Professional Documents
Culture Documents
1. Pendahuluan
Terjadinya perubahan tantangan perdagangan global ditandai dengan perubahan
arah emerging economy market sejak tahun 1970, 1990 dan menjadi semakin jelas memasuki
tahun 2010, sehingga menyebabkan peran Indonesia dalam konteks perdagangan global
dunia menjadi semakin penting. Inter regional trade mendominasi 12% dari PDB dunia
dalam kurun 1980-2009, didukung dengan penurunan hambatan tarif dan non-tarif serta
penurunan biaya transportasi dan komunikasi. Dalam bidang transportasi terjadi perbaikan
kapasitas sarana dan prasarana, peningkatan kecepatan serta space shrinking technologies,
begitu juga dalam kancah maritim, terjadi peningkatan transaksi perdagangan domestik
maupun internasional di Indonesia setelah penetapan azas cabotage tahun 2005, meskipun
belum dirasakan peningkatan pelayanan prasarana secara signifikan khususnya di wilayah
yang belum berkembang industri dan perdagangannya.
Dengan besarnya potensi Indonesia tersebut bukan hal yang tidak mungkin
Indonesia menjadi Poros Maritim Dunia. Indonesia Poros Maritim Dunia merupakan salah
satu visi yang disampaikan oleh Presiden Indonesia saat ini yaitu Joko Widodo. Dengan
dicanangkannya visi tersebut seakan-akan meberi angin segar untuk kebangkitan
kemaritiman di Indonesia. Hal yang sangat menarik memang jika berbicara tentang
kemaritiman di Indonesia. Hal tersebut dikarenakan history atau sejarah pada zaman dahulu,
dimana dahulu seitkali tepatnya ketika zaman kerajaan, dimana 2 kerajaan besar di Nusantara
yaitu Sriwijaya dan Majapahit berhasil menjadi kerajaan di Nusantara yang mampu
menguasai kemaritiman dunia. Hal tersebut pun terus berlanjut ke kerajaan-kerajaan lain,
dimana dahulu banyak sekali kerajaan-kerajaan di Nusantara yang mampu menguasai
perdagangan dunia, melalui kemaritiman. Namun, sejarah tersebut secara perlahan
terlupakan, dimana pola pikir Indonesia Negara Maritim, secara cepat berubah menjadi
Indonesia Negara Agraris. Dan sejak saat itu pun kemaritiman di Indonesia pun seakan
dilupakan, dan segala macam pembangunan semua terfokus ke daratan. Namun, ketika
Presiden Joko Widodo mencoba mencanangkan kembali Indonesia Poros Maritim Dunia,
dunia kemaritiman Indonesia pun seakan-akan kembali dari tidurnya. Sekarang
pembangunan di sektor maritim menjadi tidak dilupakan lagi.
2.1 Konsep Wilayah Depan & Wilayah Dalam, dan Jaringan Sistem Logistik Nasional
Terbukanya akses regional melalui implementasi konsep tol laut dapat memberikan
peluang industri kargo/logistik nasional untuk berperan dalam distribusi internasional,
dimana saat ini 40% melalui wilayah Indonesia. Untuk menjadi pemain di negeri sendiri
serta mendukung asas cabotage serta beyond cabotage, maka saat ini Pemerintah telah
menetapkan dua pelabuhan yang berada di wilayah depan sebagai hub-internasional, yaitu
pelabuhan Kuala Tanjung dan pelabuhan Bitung. Dengan posisi pelabuhan hub internasional
di wilayah depan maka kapal yang melakukan ekspor/impor dengan Indonesia akan berlabuh
di wilayah depan. Untuk melanjutkan distribusi logistik ke wilayah dalam akan
menggunakan kapal berbendera Indonesia/lokal. Konsep tersebut tidak hanya akan
meminimalisir pergerakan kapal dagang internasional (saat ini masih didominasi kapal
berbendera asing) di wilayah dalam Indonesia, namun juga meminimalisir penetrasi produk
asing hingga wilayah dalam Indonesia.
. Jika dilihat kondisi geografis, data empirik tentang luas wilayah laut Indonesia
adalah 64,97% dari total wilayah Indonesia, yang jika diuraikan adalah : (a) Luas Lautan
= 3.544.743,9 km (UNCLOS 1982), (b) Luas Laut Teritorial = 284.210,90 km, (c)
Luas Zona Ekonomi Ekslusif = 2.981.211,00 km, dan (d) Luas Laut 12 Mil =
279.322,00 km, inilah data yang menunjukkan betapa luasnya laut Indonesia Namun,
populasi nelayan yang ada di seluruh wilayah Indonesia sangatlah tidak sebanding
dengan luasnya lautan Negara, hal ini tidak mengherankan karena dua per tiga wilayah
I.ndonesia adalah lautan yang memiliki potensi perikanan terbesar di dunia. Secara
keseluruhan jumlah nelayan di Indonesia diperkirakan sebanyak 2,17 juta (hanya 0,87
persen dari jumlah tenaga kerja Indonesia). Diantaranya ada sekitar 700.000 lebih
nelayan yang berstatus bukan sebagai kepala rumah tangga. Sebagian besar nelayan
tinggal tersebar di 3.216 desa yang terkategori sebagai desa nelayan (yaitu area yang
mayoritas penduduknya berprofesi sebagai nelayan). Provinsi dengan jumlah nelayan
paling banyak di Indonesia adalah Provinsi Jawa Timur (mencapai lebih dari 334.000
nelayan), diikuti Jawa Tengah (lebih dari 203.000 nelayan) dan Jawa Barat (sekitar
183.000 nelayan). Sulawesi Selatan, Sumatera Utara, dan Aceh berturut-turut menjadi
provinsi dengan jumlah nelayan terbanyak ke-4, ke-5, dan ke-6 di Indonesia. Jumlah
nelayan paling sedikit ditemui di Provinsi Daerah Istimewa Yogyakarta dan Maluku
Utara.
Menurut survei BPS (Badan Pusat Statistik) hasil sensus 2003-2013, jumlah nelayan
tradisional turun dari 1,6 juta menjadi 864 ribu rumah tangga. Sementara nelayan
budidaya justru naik, dari 985 ribu menjadi 1,2 juta rumah tangga. Kondisi eksisting
diatas diperkuat dengan pernyataan Presiden Republik Indonesia dalam rapat terbatas
membahas pengembangan potensi ekonomi Kepulauan Natuna di kantor Presiden di
Jakarta, Rabu, 29 Juni 2016: Perikanan di Natuna hanya 8,9 persen dari potensi yang
kita miliki. Ini perlu dipercepat lagi sehingga bisa mendatangkan manfaat bagi kita,
Ketika mata pencaharian sebagai nelayan tidak lagi menguntungkannya maka sudah
pasti tidak akan ada lagi masyarakat yang mau berprofesi sebagai nelayan di kemudian
hari. Inilah mungkin satu faktor yang menjadiobstacle bagi mereka yang berprofesi atau
yang ingin berprofesi sebagai nelayan, yaitu antara lain : (1). Rendahnya supply dan
demand yang terjadi saat ini, (2) tidak memadainya peralatan tangkap sehingga
tidak mampu bersaing dengan nelayan asing yang memakai peralatan tangkap lebih
modern, (3) sumberdaya manusia yang memiliki kemampuan pemanfaatan Iptek dan
pemahaman tentang inovasi yang rendah, sampai dengan dikotomi eksplorasi yang
hanya berpihak di daratan saja merupakan sekelumit masalah umum yang dialami oleh
nelayan Indonesia. Fakta yang sangat memprihatinkan adalah catatan tentang rendahnya
kemampuan nelayan sehingga hasil hasil tangkap perikanan mengalami penurunan
drastis.
Jumlah nelayan tradisional menurut survei BPS hasil sensus 2003-2013 dimana
jumlah nelayan tradisional turun dari 1,6 juta menjadi 864 ribu. Dari data tersebut
jumlah nelayan usia tua lebih banyak dibandingkan dengan usia muda sehingga data ini
memberikan fakta bahwa tidak adanya lagi minat generasi muda untuk menjadi nelayan.
Didepan mata persoalan nelayan semakin memprihatinkan ketika banyak anak muda
yang kemudian tidak ingin lagi menjadi nelayan dan lebih memilih menjadi tenaga
buruh dikota-kota besar, terlebih lagi persoalan nelayan belum mendapat perhatian dan
keberpihakan kebijakan pemerintah yang terjadi adalah : (1) semakin berkurangnya
SDM yang produktif, (2) tidak tersedianya jaminan akses modal, (3) tidak tersedianya
jaminan akses pasar, (4) sarana infrastuktur yang tidak memadai, dan (5) tidak tersedia
teknologi yang memadai yang Jika hal ini terus terjadi maka akan menjadi bencana atas
ketersedian pangan.
Luas ekosistem terumbu karang di Indonesia mencapai 85.707 km2 (18% dari total
luas terumbu karang di dunia), 10 ekosistem terumbu karang terindah dan terbaik di
dunia, 6 berada di Indonesia meliputi Raja Ampat, Wakatobi, Taka Bone Rate, Bunaken,
Karimun Jawa dan PulauWeh). Komunitas mangrove terluas di dunia, yaitu 4,25 juta ha
atau 27% dari luas hutan mangrove dunia (15,9 juta ha ) dan 236 jenis ikan hias terdapat
di perairan Indonesia.
Penyebaran Destinasi Surfing Indonesia antara lain terdapat di daerah:
1. Sumatera meliputi Nias, Bawa, P. Ase, P. Sorake, P. Mentawai
2. Jawa meliputi P. Panaitan, P. Deli, Baya, pelabuhan Ratu, TG. Genteng,
Tanjung Kuncur
3. Bali meliputi Madewi, Balian, Canggu, Padma, Kuta, Balangan, Uluwatu,
Nyangnyang, Nusa Dua, Tandjung Sanur, Padang Galak, Kateweel, Lebih,
Nusa Lembongan, Padang Bai
4. Nusa Tenggara meliputi P. Safari, Bangko-Bangko, Belongas, Selongas, Selong
Belanak, Ayan, Grupuk, Gili Inus, Ekas, Labuhan Jahi, Senggigi, Gili
(Trawangan dan Meno), Silung Belanak, Pasona.
Selain memiliki penyebaran destinasi surfing, Indonesia juga memiliki destinasi Diving
yang terdapat di:
1. Sumatera meliputi Bintan, Sabang
2. Jawa meliputi Ujung Kulon, Krakatau, P. Seribu
3. Bali meliputi Menjangan, Tulamben, Cemeluk, Candi Dasa, Padang Bai, Nusa
Dua, Nusa Penda, Sanur, Pemuteran
4. Sulawesi meliputi Manado Tua, Bunaken, Montehage, Bitung, Sangihe, Talaud,
Ujung Pandang, Tukang Besi (Wakatobi), P. Togian, Sangalaki, Kakaban, P.
Siau
5. Maluku meliputi Ambon, Banda, Pindito
6. Irian meliputi Ayu, Asia, Mapia, Padaido, Sorong, Manokwari, Cendrawasih,
Waigeo-Batanta
7. Nusa Tenggara meliputi Gili (Trawangan, Meno, Air), Komodo, Lembata,
Kupang, Roti, Maumere, Alor.
Begitu juga dengan penyebaran destinasi fishing di Indonesia Tersebar Mulai Dari
Nanggroe Aceh Darussalam (Pulau Weh), Hingga Sulawesi Selatan (Kepulauan
Takabonerate). Yang Tak Kalah Pentingnya, Ialah Penyebaran Destinasi Kapal Pesiar
Indonesia meliputi Sumetera Utara (Belawan), Sumatera Barat (Teluk Bayur), Jawa Tengah
(Tanjung Emas), Bali (Benoa, Padang Bai), Sulawesi Utara (Bitung), Sulawesi Selatan (Pare-
Pare, Makassar), Nusa Tenggara Timur (Komodo, Kupang, Riung, Larantuka) hingga Papua
(Biak, Jayapura).
Dengan potensi dan beragam wisata bahari yang dapat dikembangkan di Indonesia,
ditaksirkan mampu menghasilkan nilai ekonomi mencapai 20 Miliar dolar AS setiap
tahunnya (Rokhmin Dahuri Institute, 2015).
6. Kebijakan yang Pro Bisnis. INSA meminta ada equal treatment antara industri
pelayaran di luar negeri dengan industri pelayaran dalam negeri.
7. Skema term of trade untuk ekspor menggunakan CIF dan untuk Impor
menggunakan FOB.
2010-2025
1 Adanya galangan kapal nasional yang memiliki fasilitas produksi berupa building
berth/graving dock yang mampu membangun kapal dan mereparasi kapal/docking
repair sampai dengan kapasitas 300.000 DWT untuk memenuhi kebutuhan di dalam
maupun luar negeri (world class industry).
2 Meningkatnya kemampuan industri perkapalan/galangan kapal nasional dalam
membangun kapal untuk berbagai jenis dan ukuran seperti Korvet, Frigate, Cruise Ship,
LPG Carrier dan kapal khusus lainnya.
3 Meningkatnya pertumbuhan dan perkembangan industri komponen kapal nasional
untuk mampu men-supply kebutuhan komponen kapal dalam negeri. Pusat Desain dan
Rekayasa Kapal Nasional (PDRKN)/National Ship Design and Engineering Centre
(NaSDEC) semakin berkembang dan semakin kuat dalam mendukung industri
perkapalan/galangan kapal nasional.
Jika melihat besarnya potensi industri perkapalan nasional harusnya kita mampu
memenuhi kebutuhan kapal domestik. Namun, dilapangan berkata lain, sebagai negara yang
menahbiskan diri sebagai negara poros maritim, kebutuhan kapal domestik masih saja
bergantung pada produk kapal dari luar negeri.
Dan hal tersebut pun benar-benar menjadi sebuah perhatian besar untuk pemerintah,
terutama Presiden Joko Widodo. Oleh karena itu, Presiden pun menetapkan pelarangan
impor produk kapal di dalam negeri. Presiden Joko Widodo pun berpendapat Galangan
kapal kita siap. Sampai (kapal ukuran, red) 17.500 (DWT) saja siap. Industri galangan kapal
kita siap. Sehingga dalam ratas (rapat terbatas) saya perintahkan pemerintah tidak boleh lagi
pesan kapal dari luar negeri, tidak boleh impor. Buat sendiri di Indonesia. Kita harus
utamakan industri dalam negeri terlebih dahulu. Kebiasaan impor sudah tidak sustainable
Dengan kebijakan yang ditetapkan oleh Presiden agar industri maritim bisa
bergantung pada produk kapal dalam negeri, maka terbuka lebar peluang industri galangan
kapal nasional untuk bertumbuh. Peluang tersebut sebenarnya sudah mulai terbuka ketika
azas cabotage mulai diberlakukan beberapa tahun silam.
Sebenarnya industri terkait kemaritiman dan kelautan di dalam negeri tak perlu
khawatir soal pasokan kapal. Pasalnya seperti disampaikan oleh Menteri Perindustrian Saleh
Husin baru-baru ini, terdapat sekitar 250 galangan kapal di dalam negeri, yang sanggup
memproduksi kapal hingga kapasitas 1,2 juta dead weight tonnage (DWT) termasuk untuk
mereparasi kapal dengan kapasitas yang sama.
Namun, untuk mewujudkan hal tersebut masih ada banyak masalah-masalah yang
harus diselesaikan, diantaranya adalah Dalam memproduksi kapal, banyak komponen yang
dibutuhkan, diantaranya komponen utama dan komponen pendukung yang tersedian di
dalam negeri sangat terbatas guna pemenuhan standar yang ditetapkan.
Masalah ini merupakan salah satu selain kapasitas produksi maupun fasilitas yang
usang, dukungan pendanaan serta sumber daya manusia untuk menumbuhkan dan
meningkatkan Industri Galangan. Selain itu Dari 15.300 kapal yang beroperasi di Indonesia
kapasitas galangan hanya 900, hal tersebut menjadi hambatan tersendiri bagi tumbuhnya
industri galangan di Indonesia.
Oleh karena itu, sangatlah diperlukan sekali sebuah solusi untuk permasalahan-
permasalahan tersebut. Mungkin diantara solusi tersebut adalah dengan melakukan
peremajaan terhadap fasilitas-faslitas produksi yang telah menurun untuk menunjang
produktifitas, Memacu Inovasi agar produktivitas semakin meningkat melalui konvensi
GKM (Gugus Kendali Mutu), meningkatkan kompetensi tenaga kerja, baik melalui pelatihan
training maupun bekerja secara langsung dengan cara mengirim tenaga ahli atau
mendatangkan tenaga ahli untuk proses pembangunan Kapal guna transfer of technology.
Sehingga kedepannya nanti Industri Perkapalan di Indonesia benar-benar siap dalam
menjalankan perannya sebagai salah satu penunjang tol laut dan sebagai salah satu pilar
dalam mewujudkan Indonesia Poros Maritim Dunia.
Namun, kondisi galangan kapal di Indonesia masih jauh dari target tersebut. Dari
250 dari total galangan kapal yang ada di Indonesia, hanya 6 galangan yang mampu
membangun kapal berkapasitas diatas 10000 dwt. Selain itu, kapasitas produksi industri
galangan kapal Indonesia sangat rendah. Dari data Kementerian Perindustrian, galangan
kapal di Indonesia secara umum hanya mampu membangun 126 bangunan kapal baru dan
166 reparasi berkapasitas di bawah 1000 dwt, 31 bangunan kapal baru dan 17 reparasi
berkapasitas 1.000 sampai 5.000 dwt, tujuh bangunan kapal baru dan 11 reparasi
berkapasitas 5.000 sampai dengan 10.000 dwt, 6 bangunan kapal baru dan 10 reparasi di atas
10.000 DWT. Berikut ini merupakan fasilitas galangan kapal di Indonesia.
Fasilitas yang dimiliki antara lain (2016) ;
1. Building berth ukuran sampai 50,000 DWT
2. Graving Dock kapasitas 150,000 DWT
3. Floating Dock ukuran sampai 6,500 DWT
4. Slipway ukuran sampai 6,000 DWT
5. Shiplift ukuran sampai 300 TLC.
Berdasarkan data tersebut, galangan kapal di Indonesia belum memenuhi target yang
dicanangkan oleh pemerintah. Terhambatnya salah satu bagian primer dari suksesnya
program tol laut dapat menghambat terwujudnya pemerataan pembangunan.
Galangan kapal di Indonesia memiliki permasalahan yang tak kunjung usai pada sisi
SDM. Manusia yang merupakan subyek dalam pembangunan sebuah kapal, tentunya
menjadi salah satu faktor penentu terhambat atau tidaknya pengerjaan suatu kapal.
Salah satu permasalahan tersebut adalah SDM pengelasan kapal. Permasalahan ini
merupakan permasalahan klasik yang terjadi di hampir seluruh galangan kapal Indonesia.
17
Idealnya, setiap galangan memiliki 100 tenaga kerja pengelasan. Kondisi ideal ini sangat
jauh dari realitas. Kondisi obyektif galangan kapal saat ini hanya memiliki sekitar 50 orang
per galangan sebagai tenaga kerja pengelasan. Kurangnya tenaga pengelasan sangat
berdampak dari kondisi eksisting pembangunan kapal dari segi waktu.
Permasalahan SDM yang merupakan titik vital adalah mengenai kualitas SDM
dalam bidang keteknikan. 19Galangan kapal di Indonesia mengalami kekurangan SDM yang
handal dan profesional dari segi keteknikan. Permasalahan ini merupakan permasalahan
jangka pendek yang dialami oleh galangan kapal di Indonesia. SDM yang handal merupakan
kunci utama industri galangan kapal.
Selain itu, galangan di Indonesia masih kekurangan jumlah SDM. Lulusan SMK /
STM saat ini lebih banyak dibandingkan lulusan perguruan tinggi. Ini berdampak pada
kualitas SDMnya. Lulusan SMK / STM ini di didik kembali secara otodidak sehingga
kualitas dari SDM tersebut tidak setara.
Permasalahan mendasar SDM di Indonesia adalah kurangnya etos kerja yang baik.
Jika dibandingkan dengan negara Jepang, etos kerja SDM di negara tersebut sangat
memengaruhi kemajuan industri galangan kapal.
Teknologi galangan kapal Indonesia belum dapat dikatakan maju. Satu satunya
galangan Indonesia yang menerapkan teknologi Full Block hanyalah PT. PAL yang notabene
merupakan BUMN. Namun, teknologi ini tidak didukung dengan SDM yang memadai
sehingga menyebabkan terjadinya kesalahan produksi dan menghambat produktivitas
pembangunan. Mayoritas galangan kapal di Indonesia masih menerapkan sistem semi blok.
Sistem blok adalah pembagian sebuah kapal menjadi blok blok yang akan di satukan (joint
erection). Pembuatan blok, dimulai dari middle body kapal sebagai acuan untuk bagian
depan dan belakang kapal nantinya.
.
Gambar 1: Desain Semi Block
Perbedaan antara full block dan sistem semi blok adalah sistem full block
mengintegrasikan sistem ke dalam blok blok tersebut. Sehingga pada saat join erection,
body beserta sistem dikapal tersebut menjadi satu kapal.
Untuk itu, perlu adanya peningkatan gaji agar minat untuk bekerja di galangan meningkat.
Selain kuantitas, tentunya kualitas SDM merupakan faktor penting dalam
percepatan kemajuan industri galangan kapal. 33Seorang fresh graduate perguruan tinggi
belum memiliki kapasitas yang cukup untuk dunia kerja. Seringkali ilmu yang didapatkan di
perguruan tinggi tidak sesuai dengan realita pekerjaan. Untuk itu perlu adanya pendidikan
agar sesuai dengan kebutuhan industri. Disamping itu, berbagai pelatihan bersertifikat yang
menunjang dunia kerja nanti dirasa perlu agar fresh graduate tidak kaget dengan dunia
kerja nantinya. Peran pemerintah diperlukan untuk memberikan insentif dana kepada
perguruan tinggi dalam melaksanakan pelatihan besertifikat ini.
Untuk engineer, sertifikasi dengan biaya yang terjangkau sangat diperlukan. Hal ini
disebabkan karena biaya untuk mengambil sertifikasi sangat besar. Biaya untuk tes sertifikasi
internasional dapat mencapai ratusan juta dan belum dapat dipastikan lulus. Walaupun saat
ini telah banyak pelatihan, namun dengan biaya yang mencapai 10 juta sangat memberatkan.
34
Pemerintah dapat melaksanakan standardisasi nasional tentang berbagai keahlian yang
dibutuhkan (welding inspector, dsb). Sertifikasi nasional ini diakui, dijamin kualitasnya, serta
dengan biaya terjangkau. Solusi ini dapat menyelesaikan ketergantungan terhadap sertifikasi
internasional yang mahal dan tidak memiliki kepastian lulusnya.
Jambi :
PT. Naga Cipta Sentrl
PT. Pura Gurita Karya
PT. Cahaya Murni Mega
Batam :
PT. ASL Shipyard Indonesia
PT. Nan Indah Mutiara Shipyard
PT. Pan United Shipyard
PT. Batamec Shipyard
PT. Jaya Asiatic Shipyard
PT. Britoil Offshore Indonesia
PT. Bandar Victory Shipyard
PT. Bandar Abadi
PT. Batam Expresindo Shipyard
PT. Trikarya Alam
PT. Karimun Sembawang Shipyard
PT. Palma Progress Shipyard
PT. Surya Prima Bahtera
PT. Hyundai Citra Shipyard
PT. Bahtera Mutiara Harapan
PT. Inocin
PT. Inter Nusa Jaya
PT. Kacaba Marga Marina
PT. Sumatra Timur Indonesia
PT. Dwi Rejeki Jaya Indonesia
PT. Marcopolo Marine
PT. Sentek Indonesia
PT. Perkasa Melati
PT. Dua Dua Kapuas
Wahana
PT. Megah Mulia
Bangka Belitung
PT. H&H Utama PT. Dok & Perkapalan Air
International Kantung
PT. Sarana Daya Utama PT. Timah
PT. Panrita Shipbuilding PT. Dwi Jasa Mitra
PT. Teknik Samudera PT. Sarana Marindo
Ulung
PT. Gema Cipta Bahtera
Jakarta : Balikpapan
1. PT. Amerta Marina
:
PT. Dok & Perkapalan
Perkasa
Kodja Bahari
2. PT. Balikpapan Utama
PT. Inggom Shipyard
Samarinda
PT. Daya Radar Utama 4.
PT. Marspec
3. PT. Dua Dua
PT. Megah Mulia :
5. PT. H&H Utama
PT. Wayata KencanaA. PT. Kaltim Shipyard
International
Dockyard B. 6.PT. Rejeki AbadiDaya
PT. Sarana SaktiUtama
PT. Indomarine 7. PT. Panrita Shipbuilding
C. 8.PT. Manumbar
Samarinda :
PT. Karya Teknik Utama
PT. Sarana Laut Pawitraz
Kaltim
PT. Teknik Samudera
D. PT. Bengkel
Ulung Merdeka
PT. Kaltim Shipyard PT. Samudera Marine 9. PT. Gema Cipta Bahtera
E. PT. Teluk Bajau Kaltim
Indonesia
PT. Rejeki Abadi Sakti
PT. Manumbar Kaltim
Palembang
PT. Bengkel Merdeka :
A. PT. Intan Sengkunyit
B. PT. Dok&Perkapalan Kodja Semarang/Tegal
Bahari PT. Jasa Marina Indah
C. PT. Mariana Bahagia
PT. Dok & Perkapalan Kodja Bahari
PT. Galkap Tirtamas Menado :
D. PT. SAC Nusantara PT. Tegal Shipyard Utama A. PT. Industri Kapal
PT. Tirta Raya Mina
E. PT. Dok Karang Sumatera PT. Menara Tegal
Indonesia
F. PT. Karya Makmur
G.
H.
PT. Nirwana Indah
PT. Hidup Sejahtera
Papua/Sorong
A. PT. Pertamina
I. PT. Galpin
Surabaya : B. PT. Navigasi
Papua/Sorong PT. PAL Indonesia C. PT. Usaha mina
PT. Dok & Perkapalan
PT. Pertamina Surabaya
PT. Dumas Tanjung Perak
PT. Navigasi
PT. Usaha mina
Shipyard Maluku :
PT. Adiluhung Segara Balikpapan :
PT. Najatim Dockyard 1. PT. Dok & Perkapalan
Waiame
Utama 10.
2. PT.
PT. Amerta Marina
Perum Perikani
Jakarta :
PT. Dewa Ruci Agung 3.
PT. Bayu Samudera Sakti
Perkasa
PT. Seramu Jaya Prima
11. PT. Balikpapan Utama
I.1 PT. Dok & Perkapalan Kodja
I.2
Bahari
PT. Inggom Shipyard
Samarinda
PT. Ben Sentosa 12. PT. Dua Dua
13. PT. Megah Mulia :
G. 14.PT. Kaltim
PT. H&H Utama
Shipyard
I.3
I.4
PT. Daya Radar Utama
PT. Marspec Jambi : Makasar : International
H. 15.PT. Rejeki AbadiDaya
PT. Sarana SaktiUtama
I.5 PT. Wayata Kencana Dockyard 1. PT.PT.Panrita
IndustriShipbuilding
Kapal
I.6 PT. Indomarine A. I. 16.
PT. Naga Cipta Sentrl PT. Manumbar
Indonesia Kaltim
17. PT. Teknik Samudera
I.7 PT. Karya Teknik Utama B. J. 2.PT. Bengkel
PT. Pura Gurita Karya PT. Perikanan
Ulung Merdeka
I.8 PT. Sarana Laut Pawitraz
I.9 PT. Samudera Marine Indonesia C. Mega18.
PT. Cahaya Murni K. Samudera
PT. BesarBahtera
Gema Cipta
PT. Teluk Bajau Kaltim
Maluku : Menado :
4. PT. Dok & Perkapalan
Waiame
5.
6.
PT. Perum Perikani
PT. Seramu Jaya Prima
PT. Industri Kapal
Indonesia Menado :
B. PT. Industri Kapal
Indonesia
Dengan tidak meratanya galangan kapal di Indonesia, akan berakibat pada biaya
dan waktu ketika kapal melakukan reparasi. Kapal yang berlayar di timur Indonesia harus
menuju wilayah barat Indonesia untuk melakukan reparasi. Biaya yang dikeluarkan serta
waktu yang ditempuh untuk perjalanan ini menyebabkan rendahnya minat investasi dan
pelayaran untuk wilayah timur Indonesia.
Selama ini minat swasta dalam berinvestasi di bidang industri maritim sangat kecil.
Ini disebabkan karena panjangnya jangka investasi, regulasi yang berbelit belit, serta suku
bunga yang tinggi. Pemerintahan Presiden Joko Widodo telah memangkas berbagai regulasi
untuk merangsang investasi. Ini memacu investasi di berbagai industri lain terkecuali
maritim. Perkembangan industri maritim serta galangan kapal belum terasa signifikan.
Fenomena ini tidak hanya terjadi di Indonesia, tetapi juga di Korea. 3 raksasa
industri perkapalan Korea yaitu, Hyundai Heavy Industry, DSME (Daewoo Shipbuilding and
Marine Engineering), dan Samsung Heavy Industry, bahkan memiliki beban hutang
mencapai 42.1 milliar dollar AS. Pada tahun 2016 tercatat The Koreans Big Three ini sudah
merumahkan hingga 5000 orang karyawannya. Hal yang sama juga menimpa galangan kapal
lain di Korea yaitu STX Offshore & Shipbuilding (STX O&S). Galangan kapal yang sudah
berekspansi sampai ke Eropa ini dinyatakan bangkrut oleh pengadilan Seoul.
Kondisi ini tentunya cukup berbahaya bagi galangan kapal di Indonesia. Namun,
pemerintah sebenarnya telah melakukan upaya untuk memperbaikin kondisi galangan
Indonesia yang kian kritis. Pada tahun 2015, Presiden Joko Widodo menginstruksikan setiap
kementerian yang membutuhkan kapal agar membangun kapal di galangan Indonesia.
13
Tender pengadaan 170 kapal dengan nilai proyek hampir Rp 10 triliun memberikan angin
segar untuk galangan kapal di Indonesia. Namun, proyek ini belum cukup mengingat masih
banyaknya galangan kapal yang masih sekarat.
Solusi jangka pendek mengenai kurangnya proyek pembangunan kapal di galangan
Indonesia dapat dilakukan dengan menambah instruksi untuk setiap BUMN atau
kementerian kembali membangun kapal di Indonesia. Namun, solusi ini bukanlah solusi
terbaik. Harga minyak dunia yang semakin stabil dan meninggi menjadi sebuah momentum
kebangkitan industri perkapalan. Dapat diprediksi beberapa tahun lagi kebutuhan akan kapal
laut akan meningkat kembali seiring dengan stabilnya harga minyak dunia. Untuk itu,
industri galangan Indonesia harus berani untuk membangun kapal terlebih dahulu. 30Cara ini
memang cukup beresiko, namun cara ini pernah dilakukan oleh Korea Selatan ketika
menghadapi krisis berkepanjangan tahun 1970 1990. Korsel berani mengambil langkah
jitu, yaitu menggenjot kapasitas produksinya saat dunia sedang dilanda kelangkaan order
kapal. Pada masa krisis berakhir di tahun 1990, Korsel sudah berada pada posisi paling siap.
Untuk itu, cara ini dapat diadaptasi oleh industri galangan kapal Indonesia dengan dukungan
dari pemerintah.
Program Tol Laut, mendorong kebutuhan kapal baru. Kebutuhan untuk kurun waktu
2015-2019 sebanyak 83 kapal petikemas berbagai ukuran; 500 unit kapal pelayaran rakyat;
26 unit kapal perintis (Bappenas, 2015); 73 unit kapal penjaga pantai, 60 unit kapal barang,
15 unit kapal semi peti kemas, 20 unit kapal rede, 5 unit kapal ternak, 20 unit kapal
kenavigasian (Kemenhub, 2015); 1 unit FLNG, 4 unit FPU, 3 unit FPSO, dan 1 unit FSO
(SKK Migas, 2015); kurang lebih 3280 unit kapal ikan, 9 unit kapal pengangkut ikan, dan 1
unit kapal riset perikanan (KKP, 2015); 30 unit kapal patroli (Bakamla RI); 13 unit kapal
patroli (Dit. POLAIR POLRI). Kapal juga dibutuhkan untuk pelayaran sungai, danau dan
penyeberangan, untuk keperluan Hankam dalam bentuk kapal perang, kapal selam, dan
lainnya. Sektor wisata bahari juga terus membutuhkan kapal di dalam kegiatannya. Kondisi
ini akan memerlukan komponen kapal yang tidak kecil jumlahnya dan menjadikan peluang
bagi pengembangan Industri Komponen Bangunan Kapal Dalam Negeri.
Pajak impor merupaka pajak yang wajib untuk dibayarkan ketika membeli barang dari luar
negeri. Pajak ini berlaku pula untuk industri maritim Indonesia khususnya industri galangan
kapal.
Untuk bea masuk, terdapat perhitungan dalam penentuan pajaknya dengan rumus:
Bea masuk = (CIF-50) x tarif bea masuknya
C = Cost (harga komponen)
I = Insurance (Asuransi)
F = Freight (Biaya kirim
Bea masuk dikenakan untuk barang yang berharga diatas 50 USD. Ini disebabkan
barang yang berharga di bawah 50 USD dianggap hadiah sehingga tidak dikenakan bea
masuk. Tarif bea masuk untuk komponen kapal sekitar 5 12%. Ambil contoh sebuah
galangan mengimpor engine kapal berdaya 600 HP dengan harga 15000 USD dengan
asuransi 1500 USD dan biaya kirim 3000 USD serta tarif bea masuk 5%. Sehingga tarif bea
masuk:
Bea masuk = (15000 + 1500 + 3000 50) x 5% USD
= 19450 USD x 5% USD
= 972.5 USD
Berdasarkan perhitungan ini sebuah galangan harus membayar 972.5 USD (Rp 12,642,500)
untuk bea masuk. Sedangkan untuk PPN menggunakan rumus :
PPN = ((CIF-50) + bea masuk) x 10%
Sehingga PPN impor menjadi =
PPN = (19450 USD +972.5 USD x 10%)
= 2042.25 USD
Sehingga pajak impor yang harus dibayarkan senilai 3014.75 USD atau Rp 39,191750.
Dengan biaya sebesar itu, tentunya sangat memberatkan galangan kapal yang masih
merangkak untuk berkembang. Dampak dari tinggi nya pajak impor ini adalah kurangnya
modal dari galangan yang berdampak langsung pada lambatnya pembangunan kapal di
Indonesia.
Setiap galangan membutuhkan modal dalam pembangunan sebuah kapal. Modal ini di
peroleh dari peminjaman kepada bank. Di setiap peminjamannya, bank menerapkan suku
bunga. Suku bunga adalah harga dari penggunaan uang atau bisa juga dipandang sebagai
sewa atas penggunaan uang untuk jangka waktu tertentu atau harga dari meminjam uang
untuk menggunakan daya belinya dan biasanya dinyatakan dalam persen (%).
Suku bunga yang diterapkan oleh bank di Indonesia belum berpihak kepada industri
maritim. Suku bunga untuk industri maritim masih disamakan dengan industri lainnya yang
notabene cukup tinggi. Berbeda kondisinya di Jepang, untuk industri maritim diberikan suku
bunga yang relatif kecil.
27
Suku bunga bank di Indonesia mencapai 15% berbanding terbalik dengan Jepang
yang hanya 2%. Berikut ini beberapa suku bunga negara di dunia:
Design SDM
(100% Lokal) (100% Lokal)
Hal ini menjadi problematika sendiri. Galangan kapal Indonesia terpaksa membeli
komponen dari luar negeri karena tidak adanya produsen komponen dari dalam negeri.
Selain harga yang menjadi lebih mahal karena penambahan biaya impor, waktu
pembangunan kapal pun terlambat. Ini disebabkan pengiriman sebuah komponen
membutuhkan waktu berbulan bulan. Untuk pengadaan mesin saja membutuhkan waktu
delapan sampai satu tahun. Inilah faktor vital penghambat percepatan pembangunan kapal
Indonesia.
Pajak impor merupakan faktor penting dalam rangka perwujudan percepatan pembangunan
kapal Indonesia. Tingginya pajak impor menjadi beban tersendiri bagi galangan Indonesia.
Pembayaran bea masuk impor sebesar 5% sampai 12,5% dan PPN impor sebesar 10%
menambah besar biaya pembangunan kapal hingga 17%.
Namun, PP ini kembali menimbulkan kontroversi. Berikut ini merupakan isi dari
pasal terkait:
PP ini tidak menjadi solusi dari permasalahan yang dialami galangan kapal
Indonesia sebab galangan kapal Indonesia tetap diwajibkan untuk membayar PPN impor
sebesar 10% ketika melakukan impor komponen dari luar negeri. Fakta di lapangan saat ini,
banyak galangan kapal di Indonesia mendapatkan pesanan tidak hanya berasal dari instansi
kepolisian ataupun militer. Pembebasan PPN seharusnya dilakukan untuk seluruh galangan
tanpa adanya embel embel instansi.
Namun pajak impor bukan hanya PPN, tetapi juga bea masuk. Pengenaan bea
masuk 5 12% ini memberatkan galangan. Sebenarnya pemerintah sudah berupaya untuk
menyelesaikan permasalahan ini dengan skema Bea Masuk Ditanggung Pemerintah
(BMDTP). Adapun objek dari BMDTP adalah
Barang dan bahan belum diproduksi di dalam negeri.
Barang dan bahan sudah diproduksi di dalam negeri, namun belum
memenuhi spesifikasi.
Barang dan bahan sudah diproduksi didalam negeri, namun belum mencukupi kebutuhan.
Prosedur pengajuan BMDTP sebagai berikut:
Jika dibandingkan dengan daerah lain, Batam merupakan kota yang memiliki industri
galangan kapal paling maju. Ini tidak lain disebabkan karena diberlakukannya kawasan
berikat. Menurut Peraturan Pemerintah Nomor 22 tahun 1986, yang dimaksud dengan
Kawasan Berikat (Bonded Zone) yaitu suatu kawasan dengan batas-batas tertentu di wilayah
pabean Indonesia yang didalamnya diberlakukan ketentuan khusus di bidang kepabeanan,
yaitu barang-barang yang dimasukkan dari luar daerah pabean atau dari dalam daerah pabean
Indonesia lainnya tanpa terlebih dahulu terkena pungutan bea-cukai, dan atau pungutan
negara lainnya sampai barang tersebut dikeluarkan dengan tujuan impor, ekspor atau re-
ekspor. 42Kawasan berikat diberikan berbagai kemudahan antara lain; bebas pajak
pertambahan nilai, bebas pajak penghasilan, serta bebas bea masuk. Jika kawasan berikat di
implementasikan di daerah lain, tentunya akan merangsang pertumbuhan galangan kapal di
Indonesia.
Solusi dari permasalahan ini adalah dengan membentuk bank maritim yang
memiliki suku bunga pinjam yang kecil. Dengan adanya pembentukan bank maritim, akan
merangsang investor untuk berinvestasi di Indonesia. Ini akan merangsang perkembangan
galangan kapal yang selama ini terhambat karena kurangnya modal. Di beberapa negara lain
bahkan sudah memiliki bank maritim untuk mendukung kemajuan industri galangan kapal.
Contoh negara yang telah membentuk bank maritim adalah Vietnam. Bank
maritim pada tahun 2012 menetapkan suku bunga pinjam sebesar 6% untuk pinjaman mata
uang dong dan 4.5 % untuk pinjaman mata uang dollar.
Selain itu, perlu adanya pengembangan penelitian yang di dukung dengan dana yang
memadai agar Indonesia mampu memiliki industri komponen sendiri. Dengan berdirinya
industri komponen, permasalahan waktu dan biaya yang lebih mahal dapat teratasi. Selain
itu, pengembangan industri komponen dapat menjadi solusi jangka panjang terbaik.
Salah satu Menterinya yang bergerak pada bidang perikanan yaitu Susi Pudjiastuti
juga menegaskan, Kementrian Kelautan dan Perikanan optimis mampu mewujudkan hal
tersebut. Hal ini bisa terwujud dengan dukungan dari sumber daya manusia berkualitas tinggi
yang mampu mendorong KKP sebagai salah satu pemeran utama dalam konsep ini.
Sebelumnya, Badan Perencanaan Pembangunan Nasional (Bappenas) menilai ada dua aspek
penting yang harus dibangun oleh pemerintah agar dapat mewujudkan Indonesia sebagai
Poros Maritim Dunia. Sebagaimana disampaikan oleh Deputi Bidang Kemaritiman dan
Sumber Daya Alam Kementerian PPN/Bappenas Endah Murniningtyas, kedua aspek tersebut
adalah aspek ekonomi kelautan dan kemaritiman, lalu selanjutnya aspek tata kelola.
Aspek pertama yaitu aspek ekonomi kelautan dan kemaritiman,adalah aspek yang
akan menjadi aset andalan pengembangan dan pembangunan Poros Maritim. Sedangkan,
aspek yang kedua yaitu aspek tata kelola, akan menentukan bagaimana komponen pertama
tersebut dapat dikelola dan dikembangkan arahnya untuk mewujudkan Poros Maritim Dunia.
Dua hal di atas yang kemudian secara integratif penting untuk dikelola sebagai domain
Indonesia untuk menjadi Poros Maritim Dunia, ujar Endah.
Kontribusi sektor kelautan dan kemaritiman pada saat baru sekitar 11,8 persen dari total
PDB, dan ditargetkan akan meningkat menjadi 20 persen pada 2020. Untuk mewujudkan hal
tersebut, diperlukan langkah memulai nyata dan harus diawali dengan penegasan kedaulatan,
pengembangan konektivitas laut, pengembangan regional, penguatan aspek-aspek yang
menjadi inti ekonomi, penguasaan teknologi serta penataan kelembagaan yang untuk tepat
menyongsong visi Poros Maritim Dunia.
Menurut Ketua Umum KNTI, untuk mencapai hal tersebut diperlukan penguatan
partisipasi masyarakat dalam pengawasan program perlindungan dan pemberdayaan. Untuk
itu, lanjut Rizal, pemerintah juga wajib melibatkan masyarakat dalam pengawasan kinerja
perencanaan dan pelaksanaan perlindungan pemberdayaan nelayan. Sebab di masa lalu,
pemerintah sebenarnya sudah memberikan bantuan kapal, jaring, benur. Dalam
perjalanannya terbukti gagal karena minimnya partisipasi masyarakat sejak awal, lanjutnya.
Gambaran tentang status pemanfaatan sumber daya ikan di tingkat global atau
regional tidak berbeda dengan hasil penelidan tentang hal ini yang dilakukan di tanah air.
Produksi tangkapan ikan laut Indonesia tahun 2004 telah mencapai 4 juta ton atau sekitar
63% dari perkiraan MSY sekitar 6,4 juta ton. Dari data produksi agregat nasional ini, tampak
bahwa produksi ikan masih berada di bawah potenii sumber daya yang dapat dimanfaatkan.
Akan tetapi pada tolok ukurnya bukan MSY melainkan TAC (Total Allowable Catch) yang
diperkirakan sekitar 5 jata ton, maka sebetulnya pada akhir tahun 1999 sumber daya ikan laut
Indonesia telah dimanfaatkan sekitar 74% dari potensi yang tersedia.
Tahun 2008 produksi perikanan nasional mencapai 8,6 juta ton. Produksi
akuakultur mencapai 3,5 juta ton dan perikanan tangkap sebesar 5.1 juta ton. Kontribusi
perikanan tangkap sebesar 5,1 juta ton berarti sekitar 83% perikanan laut Indonesia telah
dieksploitasi penuh jika tolok ukurnya adalah MSY. Namun jika menggunakan perkiraan
TAC, maka perikanan laut Indonesia telah mengalami kelebihan tangkap (over fishing).
Tingkat pemanfaatan sumber daya ikan laut yang telah mencapai 83 % (Perkiraan
MSY) sebenarnya telah melewati batas maksimal jumlah ikan yang ditangkap, karena
berdasarkan tanggung jawab komitmen Internasional mengenai perikanan yang dibuat FAO
dalam CCRF (Code of conduct for Reyparisible Fisheries) hanya sekitar ikan yang beleh
ditangkap, ltu berarti perikanan laut Indonesia telah ditangkap melebihi 3% pada tahun 2008.
Perkiraan MSY tidak berbeda dengan kenyataan di lapangan. Perairan Laut Jawa,
Selat Malaka, Selat Makassar dan Laut Flores berindikasi telah mencapai status tangkap
penuh (full-fishing) atau bahkan tangkap lebih (over Fishing). Selain itu, sumber daya udang
di Laut Arafura diindikasikan telah mencapai status tangkap penuh. Sementara itu, sumber
daya tuna dan cakalang di perairan utara timur Indonesia cenderung telah dimanfaatkan
secara penuh dilihat dari semakin berkurangnya produksi, semakin kecilnya ukuran ikan
yang ditangkap, dan semakin jauhnya daerah penangkapan (fishing ground).
Kondisi bahwa sumber daya perikanan laut Indonesia telah dimanfaatkan secara
penuh dapat juga dilihat dari komposisi jenis ikan yang ditangkap, ikan yang berharga murah
dan yang lebih rendah derajatnya dalam rantai makanan (food chain) mendominasi
komposisi produksi ikan. Indikator yang paling jelas pada akhir-akhir ini adalah munculnya
ubur-ubur sebagai jenis hayati laut yang tinggi produksinya.
Kemunculan ubur-ubur dalam jumlah yang sangat banyak di suatu perairan, tidak
seperti biasanya, sering mengelabui nelayan sebagai suatu potensi baru yang perlu
dimanfaatkan. Padahal secara biologis, booming (melimpah)-nya ubur-ubur ini adalah
indikator bahwa pemangsanya, yaitu ikan-ikan yang lebih besar dan lebih tinggi derajatnya
dalam rantai makanan, telah berkurang karena menjadi sasaran dan target penangkapan
nelayan.
Melihat indikasi indikasi ini, sebetulnya perairan laut Indonesia dengan sumber daya ikannya
telah berada pada kondisi kritis (Nikijuluw 2002) kenyataan ini memaksa negara-negara di
dunia, termasuk Indonesia, untuk meningkatkan produksi perikanan melalui kegiatan
akuakultur. Pada tahun 2007, produksi perikanan dunia mencapai 143 juta ton terdiri dari 91
juta ton berasal dari kegiatan penangkapan dan 52 juta ton dari usaha akultur
Ini berarti, kontribusi akuakultur untuk produksi Perikanan dunia telah mencapai
sekitar 36%. Produksi perikanan dari kegiatan akuakultur diperkirakan terus meningkat
beriringan kecenderungan menurutinya produksi perikanan tangkap. Selain akuakultur, salah
satu cara yang perlu dilakukan adalah pening katan stok (stock enhancement) ikan
laut melalui kegiatan restoking (restocking). Di negara-negara maju seperti AS, Jepang,
RRC, dan negara-negara Eropa yang teknologi akuakulturnya sudah maju, telah
mengintegrasikan kegiatan akuakultur dengan perikanan tangkap, yakni kegiatan restoking
ikan di suatu perairan.
Kegiatan ini bertujuan meningkatkan stok ikan di perairan tersebut dalam rangka menaikkan
pendapatan para pelaku perikanan tangkap (nelayan) dan pelestarian ikan tersebut. Kegiatan
ini dilakukan secara reguler dan terus-menerus dengan menggunakan benih yang dihasilkan
dari kegiatan akuakultur. Dengan cara ini stok ikan laut dapat ditingkatkan, produksi
perikanan laut meningkat, habitat dan sumber daya ikan dikonservasi, sekaligus
meningkatkan pendapatan nelayan dan petani ikan.
Ilustrasi Global Trade Flow and Indonesia Context (Maersk, 2014) menggambarkan
potensi pemanfaatan wilayah laut Indonesia cukup tinggi mengingat perkembangan aktivitas
ekonomi/perdagangan khususnya di wilayah Eropa, Afrika dan Asia Pasifik yang tidak lagi
mengenal batas negara sehingga menyebabkan tingginya kebutuhan transportasi mendukung
rantai pasok global.
Oleh sebab itu perlu segera dirumuskan sebuah kebijakan nasional untuk
memanfaatkan rantai pasok global melalui peningkatan peran transportasi logistik
memanfaatkan transportasi laut yang efisien. Berdasarkan perhitungan pakar maritim
Indonesia diperkirakan sekitar 90% perdagangan international diangkut melalui laut,
sedangkan 40% dari rute perdagangan internasional tersebut melewati Indonesia. Angka
yang luar biasa. Hal ini berarti, Indonesia sampai kapanpun akan menjadi tempat strategis
dalam peta dunia.
Contoh ke 2 yaitu Konektivitas menjadi kunci dalam menjawab tantangan Globalisasi
Ekonomi.
Transportasi laut saat ini digunakan oleh sekitar 90% perdagangan domestik dan
internasional sehingga pengembangan kapasitas dan konektivitas dari pelabuhan sangat
penting bagi penurunan biaya logistik dan pemerataan pertumbuhan nasional. Telah
diketahui bahwa biaya jasa layanan transportasi laut logistik sebelumnya belum dapat
berkompetisi dengan negara tetangga.
Saat ini transportasi angkutan laut domestik masih terpusat melayani wilayah yang
memiliki aktifitas ekonomi tinggi yaitu di wilayah Barat Indonesia meskipun karakteristik
kepulauan di wilayah Timur Indonesia telah menjadikan transportasi laut sebagai tulang
punggung aktivitas pergerakannya saat ini.
Konsep tersebut dikenal sebagai konsep pembangunan ship follow the trade dimana
konsep tersebut memiliki daya ungkit yang tinggi terhadap percepatan pertumbuhan ekonomi
nasional. Namun untuk mewujudkan pemerataan, diperlukan pembangunan dengan konsep
ship promote the trade, dimana pembangunan konektivitas di wilayah Timur Indonesia
diharapkan mampu meningkatkan aktivitas ekonomi dan perdagangannya. Pengembangan
pelayanan transportasi laut sebagai tulang punggung distribusi logistik yang menghubungkan
wilayah Barat dan Timur Indonesia diharapkan mampu menurunkan biaya logistik sehingga
mempercepat pertumbuhan ekonomi disertai terwujudnya pemerataan.
Melalui sinergi implementasi konsep Tol Laut diharapkan berdampak terhadap terciptanya
keunggulan kompetitif bangsa, terciptanya perkuatan industri nasional di seluruh hinterland
pelabuhan strategis, serta tercapainya PDB tertinggi di Asia Tenggara yang disertai
pemerataan nasional dan disparitas harga yang rendah.
Dan memakai konsep wilayah depan dan wilayah dalamterbukanya akses regional melalui
implementasi konsep tol laut dapat memberikan peluang industri kargo/logistik nasional
untuk berperan dalam distribusi internasional, dimana saat ini 40% melalui wilayah
Indonesia. Untuk menjadi pemain di negeri sendiri serta mendukung asas cabotage serta
beyond cabotage, maka saat ini Pemerintah telah menetapkan dua pelabuhan yang berada di
wilayah depan sebagai hub-internasional, yaitu pelabuhan Kuala Tanjung dan pelabuhan
Bitung
Memakai sistem logistik nasional Dengan posisi pelabuhan hub internasional di
wilayah depan maka kapal yang melakukan ekspor/impor dengan Indonesia akan berlabuh di
wilayah depan.
Untuk melanjutkan distribusi logistik ke wilayah dalam akan menggunakan kapal berbendera
Indonesia/lokal. Konsep tersebut tidak hanya akan meminimalisir pergerakan kapal dagang
internasional (saat ini masih didominasi kapal berbendera asing) di wilayah dalam Indonesia,
namun juga meminimalisir penetrasi produk asing hingga wilayah dalam Indonesia. Berikut
contoh gabarnya
Keadaan disebabkan pelaku industri jasa pelayaran cenderung membeli kapal bekas
guna menekan biaya investasi dan depresiasi. Oleh sebab itu, kebijakan strategis
pengutamaan pembangunan kapal di dalam negeri perlu direalisasikan untuk mengambil
peluang dari kebutuhan peremajaan dan penambahan berbagai jenis/ukuran kapal. Untuk
merealisasikan hal terebut, maka diperlukan: 1. Pembangunan galangan kapal baru yang
berteknologi canggih dan effisien di wilayah yang tersebar. 2. Penyusunan payung hukum
agar dapat dikembangkan Galangan Kapal milik Pemerintah. 3. Insentif dan perhatian khusus
dari pemerintah (Kementerian Perindustrian) untuk meningkatkan kapasitas dan kualitas
industri galangan kapal nasional.
Indonesia merupakan negara maritim, negara yang memiliki wilayah laut yang
sangat luas. Hampir 2/3 wilayah Indonesia merupakan perairan, dan 1/3 wilayahnya
merupakan daratan dalam bentuk kepulauan. Sehingga sudah sepatutnya bahwa masyarakat
Indonesia bergantung pada kehidupan laut, mencari nafkah dari laut , bergerak dan berpindah
memanfaatkan laut. Namun pada kenyataannya saat ini Indonesia masih belum
memanfaatkan potensi dari sumber daya yang ada di laut milik Indonesia sendiri. kita sudah
terlalu lama memunggungi laut, ungkap Presiden Jokowi ketika menyampaikan impiannya
menggerakan proyek tol laut, dimana tol laut ini diharapkan menjadi penggerak roda
perekonomian Indonesia di bidang maritime, serta dapat menyeimbangkan perekonomaian
yang saat ini masih berpusat di Indonesia bagian barat menuju ke Indonesia bagian timur.
Sebenarnya sebelum dicetuskan adanya nama tol laut ini, Indonesia sudah memiliki proyek
serupa yang digagas oleh pt. pelni yaitu diberi nama dengan pendulum nusantara. Pendulum
nusantara ini berkerja dengan cara membuat jalur distribusi barang dan manusia dari
Indonesia bagian barat ke Indonesia timur begitu sebaliknya diibaratkan sebagai sebuah
pendulum besar. Namun kurangnya minat dan antusiasme dari pemerintah menyebabkan
tidak berkembangya proyek ini, padahal untuk proyek daerah perintis seperti ini , peran
pemerintah sangat lah besar sebagai pemicu terjadinya perdagangan di daerah perintis
tersebut.
Dalam membahas kondisi maritime Indonesia di bidang perdagangan saat ini mari
kita sedikit mengilas balik kondisi maritime Indonesia pada zaman dahulu kala. Perdaganan
maritime sudah ada sejak lama, sejak ditemukannya perahu layer sebagai alat transportasi
laut yang paling mutakhir maka perpindahan penduduk dari satu tempat ke tempat yang lain
di berbagai belahan dunia. di belahan dunia utara bangsa Viking sudah memulai perdaganan
dengan mengandalkan transportasi laut seperti kapal. Selain itu ada juga bangsa eropa yang
menjelajah dunia untuk menemukan sesuatu yang baru dan membuktikan bumi itu bulat,
serta mengadakan perdagangan pada tiap tempat yang dikunjunginya. Tidak terkecuali di
asia tenggara, bangsa-bangsa dan kerajaan-kerajaan yang ada di Asia tenggara telah memulai
perdagangan maritime antar bangsa.
Asia Tenggara merupakan sebuah kawasan yang berada pada bagian selatan benua
Asia. Konsep penamaan Asia Tenggara ini muncul setelah Perang Dunia II. Asia Tenggara
sudah dimasuki oleh ajaran Hindu pada awal Masehi, maka dari itu agama Hindu sangat
lekat dengan masyarakat Asia Tenggara. Selain dengan India, wilayah ini pun membia
hubungan baik dengan Cina. Cina merupakan kerajaan yang begitu berjaya. Mereka begitu
percaya diri bahwa hanya mereka satu-satunya bangsa yang beradab pada waktu itu.
Hubungan dagang Asia Tenggara dapat dilihat dengan jelas dan diawali pada
hubungannya dengan Cina. Para ilmuwan berpendapat bahwa penggerak utama kurun niaga
di Asia Tenggara ialah dengan berkuasanya Kaisar Yong Le dari Dinasti Ming di Cina.
Sebelumnya, Cina menutup diri dengan tidak melakukan perdagangan dengan sembarangan,
hanya wilayah yang mau tunduk pada Cina saja yang boleh berdagang dengan Cina. Pada
1406 Kaisar Yong Le mengirimkan sebuah ekspedisi yang dipimpin oleh Laksamana muslim
yang bernama Cheng Ho. Tujuan dari Ekspedisi ini ialah untuk menjalin hubungan baik
dengan negeri-negeri disekitar Cina, termasuk Asia Tenggara. Cheng Ho mengunjungi
wilayah Asia Tenggara, khususnya wilayah nusantara. Di tempat-tempat yang disinggahi
Cheng Ho, terdapat peninggalan-peninggalan berupa masjid yang kini diubah menjadi
kelenteng dan masyarakat etnis Cina yang sampai sekarang masih ada.
Rempah-rempah (Cengkeh, Lada dan Pala) merupakan komoditi yang paling dicari pada
kurun niaga di Asia Tenggara. Orang-orang Eropa membutuhkan rempah-rempah sebagai
penghangat dan penyedap rasa. Sejak Konstantinopel jatuh ke tangan Turki Ustmani maka
orang-orang Barat enggan berdaganag dengan para penguasa Islam. Mereka mencari sendiri
pulau penghasil rempah-rempah. Menurut literature-literatur sejarah, Portugis ialah bangsa
Eropa yang menjadi pelopor penjelajahan samudera untuk mencari rempah-rempah. Portugis
akhirnya menemukan Malaka pada tahun 1511. pada waktu itu Malaka buklan sebagai
penghasil rempah, namun hanya sebagai tempat berdagang. Penghasil rempah ada di
Maluku. Dari Maluku, rempah diangkut ke pantai utara Jawa lalu baru dibawa ke Malaka
untuk diperdagangkan. Di Malaka berkumpul para pedagang dari berbagai Negara seperti
dari Cina, India, Arab dan Eropa. Para pedagang asing ini lantas mengangkut rempah melalui
samudera Hindia hingga ke melintasi laut Arab. Perjalanan bercabang dua yaitu melalui Selat
Ormuz atau Teluk Aden. Jika melalui Ormuz, maka rempah akan dibawa ke teluk Persia.
