesaikan secara tuntas adalah mengenai maslah
ekspor Tenaga Kerja Indonesia (TKI) ke luar negeri khususnya tenaga kerja
nonformal. Tidak sedikit pemberitaan yang muncul di media massa baik cetak
maupun elektronik yang mengungkap malangnya nasib para TKI yang mendapat
perlakuan dari majikanmereka di luar negeri yang dapat dikatakan tidak
manusiawi dan melanggar hak asasi mereka sebagai manusia.
5
pemerintah kabupaten/kota yang bertanggung jawab di bidang
ketenagakeerjaan.
3. Penempatan TKI adalah kegiatan pelayanan untuk mempertemukn TKI
sesuai bakat, minat, dan kemampuannya dengan pemberi kerja di luar
negeri yang meliputi seluruh proses perekrutan, pengurus dokumen,
pendidikan dan pelatihan, penampungan, persiapan keberangkatan,
pemberangkatan sampai ke tempat tujuan, dan pemulangan dari negara
tujuan.
4. Perlindungan TKI adalah segala upaya untuk melindungi kepentingan
calon TKI/TKI dalam mewujudkan terjaminnya pemenuhan hak-
haknya sesuai dengan peraturan perundang-undangan, baik sebelum,
selama, maupun sesudah bekerja.
2.2. Permasalahan
2.2.1. Faktor-faktor yang menyebabkan terjadinya pelanggaran HAM
terhadap TKI
1. Pemahaman belum merata tentang HAM
Masih belum adanya kesepahaman pada tataran konsep hak asasi
manusia antara paham yang memandang HAM bersifat universal dan
6
paham yang memandang bangsa memiliki paham HAM tersendiri berbeda
dengan paham yang lain terutama dalam pelaksanaanya.
2. Telah terjadi krisis moral
Krisis moral jauh lebih berbahaya dari krisis lainnya. Krisis moral
dapat melumpuhkan segala aspek atau sendi dalam kehidupan
bermasyarakat dan bernegara. Selain itu, krisis moral ini juga disebabkan
oleh masih rendahnya kesadaran akan rasa kemanusiaan di dalam
masyarakat oleh karena itu, manusia harus dapat juga menghargai dan
menghormati manusia lainnya. Hal ini dapat diterapkan dengan tidak
berlaku seenaknya, apalagi sampai melanggar hak asasi manusia lainnya.
3. Adanya oknum-oknum PJTKI
Masih banyaknya Perusahaan Jasa Tenaga Kerja Indonesia
(PJTKI) yang tidak mendapat izin dari Departemen Tenaga Kerja
(Depnaker), sehingga menyebabkan aliran TKI tidak terkontrol.
Akibatnya, banyak kasus-kasus pemulangan TKI yang tidak lengkap surat-
suratnya alias ilegal.
4. Aparat hukum yang berlaku bertindak sewenang-wenang
Di dalam masyarakat terdapat banyak kekuasaan yang berlaku.
Kekuasaan disini tidak hanya menunjuk pada kekuasaan pemerintah, tetapi
juga bentuk-bentuk kekuasaan lain yang terdapat di dalam masyarakat.
Salah satu contohnya adalah kekuasaan di dalam perusahaan. Para
pengusaha yang tidak mempedulikan hak-hak buruhnya jelas melanggar
hak asasi manusia. Oleh karena itu, dapat kita lihat bahwa setiap elemen di
dalam masyarakat yang memiliki kekuasaan cenderung menyalahgunakan
kekuasaannya tersebut. Kekuasaan-kekuasaan yang mereka miliki
seharusnya dibatasi sehingga tetap menghormati hak orang lain dan tidak
melanggarnya.Penegak hukum yang bersikap tidak adil akan membuat
masyarakat pun bertindak sewenang- wenang. Pemerintah harus bisa
bertindak tegas dalam menyelesaikan masalah ini. Pelanggar HAM
seharusnya diberi hukuman yang tegas.
5. Tingkat pendidikan TKI di luar negeri yang rendah
7
Kondisi ini kurang memberikan daya tawar (bargaining position)
yang tinggi terhadap majikan di luar negeri yang akan mempekerjakannya.
