You are on page 1of 6

DIC (Disseminated Intravascular Coagulation)

Posted: November 14, 2009 in Penyakit Dalam, science


Tags: D-dimmer, Disseminated Intravascular Coagulation (DIC), Fibrinogen,
Trombositopenia
1

I PENDAHULUAN DIC

dapat terjadi hampir pada semua orang tanpa perbedaan ras, jenis kelamin, serta usia. Gejala-
gejala DIC umumnya sangat terkait dengan penyakit yang mendasarinya, ditambah gejala
tambahan akibat trombosis, emboli, disfungsi organ, dan perdarahan.

1 Koagulasi intravaskular diseminata atau lebih populer dengan istilah aslinya, Disseminated
Intravascular Coagulation (DIC) merupakan diagnosis kompleks yang melibatkan komponen
pembekuan darah akibat penyakit lain yang mendahuluinya. Keadaan ini menyebabkan
perdarahan secara menyeluruh dengan koagulopati konsumtif yang parah. Banyak penyakit
dengan beraneka penyebab dapat menyebabkan DIC, namun bisa dipastikan penyakit yang
berakhir dengan DIC akan memiliki prognosis malam. Meski DIC merupakan keadaan yang
harus dihindari, pengenalan tanda dan gejala berikut penatalaksanaannya menjadi hal mutlak
yang tak hanya harus dikuasai oleh hematolog, namun hampir semua dokter dari berbagai
disiplin.1 DIC merupakan kelainan perdarahan yang mengancam nyawa, terutama
disebabkan oleh kelainan obstetrik, keganasan metastasis, trauma masif, serta sepsis
bakterial. Terjadinya DIC dipicu oleh trauma atau jaringan nekrotik yang akan melepaskan
faktor-faktor pembekuan darah. Endotoksin dari bakteri gram negatif akan mengaktivasi
beberapa langkah pembekuan darah. Endotoksin ini pula yang akan memicu pelepasan faktor
pembekuan darah dari sel-sel mononuklear dan endotel. Sel yang teraktivasi ini akan memicu
terjadinya koagulasi yang berpotensi menimbulkan trombi dan emboli pada mikrovaskular.
Fase awal DIC ini akan diikuti fase consumptive coagulopathy dan secondary fibrinolysis.
Pembentukan fibrin yang terus menerus disertai jumlah trombosit yang terus menurun
menyebabkan perdarahan dan terjadi efek antihemostatik dari produk degradasi fibrin. Pasien
akan mudah berdarah di mukosa, tempat masuk jarum suntik/infus, tempat masuk kateter,
atau insisi bedah. Akan terjadi akrosianosis, trombosis, dan perubahan pregangren pada jari,
genital, dan hidung akibat turunnya pasokan darah karena vasospasme atau mikrotrombi.
Pada pemeriksaan lab akan ditemui trombositopenia, PT dan aPTT yang memanjang,
penurunan fibrinogen bebas dibarengi peningkatan produk degradasi fibrin, seperti D-dimer.2

TINJAUAN KEPUSTAKAAN

Pengertian Disseminated Intravascular Coagulation (DIC) adalah suatu keadaan dimana