Membahas tentang kondisi perdagangan nasional, banyak sekali pokok bahasan yang
dapat dikaji secara luas dan menyeluruh seperti misalnya definisi dari perdagangan itu
sendiri, mengapa menggunakan jalur laut, Batasan-batasan apa saja yang mempengaruhi
perdagangan via laut, dan masih banyak yang lainnya. Factor-faktor yang mempengaruhi
perdagangan menjadi pokok bahasan dalam hal ini. Hal apa saja yang mempengaruhi
permintaan dan kebutuhan, sumber daya apa saja yang dimiliki oleh pulau yang ada di
Indonesia, serta pemerataan kebutuhan yang masih simpang di Indonesia. Berbagai hal yang
secara umum dapat dibahas disini kurang lebih akan meningkatkan kondisi ekonomi di
Indonesia.
Salah satu usaha yang dapat dilakukan pemerintah adalah menarik investor asing untuk
menanamkan modalnya di Indonesia dalam bentuk Foreign Direct Investment (FDI). Aliran
FDI yang masuk ke Indonesia pada dasarnya diharapkan mampu untuk meningkatkan
produktivitasyang pada akhirnya akan berdampak pada peningkatan pendapatan nasional
dalam bentuk Produk Domestik Bruto (PDB) maupun dalam bentuk peningkatan ekspor.
Dengan kata lain, guna meningkatkan kinerja perdagangan internasional, investasi
merupakan hal yang mutlak diperlukan. Selain itu, diperlukan pula pembangunan sector
industri dan pembangunan infrastruktur untuk mendorong daya saing produksi nasional.
Ketika terjadi peningkatan kinerja perdagangan internasional, sector industri, dan
pembangunan infrastruktur Indonesia, pada akhirnya akan meningkatkan daya saing
Indonesia yang merupakan daya tarik bagi investor asing untuk menanamkan modalnya di
Indonesia. Sektor industri yang terbuka bagi penanaman modal asing dapat pula menjadi
daya tarik tersendiri bagi investor. Aliran FDI yang diharapkan mampu meningkatkan
kapasitas produksi nasional, khususnya ekspor ternyata belum sepenuhnya dapat terwujud.
Hal tersebut disebabkan oleh orientasi FDI yang masuk ke Indonesia masih cenderung
bersifat domestik. Gubernur Bank Indonesia (2012) dalam Viva Business News (2012).
Penelitian mengenai keterkaitan antara perdagangan internasional dan FDI pun telah
banyak dilakukan baik itu di luar negeri maupun di Indonesia. Akan tetapi, hasil penelitian
yang diperolah tidak selalu sama, ada yang menyimpulkan bahwa terdapat hubungan satu
arah atau hubungan dua arah dan hubungan positif antara perdagangan internasional dan FDI
namun ada pula yang berhubungan negatif. Berdasarkan pemaparan tersebut, kajian
mengenai hubungan antara FDI dan perdagangan internasional menjadi penting untuk
dilakukan. Mengingat kedua aktivitas merupakan aktivitas perekonomian yang sangat
berpotensi memberikan kontribusi yang besar terhadap peningkatan perekonomian Indonesia
dan memiliki keterkaitan satu sama lain. Hasil penelitian ini diharapkan dapat dijadikan
sebagai salah satu bahan pertimbangan lembaga berwenang dalam mengambil kebijakan
terkait perdagangan internasional baik itu ekspor maupun impor serta FDI. Sehingga dapat
menciptakan harmonisasi kebijakan yang mampu mensinergikan kinerja perdagangan dan
FDI. Dengan adanya harmonisasi dan kesinergisan kebijakan, kedua aktivitas perekonomian
tersebut diharapkan dapat saling mendukung dan meningkatkan satu sama lain sehingga
dapat memberikan kontribusi yang lebih maksimal lagi dalam meningkatkan perekonomian
nasional.
Penelitian ini bertujuan untuk mengkaji hubungan antara perdagangan internasional dan
FDI di Indonesia periode 1996-2012. Penelitian ini menggunakan variabel perdagangan
internasional sebagai nilai total ekspor dan nilai impor yang dikhususkan pada impor barang
modal dan bahan baku/penolong, serta nilai FDI masingmasing, kemudian dibuat dalam
bentuk nyata (riil) menggunakan Indeks Harga Perdagangan Besar (IHPB) dan deflator PDB.
Penelitian ini berbeda dengan penelitian lain dalam hal penggunaan analisis inferensia yang
berbeda, cakupan periode penelitian yang berbeda serta penggunaan variable yang telah
dinyatakan dalam bentuk nyata (riil). Keseluruhan variable dianalisis dalam satuan USD juta
dan merupakan data triwulan dengan referensi waktu selama Triwulan I tahun 1996 s/d
Triwulan IV tahun 2012.
Dengan demikian periode penelitian ini mencakup Triwulan I tahun 1996 sampai dengan
Triwulan IV tahun 2012. Ada dua aspek yang menjadi focus penelitian ini yaitu pertama,
bagaimana arah hubungan perdagangan internasional dan FDI, kedua apakah hubungan
kedua variabel tersebut bersifat negatif atau positif. Fokus penelitian tersebut sejalan dengan
yang dikemukakan oleh Liu (2001) dan menyatakan bahwa terdapat dua aspek dari
keterkaitan antara FDI dan perdagangan internasional yaitu apakah FDI dan perdagangan
internasional memiliki hubungan substitusi (negatif) atau komplementer (positif), dan apakah
FDI yang menyebabkan perdagangan internasional ataukah sebaliknya.
Keterbukaan perdagangan yang dilihat dari proporsi nilai total ekspor dan impor
terhadap PDB memiliki pengaruh terhadap arus investasi asing pada suatu negara. Menurut
Skipton (2007) dalam Pramudita (2012), dampak keterbukaan perdagangan pada tingkat
investasi swasta dalam perekonomian, dalam jangka panjang berpengaruh terhadap
pertumbuhan ekonomi secara tidak langsung. Jika dibutuhkan waktu untuk melihat dampak
liberalisasi perdagangan dalam mempengaruhi perilaku investasi di pasar, maka ada alasan
untuk percaya bahwa ada lag antara liberalisasi perdagangan dan tingkat investasi swasta
dalam perekonomian.
Mayang, Rakesh dan Nigel (2007) dalam skripsinya yang berjudul FDI, Trade And
Growth, A Causal Link? menyimpulkan bahwa FDI yang masuk ke Indonesia berdampak
positif terhadap ekspor Indonesia yang sesuai dengan teori umum pembangunan dan
mengindikasikan bahwa FDI yang masuk ke Indonesia merupakan FDI vertikal. Menurut
Antoni (2008) aktivitas ekonomi antar negara dan perniagaan, terdapat dua aspek hubungan
antara FDI dengan perdagangan internasional, yaitu :
Terdapat pula penelitian lain yang menyangkal pandangan di atas. Misalnya, Dunning
(1998) seperti yang dikutip oleh Antoni (2008) yang mengatakan hubungan antara FDI
dengan perdagangan internasional adalah saling melengkapi antara satu sama lain.
Pandangan ini juga didukung oleh peneliti-peneliti lain seperti Lipsey, Blomstrom dan
Kulchycky (1988), dan Pain dan Wakelin (1998) seperti yang dikutip oleh Antoni (2008)
yang menghasilkan wujud hubungan pelengkap antara ekspor dengan FDI. Teori
perdagangan baru/modern mengidentifikasi dua faktor penentu utama dari hubungan FDI
dan perdagangan (Fontagn dan Pajot, 2000). Pertama, pengaturan perusahaan merupakan
kunci penentu. Perusahaan yang diatur secara vertikal dan menempatkan proses produksi di
negara cabang yang berbeda akan menimbulkan hubungan saling melengkapi dan
memperkuat satu sama lain antara perdagangan internasional dan FDI.
Perusahaan yang diatur secara horizontal akan menghasilkan komoditas tertentu di satu
lokasi yang kemungkinan dekat dengan pasar jika biaya transportasi relatif tinggi dan ukuran
pabrik minimum atau tidak terlalu besar. Kedua, skala ekonomi mengurangi jumlah pabrik
untuk mencapai efisiensi yang lebih besar, namun pada saat yang sama biaya transportasi dan
perdagangan menjadi hambatan insentif untuk meningkatkan jumlah pabrik. Jika perusahaan
memiliki biaya tetap yang tinggi dan masing-masing pabrik memiliki biaya tetap yang
terbatas, perusahaan diberikan insentif untuk mencari produksi dekat dengan pasar dan FDI
akan menggantikan perdagangan jika biaya transportasi merupakan faktor yang signifikan.
Banyaknya argumen tersebut kemudian disimpulkan oleh Pacheco- Lpez (2005), yang
menunjukkan bahwa ada dua hubungan kausal yang mungkin antara FDI dan impor.
Pertama, peningkatan impor dalam negara menyebabkan kenaikan arus masuk FDI ke negara
yang sama. Dia berpendapat bahwa impor menunjukkan adanya permintaan untuk
komoditas. Akibatnya, perusahaan multinasionalmungkin tertarik untuk melakukan investasi
langsung di negara tersebut untuk menghasilkan produk dalam negeri. Kedua, kehadiran
perusahaan multinasional di negara tuan rumah merangsang peningkatan impor melalui
peningkatan permintaan untuk pasokan impor, seperti bahan baku dan produk antara, serta
barang modal dari negara asal. Secara umum, aliran investasi dari luar negeri berupa FDI
akan berpengaruh terhadap produktivitas nasional. Hal tersebut disebabkan oleh terjadinya
transfer teknologi, manajemen dan keahlian yang dibawa oleh negara investor. Peningkatan
produktivitas ini akan berdampak pada peningkatan output baik itu yang dikonsumsi
domestik maupun yang diekspor.
Selain itu, FDI dapat merangsangekspor dari sektor domestik melaluiketerkaitan industri
(industries linkage) atau efek spill-over, khususnya melalui keterkaitan ke belakang, yaitu
membeli input antara buatan lokal untuk menghasilkan ekspor (Haddad & Harrison, 1993
dalam Hailu, 2010). Efek ini menciptakan stimulus permintaan yang kuat untuk perusahaan
domestik dan mempromosikan ekspor. Sebaliknya, peningkatan ekspor menyebabkan
peningkatan produktivitas. Peningkatan produktivitas berarti pula peningkatan pertumbuhan
ekonomi. Pertumbuhan ekonomi yang tinggi dapat pula menjadi salah satu daya tarik
investor untuk menanamkan modalnya. Selain itu, kinerja ekspor yang baik bisa pula
menjadi daya tarik tersendiri bagi investor asing karena menunjukkan tingkat daya saing
internasional yang baik dan terbukanya peluang untuk menanamkan modalnya pada
sektorsektor yang berorientasi ekspor tersebut.
Pada awal fase FDI, impor peralatan, mesin, penyediaan fasilitas dan ahli semua
berkontribusi terhadap peningkatan impor. Hal tersebu disebabkan oleh perusahaan FDI
yangmemiliki kecenderungan tinggi untuk mengimpor barang modal, barang antara dan jasa
yang tidak tersedia di negara tuan rumah. Pada tahap selanjutnya dari penanaman modal, jika
FDI menggunakan bahan baku local dan input produksi lokal lainnya, maka kemungkinan
tidak akan memiliki dampak merugikan yang signifikan terhadap impor. Namun sebaliknya,
jika hal itu bergantung pada bahan baku lokal, keterampilan manusia, dan asset tidak
berwujud lainnya yang berasal dari luar negeri, maka akan memberikan dampak yang
merugikan yaitu meningkatkan impor (Hailu, 2010).
Selain itu, hubungan antara impor dan jenis output FDI bisa positif atau negatif. Jika
output FDI cenderung melengkapi produk lainnya yang diimpor, maka akan mendorong
kenaikan impor. Namun, jika FDI terkonsentrasi pada industri substitusi impor, maka akan
mengurangi impor karena barang yang diimpor sebelumnya sudah dapat diproduksi di negara
tuan rumah oleh asing investor. Di sisi lain, peningkatan impor dalam suatu negara akan
mendorong perusahaan substitusi impor yang telah beroperasi dalam negeri untuk berinovasi
dan merestrukturisasi diri mereka untuk bersaing dengan rival asing, sehingga meningkatkan
efisiensi produktivitas. Peningkatan efiesiensi dan peningkatan permintaan impor pada
akhirnya dapat menarik minat perusahaan asing untuk melakukan kegiatan investasi untuk
memasok pasar (Hailu, 2010).
Pembahasan lebih lanjut mengenai perdagangan Internasional berkaitan dengan dampak
menyeluruh dan nilai ekspor impor terhadap neraca perdagangan nasional. Perdagangan
internasional adalah kegiatan jual beli barang atau jasa yang dilakukan oleh dua atau lebih
suatu negara guna memenuhi kebutuhan bersama. Dari pengertian di atas dapat kita ambil
kesimpulan bahwa kegiatan dalam perdagangan internasional yaitu suatu kegiatan jual beli
barang atau pun jasa ke luar negeri. Kegiatan membeli barang dari luar negeri disebut impor,
sedangkan menjual barang ke luar negeri disebut ekspor. Sedangkan pelaku impor disebut
sebagai importir dan pelaku ekspor disebut eksportir. Pada prakteknya, kegiatan yang ada
dalam perdagangan internasional sama dengan kegiatan perdagangan yang terjadi di dalam
negeri.
1. Perdagangan Ekspor
Ekspor biasa, yaitu pengiriman barang ke luar negeri dengan ketentuan berlaku
yang ditujukan kepada pembeli di luar negeri menggunakan letter of credits (L/C)
dengan ketentuan tertentu.
Ekspor tanpa L/C, penjual barang mengirimkan barangnya terlebih dahulu melalui
izin khusus dari departemen pedagangan.
2. Perdagangan Barter
Dirrect barter.
Switch barter.
Counter purchase.
Buy black barter.
Konsinyasi adalah penjualan dengan pengiriman barang, belum ada pembeli tertentu
di luar negeri. Penjualan-Nya dapat dilakukan melalui pasar bebas atau bursa dagang dengan
cara memakai sistem lelang.
Penyelundupan ini merupakan kegiatan yang tidak baik dan merupakan masuk dalam
tindakan kriminal. Penyelundupan sendiri terbagi menjadi 2 yaitu:
Border crossing merupakan perdagangan yang terjadi di perbatasan negara satu sama
lain, dengan persetujuan tertentu. Perdagangan macam ini bisa terjadi karena:
Ada beberapa faktor yang mendorong perdagangan internasional, di bawah ini akan
kami paparkan beserta penjelasan-Nya.
Permukaan bumi yang kita pijaki saat ini sangatlah berbeda-beda, oleh karena itulah
terjadi banyak perbedaan antara satu negara dengan negara lain, ada gersang dan ada
yang subur, ada yang bisa dihidupi oleh hewan-hewan atau tumbuhan dengan jenis
tertentu, dan sebagainya. Dari situ dapat kita ambil contoh pada tumbuhan kurma yang
hanya bisa tumbuh baik di tanah Arab saja. Adanya perbedaan sumber daya alam yang
berbeda sangat mendorong terjadinya perdagangan internasional pada negara yang
bersangkutan, demi memenuhi kebutuhan negara tersebut.
Dalam hal ini bisa bercermin di negara kita, bahwa tidak semua negara yang
mempunyai banyak sumber daya alam mampu memproduksi dan memenuhi kebutuhan-
Nya sendiri. Berbiacara mengenai sumber daya alam tentunya Indonesia paling pertama.
Walau mempunyai wilayah yang luas dan mampu menghasilkan beras, Sampai saat ini
Indonesia belum bisa memenuhi kebutuhan nasional, bahkan sampai impor dari negara-
negara dengan wilayah yang tak sebanding seperti Thailand misal.
Pengertian hubungan diplomatik adalah hubungan resmi antara satu negara dengan
negara lain. Perdagangan internasional tidak akan terjadi apabila negara-negara tersebut
tidak memiliki hubungan diplomatik.
Era Globalisasi
Dengan adanya era globalisasi ini, menyebabkan dalam perdagangan bebas tidak
satu pun yang bisa hidup sendiri. Mereka semua akan membutuhkan kerja sama dengan
negara lain, salah satunya yaitu dengan perdagangan internasional.
Selain faktor pendorong, kamu juga harus mengetahui faktor-faktor yang bisa
menghambat perdagangan internasional antara lain yaitu:
Adanya peperangan.
Dalam menjalankan sesuatu pastinya ada yang namanya untung dan rugi, begitu
pun dengan kegiatan perdagangan internasional yang sudah kita bahas di atas. Berikut adalah
beberapa manfaat atau dampak yang dihasilkan dari perdagangan internasional.
Akibat dari banyaknya impor, maka kerugian juga menyerang para nelayan, petani,
atau orang yang memproduksi barang, karena barang hasil impor harganya lebih murah.
Dengan adanya sistem perdagangan nasional ini membuat suatu negara mengalami
kerugian. Kerugian tersebut didasari tertama banyaknya kasus-kasus penyelundupan yang
dilakukan oleh pihak yang tidak bertanggung jawab.
Pengertian perdagangan Dalam Negeri adalah Perdagangan Barang dan/atau Jasa dalam
wilayah Negara Kesatuan Republik Indonesia yang tidak termasuk Perdagangan Luar
Negeri. Pemerintah mengatur kegiatan Perdagangan Dalam Negeri melalui kebijakan dan
pengendalian. Kebijakan dan pengendalian Perdagangan Dalam Negeri sebagaimana
dimaksud diatas diarahkan pada :
5. pelindungan konsumen.
8. pelindungan konsumen.
1. Perizinan;
2. Standar; dan
Setiap Pelaku Usaha wajib menggunakan atau melengkapi label berbahasa Indonesia
pada Barang yang diperdagangkan di dalam negeri. Distribusi Barang yang diperdagangkan
di dalam negeri secara tidak langsung atau langsung kepada konsumen dapat dilakukan
melalui Pelaku Usaha Distribusi. Distribusi Barang secara tidak langsung dilakukan dengan
menggunakan rantai Distribusi yang bersifat umum yang antara lain adalah :
1. Distributor dan jaringannya;
3. Waralaba.
1. Single level;
2. Multilevel.
Barang dengan hak Distribusi eksklusif yang diperdagangkan dengan sistem penjualan
langsung hanya dapat dipasarkan oleh penjual resmi yang terdaftar sebagai anggota
perusahaan penjualan langsung.
Pada masa modern awal, kota Ormuz merupakan salah satu emporium termakmur di
dunia karena menjadi komoditi Asia menuju Eropa. Di jalur kedua, maka rempah akan
melewati Teluk Aden dan Laut Merah laluio melewati Suez (Terusan Suez belum dibangun)
lalui melalui jalur darat dibawa ke Iskandariah untuk diangkut ke pelabuhan-pelabuhan di
Italia seperti Genoa, Venesia dan Napoli.
Perdagangan di Asia dilakukan bukan hanya di darat, namun juga di laut. Komoditi
barang itu diangkut dengan menggunakan kapal. Kapal-kapal yang mengangkut barang
dagang itu meliputi kapal Cina, Arab, Persia dan India. menurut Anthony Reid, kapal-kapal
di Asia Tenggara diindikasikan terpengaruh oleh bentuk kapal Cina dan Arab. Kapal-kapal
yang ada pada waktu itu belum menggunakan mesin seperti sekarang. Kpal-kapal tersebut
masih menggunakan system angin jadi tidak dapat berlayar seenaknya saja harus patuh pada
angin. Pelayaran yang bergantung pada system angina ini membuat pelayaran ke Asia
Tenggara khususnya Nusantar memiliki pola-pola yang tetap. Angina Musim Timur terjadi
dari bulan April dan bertipu dari selatan, sedangkan Angin Musim Barat dimulai pada bulan
September dari arah utara.
Pada awal milenium pertama terjadi peralihan jalur perdagangan dunia, dari jalur
sutera(darat) ke jalur laut. Orang Austronesia ikut andil dalam membawa kepulauan Asia
Tenggara ke dalam sistem perdagangan global pada saat itu. Mereka menguasai rute-rute
perdagangan Asia Timur-Eurasia.
Kawasan Asia Tenggara menjadi wilayah yang strategis karena berada di tengah
rute perdagangan global dan menjadi kawasan persinggahan para pedagang dari penjuru
negeri. Akibatnya muncul pelabuhan-pelabuhan dan pusat-pusat perdagangan seperti
kawasan pesisir Malaka dan Vietnam. Para pedagang yang singgah bukan hanya untuk
berdagang saja, melainkan berhenti dalam alur perjalanan untuk menunggu anguin musim
yang tepat. Selain itu, aktivitas perpindahan kargo juga banyak dilakukan di kawasan Asia
Tenggara. Ini merupakan hal yang lazim dilakukan karena jarak yang terlalu jauh dari Timur
Tengah maupun kawasan barat yang lain untuk menuju Cina. Secara alami kegiatan ini
menuntun pada pola perdagangan yang berbeda antara dunia barat dan dunia timur(Munos
2009: 90).
Masyarakat pesisir dapat dikatakan sebagai masyarakat yang plural karena kental
akan keanekaragaman budaya. Budaya tersebut tumbuh dan berkembang secara difusi,
asimilasi, maupun akulturasi. Bahasa, kepercayaan, peralatan, adat-istiadat, dan ilmu
pengetahuan merupakan contoh produk budaya yang berkembang di tengah-tengah
keanekaragaman tersebut.
Tradisi keberanian leluhur Bangsa Indonesia yang menjelajah laut hingga ke manca
negara tidak berlanjut ke anak cucunya karena orientasi mereka beralih ke daratan. Indonesia
sebagai sebuah negara kepulauan justru tidak menjadikan laut sebagai focus perhatiannya.
Setidaknya ini merupakan hasil dari pengamatan sekilas perkembangan di tingkat nasional
dalam sepuluh tahun terakhir tentang arah dan kebijakan yang diambil pemerintah dalam
mengelola negeri ini (Dault,2008). Oleh karena itu muncullah ungkapan negara kelautan
namun orientasi ke daratan (Zuhdi, 2006:5). Visi kemaritiman dalam mengelola negara
semestinya sudah dilakukan oleh pemerintah sejak lama mengingat Indonesia secara
geografis historis letaknya sangat srategis kerena berada di persimpangan jalur maritim atau
pertemuan berbagai jalur pelayaran internasional yang telah berlangsung sejak berabad
silam.
Pemikiran kemaritiman sebagai pusat perhatian juga belum tampak dalam berbagai
kajian akademis misalnya di bidang ekonomi, sosial politik, antropologi dan sejarah. Di
bidang sejarah, fokus historiografi Indonesia lebih banyak membahas tentang persoalan yang
menyangkut daratan, baik masyarakat maupun institusi sosial politiknya. Bukuarya Adrian B.
Lapian Pelayaran dan Perniagaan Nusantara Abad ke-16 dan 17 misalnya, merupakan
salah satu sumbangan berharga dalam historiografi bahari di Indonesia. Banyak informasi
dalam buku ini yang sekaligus menjadi pancingan untuk studi lanjut tentang kemaritiman
yang meliputi aspek teknologi, pust-pusat pelayaran, pola pelayaran dan perdagangan, dan
pelabuhan. Buku ini juga memaparkan tentang hal apa yang diatur dalam hukum laut
Amanna Gappa.
Pentingnya laut sebagai suatu kajian maritim juga dapat dibaca dari pengantar
Lapian tentang teori Mahan (van Leur dan Verhoeven : 1974). Bercermin pada Mahan dan
menimbang posisi Indonesia sendiri, Lapian berpendapat bahwa riset sejarah Maritim tidak
boleh diabaikan. Sebagaimana dikaaatakan oleh Mahan dalam bukunya The Influence of Sea
Power Upon History 16601783, seperti dikutip oleh Lapian dalam mengantar pemikiran
Mahan ke komunitas ilmuwan di sini, bahwa para sejarawan pada umumnya tidak mengenal
keadaan laut, karena mereka tidak menaruh perhatian khusus terhadapnya, lagi pula mereka
tidak memiliki pengetahuan khusus tentang laut; dan mereka tidak mengindahkan pengaruh
daripada kekuatan laut yang sangat menentukan jalannya peristiwa-peristiwa besar di dunia.
Mahan membuktikan pentingnya laut mempengaruhi jalannya sejarah suatu bangsa.
Menurut Mahan, ada enam unsur yang menentukan dapat tidaknya suatu negara
berkembang menjadi kekuatan laut, yaitu
1) letak geografi,
2) bentuk tanah dan pantainya,
3) luas wilayah,
4) jumlahpenduduk,
5) karakter penduduk, dan
6) sifatpemerintah termasuk lembaga-lembaga nasional.
Uraian ini sebenarnya ditujukan kepada bangsa dan pemerintah Amerika Serikat,
yang mengabaikan potensi Samudra yang mengelilingi negara itu, yaitu Samudra Pasifik dan
Samudra Atlantik karena waktu itu negara lebih berorientasi ke daratan serta politik
isolasinya menghalangi negara ini untuk menjadi sebuah negara besar. Sebagai contoh,
Mahan menarik perhatian masyarakat Amerika Serikat akan potensi negaranya sebagai
negara yang memiliki potensi kekuatan laut yang besar, karena selama ini usaha-usaha
negara untuk membuka wilayah wild west, masih menurut Mahan, mengabaikan peranan laut
negara. Dampak dari pemikiran Alfred Thayer Mahan ini adalah penggalakkan
pembangunan Angkatan Laut Amerika Serikat sejak akhir abad ke-19.
Teori Mahan ini oleh J.C. van Leur dibawa ke dalam uraiannya tentang kepulauan
Indonesia. Tokoh ini membawa wawasan maritim Mahan dalam kaitannya dengan sejarah
VOC di Indonesia. Ia menunjuk peranan VOC sebagai kekuatan maritim yang besar, pihak
lainnya, F.R.J Verhoeven menguraikan peranan VOC dalam masa permulaannya sebagai alat
perang yang bergerak di laut dan berhasil mengalahkan musuh Republik Belanda, khususnya
armada Spanyol dan Portugis, dan mematahkan persaingan dengan Inggris di perairan
Indonesia. Pada masa sebelum VOC didirikan, pemimpin Belanda telah memikirkan
pembentukan kekuatan perang untuk mematahkan kekuatan Spanyol dan Portugis di
seberang laut. Verhoeven menyimpulkan bahwa VOC didirikan semata untuk kepentingan
perniagaan merupakan pendapat yang kurang tepat.
Perbincangan tentang Teori Mahan ini memunculkan dua istilah penting dalam
sejarah maritim, yakni sea power dan naval power. Kapan disebut sea power jika mengacu
kepada kontrol menyeluruh atas lautan, sedang yang kedua cenderung kepada penguasaan
angkatan bersenjata yang terorganisasi di lautan. Naval power digunakan dengan maksud
yang lebih dari hanya sebagai sebutan suatu negara, suatu Kompeni (seperti VOC maupun
EIC) diberi konsensi yang memiliki armada yang dikirim berperang melawan musuh atau
yang digunakan untuk melindungi perniagaan. Pemakaian istilah naval power berarti
penilaian kembali seluruh hubungan sejarah dengan mengutamakan segi pengaruh laut. VOC
lahir dari perang dan selama hayatnya merupakan badan perdagangan dan alat perang
sekaligus. Dalam dasawarsadasawarsa pertama, VOC dapat dikatakan lebih banyak
berperang daripada berdagang. Pada dasarnya, VOC merupakan sebuah institusi yang
bertujuan ganda, yaitu berdagang dan berperang.
Istilah naval power bukan hanya inventarisasi sederhana bagi suatu negara yang
menyediakan kapal-kapal perang untuk merugikan musuhnya, namun istilah ini lebih dari
efek majemuk yang dapat dicapai oleh organisasi politik dan maritim dalam pengaruh timbal
balik dengan struktur social ekonomi zaman itu untuk melaksanakan tujuan-tujuan
peperangan. Dengan makna seperti itu, naval power terjalin dalam
1) organisasi negara-negara Eropa modern,
2) organisasi angkatan laut yang berdiri sendiri, dan
3) perkembangan kapitalisme awal.
Perencanaan dan manajemen dari VOC merupakan suatu bentuk yang sangat
modern bagi zamannya. Dalam paruh kedua abad ke-17, arti pelayaran seberang lautan
dengan persyaratannya yang khusus tentang pengangkutan dan persenjataan kapal terlihat
dari nilai kapal pelayaran Hindia untuk perang di laut. Kedudukan monopoli VOC pada abad
ke-17 telah menghambat pelayaran dan perniagaan bebas bangsa Indonesia, dan VOC
menciptakan penanaman-penanaman kolonial tersendiri.
Posisi Asia Tenggara tidak kalah pentingnya dalam sejarah maritim. Telah berabad-
abad kawasan ini menempati posisi strategis dalam jalur pelayaran dan perdagangan antar
bangsa, antar negara dan antar pulau. Peran strategis kawasan ini dapat dilihat jika melihat
penting dan posisi sejarah Sriwijaya, Ayutthaya dan kerajaan-kerajaan Melayu di sepanjang
Semenanjung Melayu.
Negeri-negeri ini turut berperan aktif dalam membangun suatu peradaban dan
perdagangan di kawasan itu. Studi mendalam terhadap Ayutthaya misalnya telah
memperlihatkan bagaimana negeri ini berperan penting bagi perkembangan sejarah dan
peradaban di kawasan Asia tenggara sejak abad ke-14 hingga ke-18. Negeri ini merupakan
pusat utama politik, budaya dan perdagangan Thailand masa silam. Kedudukannya bukan
hanya penting bagi negeri sekitarnya, namun meluas hingga ke luar kawasan Asia Tenggara:
Eropa, India, Cina, dan Jepang (Breazeale, 1999: 1-54).
Geohistori Asia Tenggara memunculkan dua pola dominan (Hall, 1985: 1-14).
Pertama, sistem sungai (riverine system) yang mengalir dari pedalaman hingga ke samudera.
Pada pola ini penduduk berkonsentrasi di delta atau mulut sungai. Kekuatan politik dan
ekonomi yang muncul di daerah semacam ini berusaha melakukan perluasan wilayah ke
daerah-daerah pinggir sungai lain untuk tunduk di bawah hegemoninya. Sebagai kekuatan
yang berlandas pada ekoomi perdagangan, mereka mengadakan kontrol dengan
menggunakan jaringan komunikasi perairan untuk mengawasi daerah hulu sungai maupun
daerah pantai di sekitarnya, contoh sistem ini adalah Palembang, ibukota Sriwijaya yang
mengontrol dari hulu sungai hingga pantai.
Kontrol ini tidak hanya melewati jalur sepanjang sungai hingga ke pedalaman,
namun juga terhadap pelabuhan-pelabuhan yang menjadi kekuasaannya dalam hal ini
Sriwijaya bertindak sebagai pelindung dari penguasa lokal (para datu) dan beraliansi dengan
mereka. Dengan cara ini Sriwijaya dapat menguasai jalur Sungai Musi, Batanghari dan
Semenanjung Malaya selain Selat Malaka ( Hall, 1985: 14), selain Funan yang menguasai
Sungai Mekhong dan Samudra Pasai yang memiliki hegemoni di Sungai Pasangan.
Pola yang kedua adalah system pertanian padi (Wet Rice Plain System). Pada
sistem ini terjadi adanya konsentras penduduk di daerah-daerah subur yang digunakan untuk
menanam padi, yang meliputi Asia Tenggara daratan dan kepulauan, yang biasanya juga
berada di daerah lembah sungai, contohnya Pagan di daerah Sungai Irawadi (Birma), Angkor
dan Chen-la di lembah Mekhong, sedang Pulau Jawa di lembah Sungai Brantas dan
Bengawan Solo. Antara dua model ini tidak banyak perbedaan kecuali sistem sungai lebih
berorientasi ke perdagangan, sedang system pertanian orientasinya cenderung ke agraris.
Antara dua sistem kadang saling berbaur, sulit dipisahkan sebagai suatu bentuk system
tertentu, misalnya negara bersistem pertanian namun juga memiliki jaringan perdagangan
laut yang bagus, misalnya Majapahit, dan Sriwijaya, sebagai negara sungai namun mampu
menguasai sektor pedalaman untuk memperkuat basis ekonominya.
Zona perdagangan dan pertukaran barang di kawasan Asia Tenggara memiliki lima
kawasan yang penting, 1) Semenanjung Melayu bagian utara dan pantai Vietnam bagian
selatan pada milenium akhir SM, 2) sekitar Laut Jawa pada abad kedua dan ketiga Masehi, 3)
Selat Malaka pada awal kelima Masehi yang juga menarik pusat lain seperti pantai tenggara
Sumatra untuk menjadi penghubung Kalimantan bagian Barat, Jawa, dan pulau-pulau lain di
bagian timur maupun semenanjung Melayu dan pedalamannya, Chao Phraya dan jaringan
perniagaan Sungai Irawadi. Sumatra bagian selatan sebagai pantai yang istimewa karena
membantu memperlancar perniagaan, pemasar hasil hutan Sumatra dan Laut Jawa, juga
memanfaatkan kapal dan anak buah kapal Melayu untuk menghubungkan jaringan
perniagaan pribumi maupun internasional. Sriwijaya memiliki kedudukan penting di wilayah
ini. Runtuhnya kerajaan ini seiring meningkatnya perniagaan dengan Cina selama dinasti
Sung dan berkembangnya Laut Jawa sebagai pusat perniagaan selama abad ke-11 dan ke-12.
Zona perdagangan laut Sulu sebagai zona keempat yang dilakukan pelaut Cina
untuk membawa rempah-rempah dari kepulauan Indonesia bagian Timur sehingga
Kalimantan Utara dan Filipina berkembang dalam perdagangan ini. Para pedagang Cina
membangun pusat perdagangan di Filipina selama masa ini. Tumbuhnya kekuatankekuatan
di darat seperti Angkor dan Pagan dalam perdagangan internasional membuat Teluk Bengala
menjadi penting sebagai zona kelima perdagangan di kawasan ini pasca Sriwijaya. Teluk
Bengala strategis kedudukannya karena mempertemukan semenanjung Melayu dan Sumatra
bagian utara serta barat dengan India bagian selatan dan Sri Lanka. Kelima zona ini menjadi
jaringan ekonomi independen dan makmur di kawasan Asia Tenggara.
Era baru perniagaan di Asia tenggara muncul setelah Portugis masuk ke wilayah
Selat Malaka tahun 1511. Bukan hanya portugis yang menguasai Malaka, namun kekuatan-
kekuatan Eropa lainnya juga masuk lebih dalam lagi hingga ke Jawa dam kepulauan
Indonesia bagian Timur untuk menguasai rempah-rempah hingga empat abad kemudian.
Datangnya Portugis di perairan Indonesia ini membawa dampak besar, terutama dalam hal
teknologi perkapalan, jadi ada hubngan timbal balik dalam pengetahuan navigasi orang
pribumi dan Portugis, demikian pula dalam pembuatan kapal ( Lapian, 2008).
Kapal milik pribumi di dapat dengan jalan membeli dan membuat sendiri. Hal ini
nampak di Malaka yang membeli kapal dari Pegu, namun Jawa pada abad ke-16, di lingkup
asia Tenggara dikenal sebagai pembuat galangan kapal yang terkenal, misalnya di Lasem.
Untuk wilayah Indonesia Timur, Pulau Kei menghasilkan galangan kapal yang dijual di
Maluku pada abad ke-19. Inovasi sebagai dampak dari pengaruh luar terhadap teknik
pelayaran dan perkapalan tidak dapat dihindarkan, misalkan pengaruh Arab, Persia, dan
India, selain dari Eropa, yaitu dari Inggris dan Belanda, misalnya penggunaan kata pinisi
yang berhubungan dengn pinas (bhs Belanda) atau pinnace (bhs Inggris).
Penemuan situs Arikamedu, di pantai India Tenggara pada akhir tahun 1940-an dan
awal tahun 1950-an membuktikan adanya hubungan dagang yang luas antara jaringan yang
menghubungkan Timur dan Barat. Arikamedu adalah suatu emporium atau entreport
lengkap dengan pelabuhan, gudang, tempat tinggal dan menjadi pusat pertukaran barang dari
kawasan Asia Timur dan Barat. Arikamedu juga menjadi tempat tinggal tetap para pedagang
barat. Bukti arkeologis yang ditemukan di lokasi ini antara lain lada, mutiara, kain, kulit
kerang, gading, dan sutera. Adapun barang import dari Bart terdiri dari karang, timah,
tembaga, kaca, pot bunga, lampu, anggur dan uang logam. Arikamedu menjadi bukti tentang
perdagangan pada abad pertama. Sumber lain tentang perdagangan awal ini juga datang dari
Roma yang menunjukkan adanya hubungan Asia dan Eropa. Ketertarikan pedagang Eropa
terfokus pada barang yang berasal dari India, seperti lada Malabar dan tekstil yang berasal
dari India dan Cina.
Sepanjang abad ke-9 dan sepuluh ketika kerajaan Tang mulai runtuh, dan Cina
terpecah menjadi sejumlah kesatuan regional dan politik, perdagangan internasional tidak
ikut jatuh karena upaya yang dilakukan oleh pemerintah Han dan Ming di bagian selatan,
masing-masing eksis di Canton dan Fuchou. Tekanan-tekanan baru mulai dibangun
sepanjang jalur maritim di Asia Tenggara dan Asia Selatan, yang sebelumnya sedikit sekali
terjadi konflik politik. Abad kesepuluh kemudian dilihat sebagai awal konflik, khususnya
karena bangkitnya kekuatan maritim di Jawa Timur dan Tamil di pantai timur India.
Peningkatan dalam volume perniagaan menambah persaingan antar kawasan yang diikuti
reunifikasi Cina di bawah dinasti Sung (960-1279) dan usaha- usaha membuka komunikasi
laut bagian selatan (Nanyang).
Tempat dan jenis komoditi dalam perdagangan maritim era dinasti Sung
menunjukkan apa yang orang Cina ketahui dan yang tidak mereka kenal. Chao Ju-kua,
pengawas perdagangan maritim di pelabuhan pantai timur Cina, Chuan chou, me-
rekonstruksi pola perdagangan pada 1225 melalui informasi orang laut dan para
pedagang. Ia membagi Asia Tenggara menjadi Shang An (Upper Shore/ Tepi Laut Atas),
dan Cina telah memiliki kontak berabad-abad sebelumnya, termasuk dengan Semenanjung
Melayu, dan Hsia An (Lower Shore/Tepi Laut Bawah) yang meliputi Sumatra dan Laut Jawa,
yang jaringan perdagangan sebelumnya dikontrol oleh Sriwijaya. Melemahnya sistem
perdagangan internasional menyebabkan para pedagang asing langsung menuju Asia
Tenggara. Munculnya pelabuhan-pelauhan baru di bagian selatan Cina melengkapi
pelabuhan lama yang berada di bagian selatan India. Para pedagan ini selain berniaga di
sepanjang pantai Filipina, Kalimantan Utara, Sumatra Utara dan Barat, juga masuk ke
wilayah kerajaan yang berada di pedalaman.
Pada abad ke-10, karena keunggulan teknologi perkapalan dan organisasi, para
pedagang Arab telah mencapai tempat-tempat penting di Asia Tenggara, namun memasuki
abad ke-12 dan ke-13 peran pedagang Arab ini makin berkurang, karena masuknya para
pedagang Cina ke pasar-pasar di Asia Tenggara masa itu. Selama masa Sung, bagian
selatan Cina makin penting nilainya sekaligus menutup jalur karavan yang melintasi Asia
Tengah. Pemerintah Sung bukan hanya melihat laut sebagai sumber pendapatan penting,
namun sekaligus mengintegrasikannya ke dalam strategi pertahanan Cinaii. Angkatan laut
Cina kemudian dibangun sebagai fondasi bagi ekspedisi Mongol dan Ming.
Adapun jalan perniagaan melalui jalur laut juga dimulai dari Cina melalui Laut
Cina, melalui Selat Malaka, Calicut (India), lalu ke Teluk Persia, melalui Syam (Suriah)
sampai ke Laut Tengah; atau melalui Laut Merah sampai ke Mesir lalu menuju Laut
Tengah (Van Leur 1967). Pada waktu itu komoditas ekspor dari wilayah Nusantara yang
sampai di pasaran India dan kekaisaran Romawi (Byzantium) antara lain rernpah rempah,
kayu wangi, kapur barns, dan kemenyan.
Menurut Van Leur (1967), pada masa kerajaan lama, baik pada masa kejayaan
Hindu, Buddha, maupun Islam, pengaruh raja a tau sultan sebagai kepala negara dalam
dunia perdagangan cukup besar. Mereka bertindak tidak hanya sebagai pengontrol
keamanan a tau penarik pajak, tetapi sering jug a bertindak sebagai "pemegang saham".
Oleh karena itu, pad a dasarnya dunia perdagangan di wilayah Nusantara pada waktu itu
telah mempunyai sifat kapitalistis, atau tepatnya sifat kapitalis politik.
Perdagangan adalah suatu aktivitas jual beli yang bertujuan untuk memperoleh
keuntungan. Usaha perdagangan dapat dimulai dari unit terkecil hingga antar negara.
Perdagangan dalam unit terkecil contohnya adalah warung kelontong atau bisa juga
pedagang asongan ditepi jalan. Sedangkan perdagangan dalam tingkat antar negara berkaitan
dengan eksport-import antar negara yang melibatkan berbagai kebijakan antar negara yang
tidak dapat diubah secara specifik. Perdagangan antar negara melibatkan birokrasi yang
berbeda antar negara. Peraturan dan kebijakan eksport import antar negara yang berbeda.
Hal ini berkaitan erat juga dengan kultur antar negara yang berbeda. Perdagangan beda
negara memiliki peranan yang penting dalam kemajuan suatu negara. Pendapatan suatu
negara juga akan bertambah banyak ketika perdagangan antar negara ini ditingkatkan secara
signifikan.
Alat bayarnya menggunakan uang yang berlaku di negeri sendiri dan tidak
memerlukan valuta asing. Misalnya di Indonesia alat bayarnya cukup dengan mata
uang rupiah.
Pembahasan yang cukup detail tentang perdagangan Internasional dan dalam negeri
serta dampaknya memiliki nilai tersendiri. Berbicara mengenai perdagangan maritime, tidak
jauh pembahasan dengan kapal sebagai satu-satunya transportasi yang digunakan untuk
perdagangan jalur laut.
Dalam publikasi FAO (2008) tersebut juga digambarkan bahwa kondisi sumberdaya
ikan di sekitar perairan Indonesia, terutama di sekitar perairan Samudera India dan Samudera
Pasifik sudah menunjukan kondisi full exploited. Bahkan di perairan Samudera Hindia
kondisinya cenderung mengarah kepada overexploited. Artinya bahwa perairan tersebut saat
ini tidak memungkinkan lagi untuk dilakukan ekspansi penangkapan ikan secara besar-
besaran.
Selain itu juga permasalahan perikanan di Indonesia diperparah lagi dengan belum
optimalnya pemerintah dalam menindak praktek illegal fishing. Kebijakan re-alokasi
anggaran saat ini menimbulkan masalah serius bagi keberlangsungan ekonomi dan
sumberdaya perikanan nasional kedepan.
Pada periode pemerintahan Gus Dur, Departemen Eksplorasi Laut dan Perikanan
mencanangkan program peningkatan produksi ikan atau yang dikenal dengan istilah
Protekan 2003. Target dari Protekan 2003 tersebut adalah meningkatkan produksi ikan pada
tahun 2003 menjadi 9 juta ton dengan nilai ekspor yang diharapkan mencapai 10 milyar $
US. Namun demikian, sampai akhir tahun 2003 terget tersebut tidak dapat tercapai. Data
FAO (2009) menunjukan bahwa produksi ikan nasional pada tahun 2003 hanya mencapai
sekitar 5,8 juta ton dengan nilai ekspor dibawah 1,6 milyar $ US.
Memasuki tahun 2010, kinerja ekonomi kelautan dan perikanan Indonesia belum
menunjukan adanya suatu perbaikan yang signifikan, hal ini ditunjukkan dengan lima
indicator;
1. Neraca pertumbuhan perdagangan produk ikan nasional pada triwulan 1 tahun 2010
mengalami deficit 16,10 %
2. Periode Januari-Juni 2010 aktivitas pencurian ikan oleh kapal asing semakin semarak
3. Rencana kementerian kelautan dan perikanan untuk meningkatkan produksi ikan budidaya
sampai 353% semakin suram untuk tercapai
4. Investasi sektor perikanan pada triwulan 1 tahun 2010 dikuasai asing
5. Kesejahteraan nelayan dan pembudidaya ikan cenderung menurun.
Penurunan tersebut lebih disebabkan oleh terus meningkatnya kebutuhan rumah
tangga dan biaya produksi perikanan yang semakin tinggi, baik nelayan maupun di para
pembudidaya ikan.
Menghapus sistem tariff (pajak ekspor dan impor) dan memberlakukan non-tarif
jadi instrument pokok perdagangan bebas (free trade area). Di sektor perikanan Cina akan
menggilas Indonesia akibat tidak kalah bersaing. Indikatornya pertama, Laporan FAO 2008
menempatkan Cina sebagai Negara produksi perikanan terbesar yang bersumber dari laut dan
perairan umum 17,1 juta ton. Kedua, Cina juga sebagai produsen perikanan budidaya
(aquaculture) terbesar dunia. Capaiannya tahun 2004 sebesar 30.614.968 ton meningkat
34.429.122 tahun 2006 (naik 6,05%). Superioritas Cina dalam perikanan dunia amat
ekspansif. Cina membidik bekerjasama dengan ASEAN utamanya Indonesia karena
penduduknya berjumlah sekitar 230 juta sebagai pasar potensial perikanan dan produknya.
Dampak :
Pertama, usaha perikanan rakyat (penangkapan dan budidaya) pasti akan kolaps
karena tidak mampu menyaingi serbuan ikan dan produk ikan dari Cina
Kedua, berlakunya FTA ASEAN-China 2010, otomatis investasi skala besar
perikanan akan masuk Indonesia.
Ketiga, liberalisasi perikanan dalam skala bisnis besar berpotensi meningkatkan
emisi karbon.
Mencermati fakta dan dampaknya, kebijakan pemerintah menekan perjanjian FTA
ASEAN-China dikhawatirkan akan memperpuruk industry perikanan nasional, perikanan
rakyat (nelayan dan pembudidaya ikan) dan memproduksi kemiskinan hingga pengangguran
baru.
Berdasarkan kedua hal tersebut, pemerintah hendaknya dapat mengkaji ulang arah
dan kebijakan berdasarkan pendekatan peningkatan produksi ikan tersebut. Pemerintah
Indonesia hendaknya dapat belajar dari Negara-negara tetangga seperti Vietnam dan
Thailand dalam meningkatkan nilai ekspor produk perikanannya walaupun ikannya jauh
dibawah Indonesia. Hal ini menunjukkan daya saing produk perikanan Indonesia masih jauh
di bawah produk perikanan kedua Negara tersebut. Selain itu juga, dukungan pembangunan
dari berbagai pihak harus diberikan kepada sektor ini. Dukungan berupa keputusan politik
serta pemihakan yang nyata dari seluruh instansi terkait, akan bias menjauhkan dan menjaga
Indonesia dari keterpurukan ekonomi kelautan da perikanan. Ekonomi kelautan dan
perikanan seharusnya menjadi pilar keunggulan kompetitif bangsa dalam pembangunan
ekonomi dan peningkatan kemakmuran rakyat.
selain itu juga pemerintah perlu mendorong terwujudnya rumah-rumah pakan ikan yang
dikelola oleh setiap kelompok pembudidaya ikan dengan bahan baku local. Sehingga mereka
tidak tergantung lagi dengan pakan pabrik yang harganya jauh dari jangkauan mereka.
1. Illegal Fishing
Samudera Pasifik merupakan daerah yang tingkat pelanggarannya cukup tinggi dibanding
dengan wilayah lainnya. Pelanggaran-pelanggaran tersebut terutama dilakukan oleh KIA
yang berasal dari berbagai negara diantaranya Thailand, Vietnam, China, dan Filipina.
Beberapa modus/jenis kegiatan illegal yang sering dilakukan KII, antara lain:
penangkapan ikan tanpa izin (Surat Izin Usaha Perikanan (SIUP) dan Surat Izin
Penangkapan Ikan (SIPI) maupun Surat Izin Kapal Pengangkutan Ikan (SIKPI)), memiliki
izin tapi melanggar ketentuan sebagaimana ditetapkan (pelanggaran daerah penangkapan
ikan, pelanggaran alat tangkap, pelanggaran ketaatan berpangkalan), pemalsuan/manipulasi
dokumen (dokumen pengadaan, registrasi, dan perizinan kapal), transshipment di laut, tidak
mengaktifkan transmitter (khusus bagi kapal-kapal yang diwajibkan memasang transmitter),
dan penangkapan ikan yang merusak (destructive fishing) dengan menggunakan bahan
kimia, bahan biologis, bahan peledak, alat dan/atau cara, dan/atau bangunan yang
membahayakan melestarikan sumberdaya ikan.
.
Faktor -faktor yang menyebabkan terjadinya Illegal fishing di perairan Indonesia tidak
terlepas dari lingkungan strategis global terutama kondisi perikanan di negara lain yang
memiliki perbatasan laut, dan sistem pengelolaan perikanan di Indonesia itu sendiri. Secara
garis besar faktor penyebab tersebut dapat dikategorikan menjadi 7 (tujuh) faktor,
sebagaimana diuraikan di bawah ini.
Pertama, Kebutuhan ikan dunia (demand) meningkat, disisi lain pasokan ikan dunia
menurun, terjadi overdemand terutama jenis ikan dari laut seperti Tuna. Hal ini mendorong
armada perikanan dunia berburu ikan di manapun dengan cara legal atau illegal.
Kedua, Disparitas (perbedaan) harga ikan segar utuh (whole fish) di negara lain
dibandingkan di Indonesia cukup tinggi sehingga membuat masih adanya surplus
pendapatan.
Ketiga, Fishing ground di negara-negara lain sudah mulai habis, sementara di Indonesia
masih menjanjikan, padahal mereka harus mempertahankan pasokan ikan untuk konsumsi
mereka dan harus mempertahankan produksi pengolahan di negara tersebut tetap bertahan.
Keempat, Laut Indonesia sangat luas dan terbuka, di sisi lain kemampuan pengawasan
khususnya armada pengawasan nasional (kapal pengawas) masih sangat terbatas
dibandingkan kebutuhan untuk mengawasai daerah rawan. Luasnya wilayah laut yang
menjadi yurisdiksi Indonesia dan kenyataan masih sangat terbukanya ZEE Indonesia yang
berbatasan dengan laut lepas (High Seas) telah menjadi magnet penarik masuknya kapal-
kapal ikan asing maupun lokal untuk melakukan illegal fishing.
Kelima, Sistem pengelolaan perikanan dalam bentuk sistem perizinan saat ini bersifat
terbuka (open acces), pembatasannya hanya terbatas pada alat tangkap (input restriction). Hal
ini kurang cocok jika dihadapkan pada kondisi faktual geografi Indonesia, khususnya ZEE
Indonesia yang berbatasan dengan laut lepas.
Keenam, Masih terbatasnya sarana dan prasarana pengawasan serta SDM pengawasan
khususnya dari sisi kuantitas. Sebagai gambaran, sampai dengan tahun 2008, baru terdapat
578 Penyidik Perikanan (PPNS Perikanan) dan 340 ABK (Anak Buah Kapal) Kapal
Pengawas Perikanan. Jumlah tersebut, tentunya sangat belum sebanding dengan cakupan
luas wilayah laut yang harus diawasi. Hal ini, lebih diperparah dengan keterbatasan sarana
dan prasarana pengawasan.
Ketujuh, Persepsi dan langkah kerjasama aparat penegak hukum masih dalam
penanganan perkara tindak pidana perikanan masih belum solid, terutama dalam hal
pemahaman tindakan hukum, dan komitmen operasi kapal pengawas di ZEE.
Kegiatan Illegal Fishing di WPP-RI telah mengakibatkan kerugian yang besar bagi
Indonesia. Overfising, overcapacity, ancaman terhadap kelestarian sumberdaya ikan, iklim
usaha perikanan yang tidak kondusif, melemahnya daya saing perusahaan dan
termarjinalkannya nelayan merupakan dampak nyata dari kegiatan IUU fishing. Kerugian
lain yang tidak dapat di nilai secara materil namun sangat terkait dengan harga diri bangsa,
adalah rusaknya citra Indonesia pada kancah International karena dianggap tidak mampu
untuk mengelola perikanannya dengan baik.
Untuk dapat mengetahui, kerugian materil yang diakibatkan oleh Illegal fishing perlu
ditetapkan angka asumsi dasar antara lain: diperkirakan jumlah kapal asing dan eks asing
yang melakukan IUU fishing sekitar 1000 kapal, ikan yang dicuri dari kegiatan IUU fishing
dan dibuang (discarded) sebesar 25% dari stok (estimasi FAO, 2001). Dengan asumsi
tersebut, jika MSY(maximum sustainable yield = tangkapan lestari maksimum) ikan = 6,4
juta ton/th, maka yang hilang di
curi dan dibuang sekitar 1,6 juta ton/th. Jika harga jual ikan di luar negeri rata-rata 2
USD/Kg, maka kerugian per tahun bisa mencapai Rp 30 trilyun.
3.10 Degradasi Ekosistem Sumberdaya Pesisir dan Beberapa Pulau Kecil
Pembangunan pesisr dan laut Indonesia, secara historis sudah dimulai sejak tahun
90-an. Dalamkurun waktu 10 tahun, lingkungan pesisir dan laut Indonesia telah mengalami
perubahan signifikan, baik dari aspek sumberdaya maupun dampak yang mmenyertainya.
Tentunya meningkatnya kerusakan tidak dapat dapat dihindarkan.
1. Mangrove
Hutan mangrove merupakan satu ekosistem pesisir yang amat penting di Indonesia.
Berdasarkan data Direktorat Jendral Rehabilitas Lahan dan Perhutanan Sosial
(2001) dalam Gunarto (2004) luas hutan Mangrove di Indonesia pada tahun 1999
diperkirakan mencapai 8.60 juta hektar akan tetapi sekitar 5.30 juta hektar dalam keadaan
rusak. Sedangkan data FAO (2007) luas hutan Mangrove di Indonesia pada tahun 2005
hanya mencapai 3,062,300 ha atau 19% dari luas hutan Mangrove di dunia dan yang terbesar
di dunia melebihi Australia (10%) dan Brazil (7%).
Data hasil pemetaan Pusat Survey Sumber Daya Alam Laut (PSSDAL)-
Bakosurtanal dengan menganalisis data citra Landsat ETM (akumulasi data citra tahun 2006-
2009, 190 scenes), mengestimasi luas mangrove di Indonesia adalah 3.244.018,46 ha
(Hartini et al., 2010). Kementerian kehutanan tahun 2007 juga mengeluarkan data luas hutan
mangrove Indonesia, adapun luas hutan mangrove Indonesia berdasarkan kementerian
kehutanan adalah 7.758.410,595 ha (Direktur Bina Rehabilitasi Hutan dan Lahan
Kementerian Kehutanan, 2009 dalam Hartini et al., 2010), tetapi hampir 70%nya rusak
(belum tau kategori rusaknya seperti apa). kedua instansi tersebut juga mengeluarkan data
luas Mangrove per propinsi di 33 Provinsi di Indonesia. luas-luas mangrove di 33 Provinsi
dapat dilihat pada tabel berikut:
Fungsi hutan mangrove adalah:
Sebagai tempat hidup dan mencari makan berbagai jenis ikan, kepiting, udang dan
tempat ikan-ikan melakukan proses reproduksi
Menyuplai bahan makanan bagi spesies-spesies didaerah estuari yang hidup dibawahnya
karena mangrove menghasilkan bahan organik
sebagai pelindung lingkungan dengan melindungi erosi pantai dan ekosistemnya dari
tsunami, gelombang, arus laut dan angin topan
sebagai penghasil biomas organik dan penyerap polutan disekitar pantai dengan
penyerapan dan penjerapan
sebagai tempat rekreasi khususnya untuk pemandangan kehidupan burung dan satwa liar
lainnya
sebagai sumber bahan kayu untuk perumahan, kayu bakar, arang dan kayu perangkap
ikan
tempat penagkaran dan penangkapan bibit ikan
sebagai bahan obat-obatan dan alkohol
Dengan melihat fungsi tersebut diharapkan kita bisa menjaga hutan mangrove kita sehingga
dapat dinikmati oleh generasi setelah selanjutnya.
2. Terumbu Karang
Data 2011 yang dihimpun dari 1.076 stasiun pengamatan oleh Pusat Penelitian
Oseanografi Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia (LIPI) menunjukkan, hanya 5,58 persen
terumbu karang dalam kondisi sangat baik dan 26,95 persen baik. Sisanya sebanyak 36,90
persen berkondisi cukup dan 30,76 persen kurang baik. Kondisi ini sangat mengkhawatirkan
dan perlu solusi tepat. Pada 1998, pemerintah mendirikan Coral Reef Rehabilitation and
Management Program (COREMAP) untuk menyelamatkan terumbu karang Indonesia.
Sumber penyebab kerusakan terumbu karang ini akibat dari ulah para nelayan yang
masih menggunakan teknik-teknik penangkapan ikan yang tidak ramah lingkungan, seperti
bubu, lampara dasar, kelong, gillnet, racun, dan bom.
Kini daerah yang terumbu karangnya menjadi objek wisata hingga penelitian yaitu Bunaken,
kepulauan Taka Bonate, kepulauan Seribu, Kepulauan Togian, kepulauan Wakatobi, pulau
Banda, pulau Lucipara, pulau Pombo.
4. Reklamasi Pantai
Reklamasi pantai di Jakarta menjadi konflik antara pemerintah DKI Jakarta dan Kantor
Menteri Negara Lingkungan Hidup. Dampak dari reklamasi Teluk Jakarta dapat berimplikasi
dari berbagai aspek baik ekonomi, ekologis, hidro-oceanografi, sosial-budaya, demografi,
ketersediaan energi listrik yang akhirnya berdampak terhadap pembangunan wilayah pantai
utara Jawa secara menyeluruh.
