Professional Documents
Culture Documents
BAB II
LANDASAN TEORI
A. DEFINISI
Ikterus ialah suatu gejala yang perlu mendapat perhatian sungguh-sungguh pada
neonatus. Ikterus ialah suatu diskolorasi kuning pada kulit konjungtiva dan mukosa
akibat penumpukan bilirubin. Gejala ini seringkali ditemukan terutama pada bayi kurang
bulan atau yang menderita suatu penyakit yang bersifat sismetik.
B. METABOLISME BILIRUBIN
a) Produksi : Sumbernya ialah produk degradasi hemoglobin, sebagian lain dari sumber
lain.
b) Tranportasi : Bilirubin indirek dalam ikatannya dengan albumin diangkut ke hepar untuk
diolah oleh sel hepar. Pengolahan dipengaruhi oleh protein Y.
c) Konjugasi : Dalam sel hepar bilirubin dikonjugasi menjadi bilirubin direk dengan
pengaruh enzim glukuronil transferase, bilirubin direk diekskresi ke usus melalui duktus
koledokus.
d) Sirkulasi Enterohepatik : Sebagian bilirubin direk diserap kembali kehepar dalam
bentuk bilirubin indirek yang bebas. Penyerapan ini bertambah pada pemberian
makanan yang lambat atau pada obstruksi usus.
C. ETIOLOGI
Penyebab ikterus pada bayi baru lahir dapat berdiri sendiri ataupun dapat disebabkan
oleh beberapa faktor:
1. Peningkatan produksi :
1) Hemolisis, misal pada Inkompatibilitas yang terjadi bila terdapat ketidaksesuaian
golongan darah dan anak pada penggolongan Rhesus dan ABO.
2) Pendarahan tertutup misalnya pada trauma kelahiran.
3) Ikatan Bilirubin dengan protein terganggu seperti gangguan metabolik yang terdapat
pada bayi Hipoksia atau Asidosis .
4) Defisiensi G6PD/ Glukosa 6 Phospat Dehidrogenase.
5) Ikterus ASI yang disebabkan oleh dikeluarkannya pregnan 3 (alfa), 20 (beta) , diol
(steroid).
6) Kurangnya Enzim Glukoronil Transeferase , sehingga kadar Bilirubin Indirek meningkat
misalnya pada berat lahir rendah.
7) Kelainan kongenital (Rotor Sindrome) dan Dubin Hiperbilirubinemia
2. Gangguan transportasi akibat penurunan kapasitas pengangkutan misalnya pada
Hipoalbuminemia atau karena pengaruh obat-obat tertentu misalnya Sulfadiasine.
3. Gangguan fungsi Hati yang disebabkan oleh beberapa mikroorganisme atau toksion
yang dapat langsung merusak sel hati dan darah merah seperti Infeksi ,
Toksoplasmosis, Siphilis.
4. Gangguan ekskresi yang terjadi intra atau ekstra Hepatik.
5. Peningkatan sirkulasi Enterohepatik misalnya pada Ileus Obstruktif.
D. PATOFISIOLOGI
Kejadian yang sering ditemukan adalah apabila terdapat penambahan beban
bilirubin pada streptucocus hepar yang terlalu berlebihan. Hal ini dapat ditemukan bila
terdapat peningkatan penghancuran eritrosit, polisitemia, memendeknya umur eritrosit
janin/bayi, meningkatnya bilirubin dari sumber lain, atau terdapatnya peningkatan
sirkulasi enterohepatik. Gangguan ambilan bilirubin plasma terjadi apabila kadar
protein-Z dan protein-Y terikat oleh anion lain, misalnya pada bayi dengan asidosis atau
dengan anoksia/hipoksia, ditentukan gangguan konjugasi hepar (defisiensi enzim
glukuronii transferase) atau bayi menderita gangguan ekskresi, misalnya penderita
hepatitis neonatal atau sumbatan saluran empedu intra/ekstra hepatika.
Pada derajat tertentu, bilirubin ini akan bersifat toksik dan merusakan jaringan otak.
Toksisitas ini terutama ditemukan pada bilirubin indirek. Sifat indirek ini yang
memungkinkan efek patologik pada sel otak apabila bilirubin tadi dapat menembus
sawar darah otak. Kelainan yang terjadi pada otak ini disebut kernikterus atau
ensefalopati biliaris. Mudah tidaknya bilirubin melalui sawar darah otak ternyata tidak
hanya tergantung dari tingginya kadar bilirubin tetapi tergantung pula pada keadaan
neonatus sendiri. Bilirubin indirek akan mudah melalui sawar darah otak apabila pada
bayi terdapat keadaan imaturitas. Berat lahir rendah, hipoksia, hiperkarbia, hipoglikemia
dan kelainan susunan saraf pusat yang karena trauma atau infeksi. (Markum, 1991).
E. Manifestasi Klinis
1. Kulit tampak berwarna kuning terang sampai jingga (pada bayi dengan bilirubin indirek)
2. Anemia
3. Perbesaran lien dan hepar
4. Perdarahan tertutup
5. Gangguan nafas
6. Gangguan sirkulasi
7. Gangguan saraf
F. Macam Macam Ikterus
a) Ikterus Fisiologis
a) Timbul pada hari ke dua dan ketiga.
b) Kadar bilirubin indirek tidak melebihi 10 mg% pada neonatus cukup bulan dan 12,5
mg% untuk neonatus lebih bulan.
c) Kecepatan peningkatan kadar bilirubin tidak melebihi 5 mg% perhari.
d) Ikterus menghilang pada 10 hari pertama.
e) Tidak terbukti mempunyai hubungan dengan keadaan patologik.
b) Ikterus Patologik
a) Ikterus terjadi dalam 24 jam pertama.
b) Kadar bilirubin melebihi 10 mg% pada neonatus cukup bulan atau melebihi 12,5 mg%
pada neonatus kurang bulan.
c) Peningkatan bilirubin lebih dari 5 mg% perhari.
d) Ikterus menetap sesudah 2 minggu pertama.
e) Kadar bilirubin direk melebihi 1 mg%.
f) Mempunyai hubungan dengan proses hemolitik.