Keterbatasan pengetahuan tersebut meliputi tata kerja dan budaya
masyarakat setempat. Tingkat pendidikan juga berpengaruh terhadap
penguasaan bahasa, akses informasi teknologi dan budaya tempat TKI
bekerja. Sebagai TKI, bukan hanya bermodal skill atau keahlian teknis
semata tetapi juga pemahaman terhadap budaya masyarakat tempat
mereka bekerja. Karena kualitas tenaga kerja dan pendidikan selalu
memiliki keterkaitan. Sinergisme tersebut bagi TKI, khususnya yang
bekerja di luar negeri masih kurang. Hal ini terbukti dari hasil survey yang
dilakukan oleh The Political and Economic Risk Consultancy yang
memosisikan kualitas pendidikan Indonesia berada pada peringkat ke-12
setelah Vietnam dengan skor 6.56.
6. Regulasi atau peraturan pemerintah yang kurang berpihakpada TKI di luar
negeri khususnya sektor PRT
Hukum yang berlaku di daerah tujuan penempatan TKI yang
kurang memberikan perlindungan. Hal ini sudah jelas terlihat dengan
maraknya kasus penganiayaan yang terjadi terutama pada PRT. Ketika
terjadi masalah para TKI harus mengadu dulu pada duta besar negara
Indonesia atau ketika sudah disorot oleh media baru ada respon untuk
melindungi hak mereka. Hal yang selama ini dipertanyakan mengenai
perjanjian tertulis antara Indonesia dengan negara tujuan karena
banyaknya kasus penganiayaan yang masih terjadi. Hal tersebut ternyata
telah diatur dalam Pasal 27 Undang-Undang Nomor 39 Tahun 2004
mengatur tentang penempatan TKI di luar negeri hanya dapat dilakukan ke
negara tujuan yang pemerintahnya telah membuat perjanjian tertulis
dengan Pemerintah Republik Indonesia atau ke negara tujuan yang
mempunyai peraturan perundang-undangan yang melindungi tenaga kerja
asing.
2.2.2. Bentuk Pelanggaran Hak Asasi Manusia Terhadap TKI
Pasar Kerja Luar Negeri sudah sejak lama dikenal oleh Warga Negara Indonesia
melalui hubungan tradisional antar penduduk seperti lintas batas dengan Malaysia dan
Singapura yang didasari atas kedekatan wilayah, hubungan keagamaan dengan Saudi
8
Arabia dan Negara-negara lain di Timur Tengah, dan hubungan sosial dengan negara-
negara dikawasan Asia Pasifik, Eropa dan Afrika, Australia dan negara-negara di
Kawasan Amerika. Pada tahap awalnya luput dari perhatian Pemerintah dan masyarakat,
setelah pemerintah menyadari dan menyerahkan pengelolaannya kepada pihak swasta
penempatan TKI menjadi lebih marak dan permasalahannya pun terus meningkat.
Permasalahan-permasalahan tersebut antara lain :
a. Pra Penempatan.
Berdasarkan data dan berita-berita yang pernah dipublikasikan oleh
media massa, baik cetak maupun elekronik , kasus-kasus yang ditangani
oleh BNP2TKI, permasalahan-permasalahan yang menimpa Calon Tenaga
Kerja Indonesia (CTKI) adalah :
1. Pemotongan gaji terlalu besar oleh PPTKIS (Perusahaan Pengerah
Tenaga Kerja Indonesia Swasta) bekerja sama dengan Agency-nya di
luar negeri.
2. Di penampungan oleh PPTKIS disuruh menandatangani surat, apabila
batal berangkat CTKI harus membayar ganti rugi yang cukup besar
(pemerasan ketika membatalkan diri berangkat).
3. Penyekapan di penampungan karena dijadikan stok manusia.
4. Kondisi penampungan yang buruk yaitu:
a) kotor, sanitasi buruk, tanpa tempat tidur (tidur di lantai dengan
tikar atau karpet.
b) makanan yang tidak memenuhi standart kesehatan dan kelayakan.
5. Selama ditampung dipekerjakan pada rumah pemilik PPTKIS atau
rumah perorangan dan tidak dibayar dengan alasan praktek kerja
lapangan (PKL).
6. Kekerasan psikis dan intimidasi di penampungan.
7. Kekerasan fisik di penampungan.
8. Pelecehan seksual di penampungan.
9. Diansuransikan, tetapi bila ada masalah tidak bias diklaim asuransinya.
10. Sakit tak terawatt sehingga meninggal di penampungan.
b. Masa Penempatan
Pada umumnya Tenaga Kerja Indonesia (TKI), di negara-negara
tujuan penempatan bekerja pada sector-sektor pekerjaan yang sudah
9
ditinggalkan atau tidak diminati oleh Warga Negara pemberi kerja karena
kondisi kerja yang keras, upah, status rendah dan perlindungan minim.