bekuan-bekuan darah kecil tersebar di seluruh aliran darah, menyebabkan penyumbatan pada
pembuluh darah kecil dan berkurangnya faktor pembekuan yang diperlukan untuk
mengendalikan perdarahan.3 Disseminated intravascular coagulation (D.I.C. ) adalah suatu
keadaan hiperkoagulabilitas darah yang disebabkan oleh bermacam penyakit atau keadaan,
dimana pada suatu saat darah merah bergumpal didalam kapiler diseluruh tubuh.
Penggumpalan darah dapat terjadi dalam waktu singkat, beberapa jam sampai satu sampai
dua hari (acute D I C) dan dapat juga dalam waktu yang lama, berminggu-minggu sampai
berbulan-bulan (chronic D I C). Pada D I C akut terjadi penggumpalan darah dalam waktu
singkat, hal ini mengaki-batkan sebagian besar bahan-bahan koagulasi, seperti trombosit,
fibrinogen dan lain faktor pembekuan ( I sampai XIII) dipergunakan dalam proses
penggumpalan tersebut, oleh karena itu, keadaan ini disebut juga consumption coagulapathy
atau defibrinolysis syndrome. Kesemuanya ini berakibat terjadinya perdarahan dari yang
ringan sampai berat. 3,4 Penyebab Keadaan ini diawali dengan pembekuan darah yang
berlebihan, yang biasanya dirangsang oleh suatu zat racun di dalam darah. Karena jumlah
faktor pembekuan berkurang, maka terjadi perdarahan yang berlebihan. 3,4 Orang-orang
yang memiliki resiko paling tinggi untuk menderita DIC : 5 Wanita yang telah menjalani
pembedahan kandungan atau persalinan disertai komplikasi, dimana jaringan rahim masuk
ke dalam aliran darah Penderita infeksi berat, dimana bakteri melepaskan endotoksin (suatu
Penderita leukemiazat yang menyebabkan terjadinya aktivasi pembekuan) tertentu atau
penderita kanker lambung, pankreas maupun prostat. Orang-orang yang memiliki resiko tidak
terlalu tinggi untuk menderita Pria yang telah menjalani Penderita cedera kepala yang
hebat DIC:5 Terkena gigitan ular berbisa. Komplikasi obstetrikpembedahan prostat bisa
menyebabkan DIC, terutama pada keadaan abrupsi plasenta dan emboli cairan amnion.
Cairan amnion itu sendiri dapat mengaktivasi koagulasi, sehingga jika terdapat sumbatan
seperti pada preeklamsia dan sindrom HELLP (hemolysis, elevated liver function, low
platelet), juga akan terjadi koagulasi sistemik. DIC biasanya menjadi komplikasi sekunder
penyakit-penyakit tersebut. Patofisiologi 1. Consumptive coagulopathy Pada prinsipnya DIC
dapat dikenali jika terdapat aktivasi sistem pembekuan darah secara sistemik. Trombosit yang
menurun terus-menerus, komponen fibrin bebas yang terus berkurang, disertai tanda-tanda
perdarahan merupakan tanda dasar yang mengarah kecurigaan ke DIC. Karena dipicu
penyakit/trauma berat, akan terjadi aktivasi pembekuan darah, terbentuk fibrin dan deposisi
dalam pembuluh darah, sehingga menyebabkan trombus mikrovaskular pada berbagai organ
yang mengarah pada kegagalan fungsi berbagai organ. Akibat koagulasi protein dan platelet
tersebut, akan terjadi komplikasi perdarahan.6,7 Karena terdapat deposisi fibrin, secara
otomatis tubuh akan mengaktivasi sistem fibrinolitik yang menyebabkan terjadi bekuan
intravaskular. Dalam sebagian kasus, terjadinya fibrinolisis (akibat pemakaian alfa2-
antiplasmin) juga justru dapat menyebabkan perdarahan. Karenanya, pasien dengan DIC
dapat terjadi trombosis sekaligus perdarahan dalam waktu yang bersamaan, keadaan ini
cukup menyulitkan untuk dikenali dan ditatalaksana.6,7 Pengendapan fibrin pada DIC terjadi
dengan mekanisme yang cukup kompleks. Jalur utamanya terdiri dari dua macam, pertama,