(Ni Luh Gede Y, 1995)
G. Komplikasi
1. Bilirubin encephahalopathi
2. Kernikterus ; kerusakan neurologis ; cerebral palis, retardasi mental, hyperaktif, bicara
lambat, tidak ada koordinat otot dan tangisan yangmelengking.
3. Asfiksia
4. Hipotermi
5. Hipoglikemi
H. BAHAYA HIPERBILIRUBINEMIA
1) Minimal : Kelainan Kognitif
2) Berat : Kernikterus kematian
I. Derajat pada neonatus menurut KRAMER
Zona Bagian tubuh yang kuning Rata-rata serum indirek (umol
/ l)
1 Kepala dan leher 100
2 Pusat dan leher 150
3 Pusat dan paha 200
4 Lengan + tungkai 250
5 Tangan + kaki >250
Tatalaksana ikterus pada neonatus sehat cukup bulan berdasarkan bilirubin indirek
(mg / dl)
Usia Pertimbangkan Terapi Tranfusi tukar Tranfusi tukar
(jam) terapi sinar sinar bila terapi dan terapi
sinar intensif sinar intesif
gagal
<24
25-48 >11,8 >15,3 >20 >25,3
49-72 >15,3 >18,2 >25,3 >30
>72 >17 >20 >25,3 >30
J. Pendekatan Untuk Mengetahui Penyebab Ikterus Pada Neonatus
(Abdoerrachman, H, dkk.1981.Kegawatan pada anak. Jakarta Bagian Ilmu Kesehatan
Anak Fakultas Kedokteran. Universitas Indonesia)
Kumpulan Askep
Beranda
Siapa Aku...
My facebook
About Me
erika candrasari
Baris Video
powered by
BAB 1
PENDAHULUAN
1.4 Manfaat
Manfaat Teoritis :
Dapat menambah pengetahuan pembaca tentang penyakit ikterus, tata pelaksanaan, dan asuhan
keperawatan pada pasien ikterus.
Manfaat Praktis :
Dapat dijadikan literatur perpustakaan untuk mata kuliah keperawatan dewasa IV.
BAB 2
TINJAUAN TEORI
2.1 Pengertian
Ikterus adalah warna kuning pada kulit, konjungtiva dan selaput akibat penumpukan
bilirubin. Sedangkan hiperbilirubinemia adalah ikterus dengan konsentrasi bilirubin serum yang
menjurus ke arah terjadinya kernikterus atau ensefalopati bilirubin bila kadar bilirubin yang tidak
dikendalikan. Atau bisa juga Ikterus adalah akumulasi abnormal pigmen bilirubin dalarn darah
yang menyebabkan air seni berwarna gelap, warna tinja menjadi pucat dan perubahan warna
kulit menjadi kekuningan. Ikterus merupakan kondisi berubahnya jaringan menjadi berwarna
kuning akibat deposisi bilirubin. Ikterus paling mudah dilihat pada, sklera mata karena elastin
pada sklera mengikat bilirubin.
Ikterus harus dibedakan dengan karotenemia yaitu warna kulit kekuningan yang
disebabkan asupan berlebihan buah-buahan berwarna kuning yang mengandung pigmen
lipokrom, misalnya wortel, pepaya dan jeruk. Pada karotemia warna kuning terutama tampak
pada telapak tangan dan kaki disamping kulit lainnya. Sklera pada karotemia tidak kuning.
Istilah ikterus dapat dikacaukan dengan kolestasis yang umumnya disertai ikterus. Definisi
kolestasis adalah hambatan aliran empedu normal normal untuk mencapai duodenum.
Kolestatasis ini dulu sering dinamakan jaundice obstruktif.
Ikterus yang ringan dapat dilihat paling awal pada sklera mata, dan kalau ini terjadi kadar
bilirubin sudah berkisar antara 2-2,5 mg/dL (34 sampai 43 uniol/L). Jika ikterus sudah jelas
dapat dilihat dengan nyata maka bilirubin mungkin sebenamya sudah mencapai angka 7 mg%.
Ikterus (jaundice) didefinisikan sebagai menguningnya warna kulit dan sklera akibat
akumulasi pigmen bilirubin dalam darah dan jaringan. Kadar bilirubin harus mencapai 35-40
mmol/l sebelum ikterus menimbulkan manifestasi klinik.
Jaundice (berasal dari bahasa Perancis jaune artinya kuning) atau ikterus (bahasa Latin
untuk jaundice) adalah pewarnaan kuning pada kulit, sklera, dan membran mukosa oleh deposit
bilirubin (pigmen empedu kuning-oranye) pada jaringan tersebut.
Terjadi kernikterus, yaitu kerusakan pada otak akibat perlengketan bilirubin indirek pada
otak terutama pada korpus striatum, thalamus, nucleus subtalamus hipokampus, nucleus merah
didasar ventrikel IV.
Kernikterus; kerusakan neurologis, cerebral palsy, RM, hyperaktif, bicara lambat, tidak
ada koordinasi otot, dan tangisan yang melengking. Ngastiyah, (1997)(Suriadi,2001).
2.4 Patofisiologi
Bilirubin pada neonatus meningkat akibat terjadinya pemecahan eritrosit. Bilirubin mulai
meningkat secara normal setelah 24 jam, dan puncaknya pada hari ke 3-5. Setelah itu perlahan-
lahan akan menurun mendekati nilai normal dalam beberapa minggu.
Ikterus fisiologis Secara umum, setiap neonatus mengalami peningkatan konsentrasi
bilirubin serum, namun kurang 12 mg/dL pada hari ketiga hidupnya dipertimbangkan sebagai
ikterus fisiologis. Pola ikterus fisiologis pada bayi baru lahir sebagai berikut: kadar bilirubin
serum total biasanya mencapai puncak pada hari ke 3-5 kehidupan dengan kadar 5-6 mg/dL,
kemudian menurun kembali dalam minggu pertama setelah lahir. Kadang dapat muncul
peningkatan kadar bilirubin sampai 12 mg/dL dengan bilirubin terkonjugasi < 2 mg/dL.
Pola ikterus fisiologis ini bervariasi sesuai prematuritas, ras, dan faktor-faktor lain.