Buruh Nelayan
Nelayan buruh dalam sistem kelas sosial masyarakat pesisir tergolong marjinal dan
tertidas secara ekonomi. Struktur sosial nelayan khususnya nelayan tradisional dan nelayan
buruh, biasanya amat lemah di depan juragan. mereka bahkan menganggap juragan
mendekatai mesianis akibat keberadaanya dapat menjadi juru selamat saat mereka tidak
memiliki uang.
Nelayan buruh bukanlahorang miskin, mereka hanya sebagian warga bangsa yang tidak
berdaya akibat kebijakan ekonomi politik negara yang menganut mahzab produktif dan
eksploitatif atas sumber daya kelautan dan perikanan yang berlangsung hingga kini.
Sebagai negara yang menghormati hak asasi manusia, Buruh nelayan dan nelayan
semestinya mendapatkan:
- Asuransi berupa suransi kematian, kecelakaan kerja, kesehatan, dan pendidikan anak
anak.
- Jaminan perlindungan hukum bagi nelayan buruh/tradisional yang menangkap ikan di
perbatasan wilayah maritim.
Kusnadi Menyatakan bahwa alasan kuat pentingnya asuransi buat nelayan karena:
- Kegiatan melaut bersifat spekulatif tinggi sehingga amat sulit bagi nelayan
memprediksi hasil dan pendapatan yang diperolehnya.
- Investasi di sektor perikanan membutuhkan biaya yang besar untuk operasional,
rekruitmen nelayan buruh dan pemeliharaan alat tangkap.
- Melaut beresiko tinggi atas keselamatan jiwa dan kesehatan badan.
- Kawasan pesisir umumnya rawan penyakit menular dan endemik hingga kualitas SDM
nelayan rata rata berpendidikan rendah.
Potensi wilayah pesisir dan lautan Indonesia dipandang dari segi fisik, terdiri dari
Perairan Nusantara seluas 2.8 juta km2, Laut Teritorial seluas 0.3 juta km2. Perairan
Nasional seluas 3,1 juta km2, Luas Daratan sekitar 1,9 juta km2, Luas Wilayah Nasional 5,0
juta km2, luas ZEE (Exlusive Economic Zone) sekitar 3,0 juta km2, Panjang garis pantai
lebih dari 81.000 km dan jumlah pulau lebih dari 18.000 pulau.
Potensi Wilayah pesisir dan laut Indonesia dipandang dari segi Pembangunan adalah sebagai
berikut:
1. Sumberdaya yang dapat diperbaharui seperti; Perikanan (Tangkap, Budidaya, dan
Pascapanen), Hutan mangrove, Terumbu karang, Industri Bioteknologi Kelautan dan Pulau-
pulau kecil.
2. Sumberdaya yang tidak dapat diperbaharui seperti; Minyak bumi dan Gas, Bahan
tambang dan mineral lainnya serta Harta Karun.
3. Energi Kelautan seperti; Pasang-surut, Gelombang, Angin, OTEC (Ocean Thermal
Energy Conversion).
4. Jasa-jasa Lingkungan seperti; Pariwisata, Perhubungan dan Kepelabuhanan serta
Penampung (Penetralisir) limbah.
3.11.3 Potensi Sumberdaya Pulih (Renewable Resource)
Potensi wilayah pesisir dan lautan lndonesia dipandang dari segi Perikanan meliputi;
Perikanan Laut (Tuna/Cakalang, Udang, Demersal, Pelagis Kecil, dan lainnya) sekitar
4.948.824 ton/tahun, dengan taksiran nilai US$ 15.105.011.400, Mariculture (rumput laut,
ikan, dan kerang-kerangan serta Mutiara sebanyak 528.403 ton/tahun, dengan taksiran nilai
US$ 567.080.000, Perairan Umum 356.020 ton/tahun, dengan taksiran nilai US$
1.068.060.000, Budidaya Tambak 1.000.000 ton/tahun, dengan taksiran nilai US$
10.000.000.000, Budidaya Air Tawar 1.039,100 ton/tahun, dengan taksiran nilai US$
5.195.500.000, dan Potensi Bioteknologi Kelautan tiap tahun sebesar US$ 40.000.000.000,
secara total potensi Sumberdaya Perikanan Indonesia senilai US$ 71.935.651.400 dan yang
baru sempat digali sekitar US$ 17.620.302.800 atau 24,5 %. Potensi tersebut belum termasuk
hutan mangrove, terumbu karang serta energi terbarukan serta jasa seperti transportasi,
pariwisata bahari yang memiliki peluang besar untuk dikembangkan.
Pesisir dari Laut Indonesia memiliki cadangan minyak dan gas, mineral dan bahan
tambang yang besar. Dari hasil penelitian BPPT (1998) dari 60 cekungan minyak yang
terkandung dalam alam Indonesia, sekitar 70 persen atau sekitar 40 cekungan terdapat di
laut. Dari 40 cekungan itu 10 cekungan telah diteliti secara intensif, 11 baru diteliti sebagian,
sedangkan 29 belum terjamah. Diperkirakan ke-40 cekungan itu berpotensi menghasilkan
106,2 miliar barel setara minyak, namun baru 16,7 miliar barel yang diketahui dengan pasti,
7,5 miliar barel di antaranya sudah dieksploitasi. Sedangkan sisanya sebesar 89,5 miliar barel
berupa kekayaan yang belum terjamah. Cadangan minyak yang belum terjamah itu
diperkirakan 57,3 miliar barel terkandung di lepas pantai, yang lebih dari separuhnya atau
sekitar 32,8 miliar barel terdapat di laut dalam.
Sementara itu untuk sumberdaya gas bumi, cadangan yangdimiliki Indonesia sampai dengan
tahun 1998 mencapai 136,5 Triliun Kaki Kubik (TKK). Cadangan ini mengalami kenaikan
bila dibandingkan tahun 1955 yang hanya sebesar 123,6 Triliun Kaki Kubik. Sedangkan
Potensi kekayaan tambang dasar laut seperti aluminium, mangan, tembaga, zirconium, nikel,
kobalt, biji besi non titanium, vanadium, dan lain sebagainya yang sampai sekarang belum
teridentifikasi dengan baik sehingga diperlukan teknologi yang maju untuk mengembangkan
potensi tersebut.
Potensi wilayah pesisir dan lautan Indonesia dipandang dari segi SDM adalah sekitar 60
% penduduk Indonesia bermukim di wilayah pesisir, sehingga pusat kegiatan perekonomian
seperti: Perdagangan, Perikanan tangkap, Perikanan Budidaya, Pertambangan, Transportasi
laut, dan Pariwisata bahari. Potensi penduduk yang berada menyebar di pulau-pulau
merupakan aset yang strategis untuk peningkatan aktivitas ekonomi antar pulau sekaligus
pertahanan keamanan negara.
Dalam kesehariannya, pelabuhan juga mempunyai hubungan erat dengan warga sekitar
yang mendiami kawasan pelabuhan. Sebagian besar warganya bermata pencaharian sebagai
kuli angkut dan bongkar muat di pelabuhan. Namun setiap pekerjaan mempunyai kendala,
terlebih jika air laut sedang dalam keadaan tinggi. Tentu saja kegiatan bongkar muat akan
dikurangi dan itu akan berdampak langsung pada masyarakat sekitar. Namun banyak juga
warga yang menjadi nelayan jika air laut sedang tinggi. Keadaan seperti ini tentu saja
menjadi masalah serius bagi masyarakat pelabuhan dan juga berdampak langsung pada status
ekonomi dan sosial di daerah pelabuhan.
Competitiveness Index sebesar 21 peringkat (BAPPENAS, Konsep Tol Laut dan
Implementasi 2015-2019, 2015. Meskipun peringkat Indonesia naik, namun masih jauh di
bawahj negera ASEAN lainnya, seperti Singapura yang berada di peringkat 2 dan Malaysia
di peringkat 20 (BAPPENAS, Public-Private Partnership Infrastructure Projects Plan in
Indonesia, Mei 2015)
Peningkatan peringkat indeks kompetensi Indonesia di sektor transportasi khususnya
transportasi laut juga terus meningkat ke peringkat 77 di tahun 2015 dari peringkat 104 di
tahun 2012 menunjukkan pembangunan di Indonesia berada pada arah yang benar. Namun
hal tersebut belum cukup untuk dapat bersaing dengan negara tentangga, dalam hal ini
dibandingkan Thailand dan Malaysia.
Saat ini total jumlah pelabuhan di Indonesia baik komersial maupun non-komersial
yaitu berjumlah 1.241 pelabuhan, atau equivalen satu pelabuhan melayani 14 pulau (14,1
pulau/pelabuhan) dengan luas rata-rata 1548 km2/pelabuhan. Keadaan infrastruktur tersebut
masih belum berimbang jika dibandingkan negara kepulauan lainnya di Asia, misalnya:
Jepang 3,6 pulau/pelabuhan dan 340 km2/pelabuhan; serta Filipina 10,1 pulau/pelabuhan dan
460 km2/pelabuhan.
2. Perairan sungai dan danau : wilayah perairan pedalaman, yaitu : sungai, danau, waduk,
rawa, banjir, kanal dan terusan.
3. Perairan penyeberangan : wilayah perairan yang memutuskan jaringan jalan atau jalur
kereta api. Angkutan penyeberangan berfungsi sebagai jembatan penggerak, penghubung
jalur.
1. Dalam negeri : untuk angkutan domestik, dari satu pelabuhan ke pelabuhan lain di wilayah
Indonesia.
Pelayaran Nasional, oleh badan hukum yang didirikan khusus untuk usaha
pelayaran, dan yang memiliki minimal satu kapal berbendera Indonesia jenis non tradisional,
beroperasi di semua jenis wilayah perairan (laut, sungai dan danau, penyeberangan) dan
teritori (dalam negeri dan luar negeri). Pelayaran perintis yang diselenggarakan oleh
pemerintah di semua wilayah perairan (laut, sungai dan danau, penyeberangan) dalam negeri
untuk melayani daerah terpencil (yang belum dilayani oleh jasa pelayaran yang beroperasi
tetap dan teratur atau yang moda transportasi lainnya belum memadai) atau daerah belum
berkembang (tingkat pendapatan sangat rendah), atau yang secara komersial belum
menguntungkan bagi angkutan laut.
Usaha jasa angkutan memiliki beberapa bidang usaha menunjang, yaitu kegiatan
usaha yang menunjang kelancaran proses kegiatan angkutan, seperti di uraikan di bawah ini:
1. Usaha bongkar muat barang, yaitu kegiatan usaha pembongkaran dan barang dan
atau hewan dari dan ke kapal.
3. Usaha ekspedisi muatan kapal laut, yaitu kegiatan usaha pengurusan dokumen
dan pekerjaan yang berkaitan dengan penerimaan dan penyerahan muatan yang diangkut
melalui laut.
5. Usaha penyewaan peralatan angkutan laut atau alat apung, yaitu kegiatan usaha
menyediakan dan penyewaan peralatan penunjang angkutan laut dan atau alat apung untuk
pelayanan kapal.
6. Usaha tally, yaitu kegiatan usaha perhitungan, pengukuran, penimbangan, dan
pencatatan muatan kepentingan pemilik muatan atau pengangkut.
Pada tahun ini pula diberlakukan keharusan men-scrap kapal tua dan pengadaan
kapal dari galangan dalam negeri. Undang-undang pelayaran nomor 21 tahun 1992, semakin
memperkuat pelonggaran perlindungan tersebut. Berdasarkan UU 21/92 perusahaan asing
dapat melakukan usaha patungan dengan perusahaan pelayaran nasional untuk pelayaran
domestic. Melalui Peraturan Pemerintah Nomor 82 tahun 1999, pemerintah berupaya
mengubah kebijakan yang terlalu longgar, dengan menetapkan kebijakan sebagai berikut:
3. Agen perusahaan pelayaran asing kapal harus memiliki satu kapal berbendera
Indonesia, berukuran 5,000 GT.
5. Jaringan pelayaran domestic dibagi menjadi 3 jenis trayek, yaitu utama (main
route), pengumpan (feeder route) dan perintis (pioneer route). Jenis ijin operasi pelayaran
dibagi menurut jenis trayek tersebut dan jenis muatan (penumpang, kargo umum, dan
kontener).
Rangkaian regulasi dan deregulasi tersebut di atas menjadi salah satu faktor
terhadap kondisi dan masalah yang dihadapi sector transportasi maritim Indonesia, dari
waktu ke waktu. Dari sisi besaran DWT, kapasitas kapal konvesional dan tanker
mendominasi armada pelayaran yang uzur (umur rata-rata kapal di Indonesia 21 tahun, 2001,
dibandingkan dengan Malaysia yang 16 tahun, 2000, atau singapura yang 11 tahun, 2000).
Meskipun demikian, justru pada kapasitas muatan dry-bulk dan liquid bulk pangsa pasar
domestic armada nasional paling kecil. Pada umunya, kapal Indonesia mengankut kargo
umum, tapi sekitar setengah muatan dry-bulk dan liquid-bulk diangkut oleh kapal asing atau
kapal sewa berbendera asing. Secara keseluruhan armada nasional meraup 50% pangsa pasar
domestic. Sekitar 80% liquid-bulk berasal dari PT Pertamina. Penumpang angkutan laut
bukan feri terutama dilayani oleh PT Pelni yang mengoperasikan 29 kapal (dalam lima tahun
terakhir, PT Pelni menambah 10 kapal). Perusahaan swasta juga membesarkan armada dari
430 (1997) menjadi 521 unit (2001).
Armada Pelayaran Rakyat, yang terdiri dari kapal kayu (misalnya jenis Pinisi, seperti
yang banyak berlabuh dipelabuhan Sunda Kelapa) membentuk mekanisme industry
transportasi laut yang unik. Kapal-kapal yang berukuran relatif kecil (tapi sangat banyak)
melayani pasar yang tidak diakses oleh kapal berukuran besar, baik karena alasa financial
(kurang menguntungkan) atau fisik (pelabuhan dangkal). Industri Pelayaran Rakyat berperan
sangat penting dalam distribusi barang dan dari pelosok Indonesia. Armada pelayaan rakyat
mengangkut 1.6 juta penumpang(sekitar 8% penumpang bukan feri) dan 7.3 juta Metric Ton
barang (sekitar 16% kargo umum). Tapi kekuatan armada ini cenderung melemah, terlihat
dari kapasitas 397,000 GRT pada tahun 1997 menjadi 306,000 GRT pada tahun 2001.
(sumber data: Stramindo, berdasarkan statistic DitJen HubLa).
Walhasil, saat ini industri pelayaran Indonesia sangat buruk. Perusahaan pelayaran
nasional kalah bersaing di pasar pelayaran nasional dan internasional, karena kelemahan di
semua aspek, seperti ukuran, umur, teknologi, dan kecepatan kapal. Di bidang muatan
internasional (ekspor/import) pangsa perusahaan pelayaran nasional hanya sekitar 3% to 5%,
dengan kecenderungan menurun. Proporsi ini sangat tidak seimbang dan tidak sehat bagi
pertumbuhan kekuatan armada pelayaran nasional.
Data tahun 2002 menunjukan bahwa pelayaran armada nasional Indonesia semakin
terpuruk dipasar muatan domestic. Penguasaan pangsanya menciut 19% menjadi hanya 50%
(2000:69%). Sementara untuk muatan internasional tetap dikisaran 5%. Dari sisi financial,
Indonesia kehilangan kesempatan meraih devisa sebesar US$10.4 Milyar, hanya dari
transportasi laut untuk muatan ekspor/ import saja. Alih-alih memperoleh manfaat dari
penerapan prinsip cabotage (yang tidak ketat) industri pelayaran Indonesia malah sangat
bergantung pada kapal sewa asing. Armada nasional pelayaran Indonesia menghadapi
banyak masalah, seperti : banyak kapal, terutama jenis konvensional, menganggur Karena
waktu tunggu kargo yang berkepanjangan; terjadi kelebihan kapasitas, yang kadang-kadang
memicu perang harga yang tidak sehat; terdapat cukup banyak kapal, tetapi hanya sedikit
yang mampu memberikan pelayanan memuaskan; tingkat produktivitas armada dry cargo
sangat rendah, hanya 7,649 ton-miles/ DWT atau sekitar 39.7% dibandingkan armada sejenis
di Jepang yang 19,230 ton-miles / DWT.
Situasi pelayaran sangat pelik, karena ketergantungan pada kapal sewa asing terjadi
bersamaan dengan kelebihan kapasitas armada domestic. Situasi bagai lingkaran tak
berujung itu disebabkan lingkungan investasi perkapalan yang tidak kondusif. Banyak
perusahaan pelayaran ingin meremajakan armadanya, tapi sulit memperoleh pinjaman di
pasar uang domestic. Dan disisi lain lebih mudah memperoleh pinjaman dari sumber-sumber
luar negeri. Beberapa perusahaan besar cenderung mendaftarkan kapalnya di luar negeri
(flagged-out). Tapi perusahaan kecil dan menengah tidak mampu melakukannya, sehingga
tak ada alternative kecuali menggunakan kapal berharga murah, tapi tua dan scrappy.
Akibatnya terjadi ketergantungan yang semakin besar pada kapal sewa asing dan pemrosotan
produktivitas armada.
2. Tingkat suku bunga pinjaman domestic 15-17% p.a untuk jangka waktu
pinjaman 5 tahun.
3. Jangka waktu pinjaman yang hanya 5 tahun terlalu singkat untuk industri
pelayaran.
4. Saat ini kapal yang dibeli tidak bisa dijadikan sebagai kolateral.
5. Tidak ada program kredit untuk kapal feeder termasuk pelayaran rakyat, kecuali
pinjaman jangka pendek berjumlah sangat kecil dari bank nasional.
Industri pelayaran, bahkan transportasi maritim yang merupakan salah satu bagiannya
memiliki banyak aspek yang saling terkait. Karena itu, upaya peningkatan daya saing pada
aspek yang relevan perlu dilakukan secara simultan. Aspek relevan tersebut meliputi :
Pembenahan administrasi dan manajemen pemerintahan di laut, termasuk keselamatan dan
keamanan maritim serta perlindungan laut.
Hanya ada satu persyaratan yang dibutuhkan, agar perusahaan pelayaran nasional
dapat keluar dari keterpurukan tersebut, yaitu iklim investasi yang kondusif. Kondusivitas
tersebut diperlukan untuk memberdayakan perusahaan pelayaran, sehingga perusahaan
pelayaran tersebut memiliki beberapa karakteristik kemampuan dalam hal: mengakses
sumber dana keuangan untuk pengadaan kapal yang dibutuhkan menikmati laba bisnis yang
stabil menghindari kemrosotan asset kapal dalam jangka menengah dan panjang melakukan
reinvestasi pada armada yang lebih berdaya saing.
Alfred Thayer Mahan, seorang Perwira Tinggi Angkatan Laut Amerika Serikat,
dalam bukunya The Influence of Sea Power upon History mengemukakan teori bahwa sea
power merupakan unsur terpenting bagi kemajuan dan kejayaan suatu negara, yang mana
jika kekuatan-kekuatan laut tersebut diberdayakan, maka akan meningkatkan kesejahteraan
dan keamanan suatu negara. Sebaliknya, jika kekuatan-kekuatan laut tersebut diabaikan akan
berakibat kerugian bagi suatu negara atau bahkan meruntuhkan negara tersebut.
Indonesia secara geografis merupakan sebuah negara kepulauan dengan dua pertiga
luas lautan lebih besar daripada daratan. Hal ini bisa terlihat dengan adanya garis pantai di
hampir setiap pulau di Indonesia ( 81.000 km) yang menjadikan Indonesia menempati
urutan kedua setelah Kanada sebagai negara yang memiliki garis pantai terpanjang di dunia.
Kekuatan inilah yang merupakan potensi besar untuk memajukan perekonomian Indonesia.
Data Food and Agriculture Organization tahun 2012, Indonesia pada saat ini
menempati peringkat ketiga terbesar dunia dalam produksi perikanan di bawah China dan
India. Selain itu, perairan Indonesia menyimpan 70% potensi minyak karena terdapat kurang
lebih 40 cekungan minyak yang berada di perairan Indonesia. Dari angka ini hanya sekitar
10% yang saat ini telah dieksplor dan dimanfaatkan. Hal ini menunjukkan bahwa masyarakat
Indonesia belum merasakan peran signifikan dari potensi maritim yang dimiliki yang
ditandai dengan belum dikelolanya potensi maritim Indonesia secara maksimal. Dengan
beragamnya potensi maritim Indonesia, antara lain industri bioteknologi kelautan, perairan
dalam (deep ocean water), wisata bahari, energy kelautan, mineral laut, pelayaran,
pertahanan, serta industri maritim, sebenarnya dapat memberikan kontribusi besar bagi
kesejahteraan dan kemakmuran rakyat Indonesia. Dalam UUD 1945 pasal 33 ayat (3)
disebutkan, bahwa bumi dan air dan kekayaan alam yang terkandung di dalamnya dikuasai
oleh negara dan dipergunakan untuk kemakmuran rakyat. Meskipun begitu tidak dapat
dipungkiri juga bahwa kekayaan alam khususnya laut di Indonesia masih banyak yang
dikuasai oleh pihak asing, dan tidak sedikit yang sifatnya ilegal dan mementingkan
kepentingan sendiri.
Dalam hal ini, peran Pemerintah (government will) dibutuhkan untuk bisa menjaga
dan mempertahankan serta mengolah kekayaan dan potensi maritim di Indonesia. Untuk
mengolah Sumber daya alam laut ini, diperlukan perbaikan infrastruktur, peningkatan SDM,
modernisasi teknologi dan pendanaan yang berkesinambungan dalam APBN negara agar bisa
memberi keuntungan ekonomi bagi negara dan juga bagi masyarakat. Sebagaimana halnya
teori lain yang dikemukakan oleh Alfred Thayer Mahan mengenai persyaratan yang harus
dipenuhi untuk membangun kekuatan maritim, yaitu posisi dan kondisi geografi, luas
wilayah, jumlah dan karakter penduduk, serta yang paling penting adalah karakter
pemerintahannya.
Selain perbaikan dan perhatian khusus yang diberikan dalam bidang teknologi
untuk mengelola sumber daya alam di laut Indonesia, diperlukan juga sebuah pengembangan
pelabuhan dan transportasi laut untuk mendorong kegiatan maritim Indonesia menjadi lebih
modern dan mudah digunakan oleh masyarakat. Diharapkan juga peran swasta untuk
mendukung jalannya pemberdayaan laut ini, supaya program-program ini tidak hanya
bergantung pada dana APBN saja.
Dari sisi pertahanan, penguasaan laut berarti mampu menjamin penggunaan laut
untuk kepentingan nasional dan mencegah lawan menggunakan potensi laut yang kita miliki.
Pemerintah perlu segera menyelesaikan percepatan batas wilayah laut agar dapat
memberikan memberikan kepastian atas batas wilayah negara dan dapat mempererat
hubungan bilateral antara negara yang berbatasan, serta mendorong kerja sama kedua negara
yang berbatasan di berbagai bidang termasuk dalam pengelolaan kawasan perbatasan, misal
terkait pelayaran, kelautan dan perikanan.
Selain itu dengan adanya kepastian batas wilayah laut dapat terpelihara kedaulatan
suatu negara dan penegakkan hukum di wilayah perairan. Seperti yang diketahui, Indonesia
memiliki perbatasan maritim dengan 10 (sepuluh) negara yaitu dengan India (Landas
Kontinen, Zona Ekonomi Eksklusif (ZEE)), Thailand (Landas Kontinen, ZEE), Malaysia
(Laut Wilayah, ZEE, Landas Kontinen), Singapura (Laut Wilayah), Vietnam (Landas
Kontinen, ZEE), Filipina (ZEE, Landas Kontinen), Palau (ZEE, Landas Kontinen), Papua
Nugini (ZEE , Landas Kontinen), Timor Leste (Laut Wilayah, Landas Kontinen, ZEE) dan
Australia (ZEE, Landas Kontinen). Dari sejumlah perbatasan itu, Indonesia telah
menyelesaikan sebagian penetapan batas maritim dengan India (Landas Kontinen), Thailand
(Landas Kontinen), Malaysia (sebagian Laut Wilayah, Landas Kontinen), Singapura
(sebagian Laut Wilayah), Vietnam (Landas Kontinen), Filipina (ZEE), Papua Nugini (ZEE,
Landas Kontinen) dan Australia (ZEE, Landas Kontinen).
Berbagai upaya lainnya perlu dilaksanakan untuk menuju Indonesia sebagai poros
maritim dunia, antara lain penyempurnaan RUU Komponen Cadangan dan Komponen
Pendukung, penyelarasan sistem pendidikan dan pelatihan kemaritiman, penguasaan
kapasitas industri pertahanan khususnya industri maritim, modernisasi armada perikanan,
penguatan armada pelayaran rakyat dan pelayaran nasional, pemantapan pengelolaan
pemanfaatan laut melalui penataan ruang wilayah laut, peningkatan litbang kemaritiman, dan
diversifikasi sumber energi terbarukan di laut.
Seiring dengan hal tersebut, Presiden terpilih Joko Widodo, yang baru saja dilantik
secara resmi sebagai Presiden Republik Indonesia, memfokuskan pada pentingnya peran
Maritim Indonesia dengan visi menjadikan Indonesia sebagai poros maritim dunia. Hal ini
merupakan kebijakan strategis, mengingat memang Indonesia merupakan negara bahari yang
dikelilingi oleh lautan. Seluruh alur pelayaran dunia akan melalui lautan Indonesia sebagai
jalur strategis sehingga harusnya dapat dimanfaatkan oleh Indonesia sebagai pendekatan
diplomasi dalam menjadikan Indonesia sebagai poros maritim dunia. Untuk mewujudkan
Indonesia sebagai poros maritim dunia, terdapat ide untuk membentuk sebuah kementerian
maritim yang dicanangkan oleh Presiden Joko Widodo.
Terdapat dua jenis wacana yang muncul terkait dengan ide pembentukkan
kementerian maritim, yaitu pembentukkan Kementerian Maritim sebagai salah satu
Kementerian di bawah Kabinet Presiden Terpilih Jokowi, dan pembentukkan Kementerian
Koordinator Maritim yang membawahi kementerian-kementerian terkait dengan hal maritim
guna memfokuskan kabinet pada pembangunan Indonesia sebagai poros maritim dunia.
Perlu dicermati juga kelemahan dari ide pembentukan Kementerian Maritim, yaitu
dari sisi tugas dan fungsi yang dikhawatirkan akan tumpang tindih dengan tugas dan fungsi
kementerian dan/atau lembaga terkait maritim lainnya. Dengan demikian, wacana
pembentukan Kementerian Koordinator Bidang Maritim mulai marak muncul untuk
menghindari terjadinya tumpang tindih tugas dan fungsi ini. Kementerian Koordinator
Maritim itu sangat vital membawahi 18 kementerian yang saling terkait dengan dunia laut,
keamanan, teritorial, serta ekonomi.
Pilihan apapun yang akan diambil nantinya oleh pemerintahan yang baru, baik itu
membentuk Kementerian Maritim, Kementerian Koordinator Maritim, atau hanya dengan
penguatan dan efisiensi Kementerian Kelautan dan Perikanan, serta peningkatan sinergi
dengan kementerian terkait maritim lainnya, dibutuhkan komitmen penuh dan kuat dari
Pemerintah dan masyarakat Indonesia untuk melaksanakan kebijakan pembangunan berbasis
kelautan sehingga dapat menjadikan Indonesia sebagai negara maritim yang kuat di dunia.
Transportasi di era globalisasi merupakan suatu kebutuhan yang sangat penting bagi
masyarakat dalam menunjang segala aktivitas maupun rutinitasnya sehari-hari. Transportasi
publik umumnya meliputi kereta dan bis, namun juga termasuk pelayanan maskapai
penerbangan, pelabuhan penyeberangan, taksi, dan lain-lain. Keberadaan transportasi
publik yang baik sangat mempengaruhi roda perekonomian suatu wilayah atau daerah.
Keberhasilan pertumbuhan perekonomian di suatu Negara tidak akan lepas dari campur
tangan pemerintah dalam upaya menciptakan transportasi publik yang nyaman, aman, bersih,
dan tertata dengan baik.
Penyebab utama kecelakaan laut pada umumnya adalah karena faktor kelebihan
angkutan dari daya angkut yang ditetapkan, baik itu angkutan barang maupun orang.
Bahkan tidak jarang pemakai jasa pelayaran memaksakan diri naik kapal meskipun kapal
sudah penuh dengan tekad asal dapat tempat di atas kapal. Sistem transportasi dirancang
guna memfasilitasi pergerakan manusia dan barang. Pelayanan transportasi sangat terkait
erat dengan aspek keselamatan (safety,) baik orang maupun barangnya. Seseorang yang
melakukan perjalanan wajib mendapatkan jaminan keselamatan, bahkan jika mungkin
memperoleh kenyamanan, sedangkan barang yang diangkut harus tetap dalam keadaan utuh
dan tidak berkurang kualitasnya ketika sampai di tujuan.
Usaha dalam penyelamatan jiwa di laut merupakan suatu kegiatan yang dipergunakan
untuk mengendalikan terjadinya kecelakaan di laut yang dapat mengurangi sekecil mungkin
akibat yang timbul terhadap manusia, kapal dan muatannya. Untuk memperkecil terjadinya
kecelakaan di laut diperlukan suatu usaha untuk penyelamatan jiwa tersebut dengan cara
memenuhi semua peraturan- peraturan yang dikeluarkan oleh IMO (International Maritime
Organization), ILO (International Labour Organization) dan ITU (International
Telecomunication Union) maupun oleh pemerintah.
Indonesia merupakan Benua Maritim yang memiliki keunikan tersendiri dalam system
transportasi laut, namun demikian dari aspek teknik dan ekonomi, perlu dikaji lebih
mendalam, karena umur armada kapal saat ini banyak yang sudah tua, sehingga dapat
menimbulkan kerusakan-kerusakan yang tidak terduga, dan dapat mempengaruhi
keselamatan kapal. Kondisi kapal harus memenuhi persyaratan material, konstruksi
bangunan, permesinan, dan pelistrikan, stabilitas, tata susunan serta perlengkapan
radio/elektronika kapal dan dibuktikan dengan sertifikat, tentunya hal ini setelah dilakukan
pemeriksaan dan pengujian.
Kapal yang kondisinya prima, dan sesuai dengan ketentuan perundang-undangan, serta
dinyatakan laik laut, akan lebih aman menyeberangkan orang dan barang, sebaliknya kapal
yang diragukan kondisinya cenderung menemui hambatan saat dalam pelayaran. Jika kapal
mengalami kerusakan saat di perjalanan akan memerlukan biaya tambahan seperti biaya
eksploitasi yang disebabkan terjadinya delay.
Tentu bukan hal yang mudah untuk mempertahankan kondisi kapal yang
memenuhi persyaratan dan keselamatan, pencegahan pencemaran laut, pengawasan
pemuatan, kesehatan, dan kesejahteraan ABK, karena ini semua memerlukan modal yang
cukup besar. Disamping itu, usaha-usaha bisnis pelayaran ini juga memerlukan kerjasama
dan bantuan penuh dari pihak galangan kapal, sedangkan kondisi galangan kapal saat ini juga
dihadapkan pada kelesuan. Oleh karena itu, sentuhan tangan pemerintah beserta perangkat
kebijakannya sangat diharapkan, terutama aspek permodalan dan penciptaan iklim usaha
yang kondusif, sehingga para pengusaha pelayaran dan perkapalan dapat melaksanakan
rahabilitasi, replacement maupun perluasan armada kapal.
Selain faktor teknis kapal dan sumber daya awak kapal, Sarana Bantu Navigasi
Pelayaran (SBNP) juga unsur yang sangat penting dalam keselamatan pelayaran. Sarana ini
terdiri dari rambu-rambu laut yang berfungsi sebagai sarana penuntun bagi kapal-kapal yang
sedang berlayar, agar terhindar dari bahaya-bahaya navigasi. Station Radio Pantai juga
berguna sebagai sarana bantu navigasi pelayaran untuk memungkinkan kapal-kapal
melakukan pelayaran ekonomis, sebab tanpa instrument ini kapal harus melakukan pelayaran
memutar guna menghindari bahaya navigasi.
Dalam kajian ekonomi politik internasional, negara dituntut membuat kebijakan-
kebijakan yang sinergis antara kebijakan luar negeri dan kebijakan publik. Konstelasi
ekonomi politik internasional akan memengaruhi kebijakan ekonomi domestik. Konsep
tersebut mengemukakan bahwa setiap pemerintah harus membuat pilihan-pilihan mengenai
bagaimana ekonomi dalam negeri saling berhubungan dengan ekonomi global.(Oatley,
2004) rasionalitas dalam pemilihan kebijakan yang tepat menggunakan metodologi yang
digunakan untuk membandingkan biaya dan manfaat dari kebijakan pemerintah atau dari
tindakan perspektif dari masyarakat secara keseluruhan. Analisis menggunakan teknik ini
memahami bahwa para pembuat keputusan mungkin memilih untuk mengabaikan hasil, tapi
sebuah keuntungan memungkinkan pembuat keputusan untuk menimbang lebih jelas
tentang biaya peluang(Brilian Nurani, 2012).
Namun, terdapat pesimistis terhadap daya saing industri pelayaran Indonesia pada
ASEAN Economic Community. Tantangan tersebut merupakan faktor-faktor yang menjadi
pertimbangan untuk pemerintah membuat kebijakan. Kebijakan tersebut akan
memerlukan lebih banyak anggaran sebagai biaya untuk meningkatkan daya saing.
Dari data di atas, dapat dilihat bahwa volume pelayaran baik pelayaran
penumpang maupun peti kemas yang masih sangat minim. Dalam hal pelayaran penumpang
internasional pun dapat dilihat adanya fluktuasi jumlah penumpang. Panjang garis pantai
Kamboja adalah 443, dan saat ini menduduki peringkat ke 100 dalam hal garis pantai
(DB City, 2015). Meskipun memiliki kondisi geografis yang kurang mendukung,
pemerintah Kamboja membangun dua pelabuhan di provinsi Kandal, Kamboja (Kunmakara
2015). Kebijakan tersebut dilakukan untuk menambah volume kontainer yang akan singgah
di Kamboja. Menurut data Otonomi Pelabuhan Kamboja, julmlah kapal kargo yang
mendarat di Kamboja trus meningkat mencapai rata-rata 10%. Peningkatan volume
komoditas ekspor berupa hasil pertanian, terutama beras, menjadikan jasa industri pelayaran
di Kamboja sebagai peran yang strategis (Renzenbrink 2013).
Loadstar Shipping Co. Inc., Montenegro Shipping Lines Inc., PNOC Shippingand
Transport Corporation), secara umum perusahaan pelayaran tersebut mengangkut batu bara.
Meski demikian, pemarintah mendukung perusahaan pelayaran Filipina agar dapar
bergabung dalam jalur pelayaran internasional melaluai program penyewaan kapal kosong,
investasi secara insentif, dan pembebasan pajak. Pemerintah Filipina menerapkan kebijakan
fiscal yang ketat terhadap perusahaan pelayaran asing (Jose Tongzhon dan Sang-Yoon Lee,
2015). Selain itu, Filipina memiliki sumber daya manusia yang sangat kompeten dan
mempunyai sertifikasi internasional sehinga Filipina menjadi pemasok tenaga ahli di bidang
maritime terbesar di dunia. Lebih dari 300,000 tenaga kerja Filipina bekerja di seluruh dunia,
yang telah menyumbangkan remitansi sebesar 2 juta dollar setiap tahunnya (Jose Tongzhon
dan Sang-Yoon Lee, 2015).
Kondisi geografis Singapura yang sangat strategis merupakan faktor utama
sebagai pendukung daya saing industri pelayaran Singapura. Singapura merupakan
kompetitor utama dalam perdangan jasa pelayaran di ASEAN, dengan volume arus kargo
terbesar apabila dibandingkan dengan volume arus kargo di negara-negara ASEAN yang
lain. Pada sektor lain, jasa kontainer Singapura menunjukkan adanya permintaan pasar yang
terus meningkat pada lima tahun terakhir. Sebagai sebuah Negara yang dengan luas wilayah
yang terkecil di ASEAN, Singapura telah menerapkan orientasi terhadap industry
perdagangan dan juga mempromosikan dirinya sebagai Negara yang melayani jasa
pelayaran di regional Asia dengan mengedepankan lokasinya yang strategis (Jose
Tongzhon dan Sang-Yoon Lee, 2015). Sumbangan perekonomian di bidang maritime rata-
rata mencapai 7% setiap tahunnya, hal ini yang menjadikan sektor maritime merupakan pilar
perekonomian yang penting. Salah satu kebijakan pemerintah yang berperan pentinga adalah
pemeberian insentif fiscal sesuai dengan kebijakan pelayaran internasional dan memeberi
subsidi untuk memperkuat industri pelayaran nasional.
Terdapat perkembangan yang pesat dari data yang ditunjukkan oleh industri
pelayaran di Thailand. Baik dari segi penumpang, hingga jasa kargo dan kontainer. Jasa
pelayaran merupakan peran yang strategis dalam perekonomian Thailand. Pada tahun 2014,
terdapat 89% dari total volume perdagangan internasional Thailand menggunakan jasa di
bidang maritime (Jose Tongzhon dan Sang-Yoon Lee, 2015). Sumber daya manusia di
bidang maritim masih belum memenuhi tuntutan pemerintah yang mulai konsentrasi ke
bidang maritim. Oleh karena itu, pemerintah Thailand membuat kebijakan untuk menetapkan
pajak penghasilan juga pada tenaga kerja asing mencapai 30% (Jose Tongzhon dan Sang-
Yoon Lee, 2015). Untuk sektor bisnis, pemerintah Thailand membuat kebijakan dengan
mengalokasikan anggaran subsidi untuk pembelian kapal baru kepada para pengusaha kapal
Thailand (Jose Tongzhon dan Sang-Yoon Lee, 2015).
Berdasarkan komparasi pada LPI, Singapura dan Malaysia mempunyai daya saing
yang tinggi karena menempati posisi ranking teratas sedunia menurut Logistics Perfomance
Index. Singapura menempati posisi ke-2, Malaysia ke-10, Thailand ke-39, Vietnam ke-42,
Filipina ke-35, Kamboja ke- 78, dan Laos ke-120. Indonesia menempati urutan ke-7 diantara
8 negara- negara ASEAN yang mempunyai industri pelayaran. Data tersebut menunjukkan
bahwa terdapat tantangan yang akan dihadapi Indonesia dalam perdagangan jasa
pelayaran di ASEAN. Namun, Indonesia masih mempunyai peluang yang menjadi benefit
yang didefinisikan oleh Oatley sebagai salah satu target yang akan dicapai ketika pemerintah
sudah mengeluarkan biaya berupa kebijakan-kebijakan baru. Indonesia memiliki modal jika
ditinjau dari segi demografis dan geografis. Populasi penduduk Indonesia yang mencapai
kurang lebih 17 juta orang merupakan salah satu prospek pasar bagi industri pelayaran dalam
wilayah domestik.
Adanya azas cabotage yang diterapkan pada tahun 2005, menambah unit kapal laut
nasional sebanyak 6041 unit. Pada tahun 2015 bertambah menjadi 14,000 lebih unit,
meningkat sebanyak 134% (Perkasa 2015)). Dari data di atas, pelayaran rute internasional
membutuhkan kapal dengan TEUs yang besar yang didukung dengan jumlah pelabuhan
internasional yang lebih banyak. Faktor lain menyebutkan bahwa meskipun terdapat
penambahan armada kapal setiap tahun, harus ada efisiensi biaya logistic transportasi laut
yang lebih mahal daripada negara-negara ASEAN lainnya (Hilman 2015). Menurut
Indonesia National Ship Owner Association (INSA), biaya logistik tetap tinggi
dikarenakan tarif pelabuhan yang masih tinggi (Wicaksono 2015). Selain itu, biaya
logistik darat pasca di pelabuhan juga memerlukan pengaturan atau anggaran untuk subsidi
sehingga biaya produksi lebih dapat ditekan (Yasinta 2015). Tantangan yang menjadi faktor
lain adalah peningkatan sumber daya manusia baik dari segi kuantitas maupun kualitas. Dari
332 pelabuhan dan 1052 tenaga struktural di Indonesia, hampir 50 persen bukan
merupakan tenaga yang kompeten di bidang kelautan (beritasatu.com 2015). Selain itu,
masih minimnya pendidikan formal dalam bidang maritim. Kompetensi tenaga kerja di
bidang maritim signifikan terhadap perkembangan industri pelayaran Indonesia. Selain itu,
ekspor tenaga kerja maritim dapat memberikan remitansi kepada pendapatan ekonomi
nasional seperti yang Filipina lakukan. Terdapat 20 persen dari 1,2 juta tenaga kerja maritim
di dunia merupakan warga Filipina (ILO Publications, 2014).
Adanya Tol Laut dicanangkan untuk pengaturan sistem distribusi yang lebih
efisien dan dapat menekan biaya logistik. Dalam implementasinya, pemerintah
menganggarkan 500 miliar Rupiah untuk operasional transportasi multimoda. Sedangkan
regulasinya masih bernaung pada Peraturan Presiden No. 106 tahun 2015 tentang Angkutan
Barang di Laut. Titik tekan untuk memangkas biaya logistic maritim yang mahal yaitu pada
birokrasi, sehingga efisiensi juga tidak hanya pada sistem (Supply Chain Indonesia, 2015).
Pelabuhan adalah sebuah fasilitas di ujung samudera, sungai, atau danau untuk
menerima kapal dan memindahkan barang kargo maupun penumpang ke dalamnya. Menurut
peraturan pemerintah RI no. 69 tahun 2001 tentang kepelabuhanan, yang dimaksud
pelabuhan adalah tempat yang terdiri dari daratan dan peraitan disekitarnya dengan batas
batas tertentu sebagai tempat kegiatan pemerintahan dan kegiatan ekonomi dipergunakan
sebagai tempat kapal bersandar, berlabuh , naik turun penumpang dan atau bongkar m uat
barang yang di lengkapi dengan fasilitas keselamatan pelayaran dan kegiatan penunjang
pelabuhan serta sebagai tempat perpindahan intra dan antar moda transportasi.
Pelabuhan juga dapat di definisikan sebagai daerah perairan yang terlindung dari gelombang
laut dan di lengkapi dengan fasilitas terminal meliputi:
1. Dermaga, tempat di mana kapal dapat bertambat untuk bongkar muat barang.
2. Crane, untuk melaksanakan kegiatan bongkar muat barang.
3. Gudang Laut (transito), tempat untuk menyimpan muatan dari kapal atau yang akan di
pindah ke kapal.
2.2 Jenis Pelabuhan
Berdasarkan PP No 69 Tahun 2001, pelabuhan dibagi menjadi beberapa jenis sesuai dengan
kategorinya, berikut jenis-jenis pelabuhan
1. Menurut alamnya
a) Pelabuhan terbuka, kapal dapat merapat langsung tanpa bantuan pintu air,umumnya
berupa pelabuhan yang bersifat tradisional.
b) Pelabuhan tertutup, kapal masuk harus melalui pintu air seperti dapat kita temui
di Liverpool, Inggris dan terusan Panama.
2. Menurut pelayanannya
a) Pelabuhan Umum, diselenggarakan untuk kepentingan masyarakat yang secara teknis
dikelola oleh Badan Usaha Pelabuhan (BUP).
b) Pelabuhan Khusus, dikelola untuk kepentingan sendiri guna menunjang kegiatan tertentu,
baik instansi pemerintah, seperti TNI AL dan Pemda Dati I/Dati II, maupun badan usaha
swasta seperti, pelabuhan khusus PT BOGASARI yang digunakan untuk bongkar muat
tepung terigu.
3. Menurut Lingkup Pelayaran
a) Pelabuhan Internasional Hub, utama primer yang melayani nasional dan internasional
dalan jumlah besar. dan merupakan simpul dalam jaringan laut internasional.
b) Pelabuhan International, utama sekunder yang melayani nasional maupun internasional
dalam jumlah besar yang juga menjadi simpul jaringan transportasi laut internasional.
c) Pelabuhan Nasional, utama tersier yang melayani nasional dan internasional dalam jumlah
menengah.
d) Pelabuhan Regional,pelabuhan pengumpan primer ke pelabuhan utama yang melayani
secara nasional.
e) Pelabuhan Lokal, pelabuhan pengumpan sekunder yang melayani lokal dalam jumlah
kecil.
4. Menurut Perdagangan Luar Negeri
a) Pelabuhan Ekspor.
b) Pelabuhan Impor.
5. Menurut Kapal yang Diperbolehkan Singgah
a) Pelabuhan Laut, Pelabuhan yang boleh dikunjungi kapal negara-negara sahabat.
b) Pelabuhan Pantai, pelabuhan yang hanya boleh dikunjungi kapal nasional.
6. Menurut Wilayah Pengawasan Bea Cukai
a) Custom port, adalah wilayah dalam pengawasan bea cukai.
b) Free port. adalah wilayah pelabuhan yang bebas diluar pengawasan bea cukai.
7. Menurut Kegiatan Pelayaran
a) Pelabuhan Samudra, contoh: Pelabuhan Tanjung Priok.
b) Pelabuhan Nusantara, contoh: Pelabuhan Banjarmasin.
c) Pelabuhan Pelayaran Rakyat, contoh: Pelabuhan Sunda Kelapa, Jakarta.
8. Menurut Peranannya
a) Transito, pelabuhan yang mengerjakan kegiatan transhipment cargo, seperti
Pelabuhan Singapura.
b) Ferry, pelabuhan yang mengerjakan kegiatan penyebrangan, seperti Pelabuhan Merak.
Jumlah terminal khusus (Tersus) dan terminal untuk kepentingan sendiri (TUKS) yang
banyak menunjukkan tingginya kebutuhan dan potensi pengembangan infrastruktur
transportasi laut. Saat ini jumlah pelabuhan yang terbukabagi perdagangan internasional
cukup banyak (141 pelabuhan) yang umumnyadigunakan untuk kegiatan eksport. Kegiatan
import saat ini telah terkonsentrasidi pelabuhan Belawan, Tanjung Priok, Tanjung Perak, dan
Makassar. Sedangkan RIPN telah menetapkan dua pelabuhan sebagai Hub Internasional
yaitu pelabuhan Bitung dan Kuala Tanjung, dimana terletak di wilayah luar Indonesia.
Masalah lain yang kerap muncul dalam hal pengelolaan pelabuhan di Indonesia
adalah lamanya waktu kepngerusan kepabeanan di Indonesia. Hal ini menyebabkan
rendahnya minat para investor yang sebagian besar aktivitasnya berhubungan dengan
pelabuhan untuk masuk ke Indonesia. Mereka enggan untuk berurusan dengan birokrasi
Indonesia yang sangat berbelit belit. Alas an lainnya ialah karena mereka sadar, dengan
birokrasi yang semakin berbelit belit, hal itu akan mempengaruhi stabilitas dari produk
mereka. Karena mereka mau tidak mau mereka pasti akan memperhitungkan biaya biaya
birokrasi Indonesia kedalam produk mereka, yang sudah pasti merupakan sebuah
pemborosan dan tidak menambah nilai apa apa kepada produk yang mereka jual.
Masalah masalah diatas menyebabkan pengelolaan pelabuhan menjadi tidak
efektif. Hal ini berujung pada lamanya waktu tunggu bagi kapal kapal untuk bersandar di
pelabuhan pelabuhan yang ada di Indonesia. Pemerintah saat ini dituntut untuk segera
memperbaiki masalah ini. Karena pelabuhan mempunyai peran dan fungsi yang sangat
penting dalam pergerakan dan pertumbuhan perekonomian suatu negara.
Dampak lain yang terjadi dari perubahan fungsi dan tata guna lahan adalah
terjadinya perubahan mata pencaharian dan pendapatan penduduk. Semisal, pada awalnya
wilayah tersebut merupakan wilayah pertanian garam. Setelah adanya pelabuhan, para
penduduk beralih menjadi pekerja di pelabuhan. Otomatis, pendapatan mereka juga berubah.
gangguan terhadap aktivitas nelayan, peningkatan kepadatan lalu lintas pelayaran maupun
lalu lintas di sekitar wilayah pelabuhan.
Dan berikut merupakan beberapa pelabuhan besar yang dimiliki pemerintah, kondisinya
sekarang sebagai berikut:
3. Pelabuhan Belawan
Pelabuhan ini, sekarang memiliki panjang dermaga 950m, dan Draft -10mLWS.
4. Pelabuhan Kuala Tanjung
Pelabuhan ini, sekarang memiliki panjang 670m, dan Draft -14mLWS
5. Pelabuhan Tanjung Perak
Pelabuhan ini, sekarang memiliki panjang dermaga 2 berth serta draft -7mLWS (untuk
Dermaga Mirah), 500m, serta draft -9mLWS (untuk Djamrud Utara), dan 200m, serta
draft -7mLWS (untuk Djamrud Selatan).
6. Pelabuhan Tanjung Priok
Pelabuhan ini, sekarang memiliki panjang dermaga 900m, serta draft -20mLWS(Untuk
CT1), dan panjang dermaga 1600m, serta draft -20mLWS (untuk CT2 dan CT3).
7. Pelabuhan Batu Ampar Batam
Pelabuhan ini, sekarang memiliki panjang dermaga 670m, dan draft -14mLWS
Untuk itu, pemerintah dapat ikut andil dalam pembangunan pelabuhan dengan
menghimpun pengusaha pengusaha daerah dan memberikan stimulus untuk berinvestasi di
industri galangan kapal.
Dwelling time pelabuhan dapat diartikan sebagai waktu yang dibutuhkan bagi
kontainer (barang impor) untuk ditimbun di Tempat Penimbunan Sementara (TPS)/ container
yard di wilayah/ area pelabuhan, dihitung sejak barang impor dibongkar dari kapal sampai
dikeluarkan dari TPS. Oleh karena itu, setiap masalah yang terjadi pada komponen dwelling
time berpotensi untuk meningkatkan dwelling time di pelabuhan.
Dalam Dwelling Time ini Crane Intensity sangat berpengaruh pada waktu lamanya
pengangukutan container maupun saat peletakan container dari kapal. Adapun proses
dwelling time di pelabuhan:
1. Pre-clearance adalah proses peletakan petikemas di tempat penimbunan sementara (TPS)
di pelabuhan dan penyiapan dokumen pemberitahuan impor barang (PIB)
2. Customs clearance adalah proses pemeriksaan fisik petikemas (khusus untuk jalur merah),
lalu verifikasi dokumen-dokumen oleh Bea Cukai dan pengeluaran surat persetujuan
pengeluaran barang (SPPB)
3. Kegiatan post clearance adalah saat petikemas diangkut ke luar kawasan pelabuhan dan
pihak pemilik petikemas melakukan pembayaran ke operator pelabuhan.
Pelindo I dan menyatakan sudah 4,1 hari (dwelling time), kemudian Pelindo II
sudah 3,2 hari, Pelindo III saya 3 hari dan Pelindo IV sudah 2,4 hari.
Tahun 2013, jumlah pelabuhan yang memenuhi standar kinerja waiting time (WT)/
approach time (AT)/ effective time (ET) hanya sekitar 37/36/26 pelabu Beberapa
sumber permasalahan yang telah diidentifikasi adalah:
1. Kurangnya penyediaan infrastruktur pelabuhan, khususnya dermaga dan
lapangan penumpukan, terutama pada pelabuhan-pelabuhan utama.
2. Kondisi fisik pelabuhan, khususnya kedalaman pelabuhan, dimana sebagian besar
pelabuhan berada di muara sungai sehingga memiliki tingkat sedimentasi tinggi.
3. Waktu operasional pelabuhan dan keterbatasan kinerja SDM, khususnya
tenaga bongkar muat.
Kasus dwelling time di pelabuhan memanas sejak Presiden Jokowi melakukan
kunjungan pertama ke Pelabuhan Tanjung Priok. Beliau menargetkan lama dwelling time
bisa dipercepat dari yang semula 6 hari lebih menjadi 4,7 hari dengan rincian: pre-custom
clearance selama 2,7 hari, custom clearance selama 0,5 hari, dan post-custom clearance
selama 1,5 hari. Namun ternyata target tersebut gagal dipenuhi pada saat beliau
melaksanakan kunjungan kedua ke Pelabuhan Tanjung Priok. Kegagalan tersebut disebabkan
karena adanya banyak faktor dan kepentingan yang berpengaruh terhadap komponen
dwelling time. (sumber: bisnis.liputan6.com)
Penyelesaian dwelling time tidak bisa dilepaskan dari faktor teknis di lapangan.
Salah satunya adalah pengaruh kegiatan bongkar muat barang. Kegiatan bongkar muat
merupakan salah satu komponen dari dwelling time di pelabuhan. Setiap permasalahan yang
timbul dalam kegiatan bongkar muat berpotensi untuk meningkatkan dwelling time sehingga
menimbulkan kerugian terutama bagi pemilik kapal maupun pemilik barang. Seluruh risiko
yang timbul mengakibatkan kerugian waktu dan biaya. Dengan menggunakan metode
statistik dan probabilitas dapat diketahui risiko mana yang paling berpengaruh besar terhadap
operasional bongkar muat di pelabuhan, yaitu dengan menghitung selisih waktu sesuai
standar operasional dengan waktu sebenarnya saat operasional dari keseluruhan kegiatan
bongkar muat. Hasil penelitian menunjukkan bahwa tingkat risiko terjadinya lost time saat
kegiatan Truck Losing Out dan Truck Losing In adalah sangat tinggi, sedangkan cetak job
slip dan stack in adalah tinggi dan stack out adalah rendah. Adapun total lost time yang
disumbangkan oleh kegiatan bongkar terhadap dwelling time berasal dari Truck Losing Out
mencapai 11.9 jam jika dibandingkan dengan standar waktu normalnya. Sedangkan total lost
time yang disumbangkan oleh kegiatan muat terhadap dwelling time berasal dari Cetak Job
Slip ditambah dengan Stack In sebesar 12.5 jam. Hal ini membuktikan bahwa kegiatan
bongkar muat merupakan komponen penyumbang dwelling time.
Umumnya, apabila dalam kegiatan bongkar muat di pelabuhan timbul permasalahan
yang mengakibatkan tersendatnya arus distribusi barang maka hal ini akan menyebabkan
kerugian waktu dan biaya bagi pemilik kapal maupun pemilik barang. Permasalahan tersebut
akan menimbulkan pembengkakan biaya yang harus ditanggung oleh pemilik kapal, yakni
beban jasa kepelabuhan dan beban operasional kapal selama berada di pelabuhan. Beban jasa
kepelabuhan meliputi tarif labuh kapal, tarif tambat kapal, tarif penyewaan alat bongkar muat
beserta armada, dan tarif penyewaan lapangan penumpukan, sedangkan beban operasional
kapal antara lain adalah biaya gaji, biaya ABK, biaya bahan bakar dan lain-lain. Oleh karena
itu, semakin lama kapal di pelabuhan, maka biaya pengeluaran kapal semakin besar sehingga
berpotensi menimbulkan kerugian bagi perusahaan angkutan laut.
Pembengkakan ongkos pengiriman barang, umumnya tidak ditanggung oleh pemilik
barang kecuali ditentukan lain dalam perjanjian pengangkutannya. Akan tetapi,
keterlambatan distribusi barang dapat menyebabkan kerugian bagi pemilik barang, terutama
karena nilai manfaat barang bisa berubah sesuai fungsi waktu. Kerugian tersebut antara lain
adalah barang tidak bisa segera dimanfaatkan dalam proyek, barang tidak bisa segera
dipasarkan, arus perputaran uang terlambat, utang bunga bank meningkat dan lain
sebagainya. (Ningrum, 2007)
Lamanya dwelling time disebabkan beberapa hal. Pertama, produktivitas tenaga
kerja bongkar muat (TKBM) yang masih rendah. Produktivitas TKBM di
pelabuhanpelabuhan di Indonesia tergolong masih rendah karena pengelolaan TKBM yang
masih belum optimal dan profesional. Saat ini pengelolaan TKBM dimonopoli koperasi
TKBM di bawah pengawasan pemerintah. Hal itu pula yang membuat TKBM tidak
kompetitif. Seharusnya di setiap pelabuhan terdapat minimal dua pengelola TKBM sehingga
dapat memacu kompetisi yang sehat.
Kedua, pengurusan dokumen terkait dengan kapal dan barang yang lama. Pengurusan
dokumen-dokumen di pelabuhan di Indonesia terbilang lama karena di pelabuhan terdapat
banyak instansi, di antaranya BUP (badan usaha pelabuhan), bea dan cukai, kantor karantina,
kantor kesehatan pelabuhan, kantor kesyahbandaran, serta otoritas pelabuhan. Karena itu,
dalam rangka pengurusan dokumen, pengguna jasa atau konsumen harus mendatangi
instansi-instansi tersebut. Ironisnya, rata-rata pengurusan dokumen itu dilakukan setelah
kapal tiba di pelabuhan. Hal tersebut yang mengakibatkan lamanya proses pengurusan
dokumen.
Di beberapa negara di dunia, di Singapura misalnya, pengurusan dokumen yang
terkait dengan kapal dan barang dilakukan sebelum kapal tiba di pelabuhan melalui sistem
dalam jaringan (daring) teknologi informasi (TI). Sistem TI itu terintegrasi dengan sistem TI
dari berbagai instansi seperti Port of Singapore Authority (PSA) selaku operator dan The
Maritime and Port Authority of Singapore (MPA) selaku regulator. Hal tersebut lebih efektif
dan efisien karena memotong birokrasi serta menghemat waktu, tenaga, dan biaya. Selain itu,
daring meminimalkan pertemuan para pengguna jasa dengan para petugas saat melakukan
pengurusan dokumen sehingga potensi terjadinya tindak pidana korupsi, kolusi, dan
nepotisme dapat dihindari.
Ketiga, integrasi di antara moda transportasi angkutan barang yang kurang. Integrasi
antarmoda dapat mengurangi kepadatan di pelabuhan dan di jalan raya. Misalnya integrasi
antara moda transportasi laut dan kereta api. Hal itu dapat dilakukan dengan membangun
jalur rel di pelabuhan sehingga barang yang hendak dibongkar atau dimuat dari dan ke kapal
dapat langsung dengan kereta api.
