You are on page 1of 7

2.

2 BRONKOPNEUMONIA
2.2.1 Definisi
Bronkopenumonia adalah peradangan pada parenkim paru dan disebut juga
pneumonia lobularis. Pneumonia merupakan penyakit peradangan akut pada paru yang
disebabkan oleh infeksi mikroorganisme dan sebagian kecil disebabkan oleh penyebab non-
infeksi yang akan menimbulkan konsolidasi jaringan paru dan gangguan pertukaran gas
setempat.

2.2.2 Epidemiologi
Insiden penyakit ini pada negara berkembang hampir 30% pada anak-anak di bawah
umur 5 tahun dengan resiko kematian yang tinggi, sedangkan di Amerika pneumonia
menunjukkan angka 13% dari seluruh penyakit infeksi pada anak di bawah umur 2 tahun.
Pneumonia lebih sering ditemukan di Negara berkembang dibandingkan Negara maju.
Menurut survey kesehatan anak tahun 2001, 27,6% kematian bayi dan 22,8% kematian balita
di Indonesia disebabkan oleh penyakit system respiratory khusunya pneumonia.

2.2.3 Etiologi
Penyebab bronkopneumonia yang biasa dijumpai adalah :
1. Faktor Infeksi
a. Pada neonatus: Streptokokus group B, Respiratory Sincytial Virus (RSV).
b. Pada bayi :
2. Virus Virus parainfluensa,virus influenza,Adenovirus,RSV, Cytomegalo virus.
3. Organisme atipikal: Chlamidia trachomatis, Pneumocytis.
4. Bakteri: Streptokokus pneumoni, Haemofilus influenza,Mycobacterium tuberculosa,
Bordetella pertusis.
c. Pada anak-anak :
1. Virus : Parainfluensa, Influensa Virus, Adenovirus, RSV.
2. Organisme atipikal : Mycoplasma pneumonia
3. Bakteri: Pneumokokus, Mycobakterium tuberculosis
d. Pada anak besar dewasa muda :
1. Organisme atipikal: Mycoplasma pneumonia, C. Trachomatis
2. Bakteri: Pneumokokus, Bordetella pertusis, M. tuberculosis
2. Faktor Non Infeksi.
Terjadi akibat disfungsi menelan atau refluks esophagus meliputi
a. Bronkopneumonia hidrokarbon :
Terjadi oleh karena aspirasi selama penelanan muntah atau sonde lambung (zat
hidrokarbon seperti pelitur, minyak tanah dan bensin).
b. Bronkopneumonia lipoid :
Terjadi akibat pemasukan obat yang mengandung minyak secara intranasal, termasuk
jeli petroleum. Setiap keadaan yang mengganggu mekanisme menelan seperti
palatoskizis,pemberian makanan dengan posisi horizontal, atau pemaksaan pemberian
makanan seperti minyak ikan pada anak yang sedang menangis. Keparahan penyakit
tergantung pada jenis minyak yang terinhalasi. Jenis minyak binatang yang mengandung
asam lemak tinggi bersifat paling merusak contohnya seperti susu dan minyak ikan.
Selain faktor di atas, daya tahan tubuh sangat berpengaruh untuk terjadinya
bronkopneumonia. Menurut sistem imun pada penderita-penderita penyakit yang berat seperti
AIDS dan respon imunitas yang belum berkembang pada bayi dan anak merupakan faktor
predisposisi terjadinya penyakit ini.

2.2.4. Patogenesis Bronkopneumonia


Bronchopneumonia selalu didahului oleh infeksi saluran nafasbagian atas yang
disebabkan oleh bakteri staphylococcus, Haemophilusinfluenza atau karena aspirasi makanan
dan minuman. Dalam keadaan sehat pada paru tidak akan terjadi pertumbuhan
mikroorganisme, keadaan ini disebabkan oleh adanya mekanisme pertahanan paru.
Terdapatnya bakteri di dalam paru merupakan ketidakseimbangan antara daya tahan tubuh
sehingga mikroorganisme dapat berkembang biak dan berakibat timbulnya infeksi penyakit.
Bila pertahanan tubuh tidak kuat maka mikroorganisme dapat melalui jalan nafas sampai ke
alveoli yang menyebabkan radang pada dinding alveoli dan jaringan sekitarnya. Setelah itu
mikroorganisme tiba di alveoli membentuk suatu proses peradangan yang meliputi empat
stadium, yaitu :