Sebagai contoh, bayi prematur akan memiliki puncak bilirubin maksimum yang lebih tinggi pada
hari ke-6 kehidupan dan berlangsung lebih lama, kadang sampai beberapa minggu. Bayi ras Cina
cenderung untuk memiliki kadar puncak bilirubin maksimum pada hari ke-4 dan 5 setelah lahir.
Faktor yang berperan pada munculnya ikterus fisiologis pada bayi baru lahir meliputi
peningkatan bilirubin karena polisitemia relatif, pemendekan masa hidup eritrosit (pada bayi 80
hari dibandingkan dewasa 120 hari), proses ambilan dan konjugasi di hepar yang belum matur
dan peningkatan sirkulasi enterohepatik.
2.4 Gejala dan tanda klinis
Gejala utamanya adalah kuning di kulit, konjungtiva dan mukosa. Disamping itu dapat
pula disertai dengan gejala-gejala:
1. Dehidrasi
Asupan kalori tidak adekuat (misalnya: kurang minum, muntah-muntah)
2. Pucat
Sering berkaitan dengan anemia hemolitik (mis. Ketidakcocokan golongan darah ABO, rhesus,
defisiensi G6PD) atau kehilangan darah ekstravaskular.
3. Trauma lahir
Bruising, sefalhematom (peradarahn kepala), perdarahan tertutup lainnya.
4. Pletorik (penumpukan darah)
Polisitemia, yang dapat disebabkan oleh keterlambatan memotong tali pusat, bayi KMK.
5. Letargik dan gejala sepsis lainnya
6. Petekiae (bintik merah di kulit)
Sering dikaitkan dengan infeksi congenital, sepsis atau eritroblastosis.
7. Mikrosefali (ukuran kepala lebih kecil dari normal)
Sering berkaitan dengan anemia hemolitik, infeksi kongenital, penyakit hati.
8. Hepatosplenomegali (pembesaran hati dan limpa)
9. Omfalitis (peradangan umbilikus)
10. Hipotiroidisme (defisiensi aktivitas tiroid)
11. Massa abdominal kanan (sering berkaitan dengan duktus koledokus)
12. Feses dempul disertai urin warna coklat
Pikirkan ke arah ikterus obstruktif, selanjutnya konsultasikan ke bagian hepatologi.
Jaundice merupakan manifestasi yang sering pada gangguan traktus biliaris, dan evaluasi
serta manajemen pasien jaundice merupakan permasalahan yang sering dihadapi oleh ahli bedah.
Serum bilirubin normal berkisar antara 0,5 1,3 mg/dL; ketika levelnya meluas menjadi 2,0
mg/dL, pewarnaan jaringan bilirubin menjadi terlihat secara klinis sebagai jaundice. Sebagai
tambahan, adanya bilirubin terkonjugasi pada urin merupakan satu dari perubahan awal yang
terlihat pada tubuh pasien.
Bilirubin merupakan produk pemecahan hemoglobin normal yang dihasilkan dari sel
darah merah tua oleh sistem retikuloendotelial. Bilirubin tak terkonjugasi yang tidak larut
ditransportasikan ke hati terikat dengan albumin. Bilirubin ditransportasikan melewati membran
sinusoid hepatosit kedalam sitoplasma. Enzim uridine diphosphateglucuronyl
transferase mengkonjugasikan bilirubin tak-terkonjugasi yang tidak larut dengan asam
glukoronat untuk membentuk bentuk terkonjugasi yang larut-air, bilirubin monoglucuronide dan
bilirubin diglucuronide. Bilirubin terkonjugasi kemudian secara aktif disekresikan kedalam
kanalikulus empedu. Pada ileum terminal dan kolon, bilirubin dirubah menjadi urobilinogen, 10-
20% direabsorbsi kedalam sirkulasi portal. Urobilinogen ini diekskresikan kembali kedalam
empedu atau diekskresikan oleh ginjal didalam urin.
Ikterus hepatoseluler
Ikterus pasca hepatik (bendungan saluran empedu)
Ikterus prehepatik
WOC
3.1 Pengkajian
1. Riwayat orang tua :
Ketidakseimbangan golongan darah ibu dan anak seperti Rh, ABO, Polisitemia, Infeksi,
Hematoma, Obstruksi Pencernaan dan ASI.
2. Pemeriksaan Fisik :
Kuning, Pallor Konvulsi, Letargi, Hipotonik, menangis melengking, refleks menyusui yang
lemah, Iritabilitas.
3. Pengkajian Psikososial :
Dampak sakit anak pada hubungan dengan orang tua, apakah orang tua merasa bersalah, masalah
Bonding, perpisahan dengan anak.
4. Pengetahuan Keluarga meliputi :
Penyebab penyakit dan pengobatan, perawatan lebih lanjut, apakah mengenal keluarga lain yang
memiliki yang sama, tingkat pendidikan, kemampuan mempelajari Hiperbilirubinemia (Cindy
Smith Greenberg. 1988)
2. Do : Hiperbilirubinemia hipertermia
Kulit memerah
Suhu tubuh
meningkat Indikasi fototerapi
Frekuensi
pernapasan
meningkat
Takikardi Sinar dengan
Kejang intensitas
Ds :
Pasien mengatakan
mual
Hipertermia
Hazinki, M.F. (1984). Nursing Care of Critically Ill Child. , The Mosby Compani
CV, Toronto.
Mayers, M. et. al. ( 1995). Clinical Care Plans Pediatric Nursing. Mc.Graw-Hill.
Inc., New York.
2 komentar:
http://obattraditional.com/obat-tradisional-batu-empedu/
Poskan Komentar
Buku Tamu
Copyright 2011 Kumpulan Askep.All rights reserved. Powered by Blogger
Luggage-Guides, virtual server host, WordPress themes by TemplateMonster.com, Designed by
Dedicated Server.
eirichzon3
Life is a Journey...