Dengan demikian, dari penjelasan di atas, dapat diketahui, dwelling time dapat
dipengaruhi banyak faktor. Antara lain ketersediaan infrastruktur dan fasilitas di pelabuhan,
tenaga kerja bongkar muat, kecepatan pengurusan dokumen kapal dan barang, serta integrasi
antarmoda transportasi. Karena itu, diperlukan penyelesaian yang serius dan komprehensif
dalam rangka mengurangi dwelling time.
Pemerintah sudah mengupayakan beberapa solusi mengenai permasalahan Dwelling
Time di Indonesia diantaranya adalah pemberian sanksi jika pengambilan maupun mengurus
barang yang lambat, pengadaan teknologi terbaru. Dan pengadaan pelabuhan alternatif
sebagai pendukung pelabuhan utama.
Dari sisi pelabuhan, daya saing infrastruktur pelabuhan masih relatif rendah. Meski
peringkat kualitas pelabuhan Indonesia meningkat dari peringkat 89 menjadi 77 dalam
Global Competitiveness Index 2014-2015, kualitas infrastruktur pelabuhan Indonesia masih
lebih rendah dari Thailand (54), Malaysia (19), dan Singapura (2). Tingkat utilitas pelabuhan
di Indonesia sudah lebih dari 100%. Lebih jauh, utilitas pelabuhan di Kawasan Timur
Indonesia (KTI) masih rendah. Pelabuhan Bitung yang rencananya akan menjadi hub
internasional, tingkat utilitasnya masih lebih rendah dibandingkan pelabuhan di Sumatera
dan Jawa. Sebagian besar pelabuhan mempunyai draft dangkal sehingga membatasi ukuran
kapal yang akan berlabuh di pelabuhan tersebut. Kedepan dibutuhkan 19 pelabuhan yang
mampu mengakomodasi kapal berkapasitas 5.000 TEUs dan 10.000 TEUs dalam jangka
panjang. Kebutuhan investasi pelabuhan sampai dengan 2030 diperkirakan sebesar USD 47,1
miliar. Diperkirakan kebutuhan volume pelabuhan sampai dengan 2030 tertinggi untuk
container.
Begitu pula dari sisi angkutan laut (shipping), kapasitas kapal di Indonesia masih
relatif rendah. Mayoritas kapasitas kapal domestik sebesar 350-800 TEUs. Sementara di
negara lain seperti Malaysia, India dan China, rata-rata kapalnya berukuran 1.000 TEUs.
Selain itu, menurut data Bappenas, lebih dari 50% umur armada kapal nasional diatas 10
tahun. Kedepan diperlukan jumlah kapal berkapasitas besar dengan perkiraan kebutuhan
investasi sebesar USD 6,7 miliar sampai dengan 2030. Akibat asas cabotage, angkutan laut
nasional telah menguasai 99% pangsa muatan domestik sementara pada muatan ekspor-
impor baru menguasai 10%. Secara global, kondisi industri pelayaran mulai membaik di
tahun 2016 ini seiring dengan berkurangnya oversupply. Hal ini juga ditunjukkan dengan
meningkatnya harga sewa kapal.
Selain itu, besarnya biaya logistik nasional terutama pengiriman ke Kawasan Timur
Indonesia (KTI). Beberapa barang tertentu di KTI harganya lebih mahal daripada di daerah
Indonesia bagian barat.
Dari grafik di atas dapat dilihat bahwa ongkos kirim barang dari Jakarta menuju
Hamburg yang berjarak 11.000 km ternyata lebih murah daripada menuju Padang yang
berjarak hanya 1.000 km. Dari beberapa kondisi maritim Indonesia tersebut, maka konsep
Tol Laut sangat dibutuhkan untuk segera diimplementasikan, khususnya pengembangan
infrastruktur pelabuhan.
Dari data Laporan Implementasi Konsep Tol Laut 2015-2019 yang dirilis oleh
Bappenas, pengembangan fasilitas laut pelabuhan antara lain peningkatan draft kedalaman
pelabuhan pelabuhan Hub minimum 12 meter, peningkatan draft kedalaman pelabuhan
feeder minimum 7 meter, peningkatan fasilitas darat pelabuhan, penyediaan peralatan dan
revitalisasi pelabuhan pelayaran rakyat Indonesia.
Konsep Tol Laut tidak saja memerlukan draft kedalaman dermaga (infrastruktur)
tetapi juga memerlukan perangkat alat bongkar muat CC (Container Crane), Top Loader,
Reach Taker, dan rasio kebutuhan space Quay Yard untuk menampung container dari
proyeksi kegiatan bongkar maut kapal pendulum yang besar. Selanjutnya selain infrastruktur
maka diperlukan suprastruktur pendukung seperti manajerial pelabuhan membuat CSL
(Crane Sequence List) karena misal 2 alat CC untuk satu kapal agar cepat selesai kegiatan
bongkar muat di setiap pelabuhan yang disinggahinya.
Terdapat beberapa kendala dalam implementasi konsep Tol Laut dalam kaitannya
terhadap kondisi pelabuhan yang ada. Pertama, kapal besar berkapasitas 3.000-10.000 TEUs
hanya masuk pada pelabuhan tertentu dan tidak setiap pelabuhan memiliki kapasitas ini. Hal
ini terkait syarat yang dibutuhkan yaitu Jetty atau tempat sandar pelabuhan harus muat dan
ditambah dengan kapasitas yang harus mencukupi, sehingga mutlak dibutuhkan
pembangunan dan pebaikan infrastruktur pelayaran diantaranya pembangunan skala besar
dan pengadaan kapal-kapal dengan kapasitas 3.000-10.000 TEUs. Ditambah lagi pemerintah
tetap harus mengawal proses investasi pembangunan program Tol Laut apabila melibatkan
pihak asing dalam skema investasinya.
Menurut R.J. Lino, biaya pembangunan infrastruktur kelautan sebesar 5-6 miliar
dollar AS atau setara 78 triliyun rupiah (dengan asumsi 1 USD = Rp. 13.000), biaya yang
cukup besar namun ternyata ide ini didukung oleh semua komponen usaha terkait termasuk
Kementrian Perhubungan. Maka, pembangunan pelabuhan akan semakin dilakukan,
khususnya periode 2015-2019.
Pelayaran Indonesia merupakan satu aspek penting dalam kemajuan Indonesia menjadi
Poros Maritim Dunia. Kondisi pelayaran Indonesia saat ini menjadi satu tonggak pendorong
utama bagi kemajuan industri dan pemerataan kebutuhan Indonesia.
Tujuan Pemerintah menerapkan Asas Cabotage ini adalah untuk menjadikan kapal-
kapal berbendera Indonesia menjadi raja diperairan lautnya sendiri. Selain itu, dengan
lahirnya Asas Cabotage ini, diharapkan pelayaran di Indonesia menjadi semakin baik dan
kondusif. Sehingga tidak ada lagi pihak asing yang ikut berperan dalam industri pelayaran
Indonesia.
1. Administrasi Publik
Pada awal lahirnya administrasi publik, banyak ilmuwan dan praktisi memiliki
pendapat yang berbeda mengenai arti dari administrasi publik. Menurut Waldo dalam
Zauhar (1996, h.31) mengungkapkan dua jenis definisi administrasi publik yaitu:
(2) Public Administration is the art and science of management as applied to affairs
of state.
Secara lebih spesifik, menurut Prajudi Atmosudirjo dalam Indradi (2004, h.117)
mengatakan bahwa administrasi publik adalah administrasi daripada negara sebagai
organisasi dan administrasi yang mengejar tercapainya tujuan-tujuan yang bersifat
kenegaraan. Administrasi publik sebagai sebuah organisasi baik itu pemerintah maupun
non pemerintah, pada pelaksanaannya akan menghasilkan sebuah regulasi dalam bentuk
kebijakan publik. Didalam kebijakan publik terdapat 3 proses utama yaitu formulasi,
implementasi dan evaluasi. Pada sub bab selanjutnya akan dibahas mengenai implementasi
kebijakan publik.
Implementasi kebijakan merupakan salah satu bagian yang sangat penting dari
kebijakan publik. Menurut Abdul-Wahab (2012, h.133) dalam arti seluas-luasnya
implementasi juga sering dianggap sebagai bentuk peng- operasionalisasian atau
penyelenggaraan aktivitas yang telah ditetapkan berdasarkan Undang-Undang dan
menjadi kesepakatan bersama diatara beragam pemangku kepentingan, aktor, organisasi,
prosedur dan teknik secara sinergistis yang digerakkan untuk bekerjasama guna
menerapkan kebijakan ke arah tertentu yang dikehendaki.
Terdapat tiga tahap proses implementasi suatu kebijakan publik yang mencakup
tahap interpretasi (interpretation), tahap peng- organisasian (to organized) dan tahap
aplikasi (application) menurut Widodo (2010, h.90-94), yaitu:
Tahap pengorganisasian ini lebih mengarah pada proses kegiatan pengaturan dan
penetapan siapa yang menjadi pelaksana kebijakan, penetapan anggaran, penetapan
prasarana dan sarana apa yang diperlukan untuk melaksanakan kebijakan, penetapan tata
kerja, dan penetapan manajemen pelaksanaan kebijakan termasuk penetapan pola
kepemimpinan dan koordinasi pelaksanaan kebijakan.
Tahap aplikasi merupakan tahap penerapan Asas Cabotage secara konsekuen dan
me- rumuskan kebijakan serta mengambil langkah- langkah yang diperlukan sesuai dengan
tugas, fungsi dan kewenangan masing-masing guna memberdayakan industri pelayaran
nasional.
1) Perdagangan;
2) Keuangan;
3) Perhubungan;
4) Perindustrian;
c. Kapal asing yang saat ini masih melayani kegiatan angkutan laut dalam negeri
tetap dapat melakukan kegiatannya paling lama tiga tahun sejak Undang-Undang ini
berlaku.
Menurut Usman (2009, h.129) kata deskriptif berasal dari bahasa Inggris,
descriptive yang berarti bersifat menggambarkan dan melukiskan, dalam hal ini
sebenarnya (harafiah), yaitu berupa gambar-gambar atau foto-foto yang diperoleh dari data
lapangan atau penelitian menjelaskan hasil penelitian dengan gambar-gambar dan dapat
pula berarti men- jelaskannya dengan kata-kata, gejala, fakta-fakta, atau kejadian-kejadian
secara sistematis dan akurat mengenai sifat-sifat populasi atau daerah tertentu. Sedangkan
dengan menggunakan pendekatan kualitatif peneliti dapat menerangkan fenomena yang
sedang terjadi menurut perspektif peneliti sendiri. Adapun fokus penelitian ini adalah sebagai
berikut:
Pada awal pelaksanaanya asas ini banyak ditentang oleh pihak perusahaan
pelayaran dalam negeri sendiri. Dari hasil wawancara yang dilakukan oleh peneliti,
penentangan itu di- karenakan hampir dari seluruh perusahaan pelayaran dalam negeri telah
memiliki kontrak dengan pemilik kapal asing. Sehingga dengan munculnya asas ini membuat
perusahaan pelayaran dalam negeri melakukan renegosiasi kontrak.
Selain itu, perusahaan pelayaran dalam negeri lebih tertarik untuk menyewa
kapal asing dari pada harus memiliki kapal sendiri di- karenakan beban biaya investasi untuk
membeli sebuah kapal sangatlah besar. Untuk membeli kapal yang kualitasnya bagus,
perusahaan pelayaran dalam negeri harus menyediakan dana investasi puluhan miliyar. Hal
itu dinilai sangat memberatkan perusahaan pelayaran dalam negeri.
Kondisi lain yang membuat pelaksanaan Asas Cabotage dinilai berat saat itu
adalah masih sedikitnya jumlah kapal berbendera Indonesia yang dimiliki sehingga tidak
dapat memenuhi kebutuhan pelayaran dalam negeri. Kondisi kapal yang dimiliki saat itu pun
cenderung tidak baik karena hampir dari seluruh kapal berbendera Indonesia paa saat itu
merupakan kapal bekas dan sudah tua.
Seiring dengan pengawasan dari pihak Pemerintah yang semakin kuat dan prinsip
Asas Cabotage yang memaksa. Pertumbuhan industri pelayaran dalam negeri semakin
bergairah. Hal itu dibuktikan dengan semakin bertambahnya jumlah perusahaan pelayaran
dalam negeri dan jumlah kapal berbendera Indonesia yang dimiliki oleh perusahaan
pelayaran dalam negeri. Peningkatan tersebut dapat terwujud dikarenakan perusahaan
pelayaran dalam negeri pada saat ini harus memiliki surat izin dari Pemerintah untuk dapat
beroperasi. Didalam surat izin tersebut terdapat beberapa ketentuan yang harus dapat
dipenuhi oleh perusahaan pelayaran dalam negeri apabila perusahaannya ingin beroperasi,
salah satunya adalah dengan memiliki kapal sendiri.
Seiring dengan pertumbuhan jumlah kapal yang semakin meningkat, kapal-
kapal milik asing mulai tersisihkan dari perairan laut Indonesia. Kebergantungan
perusahaan pelayaran dalam negeri terhadap pihak asing mulai berkurang. Namun, belum
seluruhnya perusahaan pelayaran dalam negeri lepas dari campur tangan asing khususnya
pada perusahaan pelayaran yang bergerak pada bidang lepas pantai. Pada kegiatan lepas
pantai, perusahaan pelayaran dalam negeri masih menggunakan kapal asing untuk
melakukan kegiatan tersebut. hal itu dikarenakan harga kapal yang sangat mahal jika
dibandingkan dengan kapal jenis lain dan memerlukan teknologi yang sangat canggih.
Dengan masih adanya perusahaan pelayaran dalam negeri yang menggunakan kapal
asing membuat pelaksanaan Asas Cabotage menjadi terhambat. Keinginan pemerintah untuk
men- jadikan kapal Indonesia sebagai raja di- perairannya sendiri menjadi tertunda.
Sehingga, Pemerintah memperbolehkan perusahaan pelayaran dalam negeri untuk
menggunakan kapal asing untuk kegiatan lepas pantai hingga awal tahun 2016.
Namun pertumbuhan jumlah kapal tersebut tidak diikuti dengan pertumbuhan kapal
untuk kegiatan lepas pantai. Untuk jenis kapal yang berfungsi untuk kegiatan lepas pantai
masih sangat kurang. Dari data yang peneliti peroleh, hingga 2015 untuk kapal khusus
kegiatan lepas pantai membutuhkan 253 armada.Sehingga dengan masih kurangnya kapal
untuk kegiatan ini menjadikan Pemerintah harus menunda tujuannya untuk menjadikan
kapal-kapal Indonesia sebagai raja diperairannya sendiri.
c. Persaingan Perusahaan
Kontrak jangka panjang sangatlah penting bagi perusahaan pelayaran dalam negeri,
karena tanpa adanya kontrak tersebut, kapal-kapal mereka tidak dapat beroperasi. Kontrak
jangka panjang merupakan sebuah kepastian bagi perusahaan pelayaran dalam negeri agar
dapat mengangkut barang-barang/muatan pemilik barang untuk diangkut menggunakan
kapalnya.
b. Faktor Penghambat
3) Belum adanya kontrak jangka panjang antara pemilik barang dan pemilik
kapal. Kontrak jangka panjang sangat dibutuhkan oleh perusahaan pelayaran agar kapal-
kapal perusahaan pelayaran dalam negeri dapat beroperasi. Namun hingga saat ini dari
proses kerjasama tersebut belum terwujud dalam jangka waktu lama. Sehingga menimbulkan
masalah bagi perusahaan pelayaran dalam negeri yang telah memiliki kapal sendiri karena
dikhawatirkan akan mengalami kerugian jika tidak ada yang ingin menggunakan kapal
mereka.
1) Dampak Positif
2) Dampak Negatif
1) Dampak Positif
a) Besarnya pangsa pasar muatan domestik yang hanya diangkut oleh kapal
nasional. Kapal-kapal berbendera Indonesia tidak perlu lagi bersaing dengan kapal-kapal
asing dalam melakukan bongkar muat di pelabuhan nasional. Sehingga seluruh muatan
domestik hanya diangkut oleh kapal berbendera Indonesia.
2) Dampak Negatif
b) Terbatasnya ketersediaan dana bank dan non bank Ketersediaan dana dari
pihak ketiga yaitu bank dan non bank sangatlah terbatas. Biaya yang diperlukan untuk
melakukan pengadaan kapal sangatlah besar sehingga terkadang pihak ketiga tidak dapat
menyanggupinya bahkan harus menunggu dalam waktu yang lama agar dana yang
dibutuhkan oleh perusahaan pelayaran tersedia.
1) Dampak Positif
2) Dampak Negatif
INSA tidak pernah diikut sertakan dalam proses kebijakan. Padahal INSA
bersama anggotanya merupakan pihak yang paling terkena dampak kebijakan tersebut.
Sistem pengangkutan laut yang efisien dan terkelola dengan baik merupakan
faktor sangat penting dalam persaingan ekonomi serta integritas nasional. Biaya
pengangkutan laut cukup tinggi dan hal ini mengurangi insentif untuk perdagangan baik
domestik maupun internasional. Pelabuhan-pelabuhan di Indonesia, yang dianggap kurang
efisien dan tidak diperlengkapi/dikelola dengan baik, adalah faktor signifikan yang
menaikkan biaya pelayaran. Kapal-kapal yang dilibatkan dalam perdagangan domestik
menghabiskan sebagian besar dari waktu kerjanya hanya untuk disandarkan atau menunggu
di dalam atau di luar pelabuhan, sementara dwelling time barang sampai kini juga masih
tinggi, 8 hari lebih (Jurnal Maritim, 2014). Penyebabnya antara lain adalah terus
berlangsungnya dominasi negara atas penyediaan layanan pelabuhan (melalui-kegiatan yang
dilakukan oleh berbagai badan usaha milik negara), serta lingkungan hukum dan pengaturan
yang ada yang secara efektif membatasi persaingan baik di dalam maupun antar pelabuhan
(Ray, 2008).
Pada tahun 2014, Bank Dunia melaporkan bahwa dari 160 negara yang diukur,
logistics performance index Indonesia hanya menempati posisi ke posisi 53, masih jauh jika
dibanding dengan posisi beberapa negara tetangga, misalnya Singapura di peringkat 5,
Malaysia peringkat 25, dan Thailand peringkat 35, serta Vietnam di peringkat 48 (The World
Bank,2014). Logistik nasional merupakan rantai distribusi barang, meliputi kegiatan di
pelabuhan dan di luar pelabuhan sebagai daerah penyangga. Demikian juga, dilihat dari
muatan petikemas yang ditangani, dari 20 negara top performance, Indonesia belum
pernah masuk. Negara tetangga yang masuk adalah Singapura dengan ranking 2, dan Port
Klang Malaysia dengan ranking 12 (Institutute of Shipping Economics and Logistics, 2012).
Mengapa sebagai negeri maritim namun tak pernah unggul dalam industri pelayaran
? Ini pertanyaan mendasar yang tidak mudah dijawab dan siapa yang harus
menjawabnya.Tata-kelola angkutan laut yang crowdit ditengarai menjadi salah satu
penyebab ekonomi biaya tinggi. (09.pdf, diunduh 1 Juli 2013). Beberapa dasawarsa terakhir,
angkutan laut berkembang cukup pesat namun belum terencana dengan baik sehingga
menjadi kurang optimal, terjadi biaya tinggi dan mengganggu kelancaran arus barang.
Angkutan garam misalnya, biaya dari Madura ke Jakarta lebih mahal daripada dari Australia
ke Jakarta, itulah mengapa Indonesia masih impor garam (Jurnal Maritim, 2014).
Dari perspektif pemasaran, nilai angkutan laut Indonesia bagi penggunanya belum
seperti yang diharapkan, mengingat nilai merupakan keseimbangan antara produk / jasa yang
ditawarkan dengan kualitas, reliabilitas, ketepatan waktu penghantaran, responsivitas, serta
harga yang dibayarkan (Mariotti, 1997). Selanjutnya Mariotti mengindikasikan, bahwa pada
era tahun 1960-an sampai 1970-an merupakan era efisiensi dan output, dan pada era 1980-an
dan 1990-an merupakan era kualitas dan pelayanan. Namun ternyata sampai era 2000-an
sekarang ini Indonesia belum dapat meraih nilai-nilai tersebut. Ini mengindikasikan
lemahnya orientasi pemasaran industri pelayaran Indonesia.
Tujuan penulisan paper ini adalah untuk memberikan masukan pada industri
pelayaran nasional yang tidak pernah mempunyai keunggulan sebagai negeri maritim
dengan strategi pemasaran yang sustainable competitive advantage / keunggulan bersaing
berkelanjutan.Pendekatan atau analisis paper ini menggunakan literature review terutama
konsep strategi pemasaran pemikiran Kotler et al (2008), dengan meta analisis terhadap
literatur lain yang sudah mapan.
Tentu hal ini perlu didukung dengan modal yang besar. Untuk mengembangkan
pelabuhan Tanjung Priok, sebagai pengelola, PT Pelabuhan Indonesia (Pelindo) II mengaku
membutuhkan investasi sekitar Rp 22 triliun. Dana sebesar itu dibutuhkan untuk
memperlebar terminal yang akan dilakukan dalam tiga tahap. Namun nilai investasi itu
terbilang kecil dibanding manfaat yang bakal diperoleh ke depan. Angka ini jauh lebih kecil
ketimbang defisit neraca pembayaran Indonesia dari sektor pelayaran yang mencapai US$ 13
miliar per tahun.
Dalam hal perbaikan fasilitas pelabuhan, dal hal ini kolam pelabuhan, para
pengusaha pelayaran mengusulkan kepada pemerintah agar memperdalam kolam pelabuhan
di Indonesia hingga 16 meter. Dengan demikian, pelabuhan ini mampu menampung kapal-
kapal bermuatan 6.000 TEUs. Dengan adanya perbaikan kolam pelabuhan tersebut, para
pengusaha yakin jika pengelola pelabuhan dapat meningkatkan produktivitas bongkar muat
menjadi 20-25 boks container per jam per crane.
Langkah yang perlu diambil untuk menyelesaikan permasalahan ini adalah dengan
merubah sistem administrasi pada pelabuhan di Indonesia. Pelabuhan pelabuhan di
Indonesia memiliki kinerja yang lambat dari segi administrasi karena terlalu banyak berkas
berkas dan juga birokrat yang harus dilewati sebelum sistem dijalankan.
Permerintah tentu saja memegang peran penting untuk hal ini. Pemerintah harus
berperan sebagai penyelia yang secara berkala memantau penerapan dari semua strategi yang
telah disepakati dan diterapkan. Karena pada umumnya meskipun telah dirumuskan dengan
sangat baik, tiap strategi yang ada menjadi kacau saat diimplementasikan. Hal ini tentu saja
karena kurangnya koordinasi. Diharapkan pemerintah dapat menjalankan peran ini dengan
baik, bukan malah semakin memperburuknya.Upaya mengembangkan pelabuhan-
pelabuhan strategis di Indonesia masih terhambat dengan belum memadainya
peningkatan infrastruktur pendukung di daerah. "Seperti di Sampit ini kendalanya di
antaranya tidak mencukupinya pasokan listrik. Jalan menuju pelabuhan juga rusak.
Bagaimana peti kemas dan truk CPO (crude palm oil) itu bisa melintas dengan
nyaman. Ini kewajiban pemerintah daerah. Kalau ini bisa menunjang maka kemajuan
kepelabuhanan makin cepat. Pendangkalan alur Sungai Mentaya juga sangat
mengganggu karena kapal harus menunggu air pasang," kata Direktur Sumber Daya
Manusia dan Umum PT Pelabuhan Indonesia (Pelindo III), Toto Heliyanto di Sampit,
Kalimantan Tengah, Jumat malam (10/6/2016).
Sesuai program tol laut yang dijalankan Presiden Joko Widodo, ada 24
pelabuhan strategis yang akan dikembangkan. Lima pelabuhan di antaranya di bawah
pengelolaan PT Pelindo III, yakni Pelabuhan Tanjung Perak Surabaya, Tanjung Mas
Semarang, Trisakti Banjarmasin, Bagendang Sampit dan Kupang. Pelabuhan
Atapupu akan Dirancang Jadi Pelabuhan Transit Ekspor . Di Kabupaten
Kotawaringin Timur, Kalimantan Tengah terdapat dua terminal atau pelabuhan yakni
Pelabuhan Bagendang untuk bongkar muat barang dan Pelabuhan Sampit yang
diprioritaskan untuk penumpang. Saat ini sebagian jalan menuju Pelabuhan
Bagendang masih rusak sehingga cukup mengganggu kelancaran angkutan menuju
dan keluar dari pelabuhan ini. Padahal kelancaran angkutan darat juga berpengaruh
terhadap aktivitas bongkar muat di pelabuhan. Alur Sungai Mentaya yang dangkal di
beberapa titik juga menjadi kendala pengembangan kepelabuhanan. Saat ini kapal-
kapal besar hanya bisa masuk saat sungai sedang pasang, sehingga berdampak pada
efisiensi waktu dan biaya. Rencana pengerukan alur yang seharusnya dilakukan
tahun ini ternyata dibatalkan dengan alasan penghematan anggaran. "Idealnya di
Sungai Mentaya ini seperti di Sungai Barito (Kalimantan Selatan), ada tolnya
sehingga bisa 24 jam. Kalau dermaga dan fasilitas sea way (lapangan penumpukan
peti kemas) ditambah tapi alur masih dangkal dan harus mengandalkan pasang surut,
ya tetap ada kendala untuk pengembangan, padahal ini sangat potensial," kata Toto.
Toto menilai pelabuhan di Sampit maju dengan pesat dan memiliki prospek
yang bagus. Dia membandingkan kondisi dua tahun lalu saat dia berkunjung ke
Sampit dengan kondisi sekarang, jauh berbeda. Perkembangan di sekitar pelabuhan
sangat cepat, menandakan ekonomi tumbuh dan membawa dampak positif bagi
masyarakat dan daerah.Secara internal, Toto meminta seluruh jajarannya, khususnya
di PT Pelindo III Cabang Sampit untuk terus meningkatkan kinerja. Terobosan-
terobosan harua terus dilakukan untuk pelayanan kepelabuhanan dan pengembangan
perusahaan. "Kinerja jangan berkurang karena puasa. Kita harus tetap bersemangat
memberikan pelayanan. Upayakan biaya kepelabuhan murah. Jangan cuma duduk
meski kapal pasti datang. Kita harus berusaha. Marketing harus jalan. Komunikasi
pimpinan cabang dengan pusat harus jalan. Hubungan pimpinan cabang dengan
bupati, KSOP dan lainnya juga harus ditingkatkan," ujar Toto. Pelindo III mengelola
43 pelabuhan yang tersebar di tujuh provinsi yaitu Jawa Timur, Jawa Tengah,
Kalimantan Selatan, Kalimantan Tengah, Bali, Nusa Tenggara Barat dan Nusa
Tenggara Timur. Di Kalimantan Tengah, fokus pengelolaan dilakukan pada
pelabuhan di Sampit Kabupaten Kotawaringin Timur dan Pelabuhan Panglima Utar,
Kumai Kabupaten Kotawaringim Barat.
Perkembangan ekonomi dunia yang semakin cepat dan akan diterapkannya skema
kerja sama ASEAN pada 2015, menuntut peran pelabuhan yang semakin besar. Bukan saja
dibutuhkan lahan pelabuhan yang luas, dermaga yang panjang dan alur yang cukup dalam,
namun tantangan kedepan bagaimana mengefektifkan dan mengefisienkan pelabuhan
Indonesia sehingga memiliki daya saing.
Dua pertiga wilayah Indonesia adalah lautan. Ribuan pulau berjajar dari Sabang
sampai Merauke. Keuntungan yang lain, yaitu letak geografis Indonesia yang berada di
persilangan rute perdagangan dunia. Potensi ini apabila dioptimalkan, akan menjadi sumber
devisa negara yang sangat besar.
Dengan posisi Indonesia yang dekat dengan persilangan rute perdagangan dunia,
dilalui jalur pelayaran international timur-barat dan utara-selatan serta menganut konsep
negara kepulauan, Indonesia harus mampu memainkan peranan penting dalam mendorong
pertumbuhan ekonomi nasional dan regional.
Kapal-kapal yang datang dari Samudera Hindia dengan tujuan Asia Timur Jauh
akan melintasi wilayah perairan Indonesia melalui Selat Malaka, Selat Sunda, Selat Lombok,
dan Selat Timor. Sebagian besar kapal akan melalui Selat Sunda dan Malaka karena jaraknya
yang paling dekat. Kondisi ini jelas sangat menguntungkan bagi Indonesia, jika memiliki
pelabuhan yang baik. Namun, pada kenyataannya pelabuhan Indonesia masih jauh tertinggal.
Data World Economic Forum dalam laporan The Global Competitiveness Report
2011-2012 menyebutkan, kualitas infrastruktur pelabuhan Indonesia buruk. Berada di
peringkat ke-103. Dibanding negara anggota ASEAN lainnya, Indonesia jauh tertinggal.
Malaysia saja menempati urutan ke-15, Singapura peringkat pertama, dan Thailand ke-47.
Rendahnya rating pelabuhan Indonesia tidak terlepas akibat pelayanan bongkar muat barang
yang tidak efektif dan efisien. Padahal, pelabuhan sebagai image perekonomian negara di
mata dunia internasional.
Indonesia juga kalah dalam produktivitas bongkar muat, kondisi kongesti yang
parah, dan pengurusan dokumen kepabeanan yang lama. Global
Competitiveness Report 2010-2011 menyebutkan, kualitas pelabuhan di Indonesia hanya
bernilai 3,6, jauh di bawah Singapura yang nilainya 6,8 dan Malaysia 5,6. Para pengusaha
pun sudah lama mengeluhkan buruknya fasilitas kepelabuhanan di Indonesia. Untuk
bersandar dan bongkar muat, sebuah kapal harus antre berhari-hari menunggu giliran.
Seringkali, waktu tunggu untuk berlabuh jauh lebih lama ketimbang waktu untuk berlayar.
Melihat buruknya kondisi pelabuhan itu, tak heran bila investor enggan berinvestasi di
bidang perkapalan. Akibatnya, distribusi barang antar pulau pun tersendat. Dampak
lanjutannya, harga barang melonjak dan pembangunan ekonomi tersendat.
Untuk saat ini pelabuhan utama dari barang hasil ekspor bertumpu hanya pada
Tanjung Priok saja. Namun, kualitas pelabuhan Tanjung Priok jika dibandingkan
dengan Port of Singapore Authority, masih berada cukup jauh di bawah. Kekurangan ini
ditunjukkan dari mahalnya biaya yang dikenakan kepada instansi atau individu yang
menggunakan sarana. Di samping itu, tingkat pelayanan, lingkungan, serta kapasitas yang
disediakan juga menunjukkan bahwa kualitas Tanjung Priok masih berada jauh di bawah
Pelabuhan Singapura. Di samping itu, tingkat pelayanan, lingkungan, serta kapasitas yang
disediakan juga menunjukkan bahwa kualitas Tanjung Priok masih berada jauh di bawah
Pelabuhan Singapura. Pelabuhan peti kemas JICT Tanjung Priok dikenal paling mahal dan
tidak efisien dibandingkan negara-negara tetangga.
Pelabuhan Tanjung Priok rata-rata hanya mampu mengangkat 40 peti kemas per jam
dengan biaya US$ 137. Sebaliknya Port Of Singapore Authority yang rata-rata mampu
mengangkat lebih banyak yaitu sekitar 80 peti kemas dengan biaya yang dikenakan lebih
murah yaitu sekitar US$ 120. Untuk itu, menurut Kepala Asosiasi Pengusaha Indonesia
(Apindo), Sofyan Wanandi, paling sedikit Indonesia harus membangun tujuh pelabuhan baru
dengan standar internasional. Hal itu bertujuan untuk mengurai arus lalu lintas barang yang
masuk ke Indonesia.
Indonesia merupakan negara kepulauan yang terluas di dunia. Luas wilayah daratan
1,9 juta kilometer persegi sementara luas daerah maritimnya (termasuk Zona Ekonomi
Eksklusif) adalah 7,9 juta kilometer persegi (Library of Congress; 2004). Wilayah
maritimnya terdiri dari kurang lebih 17.000 pulau dan garis pantai yang membentang sejauh
81.000 kilometer. Dengan kondisi geografi seperti itu maka luas wilayah maritime Indonesia
adalah 80% dari total wilayah yang dimiliki .Sehingga tidak heran Indonesia mendapat
julukan sebagai negara maritim. Sebagai negara maritim, Indonesia memiliki sejarah yang
panjang terkait interaksi masyarakatnya dengan laut. Kondisi geografisnya yang terdiri dari
ribuan pulau menjadikan laut sebagai wilayah yang tidak terpisahkan dari kehidupan mereka.
Untuk menghubungkan antar wilayah yang dipisahkan oleh laut tersebut maka mereka biasa
menggunakan kapal bercadik. Mereka menggunakannya untuk berdagang atau mengurus
kebutuhan lainnya.
Indonesia dianugrahi wilayah laut yang stategis. Hampir semua pelayaran dunia dari
Cina yang menuju Eropa maupun sebaliknya melewati perairan Indonesia. Hal tersebut telah
berlangsung bahkan semenjak 4000 tahun sebelum masehi (Library of Congress; hal 2). Dan
selanjutnya berdiri kerajaan-kerajaan maritim yang kuat dengan memanfaatkan wilayah
strategis yang dimilikinya di sekitar wilayah Indonesia.
Namun keadaan sekarang telah berbalik. Keadaan transportasi laut nasional semakin
terpuruk. Menurut Wirabrata (2013; 13), beban biaya logistik terhadap PDB (Produk
Domestik Bruto) mencapai 27%. Sebagai perbandingan, di Korea 16,3% dan di Amerika
Serikat sebesar 9,9%. Dalam kasus lain, perbandingan biaya logistic dilihat dari jarak
tempuhnya, terdapat perbedaan yang cukup signifikan. Biaya pengiriman barang dari
Cikarang menuju Tajung Priok dengan jarak 55,5 kilometer sebesar US$750. Sementara di
Malaysia, jarak dari Pasir Gudang ke tanjung Lepas dengan jarak hamper sama, sekitar 56, 4
kilometer memakan biaya logistic sebesar US$450.
Contoh diatas merupakan sekelumit masalah yang dihadapi Indonesia dalam mewujudkan
visi Indonesia Incorporated. Untuk itu makalah ini dibuat untuk mencoba meng-ekstraksi
masalah masalah yang dihadapi Indonesia dalam mengembangkan transportasi lautnya serta
berusaha untuk memberikan pendapat yang membangun serta berdampak positif bagi
pengembangan transportasi laut Indonesia.
4.9 Pembahasan
1.Definisi revitalisasi
Menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia (KBBI edisi III) memberikan pengertian bahwa
revitalisasi (revitalisasi)adalah proses, cara, perbuatan menghidupkan atau menggiatkan
kembali.
Sebagai contoh adalah pada tahun 2002, waktu yang dibutuhkan untuk
memmindahkan peti kemas di Pelabuhan Jakarta adalah sekitar 30-40 peti kemas/jam.
Peningkatan dalam hal teknis dan operasional menunjukkan peningkatan produktivitas, pada
pertengahan tahun 2007 pemindahan peti kemas per jam mencapai sekitar 60 peti kemas.
Akan tetapi, meningkatnya lalu lintas peti kemas dan kemacetan di pelabuhan disertai
permasalahan yang berkaitan dengan ketenagakerjaan serta keterlambatan kepabeanan
menyebabkan turunnya produktivitas menjadi sekitar 40-45 peti kemas/jam di paruh pertama
tahun 2008.
Permasalahan lain dari Industri perkapalan nasional adalah bahan baku pembuatan
kapal yang masih di dominasi produk impor. Daniel (2012; 19) mengusulkan supaya
Pemerintah mau member insentif fiskal untuk komponen-komponen pembuatan kapal yang
masih diimpor sembari menguatkan industri penunjang. Dengan masih bergantungnya
industry dalam negeri kepada komponen yang sebagian besar masih di impor maka
Indonesia kurang memiliki kedaulatan terhadap pengelolaan transportasi lautnya serta resiko
tersedotnya devisa keluar untuk membayar komponen impor tersebut.
Tidak hanya dalam KTT, Bapak Jokowi juga menyampaikan dalam Deklarasi
Maluku. Sejumlah pemuda yang tergabung dalam Organisasi Masyarakat (Ormas) dan
Organisasi Kepemudaan (OKP), para tokoh adat dan Pemerintah Provinsi Maluku
mendeklarasikan Maluku sebagai Poros Maritim Indonesia. Deklarasi ini dilakukan di
tengah-tengah acara pembukaan Rapimnas II Pemuda Katolik di Gedung Siwalima, Karapan,
Ambon, pada Jumat (28/11) malam. Inilah isi lengkap naskah deklarasinya:
Atas Berkat Rahmat Tuhan Yang Maha Esa, hari ini Jumat 28 November 2014, kami putra
dan putri Indonesia di Tanah Maluku menyatakan tekad bulat dengan segenap jiwa dan raga
berjuang untuk menjadikan Maluku sebagai Poros Maritim Indonesia serta mengawal
perjuangan untuk mewujudkan Indonesia sebagai poros maritim dunia.
Dan sebagai wujud konkret dari sikap ini, kami sepenuhnya mendukung perjuangan
Pemerintah Provinsi Maluku dan seluruh rakyat Maluku dalam memperjuangkan:
Dan juga secara resmi dalam Rapat Pimpinan Nasional II Pemuda Katolik ini, kami usulkan
kepada pemerintah pusat di bawah kepemimpinan Joko Widodo dan Jusuf Kalla agar dapat
menetapkan filosofi pembangunan Membangun dari Laut ke Darat dengan Memuliakan
Lautnya dan Berdiri Teguh di Antaranya sebagai filosofi pembangunan nasional dalam
rangka mempertegas Indonesia sebagai negara bahari atau kepulauan maritim.
Dalam hal ini tidak jauh keterkaitan antara kebijakan pemerintah dengan
stakeholder maupun pemegang peran maritime nasional. Dalam pemanfaatan kekayaan laut
Indonesia, kebijakan public memberikan peran yang sangat riskan. Indonesia sebagai negara
kepulauan dengan jumlah pulau sebanyak 7.204 pulau yang tersebar dari Sabang sampai
Merauke serta memiliki rasio perbandingan wilayah laut 70% lebih banyak daripada daratan,
menjadikan negara Indonesia menjadi negara kepulauan terbesar di dunia. Indonesia dapat
memanfaatkan kekayaan alam di laut untuk meningkatkan perekonomian dan juga untuk
kesejahteraan masyarakat Indonesia. Karena wilayah laut pasti memiliki beragam sumber
daya alam yang sangat potensial dan dapat memberikan hasil yang sangat luar biasa.
Sumber daya alam yang dapat diperbarui seperti ikan yang merupakan sebagai
sumber protein penting bagi masyarakat Indonesia dan diperkirakan terdapat lebih dari 2.500
jenis, 76 persen terumbu karang dunia terdapat di Indonesia, bintang laut, rumput laut, hutan
mangrove yang menyimpan 6,5 juta ton ikan, dan lain-lain. Selain itu, terdapat sumber daya
alam yang tidak dapat diperbarui seperti gas bumi, minyak bumi, mineral, serta tambang.
Dengan melihat potensi sumber daya alam di lautan Indonesia, Jokowi menegaskan bahwa ia
akan bertekad menjadikan Indonesia sebagai Poros Maritim Dunia. Pernyataan Jokowi
tersebut tidaklah main-main, Jokowi sangat serius menjadikan Indonesia sebagai Poros
Maritim. Dalam mewujudkan mimpinya itu Jokowi langsung membentuk Kementerian baru
dalam kabinetnya yaitu Kementerian Koordinator Bidang Maritim yang dulu dijabat oleh
Rizal Ramli dan kemudian digantikan oleh Luhut Binsar Panjaitan yang akan bekerja sama
dengan Kementerian Kelautan dan Perikanan (KKP) yang dijabat oleh Susi Pudjiastuti.
Pada saat menghadiri KTT Asia Timur di Myanmar, Jokowi juga berkomitmen akan
menjadikan Indonesia sebagai Poros Maritim Dunia. Saya memilih forum ini untuk
menyampaikan gagasan saya tentang Indonesia sebagai Poros Maritim Dunia, dan harapan
saya tentang peran KTT Asia Timur kedepan, ujar Jokowi dalam pidatonya di KTT Asia
Timur, di Nay Pyi Taw, Myanmar, Kamis (13/11/2015). Pak Jokowi juga mendorong
peningkatan kerja sama antara ASEAN-India di bidang kemaritiman. Hal tersebut untuk
menjaga keamanan, stabilitas, dan kesejahteraan di kedua kawasan tersebut. Menurut Deputi
Bidang Kemaritiman dan Sumber Daya Alam Kementerian PPN/Bappenas Endah
Murniningtyas ada 2 aspek penting yang harus dibangun oleh Pemerintahan Jokowi agar
dapat mewujudkan Indonesia sebagai Poros Maritim Dunia, yaitu aspek ekonomi kelautan
dan kemaritiman yang akan menjadi aset andalan pengembangan dan pembangunan Poros
Maritim. Sedangkan aspek yang kedua yaitu aspek tata kelola yang akan menentukan
bagaimana komponen pertama tersebut dapat dikelola dan dikembangkan untuk mewujudkan
Poros Maritim Dunia.
Dua hal diatas yang kemudian secara integratif penting untuk dikelola sebagai
domain Indonesia untuk menjadi Poros Maritim Dunia, ujar Endah. Kini, setelah
berjalannya waktu sejak Jokowi memimpin Indonesia dari tahun 2014 sampai sekarang,
beberapa kebijakannya untuk mewujudkan 5 Pilar Poros Maritim mulai membuahkan hasil,
seperti Tol Laut yang dibangun untuk sebagai sarana mewujudkan konektivitas antar daerah
atau wilayah dan juga dapat bermanfaat untuk menurunkan harga bahan pokok yang selama
ini meresahkan masyarakat Indonesia.
Kita berantas illegal fishing yang rugikan Indonesia, ini angkanya kita tidak pernah
tahu. Tapi di Papua itu ikan 3,5 juta ton per tahun dicuri, kalau dikalikan USD 1 per kg sudah
USD 3,5 miliar atau Rp 45,7 triliun, ujar Susi Pudjiastuti. Mengingat banyaknya Negara
yang tidak terima saat kapal nelayannya ditenggelamkan, maka TNI AL bersama
Kementerian Kelautan dan Perikanan serta Kementerian Luar Negeri harus bisa menjelaskan
kepada dunia Internasional mengenai landasan penenggelaman tersebut yang sesuai pula
dengan tugas dan peran universal Angkatan Laut. Paling tidak dunia Internasional harus
mampu menghargai kedaulatan maritim Indonesia. Hal tersebut supaya tidak terjadi lagi
pencurian ikan yang pernah terjadi seperti dilakukan oleh kapal nelayan China di laut
Natuna, Indonesia berbatasan dengan Laut China Selatan pada tahun 2016. Kejadian itu
membuat Presiden Jokowi marah dan membuat sebuah nota protes ke China yang sudah
menangkap ikan dan melanggar wilayah Zona Ekonomi Eklusif Indonesia sehingga
membuat hubungan Indonesia dengan China sempat memburuk dan memanas. Kemudian
juga telah membuat banyak keuntungan bagi perekonomian Indonesia yang terus membaik di
sektor perikanan.
Hal tersebut dibuktikan dengan data Badan Pusat Statistik Republik Indonesia tahun
2017, bahwa kontribusi sektor perikanan terhadap nilai Produk Domestik Bruto (PDB)
nasional dalam periode 2015-2016 terus mengalami peningkatan dari nilai 2,51 (2015)
menjadi nilai 2,56 (2016). Dan terakhir, telah membuat Negara lainnya segan dan tidak
berani lagi melanggar kedaulatan Indonesia yang pertahanan kemaritimannya sudah
ditingkatkan. Dengan melihat hasil dari kebijakan Jokowi yang telah membuat dampak baik
bagi perekonomian dan kesejahteraan masyarakat Indonesia, saya yakin bahwa Jokowi bisa
membuat Indonesia menjadi salah satu kekuatan maritim dunia dan membuat Indonesia
maju.
Mengutip dari jurnal yang ditulis oleh caroline paskalina mengenai wacana negara
maritime dan reimajinasi nasionalisme Indonesia menggambarkann tentang bagaimana ilmu
politik berperan dalam mengkaji secara global bagaimana symbiosis dan interaksi yang
terjadi dari masing-masing pemegang peran negara Indonesia menjadi poros maritime dunia.
Kendati Indonesia merupakan negara kepulauan, tapi wacana tentang negara maritim bukan
wacana utama dalam konstruksi kebangsaan dan kenegaraan Indonesia. Wacana ini baru
muncul kembali ketika Presiden Joko Widodo menjadikannya sebagai salahsatu agenda
strategis dalam pemerintahannya. Kemunculan kembali wacana negara maritim ini menarik
untuk dikaji dari sisi nasionalisme, sebagai sebuah upaya untuk membentuk kembali
imajinasi identitas kebangsaan Indonesia.Dengan melacak dinamika argumentasi yang
mewarnai perjalanan wacana negara maritim dalam politik Indonesia, tulisan ini ingin
mengungkap mengapa wacana negara maritim muncul dan kepentingan di balik reimajinasi
nasionalisme Indonesia tersebut.
Janji yang diucapkan Presiden Joko Widodo untuk menjadikan Indonesia sebagai
negara maritim memicu kembalinya wacana ini dalam agenda politik Negara Indonesia.
Perdebatan yang kemudian menyertainya segera muncul, seperti apakah janji itu realistik,
mengingat telah sekian lama negara ini bergantung pada sistem transportasi darat. Kalaupun
secara geografis Indonesia adalah negara kepulauan, tetapi keberadaan laut lebih banyak
dianggap sebagai penghambat mobilitas, sehingga kebi-jakan yang dibuat cenderung
berpihak pada transportasi berbasis daratan, antara lain dengan membangun jembatan yang
menghubungkan antarpulau. Bayangan tentang negara maritim mungkin hanya akan menjadi
ingatan sejarah yang dipelajari ketika masa sekolah, di mana kerajaan-kerajaan besar di
Nusantara dituliskan dalam buku sejarah sebagai kerajaan maritim yang gagah perkasa.
Kejayaan nenek moyang bangsa Indonesia sebagai bangsa pelaut pun diceritakan turun-
temurun melalui buku-buku sejarah, peninggalan sejarah, bahkan lagu anak-anak. Tetapi,
seperti apa sebenarnya negara maritim tidak berkembang menjadi perdebatan, apalagi agenda
kebijakan. Imajinasi negara maritim tampaknya terhenti sebagai bagian dari kejayaan masa
lampau Indonesia. Cerita tentang kejayaan negara maritim yang sarat dengan romantisme ini
tidak pelak menjadi instrumen yang ampuh untuk membentuk rasa kebangsaan dan
kebanggaan sebagai bangsa yang mewarisi sejarah peradaban.
Kembalinya wacana negara maritim yang diinisiasi oleh Presiden Joko Widodo menarik
untuk dikaji dari sisi nasionalisme, sebagai sebuah upaya untuk membentuk kembali
imajinasi identitas kebangsaan Indonesia. Dengan melacak dinamika argumentasi yang
mewarnai perjalanan wacana negara maritim dalam politik Indonesia, mengapa wacana
negara maritim muncul dan kepentingan di balik reimajinasi nasionalisme Indonesia tersebut.
Transisi dari masa Orde Baru memuncul-kan konstruksi nasionalisme yang berbeda
lagi. Sentralisasi yang demikian kuat pada masa Orde Baru memunculkan perasaan-perasaan
ketertindasan dari daerah-daerah dan etnisitas yang berada di luar Jawa, sehingga ketika
Orde Baru berakhir, seolah-olah memberi peluang menguatnya identitas lokal yang sempat
ter-marginalkan. Nasionalisme pada masa ini justru menghadapi perlawanan dari daerah-
daerah yang menginginkan identitasnya diakui. Pasang-surut nasionalisme pada masa
reformasi ini tidak dapat secara otomatis diartikan sebagai disintegrasi, tapi lebih sebagai
cerminan dari ketidakpuasan dan delegitimasi negara. Seperti juga nasionalisme dipakai
sebagai instrumen oleh negara untuk membangun loyalitas dan legitimasi, demikian pula
kegagalan dalam mengurus negara akan menjadi penyebab mele-mahnya nasionalisme
(Santoso, 2001).
Kondisi ini berubah ketika pemerintahan Jokowi membangkitkan kembali ide tentang
nasionalisme yang dibangun dari kedaulatan di laut. Pada masa kejayaan kerajaan-kerajaan
di Nusantara, kedaulatan laut menjadi salahsatu kebanggaan bahkan identitas dari banyak
kerajaan besar Nusantara, seperti Sriwijaya dan Majapahit. Tapi identitas sebagai bangsa
bahari ini seolah-olah lenyap karena selama rentang panjang masa awal kemerdekaan hingga
sekarang, nasionalisme yang dibangun adalah nasionalisme yang berbasis daratan. Kendati
Indonesia adalah negara kepulauan, tapi sentralisasi sumber daya menyebabkan
pembangunan hanya berlangsung di pulau-pulau besar yang tidak saling terkoneksi dengan
baik, seolah-olah masing-masing pulau mengejar pertumbuhan ekonominya sendiri. Pusat-
pusat pertumbuhan ekonomi tetap berbasis pada pengembangan potensi daratan bukan
pergerakan sumber daya melalui laut di antara pulau-pulau tersebut. Ini adalah konsekuensi
dari ideologi pembangunan yang orientasinya pertumbuhan ekonomi. Pertum-buhan
ekonomi hanya bisa dicapai dengan cepat melalui akumulasi kapital. Kapital akan berputar
dengan cepat jika ada produktivitas dan industrialisasi menjadi strategi utama untuk
menciptakan produktivitas ini. Industrialisasi untuk menciptakan produktivitas yang tinggi
akan bisa dicapai melalui transportasi darat dan udara. Karena itu tidak ada kepentingan
untuk mengembangkan nasionalisme berbasis maritim. Laut bahkan kemudian dipandang
sebagai penghalang, sehingga strategi pembang-unan infrastruktur yang marak diterapkan
saat itu adalah membangun sebanyak mungkin jembatan, bukan mendayagunakan
pelabuhan-pelabuhan yang tersedia.
Pemerintahan Jokowi menawarkan per-ubahan cara pandang dari nasionalisme daratan
menjadi nasionalisme maritim. Indonesia jelas adalah negara kepulauan, laut seharusnya
men-jadi sumber kekuatan yang sangat strategis. Tidak hanya untuk perputaran sumber daya,
juga untuk pertahanan. Simbol kedaulatan terbesar yang seharusnya dimiliki Indonesia
adalah kedaulatan di laut karena Indonesia adalah negara kepulauan. Cara pandang inilah
yang kemudian dipakai Jokowi untuk membangkitkan kembali nasionalisme maritim.
Langkah pertama yang dilakukan adalah mengembalikan kepercayaan publik bahwa
Indonesia punya kedaulatan di laut. Upaya ini misalnya, dilakukan oleh Menteri Kelautan
dan Perikanan untuk menunjukkan bahwa Indonesia punya keberanian untuk melawan para
pelaku illegal fishing. Tapi, ini tidak cukup untuk menguatkan nasionalisme maritim.
Nasionalisme adalah rekayasa politik, sehingga reimajinasi tentang identitas bangsa perlu
dibangun melalui perubahan sistematis dalam mengelola laut, diawali dari membentuk
kembali cara pandang masyarakat terhadap laut hingga merumuskan desain kebijakan yang
jelas mengenai pengelolaan laut.
Pada tanggal 20 Oktober 2014 Presiden JokoWidodo secara resmi menjadi Presiden
Republik Indonesia dan di situ salah satunya membawa konsep Tol Laut. Apa itu Tol Laut?
Tol Laut adalah membangun transportasi laut dengan kapal atau sistem logistik kelautan
yang melayani tanpa henti dari ujung Sabang hingga Merauke. Tujuan nya yaitu
menggerakkan roda perekonomian secara merata dan nantinya akan ada kapal-kapal besar
yang bolak balik di lautan Indonesia, sehingga biaya logistik menjadi murah. Itulah
sebabnya Tol Laut menjadi salah satu program prioritas Presiden Jokowi untuk
mengembangkan sektor kemaritiman dan salah satu faktor penunjangnya adala kebutuhan
akan pelabuhan laut dalam untuk memberikan jalan bagi kapal kapal besar yang melintasi.
Dan sebagai negara kepulauan Tol Laut memang menjadi andalan masyarakat di daerah
terpencil ,meskipun mempunyai komoditas yang berpotensi namun karena tak ada kapal
yang melayani. Salah satu contoh kapal yang melayani masyarakat adalah kapal roro yang
selalu ber operasi 3 hari sekali untuk mengurangi beban di jalan raya. Dan disini gagasan tol
laut adalah untuk mewujudkan sebagai negara maritim yaitu membangun Indonesia dari
pinggir dengan memperkuat daerah daerah dan desa dalam kerangka negara kesatuan.
Selain itu tol laut juga menjadi penegasan bahwa negara memang benar hadi ke seluruh
daerah lewat kapal kapal yang menyambangi di wilayah tersebut. Ada beberapa hal yang
perlu dilakukan Indonesia untuk menjadi pemenang di persaingan dunia kemaritiman dunia.
Hal yang pertama adalah data. Indonesia harus memiliki pusat data yang aktual,
komprehensif, dan accountable sebagai sumber penelitian. Yang kedua adalah pendidikan,
pendidikan diperlukan untuk melahirkan para ahli dari berbagai bidang untuk mendukung
kesuksesan bidang kemaritiman Indonesia.
Karena kemaritiman adalah bidang yang sangat multi disiplin sehingga kita tidak bisa
berpangkuh pada satu ahli saja, kita membutuhkan para ahli untuk saling bekerja sama satu
sama lain dan diharapkan dapat menghasilkan produk yang sustainable. Dan faktor yang
paling penting adalah dukungan seluruh warga Indonesia, khususnya para pemuda yang
dimana memiliki tanggung jawab untuk membawa masa depan Indonesia di persaingan
global dunia kemaritiman
Menurut data terakhir dari FAO menunjukkan bahwa Indonesia berada di peringkat
kedua setelah China sebagai negara penghasil ikan terbesar di dunia. Namun,
produktivitasnya tidak selaras dengan jumlah kapal yang kita miliki. Kalau dari segi per unit
kapal, produktivitas kapal-kapal di Indonesia hanya mencapai 2,3 ton/tahun. Nilai ini jauh di
bawah kapal-kapal yang dimiliki oleh negara-negara di Eropa dan Amerika Utara yang
mencapai 20 ton per kapal per tahun.
Beberapa usaha pemerintah yang telah dilakukan untuk mengembangkan industri perikanan
tangkap di Indonesia adalah:
Sejak 2010 pemerintah telah membangun dan menghibahkan kapal-kapal berukuran 5-30 PT
kepada kelompok-kelompok nelayan di seluruh Indonesia.
Beberapa teknologi telah dikenalkan melalui program ini. Di antaranya:
Keterlibatan SDM khususnya pelaku usaha perikanan, termasuk nelayan, dalam hal
ini adalah sangat penting. Kesadaran mereka untuk menjaga keberlanjutan perikanan dan
kemampuan mereka dalam mengadopsi teknologi yang dikenalkan, akan memuluskan
langkah menuju perikanan tangkap yang berdaulat.
Momentum Hari Maritim Nasional ini hendaknya kita jadikan sebagai alat
pengingat dan penyemangat kita sebagai bangsa maritim. Bahwa Tuhan telah
menganugerahkan begitu besar kekayaan laut kepada kita,termasuk perikanan. Sekarang
semuanya kembali kepada kita, bagaimana kita dapat memanfaatkan kekayaan tersebut
sebesar-besarnya untuk kepentingan rakyat Indonesia demi kemajuan industri perikanan
sebagai salah satu pilar maritim Indonesia.
"Selama ini arah kebijakan pemerintah terhadap menggali potensi laut tidak
konsisten, kalau memang ingin membangun industri maritim yang kuat kebijakannya harus
konsisten dan berkelanjutan siapa pun presidennya," katanya kepada wartawan saat
konferensi. pers Marintec Indonesia, di Surabaya Jawa Timur, Rabu (10/9). Karena apa,
menurut dia, lantaran isu maritim sangat luas cakupannya. Kalau pun pemerintah memang
serius ingin menggali industri maritim kebijakannya harus kuat. Seperti pembangunan
infrastruktur pendukung. Selama ini arahnya masih terfokus pada pembangunan di darat.
Kondisi ini jelas mengindikasikan selama ini pemerintah belum melihat secara gamblang
akan optimalisasi potensi ekonomi laut. Contoh sederhananya saja industri maritim, selama
ini jalur transportasi lebih banyak digarap darat dan udara, sedangkan transportasi laut sedikit
terbengkalai. "Industri maritim belum berjalan bagus karena tidak menjadi fokus utama,"
ujarnya.
Jika memang pemerintah baru benar-benar ingin menggarap potensi maritim salah
satu jalan adalah kebijakannya harus konsisten dan nanti saat menjabat lagi atau digantikan
programnya bisa berlanjut. "Demokrasi di Indonesia masa kepemimpinannya hanya 5 hingga
10 tahun saja, jika ingin menggarap industri maritim atau yang lain waktu itu tidaklah cukup,
makanya pemerintah berikutnya harus bisa mengcover program selanjutnya. Yang biasanya
terjadi sebaliknya, ganti kepemimpinan ganti kebijakan. Itulah kelemahannya kenapa
maritim nasional belum bisa berjalan," tegasnya.