Memperhatikan kondisi demikian, maka TKI menghadapi berbagai
permasalahan. Permasalahan-permasalahan tersebut antara lain :
1. Dijebak menjadi pelacur di daerah transit.
2. Dilarang menjalankan ibadah, dipaksa memasak dan makan makanan
haram (daging babi).
3. Gaji tidak dibayar.
4. Disiksa, dianiaya, makan-makanan basi dan bekas, diperkosa oleh
majikan atau oleh pegawai Agency.
5. Dipenjara dengan berbagai rekayasa tuduhan.
6. Bunuh diri karena putus asa akibat perlakuan buruk majikan / Agency.
7. Disekap oleh majikan atau Agency.
8. Di PHK sepihak dan dipulangkan majikan tanpa diberikan hak-haknya.
9. Dipulangkan sepihak oleh Agency setelah usai masa pemotongan gaji
oleh Agency, sehingga tak pernah menerima gaji penuh.
c. Purna Penempatan
Keberadaan terminal IV Sepanjang Bandara Sorkarno-Hatta,
dimaksudkan untuk memberikan perlindungan dan pelayanan kepada
para TKI sejak dari terminal 2 dan terminal IV, dipilihnya terminal IV
sebagai tempat proses pemberian pelayanan dalam rangka
perlindungan kepulangan TKI menuju kampong halamannya, Tetapi
sangat disesalkan justru dalam proses pemberian pelayanan dalam
rangka perlindungan inilah telah terjadi berbagai pelanggaran hukum,
aturan, etika, moral sampai penghilangan nyawa TKI telah terjadi,
yang membuat rasa keadilan dan terkesan orang kecil dan miskin dari
kampong tidak ada tempat untuk hidup di negeri yang tercinta ini.
Masalah-masalah tersebut antara lain:
1. Pemerasan dan perlakuan diskriminatif.
2. Kekerasan fisik dan psikis (dibentak dan sikap tidak ramah).
3. Pelecehan seksual.
10
4. Luka ringan bahkan cacat akibat penganiyaan dan atau ketika
mencoba melarikan diri dari majikan.
d. TKI Deportasi
Pasang surut hubungan kedua Negara bertetangga dekat ini telah
mewarnai penanganan TKI illegal. Sebagai contoh : hamper setiap
bulan pemerintah Malaysia mendeportasi ribuan TKI illegal ke
Indonesia melalui pelabuhan-pelabuhan laut debarkasi. Pelabuhan
debarkasi Sri Bintan Pura yang terletak di Tanjung Pinang Provinsi
KEPRI merupakan salah satu pelabuhan laut yang digunakan sebagai
tempat deportasi TKI illegal.
Berdasarkan data yang ada yang dilaporkan oleh SP3TKI Tanjung
Pinang kepada BNP2TKI, selama tahun 2007 jumlah TKI illegal yang
dideportasi melalui Pelabuhan Sri Bintan Pura Tanjung Pinang
sebanyak 30.574 orang dengan rincian bulan April 2007 sebanyak
3343 Orang, bulan Mei 2007 sebanyak 3714 Orang, bulan Juli 2007
sebanyak 2322 Orang, bulan September 2007 sebanyak 6244 Orang,
bulan Oktober 2007 sebanyak 3289 Orang, bulan Nopember sebanyak
3061 dan bulan Desember sebanyak 2594 Orang.
e. Trafiking
Di samping permasalahan-permasalahan tersebut diatas, yang
dialami oleh TKI Perempuan, juga kerap kali menjadi korban trafiking
dengan dalih penempatan. Menurut Undang-undang Nomor 21 Tahun
2007 trafiking adalah tindakan perekrutan, pengangkutan,
penampungan, pengiriman, pemindahan atau penerimaan seseorang,
dengan ancaman kekerasan atau penggunaan kekerasan, penculikan,
penyekapan, pemalsuan, penipuan, penyalahgunaan kekuasaan atau
posisi rentan, penjeratan utang atau member pembayaran atau manfaat
sehingga memperoleh persetujuan dari orang yang memegang kendali
atas orang lain tersebut, baik yang dilakukan di dalam Negara maupun
antara negarauntuktujuaneksplotasiataumengakibatkan orang lain
11
tereksploitasidantrafikingmenurut Protocol PBB, adalahPerekrutan,
pengiriman, pemindahan, penampunganataupenerimaanseseorang,
denganancamanataupenggunaankekerasan, ataubentuk-bentuk lain
darikekerasan, penculikan, penipuan,
kebohonganataupenyalahgunaankekuasaanatauposisirentan,
ataumemberiataumenerimapembayaran, memperolehkeuntungan agar
dapatmemperolehpersetujuandariseseorang yang berkuasaatas orang
lain, untuktujuaneksplotasi. Ekplotasiuntukmelacurkan orang lain,
ataubentuk-bentuk lain darieksplotasiseksual,
kerjaataupelayananpaksa, perbudakanataupraktek-
praktekserupaperbudakan, penghambatanataupengambilan organ
tubuh. Keduadefinisitersebut di
atastidakhanyauntukkasustrafikingpekerjasekssaja,
tapijugatermasukkerjapaksadanbentuk-
bentukeksplotasilainnyayaitulebihmengedepankanpencegahantrafiking
, melindungidanmendampingikorban, danuntukmenghukumpelakunya
(trafiker).