BAB II
TINJAUAN TEORITIS
2. Etiologi
Ikterus obstruktif dapat bersifat intrahepatik ( mengenai sel hati ) dan ekstrahepatik ( mengenai
saluran empedu di luar hati). Pada kedua keadaan ini terdapat gangguan biokimia yang serupa.
a. Ikterus obstruktif intrahepatik
Penyebab tersering ikterus obstruktif intrahepatik adalah penyakit hepatoseluler dengan
kerusakan sel parenkim hati akibat hepatitis virus atau berbagai jenis sirosis. Pada penyakit ini,
pembengkakan dan disorganisasi sel hati dapat menekan dan menghambat kanalikuli atau
kolangiola. Penyakit hepatoseluler biasanya mengganggu semua fase metabolisme bilirubin
ambilan, konjugasi, dan ekskresi, tetapi ekskresi biasanya paling terganggu, sehingga yang
paling menonjol adalah hiperbilirubinemia terkonjugasi. Penyebab ikterus obstruktif intrahepatik
yang lebih jarang adalah pemakaian obat-obat tertentu, dan gangguan herediter Dubin Jhonson
serta sindrom Rotor (jarang terjadi). Pada kedaan ini terjadi gangguan transfer bilirubin melalui
membran hepatosit yang menyebabkan terjadinya retensi bilirubin dalam sel, obat yang sering
mencetuskan gangguan ini adalah halotan (anestetik), kontrasepsi oral, estrogen, steroid
anabolik, isoniazid, dan klorpromazin.
b. Ikterus obstruktif ekstrahepatik
Penyebab tersering ikterus obstruktif ekstrahepatik adalah sumbatan batu empedu, biasanya pada
ujung bawah duktus koledokus; karsinoma kaput pankreas manyebabkan tekanan pada duktus
koledokus dari luar; demikian juga dengan karsinoma ampula vateri. Penyebab yang lebih jarang
adalah ikterus pasca peradangan atau setelah operasi, dan pembesaran kelenjar limfe pada porta
hepatis. Lesi intrahepatik seperti hepatoma kadang-kadang dapat menyumbat duktus hepatikus
kanan atau kiri. (Price & Wilson, 2006)
3. Insiden
a. Ikterus obstruktif intrahepatik
1) Hepatitis A (HAV) : Penyakit ini sering terjadi pada anak-anak atau terjadi akibat kontak
dengan orang terinveksi melalui kontaminasi feces pada makanan atau air minum.
2) Hepatitis B (HBV) : Infeksi terutama terjadi pada usia dewasa
3) Hepatitis C (HCV) : Diyakini terutama ditularkan melalui parenteral dan kemungkinan
melalui pemakaian obat IV dan tranfusi darah.
4) Hepatitis D (HDV) : Terutama menyerang pengguna obat melalui intravena.
5) Hepaitis E (HEV) : Penyakit ini paling sering menyerang usia dewasa muda sampai
petengahan.
6) Hepatitis F dan G (HFV dan HGV) : Walaupun telah di klasifikasikan denagn nama HFV,
namun belum dipastikan bahwa virus hepatitis F benar-benar ada. Kelompok yang beresiko
tertular HGV adalah individu yang telah menjalani tranfusi darah, tertusuk jarum suntik secara
tidak sengaja, pengguna obat intravena dan pasien hemodialisis.
b. Ikterus obstruktif ekstrahepatik
Penyebab tersering ikterus obstruktif ekstrahepatik adalah sumbatan batu empedu. Jumlah wanita
yang menderita batu kolesterol dan penyakit kandung empedu adalah empat kali lebih banyak
dari pada laki-laki. Biasanya wanita tersebut berusia lebih dari 40 tahun, multpara dan obesitas.
Insidens pembentukan batu empedu meningkat pada para pengguna pil kontrasepsi, estrogen dan
klofibrat yang diketahui meningkatkan saturasi kolesterol bilier. Insidens pembentukan batu
meningkat bersamaan dengan pertambahan umur. Peningkatan insidens ini terjadi akibat
bertambahnya sekresi kolesterol oleh hati dan menurunnya sntesis asam empedu. Disamping itu
resiko terbentuknya batu empedu juga meningkat akibat malabsorpsi garam-garam empedu pada
klien dengan penyakit gastrointestinal atau fistula T-tube atau pada pasien yang pernah menjalani
operasi pintasan atau reseksi ileum. Insidens ini juga meningkat pada para penyandang penyakit
diabetes. (Smeltzer & Bare, 2002 )
5. Patofisiologi
a. Ikterus Obstruktif intrahepatik
Pada penderita hepatitis A, hepatitis B, hepatitis C, dan hepatitis D yaitu masuknya
mikroorganisme ke dalam tubuh melalui membran mukosa/merusak kulit untuk mencapai hati.
Di hati replikasi 26 minggu/sampai 6 bulan penjamu mengalami gejala. Beberapa infeksi tidak
terlihat untuk yang mengalami gejala : tingkat kerusakan hati dan hubungannya dengan demam
yang diikuti dengan kekuningan, artritis, nyeri perut dan mual. Pada kasus yang ekstrim dapat
terjadi kerusakan pada hati (hepatomegali).
b. Ikterus Obstrukif Ekstrahepatik
Ada dua tipe utama batu empedu yaitu batu yang terutama tersusun dari pigmen dan batu yang
terutama dari kolesterol.
1) Batu Pigmen
Kemungkinan akan terbentuk bila pigmen yang tak terkonjugasi dalam empedu mengadakan
presipitasi (pengendapan) sehingga terjadi batu. Batu ini bertanggung jawab atas sepertiga dari
klien-klien batu empedu di Amerika Serikat. Resiko terbentuknya batu semacam ini semakin
besar pada pasien serosis, hemolisis dan infeksi percabangan bilier. Batu ini tidak dapat
dilarutkan dan harus dikeluarkan dengan jalan operasi.
2) Batu kolesterol
Kolesterol yang merupakan unsur normal pembentuk empedu yang bersifat tidak larut dalam air.
Kelarutannya bergantung pada asam-asam empedu dan lesitin (fosfolipid) dalam empedu. Pada
klien yang cenderung menderita batu empedu akan terjadi penurunan sntesis asam empedu dan
peningkatan sistesis kolesterol dalam hati, keadaan ini mengakibatkan supersaturasi getah
empedu oleh kolesterol yang kemudian keluar dari getah empedu, mengendap dan membentuk
batu. Getah empedu yang jenuh oleh kolesterol merupakan predisposisi untuk timbulnya batu
empedu dan berperan sebagai iritan yang menyebabkan peradangan dalam kandung empedu.