Padahal isu kemaritiman dunia ada di Indonesia, tapi industri kemaritiman belum
terlalu bagus karena tidak ada dukungan dari pemerintah mulai dari kebijakan fiskal tidak
mendukung terhadap industri maritim, teknologi, komponen, dan Sumber Daya Manusia
(SDM) yang belum mendukung. "Padahal Indonesia bisa menjadi negara poros maritim
dunia," ucapnya. Pada kesempatan yang sama, Christopher Eve, Presiden Direktur PT UBM
Pameran Niaga Indonesia membenarkan hal itu. Bahwa menurutnya Indonesia sangat
berpotensi menjadi negara poros maritim dunia. Hanya saja industri maritimnya belum
dikembangkan. Padahal jika pemerintah mau mengembangkannya potensi ekonomi maritim
Indonesia sangat luar biasa. "Jika pemerintah mendatang mau mengembangkan maritim,
tidak mustahil ekonomi Indonesia bisa lebih baik dari sekarang. Dan Indonesia harus
menjadi negara ekonomi berbasis maritim," katanya. Untuk bisa mencapai ke arah sana,
lanjut Eve, caranya tidak sulit memang awalnya. harus ada dukungan dari pemerintah,
kemudian baru sinergitas terhadap swasta yang memang mau berinvetasi di industri maritim,
dan satu lagi yang terpenting adalah Indonesia harus bisa lebih mandiri mulai dari
pembangunan komponen sampai dengan pembuatan kapal ada di dalam negeri jangan
ketergantungan dari negara lain. Jika itu semua dilakukan industri maritim Indonesia akan
lebih kuat. "Kalau ada kemauan, pasti Indonesia bisa," tegasnya. Masih Lemah Sebelumnya,
Ketua Umum Indonesian National Shipowners Association (INSA) Carmelita Hartoto
menyayangkan potensi industri perkapalan nasional belum dimaksimalkan oleh industri. la
melihatnya dikarenakan terbatasnya Sumber Daya Manusia (SDM) dan minimnya industri
komponen pendukungnya. "Potensi di sektor perhubungan laut Indonesia kurang mendapat
dukungan dari industri galangan kapal nasional. Selama ini, perusahaan galangan kapal di
Indonesia sulit berproduksi karena minimnya industri komponen," katanya.
Pasalnya, kata Carmelita, Indonesia terdiri dari perairan teritorial seluas 300.000
kilometer persegi, perairan pedalaman dan kepulauan seluas 2,8 juta kilometer persegi, ZEE
seluas 2,7 juta kilometer persegi, serta lebih dari 17.500 pulau menyimpan kekayaan yang
luar biasa. "Sejumlah perusahaan pelayaran asing diharapkan bermitra dengan perusahaan
lokal," tukasnya. Kementerian Perhubungan kini sedang mencari pejabat baru untuk mengisi
posisi Dirjen Perhubungan Laut (Hubla). Kemarin (20/9), sebanyak 15 nama dinyatakan
lulus tahap seleksi administrasi. Komposisinya, 8 nama dari kalangan Kemenhub termasuk 5
orang merupakan pejabat di lingkungan Ditjen Hubla. Sebanyak 7 nama sisanya berasal dari
luar Kemenhub. Dilihat dari aspek tanggungjawab, rentang kendali, dan tentu saja anggaran,
Ditjen Hubla terbilang istimewa. Dengan alokasi sebesar 11,56 triliun rupiah pada APBN
2017 ini, anggaran Ditjen Hubla bahkan mengungguli anggaran dari 19 Kementerian lainnya.
Kementerian Kelautan dan Perikanan (KKP) saja hanya sebesar 10,1 triliun rupiah. Adapun
alokasi sebesar tersebut terbagi atas: Lalu lintas dan Angkutan Laut (Rp 3,96 triliun),
Pelabuhan dan Pengerukan (Rp 2,3 triliun), Kenavigasian (Rp 1,48 triliun), Penjagaan Laut
dan Pantai (Rp. 111,4 Miliar), Perkapalan dan Kepelautan (Rp 68,9 Miliar), dan Dukungan
manajemen dan teknis lainnya (Rp 3,6 triliun). Selain aspek anggaran, Ditjen ini juga
mewakili kedaulatan negara di atas 24.046 kapal niaga berbendera Merah Putih (Data INSA
2016), berikut memastikan keselamatan atas kapal, awak, muatan, dan penumpang. Dengan
tanggung jawab sebesar itu, sosok seperti apa yang ideal menduduki jabatan Dirjen Hubla?
Berikut komentar dari praktisi dan pemgamat Maritim. James Talakua dari Forum
Komunikasi Maritim Indonesia (Forkami) menyebut Ali Sadikin adalah contoh sosok ideal.
Untuk diketahui, Ali Sadikin pernah menjabat Menteri Perhubungan Laut di Kabinet
Dwikora (1964-1966), dengan tugas dan tanggung jawab yang kurang lebih sama dengan
Ditjen Hubla di masa sekarang ini.Peristiwa OTT terhadap Dirjen Hubla kemarin sangat
disayangkan, padahal yang bersangkutan baru mendapat penghargaan dari Presiden. Kita
butuh sosok seperti Bang Ali (Sadikin) untuk posisi tersebut, atau setidaknya harus
mencontoh beliau. Ujar James kepada Redaksi.Untuk sosok baru Dirjen Hubla, Forkami
berharap akan hadir sosok yang memiliki niat tulus berbakti kepada bangsa, mengerti
persoalan pelaut, memahami aturan nasional dan internasional, serta bisnis
kemaritiman.Dengan dua tahun waktu tersisa, tentu perlu kerja keras dan memahami
birokrasi. Kami juga berharap dipilih orang yang bersedia berdiskusi dan berkomunikasi
dalam mencari solusi, tambah James.Ketua Kesatuan Pelaut Indonesia (KPI) Capt
Hasudungan Tambunan, M.Mar., memberikan komentar senada namun lebih menekankan
pada kalangan internal.Idealnya berasal dari lingkungan perhubungan laut sendiri, yang
pernah memimpin unit di lingkungan ditjen hubla, atau setidaknya di Kemenhub. Sehingga
benar-benar mengerti dan berpengalaman karena harus melanjutkan program kerja yang
ada, Kata Hasudungan.
Sebagai ketua KPI, Hasudungan juga menyoroti program di bidang Perkapalan dan
Kepelautan.KPI berharap program dan anggaran di bidang Perkapalan dan Kepelautan
diperkuat, terutama untuk kepelautan demi tercipta SDM maritim yang unggul. Di samping
pembangunan infrastruktur maritim, ada ratusan ribu pelaut Indonesia yang perlu mendapat
perhatian, tutup Hasudungan.Sementara Direktur NAMARIN (The National Maritime
Institute), Siswanto Rusdi berpendapat yang berbeda. Rusdi pesimis terhadap kalangan
internal Hubla dan mengingatkan ada persoalan mendasar yang perlu segera diperbaiki di
Kemenhub.Korupsi di Hubla tergolong akut karena melibatkan PNS dari kelas bawah
hingga pejabat tinggi. Sebelum Dirjen Tonny, Captain Bobby Mamahit juga tersandung
kasus korupsi, ungkap Rusdi.Menurut Rusdi, kondisi tata kelola di Kemenhub adalah
persoalan yang mendasar. Kemenhub menjadi regulator dan pada saat yang sama bertindak
menjadi operator sekaligus auditor. Tidak ada pihak eksternal yang dilibatkan sehingga tidak
terjadi check and balance. Jika kondisi yang sudah menahun tersebut tidak diperbaiki, Rusdi
khawatir pajabat baru dirjen akan menghadapi persoalan yang sama.Dan baru - baru ini
Indonesia membangun kapal selam KRI Nagapasa-403 resmi memperkuat pertahanan laut
Indonesia ini kata Menteri Pertahanan (Menhan) Ryamizard Ryacudu meresmikan kapal
selam yang diberi nama KRI Nagapasa-403 di dermaga galangan kapal DSME, Okpo,
Busan, Korea Selatan, pada Rabu 2-8-2017. Kapal selam ini resmi masuk dalam kapal
perang di jajaran angkatan laut Indonesia.
Indonesia menandatangani kontrak pengadaan tiga kapal selam dengan DSME pada
Desember 2011. Keseluruhan kapal akan diselesaikan pada tahun 2019. Sebanyak 2 kapal
selam dibuat di Korea Selatan, sedangkan satu kapal selam dibuat di galangan kapal PT PAL
Surabaya. Proses pembangunan ketiga kapal selam berada di bawah kendali pengawasan
Satuan Tugas Proyek Pengadaan Kapal Selam (Satgas Yekda KDSE DSME209) yang
dipimpin Laksma TNI Iwan Isnurwanto. Dan tak hanya itu Indonesia pun menerapkan sistem
ISPS (International Ship and Port Security Code. International Ship and Port Security Code
(ISPS Code) adalah regulasi yang IMO (International Maritime Organization) yang secara
khusus mengatur tentang kegiatan-kegiatan dan langkah-langkah yang harus diambil oleh
setiap negara dalam menanggulangi ancaman Terorisme di laut.
Setelah melalui penandatangan secara resmi oleh negara-negara anggota IMO, ISPS
CODE akhirnya berlaku efektif sejak 1 Juli 2004. Penyusunan ISPS CODE dimulai sejak
tahun 2001, dalam hal ini oleh Maritime Safety Committee (MSC) bekerja sama dengan
Maritime Security Working Group (MSWG). Kedua badan tersebut dalam suatu sidang
Majelis pada November tahun 2001, mengadopsi resolusi A.924(22). Isi dari resolusi
tersebut adalah melakukan tinjauan ulang terhadap segala tindakan dan prosedur dalam
mencegah kemungkinan aksi teroris yang mengancam keamanan maritim, khususnya
terhadap penumpang kapal dan awak kapal, serta keselamatan kapal pada umumnya.
Kemudian dalam Konferensi Negara Anggota di London pada 9-13 Desember 2002
(kemudian dikenal dengan nama Konferensi Diplomatik masalah Keamanan Maritim),
disepakati secara bulat untuk memasukkan ISPS Code ke dalam Konvensi Internasional
Untuk Keselamatan Di laut 1974 (SOLAS 1974). Konferensi juga menyetujui amandemen
terhadap Bab V dan Bab XI dari SOLAS, agar sesuai dengan adopsi ISPS Code. Bab V dari
SOLAS yang semula hanya memuat tentang Keselamatan Navigasi Pelayaran/Kapal,
ditambahkan sistim baru yaitu mempercepat pelaksanaan AIS (Automatic Identification
System). Sedangkan Bab XI dipecah menjadi dua bagian. Bab XI-1 berisi ketentuan yang
pada dasarnya mencakup upaya-upaya khusus (yang sebenarnya merupakan praktek selama
ini) untuk meningkatkan Keselamatan Maritim seperti; meningkatkan kegiatan Survei dan
pemberlakuan Nomor Identifikasi Kapal, serta Dokumen Riwayat Kapal. Bab XI-2 berisi
ketentuan yang sama sekali baru yaitu; Upaya-upaya Khusus untuk meningkatkan Keamanan
Maritim (Special Measures to Enhance Maritime Security). Satu hal yang perlu dicatat,
bahwa perluasan SOLAS 74 juga mencakup pada Pelabuhan dan Fasilitasnya. Sesuatu yang
sebelumnya belum pernah ada, walaupun hanya terbatas pada pelabuhan yang memiliki
interface dengan kapal laut. Pada dasarnya ISPS Code ini terdiri dari 2 (dua) bagian besar,
yang disebut Bagian A (Part A) dan Bagian B (Part B). Bagian A berisi segala ketentuan yang
Wajib dilaksanakan (mandatory) oleh Pemerintah negara anggota, kapal/ perusahaan dan
fasilitas pelabuhan, menyangkut aturanaturan yang tercantum dalam Bab XI-2 SOLAS
1974 hasil amandemen. Sedangkan bagian B berisikan petunjuk-petunjuk / pedoman
(guidance) tentang pelaksanaan dari Bab XI-2 dari apa yang tercantum dalam Bagian A.
5.1 Sikap Negara Terhadap Maritim Indonesia
Menyadari betapa pentingnya bidang maritim untuk memperkuat integrasi nasional,
pemerintah berusaha untuk mewujudkan kesatuan wilayah secara utuh. Pada tahun 1957,
pemerintah mengeluarkan Deklarasi Djuanda dengan menawarkan konsep Negara
Kepulauan (Archipelagic State) dengan batas laut teritorial sejauh 12 mil. Meskipun tuntutan
ini ditolak oleh PBB(Perserikatan Bangsa-Bangsa), pemerintah Indonesia terus berupaya di
berbagai forum internasional. Pada tahun 1982, International Conference on Sea Law yang
diselenggarakaan di Caracas meratifikasi konsep Indonesia mengenai Zone Ekonomi
Eksklusif (ZEE) inilah wilayah teritorial Indonesia menjadi utuh, baik meliputi wilayah darat
maupun laut. Dengan deklarasi ini wilayah teritorial Indonesia membentang dari barat ke
timur sejauh 6.400 km dan dari utara ke selatan 2.500 km. Garis pantai terluar yang
melingkari wilayaah teritorial Indonesia memiliki panjang sekitar 81,000km dan kawasan
laut ini terdiri dari 80%. Dengan prestasi untuk mencapai kesatuan wilayah ini diharapkan
bahwa integrasi nasional sebagai negara maritim akan dapat segera dicapai.
Upaya Indonesia untuk kembali membangkitkan kejayaan Indonesia sebagai negara
kepulauan melalui tiga pilar utama yakni Sumpah Pemuda 28 Oktober, Proklamasi
Kemerdekaan 17 Agustus 1945 dan Deklarasi Djoeanda 1957 tidak mudah untuk dilakukan.
Di masa pemerintahan Sukarno, Indonesia telah mendeklarasikan Wawasan Nusantara.
Wawasan Nusantara memandang wilayah laut merupakan satu keutuhan dengan wilayah
darat, udara, dasar laut dan tanah yang ada di bawahnya, serta seluruh kekayaan yang
terkandung di dalamnya yang tidak bisa dipisah-pisahkan. Di era Pemerintahan Presiden
Soeharto, Indonesia berupaya memperoleh pengakuan internasional tentang Negara
Nusantara, yang kemudian berhasil mendapat pengakuan internasional dalam forum
konvensi PBB tentang Hukum Laut tahun 1982 (UNCLOS 82) serta berlaku efektif sebagai
hukum internasional positif sejak 16 November 1984. Di masa Pemerintahan B.J Habibie
kembali Indonesia mendeklarasikan visi pembangunan kelautan dalam Deklarasi Bunaken.
Inti deklarasi tersebut adalah pemahaman bahwa laut merupakan peluang, tantangan dan
harapan untuk masa depan persatuan bangsa Indonesia. Dilanjutkan oleh Pemerintahan
Presiden Abdurrahman Wahid melalui komitmen Pembangunan Kelautan dengan
dibentuknya Departemen Kelautan dan Perikanan dan dikembangkannya Dewan Maritim
Indonesia yang kemudian menjadi Dewan Kelautan Indonesia.
Di era Reformasi saat ini, dalam PJPN 2005-2025 Pemerintah telah membuat
kebijakan untuk mewujudkan Indonesia menjadi negara kepulauan yang mandiri, maju, kuat
dan berbasis kepentingan nasional. Diantaranya dengan kembali memantapkan budaya
bahari dalam RPJMN 2004-2009.
Namun telah tumbuh kerancuan identitas, sebab meski mempunyai persepsi
kewilayahan maritim namun kultur yang kemudian terbangun adalah sebagai bangsa agraris.
Paradigma masyarakat Indonesia tentang laut cenderung berbeda dengan realitas, sehingga
arah kebijakan pembangunan selanjutnya menjadi kurang tepat karena lebih condong ke
pembangunan berbasis daratan, sektor kelautan menjadi sektor pinggiran.
Menurut Mahan, ada enam syarat sebuah negara menjadi negara maritim yaitu: lokasi
geografis, karakteristik dari tanah dan pantai, luas wilayah, jumlah penduduk, karakter
penduduk, dan pemerintahan. Dari keenam unsur inilah seharusnya karakter penduduk dan
pemerintahan yang masih perlu ditingkatkan sifat kemartimannya melalui sosialisasi sejarah
dan nilai-nilai budaya bahari kepada segenap lapisan masyrakat dan sikap pemerintah yang
mampu memanfaatkan laut dan unsur-unsur maritim guna kemakmuran dan kejayaan bangsa
Indonesia sendiri. Unsur-unsur kekuatan maritim antara lain terdiri dari transportasi,
pemanfaatan sumber hayati dan nabati laut, pertambangan dasar laut, pemanfaatan energi
laut, wisata, unsur pengamanan laut, dan sebagainya.
Wacana pentingnya membangun negara maritim juga pernah muncul di tengah-tengah
krisis moneter yang terjadi pada akhir tahun 1997, yang segera dibarengi oleh krisis-krisis di
bidang yang lainnya seperti krisis politik, krisis sosial budaya dan sebagainya. Rupanya
dengan adanya bencana yang timbul ini menyadarkan para pembuat kebijakan sadar bahwa
dengan mengeksplorasi kekayaan alam darat saja menimbulkan beban ekonomi yang sangat
besar dan membebani bangsa. Di tengah-tengah krisis ini muncul suatu inisiatif untuk
membangun Indonesia baru sebagai negara bahari yang memaksimalkan laut sebagai
potensinya untuk dasar kehidupan bangsa Indonesia. Pendayagunaan laut dan potensinya
akan menjadi tindakan eksploratif belaka tanpa adanya landasan pemahaman budaya bahari.
Negara bahari tidak akan terbentuk tanpa landasan budaya bahari. Dalam hubungan inilaah
sejarah bahari atau sejarah maritim menjadi bagian yang utama dalam menumbuhkan budaya
bahari untuk selanjutnya menjadi landasan bagi terbangunnya negara bahari.
Pengembangan negara maritim. Gagasan Negara Maritim Indonesia sebagai
aktualisasi wawasan nusantara untuk memberi gerak pada pola pikir, pola sikap dan pola
tindak bangsa Indonesia secara bulat dalam aktualisasi wawasan nusantara. Pengembangan
konsepsi negara maritim indonesia sejalan dengan upaya peningkatan kemampuan bangsa
kita menjadi bangsa yang modern dan mandiri dalam tekhnologi kelautan dan kedirgantaraan
bagi kesejahteraan bangsa dan negara. Bumi maritim Indonesia adalah bagian dari sistem
yang merupakan satu-kesatuan alami antara darat dan laut di atasnya tertata secara rapi dan
unik menampilkan ciri-ciri negara dengan karakteristik sendiri yang menjadi wilayah
yuridksi Negara Republik Indonesia.
Pengembangan negara maritim Indonesia berlandaskan Pancasila dan UUD 1945
karena dalam prikehidupan kebangsaan Indonesia Pancasila pada hakekatnya disusun secara
serasi dan seimbang untuk mewadahi seluruh aspirasi bangsa Indonesia. Landasan
konsepsionalnya adalah wawasan nusantara dan ketahanan nasonal. Dengan wawasan
nusantara bangsa Indonesia memandang wilayah nusantara sebagai satu kesatuan politik,
ekonomi, social budaya dan keamanan. Pada hakekatnya negara maritim Indonesia
merupakan pengembangan dari konsepsi ketahahan nasional, maka konsepsi negara
maritim Indonesia perlu dijadikan pedoman dan rangsangan serta dorongan bagi bangsa kita
dan upaya pemanfaatan dan pendayagunaan secara terpadu, terintegrasi dan
berkelanjutan. Benua Maritim Indonesia adalah hasil perjuangan bangsa Indonesia melawan
segala pihak yang tidak mau melihat bangsa Indonesia yang merdeka dan bersatu di
Kepulauan Nusantara yang merupakan satu keutuhan geografis. Ketika rakyat Indonesia,
terutama para pemudanya, melancarkan gerakan kemerdekaan bangsa Indonesia yang
dimulai dengan menyatakan Sumpah Pemuda pada tahun 1928, banyak pihak yang
mengatakan bahwa kebangsaan Indonesia adalah satu illusi belaka. Di antara mereka tidak
hanya terdapat kaum politik kolonialis yang tidak sudi melihat Indonesia merdeka, tetapi
juga pakar ilmu sosial yang melihat persoalannya dari segi ilmiah. Malahan ada pula orang
Indonesia yang terpengaruh oleh sikap dan pandangan kolonial itu dan turut berpikir serta
berbicara seperti pihak penjajah.
Memang Indonesia adalah satu kenyataan dan diteguhkan oleh ridho Illahi dalam
wujud kehidupan bangsa merdeka yang pada tahun 1945 telah berlangsung 50 tahun.
Kenyataan itu semua menolak segala kesangsian, baik yang bersifat ilmiah maupun politik,
bahwa Indonesia hanya mungkin ada karena dan kalau dijajah. Dalam 50 tahun bangsa
Indonesia berhasil mengatasi segala usaha pihak lain yang hendak merontohkan Indonesia,
dari luar maupun dari dalam. Bangsa Indonesia pun berhasil memperoleh pengakuan
eksistensinya dari semua bangsa di dunia, termasuk dari bekas penjajahnya. Selain itu bangsa
Indonesia berhasil memperoleh pengakuan bahwa wilayah Republik Indonesia yang meliputi
Kepulauan Nusantara merupakan satu kesatuan geografi. Dunia internasional mengakui
eksistensi satu Benua Maritim Indonesia.
Namun demikian bangsa Indonesia sepenuhnya pula sadar bahwa bangsa Indonesia
terdiri dari sekian banyak suku dan golongan, masing-masing dengan kebudayaannya
sendiri. Demikian pula adanya kemungkinan bahwa rakyatnya melihat perairan yang ada
antara pulau-pulau bukan sebagai penghubung melainkan sebagai pemisah pulau satu dengan
yang lain. Sebab itu bangsa Indonesia mengambil sebagai semboyan nasionalnya Bhinneka
Tunggal Eka atau Kesatuan dalam Perbedaan. Timbul pula kesadaran bahwa dapat timbul
kerawanan nasional kalau tidak ada pendekatan secara tepat. Pihak lain yang tidak mau
melihat bangsa Indonesia maju pasti akan memanfaatkan kerawanan demikian.
Maka untuk menjamin agar kesatuan Indonesia selalu terpelihara, bangsa Indonesia
melahirkan Wawasan Nusantara. Pandangan itu adalah satu konsepsi geopolitik dan
geostrategi yang menyatakan bahwa Kepulauan Nusantara yang meliputi seluruh wilayah
daratan, lautan dan ruang angkasa di atasnya beserta seluruh penduduknya adalah satu
kesatuan politik, ekonomi, sosial budaya dan pertahanan-keamanan. Agar bangsa Indonesia
mencapai tujuan perjuangannya, yaitu terwujudnya masyarakat yang maju, adil dan makmur
berdasarkan Pancasila, Wawasan Nusantara harus diaktualisasikan dan tidak tinggal sebagai
semboyan atau potensi belaka.
Untuk memperoleh aktualisasi Wawasan Nusantara ada tiga kendala utama, yaitu :
Satu, Indonesia belum menjalankan manajemen nasional yang memungkinkan
perkembangan seluruh bagian dari Benua Maritim itu. Meskipun pada tahun 1945 para
Pendiri Negara telah mewanti-wanti agar Republik Indonesia sebagai negara kesatuan
memberikan otonomi luas kepada daerah agar dapat berkembang sesuai dengan sifatnya,
namun dalam kenyataan selama 50 tahun merdeka Indonesia menjalankan pemerintahan
sentralisme yang ketat. Akibatnya adalah bahwa pulau Jawa dan lebih-lebih lagi Jakarta
sebagai pusat pemerintahan Indonesia, mengalami kemajuan jauh lebih banyak dan pesat
ketimbang bagian lain Indonesia, khususnya Kawasan Timur Indonesia. Kalau sikap
demikian tidak segera berubah maka tidak mustahil kerawanan nasional seperti yang sudah
disebutkan sebelumnya, dapat menjadi kenyataan yang menyedihkan. Rakyat yang tinggal di
luar Jawa kurang berkembang maju dan merasa tidak puas dengan statusnya. Apalagi melihat
kondisi dunia yang sedang bergulat dalam persaingan ekonomi dan menggunakan segala cara
untuk unggul dan memenangkan persaingan itu.
Dua, meskipun segala perairan yang ada di Benua Maritim Indonesia merupakan
bagian tak terpisahkan dari kehidupan bangsa Indonesia, namun dalam kenyataan mayoritas
bangsa Indonesia lebih berorientasi kepada daratan saja dan kurang dekat kepada lautan. Itu
dapat dilihat pada rakyat di pulau Jawa yang merupakan lebih dari 70 persen penduduk
Indonesia. Tidak ada titik di pulau Jawa yang melebihi 100 kilometer dari lautan. Dalam
zaman dulu sampai masa kerajaan Majapahit dan Demak mayoritas rakyat Jawa adalah
pelaut. Akan tetapi sejak sirnanya kerajaan Majapahit dan Demak rakyat Jawa telah menjadi
manusia daratan belaka yang mengabaikan lautan yang ada di sekitar pulaunya. Titik berat
kehidupan adalah sebagai petani tanpa ada perimbangan sebagai pelaut. Juga dalam
konsumsi makanannya ikan dan hasil laut lainnya tidak mempunyai peran penting.
Gambaran rakyat Jawa itu juga terlihat pada keseluruhan rakyat Indonesia, yaitu orientasi ke
daratan jauh lebih besar ketimbang ke lautan. Untung sekali masih ada perkecualian, yaitu
rakyat Bugis, Buton dan Madura dan beberapa yang lain, yang dapat memberikan perhatian
sama besar kepada daratan dan lautan. Menghasilkan tidak saja petani tetapi juga pelaut yang
tangguh. Gambaran keadaan umum rakyat Indonesia amat bertentangan dengan kenyataan
bahwa luas daratan nasional adalah sekitar 1,9 juta kilometer persegi, sedangkan wilayah
perairan adalah sekitar 3 juta kilometer persegi. Apalagi kalau ditambah dengan zone
ekonomi eksklusif yang masuk wewenang Indonesia. Selama pandangan mayoritas rakyat
Indonesia terhadap lautan belum berubah, bagian amat besar dari potensi nasional tidak
terjamah dan karena itu kurang sekali berperan untuk meningkatkan kesejahteraan bangsa.
Malahan yang lebih banyak memanfaatkan adalah bangsa lain yang memasuki wilayah
lautan Indonesia untuk mengambil kekayaannya.
Tiga, kurangnya pemanfaatan ruang angkasa di atas wilayah Nusantara untuk
kepentingan nasional, khususnya pemantapan kebudayaan nasional. Mayoritas rakyat
Indonesia belum cukup menyadari perubahan besar yang terjadi dalam umat manusia sebagai
akibat perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi. Perubahan besar itu terutama
menyangkut teknologi angkutan dan komunikasi. Khususnya komunikasi elektronika
sekarang memungkinkan manusia berhubungan dengan cepat dan tepat melalui telpon,
televisi, komputer yang menghasilkan E-Mail dan Internet. Letak kepulauan Nusantara
sepanjang khatulistiwa amat menguntungkan untuk penempatan satelit yang memungkinkan
komunikasi yang makin canggih dengan memanfaatkan ruang angkasa yang terbentang di
atas wilayah Nusantara.. Ini sangat penting untuk pembangunan dan pemantapan kebudayaan
nasional, khususnya melalui televisi. Namun untuk itu diperlukan biaya yang memadai.
Jelas sekali bahwa masa depan Benua Maritim Indonesia berada pada sikap dan
tindakan rakyat Indonesia sendiri, baik yang duduk dalam pemerintahan, dalam dunia
akademis dan ilmu pengetahuan maupun dalam dunia swasta untuk mengadakan perubahan
terhadap dua kendala ini. Selama pemerintahan yang dilakukan kurang mewujudkan
desentralisasi dan otonomi daerah yang memungkinkan setiap daerah berkembang maju dan
rakyat pada umumnya belum dapat diubah pandangannya terhadap kelautan, maka Benua
Maritim Indonesia hanya akan menunjukkan kemajuan yang terbatas dan tidak sesuai dengan
potensinya. Juga aktualisasi Wawasan Nusantara sangat dipengaruhi kemampuan kita
memanfaatkan komunikasi dan angkutan secara lebih luas untuk mengembangkan budaya
nasional Indonesia atau budaya Nusantara.
Kesatuan sistem politik nampaknya terjamin melalui sentralisme, tetapi dalam
kenyataan menimbulkan kerawanan yang berbahaya sebagaimana telah dibuktikan dalam
pemberontakan PRRI/Permesta.
Kesatuan sistem ekonomi jelas kurang terjamin oleh karena terjadi kesenjangan
yang lebar antara golongan kecil yang menguasai sekitar 70 persen produksi nasional dengan
mayoritas rakyat yang masih miskin, diperberat lagi oleh kesenjangan kemajuan ekonomi
antara Jawa dan luar Jawa.
Kesatuan dalam sosial budaya juga belum terwujud dengan memuaskan, meskipun
UUD 1945 telah menyatakan bahwa kebudayaan nasional Indonesia adalah buah usaha
budidaya rakyat Indonesia seluruhnya. Puncak-puncak kebudayaan daerah merupakan bagian
kebudayaan Indonesia. Dan perlu ada pengambilan dari kebudayaan asing yang dapat
memperkembangkan atau memperkaya kebudayaan Indonesia. Dalam kenyataan masih
belum cukup berkembang kebudayaan nasional Indonesia.
Kesatuan dalam pertahanan-keamanan secara relatif lebih terwujud ketimbang
faktor lainnya, hal mana dibuktikan oleh keberhasilan bangsa Indonesia mengatasi semua
persoalan hankamnya sejak tahun 1945 hingga sekarang. Akan tetapi dilihat dari kondisi
geografi Indonesia belum pula ada pertahanan-keamanan yang sesuai dengan tuntutan Benua
Maritim Indonesia. Titik berat hankam masih pada daratan belaka dan itupun baru pada
aspek territorial. Kemampuan di lautan dan di udara masih sangat terbatas. Itu berakibat
kurang baik, ketika ABRI kurang mampu mencegah masuknya pihak asing yang mengambil
kekayaan laut Indonesia secara tidak sah. Memang membangun kekuatan hankam yang
seimbang untuk daratan, lautan dan udara tidak murah. Sebab itu perlu lebih dulu ada
kemajuan besar dalam pembangunan ekonomi nasional. Itu tidak mungkin tercapai secara
optimal kalau kendala di atas masih belum dapat diatasi.
Melihat kondisi dan sifat rakyat Indonesia masa kini nampaknya usaha untuk
mengatasi kendala itu harus terutama bersumber pada pemerintah dan dunia swasta.
Pemerintah harus mengambil langkah-langkah yang memungkinkan terwujudnya
desentralisasi dan otonomi daerah secara sukses. Pemerintah pula harus menjalankan
berbagai usaha untuk menarik lebih banyak perhatian rakyat kepada lautan dan perairan pada
umumnya. Kalau pemerintah dapat merekayasa sehingga sebagai permulaan sekitar 5 persen
penduduk Indonesia berusaha di laut atau dalam pekerjaan yang bersangkutan dengan usaha
laut, pasti keadaan kesejahteraan Indonesia akan berubah. Lambat laun lebih banyak lagi
rakyat yang tertarik ke faktor lautan. Selain itu Pemerintah perlu menyelenggarakan siaran
radio dan televisi yang menunjang perkembangan budaya nasional Indonesia. Dan
mendorong pihak swasta untuk melakukan hal serupa melalui radio dan televisi swasta. Di
samping itu pemerintah harus memperhatikan penyelenggaraan pendidikan umum yang
bermutu, terutama di luar Jawa, agar semuanya dapat menjalankan desentralisasi dengan
efektif dan bermanfaat. Pendidikan itu juga membuka pandangan rakyat terhadap faktor
perairan Indonesia yang demikian luasnya.
Pemerintah juga harus mendorong dan memberikan peluang timbulnya usaha
swasta yang bersangkutan dengan laut. Mengingat kondisi Kawasan Indonesia Timur, maka
perlu diberikan prioritas kepada perkembangan itu di wilayah tersebut. Apalagi di wilayah
tersebut luas laut dan kekayaan yang terkandung di dalamnya cukup besar.
Usaha di perairan, khususnya di lautan, beraneka ragam bentuknya. Banyak negara
di dunia telah menjadi kaya dan maju karena faktor kelautan. Malahan semua imperium yang
pernah menguasai dunia mendasarkan kekuasaannya atas kekuatannya di laut. Itu dimulai
oleh Spanyol yang pada abad ke 17 dapat mengatakan bahwa di wilayah kekuasaannya
matahari tidak pernah terbenam. Kemudian digantikan oleh Inggeris yang bahkan
mempunyai semboyan : Rule Brittania, Rule the Waves ! Setelah Inggeris mundur pada
tahun 1940-an, maka digantikan oleh AS yang juga merupakan kekuatan maritim besar.
Usaha di lautan menjadikan bangsa-bangsa itu pedagang besar yang memiliki armada
angkutan yang besar pula. Demikian pula armada perikanan mereka besar dan turut
menambah kekayaan bansganya. Malahan bangsa yang sebenarnya di daratan tidak terlalu
besar artinya, seperti Belanda dan Norwegia, telah menjadi kaya dan cukup berkuasa karena
mempunyai usaha yang luas di laut.
Adalah aneh sekali bahwa perairan berupa sungai besar, selat dan lautan yang luas
dan penuh kekayaan tidak kita manfaatkan dengan baik. Selain menghasilkan makanan
berupa ikan dan hasil laut lainnya, perairan kita sangat berguna sebagai sarana untuk
angkutan dan gerakan. Hingga kini kita lebih memperhatikan jalan di darat yang tidak murah
pembuatan dan pemeliharaannya. Sedangkan perairan sebagai jalan tidak perlu dibuat dan
pemeliharaannya relatif sedikit. Banyak bangsa lain sudah memberikan contoh tentang
pemakaian perairan sebagai sarana angkutan dan gerakan. Juga lautan kita banyak
mengandung bahan tambang yang sekarang baru kita manfaatkan dalam aspek minyak dan
gas bumi saja. Dengan teknologi yang maju kita nanti juga dapat memperoleh energi dari
laut, apalagi kalau teknologi nuklir sudah mencapai tingkat kemajuan besar dalam teknologi
zat air. Yang tidak kalah pentingnya adalah peran kelautan untuk parawisata, terutama di
Kawasan Timur Indonesia. Diperlukan usaha swasta yang jauh lebih aktif untuk
memanfaatkan perairan Indonesia, termasuk swasta di daerah.
Pemerintah dan swasta harus memberikan perhatian kepada penelitian terhadap
berbagai kemungkinan yang dapat diolah dari wilayah Indonesia yang luas, baik daratan
maupun perairannya. Apabila kita kurang giat menjalankan itu, kita jangan heran kalau justru
bangsa lain lebih banyak mengetahui tentang kondisi wilayah kita. Dan atas dasar
pengetahuan itu mengambil kekayaan kita.
Mengenai pemanfaatan ruang angkasa kita untuk kepentingan nasional juga amat
penting. Sebab kalau tidak kita sendiri yang memanfaatkan, pasti digunakan pihak lain.
Sekarang saja kita sudah mengalami kesulitan besar karena masuknya siaran televisi asing ke
setiap rumah tangga melalui pemakaian parabola. Pengaruh dari masuknya budaya asing
memang tidak perlu negatif asalkan kita pandai menyaring mana yang bermanfaat bagi kita.
Namun kita juga harus sadar bahwa dalam dunia yang penuh persaingan dewasa ini setiap
pihak berusaha mempengaruhi bangsa lain. Dengan demikian boleh dikatakan bahwa
benteng pertahanan bangsa ada dalam tiap-tiap individu warga negara. Sebab itu kita harus
membantu setiap warga negara dengan menyajikan siaran televisi yang mampu bersaing
dengan siaran televisi asing. Dengan begitu kewajibannya untuk menyaring pengaruh dari
luar akan jauh lebih ringan. Sebab tak mungkin kita memblokir siaran televisi asing, karena
teknologi dapat mengatasi setiap hambatan yang artifisial itu. Jalan paling utama adalah
penyajian siaran televisi sendiri yang banyak dan tidak kalah menarik serta bermutu. Dalam
hal ini peran swasta amat besar dengan makin banyaknya televisi dan radio swasta.
Pemanfaatan ruang angkasa untuk komunikasi juga menjadi kepentingan hankam. Sekarang
teknologi elektronika sangat besar perannya terhadap pelaksanaan hankam. Tidak saja untuk
kepentingan penyebaran informasi, tetapi juga untuk langsung menjadi sarana pengantar
(guidance system) sistem senjata. Memang hal itu mengharuskan kita mendalami ilmu
pengetahuan dan teknologi dengan lebih intensif.
Apabila hal-hal di atas dapat kita laksanakan maka aktualisasi Wawasan Nusantara
sungguh-sungguh berjalan. Terbentuknya kesatuan politik, kesatuan ekonomi, kesatuan
sosial-budaya dan kesatuan pertahanan-keamanan menjadi kenyataan. Maka boleh dikatakan
bahwa terwujudnya Benua Maritim Indonesia yang kokoh kuat, maju dan sejahtera serta
aman sentosa sangat tergantung pada perkembangan pikiran dan perasaan rakyat Indonesia.
Sebagaimana pada permulaan terwujudnya sikap kebangsaan adalah hasil perjuangan
pemuda Indonesia, maka hendaknya juga dalam membentuk kesadaran akan makna Benua
Maritim Indonesia bagi masa depan bangsa pemuda Indonesia memegang peran utama.
Namun kalau dulu pemuda Indonesia bangkit sendiri, sekarang di samping kebangkitan
pemuda atas prakarsa sendiri, sebaiknya diadakan pendidikan dan pembinaan pemuda
Indonesia menuju ke kondisi yang paling baik buat bangsa Indonesia. Sebab makin banyak
terjadi pengaruh terhadap pemuda Indonesia, seperti meluasnya materialisme, yang menarik
perhatian pemuda ke arah yang berbeda dari kepentingan negara dan bangsa.
Nasionalisme bukanlah sesuatu yang alamiah dan statis, melainkan dibentuk dan
dinamis. Dalam perjalanan sejarah, nasio-nalisme Indonesia adalah nilai-nilai yang dibentuk
untuk melawan dominasi kolonialisme oleh sekelompok masyarakat yang sebelumnya
memiliki identitas masing-masing yang terpisah. Sebagai sebuah identitas kebangsaan,
Indonesia baru terbentuk pada awal abad ke-20, ketika ada kesepakatan untuk
mendeklarasikan identitas baru yang melampaui identitas berbasis etnis yang sebelumnya
digunakan. Identitas sebagai bangsa Indonesia ini kemudian mencapai puncaknya ketika
Indonesia diproklamasikan sebagai negara yang merdeka. Kahin (1952) menggunakan
beragam perspektif untuk menjelaskan bangkitnya nasionalisme Indonesia, antara lain
ekonomi politik runtuhnya (kekuasaan) kolonial; perubahan-perubahan sosio-psikologis dan
distorsi hubungan sosial yang ditimbulkan oleh kolonialisme; tumbuhnya kesadaran politik
nasional akibat kebijakan pendidikan kolonial Belanda yang ditujukan kepada golongan
penduduk pribumi tertentu Hindia Belanda. Akan tetapi, dalam mencari asal usul
nasionalisme Indonesia, Kahin juga mengajukan adanya faktor lain dari timbulnya
nasionalisme tersebut, yakni batas-batas teritorial Hindia Timur Belanda yang secara kasar
bersesuaian dengan teritori dua kerajaan besar Indonesia dari abad ke-9 dan ke-15, yakni
Sriwijaya dan Majapahit (dalam Philpott, 2001).
Asumsi Kahin tersebut memberikan nilai penting pada aspek ruang dalam
perkembangan kesadaran nasional Indonesia. Sriwijaya dan Majapahit muncul sebagai hasil
penaklukan oleh para penduduk Jawa, sementara Hindia Belanda muncul sebagai hasil
penaklukan Jawa dan bagian-bagian Indonesia lainnya oleh Belanda (Philpott, 2001).
Perbedaan ini menunjukkan bahwa penentu identitas kebangsaan bukanlah pengaturan
persoalan sosial, melainkan ruang atau wilayah yang menjadi batas-batas Hindia Belanda,
Sriwijaya, dan Majapahit. Deskripsi tentang Kerajaan Sriwijaya dan Majapahit yang
kemudian seringkali dipakai untuk membangun kebanggaan sebagai pewaris dari kejayaan
kerajaan-kerajaan tersebut lebih merupakan upaya untuk menunjukkan bahwa negara
Indonesia memiliki hubungan yang linier dan kontinyu dengan masyarakat-masyarakat sebe-
lumnya dan bangsa Indonesiaadalah identitas yang inheren dalam sejarah, yang dibawa ke
permukaan oleh kemunculan sebuah negara baru (Kahin dalam Philpott, 2001).
Merujuk pada pendapat Kahin di atas, dimensi ruang memang berperan penting dalam
pembentukan identitas kebangsaan tapi ternyata kejayaan Sriwijaya dan Majapahit tidak
serta merta membentuk identitas bangsa Indonesia sebagai bangsa bahari. Keterputusan ini
diaki-batkan oleh pertarungan ekonomi politik antara Timur dan Barat yang berlangsung
dalam abad ke-15 sampai ke-17 di wilayah laut Asia Tenggara (Reid, 2004). Posisi strategis
wilayah laut di Asia Tenggara membuat interaksi Timur dan Barat berlangsung sangat
dinamis di kawasan ini. Kenneth R. Hall (1985) bahkan menyatakan bahwa sudah terbentuk
pusat-pusat kekuasaan dalam bentuk negara-negara dengan dua karakteristik utama di
wilayah ini, yakni negara-negara persungaian atau pesisir, seperti Kepulauan Indonesia,
Semenanjung Malaya, dan Filipina serta negara-negara persawahan di dataran rendah di
daratan Asia Tenggara, seperti Burma, Thailand, Kamboja, Laos, Vietnam, dan Jawa.
Kegagalan Asia Tenggara menghadapi hegemoni kapitalisme dalam abad ke-9 menyebabkan
pusat-pusat kekuasaan ini berubah posisi dari pusat menjadi pinggiran (Zuhdi, 2014).
Wilayah Asia Tenggara menjadi penyedia sumber daya bagi negara-negara kolonial,
sementara kemakmuran lebih banyak dinikmati oleh negara-negara kolonial itu.
Keberlanjutan jaringan pelayaran di Asia Teng-gara juga mengalami keterputusan, sehingga
dunia bahari yang identik dengan dunia Melayu pun perlahan memudar.
Pada abad ke-19, laut menjadi wilayah persaingan antara kapitalisme Belanda dan
Inggris, yang berakibat pada permasalahan batas-batas wilayah kolonial keduanya.
Pemerintah Kolonial Belanda lebih khawatir tentang daerah perbatasannya dibandingkan
Inggris karena kebijakan perdagangan Belanda yang cenderung monopolistik dan juga
karena Belanda meng-hadapi perlawanan dari kaum pribumi di sepanjang perbatasan (Zuhdi,
2014). Persaingan ini kemudian melahirkan pembagian wilayah baru yang tegas mengenai
wilayah perbatasan, tidak hanya sebagai wilayah perdagangan tapi juga wilayah budaya.
Penguasaan Belanda dan Inggris atas wilayah Asia Tenggara telah berdampak pada
memudarnya tradisi maritim yang menjadi ciri dari budaya Melayu.
Keruntuhan Majapahit dan munculnya Mataram (abad ke-16 sampai 19) makin mene-
gaskan struktur kekuasaan yang memusat di keraton dan berorientasi ke pedalaman dengan
didukung pertanian agraris (Zuhdi, 2014). Perubahan ini turut menggeser identitas
kebaharian menjadi identitas agraris. Dikotomi ini tidak lagi sekedar menyangkut dimensi
ruang, tapi juga budaya, sosial, dan politik, ter-masuk dalam pola pengelolaan sumber daya
yang semakin mengarah pada pola konsentrik sehingga laut justru menjadi bagian luar dari
wilayah kekuasaan.Sampai awal abad ke-20, peran laut semakin lemah ketika kota dan
industrialisasi perkebunan menjadi potensi eksploitasi yang menjanjikan bagi pemerintah
kolonial. Kota-kota baru tumbuh dengan membelakangi air. Sungai dan laut menjadi tempat
limbah atau pembuangan perkebunan. Permukiman penduduk di bantaran sungai dan tepi
laut identik dengankondisi yang kumuh dan kotor. Masa kolonial merupakan mimpi buruk
bagi maritim nusantara dan proses ter-sebut dilanjutkan setelah kemerdekaan, dengan strategi
pembangunan yang justru makin meminggirkan potensi kelautan.
Dalam konsepsi nasionalisme sebagai konstruksi sosial, ada persoalan besar untuk
membentuk nasionalisme dari identitas maritim karena keterputusan identitas tersebut.
Meskipun demikian, ingatan tentang kejayaan kerajaan-kerajaan maritim masih tetap
menghidupkan mimpi untuk mengembalikan identitas tersebut. Deklarasi Juanda pada 13
Desember 1957 yang menyatakan bahwa Indonesia adalah negara kepulauan yang
terintegrasi menjadi salahsatu tonggak penting yang menunjukkan bahwa wacana negara
maritim tidak pernah padam.
Wacana negara maritim yang kembali muncul di masa reformasi merupakan reaksi
terhadap pelanggaran kedaulatan yang terjadi di wilayah laut Indonesia. Kasus-kasus
penang-kapan ikan secara ilegal, sengketa pulau-pulau terdepan, dan konflik perbatasan
dengan negara tetangga menjadi pemicu kebangkitan nasio-nalisme demi mempertahankan
harga diri bangsa dan negara. Di sisi lain, masyarakat yang bermukim di wilayah pesisir dan
perbatasan laut juga menghadapi persoalan kemiskinan. Semua permasalahan ini sangat
berbeda dengan ingatan kolektif tentang kejayaan laut dan budaya bahari yang pernah
menjadi pusat kebudayaan di masa lampau.
Reimajinasi negara maritim Indonesia di masa kini dibangun di atas semangat per-
lawanan terhadap mode pengaturan lama yang memarginalkan laut. Pada ranah global,
terjadi pergeseran konteks kekuasaan dalam hal hubungan perdagangan antarnegara yang
kembali menempatkan Samudera Hindia dan Samudera Pasifik sebagai dua jalur pelayaran
penting. Negara-negara kawasan Asia tumbuh sangat cepat, sementara perekonomian negara-
negara Eropa dan Amerika Serikat sedang mengalami kejenuhan. Situasi ini mampu semakin
menggeser arus perdagangan dari dan menuju Asia, yang sebagian besar melalui wilayah laut
di Indonesia. Seiring potensi peningkatan volume perdagangan yang pesat dengan
diberlakukannya pasar bebas dan potensi semakin meningkatnya produktivitas perekonomian
Cina, maka hal ini menjadi sebagai sebuah tantangan pengembangan wilayah laut Indonesia
sebagai Poros Maritim Dunia.
Dalam Focus Group Discussion APEC yang diselenggarakan April 2013, konektivitas
maritim menjadi agenda penting yang dibahas. Demikian pula ASEAN telah
mengembangkan rencana sistem transportasi laut untuk meng-hubungkan rute-rute pelayaran
di perairan Asia Tenggara sebagai bagian dari rencana induk ASEAN Connectivity. Tidak
hanya terkait dengan kepentingan ekonomi, isu keamanan juga menjadi hal penting yang
turut menguatkan kembalinya wacana negara maritim. Apalagi jika dikaitkan dengan
perubahan global yang kembali memandang penting jalur perdagangan melalui wilayah
perairan, maka isu keamanan menjadi penting bagi Indonesia untuk mempertahankan
kedaulatannya di laut. Meningkatnya aktivitas militer di perairan Samudera Hindia dan
Samu-dera Pasifik serta konflik di Laut Cina Selatan terkait dengan klaim Cina atas
Kepulauan Natuna menjadi isu-isu penting bagi keamanan maritim Indonesia. Tidak hanya
menegaskan tentang lemahnya infrastruktur pertahanan maritim Indonesia, isu-isu tersebut
juga mem-bangkitkan kesadaran bahwa ada anomali dalam kebijakan pertahanan Indonesia
yang selama ini terlampau berorientasi pada daratan, padahal bentukwilayah Indonesia
adalah negara kepulauan.
Perubahan yang terjadi di ranah global ini memberi peluang bagi reimajinasi nasio-
nalisme maritim, yang dikonstruksi dari kepentingan ekonomi dan keamanan untuk melawan
kemiskinan dan marginalisasi laut. Imajinasi yang muncul dari kesadaran bahwa Indonesia
memerlukan armada yang kuat untuk melawan ancaman-ancaman eksternal dan
mengamankan wilayah pesisir, pulau-pulau, kawasan strategis, pusat-pusat perdagangan
antarpulau, dan Zona Ekonomi Eksklusif yang merupakan aset Indonesia. Mempertahankan
aset-aset ini tidak bisa sekedar dengan pendekatan keamanan, tapi juga dengan
menghadirkan negara di sana. Nasionalisme, dengan begitu, dibuktikan melalui kehadiran
negara untuk menjamin keamanan wilayah perairan sekaligus men-sejahterakan warga
masyarakat yang ada di sana.
Melalui gagasan poros maritim dunia, imajinasi baru Indonesia sebagai negara mari-
tim ini dipadukan juga dengan kepentingan ekonomi, memunculkan konstruksi makna baru
tentang nasionalisme sebagai jatidiri bangsa yang dikaitkan dengan kesejahteraan. Sebagai
negara yang terdiri atas 17 ribu pulau, bangsa Indonesia harus menyadari bahwa identitas,
kemakmuran, dan masa depannya sangat ditentu-kan oleh pengelolaan sumber daya kelautan
yang dimilikinya. Hal ini dilakukan melalui strategi, yakni membangun kedaulatan pangan
melalui pengembangan industri perikanan, mempri-oritaskan pengembangan infrastruktur
dan konektivitas maritim, dengan membangun jalan tol laut, pelabuhan laut dalam (deep
seaport), logistik, industri perkapalan, dan pariwisata maritim, serta strategi keamanan-
pertahanan yang dilakukan dengan melaksanakan diplomasi maritim untuk menghilangkan
sumber konflik di laut, seperti pencurian ikan, pelanggaran kedau-latan, sengketa wilayah,
perompakan, dan pencemaran laut serta membangun kekuatan pertahanan maritim untuk
menjaga keselamatan pelayaran dan keamanan maritim.
Tujuan utama dari realisasi Indonesia sebagai Poros Maritim Dunia adalah kesejah-
teraan rakyat melalui pembangunan infrastruktur maritim seperti pelabuhan, menghidupkan
lalu lintas laut sehingga distribusi barang dapat sampai ke pelosok dengan harga yang
seimbang, memperoleh sebesar-besarnya manfaat dari laut tidak hanya bagi nelayan tetapi
juga bagi seluruh rakyat Indonesia. Dengan mempertimbangkan bahwa 90% transaksi
perekonomian dunia terjadi di atas laut, yang mana 40% dari angka tersebut melalui
Indonesia, tapi hanya 40% transportasi laut domestik dilakukan oleh orang Indonesia, dengan
sekitar 5% dari ekspor dilakukan oleh kapal domestik, sedangkan sisanya yaitu 95% oleh
kapal asing (Pratama, 2015). Dengan kondisi seperti ini, menjadikan Indonesia sebagai
negara maritim perlu diimbangi dengan kebijakan-kebijakan pendukung terkait dengan
pengelolaan wilayah laut dan perbatasan Indonesia. Reimajinasi sebagai negara maritim
mengharuskan perubahan cara pandang untuk menjadikan laut sebagai beranda depan,
sehingga kebanggaan sebagai negara maritim tidak lagi didasarkan pada romantisme
kejayaan masa lampau, tapi oleh kesejahteraan yang dinikmati oleh warga negara yang
bermukim di pulau-pulau terdepan dan perbatasan Indonesia.
Nasionalisme adalah konstruksi yang dinamis sebagai respon terhadap tantangan zaman.
Demikian pula dengan bangkitnya identitas negara maritim, sesungguhnya merupakan
konstruksi nasionalisme baru yang memadukan antara mimpi kedaulatan teritorial dan
kesejahteraan. Ketertinggalan pembangunan daerah-daerah di wilayah perairan justru
menjadi pemicu bangkitnya nasionalisme maritim ketika ber-hadapan dengan ancaman
perdagangan bebas dan perebutan penguasaan sumber daya alam di perairan lepas Indonesia.
Perwujudan nasionalisme maritim melalui gagasan poros maritim dunia, di tengah dinamika
kawasan Asia Pasifik saat ini, menjanjikan peluang bagi Indonesia untuk dapat bangkit
sebagai bangsa yang maju, kuat, dan memiliki posisi tawar di kawasan sebagai bangsa
maritim. Di sisi lain, jika pemerintah tidak mewujudkan gagasan ini dengan kebijakan yang
komprehensif, maka momentum ini akan menjadi ancaman karena wilayah laut Indonesia
akan menjadi ajang perebutan penguasaan sumber daya alam oleh negara-negara besar.
Lebih jauh lagi dalam ranah identitas dan ideologis, identitas bangsa Indonesia juga turut
menghadapi tantangan.
Sesuai arahan Presiden, sudah saatnya kita kembali ke laut, kembali menjadikan laut
sebagai kekuatan bangsa dan negara Indonesia, sehingga Indonesia dapat menjadi Poros
Maritim Dunia. Tonggak baru pembangunan negara maritim dicanangkan oleh Presiden
Indonesia ke-7. Cuplikan pidato pelantikan Joko Widodo sebagai Presiden RI di MPR pada
tanggal 20 Oktober 2014, merupakan orientasi baru dan tonggak kebangkitan bangsa
Indonesia menjadi negara kepulauan yang segala aktivitasnya haruslah mencirikan
kemaritiman.
Landasan dan Modal menjadi Poros Maritim Dunia menjadi pertimbangan dalam salah
satu kajian pertimbangan tulisan ini. Perwujudan Indonesia sebagai Poros Maritim memiliki
landasan kuat dari berbagai segi, baik landasan hukum, tinjauan sejarah, mapupun kekuatan
sosial ekonomi yang dapat dijadikan domain dan peluang baru yang timbul dengan adanya
dinamika geoekonomi dan geopolitik dunia dan kawasan/regional.
Pertama, berdasarkan kerangka hukum yang ada, pengertian negara maritim perlu
mengacu pada Pasal 25 Amandemen ke-2 UUD 1945 sebagai basis, yang menyatakan:
Negara Kesatuan Republik Indonesia adalah sebuah negara kepulauan yang berciri
Nusantara dengan wilayah yang batas-batas dan hakhaknya ditetapkan dengan undang-
undang Artinya esensi NKRI sebagai negara kepulauan tetap menjadi ciri khas, namun perlu
didukung juga dengan kemampuan kemaritiman yang kuat.
4. Denmark (mengontrol 15% kapasitas kapal kontainer global melalui Maersk Group)
Ketiga, apabila aset yang berpotensi menjadi domain tidak mampu kita manfaatkan
secara baik, maka akan timbul beban (liability) yang harus kita tanggung ke depan, yang
berupa: (i) Aset sumberdaya kelautan akan dieksploitasi bangsa lain; (ii) Posisi geografis
akan dimanfaatkan negara lain menjadi hub; (iii) Indonesia akan menjadi negara penonton,
penjaga lalu lintas ALKI tanpa mendapat manfaat; malahan bisa mendapatkan polusi yang
ditimbulkan dari berbagai kegiatan tersebut.
Keempat, Dari sejarah masa kerajaan nusantara dan masa kolonial, nampak bahwa untuk
menjadi Poros Maritim bukan hanya berperan secara pasif memanfaatkan posisi geografis,
namun bagaimana mampu penggunaan seluruh kekuatan bangsa dan negara Indonesia untuk
(i) berkontribusi dalam peradaban maritim dunia; (ii) berperan dalam global supply chain
system (memiliki pangsa /share yang cukup dominan, menjadi hub dalam suatu rantai; dan
(iii) berperan dalam jaringan dan diplomasi dunia di bidang kelautan dan kemaritiman.
Aspek penting untuk dibangun agar dapat mewujudkan Poros Maritim Dunia. Berbagai
aspek yang merupakan unsur-unsur pembangunan kelautan dan kemaritiman dapat
dikelompokkan menjadi dua bagian besar. Kelompok pertama adalah aspek ekonomi
kelautan dan kemaritiman yang menjadi aset andalan pengembangan dan pembangunan
Poros Maritim; Kelompok kedua, adalah aspek-aspek yang merupakan komponen tata
kelola, yang akan menentukan bagaimana aspek pertama tersebut dapat dikelola dan
dikembangkan arahnya untuk mewujudkan Poros Martim Dunia. Kedua kelompok aspek
tersebut, secara integratif penting untuk dikelola sebagai domain Indonesia untuk menjadi
Poros Maritim Dunia. Berikut sedikit pembahasan mengenai aspek yang dapat dikelola
secara integratif dalam mewujudkan Indonesia sebagai Poros Maritim Dunia.
Perikanan. Sumberdaya perikanan dan kelautan perlu dikelola agar tetap menjadi
kekayaan alam yang berlimpah di perairan Indonesia. Kekuatan armada perikanan nasional,
baik skala besar-menengah-kecil, perlu diperkuat setelah keberhasilan penanganan illegal
fishing. Perikanan budidaya memiliki potensi besar, terutama budidaya laut dan payau yang
perlu dimanfaatkan secara optimal, dimana kontribusinya akan terus meningkat, sejalan
dengan peningkatan konsumsi ikan di dunia. Selanjutnya, terkait perbaikan pengelolaan
perikanan tangkap, dibutuhkan manajemen WPP yang lebih tapat, karena walaupun sudah
lama ada penetapan 11 WPP, namun belum dimanfaatkan sebagai alat untuk pembangunan
perwilayahan perikanan secara strategis. Dengan semakin tingginya permintaan konsumsi
ikan dunia maupun kebutuhan domestik, maka peningkatan produktifitas dan produksi
perikanan budidaya dan perikanan tangkap menjadi penting.
Migas dan Mineral Laut. Pemanfaatan migas lepas pantai (offshore) dan mineral dasar
laut sebagai sumber energi merupakan potensi baru jasa kelautan yang harus dikembangkan.
Penguasaan bangsa Indonesia atas aset tersebut masih rendah dan belum meratanya akses
energi di seluruh wilayah Indonesia. Eksplorasi dan eksploitasi mineral lepas pantai dan
dasar laut perlu dilakukan secara bertahap. Pengembangan kapasitas dalam negeri dalam
menguasai usaha Migas dan Mineral offshore (laut lepas) perlu ditingkatkan baik dari sisi
penguasaan teknologi, pengembangan SDM kemampuan permodalannya.