Pentinguntukdiingatbahwa, orang yang telahditipuatau yang
tidakmenerimagaji, daripekerjaannyaatau yang
disiksabisadikategorikansebagaikorbantrafiking.Trafikingadalahkejaha
tan di
manapelakunyamenerimauangataumenarikkeuntunganlainnyadari
orang yang
dieksplotasisecaraterusmenerus.Pelakutrafikingcenderungmengarahpa
da orang-orang yang berbedapadaposisirentan, yaitumereka yang
denganmudahdapatditipudenganjanji-janjikerja.
12
diri dan keamanan dapat dicapai. Ada tahapan yang harus diketahui, manakala
seseorang ingin bekerja ke luar negeri yang legal, antara lain :
1. Harus memahami prosedur bekerja ke luar negeri yang dapat diperoleh
di dinas atau kantor yang membidangi ketenagakerjaan setempat.
Informasi yang perlu diketahui tentunya berkaitan dengan penempatan
TKI ke luar negeri seperti : jenis, jabatan atau pekerjaan, negara
tujuan, gaji atau upah, biaya penempatan, syarat, tata caranya, PPTKIS
(Perusahaan Pengerah Tenaga Kerja Indonesia Swasta) resmi yang
memiliki job order, dan lain-lain,semakin lengkap informasi, semakin
baik.
2. Melengkapi persyaratan administrasi sebagaimana tertuang di Pasal 51
UU 39 tahun 2004 antara lain seperti KTP, Kartu Keluarga, Surat Ijin
OrangTua/wali/suami/istri, Surat Keterangan status perkawinan, akte
kelahiran/surat kenal lahir, ijazah, pendidikan terakhir, surat
keterangan sehat, sertifikat keterampilan dan keahlian bila memiliki.
Ada baiknya Calon TKI juga mengetahui dokumen keberangkatan
keluar negeri, seperti perjanjian penempatan, paspor dan visa kerja,
tiket perjalanan, perjanjian kerja, rekening bank, KTKLN (Kartu
Tenaga Kerja Luar Negeri), kartu kepersertaan asuransi, rekomendasi
bebas fiskal luar negeri.
3. Mendaftar ke Dinas Ketenagakerjaan setempat atau PPTKIS
(Perusahaan Pengerah Tenaga Kerja Indonesia Swasta) resmi, dengan
membawa persyaratan administrasi yang sudah ditentukan. Tata cara
yang harus ditempuh oleh Calon TKI untuk bekerja di luar negeri
sebagai berikut :
A. Calon TKI mengikuti penyuluhan tentang kerja di luar
negeri, mendaftar dan menyerahkan persyaratan administrasi, dan
kesehatan yang dilakukan oleh dinas ketenagakerjaan bersama
dengan PPTKIS (Perusahaan Pengerah Tenaga Kerja Indonesia
Swasta).
B. Mengikuti pelatihan teknis/keterampilan dan bahasa negara
tujuan penempatan yang disiapkan oleh PPTKIS (Perusahaan
13
Pengerah Tenaga Kerja Indonesia Swasta) sesuai waktu/jam yang
sudah ditentukan. Sekaligus pelaksanaan uji kompetensi dari
Badan Nasional Sertifikasi Profesi (BNSP) melalu lembaga
Sertifikasi sesuai bidangnya. Selanjutnya PPTKIS (Perusahaan
Pengerah Tenaga Kerja Indonesia Swasta) membantu calon TKI untuk
mengurus dokumen yang diperlukan yaitu paspor dan visa kerja,
rekening bank, kartu peserta asuransi,tiket perjalanan, rekomendasi
bebas fiskal luar negeri dan Kartu Tenaga Kerja Luar Negeri
(KTKLN)
C. Calon TKI menandatangani perjanjian kerja dan mengikuti
pembekalan akhir pemberangkatan (PAP). Untuk memantapkan
keinginan dan tekad calon TKI ke luar negeri. Pembekalan itu
mencakup tentang pembinaan mental kerohanian, situasi dan
kondisi kerja, budaya, adat-istiadat, dan hukum negara setempat,
hak dan kewajiban, cara mengatasi permasalahan, tata cara
perjalanan dan kepulangan,program tabungan dan pengiriman
uang, penjelasan kelengkapan dokumen yang harus dibawa oleh
TKI dan lain-lain yang terkait dengan perlindungan TKI.