pembentukan trombin dengan perantara faktor pembekuan darah. Kedua, terdapat disfungsi
fisiologis antikoagulan, misalnya pada sistem antitrombin dan sistem protein C, yang
membuat pembentukan trombin secara terus-menerus. Sebenarnya ada juga jalur ketiga,
yakni terdapat depresi sistem fibrinolitik sehingga menyebabkan gangguan fibrinolisis,
akibatnya endapan fibrin menumpuk di pembuluh darah. Nah, sistem-sistem yang tidak
berfungsi secara normal ini disebabkan oleh tingginya kadar inhibitor fibrinolitik PAI-1.
Seperti yang tersebut di atas, pada beberapa kasus DIC dapat terjadi peningkatan aktivitas
fibrinolitik yang menyebabkan perdarahan. Sepintas nampak membingungkan, namun karena
penatalaksanaan DIC relatif suportif dan relatif mirip dengan model konvensional, maka
tulisan ini akan membahas lebih dalam tentang patofisiologi DIC.6,7 2. depresi prokoagulan
DIC terjadi karena kelainan produksi faktor pembekuan darah, itulah penyebab utamanya.
Karena banyak sekali kemungkinan gangguan produksi faktor pembekuan darah, banyak pula
penyakit yang akhirnya dapat menyebabkan kelainan ini. Garis start jalur pembekuan darah
ialah tersedianya protrombin (diproduksi di hati) kemudian diaktivasi oleh faktor-faktor
pembekuan darah, sampai garis akhir terbentuknya trombin sebagai tanda telah terjadi
pembekuan darah.6,7 Pembentukan trombin dapat dideteksi saat tiga hingga lima jam setelah
terjadinya bakteremia atau endotoksemia melalui mekanisme antigen-antibodi. Faktor
koagulasi yang relatif mayor untuk dikenal ialah sistem VII(a) yang memulai pembentukan
trombin, jalur ini dikenal dengan nama jalur ekstrinsik. Aktivasi pembekuan darah sangat
dikendalikan oleh faktor-faktor itu sendiri, terutama pada jalur ekstrinsik. Jalur intrinsik tidak
terlalu memegang peranan penting dalam pembentukan trombin. Faktor pembekuan darah itu
sendiri berasal dari sel-sel mononuklear dan sel-sel endotelial. Sebagian penelitian juga
mengungkapkan bahwa faktor ini dihasilkan juga dari sel-sel polimorfonuklear. 6,7 Kelainan
fungsi jalur-jalur alami pembekuan darah yang mengatur aktivasi faktor-faktor pembekuan
darah dapat melipatgandakan pembentukan trombin dan ikut andil dalam membentuk fibrin.
Kadar inhibitor trombin, antitrombin III, terdeteksi menurun di plasma pasien DIC.
Penurunan kadar ini disebabkan kombinasi dari konsumsi pada pembentukan trombin,
degradasi oleh enzim elastasi, sebuah substansi yang dilepaskan oleh netrofil yang teraktivasi
serta sintesis yang abnormal. Besarnya kadar antitrombin III pada pasien DIC berhubungan
dengan peningkatan mortalitas pasien tersebut. Antitrombin III yang rendah juga diduga
berperan sebagai biang keladi terjadinya DIC hingga mencapai gagal organ. 6,7 Berkaitan
dengan rendahnya kadar antitrombin III, dapat pula terjadi depresi sistem protein C sebagai
antikoagulasi alamiah. Kelainan jalur protein C ini disebabkan down regulation
trombomodulin akibat sitokin proinflamatori dari sel-sel endotelial, misalnya tumor necrosis
factor-alpha (TNF-) dan interleukin 1b (IL-1b). Keadaan ini dibarengi rendahnya zimogen
pembentuk protein C akan menyebabkan total protein C menjadi sangat rendah, sehingga
bekuan darah akan terus menumpuk. Berbagai penelitian pada hewan (tikus) telah
menunjukkan bahwa protein C berperan penting dalam morbiditas dan mortalitas DIC. 6,7
Selain antitrombin III dan protein C, terdapat pula senyawa alamiah yang memang berfungsi
menghambat pembentukan faktor-faktor pembekuan darah. Senyawa ini dinamakan tissue