6. Manifestasi klinik
a. Ikterus obstruktif intrahepatik
Terdapat tiga fase :
1) Fase pra-ikterik
Periode dimana infektivitas paling besar. Gejala meliputi mual, muntah, diare, konstipasi,
penurunan berat badan, malaise, sakit kepala, demam ringan, sakit sendi, ruam kulit.
2) Fase ikterik-jaundice (temuan paling menonjol).
Urine gelap berkabut (disebabkan oleh peningkatan kadar bilirubin), hepatomegali dengan nyeri
tekan, pembesaran nodus limfa, pruritus (akibat akumulasi garam empedu pada kulit); gejala fase
pra-ikterik berkurang sesuai menonjolnya gejala.
3) Fase pasca ikterik.
Gejala sebelumnya berkurang tetapi kelelahan berlanjut; empat bulan diperlukan untuk
pemulihan komplit.
b. Ikterus Obstruktif Ekstrahepatik
Penderita penyakit kandung empedu akibat batu empedu dapat mengalami dua jenis gejala yaitu
gejala yang disebabkan oleh kandung empedu sendiri dan gejala yang terjadi akibat obstruksi
pada lintasan empedu oleh batu empedu. Gejalanya bisa bersifat akut atau kronis seperti:
1) Gangguan epigrastrium seperti rasa penuh, distensi abdomen dan nyeri yang samar pada
kuadran kanan. Gejala ini dapat terjadi setelah individu mengkonsumsi makanan yang berlemak
atau digoreng.
2) Rasa nyeri dan kolik bilier.
Jika duktus sistikus tersumbat oleh batu empedu, kandung empedu akan mengalami distensi dan
akhirnya infeksi. Klien akan menderita panas dan mungkin teraba massa padat pada abdomen.
Pasien dapat mengalami kolik bilier disertai nyeri hebat pada abdomen kuadran kanan atas yang
menjalar ke punggung atau bahu kanan; rasa nyeri ini biasanya disertai dengan mual dan muntah
dan bertambah hebat dalam waktu beberapa jam sesudah makan makanan dalam porsi besar.
3) Ikterus
Ikterus dapat dijumpai di antara penderita penyakit kandung empedu dengan persentase yang
kecil dan biasanya terjadi pada obstruksi duktus koledokus. Obstruksi pengaliran getah empedu
ke dalam duodenum akan menimbulkan gejala yang khas yaitu getah empedu yang tidak lagi
dibawa ke duodenum akan diserap oleh darah dan penyerapan empedu ini membuat kulit dan
membran mukosa berwarna kuning. Keadaan ini sering disertai dengan gejala gatal-gatal yang
mencolok pada kulit
4) Perubahan warna urine dan feses
Ekskresi pigmen empedu oleh ginjal akan membuat urine berwarna sangat gelap. Feses yang
tidak lagi diwarnai oleh pigmen empedu akan tampak kelabu dan biasanya pekat yang disebut
clay-colored
5) Defisiensi Vitamin
Obstruksi aliran empedu juga mengganggu abosorpsi vitamin A,D,E dan K yang larut lemak.
Karena itu pasien dapat memperlihatkan gejala defisiensi vitamin-vitamn ini jika obstruksi bilier
berjalan lama. Defisiensi vitamin A dapat menggangu pembekuan darah yang normal. (Smeltzer
& Bare, 2002 )
7. Pemeriksan diagnostik
a. Ikterus Obstruktif Intrahepatik
1) Tes fungsi hati : Abnormal (4-10 kali dari normal). Catatan : Merupakan batasan nilai untuk
membedakan hepatitis virus dari non virus.
2) AST (SGOT)/ALT(SGPT) : Awalnya meningkat. Dapat meningkat dalam 1-2 minggu
sebelum ikterik kemudian tampak menurun.
3) Darah lengkap : SDM menurun sehubungan dengan penurunan hidup SDM (gangguan enzim
hati) atau mengakibatkan perdarahan.
4) Leukopenia : Trombositopenia mungkin ada (splenomegali).
5) Diferensial darah lengkap : Leukositosis, monositosis, limfosit atipikal, dan sel plasma.
6) Alkali fosfatase : Agak meningkat (kecuali ada kolestasis berat).
7) Feces : Warna tanah liat, steatorea (penurunan fungsi hati).
8) Albumin serum : Menurun.
9) Gula darah : Hiperglikemia transien/hipoglikemia (gangguan fungsi hati).
10) Anti HAV IgM : Positif pada tipe A.
11) HbsAG : Dapat positif (tipe B) atau negatif (tipe A).
12) Masa protrombin : Mungkin memanjang (disfungsi hati).
13) Bilirubin serum : Diatas 2,5 mg/100 ml (bila diatas 200 mg/ml, prognosis buruk mungkin
berhubungan dengan peningkatan nekrosis seluler).
14) Biopsi hati : Menunjukkan diagnosis dan luasnya nekrosis.
15) Skan hati : Membantu dalam perkiraan beratnya kerusakan parenkim.
16) Urinalisa : Peninggian kadar bilirubin; protein/hematuri dapat terjadi.
b. Ikterus Obstruktif Estrahepatik
1) Foto polos abdomen.
Pada pemeriksaan ini diharapkan dapat melihat batu dikandung empedu atau di duktus
koledokus. Kadang-kadang pemeriksaan ini dipakai untuk skrening, melihat keadaan secara
keseluruhan dalam rongga abdomen.
2) Ultrasonografi (USG).
Ultrasonografi sangat berperan dalam mendiagnosa penyakit yang menyebabkan kholestasis.
Pemeriksaan USG sangat mudah melihat pelebaran duktus biliaris intra/ekstra hepatal sehingga
dengan mudah dapat mendiagnosis apakah ada ikterus obstruksi atau ikterus non obstruksi.
Apabila terjadi sumbatan daerah duktus biliaris yang paling sering adalah bagian distal maka
akan terlihat duktus biliaris komunis melebar dengan cepat yang kemudian diikuti pelebaran
bagian proximal.
3) Endoscopic Retrograde Cholangiopancreatography (ERCP).