D. Calon TKI diberangkatkan ke negara tujuan penempatan.
7. Penyelesaian Masalah
14
2.3.1. Upaya Peningkatan Perlindungan
2.3.3.1. Sosialisasi
15
kerja, bukan sebagai penghalang untuk bekerja di luar negeri.
Pemerintah juga perlu menyampaikan standart operational
procedure(SOP) untuk menjadi TKI seperti kelengkapan dokumen-
dokumen visa kerja, paspor, KTP, perjanjian kontrak kerja, dan
memiliki kartu tenaga kerja luar negeri. Tujuan diadakannya
sosialisasi tersebut guna memberikan pemahaman yang jelas dan
menyeluruh kepada calon TKI mengenai tata cara, mekanisme, dan
prosedur menjadi TKI yang legal. TKI yang legal lebih mudah
dikontrol dan dikoordinasi oleh pemerintah daripada TKI ilegal. Hal
ini terkait dengan entry data-data TKI legal dimiliki pemerintah
sehingga berdampak pada kemudahan dalam kontrol dan pengawasan
oleh pemerintah terhadap TKI tersebut.
16
di lingkungan kerja. Bentuk penerimaan ini menumbuhkan mental
toleransi yang besar sehingga dapat mencegah terjadinya pelecehan
dan tindak kriminal tehadap TKI. Pembinaan penyesuaian kebudayaan
ini juga dapat dijadikan tolak ukur bagi calon TKI dala menentukan
destinasi negara yang akan dituju. Diharapkan mereka mendapat
pandangan tentang kehidupan dan analisa perbandingan antara
kebudayaan negara tujuan dengan kepribadiannya.
Mengambil conyoh dari kebudayaan negara di Timur Tengah.
Masyarakat Timur Tengah lebih menggunakan sistem bebas memiliki,
maksudnya seoran TKI di sana bukan diperlakukan hanya sebagai
seorang pekerja saja tetapi mereka menggunakan sistem seperti
membeli. Sehingga posisi TKI bebas diperlakukan oleh atasannya.
Kebudayaan seperti ini jika ditelaah ke belakang sebenarnya berasal
dari nenek moyang Jazirah Arab yang memberlakukan perbudakan.
Meski dalam wujud konkretnya bukan lagi menunjukkan hubungan
antara budak dengan majikan, tetapi unsur-unsur perbudakan masih
terasa terutama jika terdapat perbedaan strata yang terlalu mencolok.
Budaya seperti ini dapat diolah dan disesuaikan dengan mengirim
tenaga kerja yang memiliki kualitas tinggi ke negara Timur Tengah
sehingga dalam negara tersebut TKI tersebut menduduki strata yang
tinggi.
17
disesuaikan dengan bakat atau minat yang dimiliki dengan intensitas
tinggi. Hal ini dimaksudkan untuk mendongkrak kualitas calon
Tenaga Kerja Indonesia berpendidikan rendah menjadi tenaga kerja
handal yang berkompetensi tinggi di bidangnya, bukan hanya sebagai
tenaga kerja yang digaji rendah dan dipandang remeh. Pemerintah
perlu mengkaji secara detail mengenai kemampuan yang dimiliki para
calon Tenaga Kerja Indonesia agar pelatihan skill dapat difokuskan
pada bidang yang menjadi kelebihannya sehingga pelatihan berjalan
efektif dan efisien.