factor pathway inhibitor (TFPI). Kerja senyawa ini memblok pembentukan faktor pembekuan
(bukan memblok jalur pembekuan itu sendiri), sehingga kadar senyawa ini dalam plasma
sangatlah kecil, namanya pun jarang sekali kita kenal dalam buku teks. Pada penelitian
dengan menambahkan TFPI rekombinan ke dalam plasma, sehingga kadar TFPI dalam tubuh
jadi meningkat dari angka normal, ternyata akan menurunkan mortalitas akibat infeksi dan
inflamasi sistemik. Tidak banyak pengaruh senyawa ini pada DIC, namun sebagai senyawa
yang mempengaruhi faktor pembekuan darah, TFPI dapat dijadikan bahan pertimbangan
terapi DIC dan kelainan koagulasi di masa depan. 6,7 3. Defek Fibrinolisis Pada keadaan
aktivasi koagulasi maksimal, saat itu sistem fibrinolisis akan berhenti, karenanya endapan
fibrin akan terus menumpuk di pembuluh darah. Namun pada keadaan bakteremia atau
endotoksemia, sel-sel endotel akan menghasilkan Plasminogen Activator Inhibitor tipe 1
(PAI-1). Pada kasus DIC yang umum, kelainan sistem fibrinolisis alami (dengan antitrombin
III, protein C, dan aktivator plasminogen) tidak berfungsi secara optimal, sehingga fibrin
akan terus menumpuk di pembuluh darah. Pada beberapa kasus DIC yang jarang, misalnya
DIC akibat acute myeloid leukemia M-3 (AML) atau beberapa tipe adenokasrsinoma (mis.
Kanker prostat), akan terjadi hiperfibrinolisis, meskipun trombosis masih ditemukan di mana-
mana serta perdarahan tetap berlangsung. Ketiga patofisiologi tersebut menyebabkan
koagulasi berlebih pada pembuluh darah, trombosit akan menurun drastis dan terbentuk
kompleks trombus akibat endapan fibrin yang dapat menyebabkan iskemi hingga kegagalan
organ, bahkan kematian. 6,7 Gejala DIC biasanya muncul tiba-tiba dan bisa bersifat sangat
berat. Jika keadaan ini terjadi setelah pembedahan atau persalinan, maka permukaan sayatan
atau jaringan yang robek bisa mengalami perdarahan hebat dan tidak terkendali. Perdarahan
bisa menetap di daerah tempat penyuntikan atau tusukan; perdarahan masif bisa terjadi di
dalam otak, saluran pencernaan, kulit. Otot dan rongga tubuh. Bekuan darah di dalam
pembuluh darah yang kecil bisa merusak ginjal (kadang sifatnya menetap) sehingga tidak
terbentuk air kemih. 4,5 Diagnosis Pemeriksaan darah menunjukkan :4,5 Penurunan jumlah
faktor pembekuan Adanya bekuan-bekuan kecil yang tidak biasa Sejumlah besar hasil
pemecahan bekuan darah. Tidak ada metode khusus untuk mendiagnosis DIC selain menilai
gejala klinis berupa perdarahan terus-menerus dengan gejala sianosis perifer serta melihat
hasil lab dengan trombositopenia, masa perdarahan global yang memanjang signifikan (PT
dan aPTT), serta Fibrin Degradation Produc (FDP), atau spesifiknya D-dimer akan meningkat
(walaupun keduanya juga meningkat pada trauma berat).3,7 DIC dapat terjadi hampir pada
semua orang tanpa perbedaan ras, jenis kelamin, serta usia. Gejala-gejala DIC umumnya
sangat terkait dengan penyakit yang mendasarinya, ditambah gejala tambahan akibat
trombosis, emboli, disfungsi organ, dan perdarahan. Keadaan ini terjadi akibat sepsis atau
infeksi berat, trauma, destruksi organ, keganasan (tumor padat atau myelo/limfoproliferatif),
penyakit obstetrik (emboli cairan amnion dan abrupsi plasenta), abnormalitas vaskular
(sindrom Kasabach-Meritt dan aneurisma pembuluh darah besar), penyakit hepar yang berat,
reaksi toksik-imunologik dari bisa ular, obat-obatan, reaksi transfusi, dan penolakan