ERCP merupakan tindakan yang langsung dan invasif untuk mempelajari traktus biliaris dan
sistem duktus pankreatikus. Ditangan yang berpengalaman ERCP mempunyai keberhasilan yang
cukup tinggi dan tingkat keakuratan atau ketepatan kurang lebih 90%.
4) Magnetic Resonance Cholangiopancreaotography (MRCP)
MRCP adalah pemeriksaan duktus biliaris dan duktus pankreatikus dengan memakai pesawat
MRI. Dengan memakai heavily T2W acquisition untuk memaksimalkan signal dari cairan yang
menetap pada duktus biliaris dan duktus pankreatikus.
5) Percutaneus Transhepatik Cholangiography (PTC)
PTC merupakan sarana diagnosis invasif untuk membedakan ikterus obstruktif ekstra dan intra
hepatik serta menentukan lokasi sumbatan dan juga pada kebanyakan kasus etiologi dari pada
obstruksi lainnya. Gambaran saluran empedu yang diperoleh PTC tidak hanya memberikan
informasi mengenai saluran empedu tetapi juga mempermudah menduga penyebabnya, sehingga
dapat menjadi pedoman bagi ahli bedah dalam perencanaan operasinya.
6) Percutaneus Transhepatic Billiary Drainage (PTBD)
Teknik sama dengan PTC hanya di sini kateter masuk sampai melampaui obstruksi dan bisa
sampai duodenum. Lebih ke arah terapi, karena flow dan cairan empedu masuk ke dalam side
hole dari kateter.
7) CT-Scan
Pemeriksaan CT Scan mengenai tractus biliaris banyak dilakukan untuk melengkapi data suatu
pemeriksaan sonografi yang telah dilakukan sebelumnya. Secara khusus CT Scan dilakukan guna
menegaskan tingkat atau penyebab yang tepat adanya obstruksi/kelainan pada saluran empedu.
Dalam hal ini CT Scan dinilai untuk membedakan antara ikterus obstruktif, apakah intra atau
ekstra hepatik dengan memperhatikan adanya dilatasi dari duktus biliaris.
8) Pemerisaan Laboratorium.
a) Peningkatan level bilirubin direk (terkonjugasi) (> 0,4 mg/ml), Normal = 0,1-0,3 mg/ml.
b) Peningkatan level bilirubin indirek (tak terkonjugasi) (> 0,8 mg/ml), Normal = 0,2-0,8 mg/ml.
c) Tidak adanya bilirubin dalam urin atau peningkatan bilirubin urin (konsentrasi tinggi dalam
darah).
d) Peningkatan urobilinogen (> 4 mg/24 jam) tergantung pada kemampuan hati untuk
mengabsorbsi urobilinogen dari sistem portal, Normal = 0-4 mg/hari.
e) Menurunnya urobilinogen fekal (< 40 mg/24 jam), Normal = 40-280 mg/hari, karena tidak
mencapai usus.
f) Peningkatan alkalin fosfat dan level kolesterol karena tidak dapat diekskresi ke kandung
empedu secara normal.
g) Pada kasus penyakit hati yang sudah parah, penurunan level kolesterol mengindikasikan
ketidakmampuan hati untuk mensintesisnya.
h) Peningkatan garam empedu yang menyebabkan deposisi di kulit, sehingga menimbulkan
pruritus.
i) Pemanjangan waktu PTT (Prothrombin Time) (> 40 detik) dikarenakan penurunan absorbsi
vitamin K.
8. Penanganan medik
a. Ikterus Obstruktif Intrahepatik
Tidak terdapat terapi spesifik untuk hepetitis virus akut. Tirah baring selama fase akut penting
dilakukan, dan diet rendah lemak dan tinggi karbohidrat umumnya merupakan makanan yang
paling dapat dimakan oleh penderita. Pemberian makanan secara intravena mungkin perlu
diberikan selama fase akut bila pasien terus menerus muntah. Aktifitas fisik biasanya perlu
dibatasi hingga gejala mereda dan tes fungsi hati kembali normal.
b. Ikterus Obstruktif Ekstrahepatik
Operasi pengangkatan kandung empedu melalui pembedahan tradisional dianggap sebagai cara
pendekatan yang baku dalam penatalaksanaan penyakit ini. Namun demikian, perubahan
dramatis telah terjadi dalam penatalaksanaan bedah dan nonbedah terhadap penatalaksanaan
kandung empedu.
1) Penatalaksanaan Nonbedah
a) Penatalaksanaan Pendukung dan Diet
Diet yang diterapkan segera setelah suatu serangan yang akut biasanya dibatasi pada makanan
cair rendah lemak. Suplemen bubuk tinggi protein dan karbohidrat dapat diaduk ke dalam susu
skim. Makanan berikut ini ditambahkan jika pasien dapat menerimanya: buah yang dimasak, nasi
atau ketela, daging tanpa lemak, kentang yang dilumatkan, sayuran yang tidak membentuk gas,
roti, kopi atau teh.
Penatalaksanaan diet merupakan bentuk terapi utama pada pasien yang hanya mengalami
intoleransi terhadap makanan berlemak dan mengeluhkan gejala gastrointestinal ringan.
b) Farmakoterapi
Asam ursodeoksikolat (urdafalk) dan kenodeoksikolat (chenodiol, chenofalk) telah digunakan
untuk melarutkan batu empedu radiolusen yang berukuran kecil dan terutama tersusun dari
kolesterol. Asam ursodeoksikolat dibandingkan dengan asam kenodeoksikolat jarang
menimbulkan efek samping dan dapat diberikan dengan dosis yang lebih kecil untuk
mendapatkan efek yang sama. Mekanisme kerjanya adalah menghambat sintesis kolesterol
dalam hati dan sekresinya sehingga terjadi desaturasi getah empedu.
c) Pelarutan Batu Empedu
Beberapa metode telah digunakan untuk melarutkan batu empedu dengan menginfuskan suatu
bahan pelarut (Monooktanion atau Metal Tertier Butil Eter (MTBE) ke dalam kandung empedu.