Transportasi laut dan industri maritim. Transportasi laut (tol laut) merupakan aspek
penting dalam poros maritim. Selama ini, dengan paradigma pembangunan yang beorientasi
daratan, maka laut diperlakukan sebagai pemisah daratan NKRI. Sebagai akibatnya sistem
transportasi laut banyak ketinggalan dibanding pengembangan transportasi udara apalagi
darat. Pembangunan kemaritiman memberikan mandat bahwa laut menjadi penghubung
pulau-pulau, sehingga transportasi laut merupakan perekat dan unsur terpenting untuk
pembangunan Poros Maritim. Transportasi laut harus mampu menghubungkan antar pulau
secara efektif, sehingga pusat-pusat pertumbuhan baru di luar pulau Jawa akan berkembang,
sehingga mengurangi kesenjangan Jawa-luar Jawa. Pengembangan transportasi laut ini perlu
didukung dengan pembangunan industri maritim yang mencakup pembangunan galangan
kapal dan industri komponen kapal, pembangunan pelabuhan dan industri pelayaran, yang
harus dijalankan secara simultan untuk terwujudnya konektivitas maritime.
Potensi Baru: Wisata Bahari, Biodiversity Laut dan Potensi Intangible lainnya. Pantai
dan pesisir Indonesia yang sangat panjang, banyak mengandung kekayaan biodiversity
pesisir dan laut yang belum dimanfaatkan secara optimal. Kekayaan bidodiversitas laut yang
berada di daerah konervasi laut, sangat potensial untuk wisata bahari. Pengembangan potensi
wisata pulau-pulau kecil dengan terumbu karangnya, sangat bermanfaat untuk kesejahteraan
masyarakat pesisir dan pulau-pulau kecil. Kekayaan bidodiversity laut juga berpotensi untuk
menjadi bahan pangan baru, bahan pemelihara kebugaran dan kosmetika, bahan obat, dan
bahan bioteknologi, serta menjadi pendapatan hijau. Potensi laut lain untuk energi
misalnya juga masih perlu terus dieksplorasi sehingga laut benar-benar membawa manfaat
kesejahteraan dan sumber pertumbuhan perekonomian masyarakat dan negara.
Pulau Kecil terluar/terdepan. Indonesia memiliki 92 pulau kecil terluar/terdepan, yang
selain penting untuk pengembangan potensi baru, juga merupakan titik-titik terluar strategis
untuk titik luar pertahanan dan keamanan nasional. Berbagai negara di dunia saling
memperebutkan pulau-pulau kecil yang berlokasi di titik strategis di berbagai samudera.
Untuk itu, pulau kecil terluar di Indonesia perlu dijadikan titik strategis untuk persebaran
kekuatan pertahanan dan keamanan maritim, menegakan kedaulatan negara sekaligus untuk
mendukung dan memperkuat pembangunan Indonesia sebagai Poros Maritim Dunia.
Penataan Ruang Laut. Ruang laut yang terdiri dari permukaan laut, kolom laut dan
dasar laut, membutuhkan pengaturan yang tepat. Pemanfaatan ruang laut ke depan akan
semakin berkembang untuk berbagai kepentingan, diantaranya untuk transportasi
laut/pelayaran, perikanan tangkap, pembangunan sarana prasarana/bangunan laut, peletakan
kabel/pipa laut, dan alat navigasi laut. Pengelolaan tata ruang dan zonasi pesisir diperlukan
untuk sinergitas pembangunan lintas sektor sekaligus mewujudkan pengelolaan yang
mensejahterakan masyarakat di daerah pesisir. Pemanfaatan ruang laut untuk aktifitas dunia
usaha perlu memperhatikan rentang kendali pengelolaan, dengan memperhatikan adanya
desentralisasi pembangunan, dengan tetap mengutamakan dan menjaga kesatuan laut yang
menjadi penyatu dan ciri Negara Kepulauan Indonesia.
Pengaturan Alur Laut Kepulauan. Sebagai negara kepulauan, Indonesia dilintasi 3 alur
ALKI (Alur Laut Kepulauan Indonesia) yang berfungsi sebagai alur pelayaran laut dunia
untuk transportasi logistik dan perdagangan, yaitu: (1) ALKI I melintasi Laut Cina Selatan-
Selat Karimata-Laut DKI-Selat Sunda; (2) ALKI II melintasi Laut Sulawesi-Selat Makassar-
Luatan Flores-Selat Lombok; dan (3) ALKI III Melintasi Sumadera Pasifik-Selat Maluku,
Laut Seram-Laut Banda. Untuk menuju poros maritim, maka perkembangan ekonomi laut
dan maritim perlu ditingkatkan dan dilaksanakan dengan pemanfaatan ALKI pelayaran
internasional dan menjadikan Indonesia sebagai hub perekonomian dunia. Selain itu, kota-
kota perlintasan ALKI dapat dibangun menjadi kota bandar internasional yang selaras
dengan peran Indonesia sebagai Poros Maritim Dunia.
Kualitas dan Daya Dukung Lingkungan Laut. Seluruh aspek ekonomi kelautan dan
kemaritiman dan unsur-unsur tata kelola sebagaimana diuraikan di atas, berada dalam satu
wadah laut dan daratan Indonesia sebagai satu kesatuan. Untuk itu kelestarian fungsi pesisir
dan laut akan menjadi penentu pula eksistensi dan keberlanjutan siklus ekosistem laut dan
kemampuannya untuk menopang ekonomi laut-darat yang akan dikembangkan menjadi
domain Indonesia sebagai poros Maritim. Tanpa pemeliharaan kualitas ekosistem di darat,
perairan, pesisir dan laut maka tidak akan ada keberlanjutan ekonomi kelautan dan
kemaritiman sebagai kekuatan menuju Poros Maritim dunia. Pada saat ini, kualitas dan daya
dukung laut masih menjadi prioritas rendah, dan bahkan Indonesia masih memiliki laut yang
memiliki sampah plastik yang tinggi di dunia. Selanjutnya, beberapa lokasi perairan
Indonesia juga memiliki tingkat polusi tinggi, dan pesisir Indonesia mengalami kerusakan
yang disebabkan abrasi yang tinggi karena hilangnya hutan mangrove, namun juga tercemar
sebagai akibat dari masih banyaknya sungai yang menjadi tempat buangan berbagai macam
sampah dan polusi dari industri kecil dan besar di Indonesia.
Transformasi yang perlu dilakukan dengan dasar laut adalah unsur pengikat sehingga
konektivitas laut agar dihidupkan; laut dan air (sungai, danau) adalah aset penting yang harus
dijaga keberlanjutannya, ditempatkan di depan, dimanfaatkan secara seimbang dari aspek
ekonomi dan ekologisnya, sehingga tetap terjaga sampai generasi mendatang; pertahanan dan
keamanan baik darat, laut dan udara perlu bersatu menjaga kepentingan nasional dan
kedaulatan bangsa di wilayah NKRI. Cara memandang nilai laut ini perlu diinternalkan
kesemua aspek pembangunan kelautan dan kemaritiman, agar aspek-aspek penting yang
diuraikan di atas, dapat dibangun menjadi domain pembangunan menuju Poros Maritim
Dunia. Internalisasi paradigma ini berpengaruh pada perlunya transformasi ekonomi,
transformasi tata kelola yang di dalamnya termasuk penguasaan teknologi dan transformasi
kelembagaan yang meliputi lembaga dan pengaturan di bidang hankam, hukum dan politik.
Transformasi sistem pertahanan termasuk pentingnya sistem pertahanan darat-laut-udara
yang dapat mendukung mewujudkan Indonesia sebagai Poros Maritim.
Rancang bangun dan pentingnya 3 (tiga) transformasi di atas memerlukan waktu untuk
melaksanakan dan mewujudkannya, sehingga diperlukan dukungan politik tidak hanya
Kepala Negara pada saat ini, namun juga Kepala Negara periode berikutnya. Pembangunan
Poros Maritim adalah visi perjuangan jangka panjang. Dengan demikian, pentahapan yang
jelas menjadi sangat perlu agar setiap tahap pemerintahan dapat melaksanakannya secara
konsisten dan berkesinambungan.
Perhitungan oleh Tim PKSPL IPB (2013) dengan data kegiatan ekonomi sektor kelautan
dan perikanan yang masih sangat terbatas di BPS, yang meliputi 12 sektor (perikanan
tangkap laut, perikanan budidaya laut dan payau, pertambangan minyak, gas dan panas bumi
di pesisir dan laut atau lepas pantai, bijih timah bijih pasir besi dan garam kasar dari laut,
pengilangan minyak bumi offshore, industri pengolahan hasil perikanan laut dan payau,
industri alat angkut laut dan sungai, bangunan kelautan, angkutan air laut dan sungai, hotel
dan restoran di pesisir, jasa wisata bahari, dan jasa kelautan lainnya).
Ukuran target untuk tahun 2030, selain meningkatnya pelayaran laut yang mendorong
pertumbuhan di seluruh wilayah pulau Jawa, pengembangan ekonomi baru baik dari wisata
bahari maupun ekonomi biodiversity yang semakin bertumbuh, bioteknologi laut yang mulai
berkembang serta industri maritim (industri kapal, jasa pelayaran dan jasa maritim lainnya),
maupun dari pertumbuhan ekonomi daerah yang juga semakin meningkat. Terkait dengan
ini, sudah akan berkembang Kota Bandar Dunia di Indonesia yang memanfaatkan jalur
ALKI. Dengan berkembangnya pelayaran nasional, maka pemisahan pengawasan untuk
pelayaran sipil sudah dipisahkan dari pengawasan untuk pertahanan dan keamanan yang
dilaksanakan oleh TNI ABRI. Dalam kaitan dengan penguasaan teknologi kelautan dan
kemaritiman juga semakin berkembang, khususnya yang mendukung daya saing produk
ekonomi kelautan dan kemaritiman yang semakin produktif dan kompetitif. Sehubungan
dengan itu, untuk memulai penguasaan teknologi anak bangsa terhadap samudra/laut
internasinal, maka kolaborasi riset peneliti nasional perlu dilakukan secara reguler (1
kali/tahun) bekerjasama dengan konsorsium peneliti asing. Tujuan adalah untuk menjajagi
bagaimana Indonesia akan mengembangkan hak kepentingan atas samudera /laut lepas/
internasional. Langkah ini penting, untuk memperluas eksplorasi wilayah laut untuk
kepentingan di masa mendatang. Ekspedisi laut lepas dan eksplorasi sumberdaya mineral di
dasar samudera akan menjadi salah satu pertarungan antar negara-negara besar dalam
kontek pemenuhan untuk kebutuhan industrinya ataupun kebutuhan sumber pangan. Batam
dan Lombok Utara dapat digarap untuk dikembangkan sehingga berfungsi sebagai Kota
Bandar Dunia (perkiraan pada saat ini). Kutub Utara (Arktik) sebagai wilayah internasional
sudah banyak dimiliki terutama oleh Amerika, Kanada, Rusia dan Cina. Negara-negara
tersebut dan Negara Skandinavia sudah memiliki teritori pula di Kutub Selatan dengan
menggunakan hak kepentingan. Indonesia sudah saatnya menjajagi untuk eksplorasi hak ini
pada tahun 2030.
Ukuran target pada tahun 2045, PDB sektor kelautan dan perikanan akan mencapai 35-
40%. Pelayaran nasional sudah semakin efisien yang ditunjukkan oleh biaya logistik dari
Jakarta ke weluruh wilayah Indonesia secara rata-rata sudah menyamai dengan Jakarta-
Singapura. Selain itu, pelayaran nasional sudah 100 persen berasal dari dalam negeri, yang
merupakan penerapan azas cabotage sepenuhnya, yaitu pelayaran nasional dilakukan oleh
bangsa Indonesia, perusahaan pelayaran nasional dan kapal buatan Indonesia. Selain itu,
pada peringatan Kemerdekaan RI ke-100 (Satu Abad Kemerdekaan Indonesia) maka perlu
untuk menunjukkan kemampuan bangsa didalam eksplorasi kawasan-kawasan tertentu yang
penting bagi umat manusia, seperti daerah kutub misalnya. Untuk itu perlu dilakukan
eksplorasi laut lepas/samudra dan ekspedisi kutub selatan (Antartika), untuk keperluan
scientific, lingkungan laut dunia, eksplorasi mineral strategis dan lainnya. Upaya ini
sekaligus implementasi exercise hak kepentingan bangsa Indonesia dan menunjukkan
kesejajaran kemampuan dengan bangsa-bangsa lain di dunia.
Kini lingkungan industri pelayaran di dunia telah banyak berubah, telah terjadi
pergeseran paradigma dari marketing product to cultivating customers (Rust et al, 2010),
pasarnya tidak stabil dan persaingan semakin ketat (Tongzon et al, 2009), profit margin
mengalami penurunan, kualitas pelayanan yang lebih baik semakin diharapkan, serta
permintaan semakin tidak menentu (Payanides and Wiedmar, 2011; Robinson, 2005). Karena
industri pelayaran adalah padat modal, volatilitas arus kargo secara global berdampak pada
dinamika pasar dan tingginya resiko (Lorange and Fjeldstad, 2012).
Industri pelayaran yang pasarnya bersifat oligopoli, kini menghadapi masalah yang
menekankan pada aliansi, merger dan ko-operasi melalui konferensi pelayaran agar
kinerjanya meningkat (Gadhia et al, 2011).
Menurut Shinohara (2011), industri pelayaran syarat dengan kontrol oleh otoritas
mengingat pelayaran adalah kegiatan high risk. Namun tidak berarti bahwa perilaku ekonomi
tidak dapat dikembangkan. Negara Cina misalnya, merupakan contoh yang baik, ia mampu
beradaptasi dengan pelbagai perubahan yang mengikuti proses liberalisasi, dipengaruhi
sekaligus mempengaruhi dinamika di dalamnya. Kemampuan negara dalam mengelola
perubahan dan mentransformasikan dirinya inilah yang menjadi salah satu kunci
keberhasilan industrialisasi Cina (Akbar, 2013).
marketing is the unique fuction of business it is the whole business seen from
the customers point of view. Concern and responsibility for marketing must permeate all
areas of the enterprice.
The Services Triangle. Pemasaran jasa sebetulnya adalah tentang janji, janji yang
dibuat oleh produsen kepada konsumen untuk dipenuhi (Bitner; 1995, Zeithaml et al; 2006).
Kerangka kerja strategis pemasarannya dapat dijelaskan dengan the services triangle, (dalam
hal ini pengirim atau penerima barang yang diangkut dengan kapal). Dari ketiga pelaku
pemasaran jasa tersebut ada tipe pemasaran yang harus berhasil dalam menghantarkan
jasa, yaitu internal marketing, external marketing, dan interactive marketing.
Pilar keberlanjutan merupakan bagian yang menempati pada sayap kanan, artinya
bagaimana industri pelayaran harus membangun sustainabilitasnya dalam merespon
perubahan lingkungan yang terus terjadi, terkait dengan perubahan politik, teknis, serta
budaya. Perlu diketahui bahwa industri pelayaran sangat terikat ketat oleh regulasi dari
International Maritime Organization (IMO), yang perubahannya sangat cepat. Jika industri
pelayaran Indonesia tidak mampu merespon perubahan ini maka kebangkrutan di depan
mata, yang oleh Levitt (1960), disebut marketing myopia.Ingat, bahwa pionir perusahaan
pelayaran nasional PT. Djakarta Llloyd bubar karena menderita marketing myopia. Oleh
karenanya maka strategi pemasaran kini merupakan roh manajemen perusahaan pelayaran
agar mempunyai kemampuan bersaing berkelanjutan.
Pilar kepentingan perusahaan (enterprise), terdiri atas tiga unsur, yaitu inspirasi,
budaya, dan institusi. Inspirasi adalah tentang mimpi: perusahaan pelayaran harus
mempunyai impian yang menjadi inspirasi, membimbing dan memacu semua oarang yang
ada dalam perusahaan, baik orang yang ada di kantor (darat) maupun orang yang ada di
kapal (awak kapal). Jika unsur ini telah terpatri di dalam setiap personal maka dapat
dikatakan bahwa mereka bekerja mempunyai motivasi positif.
Pilar utama strategi SME adalah market-ing, yaitu hal-ihwal tentang pasar,
penulisan ini sengaja dibedakan dengan marketing yang umum diketahui bersama. Ini
artinya pasar bisnis pelayaran lebih penting daripada pemasaran itu sendiri, artinya jasa
pelayaran memang ada pasar efektifnya (commercial market), ada pasar kompetensinya, dan
ada pasar kapitalnya (Kotler et al, 2008).
Pilar market-ing terdiri atas tiga sub model, yaitu outlook, architecture,
dan scorecard. Pandangan, adalah tentang analisis bisnis ke depan berdasarkan faktor internal
dan eksternal (Minzberg, 1994), dengan mempertimbangkan perubahan-perubahan:
teknologi kondisi ekonomi, politis, sosial-budaya, serta pergeseran pasar.Jika dikelompokkan
perubahan-perubahan tersebut menyangkut 4 C: change, competitor, customer, company
(Kotler et al, 2008). Ini merupakan gambaran bisnis ke depan yang mencerminkan siapa
yang akan menjadi pesaing, bagaimana konsumen agar bergeser prioritasnya, atau
kemungkinan kesempatan yang akan muncul.
Di era global seperti sekarang ini, sektor maritim memainkan peranan yang
sangat penting dan strategis dalam berbagai macam aktivitas, baik politik, ekonomi, sosial,
pertahanan dan keamanan serta aktivitas yang berkaitan dengan hubungan antar pulau dan
antar negara, khususnya dalam bidang perdagangan nasional maupun internasional.
Pertumbuhan volume perdagangan internasional dalam beberapa tahun terakhir sebagai
akibat proses globalisasi telah menuntut perlunya pengembangan sektor kemaritiman
agar dapat beroperasi secara efektif dan efisien sehingga dapat bersaing dengan negara-
negara lain
Sebagai dampak dari globalisasi dan perdagangan dunia (bebas) telah membawa
perubahan besar bagi sektor maritim Indonesia. Dampak tersebut mengakibatkan pula
perkembangan yang pesat di bidang teknologi industri maritim. Keadaan tersebut membawa
kecenderungan dalam hal penggunaan sarana transportasi, jenis kemasan dan kapasitas
angkut yang semakin besar. Hal ini juga akan berpengaruh terhadap keberadaan
Sumber Daya Manusia (SDM) pelaut dengan kualitas dan kuantitas pekerjaan yang
semakin besar. Dengan demikian diperlukan tenaga profesional yang mampu melaksanakan
fungsi dan jenis pekerjaan yang melebihi kondisi di era sebelumnya.
1. Persaingan global.
Globalisasi telah membuat batas antar negara semakin kabur. Perlindungan terhadap
produk dalam negeri melalui proses monopoli kini semakin ditentang oleh dunia
internasional. Perjanjian perdagangan bebas seperti Asean Free Trade Area (AFTA),
kesepakatan pasar bebas dunia melalui General Agreemenet on Tariffs and Trade (GATT)
menentang proteksi yang diberlakukan oleh suatu negara atas intervensi pasarnegara lain.
Setelah diberlakukannya perjanjian tersebut maka suatu unit pemerintahan di suatu negara
akan mendapat tekanan yang semakin keras dari negara lain.
2. Lingkungan sosial.
3. Lingkungan politik.
4. Perubahan undang-undang.
Banyak sekali peraturan-peraturan baru yang muncul dalam berbagai aspek operasi
organisasi. Misalnya kehadiran UU No.25 tahun 1998 tentang Serikat Pekerja menyebabkan
organisasi semakin sulit untuk mengelola karyawan. Kalau semula organisasi perusahaan
hanya memiliki satu organisasi karyawan (SPSI), kini karyawan memiliki peluang untuk
bergabung pada banyak serikat pekerja seperti itu, atau mungkin membuat organisasi baru.
5. Lingkungan teknologi.
Untuk mengatasi persaingan yang semakin ketat, maka pemerintah Indonesia perlu
melakukan peningkatan pembinaan disiplin, dan kualitas, khususnya bagi para pelaut.
Selain itu pemerintah dan instansi lainnya termasuk Kesatuan Pelaut Indonesia (KPI) perlu
segera merumuskan law of seamen seperti di Filipina. Untuk menunjang kelancaran lalu
lintas kapal di laut, maka diperlukan adanya awak kapal yang berkeahlian, berkemampuan
dan terampil. Dengan demikian setiap kapal yang akan berlayar harus diawaki dengan awak
kapal yang cukup dan cakap untuk melakukan tugas di atas kapal sesuai dengan jabatannya
dengan mempertimbangkan besaran kapal, tata susunan kapal dan daerah pelayaran. Atas
dasar hal tersebut, maka diperlukan institusi-institusi pendidikan kepelautan yang
kompeten untuk menciptakan pelaut Indonesia yang profesional, yaitu cakap dan terampil,
berwatak serta memiliki sikap mandiri, serta diarahkan untuk dapat memenuhi kebutuhan
pelayaran nasional atau asing.
Pada masa global ini pelaut Indonesia banyak dihadapkan pada berbagai tantangan
dan permasalahan. Kemampuan yang dimiliki tenaga pelaut Indonesia untuk menembus
pasar global terancam bakal tersingkir. Hal ini disebabkan karena etos kerja pelaut Indonesia
di luar negeri dinilai telah menurun. Padahal, sebelumnya hampir semua kapal asing
mempekerjakan pelaut dari Indonesia. Pelaut Indonesia dikenal memiliki etos kerja yang
tinggi, taat perintah, penyabar dan pekerja keras. Tetapi penilaian tersebut, kini telah
berubah karena berbagai tindakan tidak disiplin, di antaranya sering berbuat onar dan tidak
ada penegakan hukum dari pemerintah maupun oleh asosiasi pelaut di Indonesia.
Di samping tidak disiplin dalam bekerja, kualitas pelaut Indonesia saat ini juga
dianggap menurun, terbukti ketika Hanjin Container Lines perusahaan pelayaran terbesar di
Korea Selatan membutuhkan 90 orang pelaut, setelah dilakukan tes, hanya 45 orang yang
mampu mencapai nilai 70 dan dianggap layak untuk mengisi lowongan yang tersedia,
sedangkan yang lainnya tidak mampu mencapai skor yang lebih tinggi, penyebabnya
adalah kebanyakan pelaut Indonesia tidak menguasai pengetahuan maritim, terutama dalam
penguasaan Bahasa Inggris. Banyak pelaut Indonesia yang gagal tes untuk bekerja di kapal
asing karena lemahnya penguasaan bahasa asing, rendahnya tingkat disiplin dan factor
Badan Penelitian dan Pengembangan Departemen Perhubungan RI, 2005. Op.Cit. Hlm.76.
keluarga. Ini juga sebagai indikator masih lemahnya pendidikan pelaut di Indonesia jika
diukur dari terserapnya pelaut Indonesia di pasar luar negeri atau internasional.10
Di samping rendahnya kualitas, pelaut Indonesia selama beberapa tahun terakhir ini
harus bersaing dengan pelaut Filipina yang gencar mengekspor pelaut-pelautnya yang lebih
berkualitas dan dapat berkomunikasi dengan mudah karena menguasai bahasa Inggris. Di
samping itu mereka telah memiliki The Law of Seamen yang dikeluarkan oleh Philippine
Overseas Employment Agency yang antara lain memuat tentang tata tertib bekerja sebagai
pelaut, sehingga para pelaut yang terbukti berbuat onar akan dicabut ijin kerjanya.
Kualitas pendidikan pelaut di Indonesia juga masih menunjukkan banyak
kelemahan, meskipun pemerintah pernah mendapatkan bantuan dari luar negeri untuk
membeli peralatan sekitar US$520 juta. Jika dibandingkan dengan Pilipina, pelaut
Indonesia yang bekerja di luar negeri sangat ketinggalan. Pada tahun 2004, pelaut
Indonesia hanya kurang lebih 20.000 (duapuluh ribu) orang sedangkan Pilipina sebanyak
400.000 (empat ratus ribu) orang (Maritim, 2004). Pada tahun 1994 jumlahnya sekitar
15.000 orang, di mana sekitar 10.179 orang bekerja di luar PKL (Pejanjian Kerja Laut) yang
sah. Namun keberangkatan mereka ke luar negeri resmi karena menggunakan paspor RI.12
Berbagai isu-isu yang juga menghantui pelaut Indonesia di mata masyarakat internasional
dapat ditunjukkan sebagai berikut :
Isu black list pelaut Indonesia oleh Amerika Serikat pada dasarnya berawal dari
surat edaran International Transport Worker Federation (ITF) yang bermarkas di London
pada tanggal 31 Maret 2005. Isi surat edaran itu adalah bahwa Information on the Coast
Guard - CBP (Customs and Border Protection) Memorandum of Agreement and
Standard Operating Procedures (SOP) regarding the Detention of Certain High-Risk
Crewmembers yang diterbitkan oleh Pemerintah USA dan didistribusi oleh the Steamship
Association of Lousiana. Belum diketahui kapan SOP ini akan mulai diberlakukan, namun
dapat dipastikan bahwa biaya penjagaan high-risk crewmember adalah US$ 36/jam untuk
minimal 2 orang security guards, dan komponen biaya ini bisa membuat daya saing pelaut
Indonesia merosot. Contoh : Salah satu perusahaan Belanda (Nedlloyd) mendapat kesulitan
karena mempekerjakan pelaut Indonesia pada kapal niaganya yang melayari trayek Eropa-
Amerika. Annex VI dari SOP tersebut berisi daftar negara dari Federal Register tanggal 16
Januari 2003, sebagai berikut: Afghanistan, Algeria, Bahrain, Bangladesh, Egypt, Eritrea,
Indonesia Iran, Iraq, Jordan, Kuwait, Lebanon, Libya, Morocco, North Korea, Oman,
Pakistan, Qatar, Saudi Arabia, Somalia, Sudan, Syria, Tunisia, United Arab Emirates, Yemen.
Padahal untuk proyek Modernization of Seafarers Training Centre, Indonesia memakai
kontraktor Amerika Serikat (Ship Analytic) yang dibiayai dengan pinjaman luar negeri dari
US Exim Bank sebesar US$ 53,8 juta.
Sebagai bahan pertimbangan, perlu diketahui bahwa di tempat lain, pada tanggal 24
April 2003, Lloyd's Register menerbitkan modul Company Security Officer Course dengan
salah satu pokok bahasan berjudul "Marine Security", dengan sub pokok bahasan "Marine
Hot Spots" yang antara lain mengemukakan bahwa "High risk areas" adalah: Cuba and West
Indies, Dominican Republic, Peru, Brazil, Columbia, Senegal, Togo, Bangladesh, Somalia,
Tazmania, Persian Gulf, Indonesia, Philippines, dan Vietnam. Kriteria yang dipakai oleh
Lloyds Register antara lain increased piracy attack, physical force, dan high state of alert.
Merupakan kenyataan, statistik menunjukkan bahwa angka piracy attack di perairan kita
pada paska krisis ekonomi dan moneter relatif meningkat dan membahayakan jiwa pelaut.
Selain itu, physical force dipakai dalam kasus Aceh, Sampit, Poso, Ambon, Papua, dan
sejarah menunjukkan bahwa pada periode sebelum 2003, pergantian kepala negara
selalu disertai pergolakan. Contoh : Soekarno, Soeharto, Habibie, dan Gus Dur. Kemudian
high state of alert menunjukkan bahwa Bom Bali menewaskan lebih dari 190 orang.
3) Adanya Isu Penerapan Seafarers Identity Document
The Seafarers Identity Document (SID) atau Kartu Identitas Pelaut adalah semacam
kartu identitas khusus pelaut yang dibuat memakai biometric finger scan standard yang
tujuannya untuk melindungi pelaut dari tindakan diskriminasi karena adanya isu ancaman
keamanan (security threat). Kartu ini tidak bisa dijadikan pengganti passport atau Buku
Pelaut, namun dapat dijadikan pegangan yang menunjukkan bahwa pemiliknya adalah benar-
benar pelaut yang tak terkait dengan terorisme. Pada tanggal 10 Desember 2004, Pemerintah
RI telah mengirim surat No. B.1079/SJ/KLN-XII/04 tentang Submission to Competent
Authorities of the ILO Convention No. 185 concerning Seafarers Identity Document
kepada Sekretariat ILO di Jenewa, yang intinya menyampaikan keinginan RI untuk
meratifikasi Konvensi tersebut. Pada tanggal 4 April 2005, pihak USTDA (US Trade and
Development Agency) menyatakan kesediaan memberi bantuan hibah (grant aid) untuk
keperluan pelaksanaan feasibility study penerapan SID di Indonesia yang akan dilakukan
oleh konsultan Amerika Serikat (AS), dengan syarat bahwa kontraktor AS harus diizinkan
untuk mengikuti pelelangan infra-struktur SID. AS tidak berminat meratifikasi Konvensi ILO
No. 185 tentang SID karena standar keamanan SID di bawah standar US Homeland Security.
Dari isu-isu di atas, dapat diketahui bahwa terdapat anggapan bahwa Indonesia
adalah high risk area dengan high risk crew member. Istilah high risk bisa dipersepsikan
identikal dengan black list tetapi bukan merupakan larangan bagi pelaut Indonesia untuk
memasuki perairan AS, walaupun pada kenyataannya pelaut Indonesia tidak diperbolehkan
turun dari kapal ke darat di semua pelabuhan di AS. Penerapan SID belum merupakan
jaminan bahwa pelaut Indonesia terbebas dari kategori high risk crewmember. Namun tanpa
menerapkan SID, daya saing pelaut Indonesia semakin merosot. 13 Di era global seperti
sekarang ini, sektor maritim memainkan peranan yang sangat penting dan strategis dalam
berbagai macam aktivitas, baik politik, ekonomi, sosial, pertahanan dan keamanan serta
aktivitas yang berkaitan dengan hubungan antar pulau dan antar negara, khususnya dalam
bidang perdagangan nasional maupun internasional. Pertumbuhan volume perdagangan
internasional dalam beberapa tahun terakhir sebagai akibat proses globalisasi telah
menuntut perlunya pengembangan sektor kemaritiman agar dapat beroperasi secara
efektif dan efisien sehingga dapat bersaing dengan negara-negara lain.3
Sebagai dampak dari globalisasi dan perdagangan dunia (bebas) telah membawa
perubahan besar bagi sektor maritim Indonesia. Dampak tersebut mengakibatkan pula
perkembangan yang pesat di bidang teknologi industri maritim. Keadaan tersebut membawa
kecenderungan dalam hal penggunaan sarana transportasi, jenis kemasan dan kapasitas
angkut yang semakin besar. Hal ini juga akan berpengaruh terhadap keberadaan
Sumber Daya Manusia (SDM) pelaut dengan kualitas dan kuantitas pekerjaan yang
semakin besar. Dengan demikian diperlukan tenaga profesional yang mampu melaksanakan
fungsi dan jenis pekerjaan yang melebihi kondisi di era sebelumnya.
Berbagai jenis usaha pelayaran yang ada di Indonesia saat ini, kapal pelayaran rakyat
(Pelra) adalah sebagai salah satu sub sistem angkutan laut yang dikelola oleh masyarakat
secara sederhana yang digunakan untuk mengangkut muatan baik barang maupun
penumpang dari pedalaman yang tidak terjangkau oleh kapal besar, menggunakan perahu
tradisional yang memakai layar, yang saat ini telah diIengkapi dengan tambahan motor
(Jinca, 202). Peran pelayaran rakyat adalah sebagai angkutan rakyat yang dapat memberikan
kontribusi bagi penyeberangan barang konsumsi khususnya ke pulau- pulau terpencil dan
terisolasi dari jangkauan infrastruktur pembangunan pada umumnya perusahaan pelayaran
rakyat pada umumnya identik dengan kapal kayu tradisional yang dioperasikan oleh pelaut
alami dengan manajemen sederhana. Berdasarkan Undang-Undang nomor 17 tahun 2008
tentang pelayaran (pasal 15 ayat 1 dan 2), kegiatan angkutan laut pelayaran rakyat sebagai
usaha masyarakat yang bersifat tradisional dan merupakan bagian dari usaha angkutan
diperairan mempunyai karasteristik tersendiri (Sembiring, 2009).
Selain kondisi tersebut tentu sangat mencemaskan, karena selama ini kapal-kapal
pelayaran rakyat telah memberikan banyak manfaat khususnya dalam menjangkau daerah
dan pulau-pulau terpencil, bahkan mampu masuk ke pedalaman melalui sungai-sungai yang
tidak dapat dilakukan oleh angkutan laut lainnya. Salah seorang anggota Dewan Maritim
Indonesia, (Soloestomo, 2006), dalam (Manurung, 2006) menyatakan bahwa pemberdayaan
kapal pelayaran rakyat sudah sangat mendesak, khususnya dalam mengamankan distribusi
kebutuhan pokok ke seluruh pulau terpencil di Indonesia. Selain itu dampak buruk akibat
dari berkurangnya kapal pelayaran rakyat adalah hilangnya penghasilan dan kesempatan
kerja bagi ABK (anak buah kapal), buruh bongkar muat dan pengusaha. Menurut Sekretanis
Jenderal DPP Perla (Gani, 2003), dalam (pasong, 2009), bahwa dari 200 unit kapal pelayaran
rakyat yang ditahan oleh aparat kepolisian dan bea cukai yang tersebar di seluruh Indonesia,
telah berdampak paling sedikit menghilangkan 3.600 ABK (anak buah kapal), 500 sopir,
serta 5.000 buruh pelabuhan.
Indonesia merupakan Negara kepulauan yang memiliki puluhan ribu pulau dan
perairan laut yang sangat luas. Luas wilayah daratan Indonesia sepanjang 1,9 juta km2
sedangkan luas wilayah lautannya sepanjang 5,9 juta km2 (Direktorat Jendral
Perhubungan Laut, 2011, h.1). Dari data tersebut menunjukkan bahwa luas perairan laut
Indonesia tiga kali lebih besar jika dibandingkan dengan luas daratan Indonesia. Oleh
sebab itu, Indonesia membutuhkan alat transportasi laut khususnya kapal untuk
menghubungkan satu pulau ke pulau lainnya melalui jalur laut.
Transportasi laut khususnya kapal sangat dibutuhkan bagi Negara kepulauan seperti
Indonesia. Transportasi laut dibutuhkan sebagai alat untuk mengangkut barang, mengangkut
penumpang maupun kegiatan lepas pantai di perairan laut Indonesia. Namun sangat
disayangkan, beberapa tahun belakangan ini kapal-kapal yang digunakan untuk kegiatan
tersebut merupakan kapal yang dimilikioleh pihak asing.
Hal tersebut dikarenakan perusahaan pelayaran dalam negeri belum mampu untuk
membeli kapal sendiri untuk kegiatan pelayarannya. Perusahaan pelayaran dalam negeri
lebih memilih untuk menyewa kapal asing daripada harus membeli kapal sendiri. Sehingga,
Negara mengalami kerugian yang cukup besar pada saat itu.
Dikarenakan kondisi pelayaran yang sangat memprihatinkan pada saat itu, maka
Pemerintah melahirkan Undang-Undang Nomor 17 Tahun 2008 tentang pelayaran.
Undang-Undang Nomor 17 Tahun 2008 merupakan hasil dari proses perumusan kebijakan
dalam administrasi publik. Oleh karena itu, menurut Kasim dalam Waluyo (2007, h.34)
administrasi publik sangatlah berpengaruh tidak hanya terhadap tingkat perumusan
kebijakan melainkan pula pada tingkat implementasi kebijakan, karena memang
administrasi publik berfungsi untuk mencapai program yang telah ditentukan oleh pembuat
kebijakan politik. Lahirnya Undang-Undang Nomor 17 Tahun 2008 merupakan awal dari
lahirnya prinsip Asas Cabotage di Indonesia. Lahirnya prinsip Asas Cabotage tertuang
didalam Undang-Undang Nomor 17 Tahun 2008 pasal 8, yaitu:
(1) Kegiatan angkutan laut dalam negeri dilakukan oleh perusahaan angkutan laut
nasional dengan menggunakan kapal berbendera Indonesia serta diawaki oleh Awak
Kapal berkewarganegaraan Indonesia.
(2) Kapal asing dilarang mengangkut penumpang dan/atau barang antarpulau atau antar
pelabuhan di wilayah perairan Indonesia.
1. Persaingan global.
Globalisasi telah membuat batas antar negara semakin kabur. Perlindungan terhadap
produk dalam negeri melalui proses monopoli kini semakin ditentang oleh dunia
internasional. Perjanjian perdagangan bebas seperti Asean Free Trade Area (AFTA),
kesepakatan pasar bebas dunia melalui General Agreemenet on Tariffs and Trade (GATT)
menentang proteksi yang diberlakukan oleh suatu negara atas intervensi pasar Badan
Penelitian dan Pengembangan Departemen Perhubungan RI, 2005. Studi Kebutuhan SDM
Transportasi Laut. Laporan Akhir Penelitian. Jakarta. Hlm.1 oleh negara lain. Setelah
diberlakukannya perjanjian tersebut maka suatu unit pemerintahan di suatu negara akan
mendapat tekanan yang semakin keras dari negara lain.
2. Lingkungan sosial.
4. Perubahan undang-undang.
Banyak sekali peraturan-peraturan baru yang muncul dalam berbagai aspek operasi
organisasi. Misalnya kehadiran UU No.25 tahun 1998 tentang Serikat Pekerja menyebabkan
organisasi semakin sulit untuk mengelola karyawan. Kalau semula organisasi perusahaan
hanya memiliki satu organisasi karyawan (SPSI), kini karyawan memiliki peluang untuk
bergabung pada banyak serikat pekerja seperti itu, atau mungkin membuat organisasi baru.
5. Lingkungan teknologi.
Untuk mengatasi persaingan yang semakin ketat, maka pemerintah Indonesia perlu
melakukan peningkatan pembinaan disiplin, dan kualitas, khususnya bagi para pelaut.
Selain itu pemerintah dan instansi lainnya termasuk Kesatuan Pelaut Indonesia (KPI) perlu
segera merumuskan law of seamen seperti di Filipina. Untuk menunjang kelancaran lalu
lintas kapal di laut, maka diperlukan adanya awak kapal yang berkeahlian, berkemampuan
dan terampil. Dengan demikian setiap kapal yang akan berlayar harus diawaki dengan awak
kapal yang cukup dan cakap untuk melakukan tugas di atas kapal sesuai dengan jabatannya
dengan mempertimbangkan besaran kapal, tata susunan kapal dan daerah pelayaran. Atas
dasar hal tersebut, maka diperlukan institusi-institusi pendidikan kepelautan yang
kompeten untuk menciptakan pelaut Indonesia yang profesional, yaitu cakap dan terampil,
berwatak serta memiliki sikap mandiri, serta diarahkan untuk dapat memenuhi kebutuhan
pelayaran nasional atau asing.
Pada masa global ini pelaut Indonesia banyak dihadapkan pada berbagai tantangan
dan permasalahan. Kemampuan yang dimiliki tenaga pelaut Indonesia untuk menembus
pasar global terancam bakal tersingkir. Hal ini disebabkan karena etos kerja pelaut Indonesia
di luar negeri dinilai telah menurun. Padahal, sebelumnya hampir semua kapal asing
mempekerjakan pelaut dari Indonesia. Pelaut Indonesia dikenal memiliki etos kerja yang
tinggi, taat perintah, penyabar dan pekerja keras. Tetapi penilaian tersebut, kini telah
berubah karena berbagai tindakan tidak disiplin, di antaranya sering berbuat onar dan tidak
ada penegakan hukum dari pemerintah maupun oleh asosiasi pelaut di Indonesia.
Di samping tidak disiplin dalam bekerja, kualitas pelaut Indonesia saat ini juga
dianggap menurun, terbukti ketika Hanjin Container Lines perusahaan pelayaran terbesar di
Korea Selatan membutuhkan 90 orang pelaut, setelah dilakukan tes, hanya 45 orang yang
mampu mencapai nilai 70 dan dianggap layak untuk mengisi lowongan yang tersedia,
sedangkan yang lainnya tidak mampu mencapai skor yang lebih tinggi, penyebabnya
adalah kebanyakan pelaut Indonesia tidak menguasai pengetahuan maritim, terutama dalam
penguasaan Bahasa Inggris. Banyak pelaut Indonesia yang gagal tes untuk bekerja di kapal
asing karena lemahnya penguasaan bahasa asing, rendahnya tingkat disiplin dan factor
Badan Penelitian dan Pengembangan Departemen Perhubungan RI, 2005. Op.Cit.
Hlm.76.keluarga. Ini juga sebagai indikator masih lemahnya pendidikan pelaut di Indonesia
jika diukur dari terserapnya pelaut Indonesia di pasar luar negeri atau internasional.10
Di samping rendahnya kualitas, pelaut Indonesia selama beberapa tahun terakhir ini
harus bersaing dengan pelaut Filipina yang gencar mengekspor pelaut-pelautnya yang lebih
berkualitas dan dapat berkomunikasi dengan mudah karena menguasai bahasa Inggris. Di
samping itu mereka telah memiliki The Law of Seamen yang dikeluarkan oleh Philippine
Overseas Employment Agency yang antara lain memuat tentang tata tertib bekerja sebagai
pelaut, sehingga para pelaut yang terbukti berbuat onar akan dicabut ijin kerjanya.
Isu black list pelaut Indonesia oleh Amerika Serikat pada dasarnya berawal dari
surat edaran International Transport Worker Federation (ITF) yang bermarkas di London
pada tanggal 31 Maret 2005. Isi surat edaran itu adalah bahwa Information on the Coast
Guard - CBP (Customs and Border Protection) Memorandum of Agreement and
Standard Operating Procedures (SOP) regarding the Detention of Certain High-Risk
Crewmembers yang diterbitkan oleh Pemerintah USA dan didistribusi oleh the
Steamship Association of Lousiana. Belum diketahui kapan SOP ini akan mulai
diberlakukan, namun dapat dipastikan bahwa biaya penjagaan high-risk crewmember adalah
US$ 36/jam untuk minimal 2 orang security guards, dan komponen biaya ini bisa membuat
daya saing pelaut Indonesia merosot. Contoh : Salah satu perusahaan Belanda (Nedlloyd)
mendapat kesulitan karena mempekerjakan pelaut Indonesia pada 11 kapal niaganya yang
melayari trayek Eropa-Amerika. Annex VI dari SOP tersebut berisi daftar negara dari Federal
Register tanggal 16 Januari 2003, sebagai berikut:
Sebagai bahan pertimbangan, perlu diketahui bahwa di tempat lain, pada tanggal 24
April 2003, Lloyd's Register menerbitkan modul Company Security Officer Course dengan
salah satu pokok bahasan berjudul "Marine Security", dengan sub pokok bahasan "Marine
Hot Spots" yang antara lain mengemukakan bahwa "High risk areas" adalah: Cuba and West
Indies, Dominican Republic, Peru, Brazil, Columbia, Senegal, Togo, Bangladesh, Somalia,
Tazmania, Persian Gulf, Indonesia, Philippines, dan Vietnam. Kriteria yang dipakai oleh
Lloyds Register antara lain increased piracy attack, physical force, dan high state of alert.
Merupakan kenyataan, statistik menunjukkan bahwa angka piracy attack di perairan kita
pada paska krisis ekonomi dan moneter relatif meningkat dan membahayakan jiwa pelaut.
Selain itu, physical force dipakai dalam kasus Aceh, Sampit, Poso, Ambon, Papua, dan
sejarah menunjukkan bahwa pada periode sebelum 2003, pergantian kepala negara
selalu disertai pergolakan. Contoh : Soekarno, Soeharto, Habibie, dan Gus Dur. Kemudian
high state of alert menunjukkan bahwa Bom Bali menewaskan lebih dari 190 orang.
The Seafarers Identity Document (SID) atau Kartu Identitas Pelaut adalah semacam
kartu identitas khusus pelaut yang dibuat memakai biometric finger scan standard yang
tujuannya untuk melindungi pelaut dari tindakan diskriminasi karena adanya isu ancaman
keamanan (security threat). Kartu ini tidak bisa dijadikan pengganti passport atau Buku
Pelaut, namun dapat dijadikan pegangan yang menunjukkan bahwa pemiliknya adalah benar-
benar pelaut yang tak terkait dengan terorisme. Pada tanggal 10 Desember 2004, Pemerintah
RI telah mengirim surat No. B.1079/SJ/KLN-XII/04 tentang Submission to Competent
Authorities of the ILO Convention No. 185 concerning Seafarers Identity Document
kepada Sekretariat ILO di Jenewa, yang intinya menyampaikan keinginan RI untuk
meratifikasi Konvensi tersebut. Pada tanggal 4 April 2005, pihak USTDA (US Trade and
Development Agency) menyatakan kesediaan memberi bantuan hibah (grant aid) untuk
keperluan pelaksanaan feasibility study penerapan SID di Indonesia yang akan dilakukan
oleh konsultan Amerika Serikat (AS), dengan syarat bahwa kontraktor AS harus diizinkan
untuk mengikuti pelelangan infra-struktur SID. AS tidak berminat meratifikasi Konvensi ILO
No. 185 tentang SID karena standar keamanan SID di bawah standar US Homeland Security.
Laut merupakan media yang sangat penting untuk kelancaran perdagangan antar
negara karena laut juga merupakan wilayah kedaulatan suatu negara. Wilayah laut di Asia
Tenggara mempunyai beberapa wilayah yang sangat strategis untuk menjadi jalur
perdagangan dunia, beberapa diantaranya adalah Laut Natuna, Selat Malaka, dan Laut Cina
Selatan. Selain itu, wilayah laut di Asia Tenggara juga termasuk ke dalam jalur Sea Line of
Communications (SLOC), yang merupakan kunci jalur maritim yang memfasilitasi lalu lintas
pelayaran yang pada dan menyelenggarakan transportasi sebagai kunci dari perdagangan
maritim.(Khalid, 2012) ASEAN Economic Community 2015 menggunakan liberalisasi
perdagangan sebagai landasan kerjasamanya. ASEAN Economic Community mempunyai
4 karakteristik, yaitu: (a) a single market and production base, (b) a highly competitive
economic region, (c) a region of equitable economic development, and (d) a region fully
integrated into the global economy.
Arus jasa yang bebas bergerak merupakan faktor utama dalam pembangunan AEC
(Luhulima, 2011). Kerjasama perdagangan baik intra maupun ekstra ASEAN membutuhkan
logistik yang mendukung kelancaran arus perdagangan tersebut. ASEAN mempunyai
cakupan wilayah laut, udara, dan darat sebagai media untuk logistik komoditas perdagangan.
ASEAN Community telah melakukan harmonisasi regulasi mengenai logistik sebagai faktor
pendukung kelancaran perdagangan tersebut. Salah satu upaya ASEAN dalam melakukan
harmonisasi tersebut adalah melalui ASEAN Transport Ministers Meeting yang dibentuk
pada tahun 1996. Pembentukan forum ini merupakan kesadaran ASEAN untuk melihat
potensi arus jasa yang dibagi dalam tiga cakupan, yaitu Air Transport, Land Transport, dan
Maritime Transport. Kondisi geografis ASEAN yang diapit diantara dua samudera dan dua
benua membuat wilayah maritim ASEAN mempunyai jalur transportasi air yang sibuk. Hal
tersebut dapat dilihat pada tabel berikut:
Dari data yang disajikan, industri pelayaran mempunyai prospek yang besar
terhadap pasar dalam industri jasa dalam bidang perairan. Penumpang transportasi air pada
wilayah domestik ASEAN lebih besar daripada penumpang internasional. Sementara
pada volume penggunaan kargo dengan rute internasional lebih besar daripada di wilayah
domestik ASEAN. Prospek pasar tersebut bisa dijangkau pada negara-negara ASEAN yang
mempunyai garis pantai sebagai pendukung infrastuktur perdagangan jasa pada industri
pelayaran.
Sebagai contoh konkrit dalam bidang maritime adalah dibentuknya ASEAN Single
Shipping Market pada tahun 2014. Pada implementasinya hanya pada harmonisasi dang
pengkajian ulang regulasi mengenai hambatan yang terjadi pada industri pelayaran menuju
integrasi masyarakat ekonomi ASEAN 2015(MIMA, 2012). Dalam Roadmap Towards An
Integrative and Competitive Maritime Transport in ASEAN, harmonisasi yang dilakukan
bertujuan untuk membuat atmosfir pelayaran yang professional melalui mekanisme dan
fasilitas yang mendukung. Aturan-aturan yang harus diratifikasi dan diterapkan bertujuan
untuk meningkatkan daya saing industri pelayaran negara-negara ASEAN. Kesenjangan
pada kemampuan perekonomian antar negara di ASEAN yang menimbulkan hasrat untuk
berkontestasi pada kebutuhan pasar yang semakin meningkat. Oleh karena itu, negara-negara
anggota ASEAN memerlukan persiapan untuk melakukan liberalisasi sektor jasa pada
industri pelayaran domestik masing-masing. Indonesia sebagai negara maritim, mempunyai
peluang dan tantangan untuk meningkatkan daya saing terhadap perkembangan
industri pelayaran negara-negara ASEAN yang lain.
Mendukung hal tersebut, kemudian juga dikembangkan rute armada kapal/pelayaran yang
menghubungkan kedua pelabuhan hub internasional serta melalui pelabuhan hub nasional
dari wilayah timur hingga wilayah barat Indonesia. Kemudian kargo/logistik dari pelabuhan
hub nasional akan didistribusikan ke pelabuhan feeder menggunakan kapal yang berbeda
pula. Konsep konektivitas laut diatas kemudian dilayani oleh armada kapal secara rutin dan
terjadwal dari barat sampai timur Indonesia kemudian disebut sebagai konsep Tol Laut.
Dengan memperhatikan perkembangan ukuran armada kapal yang digunakan pada jalur
perdagangan internasional, maka juga perlu kesiapan pelabuhan dan alurnya untuk
mendukung kapal-kapal yang mampu melayani muatan yang lebih besar (kelas Panamax)
dengan kecepatan layanan yang lebih tinggi, khususnya pada rute pendulum Tol Laut.
Oleh sebab itu, ke-24 pelabuhan strategis direncanakan dikembangkan dengan konsep
sebagai berikut:
1. Pembangunan pelabuhan bertaraf Internasional yang berkapasitas besar dan modern
untuk ekspor berbagai komoditas dan berfungsi juga sebagai International Seaport-
Hub.
2. Pengerukan kolam dan alur pelabuhan Hub min -12,5m untuk mendukung
penggunaan kapal Panamax 4.000 TEUS yang bergerak dengan rute pendulum.
3. Peningkatan draft pelabuhan feeder min -7m, untuk mendukung penggunaan kapal
3 in 1 dan atau kapal 2 in 1 yang mulai dikembangkan PT. PELNI.
4. Modernisasi fasilitas dan peralatan bongkar muat pelabuhan strategis tol laut untuk
meningkatkan produktifitas pelabuhan.
5. Perluasan penerapan INSW dalam rangka persiapan implementasi ASEAN Single
Windows.
6. Restrukturisasi dan rasionalisasi tarif jasa kepelabuhanan dalam rangka
meningkatkan daya saing.
Sedangkan beberapa hal yang perlu ditindaklanjuti agar pelabuhan-pelabuhan lainnya (non-
komersil) sehingga dapat bersinergi dengan konsep tol laut adalah:
1. Optimalisasi pelabuhan hub internasional (Pelabuhan Kuala Tanjung dan Bitung),
termasuk melalui peningkatan pangsa muatan angkutan luar negeri (perubahan
term-of-trade).
2. Evaluasi optimalisasi pemanfaatan pelabuhan yang telah dibangun (khususnya
pelabuhan umum Pemerintah).
3. Kajian efektivitas penyediaan terminal khusus (TERSUS)/terminal untuk
kepentingan sendiri (TUKS), termasuk dampaknya terhadap operasional dan
pengembangan terminal/pelabuhan umum.
4. Evaluasi efektivitas kebijakan pelabuhan yang terbuka untuk perdagangan
internasional untuk mendukung konsep wilayah depan dan wilayah dalam.
5. Penguatan landasan hukum dan kelembagaan dalam koordinasi penyelenggaraan
pelabuhan perikanan dan pelabuhan penyeberangan.
6. Revitalisasi pelabuhan pelayaran rakyat di Indonesia.
Selain itu, terdapat juga 614 pelabuhan diantaranya berupa Unit Pelaksana Teknis
(UPT) atau pelabuhan non-komersial yang cenderung tidak menguntungkan dan hanya
sedikit bernilai strategis. Di samping itu, terdapat pula sekitas 1000 pelabuhan khusus atau
pelabuhan swasta yang melayani berbagai kebutuhan suatu perusahaan saja (baik swasta
maupun milik negara) dalam sejumlah industri meliputi pertambangan, minyak dan gas,
perikanan, kehutanan, dsb. Beberapa dari pelabuhan tersebut memiliki fasilitas yang hanya
sesuai untuk satu atau sekelompok komoditas (mis. Bahan kimia) dan memiliki kapasitas
terbatas untuk mengakomodasi kargo pihak ketiga. Namun demikian, pelabuhan yang lain
memiliki fasilitas yang sesuai untuk beragam komoditas, termasuk, dalam beberapa hal,
kargo peti kemas.
Saat ini, Pelindo menikmati monopoli pada pelabuhan komersial utama yang
dilegislasikan serta otoritas pengaturam terhadap pelabuhan-pelabuhan sektor swasta. Pada
hampir semua pelabuhan utama, Pelindo bertindak baik sebagai operator maupun otoritas
pelabuhan tunggal, mendominasi penyediaan layanan pelabuhan utama sebagaimana
tercantum di bawah ini:
- Perairan pelabuhan (termasuk urukan saluran dan basin) untuk pergerakan
lalu lintas kapal, penjangkaran, dan penambatan.
- Pelayaran dan penarikan kapal (kapal tunda).
- Fasilitas-fasilitas pelabuhan untuk kegiatan bongkar muat, pengurusan
hewan, gudang, dan lapangan penumpukan peti kemas; terminal
konvensional, peti kemas dan curah; terminal penumpang.
- Listrik, persediaan air bersih, pembuangan sampah, dan layanan telepon
untuk kapal.
- Ruang lahan untuk kantor dan kawasan industri.
- Pusat pelatihan dan medis pelabuhan.
Meskipun legislasi saat ini menjauhkan sektor swasta dari persaingan secara langsung
dengan Perum Pelabuhan Indonesia yang berwenang, elemen-elemen lain dari struktur tata
kelola menjamin tidak adanya persaingan baik di dalam maupun di antara Perum Pelabuhan
Indonesia. Sebagaimana yang dicatat oleh Patunru dkk (2007), UU mewajibkan Perum
Pelabuhan Indonesia untuk memberikan subsidi satu sama lain untuk menjamin
keberlanjutan keuangan secara menyeluruh dan memenuhi kewajiban layanan umum
mereka.
Secara nyata, jumlah barang yang diangkut untuk tujuan dalam negeri dan luar
negeri mengalami peningkatan sekitar 77 juta ton dalam kurun waktu empat tahun tersebut.
Di 11 terminal peti kemas utama (yang memiliki mesin derek peti kemas dan dinyatakan oleh
Departemen Perhubungan sebagai Terminal Peti Kemas), total volume peti kemas
meningkat sebesar satu juta TEU 9 (satuan ukuran setara dua puluh kaki) selama kurun
waktu 2005-2007 dengan rata-rata pertumbuhan tahunan sekitar 12 persen (Tabel 2).
Pelabuhan Tanjung Priok di Jakarta mewakili hampir setengah jumlah peti kemas dalam
sistem pelabuhan Indonesia. Pada tahun 2007, total volume peti kemas pada empat terminal
di pelabuhan hanya di bawah 3 juta TEU dan diharapkan mencapai 3,7 juta TEU.2
Rute-rute utama lintas benua semakin didominasi oleh kapal-kapal besar dengan
kapasitas 12.000+ TEU. Kapal yang berukuran lebih kecil yakni 5000-8000 TEU yang
sebelumnya digunakan pada rute-rute utama dipindahkan ke rute-rute layanan bongkar muat
daerah. Ada dua implikasi penting bagi Indonesia:
- Kapal-kapal yang lebih besar akan membutuhkan draf (Kedalaman air (minimun) yang
diperlukan agar kapal dapat mengapung (tidak menyentuh dasar)) jalur yang lebih dalam
dan basin yang dalam, mesin derek yang lebih besar dan lebih cepat dan penanganan
kargo yang semakin baik di pelabuhan daerah yang lebih kecil (yang mencakup
pelabuhan komersial utama di Indonesia).
- Keberadaan kapal-kapal yang lebih besar ini pada rute layanan bongkar muat daerah,
akan semakin mendesak perusahaan pelayaran daerah untuk meningkatkan armada kapal
mereka yang relatif kecil dan tua.
Meskipun ada beberapa privatisasi, yang dikatakan tidak dikelola dengan baik, di akhir
tahun 1990-an/awal tahun 2000-an, sebagian besar aliran investasi Internasional ke
pelabuhan laut belakangan ini tidak melalui Indonesia. 2.4 INDIKATOR KINERJA
PELABUHAN Data terbaru yang dapat diandalkan tentang kinerja pelabuhan sulit
didapatkan. Data terakhir yang tersedia yang dapat digunakan untuk membandingkan kinerja
pelabuhan-pelabuhan di Indonesia secara internasional merupakan data tahun 2002, dan itu
pun terbatas pada gerbang perdagangan utama, yaitu Jakarta, sebagaimana ditunjukkan oleh
Gambar 2 di bawah ini. Meskipun data tersebut tertinggal beberapa tahun, data tersebut
menunjukkan (kurangnya) daya saing relatif yang dimiliki oleh pelabuhan utama Indonesia
yang ada di Jakarta.
Hal ini melibatkan berbagai biaya pemulihan di 12 4 Kruk (2008) merujuk pada data
yang dibuat oleh Drewry (2005) Annual Review of Global Container Terminal Operations
yang menghitung penggunaan kapasitas daerah berdasarkan pada a) rencana yang telah
ditetapkan b) perluasan yang tidak dipastikan. Masing-masing angka untuk Asia Timur laut
dan Asia Tenggara adalah 109%/105% dan 108%/91% yang mencerminkan kapasitas
berlebihan dari fasilitas peti kemas daerah.