transplantasi.7 Pada pemeriksaan fisik DIC akan sangat tergantung etiologi penyakit tersebut.
DIC akut akan memperlihatkan petekia pada palatum mole dan tungkai dan ekimosis pada
bekas punksi vena, keduanya akibat trombositeopenia. Pasien seperti ini juga akan terdapat
ekimosis pada area-area yang traumatik. Sedangkan pasien DIC kronik atau subakut hanya
akan memperlihatkan tanda dan gejala akibat trombosis dan tromboemboli pada organ
tertentu.7 Keadaan ini terjadi akibat kelainan berbagai penyakit. Secara umum seperti yang
tersebut di atas, terdapat dua jalur yang menjadi penyebab terjadinya DIC, pertama, respon
inflamasi sistemik yang umumnya akibat sepsis atau trauma hebat sehingga mengaktifkan
sitokin dan faktor pembekuan darah. Kedua, pajanan materi prokoagulan ke pembuluh darah
(mis. Pasien kanker atau obstetrik). Pada situasi tertentu, dua jalur penyebab DIC ini bisa
muncul secara bersamaan (mis. Trauma mayor atau pankreatitis nekrotik berat).7 Sangatlah
buram untuk mendiagnosis jika kita hanya mengandalkan klinis dan lab tersebut di atas. Cara
terbaik untuk mengenali DIC selain pemeriksaan fisis dan penunjang ialah dengan
mengetahui penyakit-penyakit apa saja yang biasanya potensial menyebabkan DIC.7
Penatalaksanaan Penyebabnya harus dicari dan diatasi, apakah gangguan kebidanan, infeksi
atau kanker. Jika penyebabnya diatasi, maka gangguan pembekuan bisa berkurang. DIC bisa
berakibat fatal, sehingga harus diatasi sesegera mungkin. Diberikan transfusi trombosit dan
faktor pembekuan untuk menggantikan kekurangan dan menghentikan perdarahan. Untuk
memperlambat pembekuan kadang diberikan heparin.4,5,6 Tidak ada penatalaksanaan khusus
untuk DIC selain mengobati penyakit yang mendasarinya, misalnya jika karena infeksi, maka
bom antibiotik diperlukan untuk fase akut, sedangkan jika karena komplikasi obstetrik, maka
janin harus dilahirkan secepatnya.7 Transfusi trombosit dan komponen plasma hanya
diberikan jika keadaan pasien sudah sangat buruk dengan trombositopenia berat dengan
perdarahan masif, memerlukan tindakan invasif, atau memiliki risiko komplikasi perdarahan.
Terbatasnya syarat transfusi ini berdasarkan pemikiran bahwa menambahkan komponen
darah relatif mirip menyiram bensin dalam api kebakaran, namun pendapat ini tidak terlalu
kuat, mengingat akan terjadinya hiperfibrinolisis jika koagulasi sudah maksimal. Sesudah
keadaan ini merupakan masa yang tepat untuk memberi trombosit dan komponen plasma,
untuk memperbaiki kondisi perdarahan.7 Satu-satunya terapi medikamentosa yang dipakai
ialah pemberian antitrombosis, yakni heparin. Obat kuno ini tetap diberikan untuk
meningkatkan aktivitas antitrombin III dan mencegah konversi fibrinogen menjadi fibrin.
Obat ini tidak bisa melisis endapan koagulasi, namun hanya bisa mencegah terjadinya
trombogenesis lebih lanjut. Heparin juga mampu mencegah reakumulasi clot setelah terjadi
fibrinolisis spontan. Dengan dosis dewasa normal heparin drip 4-5 U/kg/jam IV infus
kontinu, pemberian heparin harus dipantau minimal setiap empat jam dengan dosis yang
disesuaikan. Bolus heparin 80 U tidak terlalu sering dipakai dan tidak menjadi saran khusus
pada jurnal-jurnal hematologi. Namun pada keadaan akut pemberian bolus dapat menjadi
pilihan yang bijak dan rasional. Apalagi ancaman DIC cukup serius, yakni menyebabkan
kematian hingga dua kali lipat dari risiko penyakit tersebut tanpa DIC. Semakin parah kondisi
DIC, semakin besar pula risiko kematian yang harus dihadapi. 7

You might also like