Pelarut tersebut dapat diinfuskan melalui jalur berikut ini : melalui selang atau kateter yang
dipasang perkutan langsung ke dalam kandung empedu; melaui selang atau drain yang
dimasukan melalui saluran T-tube untuk melarutkan batu yang belum dikeluarkan pada saat
pembedahan; melalui endoskop ERCP (Endoscopic Retrograde Cholangiopancreatography); atau
kateter bilier transnalas.
d) Pengangkatan Nonbedah
Beberapa metode nonbedah digunakan untuk mengeluarkan batu yang belum terangkat pada saat
cholesistektomy atau yang terjepit dalam duktus koledokus. Sebuah kateter dan alat disertai
jaring yang terpasang padanya disisipkan lewat saluran T-tube atau lewat fistule yang terbentuk
pada saat insersi T-tube, jaring digunakan untuk memegang dan menarik keluar batu yang
terjepit dalam duktus koledokus.
e) Extracorporeal Shock-Wafe Lithotripsy (ESWL)
Prosedur litotripsi atau ESWL ini telah berhasil memecah batu empedu tanpa pembedahan.
Prosedur noninvasif ini menggunakan gelombang kejut berulang (repeated shock waves) kepada
batu empedu di dalam kandung empedu atau duktus koledokus.
f) Litotripsi Intrakorporeal
Pada litotripsi intrakorporeal, batu yang ada dalam kandung empedu atau duktus koledokus dapat
dipecah dengan menggunakan gelombang ultrasound, laser berpulsa atau litotripsi hidrolik yang
dipasang pada endoskop, dan diarahkan langsung pada batu. Kemudian fragmen batu atau debris
dikeluarkan dengan cara irigasi dan aspirasi.
2) Penatalaksanaan Bedah
Penanganan bedah pada penyakit kandung empedu dan batu empedu dilaksanakan untuk
mengurangi gejala yang sudah berlangsung lama, untuk menghilangkan penyebab kolik bilier
dan untuk mengatasi kolesistitis akut. Pembedahan dapat efektif kalau gejala yang dirasakan
klien sudah mereda atau bisa dikerjakan sebagai suatu prosedur darurat bilamana kondisi pasien
mengharuskannya.
a) Kolesistektomi
Kolesistektomi merupakan salah satu prosedur yang paling sering dilakukan, di Amerika lebih
dari 600.000 orang menjalani pembedahan ini setiap tahunnya. Dalam prosedur ini, kandung
empedu diangkat setelah arteri dan duktus sistikus diligasi.
b) Minikolesistektomi
Minikolesistektomi merupakan prosedur bedah untuk mengeluarkan kandung empedu lewat
insisi selebar 4 cm.
c) Kolesistektomi Laparoskopik (atau endoskopik)
Prosedur ini dilakukan lewat luka insisi yang kecil atau luka tusukan melalui dinding abdomen
pada umbilikus. Pada prosedur kolesistektomi endoskopik, rongga abdomen ditiup dengan gas
karbon dioksida (pneumoperitoneum) untuk membantu pemasangan endoskop dan menolong
dokter bedah melihat struktur abdomen.
d) Koledokostomi
Dalam koledokostomi, insisi dilakukan pada duktus koledokus untuk mengeluarkan batu.
e) Bedah Kolesistostomi
Kolesistostomi dikerjakan bila kondisi pasien tidak memungkinkan untuk dilakukan operasi yang
lebih luas atau bila reaksi infalamasi yang akut membuat system bilier tidak jelas. (Smeltzer &
Bare, 2002 )
B. Proses Keperawatan
1. Pengkajian
Pengkajian merupakan langkah awal dari proses keperawatan. Dalam mengkaji, harus
memperhatikan data dasar pasien. Informasi yang didapat dari klien (sumber data primer), data
yang didapat dari orang lain (sumber data sekunder), catatan kesehatan klien, informasi atau
laporan laboratorium, tes diagnostik, keluarga dan orang terdekat atau anggota tim kesehatan lain
merupakan pengkajian data dasar. (A.Azis Alimul Hidayat,2002)
Pengkajian pasien Post Operatif ikterus obstruktif (Doenges,2000) meliputi :
a. Aktifitas/Istirahat
1) Gejala :
a) Kelemahan, atau keletihan
b) Perubahan pada pola istirahat dan jam kebiasaan tidur pada malam hari; adanya faktor-faktor
yang mempengaruhi tidur misalnya nyeri, ansietas, rasa gatal.
b. Sirkulasi
1) Tanda :
a) Takikardia (respon terhadap demam, dehidrasi, proses inflamasi, dan nyeri).
b) Kulit/membran mukosa: Turgor buruk, kering, lidah pecah-pecah (dehidrasi/malnutrisi).
c) Berkeringat
c. Eliminasi
1) Gejala
Perubahan warna urine dan feses.
2) Tanda
a) Distensi abdomen
b) Teraba massa pada kuadran kanan atas
c) Urine gelap, pekat
d) Feses berwarna seperti tanah liat
d. Makanan dan cairan
1) Gejala
a) Anoreksia, mual/muntah
b) Tidak toleran terhadap lemak dan makanan pembentuk gas; regurgitasi berulang, nyeri
epigastrium, tidak dapat makan, flatus, dispepsia.
c) Bertahak
2) Tanda
Kegemukan, adanya penurunan berat badan.
e. Nyeri/kenyamanan
1) Gejala
a) Nyeri abdomen atas berat, dapat menyebar ke punggung atau bahu kanan.
b) Kolik epigastrium tengah sehubungan dengan makan.
c) Nyeri mulai tiba-tiba dan biasanya memuncak dalam 30 menit.
2) Tanda
Nyeri lepas, otot tegang atau kaku bila kuadran kanan atas ditekan.
f. Pernafasan
1) Tanda
a) Peningkatan frekuensi pernafasan
b) Pernafasan tertekan ditandai oleh nafas pendek, dangkal.
g. Keamanan
1) Tanda
a) Demam, menggigil
b) Ikterik dengan kulit berkeringat dan gatal ( pruritus )
c) Kecendrungan perdarahan ( kekurangan vitamin K )
h. Penyuluhan dan pembelajaran
1) Gejala
a) Kecendrungan keluarga untuk terjadi batu empedu.
b) Adanya kehamilan atau melahirkan; riwayat DM, penyakit inflamasi usus, diskrasias darah
2) Rencana pemulangan
Memerlukan dukungan dalam perubahan diet atau penurunan berat badan3. Diagnosa
keperawatan
Diagnosa keperawatan pada pasien post op ikterus obstruktif adalah sebagai berikut :
a. Nyeri.
b. Gangguan pertukaran gas.
c. Kerusakan integritas kulit.
d. Gangguan nutrisi kurang dari kebutuhan.
e. Kurang pengetahuan (kebutuhan belajar) mengenai kondisi, prognosis, dan kebutuhan
tindakan.