Hal ini merupakan pendapat yang diperdebatkan tentang apakah sesuai
membandingkan terminal-terminal peti kemas di Jakarta, yang mana maksimal menyediakan
2-3 mesin derek per kapal, dengan Singapura dan Tanjung Pelepas dimana kapal-kapal dapat
dilayani dengan 3-5 mesin derek. Dengan basis per-derek, terminal peti kemas utama di
Indonesia mencapai 18-22 mph, sedangkan Singapura/Tanjung Pelepas mencapai sekurang-
kurangnya 30-35 mph. samping biaya untuk memperoleh tempat pada feeder pihak ketiga
serta kerugian karena tempat yang tidak dimanfaatkan pada feeder mereka sendiri. Sebagai
akibatnya, para pengusaha angkutan laut tersebut mengurangi kapasitas yang direncanakan
untuk Pelabuhan Jakarta.
Data terbaru yang dapat diandalkan tentang kinerja pelabuhan sulit didapatkan. Data
terakhir yang tersedia yang dapat digunakan untuk membandingkan kinerja pelabuhan-
pelabuhan di Indonesia secara internasional merupakan data tahun 2002, dan itu pun terbatas
pada gerbang perdagangan utama, yaitu Jakarta, sebagaimana ditunjukkan oleh Gambar 2 di
bawah ini. Meskipun data tersebut tertinggal beberapa tahun, data tersebut menunjukkan
(kurangnya) daya saing relatif yang dimiliki oleh pelabuhan utama Indonesia yang ada di
Jakarta. Berdasarkan wawancara dengan beberapa perusahaan pengangkutan laut
internasional, keadaan ini tampaknya belum berubah. Pelabuhan Jakarta masih tetap mahal
dan tidak efisien.
Masing-masing angka untuk Asia Timur laut dan Asia Tenggara adalah 109%/105%
dan 108%/91% yang mencerminkan kapasitas berlebihan dari fasilitas peti kemas daerah. 5
Hal ini merupakan pendapat yang diperdebatkan tentang apakah sesuai membandingkan
terminal-terminal peti kemas di Jakarta, yang mana maksimal menyediakan 2-3 mesin derek
per kapal, dengan Singapura dan Tanjung Pelepas dimana kapal-kapal dapat dilayani dengan
3-5 mesin derek. Dengan basis per-derek, terminal peti kemas utama di Indonesia mencapai
18-22 mph, sedangkan Singapura/Tanjung Pelepas mencapai sekurang-kurangnya 30-35
mph. samping biaya untuk memperoleh tempat pada feeder pihak ketiga serta kerugian
karena tempat yang tidak dimanfaatkan pada feeder mereka sendiri. Sebagai akibatnya, para
pengusaha angkutan laut tersebut mengurangi kapasitas yang direncanakan untuk Pelabuhan
Jakarta.
Kesimpulan sederhana yang ditarik dari analisa di atas adalah bahwa armada kargo
Indonesia menghabiskan terlalu banyak waktu untuk tidak beroperasi atau menunggu di
pelabuhan. Waktu berlayar rata-rata antara ke-19 pelabuhan yang terdaftar pada tabel dan
pelabuhan-pelabuhan pengumpan (feeder) utama Jakarta dan Surabaya berkisar pada rata-
rata 1-2 hari (Lembaran Negara Pelayaran Indonesia, 3 Maret 2008). Informasi ini,
dipadukan dengan data TRT yang didapati di tabel, menunjukkan bahwa banyak kapal kargo
domestik Indonesia akan menghabiskan paling sedikit separuh, mungkin tiga-perempat,
waktu mereka di pelabuhan.
Saat ini dapat diidentifikasikan bahwa sedikitnya terdapat 12 unsur pembangunan maritim
yang terdiri atas : perikanan, perhubungan laut, industri maritim, pertambangan dan energy,
pariwisata bahari , tenaga kerja kelautan, pendidikan kelautan, masyarakat bahari dan desa
pantai, hukum tata kelautan, penerangan bahari, survey pemetaan dan iptek kelautan, dan
sumber daya alam dan lingkungan hidup laut dan pantai. Namun didasarkan pada asa
maksimal, lestari, daya saing, prioritas, bertahap, berlanjut dan konsisten, maka hanya
terdapat lima elemen utama yang dijadikan sebagai focus pembangunan maritim, yaitu:
perikanan, perhubungan laut, industri maritim, pertambangan dan energy, serta pariwisata
bahari. Untuk mewujudkan hal tersebut maka disusunlah pembangunan maritim Indonesia
jangka panjang, dalam Pembangunan jangka panjang II Maritim Indonesia dilakukan secara
bertahap, dengan waktu yang masih tersisa 4 pelita (20 tahun) pentahapannya dilakukan
sebagai berikut
1. Pelita VII penekanan dilakukan pada perikanan dan pariwisata bahari dengan tanpa
mengesampingkan pengembangan sumberdaya manusia dan iptek maritim yang sesuai
2. Pelita VIII penekanan diletakkan pada perikanan, perhubungan laut dan pariwisata
bahari seiring dengan pengembangan iptek dan SDM yang diperlukan
3. Pelita IX penenkannya diletakkan pada perhubungan laut, pariwisata bahari seiring
dengan peningkatan iptek dan SDM
4. Pelita X penekanan diletakkan pada pertambangan dan energy seiring dengan
pengembangan SDM dan iptek yang diperlukan
Khusus pada pelita VII kelima elemen pembangunan maritim Indonesia diarahkan pada
sektor perikanan, daya saing dalam globalisasi, perhubungan laut, industri maritim,
pertambangan dan energy, pariwisata bahari yang diproyeksikan dengan kebutuhan SDM dan
IPTEK yang sesuai.
Secara teoritis ekonomi kelautan belum jadi sebuah kajian khusus di Indonesia. Kajian
ekonomi kelautan masih bersifat mikro dan parsial. Kini kajian ekonomi kelautan di
Indonesia lebih dominan menyangkut ekonomi sumberdaya alam dan lingkungan.
Dalam laporan National Ocean Economic Program yang diterbitkan di Amerika Serikat,
Kildow et al (2009) mendefenisikan ekonomi kelautan dan pesisir berbeda. Dinyatakan
bahwa ekonomi pesisir sebagai segala aktivitas ekonomi yang berlangsung di sepanjang
wilayah pesisir. Suatu analisis ekonomi pesisir mengungkapkan tiga tema yaitu :
1. Ukuran (Size)
Ekonomi pesisir di Amerika Serikat memiliki porsi besar dalam aktivitas ekonomi hingga
mampu berkontribusi bagi ekonomi negaranya. Ironis dibandingkan dengan Indonesia
sebagai Negara kepulauan akan tetapi ekonomi pesisirnya tak berdampak dalam
perekonomian Negara.
2. Kedudukan (Sprawl)
Ekonomi pesisir adalah sebagai ekonomi utama kaum urban (perkotaan) dan penyebaran
aktivitasnya sepanjang wilayah pesisir secara signifikan berdampak pada kekuatan daerah
urban khususnya penyebaran penduduk dan aktivitas ekonomi yang jauh dari pusat-pusat
kota.
3. Pelayanan (Services)
Ekonomi pesisir menjadi penggerak utama industri manufaktur di Amerika Serikat, tapi saat
ini berubah jadi produsen utama sektor jasa. Berbeda halnya dengan Indonesia, ekonomi
pesisir jangankan jadi penggerak utama sektor jasa, sektor manufaktur saja mau jauh
panggang dari api.
Sementara ekonomi kelautan (ocean economic) yaitu sebagai aktivitas ekonomi yang
bergantung pada laut dan produk-produknya. Ditambahkan juga bahwa ekonomi kelautan
berasal dari lautan (atau danau besar) yang sumberdayanya menjadi input barang dan jasa
secara langsung maupun tak langsung dalam aktivitas ekonomi utamanya berupa;
a) Industry yang secara iksplisit berkaitan dengan aktivitas kelautan atau
b) Secara parsial berkaitan dengan kelautan yang berlokasi pada sutau perbatasan yang
ditandai oleh garis pantai (a shore-adjacent zip code)
Ekonomi kelautan belum mendapatkan tempat dalam kebijakan pembangunan nasional di
Indonesia karena:
1) Meminjam pemikiran Gus Dur, mindset pembangunan ekonomi Indonesia lebih
didominasi cara berfikir continental ketimbang kelautan maupun maritime.
2) Pelbagai kalangan berpendapat bahwa memosisikan ekonomi kelautan sebagai basis
pembangunan ekonomi nasional berimplikasi luas karena akan mengubah secara radikal
pelbagai nomenklatur, kebijakan politik anggaran, dan peraturan perundangan di Indonesia.
3) Kalangan intelektual ekonom Indonesia, parlemen dan birokrat relative kurang melek
soal-soal kelautan dan perikanan hingga kerap berfikir mengikuti aliran pemikiran ekonomi
arus utama idiologi neo-liberalismenya ketimbang menyempal dan membangun gagasan-
gagasan baru bersifat kontruktivisme.
Indonesia adalah negara kepulauan dengan luas lautan melebihi daratan. Secara
geografis, Indonesia terletak di antara dua benua dan dua samudera, dan memiliki kekayaan
sumberdaya alam yang besar. Sebagai negara kepulauan, harusnya Indonesia juga disebut
sebagai negara maritim. Namun sayangnya, julukan Indonesia sebagai negara maritim
dipandang belum tepat. Alasan mendasar mengenai hal ini dikarenakan paradigma
pembangunan di Indonesia selama beberapa dekade ini bias daratan.
Akibatnya ketimpangan pembangunan antara daratan dan lautan begitu terlihat. Negara
maritim adalah negara yang memanfaatkan secara optimal wilayah lautnya dalam konteks
pelayaran secara umum. Contoh negara- negara maritim diantaranya: Inggeris, Amerika
Serikat, Singapura, Cina, dan Panama. Negara-negara tersebut dikategorikan sebagai negara
maritim, karena melakukan manajemen pembangunan wilayah perairan lautnya secara
sungguh-sungguh, komprehensif, terencana dan berkesinambungan. Berdasarkan latar
belakang dan fakta sejarah, bangsa Indonesia pernah berjaya dalam kemaritiman.
Tercatat beberapa kerajaan yang pernah ada di Indonesia dikenal sebagai penguasa
maritim, seperti Kerajaan Sriwijaya, Majapahit, Demak, Bone dan lain-lain. Jejak fakta
sejarahnya bahkan ditemui di Madagaskar.2 Kata maritim berasal dari bahasa Inggris yaitu
maritime, yang berarti navigasi, maritime atau bahari. Dari kata ini kemudian lahir istilah
maritime power yaitu negara maritim atau negara samudera. Maritim, dalam Kamus Besar
Bahasa Indonesia diartikan sebagai berkenaan dengan laut berhubungan dengan pelayaran
dan perdagangan di laut. Dalam bahasa Inggeris, kata maritime untuk menunjukkan sifat atau
kualitas yang menyatakan penguasaan terhadap laut. Dilihat dari sisi tata bahasa, kelautan
adalah kata benda, maritim adalah kata sifat.
Dengan demikian, kalau ingin menyatakan bahwa Indonesia adalah negara yang
memanfaatkan laut, rasanya kata maritim lebih tepat. Indonesia harus menjadi negara
maritim, bukan hanya negara kelautan. Argumentasinya adalah, negara maritim adalah
negara yang mempunyai sifat memanfaatkan laut untuk kejayaan negaranya, sedangkan
negara kelautan lebih menunjukkan kondisi fisiknya, yaitu negara yang berhubungan, dekat
dengan atau terdiri dari laut. Dilihat dari arti kata secara luas, kata kelautan mungkin lebih
cenderung mengartikan laut sebagai wadah, yaitu sebagai hamparan air asin yang sangat luas
yang menutupi permukaan bumi, hanya melihat fisik laut dengan segala kekayaan alam yang
terkandung di dalamnya.
Dengan demikian, istilah maritim sesungguhnya lebih komprehensif, yaitu tidak hanya
melihat laut secara fisik, wadah dan isi, tetapi juga melihat laut dalam konteks geopolitik,
terutama posisi Indonesia dalam persilangan antara dua benua dan dua samudera serta
merupakan wilayah laut yang sangat penting bagi perdagangan dunia. Pemahaman maritim
merupakan segala aktivitas pelayaran dan perniagaan, perdagangan yang berhubungan
dengan kelautan atau disebut pelayaran niaga, sehingga dapat disimpulkan bahwa maritim
adalah terminologi kelautan dan maritim berkenaan dengan laut, yang berhubungan dengan
pelayaran, dan perdagangan di laut.
Pengertian kemaritiman yang selama ini diketahui oleh masyarakat umum adalah
menunjukkan kegiatan di laut yang berhubungan dengan pelayaran dan perdagangan,
sehingga kegiatan di laut yang menyangkut eksplorasi, eksploitasi seperti penangkapan ikan
bukan merupakan kemaritiman.3 Dalam arti lain, kemaritiman berarti sempit ruang
lingkupnya, karena berkenaan dengan pelayaran dan perdagangan laut. Pengertian lain dari
kemaritiman yang berdasarkan pada terminologi adalah mencakup ruang dan wilayah
permukaan laut, pelagik dan mesopelagik yang merupakan daerah subur di mana pada daerah
ini terdapat berbagai kegiatan seperti pariwisata, lalulintas, pelayaran dan jasa-jasa kelautan.
Sedangkan menurut pendekatan konsep ini, Indonesia saat ini lebih tepat disebut
sebagai negara kelautan, bukannya negara maritim, karena selama ini Indonesia belum
mampu sepenuhnya memanfaatkan laut secara maksimal. Selain itu, arah pengembangan dan
pembangunan yang dilakukan bukan cerminan sebagai negara yang mempunyai jiwa dan
pemikiran yang pandai untuk memanfaatkan laut secara keseluruhan dan tidak hanya
memanfaatkan fisiknya saja.4 Fakta paradigma pembangunan dengan adanya ketimpangan
pembangunan di sektor laut dan daratan serta keterpurukan ekonomi, di era Presiden Joko
Widodo, tercerahkan kembali untuk kembali menata laut demi kemakmuran bangsa. Presiden
Joko Widodo mengusung tema kemaritiman dengan Poros Maritim Dunia dan Tol Laut.
Memang sudah seharusnya, bangsa Indonesia untuk menata dan membangun laut
khususnya kemaritiman menjadi modal pembangunan menuju kemakmuran bangsa.Namun
sepertinya, jalan untuk mewujudkan hal tersebut masih akan menemui berbagai persoalan.
Mulai dari persoalan ego sektoral dalam upaya penegakan hukum kemaritiman hingga
persoalan sarana dan prasarana yang merupakan pemenuhan infrstruktur yang memadai di
Indonesia.
Kedua, perbedaan budaya dan sistem kerja antar organisasi. Meski berada dalam satu
platform atau satu cakupan bidang, masing-masing organisasi dikembangkan dengan gaya
yang berbeda sesuai dengan visi masing-masing organisasi.5 Ego dan kompetisi kepentingan
sektoral juga nampak dalam koordinasi peningkatan kemampuan pengawasan keamanan di
wilayah laut, terutama antara TNI dan Polri. Salah satu contoh adalah inistiaf TNI AL untuk
meminjamkan sejumlah senjata dan amunisinya terhadap Kementerian Kelautan Dan
Perikanan (KKP), petugas Bea Cukai dan Kesatuan Penjaga Laut dan Pantai melalui Nota
Kesepakatan antara KSAL TNI Laksamana TNI dengan ketiga perwakilan instansi tersebut.
Padahal, izin penggunaan senjata dan bahan peledak oleh pihak sipil merupakan kewenangan
Kepolisian RI seperti diatur dalam UU Nomor 2 tahun 2002 tentang Kepolisian RI dan Surat
Keputusan Kapolri No. SKEP/82/II/2004 pada tanggal 16 Februari 2004. Persoalan
koordinasi dan fungsi integratif semakin menajam dengan proses transisi sistem pengawasan
maritim sejak berlakunya UU Nomor 43 tahun 2008 tentang Wilayah Negara dan UU Nomor
17 tahun 2008 tentang Pelayaran.
Secara teroritis, aktor utama yang memiliki kewenangan dalam kemaritiman untuk
melakukan kontrol atas arus lintas maritim adalah Polisi Perairan (Polair), Petugas Imigrasi,
dan Petugas Bea Cukai. Polair, tugas utamanya adalah pencegahan dan penindakan terhadap
aktifitas arus lintas barang dan orang yang bersifat illegal, pendeteksian ancaman keamanan,
serta pengontrolan terhadap orang dan barang di titik awal hingga tujuan, penyelidikan dan
penyidikan tindak kejahatan atau pun peristiwa kecelakaan/insiden. Petugas Imigrasi
bertanggung jawab untuk melakukan kontrol persyaratan dan pelarangan masuk barang dan
orang, menjamin legalitas dari dokumen perjalanan, mengidentifikasi dan menginvestigasi
tindak kejahatan, dan membantu orang-orang yang membutuhkan pertolongan. Petugas bea
cukai pada dasarnya bertugas untuk mengatur arus barang dan jasa.
Sehingga aktor yang seharusnya bertanggung jawab melakukan fungsi kontrol melalui
kerja koordinatif, akhirnya berjalan sendiri-sendiri dengan semangat ego sektoral. Masing-
masing lembaga memiliki spesialisasi tertentu dalam ranah tupoksinya. Pembentukan
Bakamla jelas menjadikan kerancuan dalam upaya mewujudkan penegakan hukum di laut.
Karena akan terlalu banyak aturan dan perundangan yang harus diubah dan akan memakan
waktu serta biaya yang tidak sedikit. Tidak semudah memindahkan sarana dan prasarana
kerja dengan hanya surat pemberitahuan. Karena ranah kerja institusi/lembaga hukum
tersebut terikat dalam kaidah hukum internasional yang berlaku. Mantan Kepala Staf
Teritorial TNI Letnan Jenderal Purnawirawan Agus Widjojo dalam bukunya yang berjudul,
Transformasi TNI dari Pejuang Kemerdekaan menuju Tentara Profesional dalam Demokrasi:
Pergulatan TNI Mengukuhkan Kepribadian dan Jati Diri, mengatakan, Tentara Nasional
Indonesia perlu memusatkan perhatian pada tugas pokoknya menjaga pertahanan nasional,
sehingga sebagai implikasinya mesti melepaskan tanggung jawab di sektor keamanan dalam
negeri.
Agus Widjojo menginventarisir tahap-tahap kemajuan reformasi TNI yang perlu
diimplementasikan. Salah satu poin yang menjadi perhatiannya adalah penentuan batas
antara urusan pertahanan dan keamanan. Masih ada salah pengertian bahwa keamanan laut
dan keamanan maritim berada di tangan TNI Angkatan Laut. Perlu ditanamkan pengertian,
fungsi keamanan maritim merupakan fungsi penegakan hukum di wilayah perairan nasional
yang dilaksanakan oleh lembaga penegak hukum sipil. Saat ini penegakan hukum dan
keamanan di lautan Indonesia memang masih tumpang-tindih (overlapping). Hingga saat ini
setidaknya ada 24 peraturan perundang-undangan yang memberikan kewenangan kepada
berbagai instansi pemerintah untuk menegakkan hukum di laut. Beberapa contoh,
diantaranya, UU Nomor 11 tahun 1967 Tentang Ketentuan-Ketentuan Pokok Pertambangan
memberikan kewenangan penegakan hukum di laut kepada Kementerian Energi dan
Sumberdaya Mineral. Kewenangan penegakan hukum di laut diberikan lagi kepada lembaga
ini oleh UU Nomor 22 tahun 2001 Tentang Minyak dan Gas Bumi sehingga kewenangannya
menjadi cukup luas.
Dalam penjelasan atas UU Nomor 34 tahun 2004 Tentang Tentara Nasional Indonesia,
Pasal 9 Huruf a cukup jelas. Huruf b, yang dimaksud dengan menegakkan hukum dan
menjaga keamanan adalah segala bentuk kegiatan yang berhubungan dengan penegakan
hukum di laut sesuai dengan kewenangan TNI AL (constabulary function) yang berlaku
secara universal dan sesuai dengan ketentuan perundang-undangan yang berlaku untuk
mengatasi ancaman tindakan kekerasan, ancaman navigasi, serta pelanggaran hukum di
wilayah laut yurisdiksi nasional. Menegakkan hukum yang dilaksanakan oleh TNI AL di
laut, terbatas dalam lingkup pengejaran, penangkapan, penyelidikan, dan penyidikan perkara
yang selanjutnya diserahkan kepada Kejaksaan, karena TNI AL tidak menyelenggarakan
pengadilan.
Memang perlu ada kejelasan peraturan yang saling tumpang tindih, maklum, banyak
undang-undang disusun secara cepat. Tapi yang pasti akibatnya, TNI AL punya wewenang
penegakan hukum (polisionil) disamping sebagai alat pertahanan. Situasi tersebut telah
menimbulkan kebingungan bagi obyek penegakan hukum di laut seperti kapal niaga, kapal
penangkap ikan, nelayan, pelaut dan mereka yang karena sifat pekerjaannya harus
bersinggungan dengan laut. Mereka mengungkapkan, instansi tertentu sering
memberhentikan dan naik ke kapal di tengah lautan untuk memeriksa berbagai persyaratan
yang harus ada di atas kapal atau dokumen/surat yang harus dimiliki oleh ABK, bagi aparat
penegak hukum, ini sah-sah saja.
Di sisi lain, sesuai dengan Hukum Maritim Internasional yang sudah disepakati
Indonesia sejak tahun 1974 (SOLAS 1974) yang tertuang dalam:
a. Bab V Peraturan 15 Konvensi Internasional tentang Keselamatan Jiwa di Laut
(SOLAS 1974) mengenai kewajiban negara penandatangan untuk membentuk
organisasi Pengawal Pantai (Coast Guard) atau Pengawal Laut dan Pantai (Sea and
Coast Guard).
b. Ketentuan Internasional tentang Keamanan Kapal dan Fasilitas PelabuhanTahun
2002 atau International Ships and Port Facilities Security Code 2002 (ISPS Code
2002) mengenai kewajiban negara peserta untuk menetapkan otoritas nasional dan
otoritas lokal yang bertanggungjawab atas keselamatan dan keamanan maritim.
c. Pasal 217, pasal 218 dan pasal 220 Konvensi Perserikatan Bangsabangsa tentang
Hukum Laut (UNCLOS III, 1982) mengenai penegakan hukum oleh Negara
Bendera (Flag State), oleh Negara Pelabuhan (Port State), dan oleh Negara Pantai
(Coastal State).
Berdasarkan aturan ini, organisasi militer dilarang untuk menegakan hukum maritim
internasional di kapal-kapal berbendera asing kecuali jika negara tersebut dalam kondisi
perang. Hanya organisasi sipil saja yang diperbolehkan memeriksa kapal-kapal lintas damai.
Memang dalam hukum nasional, TNI AL berhak memeriksa kapal-kapal lintas damai di
wilayah perairan Indonesia. Tetapi hal ini sangat bertentangan dengan hukum maritim
internasional (UNCLOS, 1982) yang sudah disepakati oleh 168 negara termasuk Indonesia.
Hal ini pula yang menyebabkan setiap kapal-kapal asing yang mau masuk ke perairan
Indonesia selalu dikenakan biaya asuransi yang lebih tinggi dibanding dengan masuk ke
perairan negara lainnya, yang menyebabkan lalulintas ekspor dan impor menjadi sangat
mahal (karena biaya asuransi) jika masuk perairan Indonesia.
Yang menjadi persoalan, manakala instansi itu selesai menjalankan tugasnya dan kapal
akan bergerak kembali, ada instansi lain lagi yang menghentikan dan naik ke kapal tak lama
kemudian. Persoalan akan menjadi rumit, manakala kapal yang dihentikan dan diperiksa itu
adalah kapal berbendera asing. Menurut praktek yang lazim di dunia pelayaran, kapal adalah
the mobile state (negara yang berjalan) sehingga hanya tunduk kepada aturan hukum yang
berlaku di negara berdasarkan benderanya.
Jika ingin diproses dengan hukum negara lain, ada sejumlah aturan main yang juga
berlaku internasional yang harus dipenuhi. Salah satunya melalui admiralty court/
pengadilan. Mungkin inilah salah satu sebab, mengapa main line operator/ MLO (pelayaran
besar kelas dunia) enggan sandar di pelabuhan Indonesia. Hukum maritim internasional
berlaku di wilayah perairan ZEE maupun di wilayah perairan litoral bagi kapal-kapal lintas
damai berbendera asing. Untuk kapal-kapal berbendera lokal tetap diserahkan kepada
undang-undang yang sudah ada di negara setempat. Jika seorang pelaut tidak memenuhi
persyaratan yang telah ditentukan jelas melanggar hukum maritim nasional maupun
internasional.
Dimana ketentuanketentuan KUHP juga berlaku bagi kapal dan awaknya. Sebuah
kapal berbendera Indonesia yang berada di perairan wilayah negara asing, apabila terjadi
pelanggaran bea dan cukai serta peraturan kepelabuhan, dalam hal-hal dimana tersangkut
orang-orang dalam pelayaran tersebut, juga berlaku ketentuan KUHP terhadapnya. Jelas
dalam hal ini akan selalu menjurus pada lembaga penegak hukum seperti kepolisian, sebagai
pelaksananya. Menuju Poros Maritim Dunia Secara geo-politik dan geo-strategis, Indonesia
terletak di antara dua benua, Asia dan Australia dan dua samudera, Hindia dan Pasifik yang
merupakan kawasan paling dinamis dalam percaturan dunia baik secara ekonomi dan politik.
TNI AL, tugas utamanya adalah pertahanan, penegakan hukum di perairan pantai dan
pelabuhan merupakan wewenang Polisi (Polair) dan Syahbandar sebagai otoritas tertinggi di
pelabuhan. Berbagai instansi yang berkepentingan di bidang maritim antara lain, KPLP,
Polisi Perairan, Quarantine, Custom, Imigrasi dan sebagainya. Akibatnya terjadi tumpang
tindih penegakan hukum di bidang maritim. Di dalam undang-undang pelayaran Nomor 17
tahun 2009, tertera jelas bahwa otoritas tertinggi di pelabuhan adalah Syahbandar. TNI AL
berhak melakukan penegakan hukum di daerah ZEE, sementara 12 mil dari garis pantai
merupakan wewenang Polisi Perairan dan KPLP. Pengaturan keselamatan dan keamanan
transportasi di laut dilaksanakan oleh Kementerian Perhubungan melalui UU Nomor 17
Tahun 2009 tentang Pelayaran. Ini juga dilakukan sebagai implementasi amanat Konvensi
Hukum Laut 1982 dan Konvensi Internasional di Bidang Maritim.
Oleh sebab itu, kapal perikanan yang termasuk dalam kriteria kapal niaga harus tunduk
kepada hukum yang mengatur tentang kapal niaga, termasuk pula yang menyangkut masalah
keselamatan dan keamanan pelayaran yang pembinaannya merupakan tanggung jawab
Kementerian Perhubungan. Posisi Indonesia secara geo-politik dan geo-strategis harus
didukung dengan kedaulatan penuh terhadap wilayah NKRI secara nyata, sehingga batas-
batas wilayah dengan negara tetangga dapat secara nyata dikuasai oleh Indonesia melalui
penguasaan yang efektif dan sea power yang unggul. Keadaan tersebut juga harus
diperkuat kemampuan mempertahankan diri dari segenap ancaman baik dari dalam maupun
dari luar melalui kemampuan maritime security yang disegani secara global.7 Geo-strategis
Indonesia diperkuat dengan geo-politik, geo-fisik, geoekosistem, geo-ideologi, geo-ekonomi
serta keunggulan kewilayahan yang dimiliki maupun wilayah laut lainnya yang dapat
dikuasai sesuai hukum nasional maupun internasional yang berlaku, harus menjadi kekuatan
bangsa Indonesia menjamin tercapainya keberlangsungan kehidupan, kemajuan, kemandirian
dan kemakmuran bangsa, dan negaraIndonesia.
Selisihnya bisa mencapai US$ 300 per kontainer.10 Ini yang membuat banjirnya
barang impor di Indonesia menjadi lebih murah ketimbang produk lokal. Pemerintah
Inonesia harus segera mengubah paradigma pembangunan, sebab ekonomi maritim
menyimpan potensi besar dalam menggerakkan perekonomian nasional. Mulai dari sektor
perikanan, pertambangan dan energi, pariwisata bahari, perhubungan laut, sumber daya
pulau-pulau kecil, sumber daya non-konvensional, industri sampai dengan jasa maritim.
Apalagi ke depan ekonomi maritim semakin strategis seiring dengan pergeseran pusat
ekonomi dunia dari bagian Atlantik ke Asia-Pasifik. Hal ini sudah terlihat, bahwa aktivitas 70
persen perdagangan dunia berlangsung di kawasan Asia-Pasifik. Secara detail 75 persen
produk dan komoditas yang diperdagangkan dikirim melalui laut Indonesia dengan nilai
sekitar 1.300 triliun dolar AS per tahun.11 Perlahan namun tampak pasti, pada era
pemerintahan Presiden Joko Widodo, mulai terbuka implementasi mengenai gagasan tol laut
dan poros maritim.
Dimana, tol laut dan poros maritim diwujudkan dengan menyiapkan infrastruktur
pelabuhan dan penyeberangan. Karena dengan infrastruktur pelabuhan dan penyeberangan
yang memadai dan terkelola dengan manajemen yang efisien, maka nantinya arus barang dan
jasa serta orang akan lebih baik. Langkah-langkah yang akan ditempuh untuk mewujudkan
gagasan tersebut mulai disampaikan dan publik mulai terbuka pemahamannya. Kementerian
Perencanaan Pembangunan Nasional (PPN)/Bappenas telah mendesain konsep tol laut yang
dicetuskan Presiden Joko Widodo, dengan 24 pelabuhan.
Pelabuhan sebanyak itu terbagi atas pelabuhan yang menjadi hubungan internasional,
pelabuhan utama dan pelabuhan pengumpul.12 Dari 24 pelabuhan itu terbagi dua hubungan
internasional, yaitu Kuala Tanjung dan Bitung yang akan menjadi ruang tamu bagi
kapalkapal asing dari berbagai negara. Selanjutnya pemerintah menyiapkan enam pelabuhan
utama yang dapat dilalui kapal-kapal besar berbobot 3.000 hingga 10 ribu. Enam pelabuhan
itu adalah Pelabuhan Belawan, Tanjung Priok, Tanjung Perak, Makassar dan
Sorong.Nantinya, pelabuhan utama akan menjadi jalur utama atau tol laut. Sedangkan 24
pelabuhan dari Belawan sampai Jayapura disebut pelabuhan pengumpul.Sebanyak 24
pelabuhan tersebut merupakan bagian dari 110 pelabuhan milik PT Pelabuhan Indonesia
(Pelindo). Sementara total pelabuhan di Indonesia sekitar 1.230 pelabuhan, sebanyak 110
pelabuhan dikelola oleh Satuan Kerja Perhubungan, Provinsi dan lainnya.
Untuk itu, Presiden Joko Widodo memproyeksikan dana sebesar Rp 700 triliun lebih,
belum termasuk pengadaan kapal. Menurut kalkulasi Bappenas, pengadaan kapal untuk tol
laut tersebut sekitar Rp100 sampai Rp150 triliun. Sedangkan biaya investasi untuk
membangun pelabuhan terintegrasi lengkap dengan pembangkit listrik dan sebagainya
sekitar Rp 70 triliun. Berbagai pembenahan dan pengembangan tersebut juga harus diikuti
dengan pembangunan sarana prasarana keamanan di dalamnya.
Berbagai upaya lainnya perlu dilaksanakan untuk menuju Indonesia sebagai poros
maritim dunia, antara lain penyempurnaan RUU Komponen Cadangan dan Komponen
Pendukung, penyelarasan sistem pendidikan dan pelatihan kemaritiman, penguasaan
kapasitas industri pertahanan khususnya industri maritim, modernisasi armada perikanan,
penguatan armada pelayaran rakyat dan pelayaran nasional, pemantapan pengelolaan
pemanfaatan laut melalui penataan ruang wilayah laut, peningkatan litbang kemaritiman, dan
diversifikasi sumber energi terbarukan di laut.
Indonesia merupakan negara kepulauan, dimana antara pulau yang satu dengan
pulau yang lainnya dipisahkan oleh laut, tapi dalam hal ini laut bukan menjadi penghalang
bagi tiap suku bangsa di Indonesia untuk saling berhubungan dengan suku-suku di pulau
lainnya. Sejarah mencatat bahwa kehidupan bahari bangsa Indonesia sudah lahir jauh
sebelumnya, hal ini dibuktikan dengan adanya temuan-temuan situs prasejarah maupun
sejarah. Pelayaran dan perdagangan antar pulau telah berkembang dengan menggunakan
berbagai macam tipe perahu tradisional, nenek moyang kita menjadi pelaut-pelaut handal
yang menjelajah untuk mengadakan kontak dan interaksi dengan pihak luar. Bahkan, yang
lebih mengejutkan lagi, pelayaran yang dilakukan oleh orang-orang Indonesia (Nusantara)
pada zaman bahari telah sampai ke Madagaskar. Bukti dari berita itu sendiri
adalah ditemukannya bekas kerajaan Marina yang didirikan perantau dari Nusantara dan
berdasarkan penelitian tipe jukung yang digunakan memiliki kesamaan dengan tipe jukung
pada masyarakat Kalimantan yang digunakan untuk berlayar. Dan dari berbagai belahan
penjuru Nusantara, juga tersebar banyak bandar atau pelabuhan besar.
Dari penuturan lisan dan relief yang tergambar pada candi-candi baik candi Hindu
maupun Budha yang banyak dibangun setelah tahun 500 Masehi, seperti candi Prambanan,
candi Borobudur dan lain-lain, juga telahmembukti bahwa Nusantara pernah terkenal dengan
teknologi perkapalannya, yaitu seperti kapal layar bercadik ganda yang diabadikan pada
relief Candi Borobudur dan Kapal Phinisi yang juga membuktikan diri dengan pelayaran
keliling dunianya.
Selain itu, sejarah juga telah mencatatkan dengan tinta emas bahwasannya
Sriwijaya, Singasari dan Majapahit pernah menjadi kiblat di bidang maritim, kebudayaan,
dan agama di seluruh wilayah Asia. Pada zaman kerajaan Sriwijaya telah dibangun angkatan Laut
Kerajaan yang terdiri dari para pelaut Nomaden yang lebih kuat dari pada wilayah-wilayah
tetangganya. Kemudian pada akhir abad ke-7, angkatan laut tersebut telah mendominasi jalur perniagaan
laut melalui Asia Tenggara). Tidak hanya itu, ketangguhan maritim kita juga ditunjukkan oleh
Singasari di bawah pemerintahan Kertanegara pada abad ke-13. Dengan kekuatan armada
laut yang tidak ada tandingannya, pada tahun 1275 Kertanegara mengirimkan ekspedisi
bahari ke Kerajaan Melayu dan Campa untuk menjalin persahabatan agar bersama-sama
dapat menghambat gerak maju Kerajaan Mongol ke Asia Tenggara. Tahun 1284, ia
menaklukkan Bali dalam ekspedisi laut ke timur. Kemudian, puncak kejayaan maritim
nusantara terjadi pada masa Kerajaan Majapahit (1293-1478). Di bawah Raden Wijaya,
Hayam Wuruk dan Patih Gajah Mada, Majapahit berhasil menguasai dan mempersatukan
nusantara. Pengaruhnya bahkan sampai ke negara-negara asing seperti Siam, Ayuthia, Lagor,
Campa (Kamboja), Anam, India, Filipina, China.
Demikian sejarah Indonesia, telah membuktikan bahwa betapa tangguhnya nenek
moyang kita dalam kemaritiman. Namun, setelah masuknya pelaut-pelaut Portugis, Spanyol,
Inggris, dan Belanda, yang kemudian secara resmi mulai menduduki wilayah
Indonesia secara perlahan mulai menghilangkan semangat mereka dalam mengarungi
samudra, sehingga hal ini menyebabkan kejayaan maritim Indonesia lama-kelamaan mulai
pupus secara perlahan.
Indonesia sebagai Negara yang besar, yang hampir 70% wilayah Indonesia terdiri
atas lautan, mempunyai perbatasan darat dengan tiga negara tetangga, yaitu Malaysia, Papua
Nugini dan Timor Leste. Sementara perbatasan laut dengan sepuluh negara tetangga,
diantaranya Malaysia, Singapura, Vietnam, Filipina, Papua Nugini, Timor Leste, India,
Thailand, Australia, dan Palau. . Luas kepulauan Indoneia adalah 9,8 juta km (seluruh
wilayah Indonesia), dan luas wilayah lautnya 7,9 juta km.
Tetapi, entah mengapauntuk beberapa dekade ini, negeri ini belum dapat melihat
kembali pentingnya potensi laut, seperti pada zaman kejayaan maritime dulu. Banyak
potensi-potensi laut yang belum termanfaatkan secara optimal, bahkan yang lebih tragis
negeri ini hanya membiarkan bangsa asing untuk lebih cenderung menguasainya. Hal ini
tentu memberikan rasa prihatin, karena sesungguhnya laut tidak hanya memberikan
kehidupan dengan sumber daya alam yang luar biasa, tetapi laut juga menjadi jaminan dari
kegemilangan suatu bangsa.Tetapi tetap saja pembangunan kelautan cenderung dianaktirikan
dan dipinggirkan, sehingga berbagai perangkat management sumberdaya kelautan,
termasuk untuk pengawasan dan pengendalian sumberdaya kelautan tidak dapat dikatakan
memadai apalagi dikategorikan optimal.
Telah dibuktikan bahwa negara Indonesia pernah berjaya dimasa lalu karena
kemaritimannya. Dan pada masa yang sekarang ini potensi laut itu juga masih dimiliki dan
belum termanfaatkan secara optimal. Jika suatu saat nanti Indonesia bisa melangkah menuju
revolusi biru yang merupakan usaha dalam meningkatkan produksi pangan atau makanan
dengan jalan meningkatkan produksi pangan yang berasal dari laut (sumber daya laut).
Dengan demikian secara tidak langsung Indonesia telah memberikan kesejahteraan dan
ketentraman bagi seluruh masyarakatnya, dan negara Indonesia juga dapat menjadi salah
satu negara maju didunia ini.
Dalam perjalanan budaya bangsa Indonesia, para pakar sejarah maritim menduga
perahu telah lama memainkan peranan penting di wilayah nusantara, jauh sebelum bukti
tertulis menyebutkannya (prasasti dan naskah-naskah kuno).Dugaan ini didasarkan atas
sebaran artefak perunggu, seperti nekara, kapak, dan bejana perunggu di berbagai tempat di
Sumatera, Sulawesi Utara, Papua hingga Rote.Berdasarkan bukti-bukti tersebut, pada masa
akhir prasejarah telah dikenal adanya jaringan perdagangan antara Nusantara dan Asia
daratan.
Pada sekitar awal abad pertama Masehi diduga telah ada jaringan peradaban antara
nusantara dan India.Bukti-bukti tersebut berupa barang-barang tembikar dari India
(Arikamedu, Karaikadu dan Anuradha-pura) yang ditemukan di Jawa Barat (Patenggeng) dan
Bali (Sembiran).Keberadaan barang-barang tersebut diangkut menggunakan perahu atau
kapal yang mampu mengarungi samudera.
Bukti tertulis paling tua mengenai pemakaian perahu sebagai sarana transportasi
laut tercetak dalam Prasasti Kedukan Bukit (16 Juni 682 Masehi).Pada prasasti tersebut
diberitakan; Dapunta Hiya? bertolak dari Minana sambil membawa pasukan sebanyak dua
laksa dengan perbekalan sebanyak 200 peti naik perahu
.
Pada masa yang sama, dalam relief Candi Borobudur (abad ke-7-8 Masehi)
dipahatkan beberapa macam bentuk kapal dan perahu. Dari relief ini dapat direkonstruksi
dugaan bentuk-bentuk perahu atau kapal yang sisanya banyak ditemukan di beberapa tempat
nusantara, misalnya Sumatera.
Dari lahan rawa basah ini pada Agustus 1987 ditemukan sisa-sisa perahu kayu.Sisa
perahu yang ditemukan terdiri dari sembilan bilah papan dan sebuah kemudi. Dari sembilan
bilah papan tersebut, dua bilah di antaranya berasal dari sebuah perahu, dan tujuh bilah
lainnya berasal dari perahu lain.
Sisa perahu yang ditemukan tersebut dibangun secara tradisional di daerah Asia
Tenggara dengan teknik yang disebut papan ikat dan kupingan pengikat (sewn-plank and
lashed-lug technique), dan diperkuat dengan pasak kayu atau bambu. Papan kayu yang
terpanjang berukuran panjang 9,95 meter dan terpendek 4,02 meter; lebar 0,23 meter; dan
tebal sekitar 3,5 cm.Pada jarak-jarak tertentu (sekitar 0,5 meter), di bilah-bilah papan kayu
terdapat bagian yang menonjol berdenah empat persegi panjang, disebut tambuko. Di bagian
itu terdapat lubang yang bergaris tengah sekitar 1 cm. Lubang-lubang itu tembus ke bagian
sisi papan.Tambuko disediakan untuk memasukkan tali pengikat ke gading-gading. Papan
kayu setebal 3,5 cm kemudian dihubungkan bagian lunas perahu dengan cara mengikatnya
satu sama lain. Tali ijuk (Arenga pinnata) mengikat bilah-bilah papan yang dilubangihingga
tersusun seperti bentuk perahu.Selanjutnya, dihubungkan dengan bagian lunas perahu hingga
menjadi dinding lambung.Sebagai penguat ikatan, pada jarak tertentu (sekitar 18 cm) dari
tepian papan dibuat pasak-pasak dari kayu atau bambu.
Dari hasil rekonstruksi dapat diketahui bahwa perahu yang ditemukan di desa
Sambirejo berukuran panjang 20-22 meter.Berdasarkan analisis laboratorium terhadap
Karbon (C-14) dari sisa perahu Samirejo adalah 1350 50 BP, atau sekitar tahun 610-775
Masehi.
Di bagian tengah kemudi terdapat dua buah lubang yang ukurannya lebih kecil
untuk memasukkan tali pengikat kemudi pada kedudukannya.Bentuk kemudi semacam ini
banyak ditemukan pada perahu-perahu besar yang berlayar di perairan Nusantara, misalnya
perahu pinisi.
Kedua, situs Kolam Pinisi. Situs ini terletak di kaki sebelah barat Bukit Siguntang,
sekitar 5 km ke arah barat dari kota Palembang. Ekskavasi yang dilakukan pada 1989
ditemukan lebih dari 60 bilah papan sisa sebuah perahu kuno. Meskipun ditemukan dalam
jumlah banyak, namun keadaannya sudah rusak akibat aktivitas penduduk di masa lampau
untuk mencari harta karun. Papan-papan kayu tersebut pada ujungnya dilancipkan kemudian
ditancapkan ke dalam tanah untuk memperkuat lubang galian.
Papan-papan kayu yang ditemukan berukuran tebal sekitar 5 cm dan lebar antara
20-30 cm. Seluruh papan ini mempunyai kesamaan dengan papan yang ditemukan di Situs
Samirejo, yaitu tembuko yang terdapat di salah satu permukaannya, dan lubang-lubang yang
ditatah pada tembuko-tembuko tersebut seperti halnya pada tepian papan untuk memasukkan
tali ijuk yang menyatukan papan perahu dengan gading-gading, serta menyatukan papan satu
dengan lain. Pada bagian tepi terdapat lubang-lubang yang digunakan untuk menempatkan
pasak kayu atau bambu untuk memperkuat badan perahu.Pertanggalan karbon C-14
menghasilkan pertanggalan kalibrasi antara 434 dan 631 Masehi.
Bercermin dari kearifan lokal masyarakat pesisir, bangsa bahari memiliki budaya
demokrasi yang teramat tinggi di mana kebijakan yang dikeluarkan adalah keputusan dari
masyarakat bawah yang dipoles kearifan seorang pemimpin.Sudah saatnya masyarakat
pesisir sebagai wajah dari bangsa bahari diberdayakan melalui program-program pemerintah
yang disusun melalui pendekatan sosial budaya kebaharian, yaitu pendekatan hubungan
manusia dengan lingkungan dan sumberdaya laut.
Ini dapat dilihat, dari aspek kehidupan sosial dan budaya, sejarah menunjukkan
bangsa Indonesia pada masa lalu memiliki pengaruh besar di wilayah Asia
Tenggara.Terutama melalui kekuatan maritim di bawah Kerajaan Sriwijaya dan
Majapahit.Tak heran, wilayah laut Indonesia dengan luas dua pertiga nusantara diwarnai
banyak pergumulan kehidupan di perairan.
Jauh sebelum era kerajaan, banyak bukti pra sejarah beradaban maritim Indonesia,
antara lain di Pulau Muna, Seram dan Arguni,terdapat situs yang diperkirakan budaya
manusia sekitar 10.000 tahun sebelum masehi. Bukti sejarah tersebut berupa gua yang
dipenuhi lukisan perahu layar.Ada pula peninggalan sejarah sebelum masehi berupa bekas
kerajaan Marina yang didirikan perantau dari nusantara di wilayah Madagaskar.Pengaruh dan
kekuasaan tersebut diperoleh bangsa Indonesia karena kemampuannya membangun kapal
dan armada yang berlayar lebih dari 4.000 mil.
Ketua Yayasan Suluh Nuswantara Bakti, Iman Sunario menilai DKI yang memiliki
13 sungai bermuara diTeluk Jakarta, seharusnya menjadi potensi yang dapat menjadi solusi
perkembangan transportasi air dan pariwisata. Minimnya wawasan kelautan telah
menjadikan potensi itu berbalik menjadi ancaman berupa banjir, kemacetan, dan kemiskinan
yang urung teratasi, kata Iman.
Berdasarkan data pemantauan 13 sungai oleh BPLHD DKI Jakarta pada September
2012, diketahui ada 82,6 persen dari 67 titik pemantauan berstatus tercemar berat, 10,1
persen tercemar sedang, 7,2 persen tercemar ringan, dan 0 persen kondisi baik.
Pada kondisi demikian, pesisir Teluk Jakarta ditandai pula dengan kemiskinan dan
kerusakan lingkungan yang parah. Sebagai kota pantai, Jakarta barometer pembangunan
Indonesia. Jika kondisi sosial dan lingkungan di Teluk Jakarta, yang jaraknya hanya
beberapa kilometer dari Istana Negara, sudah rusak parah, bagaimana kita dapat berharap
banyak dengan pembangunan kota-kota pantai di timur Indonesia? Atau bahkan di pulau-
pulau terdepan, ujar Iman.
Dalam budaya luhur kebaharian Indonesia, sungai dan sumber daya alam adalah
milik komunal, bukan individual. Karena itu, membiarkan sungai kotor, hutan gundul, dan
laut dikavling-kavling bukanlah adab pembangunan yang mencerminkan kebudayaan
Indonesia, jelas Iman, yang juga ahli tata kota.
Daud Aris Tanudirjo, dosen Fakultas Ilmu Budaya Universitas Gadjah Mada
(UGM) mencatat budaya bahari paling tua di dunia muncul di kepulauan Nusantara. Hal ini
dapat dibuktikan setelah tim arkeologi berhasil menemukan jejak-jejak kehidupan manusia
Tertua Homo Erectus di Flores pada sekitar 800.000 tahun lalu.
Namun, kami melihat bahwa dari penyebutan pulau-pulau saja selalu disebutkan
pulau terluar, kenapa tidak dijadikan pulau-pulau terdepan.Yang bisa diartikan sebagai
halaman muka dari bangsa ini, katanya.
Lihat laut masa lari ke gunung dengan waktu tempuh sekitar 2 jam.Sementara jika
ke pantai hanya memakan waktu 30 menit.Jarang sekali orang Pariaman melihat laut
langsung ke pantai.Inilah pudarnya budaya maritim kita, tuturnya.
Berbicara budaya, tidak lepas dari pembentukan watak dan peningkatan kualitas
generasi muda.Mantan Wakil Presiden Jusuf Kalla (JK) mendorong para lulusan perguruan
tinggi lebih mengenal jati diri dan budaya bangsa.Sebagai bangsa maritim yang hidup di
kepulauan sudah seharusnya generasi muda Indonesia menjadi bangsa yang mandiri.
Dia mencontohkan budaya lokal yang berbaur adalah budaya yang tumbuh dan
berkembang di sektor maritim dan agraris.Pada awalnya budaya maritim mendorong orang
untuk menjadi pengusaha karena orang yang tinggal di kawasan maritim cenderung agresif
dan berani mengambil risiko saat menjalankan usaha, ungkapnya.
Di sini budaya maritim menjadi sarana dalam membangun kembali perdaban bangsa
Indonesia yang maju.Etos kerja masyarakat maritim yang dibangun nenek moyang dulu
diharapkan bisa memperkuat NKRI, dengan menjadikan tanah dan air sebagai satu
kekuatan,yaitu negara maritim.
"Usahakanlah agar kita menjadi bangsa pelaut kembali. Ya, bangsa pelaut dalam arti seluas-
luasnya. Bukan sekedar menjadi jongos-jongos di kapal, bukan. Tetapi bangsa pelaut dalam
arti kata cakrawala samudera. Bangsa pelaut yang mempunyai armada niaga, bangsa pelaut
yang mempunyai armada militer, bangsa pelaut yang kesibukannya di laut menandingi irama
gelombang lautan itu sendiri."
Itulah penggalan pidato Presiden Pertama RI Soekarno pada tahun 1953. Pidato tersebut
tampaknya sangat relevan untuk diwujudkan pada pemerintahan Joko Widodo - Jusuf Kalla
(2014-2019). Mengapa demikian? Hingga kini kita masih memiliki sejumlah masalah besar
yang perlu segera diatasi sebelum kita mampu mewujudkan Indonesia sebagai poros maritim
dunia. Restorasi maritim Indonesia tak dapat ditunda lagi.
Bayangkan, kejahatan illegal fishing yang dilakukan oleh ribuan kapal asing terus saja marak
terjadi. Data Badan Pemeriksa Keuangan (2013) menunjukkan, potensi pendapatan sektor
perikanan laut kita jika tanpa illegal fishing mencapai Rp. 365 triliun per tahun. Namun,
akibat illegal fishing, menurut hitungan Kementerian Kelautan dan Perikanan (2011),
pendapatan tersebut hanya berkisar Rp. 65 triliun per tahun. Jadi ratusan triliun rupiah devisa
negara hilang setiap tahun.
Di samping itu, kita juga belum pandai memanfaatkan letak geografis Indonesia. Padahal,
Konvensi Hukum Laut Internasional (UNCLOS) 1982, telah menetapkan tiga Alur Laut
Kepulauan Indonesia (ALKI) sebagai alur pelayaran dan penerbangan oleh kapal atau
pesawat udara internasional. Ketiga ALKI tersebut dilalui 45% dari total nilai perdagangan
dunia atau mencapai sekitar 1.500 dolar AS. Sayangnya, posisi geografis yang penting itu
belum kita manfaatkan dengan baik. Terbukti, kita belum punya pelabuhan-pelabuhan transit
bagi kapal niaga internasional yang berlalu lalang di 3 ALKI tadi.
Sebagai negara maritim, Republik Indonesia juga harus dapat menjaga laut yang juga
merupakan masa depan bangsa. Indonesia juga harus mampu memprioritaskan pembangunan
kelautan dan perikanan nasional.
Dalam kaitan ini, para akademisi dituntut peran sertanya didalam menyumbangkan
pemikiran tentang kebijakan pengelolaan sumberdaya kelautan, sekaligus melakukan kajian
dan penelitian pemberdayaan potensi laut dan agen perubahan sebagai masyarakat maritim.
Secara khusus bahkan Menteri yang sangat kontroversial didalam ketegasannya
mempertahankan laut Indonesia dari illegal fishing ini, meminta agar kebijakan perikanan
dan kelautan yang diatur dalam adalah Perpres Nomor 44 Tahun 2016 tentang Perikanan
Tangkap, harus dijaga oleh semua ilmuan, tokoh nasional jangan sampai perikanan dikelola
pihak asing. Tentunya bukan tanpa alasan Menteri Susi sampai berulang mengajak para
akademisi didalam ikut serta memikirkan dan menjaga perikanan dan kelautan Indonesia.
Setelah berkurangnya masalah illegal fishing, Indonesia sebagai Negara maritim masih
dihadapkan pada masalah sampah plastik di laut, disamping pembangunan 15 Kawasan
Konservasi Laut , meningkatkan produktivitas perikanan, keamanan pangan dan gizi, serta
menjadikan laut mata pencaharian berkelanjutan di 13 kabupaten di Maluku, Maluku Utara,
dan Papua Barat.
Semua itu membutuhkan keterlibatan para akademisi, terutama masalah penanganan sampah
plastik dilaut. Bayangkan saja, kerja bakti bersih pantai terbesar di Indonesia yang
melibatkan 12 ribu orang dari 55 titik di Bali saja mengumpulkan 4 ton sampah.
Data United Nations for Environment Program menyatakan, setiap tahunnya sebanyak 0,5
hingga 1,3 juta ton sampah plastik masuk ke perairan Indonesia, tidak hanya berasal dari
sungai di Indonesia , namun juga dari negara lain, seperti Asia Timur, atau negara-negara
yang memiliki koneksi jalur laut dengan Indonesia.
Sekitar 1.000 Lembaga Swadaya Masyarakat tercatat telah berperan aktif dalam
upaya penyadartahuan kepada masyarakat akan pentingnya mengelola sampah. Sebuah
tantangan bagi para akademisi untuk berperan serta dalam mengatasi permasalahan kelautan
dan perikanan yang masih terbentang, dari kebijakan menjaga dan pengelolaan laut sampai
pada penanganan sampah, baik di laut maupun didarat, guna muwujudkan Indonesia sebagai
poros maritim dunia.
Asumsi-asumsi Teori Keunggulan Komparatif yang dibangun David Ricardo ini adalah
berlakunya labor theory of value, yaitu bahwa nilai suatu barang ditentukan oleh jumlah
tenaga kerja yang dipergunakan untuk menghasilkan barang tersebut, dimana nilai barang
yang ditukar seimbang dengan jumlah tenaga kerja yang dipergunakan untuk
memproduksinya (1) ; perdagangan internasional dilihat sebagai pertukaran barang dengan
barang di antara dua negara (2) ; tidak memperhitungkan biaya pengangkutan dan lain-lain
dalam pemasaran (3) ; produksi dijalankan dengan biaya tetap, sedangkan skala produksi
bersifat contant return to scale (4) ; dan faktor produksi tidak bersifat mobile antar negara
(5).
Kelemahan-kelemahan dari teori keunggulan komparatif adalah timbulnya
ketergantungan dari Dunia Ketiga terhadap negara-negara maju karena keterbelakangan
teknologi. Fakta lain, saat ini negara-negara maju pun bisa membuat sendiri apa yang
menjadi spesialisasi negara berkembang (ex: pertanian) dan melakukan proteksionisme.
Pada masa Ricardo, belum ada pengamatan serius dan mendalam yang mengarah pada
negara-negara di Dunia Ketiga. Wajar jika ketika negara-negaradi Dunia Ketiga mulai masuk
dalam struktur ekonomi-politik internasional ada beberapa hal dari teori perbandingan
komparatif Ricardo yang menimbulkan berbagai kerugian di pihak negara-negara Dunia
Ketiga.
Tol laut merupakan konektivitas laut yang efektif berupa adanya kapal yang melayari secara
rutin dan terjadwal dari barat sampai ke timur Indonesia (Bappenas, 2015). Isu tol laut
sebenarnya bukan suatu hal yang baru. Beberapa tahun lalu, Indonesia Port Company (IPC)
pernah mencanangkan konsep yang hampir mirip dengan tol laut dengan nama berbeda,
yakni Pendulum Nusantara. Kemudian barulah di era pemerintahan Presiden Jokowi konsep
tersebut dicanangkan kembali dengan nama Tol Laut2.
Ide dari konsep tol laut tersebut akan membuka akses regional dengan cara membuat dua
pelabuhan besar berskala hub internasional yang dapat melayani kapal-kapal niaga besar di
atas 3.000 TEU hingga 5000 TEU melewati sebuah jalur laut utama dari ujung barat hingga
ujung timur Indonesia dan sebaliknya secara rutin (Bappenas, 2015).
Dalam perencanaannya terdapat tujuh pelabuhan utama yang akan disinggahi oleh kapal-
kapal berukuran besar, yaitu Belawan (Medan), Batam, Tanjung Priok (Jakarta), Tanjung
Perak (Surabaya), Makassar, Bitung dan Sorong (Papua). Tujuh pelabuhan ini juga berfungsi
sebagai pelabuhan utama (hub) yang kemudian meneruskan barang ke pelabuhan di
sekitarnya dengan menggunakan kapal berukuran lebih kecil. Skema jalur tol laut dapat
dilihat pada Gambar 2.1.
Teori keunggulan komparatif yang dikemukakan oleh David Ricardo ini bertujuan untuk
melengkapi teori Adam Smith yang tidak mempersoalkan kemungkinan adanya negara-
negara yang sama sekali tidak mempunyai keuntungan mutlak dalam memproduksi suatu
barang terhadap negara lain misalnya negara yang sedang berkembang terhadap negara yang
sudah maju. Untuk melengkapi kelemahan-kelemahan dari teori Adam Smith, Ricardo
membedakan perdagangan menjadi dua keadaan yaitu:
1. Perdagangan dalam negeri.
2. Perdagangan luar negeri.
Menurut Ricardo keuntungan mutlak yang dikemukakan oleh Adam Smith dapat berlaku
di dalam perdagangan dalam negeri yang dijalankan atas dasar ongkos tenaga kerja, karena
adanya persaingan bebas dan kebebasan bergerak dari faktor-faktor produksi tenaga kerja
dan modal.