1. Stadium I/Hiperemia (4 12 jam pertama/kongesti)


Pada stadium I, disebut hyperemia karena mengacu pada respon peradangan permulaan yang
berlangsung pada daerah baru yang terinfeksi. Hal ini ditandai dengan peningkatan aliran
darah dan permeabilitas kapiler di tempat infeksi. Hiperemia ini terjadi akibat pelepasan
mediator-mediator peradangan dari sel-sel mast setelah pengaktifan sel imun dan cedera
jaringan. Mediator-mediator tersebut mencakup histamin dan prostaglandin. Degranulasi sel
mast juga mengaktifkan jalur komplemen. Komplemen bekerja sama dengan histamin dan
prostaglandin untuk melemaskan otot polos vaskuler paru dan peningkatan permeabilitas
kapiler paru. Hal ini mengakibatkan perpindahan eksudat plasma ke dalam ruang interstisium
sehingga terjadi pembengkakan dan edema antar kapiler dan alveolus. Penimbunan cairan di
antara kapiler dan alveolus meningkatkan jarak yang harus ditempuh oleh oksigen dan
karbondioksida maka perpindahan gas ini dalam darah paling berpengaruh dan sering
mengakibatkan penurunan saturasi oksigen hemoglobin.

2. Stadium II/Hepatisasi Merah (48 jam berikutnya)


Pada stadium II, disebut hepatisasi merah karena terjadi sewaktu alveolus terisi oleh sel
darah merah, eksudat dan fibrin yang dihasilkan oleh penjamu (host) sebagai bagian dari
reaksi peradangan. Lobus yang terkena menjadi padat oleh karena adanya penumpukan
leukosit, eritrosit dan cairan sehingga warna paru menjadi merah dan pada perabaan seperti
hepar, pada stadium ini udara alveoli tidak ada atau sangat minimal sehingga anak akan
bertambah sesak, stadium ini berlangsung sangat singkat, yaitu selama 48 jam.
3. Stadium III/Hepatisasi Kelabu (3 8 hari)
Stadium III/hepatisasi kelabu yang terjadi sewaktu sel-sel darah putih mengkolonisasi
daerah paru yang terinfeksi. Pada saat ini endapan fibrin terakumulasi di seluruh daerah yang
cedera dan terjadi fagositosis sisa-sisa sel. Pada stadium ini eritrosit di alveoli mulai di
reabsorbsi, lobus masih tetap padat karena berisi fibrin dan leukosit, warna merah menjadi
pucat kelabu dan kapiler darah tidak lagi mengalami kongesti
.
4. Stadium IV/Resolusi (7 11 hari)
Pada stadium IV/resolusi yang terjadi sewaktu respon imun dan peradangan mereda,
sisa-sisa sel fibrin dan eksudat lisis dan diabsorpsi oleh makrofag sehingga jaringan kembali
ke strukturnya semula

2.2.5 Klasifikasi
Tabel 6. Klasifikasi Bronkopneumonia
Tanda dan gejala Atipik (non bacterial) Tipik (bacterial)
Onset Gradual Akut
Suhu Kurang tinggi Tinggi, menggigil.
Batuk Non produktif Produktif
Dahak Mukoid Purulen
Gejala lain Nyeri kepala, myalgia, Jarang
sakit tenggorokan, suara
parau, nyeri telinga
Gejala diluar paru Sering Lebih jarang
Pewarnaan gram Flora normal atau spesifik Kokus gram (+)
Radiologis patchy atau normal Konsolidasi lobar
Laboratorium Leukosit normal kadang Lebih tinggi
rendah
Gangguan fungsi Sering Jarang
hati

2.2.6 Manifestasi Klinis


Bronkopneumonia biasanya didahului oleh infeksi saluran nafas bagian atas selama beberapa
hari.
1. Suhu dapat naik secara mendadak sampai 39-40oC dan mungkin disertai kejang karena
demam yang tinggi.
2. Pasien tampak dyspnea,
3. Pernafasan cepat dan dangkal disertai pernafasan cuping hidung
4. Sianosis disekitar mulut dan hidung.
5. Batuk pada awalnya berupa batuk kering kemudian menjadi produktif.

Pada bronkopneumonia, hasil pemeriksaan fisik tergantung pada luasnya daerah yang
terkena. Pada perkusi thorak sering dijumpai adanya kelainan. Pada auskultasi mungkin
hanya terdengar rhonki basah gelombang halus sampai sedang. Bila sarang bronkopneumonia
menjadi satu (konfluens) mungkin pada paru ditemukan suara yang meredup dan suara
pernafasan pada auskultasi mengeras. Pada stadium resolusi rhonki dapat terdengar lagi.