2. Evaluasi keperawatan.
keperawatan dikatakan berhasil apabila dalam evaluasi terlihat pencapaian kriteria tujuan.
Evaluasi adalah merupakan pengukuran dari keberhasilan rencana keperawatan dalam memenuhi
kebutuhan klien. Tahap evaluasi merupakan kunci keberhasilan dalam menggunakan proses
keperawatan. Adapun evaluasi klien dengan post op ikterus obstruktif yang dipasangi kateter
tetap dilakukan berdasarkan kriteria tujuan yang telah ditetapkan sebelumnya dan asuhan
perawatan yang diberikan.
Diposkan oleh eirichzon3 di 10.16
Reaksi:
2 komentar:
1.
Mantab nie..
Jd tau jenis2 ikterus/jaundice
2.
http://obattraditional.com/obat-tradisional-batu-empedu/
Balas
Welcome to EirichZon3...!!!
Terima kasih tentang semua kesedihan, kekesalan dan kebahagiaan...
Semuanya akan selalu jadi ukiran dalam pembelajaran hati...
Allah S.W.T
powered by
kedamaian dunia
Health Tip of The Day
Berlangganan
Pos
Komentar
Clock
Mengenai Saya
eirichzon3
hanya orang biasa yang ingin menjadi luar biasa...hehehehe
Lihat profil lengkapku
Arsip Blog
2011 (3)
2010 (15)
o Desember (4)
o November (3)
o September (7)
KTI Leukimia
KTI Sindrom Nefrotik
KTI Limfoma Hodkins
KTI Tumor Colon
KTI Ikterus obstruktif
KTI Tumor Paru
fistula enterkutaneus
o Januari (1)
Pengikut
Countdown
Template Simple. Diberdayakan oleh Blogger.
I. DEFINISI
Cholelithiasis adalah adanya satu atau lebih batu pada kandung empedu. Obstruksi pada saluran
empedu merupakan akibat dari adanya batu , terjadi karena adanya inflamasi yang kronik dan
berulang seperti pada cholesistitis kronis.
II. ETIOLOGI
Faktor resiko terjadinya cholelithiasis :
a. Pola makan ( intake tinggi cholesterol, rendah kalori dan protein )
b. Gaya hidup ( kurang aktivitas )
c. Obesitas
Cholelithiasis juga bisa menyertai pasien dengan gangguan hemolitik, penyakit colon ( Chrohns
disease , post operasi bypass jejunum, dan pada pasien DM Tipe I.
Pemeriksaan Laboratorium
Alkaline phosphatase meningkat
Laktat Dehydrogenase meningkat
Aspartat aminotransferase meningkat
Bilirubin direct, indirect meningkat
Kadar urobilinogen pada feses tidak ada atau berkurang
Kadar amylase pada urin dan serum meningkat
Pemeriksaan Radiologi
Foto Rontgent abdomen
Cholecystogram
Cholecystography
USG abdomen
Percutaneous transhepatic cholangiography
V. PENGKAJIAN KEPERAWATAN
* Aktivitas / istirahat : Kelemahan, gelisah
* Sirkulasi : Takikardi, berkeringat
* Eliminasi : Perubahan warna urin dan feses, urin gelap,
feses warna liat, steatorhea, distensi abdomen
* Makanan/cairan : Anoreksia, mual, muntah, tidak toleran terhadap
lemak dan makanan pembentuk gas, regurgitasi,
nyeri epigastrik, flatus, dispepsi, BB naik/turun
* Nyeri / Kenyamanan : nyeri abdomen atas berat, dapat menyebar ke
punggung atau bahu kanan, kolik epigastrik,
nyeri lepas, Murphy signs positif.
* Pernafasan : RR meningkat, nafas pendek dan dangkal
* Keamanan : Demam, menggigil, ikterik, pruritus, mudah
berdarah ( defisiensi vitamin K ).
* Penyuluhan/Pembelajaran : kecenderungan keluarga dalam riwayat batu
empedu, adanya kehamilan/melahirkan, DM,
penyakit inflamasi usus, diskariasis darah
Doenges, M.( 1993). Nursing care plan ; Guidelines for planning and
Documenting patient care (3rd edition). FA Davis
No comments:
Post a Comment
Blog Archive
2014 (17)
o November (17)
kumpulan laporan pendahuluan (LP)
kumpulan asuhan keperawatan
LAPORAN PENDAHULUAN ASUHAN KEPERAWATAN PASIEN
DENG...
LAPORAN PENDAHULUAN ASKEP PADA KLIEN DENGAN
PERDAR...
LAPORAN PENDAHULUAN TINDAKAN GASTRIC LAVAGE
LAPORAN PENDAHULUAN ASUHAN KEPERAWATAN PASIEN
DENG...
ASUHAN KEPERAWATAN KLIEN HEMOROID
ASUHAN KEPERAWATAN DENGAN ULKUS PEPTIKUM
TINJAUAN TEORITIS ASUHAN KEPERAWATAN PADA PASIEN
D...
ASUHAN KEPERAWATAN HYPERGLYCEMIC HYPEROSMOLAR
NONC...
CONGESTIVE HEART FAILURE ANATOMI DAN FISIOLOGI SI...
PENATALAKSANAAN GAGAL JANTUNG KONGESTIF (CHF)
LAPORAN PENDAHULUAN ASKEP PADA KLIEN DENGAN
ACUTE ...
LAPORAN PENDAHULUAN ELEKTROKARDIOGRAFI
ASUHAN KEPERAWATAN PASIEN AKUT MIOKARD INFARK
LAPORAN PENDAHULUAN ASUHAN KEPERAWATAN PADA
PASIEN...
ASUHAN KEPERAWATAN DENGAN KLIEN DERMATITIS
About Me
muhammad rizal
View my complete profile
Watermark template. Powered by Blogger.