Selaain fokus pelatihan skill fisik, pemerintah juga perlu
memberikan pelatihan skill linguistik secara intensif. Kemampuan
berbahasa asing menjadi penting karena bahasa adalah sarana
komunikasi utama bagi Tenaga Kerja Indonesia saat bekerja di luar
negeri. Kemampuan berbahasa asing dapat mempermudah TKI dalam
bersosialisasi dan mencegah kesalahpahaman dalam berinteraksi di
lapangan. Berbagai pelanggaran HAM dan tindak kriminalitas yang
menyangkut TKI di luar negeri bermula dari kesalahpahaman dalam
komunikasi, maka kemampuan berbahasa dapat dijadikan standar
kelayakan TKI untuk dikirim ke negara tujuan. Kemampuan linguistik
juga daat mencerminkan tingkat intelektualitas TKI sehingga dapat
dihormati kedudukannya dan berdampak pada peningkatan kualitas
kompetens sesuai profesinya.
18
dalam menggunakan dan memnfaatkan TI dapat dijadikan sarana bagi
calon TKI dalam meningkatkan kesejahteraan hidupnya dan
kuaitasnya sebagai tenaga kerja. Banyak sektor perusahaan
memanfaatkan TI dalam operasionalnya serta bidang TI menawarkan
peluang kerja yang melimpah dan fleksibel. Maksudnya, TKI yang
menguasai TI lebih mudah dalam mendapatkan dan memilih
pekerjaan yang layak.
Penguasaan TI juga memudahkan TKI dalam menjalin
komunikasi dengan berbagai pihak, terutama kepada keluarga. Selain
itu juga memudahkan pemerintah dalam melakukan kontrol terhadap
TKI. Terjadi transaransi antara ihak negara tujuan, TKI, dan
pemerintah akibat pemanfaatan TI diharapkan dapat mengurangi
adanya pelanggarana HAM kepada TKI. Informasi yang semakin
lancar dapat memudahkan pemerinth dalam menindaklanjuti perkara
pelanggaran terhadap TKI dengan cepat.
19
penempatannya malah menimbulkan permasalahan baru, yaitu
pengangguran. Parahnya lagi pengangguran tersebut berada di negara
lain sehingga dalam mengatasinya masih melewati birokrasi yang
rumit dan panjang. Jenis pekerjaan juga perlu dianalisa, jangan sampai
pemerintah menempatkan TKI sebagai tenaga kerja rendahan yang
berarti membuka peluang terjadinya pelanggaran HAM.
Segi keamanan maksudnya frekuensi terjadinya kasus-kasus
pelanggaran HAM kepada TKI di berbagai negara. Pemerintah perlu
menangani nay dengan serius mengingat ini menyangkut
kesejahteraan dan terjaminnya pemenuhan hak asasi manusia TKI.
Menrut data BNP2TKI tahun 2010, negara dengan kasus pelanggaran
HAM terhadap TKI adalah Arab Saudi dengan kisaran 22.000 kasus.
Mengacu pada data BNP2TKI tersebut, pemerintah perlu melakukan
pemilihan secara tepat dan hati-hati dalam menempatkan TKI di
negara tersebut. Selain itu segi keamanan lain yang perlu dianalisa
adalah kemampuan negara tujuan dalam menjunjung dan penegakan
HAM. Negara yang menjunjung HAM akan memberikan rasa aman
dan jaminan kesejahteraan bagi TKI yang ditempatkan di negara
tersebut. Intinya, analisa dari segi keamanan adalah mencegah
bertambahnya kasus pelanggaran HAM kepada TKI.
Tentu dalam ketenagakerjaan hal yang menjadi obsesi adalah
besarnya upah yang diterima dari pekerjaan tersebut. Untuk
memenuhi obsesi tersebut pemerintah perlu mengkaji standar upah
minimum dari masing-masing negara tujuan TKI. Pengkajian dapat
dari perbandingan nominal yang diperoleh dengan bobot pekerjaan.
Umumnya pekerjaan yang menyangkut skill tinggi memiliki
perbandingan yang besar. Artinya dari bobot pekerjaan yang relatif
ringan secara fisik mendapat upah yang tinggi. Berbeda dengan
pekerja kasar yang bobot pekerjaannya berat mendapat upah yang
relatif rendah. Untuk itu kembali lagi pentingnya peningkatan kualitas
TKI untuk mendapatkan upah yang layak. Analisa yang lain dapat
diambil dari nilai tukar mata uang negara tujuan dengan kurs rupiah.
20
Lebih menguntungkan dengan bobot pekerjaan yang sama tetapi
dengan upah yang nilai tukar rupiahnya lebih tinggi. Misalnya antara
negara Malaysia dengan Arab Saudi. Nilai tukar mata uang dinar lebih
tinggi dari ringgit, sehingga lebih menguntungkan bekerja di Arab
Saudi daripada di Malaysia.
21