2.2.7. Diagnosis
1. Gejala klinis
Diagnosis ditegakkan bila ditemukan 3 dari 5 gejala berikut:
Sesak napas disertai dengan pernafasan cuping hidung, tarikan dinding dada, Demam,
Batuk
2. Pemeriksaan fisik didapatkan:
inspeksi: pernafasan cuping hidung, sianosis sekitar hidung dan mulut, retraksi sela
iga.
Palpasi: fremitus yang meningkat pada sisi yang sakit
Perkusi: sonor-redup
Auskultasi: Ronkhi basah halus-sedang nyaring (crackles) pada basal paru
3. Pemeriksaan Penunjang
Untuk dapat membantu menegakkan diagnosa dapat digunakan cara:
1. Pemeriksaan laboratorium
Pada pemeriksaan laboratorium terdapat peningkatan jumlah leukosit. Hitung leukosit
dapat membantu membedakan pneumoni viral dan bakterial.Infeksi virus leukosit normal
atau meningkat (tidak melebihi 20.000/mm3 dengan limfosit predominan) dan bakteri
leukosit meningkat 15.000-40.000 /mm3 dengan neutrofil yang predominan. Pada hitung jenis
leukosit terdapat pergeseran ke kiri serta peningkatan LED.Analisa gas darah menunjukkan
hipoksemia dan hipokarbia, pada stadium lanjut dapat terjadi asidosis respiratorik.Isolasi
mikroorganisme dari paru, cairan pleura atau darah bersifat invasif sehingga tidak rutin
dilakukan.

4. Pemeriksaan Radiologi
Pada bronkopneumonia, bercak-bercak infiltrate didapati pada satu atau beberapa
lobus. Gambaran radiologis mempunyai bentuk difus bilateral dengan peningkatan corakan
bronkhovaskular dan infiltrat kecil dan halus yang tersebar di pinggir lapang paru. Bayangan
bercak ini sering terlihat pada lobus bawah. Foto rontgen dapat juga menunjukkan adanya
komplikasi seperti pleuritis, atelektasis, abses paru, pneuumotoraks atau perikarditis.

2.2.8. Penalatalaksanaan
a. Pengobatan suportif seperti istirahat di tempat tidur dan minum secukupnya untuk
mengatasi dehidrasi.
b. Pemberian oksigen 2-4 L/menit sampai sesak nafas hilang atau PaO2pada analisis gas
darah 60 torr.
c. Pemasangan infus untuk rehidrasi dan koreksi elektrolit.
d. Asidosis diatasi dengan pemberian bikarbonat intravena.
e. Mukolitik, ekspektoran dan obat penurun panas sebaiknya tidak diberikan pada 72 jam
pertama karena akan mengaburkan interpretasi reaksi antibiotik awal.
f. Obat penurun panas diberikan hanya pada penderita dengan suhu tinggi, takikardi, atau
penderita kelainan jantung
g. Terapi definitive dapat dilakukan menggunakan antibiotik sebagai berikut:
1. Penisilin sensitif streptococcus pneumonia (PSSP), yaitu:
Golongan penisilin: penisilin V, 4x250-500 mg/hari (anak 25-50 mg/kgbb dalam 4
dosis), amoksisilin 3x250-500 mg/hari (anak 20-40 mg/kgbb dalam 3 dosis), atau
sefalosforin golongan 1 (sefadroksil 500-1000 mg dalam 2 dosis, pada anak 30
mg/kgbb/hari dalam 2 dosis).
TMP-SMZ
Makrolid
2. Penisilin resisten streptococcus pneumonia (PRSP), yaitu:
Betalaktam oral dosis tinggi (untuk rawat jalan), sefotaksim, seftriakson dosis tinggi.
Makrolid: Azitromisin 1x 500 mg selama 3 hari (anak 10 mg/kgbb/hari dosis tunggal).
Fluorokuinolon respirasi: ciprofloksasin 2x500 mg//hari.
Pada pneumonia yang bersifat atipik antibiotic yang digunakan adalah:
Golongan macrolide: roksitromisin, klaritromisin, dan azitromisin.
Berdasarkan PDPI, kriteria yang dipakai untuk indikasi rawat inap pada pneumonia
adalah:
Skor PORT > 70
Bila Skor PORT 70 maka penderita tetap perlu dirawat inap bila dijumpai salah satu
kriteria dibawah ini:
a. Frekuensi napas > 30/menit
b. PaO2/FiO2 < 250 mmHg
c. Foto thorak paru menunjukkan kelainan bilateral
d. Foto toraks paru melibatkan > 2 lobus
e. Tekanan sistolik < 90 mmHg
f. Tekanan diastolic < 60 mmHg
2.2.9 Pencegahan
Penyakit beronkopneumonia dapat dicegah dengan menghindari kontak dengan
penderita atau mengobati secara dini penyakit yang dapat menyebabkan bronkopneumonia
ini.
Selain itu, hal-hal yang harus dilakukan adalah dengan meningkatkan daya tahan tubuh
trhadap berbagai pnyakit saluran nafas seperti gaya hidup sehat, makan makanan bergizi dan
teratur, menjaga kebersihan, istirahat yang cukup, dan berolahraga. Melakukan vaksinasi juga
dapat mengurangi kemungkinan terinfeksi antara lain:
- Vaksinasi pneumokokus: Diberikan pada umur 2, 4, 6, 12-15 bulan.
- Vaksinasi H. Influenzae: Diberikan pada usia 2, 4, 6, 15-18 bulan.
- Vaksinasi varisella

You might also like