Dalam teori keunggulan komparatif ini suatu bangsa dapat meningkatkan standar
kehidupan dan pendapatannya jika negara tersebut melakukan spesialisasi produksi barang
atau jasa yang memiliki produktivitas dan efisiensi tinggi. Berikut adalah ringkasan dari
asumsi Teori David Ricardo :
1. Hanya ada dua negara yang melakukan perdagangan Internasional
2. Hanya ada 2 barang (komoditi) yang diperdagangkan
3. Masing-masing negara hanya mempunyai 2 unit faktor produksi
4. skala produksi bersifat contant return to scale artinya harga relatif barang-barang tersebut
adaah sama pada berbagai kondisi produksi
5. Berlaku labour theory of value (teori nilai tenaga kerja) yang menyatakan bahwa nilai atau
harga dari suatu barang (komoditi) adalah sama dengan atau dapat dihitung dari jumlah
waktu jam kerja yang dipakai dalam memproduksi barang komoditi tersebut.[2]
6. Konsep wilayah depan dan wilayah dalam merupakan suatu kebijakan ditetapkan oleh
pemerintah untuk mengatur sistem logistik. Ilustrasi dari konsep ini dapat dilihat pada
Gambar 2.2. Dapat dilihat bahwa saat ini pemerintah telah menetapkan dua pelabuhan yang
berada di wilayah depan sebagai hub-internasional, yaitu Pelabuhan Kuala Tanjung dan
Pelabuhan Bitung (Bappenas, 2015). Hal tersebut dilakukan agar kapal yang melakukan
ekspor atau impor logistik dengan Indonesia akan terlebih dahulu berlabuh di wilayah depan,
dan baru kemudian didistribusikan ke wilayah dalam dengan menggunakan kapal-kapal
berbendera Indonesia. Konsep ini diharapkan tidak hanya untuk meminimalisir pergerakan
kapal dagang internasional yang hingga saat ini masih didominasi kapal berbendera asing di
wilayah bagian dalam Indonesia, namun juga untuk meminimalisir penetrasi produk asing
yang masuk ke wilayah Indonesia.
Persia Indonesia
Permadani 2 hari 4 hari
Rempah-Rempah 3 hari 2 hari
Contoh diatas
adalah kasus yang sangat sederhana dan memberikan kesimpulan yang jelas mengenai siapa-
siapa yang akan mengekspor dan mengimpor. namun keadaan nyata tidaklah selalu
sesederhana itu. untuk berbagai barang, tidak jarang dijumpai bahwa suatu Negara yang
efisien dalam memproduksikan suatu barang, juga efisien dalam memproduksikan barang-
barang lain. ini disebabkan, misalnya oleh penggunaan teknologi dan mesin-mesin yang
lebih efisien, atau ketrampilan kerja penduduk yang secara rata-rata memang menonjol.
dalam hal ini kita menghadapi kasus di mana suatu Negara mempunyai keunggulan mutlak
dalam memproduksi semua barang. lalu apakah ii berate bahwa Negara ini akan mengekspor
semua barang dan sama sekali tidak mengimpor ? teori keunggulan mutlak akan menjawab
ya tetapi ekonom klasik David Ricardo mengatakan tidak. dalam hal ini, menurut david
Ricardo yang berlaku adalah teori keunggulan komparatif. suatu Negara hanya akan
mengekspor barang yang mempunyai keunggulan komparatif tinggi dan mengimpor barang
yang mempunyai keunggulan komparatif rendah.
Jika seandainya contoh tersebut diubah menjadi sebagai berikut :
Persia Indonesia
Disini Persia mempunyai keunggulan mutlak dalam kedua barang tersebut, karena
keduanya bisa diproduksikan lebih murah di Persia. Ricardo mengatakan bahwa dalam hal
ini tidak berarti bahwa Persia akan mengekspor baik permadani maupun rempah-remph ke
Indonesiaa. dalam keadaan inipun Indonesia masih akan mengekspor rempah-rempah ke
Persia dan Persia mengekspor Permadani ke Indonesia. Mengapa ? Inilah penjelasan Ricardo
:
Sebelum ada perdagangan, di Persia 2 helai permadani mempunyai nilai yang sama
dengan 2 kg rempah-rempah, sedangkan di indonesia sehelai permadani sama dengan 1 kg
rempah-rempah. dinyatakan dalam rempah-rempah, permadani di Persia relative lebih murah
daripada permadani di Indonesia. satu kg rempah-rempah di Persia bisa ditukar dengan satu
setengah helai permadani, sedang di Indonesia 1 kg rempah-rempah hanya bisa ditukar
dengan 1 helai permadani. kita katakana disini bahwa Persia mempunyai keunggulan
komparatif dalam produksi permadani dan Indonesia mempunyai keunggulan komparatif
dalam produksi rempah-rempah. oleh sebab itu akan menguntungkan kedua belah pihak
apabila Indonesia bisa menukarkan rempah-rempahnya dengan permadani Persia dan Persia
menukarkan permadaninya dengan rempah-rempah Indonesia. jadi, jelas bahwa adanya
keunggulan komparaitf bisa menimbulkan manfaat perdagangan bagi kedua belh pihak dan
selanjutnya akan mendorong timbulnya perdagangan antar Negara. keunggulan komparatif
mendorong Persia untuk mengekspor permadinya ke Indonesia dan mengimpor rempah-
rempah dari Indonesia . sebaliknya, Indonesia akan terdorong untuk mengekspor rempah-
rempahnya ke persia dan mengimpor permadani dari Persia. orongan pertukaran ini tetap ada
meskipun kita lihat bahwa Persia mempunyai keunggulan mutlak dalam kedua barang
tersebut.
Para Ekonom klasik, khususnya Adam Smith, David Richardo, dan John Stuart
Mill, memberikan kontribusi besar bagi justifikasi ekonomi teoritikal terhadap perdagangan
internasional. Setiap Negara mempunyai kekhasan dalam corak dan ragam, serta kualitas dan
kuantitas sumber dayanya, baik kekayaan alam, sumber daya manusia, penguasaan teknologi
dan sebagainya. Perbedaan sumber daya antar Negara mendorong mereka untuk melakaukan
spesialisasi. Kegiatan produksi barang dan kreasi jasa diarahkan untuk mengeksploitasi
kelebihan ayang dimiliki, sehigga dapat dihasilkan barang dan jasa yang lebih efisien dan
bermutu. Barang dan jasa ini akan dimanfaatkan untuk memenuhi kebutuhan dalam negeri
dan sebagian akan diekspor ke Negara lain. Sebagai gantinya, akan diimpor barang dana jasa
dari Negara lain yang memiliki keunggulan dalam memproduksi dan mencipta barang dan
jasa tersebut. Uraian singkat diatas merupakan benang merah dari konsep yang diajukan
mashab klasik, yang dikenal dengan teori keunggulan komparatif. Teori keunggulan
komparatif pada dasarnya merupakan perluasan dari teori keunggulan absolut yang
dikemukakan oleh Adam Smith, dimana keunggulan absolute merupakan kasus khusus dari
dari keunggulan komparatif. Menurut teori keunggulan absolute, setiap Negara mampu
memproduksi barang tertentu secara lebih efisien daripada Negara lain (dengan kata lain
memiliki keunggulan absolute untuk barang tersebut) melalui spesialisasi dan
pengelompokan kerja secara internasional (international division of labor). Perdagangan
diantara dua Negara, dimana masing-masing memilikii keunggulan absolute dalam produksi
barang yang berbeda, akan memberikan keuntungan bagi kedua belah pihak. Keunggulan
absolute bias diperoleh karena adanya perbedaan dalam factor-faktor seperti ikllim, kualitas
tanah, anugerah sumber daya alam, tenaga kerja, modal, teknologi atau kewirausahaan
(entrepreneurship). Akan tetapi dalam perkembangan selanjutnya disadari bahwa
perdagangan yang saling menguntungkan tidak selalu menuntut setiap Negara harus
memiliki keunggulan absolute disbanding mitra dagangnya. Misalnya Negara A memiliki
keunggulan absolute pada produksi kalkulator dan TV disbanding Negara B. Bila semata-
mata diasarkan pada teori keunggulan absolute, maka tidak akan ada perdagangan antar
Negara A dan Negara B. karena jelas saja negar A tidak bersedia membeli barang apapun dari
negar B yang harganya jauh lebih mahal. Penjelasan alternatif atas kasus ini adalah teori
keunggulan komparatif yang dikembangkan oleh David Richardo. Menurut teori ini,
sekalipun sebuah negar memiliki keunggulan absolute dalam produksi sebuah barang, tetapi
selama nnegara yang lebih lemah memiliki keunggulan komparatif pada produksi salah satu
barang tersebut , maka perdagangan tetap bisa dilakukan. Cotoh kasus teori keunggulan
komparatif Jepang dan Amerika Serikat memiliki keunggulan komparatif dalam penguasaan
teknologi canggih disbanding Indonesia dan Vietnam. Sebaliknya Indonesia dan Vietnam
memiliki keunggulan komparatif dalam upah kerja yang relative jauh lebih murah
dibandingkan upah pekerja di Jepang dan Amerika serikat. Perusahaan-perusahaan Jepang
dan Amerika serikat , oleh karena itu akan lebih cocok jika bermain di industry pada modal
(misalnya industry otomotif, industry barang- barang elektronik, dan sebgainya). Sementara
itu, perusahaan-perusahaan di Indonesia dan Vietnam akan lebih tepat jika berusaha di
industry padat karya (misalnya industry sepatu, tekstil, garmen, dan sebagainya)
Keuntngan komparatif
Teori ini dikemukakan oleh David Ricardo untuk melengkapi teori Adam Smith yang tidak
mempersoalkan kemungkinan adanya negara-negara yang sama sekali tidak mempunyai
keuntungan mutlak dalam memproduksi suatu barang terhadap negara lain, misalnya negara
yang sedang berkembang terhadap negara yang sudah maju. Keunggulan komparatif
(Comparative Advantages) adalah keuntungan atau keunggulan yang diperoleh suatu negara
dari melakukan spesialisasi produksi terhadap suatu barang yang memiliki harga relatif
(relative price) yang lebih rendah dari produksi negara lain. Atau, dengan kata lain, suatu
negara hanya akan mengekspor barang yang mempunyai keunggulan komparatif tinggi dan
mengimpor barang yang mempunyai keunggulan komparatif rendah. Menurutnya,
perdagangan internasional terjadi bila ada perbedaan keunggulan komparatif antarnegara. Ia
berpendapat bahwa keunggulan komparatif akan tercapai jika suatu negara mampu
memproduksi barang dan jasa lebih banyak dengan biaya yang lebih murah daripada negara
lainnya. Untuk melengkapi kelemahan-kelemahan dari teori Adam Smith, Ricardo
membedakan perdagangan menjadi dua keadaan yaitu
1. . Perdagangan dalam negeri.
2. Perdagangan luar negeri.
Menurut Ricardo, keuntungan mutlak yang dikemukakan oleh Adam Smith dapat berlaku di
dalam perdagangan dalam negeri yang dijalankan atas dasar biaya tenaga kerja, karena
adanya persaingan bebas dan kebebasan bergerak dari faktor-faktor produksi tenaga kerja
dan modal. Karena itu masing-masing tempat akan melakukan spesialisasi dalam
memproduksi barang-barang tertentu apabila memiliki biaya tenaga kerja yang paling kecil.
Sedangkan untuk perdagangan luar negeri tidak dapat didasarkan pada keuntungan atau
biaya mutlak. Karena faktor-faktor produksi di dalam perdagangan luar negeri tidak dapat
bergerak bebas sehingga barang-barang yang dihasilkan oleh suatu negara mungkin akan
ditukarkan dengan barang-barang dari negara lain meskipun ongkos tenaga kerja yang
dibutuhkan untuk membuat barang tersebut berlainan.
Selain itu, David Ricardo (1772-1823) juga menyatakan bahwa nilai penukaran ada jikalau
barang tersebut memiliki nilai kegunaan. Dengan demikian sesuatu barang dapat ditukarkan
bilamana barang tersebut dapat digunakan. Seseorang akan membuat sesuatu barang, karena
barang itu memiliki nilai guna yang dibutuhkan oleh orang. Selanjutnya David Ricardo juga
membuat perbedaan antara barang yang dapat dibuat dan atau diperbanyak sesuai dengan
kemauan orang, di lain pihak ada barang yang sifatnya terbatas ataupun barang monopoli
(misalnya lukisan dari pelukis ternama, barang kuno, hasil buah anggur yang hanya tumbuh
di lereng gunung tertentu dan sebagainya). Dalam hal ini untuk barang yang sifatnya terbatas
tersebut nilainya sangat subyektif dan relatif sesuai dengan kerelaan membayar dari para
calon pembeli. Sedangkan untuk barang yang dapat ditambah produksinya sesuai dengan
keinginan maka nilai penukarannya berdasarkan atas pengorbanan yang diperlukan.
Berikut ini tabel berdasarkan keunggulan komparatif yang dikemukakan oleh David
Ricardo :
Perhitungan tabel:
Di Inggris, 1 yard kain = 0,75 anggur (30 botol : 40 yard) yang ternyata lebih murah
dibandingkan dengan harga kain di Portugal yaitu 1 yard kain = 1,5 anggur (75 botol : 50
yard).
Di Portugal, 1 botol anggur = 0,67 yard kain (50 yard : 75 botol), yang ternyata lebih murah
dibandingkan dengan harga anggur di Inggris yaitu 1 botol anggur = 1,33 yard kain (40
yard : 30 botol).
Perhitungan Keuntungan:
Teori keunggulan kompetitif dikemukakan oleh Michael Porter dalam bukunya The
Competitve Advantage of Nation (1990). Menurut Porter tidak ada korelasi langsung antara
dua faktor produksi (sumber daya alam yang melimpah dan sumber daya manusia yang
murah) yang dimiliki suatu negara, yang dimanfaatkan menjadi keunggulan daya saing
dalam perdagangan internasional. Banyak negara di dunia yang jumlah sumber daya alamnya
sangat besar yang proporsional dengan luas negerinya, tetapi terbelakang dalam daya saing
perdagangan internasional. Begitu juga dengan tingkat upah yang relatif murah daripada
negara lain, justru berkorelasi erat dengan rendahnya motivasi bekerja yang keras dan
berprestasi.
Porter mendefinisikan industri sebuah negara sebagai sukses secara internasional jika
memiliki keunggulan kompetitif relatif terhadap para pesaing terbaik di seluruh dunia.
Sebagai indikator ia memilih keberadaan ekspor yang besar dan bertahan lama dan/atau
investasi asing di luar wilayah yang signifikan berdasarkan pada keterampilan dan aktiva
yang diciptakan di negara asal.
Kemakmuran nasional diciptakan, bukan diwariskan. Kmakmuran negara tidak tumbuh dari
sumbangan alamiah sebuah negara, kumpulan tenaga kerjanya, tingkat bunganya atau nilai
kursnya, sebagaimana dikemukakan oleh ekonom klasik. Daya saing sebuah negara
tergantung pada kapasitas industrinya untuk berinovasi dan melakukan pembaharuan.
Perusahaan memperoleh keunggulan terhadap para pesaing dunia yang terbaik, karena
tekanan dan tantangan. Mereka mendapatkan manfaat dari memiliki pesaing domestik yang
kuat, pemasok yang berbasis daerah asal yang agresif, dan para pelanggan lokal.
Porter menyatakan terdapat empat atribut utama yang menentukan mengapa industri tertentu
dalam suatu negara dapat mencapai sukses internasional, yaitu sebagai berikut.
1. )Kondisi faktor produksi. Posisi negara dalam faktor produksi, seperti tenaga kerja terampil
atau infrastruktur, perlu untuk bersaing dalam suatu industri tertentu.
2. Keadaan permintaan dan tuntutan mutu di dalam negeri untuk barang dan jasa industri.
3. Industri terkait dan industri pendukung. Keberadaan atau tidak adanya industri pemasok dan
industri terkait lainnya di negara tersebut yang secara internasional bersifat kompetitif.
4. Strategi perusahaan, struktur dan persaingan. Kondisi dalam negara yang mengatur
bagaimana perusahaan diciptakan, diatur, dan dikelola, sebagaimana juga sifat dari
persaingan domestik.
Selain keempat faktor tersebut, keunggulan kompetitif nasional juga masih dipengaruhi oleh
faktor kebetulan atau kesempatan untuk melakukan sesuatu (chance events), seperti
penemuan produk baru, melonjaknya harga, perubahan nilai tukar, konflik keamanan antar
negara dan lain-lain, dan tindakan-tindakan atau kebijakan pemerintah (government)
Dong-Sung Cho, Presiden dari The Institute of Industrial Policy Studies, Korea Selatan,
dalam karyanya yang berjudul Determinant of International Competitiveness : How Can a
Developing Country Transform Itself to an Advance Economy, melengkapi hasil kajian
Porter.
Dong-Sung Cho menjelaskan bahwa Model Berlian dari Porter kurang menerangkan
mengapa beberapa jenis industri di Korea Selatan, seperti industri tekstil, baja, pembuatan
kapal, mobil, semi konduktor, peralatan elektronik rumah tangga, konstruksi dan lain-lain,
memiliki daya saing internasional. Dong-Sung Cho menjelaskan bahwa kita membutuhkan
model yang bisa mengatakan kepada kita semua, bukannya seberapa banyak tingkat sumber
daya yang sekarang dimiliki sebuah negara, tetapi siapa yang bisa menciptakan sumber daya,
dan kapan seharusnya setiap sumber daya itu diciptakan.
a. Model 9 Faktor
Dong-Sung Cho kemudian mengembangkan model yang dikenal sebagai Model 9 Faktor,
yang merupakan pengembangan dari model Porter, yang digambarkan pada Gambar 6.2.
Beberapa perbedaan antara Model Berlian yang dikembangkan oleh Porter dibanding
Model 9 Faktor dari Dong-Sung Cho terletak pada faktor yang ada di luar kotak berlian,
yaitu keberadaan empat faktor yang meliputi tenaga kerja (workers), birokrasi dan politisi
(politicians and bureaucrats), kewirausahaan (enterpreners), dan manajer, teknisi dan
perancang profesional (profesional, managers, designers and engineers). Juga faktor akses
dan kesempatan (chance events) dalam melakukan sesuatu bagi masyarakat, yang berada di
luar kotak segi empat tersebut, dimana akses dan kesempatan merupakan faktor yang tidak
kalah penting dalam mempertajam daya saing internasional.
Secara umum posisi faktor-faktor tersebut dapat tumbuh secara alamiah walaupun
sangat tergantung kepada keadaan masing-masing negara. Biasanya negara yang masih
terbelakang lebih melekat pada sumber daya alam, kemudian secara bertahap berkembang
melahirkan lingkungan kegiatan bisnis. Pada tahap setengah maju munculah industri terkait
dan pendukung. Sedangkan pada tahapan negara lebih maju, berkembanglah permintaan
domestik. Sementara faktor manusia tergantung pada tahapan perkembangan negara. Pada
negara berkembang, yang ada adalah kumpulan pekerja, kemudian tampil faktor politisi dan
birokrasi, selanjutnya lahirlah wirausahawan dan kehadiran tenaga manajer, teknisi dan
perancang profesional.
Status perekonomian sebuah negara ditetntukan oleh daya saing internasionalnya dan
kesembilan faktor memiliki bobot yang bervariasi sejalan dengan sebuah negara beralih dari
tahapan keterbelakangan menuju tahapan sedang berkembang, selanjutnya menuju tahapan
semi maju dan akhirnya menuju pada tahapan maju.
Para politisi mulai mengisi ambisi politis melalui kebijakan pertumbuhan dan pembangunan.
Dalam proses tersebut, mereka memobilisasi para birokrat untuk melaksanakan kebijakan
industri, dan meningkatkan lingkungan bisnis melalui penciptaan pasar keuangan dan
infrastruktur sosial. Kadang-kadang sumber daya dan angkatan kerja yang tersedia
disalurkan ke dalam lembaga yang dijalankan oleh pemerintah, dan sebuah negara memiliki
kesempatan pertamanya untuk memperkuat daya saing internasionalnya.
Menyusul inovasi proses manufaktur, produk dan organisasi bisnis dalam tahap semi maju,
hubungan industri terkait dan pendukung secara horisontal dan secara vertikal ditingkatkan
lebih lanjut. Barang dan jasa dari industri dapat memasuki pasar internasional kompetitif
dalam syarat yang sama dengan negara maju. Proses manufaktur menjadi lebih
berpengalaman, kualitas produk membaik dan suatu pembangunan yang seimbang antara
hulu dan hilir dicapai.
Industri bergerak dari tahap awal menuju tahap pertumbuhan, menuju tahap kedewasaan, dan
akhirnya pada tahap penurunan. Faktor fisik dan faktor manusia dari daya saing internasional
memiliki pengaruh yang bervariasi bersamaan dengan setiap industri melewati dan melalui
fase yang berbeda.
Pada umumnya, sebuah industri berada pada tahap awal jika sumber persaingannya terbatas
pada sumber daya yang dianugerahkan, seperti sumber daya mineral yang berlebihan, dan
lahan yang luas dan subur.
Untuk beralih dari tahap awal menuju suatu tahap pertumbuhan, industri memerlukan politisi
dan birokrat yang bersedia mendukung bisnis secara sistematis. Politisi dan birokrat
menciptakan suatu lingkungan bisnis yang mendukung investasi aktif, menyeleksi industri
tertentu untuk kemajuan, memberikan dukungan administratif dan keuangan, kredit pajak,
asuransi dan pelayanan informasi dan jaminan pembayaran kepada para wirausahawan
terpilih.
Inovasi muncul dalam proses manufaktur, pengembangan produk, dan organisasi bisnis.
Hubungan di antara industri yang terkait secara horisontal dan vertikal menjadi lebih kuat
pada tahap ini, dan berkembangnya bisnis yang mengejar suatu pembangunan yang
seimbang baik dalam bidang hulu maupun hilir tetap kompetitif dalam pasar internasional.
Industri yang melewati tahap kedewasaan dan gagal mempertahankan inovasi secara alamiah
akan memasuki tahap penurunan. Pasar menjadi jenuh pada titik ini dan pengharapan
konsumen untuk kualitas produk yang tinggi. Biaya produksi meningkat jika bisnis mencoba
untuk memenuhi permintaan konsumen yang berpengalaman, mengakibatkan suatu
penurunan yang cepat dalam daya saing internasionalnya.
Satu-satunya cara untuk maju adalah pemberdayaan kembali perubahan kebijakan secara
radikal, transformasi SDM, dan sinergi manajemen. Harus ada pemisahan yang tegas antara fungsi
regulasi (yang didelegasikan kepada otoritas pelabuhan) dan fungsi pengelola (yang dijalankan oleh
entitas bisnis pelabuhan).
Kunci utama untuk keberhasilan transisi adalah konsistensi, transparansi dan kesamaan
persepsi di antara para pemangku kepentingan. Selain itu, mengkaji masalah-masalah yang pernah
terjadi dimasa lalu sangat diperlukan, seperti misalnya kegagalan untuk mempertahankan KPS
dalam pembangunan pelabuhan di Batam, sehingga dapat dipetik pelajaran dari pengalaman
tersebut. Keberhasilan pelaksanaan proyek percontohan yang menggunakan KPS adalah hal yang
sangat penting.
Pengembangan SDM adalah komponen yang sangat penting dalam proses pemberdayaan
kembali. Pengelolaan pelabuhan memerlukan berbagai keahlian khusus untuk memastikan
perencanaan dan pelaksanaan yang tepat terkait aspek tata ruang, konstruksi teknis, keselamatan,
pembiayaan, kegiatan operasi, dan integrasi dengan sektor lain. Pengembangan SDM yang
kompeten akan memastikan bahwa perubahan dilaksanakan dengan cara yang aman dan sesuai
dengan peraturan. Sebagai perkembangan pembangunan pelabuhan, industri-industri baru dapat
tumbuh di sekitar DLKR pelabuhan, di lokasi tersebut pusat-pusat layanan menawarkan paket
komprehensif untuk industri tertentu seperti kelapa sawit atau batubara. Pemerintah pusat harus
memegang peran pengendali dalam penentuan pelabuhan mana yang perlu dikembangkan sebagai
kawasan industri. Kunci dari blue ocean strategy adalah pendekatan yang terfokus bukan pada
persaingan untuk memperebutkan pangsa pasar (dikenal sebagai red ocean approach) tetapi pada
penciptaan sebuah jaringan inovasi nilai (value in- novation network) yang membuat persaingan
menjadi tidak relevan. dikelola di tingkat pemerintah daerah, provinsi atau nasional. Keputusan
harus bersifat strategis, didasarkan pada potensi pelabuhan karena lokasi, kesesuaian untuk
melayani klaster industri, dan karakteristik yang serupa sehingga dapat memberikan kontribusi
terhadap pertumbuhan ekonomi.
Pendek kata, sistem pelabuhan perlu diberdayakan kembali. Pemberdayaan kembali yang
dimaksud disini adalah lebih dari sekadar memunculkan beberapa gagasan baru. Hal ini berarti
perumusan kembali visi strategis, struktur dan prosedur kelembagaan, serta penggunaan teknologi
informasi. Ini berarti mengubah budaya perusahaan dan mengembangkan SDM. Singkatnya,
pemberdayaan kembali terdiri atas tiga elemen: perubahan radikal atas kebijakan, transformasi
SDM, dan sinergi manajemen.
pada cara untuk memastikan keberhasilan proses peralihan dalam konteks pelabuhan Indonesia;
pentingnya pengembangan SDM; dan peran klaster industri.
Pertama, apa yang dimaksud dengan penentuan posisi terkait dengan sistem pelabuhan
nasional? Dalam hal ini berarti bahwa pemerintah harus menentukan kembali perannya. Pemerintah
harus fokus pada pembuatan kebijakan dan peraturan yang mendukung mekanisme pasar dan
persaingan yang sehat. Pemerintah harus menghindari intervensi langsung, serta menjadi regulator
dan wasit yang adil. Apabila mungkin, pemerintah harus melakukan deregulasi, menghapuskan
monopoli terselubung, dan menentukan secara jelas batas, fungsi dan kewenangan entitas
pelabuhan, sehingga meningkatkan kepastian usaha dan mendorong peran serta swasta dalam
investasi.
Transisi Secara Hati-Hati Dengan melakukan kedua langkah seperti yang telah dijelaskan
diatas, kita dapat menyusun visi yang jelas tentang bagaimana semestinya bentuk sistem pelabuhan
yang telah diberdayakan kembali. Pertanyaannya adalah; bagaimana kita dapat mencapainya?
Prinsip kehati-hatian sangat diperlukan dalam mendisain ulang berbagaiproses yang lebih baik dan
selama berlangsungnya proses transisi menuju kebijakan baru. Perubahan harus dikomunikasikan
secara tepat untuk menghindari timbulnya resistensi dan persepsi bahwa sebuah birokrasi baru akan
menggantikan birokrasi yang lama.
Perubahan radikal dalam sistem pelabuhan yang telah diberdayakan kembali adalah
pemisahan yang jelas antara fungsi regulasi (yang didelegasikan kepada otoritas pelabuhan) dengan
fungsi pengelolaan (yang diberikan kepada institusi bisnis pelabuhan). Sampai saat ini, administrasi
pelabuhan yang masih dikelola oleh pemerintah melalui BUMN telah menciptakan monopoli serta
kebingungan dalam mengantisipasi aliran barang dan perencanaan ke depan. Perubahan radikal ini
harus ditangani secara hati-hati karena otoritas pelabuhan bertindak sebagai wakil pemerintah dan
memikul tanggung jawab yang sangat besar, antara lain dalam hal: memastikan kelancaran aliran
barang; menyediakan lahan dan kebutuhan air bersih serta menerbitkan perizinan; memberikan
jaminan keamanan dan ketertiban di pelabuhan; menyusun beberapa rencana induk pelabuhan; dan
menentukan DLKR (Daerah Lingkungan Kerja) dan DLKP (Daerah Lingkungan Kepentingan).
Kunci utama keberhasilan transisi menuju kebijakan baru adalah konsistensi, tansparansi
dan kesamaan persepsi para pemangku kepentingan. Selain itu, setiap dari kegagalan di masa lalu,
dan menerapkan proyek percontohan yang akan menghasilkan model yang berhasil untuk masa
depan. Konsistensi sangat penting selama persiapan pemberlakuan peraturan baru, dalam bentuk
Peraturan Pemerintah dan Peraturan Menteri. Peraturan tersebut harus tertulis agar tidak
menimbulkan penafsiran yang berbeda-beda. Perbedaan penafsiran yang berkepanjangan akan
menimbulkan ketidakpastian hukum dan memiliki konsekuensi hukum yang luas dalam hal
infrastruktur dan suprastruktur, SDM, penyelesaian utang piutang, dan hal-hal lain yang terkait
dengan kerjasama dalam usaha jasa pelabuhan. Peraturan tersebut tidak boleh ambigu sehingga
otoritas pelabuhan dapat menjamin hak dan kewajiban secara proporsional, adil dan bebas dari
monopoli, nepotisme, diskriminasi dan intervensi politik.
Kondisi Maritim Indonesia, Kondisi Perdagangan Nasional, Kondisi 225
Pelabuhan dan Pelayaran Nasional dan Indonesia Sebagai Poros Maritim Dunia
Masalah-masalah yang terjadi di masa lalu perlu dikaji, seperti misalnya kegagalan untuk
mempertahankan KPS dalam pembangunan pelabuhan di Batam, sehingga dapat dipetik pelajaran
dari pengalaman tersebut.
Peran Penting SDM Satu-satunya cara untuk menanggalkan birokrasi lama adalah dengan
mengembangkan SDM. Manajemen pelabuhan memerlukan berbagai keahlian khusus untuk
memastikan perencanaan dan pelaksanaan yang tepat terkait aspek tata ruang, konstruksi teknis,
keselamatan, pembiayaan, kegiatan operasi, dan integrasi dengan sektor lain. Pengembangan SDM
yang kompeten akan menjamin bahwa perubahan dilaksanakan dengan baik, aman, dan sesuai
dengan peraturan.
Apabila para manajer dan tenaga kerja tidak memiliki komitmen terhadap perubahan,
upaya untuk mengubah sistem pelabuhan akan menghadapi risiko penolakan, atau disintegrasi
moral. Demonstrasi pekerja pelabuhan dapat dipahami terjadi jika mereka belum melihat manfaat
226 Bisnis Maritim
dari perubahan yang harus mereka lakukan. Penjelasan yang komprehensif tentang hal tersebut
dapat meredam konflik yang mungkin timbul selama proses transformasi.
Peran otoritas pelabuhan dan syahbandar adalah untuk mengkomunikasikan visi secara
efektif dan memimpin perubahan. Pelaku-pelaku utama tidak boleh terpaku pada cara-cara lama
dalam melakukan tugasnya. Mereka harus selalu bertindak secara profesional dan melakukan upaya
sosialisasi secara ekstensif. Operator pelabuhan harus berkonsentrasi untuk mempertahankan citra
dan tingkat layanan. Pola pikir harus berorientasi pada layanan, dan pentingnya kecepatan dan
efisiensi harus benar-benar dipahami.
Selama tahap transisi, selain fokus pada program pendidikan dan pelatihan, pakar SDM
harus mendengarkan para pemangku kepentingan dan melaksanakan prinsip-prinsip perbaikan yang
berkesinambungan (continuous improvement). Sebuah Tim Proses Perbaikan, yang melengkapi Tim
Reformasi Birokrasi di Kementerian PAN, dapat dibentuk di Kemenhub untuk membantu otoritas
pelabuhan dalam transisi tersebut.
Contoh dalam industri pertambangan dan kimia antara lain terdapat di Rotterdam,
Antwerp, Hamburg, Marseilles, Houston, Yokohama. Rotterdam, khususnya, adalah pusat
perdagangan, distribusi dan pemasaran.
Alih-alih bertanya bagaimana kita 8 dapat melakukan hal yang sama dengan yang
dilakukan dalam persaingan, namun lebih baik? ahli strategi blue ocean kemungkinan besar akan
bertanya, apa yang dapat kita lakukan tetapi tidak dilakukan di dalam persaingan? Di sektor
pelabuhan, salah satu jawabannya adalah mendorong pertumbuhan industri baru dengan
membangun pusat-pusat layanan yang dapat menawarkan paket komprehensif untuk produk-produk
yang memerlukan penanganan khusus.
Berdasarkan strategi blue ocean yang berfokus pada pengembangan klaster industri,
otoritas pelabuhan dan entitas bisnis pelabuhan akan berupaya untuk mencapai skala ekonomi
(economies of scale). Pembangunan terminal khusus bersamaan dengan klaster industri memerlukan
koordinasi di antara kementerian teknis, Kementerian Energi dan Sumberdaya Mineral, serta
pemerintah daerah. Perencanaan yang terpadu harus memperhitungkan karakteristik setiap daerah.
karakteristik setiap daerah. Pemerintah pusat harus memegang peran pengendali dalam penentuan
pelabuhan yang harus dikembangkan sebagai kawasan industri, karena alokasi aset nasional secara
optimal menjadi taruhannya.
Kondisi Maritim Indonesia, Kondisi Perdagangan Nasional, Kondisi 227
Pelabuhan dan Pelayaran Nasional dan Indonesia Sebagai Poros Maritim Dunia
Perdagangan masuk dan keluar dari Indonesia sedang berkembang pesat. Perdagangan
antar pulau-pulau utama di Indonesia diramalkan juga akan marak. Tidak seperti negara lain seperti
China dan Vietnam, kapasitas pelabuhan Indonesia sangat tidak memadai untuk mengakomodasikan
pertumbuhan perdagangan curah (bulk) maupun dalam peti kemas. Untuk menanggulangi masalah
ini, Direktorat Jenderal Perhubungan Laut telah menyusun Rencana Induk Pelabuhan Nasional
dengan bantuan Prakarsa Infrastruktur Indonesia (IndII), yang memaparkan kebutuhan investasi
untuk memperluas pelabuhan yang ada dan membangun yang baru.
Sementara pertumbuhan ekspor dan impor merupakan berita baik bagi perekonomian,
pintu masuk pelabuhan utama di Indonesia semakin membungkuk di bawah tekanannya. Menurut
perkiraan terakhir, pelabuhan Tanjung Priok tahun 2011 menangani hampir 6 juta TEU1. Para pakar
pelabuhan memperkirakan, dengan peralatan dan jalan akses yang ada, kapasitas idealnya adalah
sedikit di atas 5 juta TEU. Kementerian Perhubungan baru-baru ini mengumumkan bahwa kapal-
kapal sedang mengantre untuk berlabuh, dan sebagaimana telah diberitahukan kepada perusahaan -
pelabuhan tidak lagi dapat dijamin. Pelindo II, perusahaan pengelola pelabuhan milik negara,
memperkirakan bahwa arus peti kemas melalui Tanjung Priok akan meningkat paling sedikit 2 juta
TEU lagi sebelum akhir 2014. Pada saat itu, perluasan pelabuhan mungkin belum siap. Artinya,
228 Bisnis Maritim
kemacetan di pelabuhan akan semakin parah. Diperlukan lebih banyak waktu untuk memindahkan
peti kemas yang masuk agar keluar dari pelabuhan dan memindahkan peti kemas yang keluar agar
dimuat di atas kapal, dan diperkirakan, penanganan peti kemas masuk akan terkena dampak
terbesar.
Baru-baru ini Pemerintah Indonesia meminta agar Bank Dunia memperkirakan waktu
tunggu (dwell time) untuk barang- barang impor waktu mulai dari saat peti kemas diturunkan dari
kapal hingga keluar pintu gerbang terminal di Tanjung Priok dan memberikan rekomendasi jangka
pendek dan jangka panjang tentang cara mempersingkat masa tersebut.
Perkiraan waktu tunggu bagi peti kemas yang masuk di Jakarta International Container
Terminal (JICT) di Tanjung Priok pada bulan Juli dan Agustus 2011 adalah 6 hari. Ini merupakan
peningkatan 22 persen dari waktu tunggu yang diukur bulan Oktober 2010 (4,9 hari) dan cukup
mengkhawatirkan, mengingat Tanjung Priok menangani lebih dari dua-per-tiga seluruh perdagangan
internasional Indonesia, sedangkan jumlah lalu lintas peti kemas diramalkan bertumbuh 160 persen
pada tahun 2015.
Selain itu, dengan menggunakan ukuran internasional, yang mencakup waktu peti kemas
berada di pelabuhan tetapi di luar terminal, angka waktu tunggu Indonesia bertambah 1 sampai 7
hari. Kinerja ini jauh lebih buruk dibandingkan pelabuhan lainnya di kawasan Asia Tenggara seperti
Singapura (1,1 hari), Malaysia (4 hari), dan Thailand (5 hari) lihat Gambar 2. Kemungkinan besar
keadaan ini akan menjadi lebih parah di terminal-terminal lainnya di pelabuhan. Dalam upaya
mempertahankan arus lalu lintas peti kemas dan mengurangi penumpukan peti kemas di Tanjung
Priok, pemerintah telah mengambil beberapa langkah penting untuk mengurangi waktu tunggu dan
menjaganya tetap rendah. Sebagai contoh, penyelesaian prosedur pengeluaran barang sekarang
dilakukan selama 24 jam sehari, 7 hari seminggu (24/7), sambil mengembangkan sistem
dokumentasi dan informasi elektronik dengan tujuan menerapkan komunikasi tanpa kertas antara
pengusaha swasta dan instansi pemerintah. Upaya ini telah membantu menekan waktu tunggu
menjadi rata- rata 5 hari selama dua tahun terakhir. Tetapi efisiensi yang dapat semakin menghemat
waktu perlu ditemukan secepat mungkin untuk mencegah kemunduran waktu tunggu lebih lanjut
akibat peningkatan perdagangan, dan untuk mengimbangi kendala- kendala administrasi dan
infrastruktur. Penting untuk memahami alasan, mengapa terjadi penambahan waktu untuk
menyelesaikan urusan kepabeanan dan mengeluarkan peti kemas dari pelabuhan. Waktu tunggu
dapat diuraikan menjadi
Perdagangan masuk dan keluar dari Indonesia, serta antar pulau utama sedang berkembang
pesat saat ini. Untuk mengakomodasi pertumbuhan ini perlu dibangun pelabuhan baru dan
pelabuhan yang ada diperluas, tetapi diperlukan 5 hingga 10 tahun sebelum pembangunan tersebut
dapat dirampungkan. Sementara itu, fasilitas yang ada terbebani melampaui kapasitas idealnya.
Solusi yang segera dapat diterapkan adalah peningkatan efisiensi tata laksana melalui cara-cara
seperti mempersingkat waktu tunggu (dwell time).Waktu tunggu adalah waktu mulai dari saat peti
kemas turun dari kapal hingga akhirnya keluar dari pintu gerbang terminal. Bulan Juli dan Agustus
2011, waktu tunggu di Jakarta International Container Terminal (JICT) Tanjung Priok, yang
menangani lebih dari dua-per-tiga perdagangan internasional Indonesia, adalah 6 hari, jumlah ini
mengalami kenaikan 22 persen dari tahun sebelumnya. Pelabuhan lain di kawasan sekitar, seperti
Singapura, Malaysia, dan Thailand menunjukkan kinerja yang jauh lebih baik.
Penyebabnya terutama terkait hambatan akibat peraturan, termasuk metode pra-bayar yang
digunakan di Tanjung Priok. Sementara kebanyakan negara maju mengizinkan pengajuan dokumen
impor sebelum kapal tiba dan pada akhir proses menyediakan satu faktur yang mencakup biaya
pelabuhan, pajak-pajak dan bea masuk, sebagian besar importir dan produsen Indonesia wajib
menunggu hingga kapal tiba, dan harus membayar pajak-pajak dan bea masuk di muka (pra-bayar)
sebelum mengajukan dokumen-dokumen. Mengingat pada umumnya pembayaran memerlukan
waktu paling sedikit satu hari untuk mendapatkan konfirmasi dari Kas Negara, keterlambatan
semakin diperparah ketika kapal tiba hari Kamis atau pada akhir pekan pembayaran untuk kapal-
kapal yang tiba hari Kamis baru diselesaikan secara administratif paling cepat pada hari Senin.
Kondisi Maritim Indonesia, Kondisi Perdagangan Nasional, Kondisi 231
Pelabuhan dan Pelayaran Nasional dan Indonesia Sebagai Poros Maritim Dunia
Meskipun sistem layanan pelabuhan (kepabeanan dan terminal) non-stop (24/7) telah
diterapkan selama hampir dua tahun, penyelesaian prosedur kepabeanan untuk barang pada akhir
pekan dan di luar jam kerja normal tetap saja tidak dapat diandalkan. Sementara para petugas
pabean dan terminal mungkin bertugas, layanan lainnya seperti transaksi perbankan, informasi nilai
tukar mata uang terkini dari Bank Indonesia, layanan kasir dan administrasi perusahaan pelayaran,
bahkan depot peti kemas, biasanya sudah tutup jam 5 sore pada hari Jumat. Mengupayakan agar
semua pemangku kepentingan menyediakan layanan non- stop dan mempromosikan pengajuan
dokumen impor sebelum pengeluaran barang yang lebih efisien. Perubahan semacam itu tidak
menuntut investasi keuangan besar. Yang dibutuhkan adalah kemauan politik yang kuat untuk
mengubah peraturan yang menghambat.
Tenaga Kerja di Pelabuhan Indonesia: Peran Koperasi. Koperasi tenaga kerja bongkar muat
di pelabuhan-pelabuhan Indonesia sudah mapan. Meski bermanfaat untuk melindungi kepentingan
para pekerja, koperasi dapat menyebabkan praktik monopoli. Di masa yang akan datang, diperlukan
sebuah pendekatan baru yang berfokus pada peningkatan keterampilan dan persaingan
UU no. 17/2008 tentang Pelayaran menetapkan bahwa potensi setiap unsur dari sistem
transportasi Indonesia harus dikembangkan semaksimal mungkin untuk menjamin bahwa Indonesia
memiliki sistem transportasi yang efektif dan efisien. Salah satu komponen yang terlihat jelas dari
sistem ini adalah pemindahan kargo, baik memindahkannya dari satu kapal ke kapal lain maupun ke
dermaga (stevedoring), memindahkannya dari dermaga ke gudang pelabuhan (cargodoring), atau
memindahkannya dari satu gudang ke gudang lainnya dan ke truk (receiving/delivery). Pekerjaan
tanpa keterampilan tersebut dilakukan oleh tenaga kerja bongkar muat (TKBM).
Meski barangkali terlihat sederhana, pekerjaan yang dilakukan TKBM ini dilaksanakan
dalam rangkaian rumit yang terdiri dari aturan, peraturan, dan visi yang terkadang bertentangan
dalam kaitannya dengan arti penting dari pergerakan muatan yang efisienserta perlindungan atas
kesejahteraanpara pekerja yang bekerja keras di pelabuhan. Para pekerja tersebut adalah anggota
dari Koperasi TKBM (KTKBM) setempat. IKTKBM beroperasi dalam kerangka kerja yang
menuntut peningkatan produktivitas paraekerja KTKBM, namun juga punya kekhawatiran apakah
monopoli KTKBM bisa efektif.
Secara historis, koperasi TKBM dibentuk sebagai upaya untuk menanggapi persoalan
kesejahteraan para pekerja. Karena satu-satunya syarat untuk bekerja sebagai TKBM mencari
pekerjaan sebagai TKBM, sehingga terjadi penurunan upah. Saat bertindak sebagai perorangan,
232 Bisnis Maritim
TKBM tidak berdaya atas upah, tugas, atau ketentuan kerja mereka. Mereka dapat bernegosiasi
dengan posisi yang lebih kuat sebagai sebuah kelompok yang terorganisasir.
Pembentukan KTKBM. Untuk memahami tujuan dan kegiatan operasional Koperasi TKBM,
peraturan perundang-undangan yang mendasari pembentukannya perlu dipahami.Cikal-bakal
koperasi ini lahir pada tahun1978, dengan dikeluarkannya SKB Menteri Tenaga Kerja,
Transmigrasi, dan Koperasi dengan Menteri Perhubungan tentang PembentukanYayasan Usaha
Karya (YUKA) untuk mengorganisasi TKBM.
SKB berikutnya dari kedua kemen- terian tersebut, serta sebuah Inpres, membubarkan
YUKA pada tahun1985. Secara bersamaan, sebuah badan sementara untuk mewakili TKBM
dibentuk di setiap pelabuhan laut, yang bertanggungjawab kepada administrator pelabuhan.
Strukturini ditegaskan melalui peraturan tambahan pada tahun 1989, khususnya SKB/1989.1
SKB/1989 menyatakan perlunya untuk segera mengembangkan koperasi TKBM di setiap pelabuhan
agar TKBM dapat mengelola diri mereka sendiri, meningkatkan kesejahteraan TKBM, dan
berpartisipasi dalam pengembangan kegiatan untuk menjamin kelancaran arus barang di pelabuhan
laut.
Tenaga kerja bongkar muat, atau TKBM, merupakan anggota koperasi setempat.
Kerangka hukum yang mengatur tentang koperasi telah menimbulkan tuntutan agar TKBM
meningkatkan produktivitasnya, serta kekhawatiran adanya monopoli yang secara efektif dipegang
koperasi.
Sebuah SKB pada tahun 1989 memandatkan adanya koperasi di setiap pelabuhan agar
TKBM dapat mengelola diri mereka sendiri, meningkatkan kesejahteraan TKBM, dan berpartisipasi
dalam kelancaran arus barang di pelabuhan laut. SKB tahun 2002 yang menggantikannya
mempertahankan konsep tersebut namun menambahkan sebuah pasal yang secara efektif
memberikan monopoli kepada KTKBM untuk pekerjaan bongkar muat.
Pada tanggal 29 Desember 2011, SKB/2011 dikeluarkan untuk menggantikan SKB yang
dikeluarkan pada tahun 2002. Berdasarkan SKB/2011, unit-unit usaha KTKBM dapat membentuk
sub-unit dan/atau kelompok kerja. Maksud ketentuan ini adalah untuk memungkinkan KTKBM dari
satu pelabuhan menawarkan jasanya di pelabuhan lain, sehingga meningkatkan persaingan dan
meminimalkan praktik monopoli. Namun, tindakan ini tidak akan mencapai hasil optimal jika sub-
unit tersebut secara bersama-sama mengendalikan pasar.
KTKBM harus memiliki pola pikir baru dan memahami bahwa koperasi yang menawarkan
nilai terbaik kepada pelanggan yang akan menjadi koperasi yang berhasil. SKB/1989 digantikan
dengan SKB/20022 namun prinsip- prinsip di atas tetap berlaku. Meski demikian, beberapa
ketentuan dalam SKB/2002 memperkenalkan beberapa konsep yang baru atau berbeda. SKB/2002
mengatur tentang Unit Usaha Jasa Bongkar Muat (UUJBM) di bawah pengawasan KTKBM.
UUJBM dibentuk untuk mendukung kelancaran bongkar muat barang di pelabuhan laut. Dengan
demikian, usaha bongkar muat diturunkan tingkatnya menjadi salah satu unit dari KTKBM, bukan
sebagai usaha intinya, yang, sebagaimana dinyatakan dalam Pasal 3, bertujuan untuk meningkatkan
kesejahteraan para anggotanya. Selain itu, dan yang paling signifikan, Pasal 9 SKB/2002
menetapkan ketentuan yang secara efektif memberikan monopoli kepada koperasi atas pekerjaan
bongkar muat. Pasal ini menyatakan bahwa perusahaan bongkar muat yang melakukan kegiatan
bongkar muat barang di daerah lingkungan kerja dan daerah lingkungan kepentingan pelabuhan3
harus bekerjasama dengan Koperasi TKBM dengan menggunakan jasa TKBM.
Perundang-undangan tentang Koperasi. Selain peraturan yang secara khusus terkait dengan
TKBM, koperasi TKBM juga harus mematuhi perundang-undangan Indonesia tentang koperasi
secara umum. Sejak tahun 1989, kegiatan KTKBM pertama tunduk kepada UU no. 12/1967 tentang
Pendirian Koperasi, lalu tunduk kepada UU penggantinya, UU no. 25/1992.
mendefinisikan koperasi sebagai: badan usaha yang beranggotakan orang-seorang atau badan
hukum koperasi dengan melandaskan kegiatannya berdasarkan prinsip koperasi sekaligus sebagai
gerakan ekonomi rakyat yang berdasar atas azas kekeluargaan. UU no. 12/1967 dan UU no. 25/1992
memuat ketentuan yang serupa yang menyatakan bahwa tujuan koperasi adalah secara khusus untuk
meningkatkan kesejahteraan anggotanya dan secara umum meningkatkan kesejahteraan masyarakat.
Selain itu, kedua UU tersebut menyatakan bahwa anggota koperasi bergabung secara sukarela.
UU no. 5/1999 tentang Larangan Praktik Monopoli dan Persaingan Usaha Tidak Sehat
secara khusus mengatur koperasi. UU ini mendefinisikan monopoli dan menetapkan peraturan yang
dirancang untuk mencegah perilaku monopoli. Akan tetapi, Pasal 50 UU ini menyatakan bahwa
kegiatan usaha koperasi yang dimaksudkan secara khusus untuk melayani para anggotanya
dikecualikan dari ketentuan UU Anti Monopoli. UU Terkait Lainnya. UU lain yang tidak secara
khusus mengatur koperasi juga memiliki dampak penting terhadap peran dan fungsi KTKBM. SK
Menhub no KM. 14/2002 tentangPenyelenggaraan dan Pengusahaan Bongkar Muat dari dan ke
Kapal mendefinisikan Perusahaan Bongkar Muat (PBM) sebagai Badan Hukum Indonesia khusus
untuk melakukan bongkar muat barang dari dan ke kapal di pelabuhan dengan menggunakan
peralatan dan TKBM sesuai dengan ketentuan yang berlaku. Ketentuan ini ditafsirkan bahwa semua
kegiatan bongkar muat harus melibatkan koperasi TKBM.
UU no. 13/2003 tentang Ketenagakerjaan memiliki implikasi yang terkait dengan pelatihan
dan rekrutmen. Pasal 12 UU ini memandatkan bahwa para pemberi kerja bertanggung jawab atas
peningkatan dan/atau pengembangan kemampuan para pekerjanya melalui pelatihan. Unit-unit
usaha KTKBM dianggap sebagai pemberi kerja para TKBM.
UU ini juga menyatakan bahwa para pemberi kerja dapat merekrut sendiri para pekerja
yang mereka butuhkan atau menggunakan jasa dari agen penempatan. PBM dan operator terminal
yang menggunakan peralatan khususuntuk jenis barang tertentu dapat menggunakan ketentuan ini
sebagai dasar untuk merekrut sendiri pekerja yang terlatih untuk mengoperasikan peralatan khusus
tersebut.
Perkembangan Baru. Pada tanggal 29 Desember, 2011 sebuah surat keputusan bersama baru,
SKB/20114 dikeluarkan untuk menggantikan SKB/2002. Berdasarkan SKB/2011, unit usaha
KTKBMdapat membentuk sub-unit dan/atau kelompok kerjasesuai dengan kondisi dan kebutuhan
di pelabuhan. Sebagaimana dijelaskan oleh seorang anggota tim yang terlibat dalam penyusunan
SKB/2011, tujuan pencantuman ketentuan tersebut adalah agar KTKBM dari satupelabuhan dapat
menawarkan jasa ke pelabuhan lainnya, sehingga meningkatkan persaingan dan meminimalkan
praktik monopoli. Meski demikian, langkah ini tidak akan membawa hasil yang optimal apabila
sub-unit tersebut menguasai pasar secara bersama-sama. SKB/2011 juga mengubah SKB/2002
sehingga menyatakan bahwa kegiatan bongkar muat yang membutuhkan banberjalan, pipanisasi,
derek terapung, atau peralatanserupa hanya dapat dilakukan oleh TKBM yang memiliki keahlian
dan kualifikasi yang diperlukan, dan jumlahTKBM yang diperlukan yang harus digunakan. SK ini
juga menyatakan bahwa kegiatan tersebut harus dilakukanberdasarkan permintaan dari pengguna
jasa, dan unitusaha tersebut hanya akan menerima upah TKBM sesuai dengan kualifikasi dan
jumlah TKBM yang melakukanpekerjaan. Ketentuan ini dapat ditafsirkan bahwa pekerja terampil
yang melakukan kegiatan bongkar muat dengan menggunakan ban berjalan, pipanisasi, derek
terapungatau peralatan mekanis serupa harus anggota KoperasiTKBM. Ada kekhawatiran bahwa
ketentuan tersebutdapat digunakan sebagai alasan untuk terus mengenakan biaya TKBM meskipun
kegiatannya tidak menggunakanTKBM. Pasal 9 SKB/2011 menentukan bahwa setiap kegiatan
bongkar muat yang terjadi di luar daerah kerja atau daerah kepentingan pelabuhan harus dilakukan
oleh KTKBMdi pelabuhan laut terdekat. Pasal ini juga menyatakan bahwa kegiatan bongkar muat di
terminal khusus harus menggunakan TKBM. Bersama dengan Pasal 4, yang mendefinisikan TKBM
sebagai anggota koperasi, ini berarti bahwa tidak ada kegiatan bongkar muat di mana pun yang
dapat dilakukan tanpa melibatkan KTKBM.
Untuk mencegah praktik monopoli yang merugikan, TKBM harus dikelola oleh lebih dari
satu koperasi penempatan TKBM yang independen di setiap pelabuhan laut. Agar kegiatan usaha
koperasi berhasil, KTKBM harus memiliki pola pikir baru. Mereka harus memahami bahwa
koperasi yang menawarkan nilai terbaik untuk pelanggan adalah koperasi yang akan paling berhasil
236 Bisnis Maritim
Mendidik Bangsa Bahari. Lebih dari negara lain mana pun juga, Indonesia adalah
negarayang digerakkan oleh kualitas sistem kepelabuhanannya.Agar kegiatan kepelabuhanan
Indonesia dapat memenuhi standar global, semua warganegara mulai dari anak sekolah sampai
buruh pelabuhanserta administrator dan pem- buat kebijakan harus diberipemahaman tentang
pentingnya pelabuhan, dan bagaimanamemfungsikannya.
Indonesia adalah negara kepulauan terbesar di dunia dan sangat bergantung pada lebih dari
1700 pelabuhan untuk mencapai pertumbuhan ekonomi. Sejak tahun 2009 sampai dengan 2020,
PDB Indonesia diproyeksikan akan tumbuh rata-rata 6,5 persen. Pada tahun 2020, aliran peti kemas
akan mencapai lebih dari dua kali lipat dari volume tahun 2009 dan akan naik dua kali lipat lagi
pada tahun 2030. SK tentang RIPN yang dikeluarkansetelah UU no. 17/2008 tentangPelayaran
diberi mandat untukmelakukan reformasi denganmenciptakan sistem pelabuhan yangefisien,
kompetitif dan responsif untukIndonesia. UU tersebut mencakup integrasi, efisiensi pelabuhan,
keselamatan, persaingan dan penentuan kembali otoritas pelabuhan. Tujuannya adalah untuk
memastikan bahwa struktur manajemen pelabuhan Indonesia direvitalisasi dan efisien, untuk
mendorong investasi swasta, meningkatkan teknologi dan tenaga kerja. Singkatnya, untuk
menjadikan Indonesia negara pelabuhan kelas dunia yang berdaya saing. Sementara beberapa
bagian UUtersebut masih membutuhkanpenjelasan atau pengembangan,reformasi telah berjalan dan
UUtersebut secara jelas memandatkan perlunya pengembangan sektor sumber daya manusia di
bidang kepelabuhanan. Pengembangan Tenaga Kerja Pengembangan tenaga kerja sangat penting
untuk semua aspek reformasi kepelabuhanan. Pemberdayaan kembali manajemen kepelabuhanan
nasional merupakan proses transformasi yang mendasar oleh karena itu sangat penting untuk
memastikan bahwa sumberdaya manusianya kompeten,kata Prof Sudjanadi,
penasihatkepelabuhanan, peneliti dan dosen diLembaga Pengembangan ManajemenTransportasi.
(Informasi lebih lanjut tentang visi Prof Sudjanadi tentang pengembangan kepelabuhanan, lihat
Memberdayaan Kembali Manajemen Kepelabuhanan di Indonesia di halaman 4.)
Menurut para ahli, agar bisa dilaksanakan secara efektif aspek-aspek terkait organisasi,
hukum, administrasi dan kebijakan proses reformasi tersebut bergantung pada SDM yang tepat.
Para pembuat kebijakan dan administrator harus memahami benar hal-hal penting, antara lain
persaingan usaha, peraturan ekonomi dan operasional, analisistarif, perencanaan lingkungan, dan
pengembangan SDM.
Prof Sudjanadi, penganjur reformasi kurikulum dan pelatihan untuk tenaga kerja pelabuhan
Indonesia, saat ini sedang mengembangkan kurikulum pelatihan baru untuk personel manajemen
kepelabuhanan dan kelautan Indonesia bekerjasama dengan Pelabuhan Bremen di Jerman. Kursus
tersebut akan mencakup topik yangluas, mulai dari pemahaman tentangmanajemen kepelabuhanan
dan otoritas pelabuhan sampai penerapan praktik usaha yang baik dan masalah
kebijakan.Kurikulum tersebut akan diawali dengan penentuan peran, tugas dan tanggung jawab
otoritas pelabuhan Indonesiayang baru, serta pembekalan kepada personel untuk menangani
tantangan- tantangan dalam peningkatan volume kegiatan pelabuhan.
Kondisi Maritim Indonesia, Kondisi Perdagangan Nasional, Kondisi 237
Pelabuhan dan Pelayaran Nasional dan Indonesia Sebagai Poros Maritim Dunia
Sarana pelatihan yang ada sekarang tidak memadai, kata Sudjanadi.Saat ini, di Indonesia
terdapatpendidikan setingkat universitas dalambidang industri kelautan serta beberapa lembaga
kelautan independen. Warga negara Indonesia juga memanfaatkan beasiswa yang ditawarkan
Australia dan negara lain untuk mengambil gelar PhD dan mengikuti program pasca sarjana dalam
bidang manajemen pelabuhan dan studi kelautan.
Belajar Dimulai Sejak Usia Muda Beberapa ahli yakin bahwa pendidikan dapat dilakukan
pada tingkat yang lebih rendah dari perguruan tinggi.Mengingat status Indonesia sebagai negara
yang paling bergantung pada pelabuhan di dunia, tampaknya belum terjalin hubungan yang erat
antara masyarakat dan pelabuhan Kelihatannya karier di pelabuhan belum banyak dipromosikan,
kata Dr Paul Kent, konsultan internasional yang bekerja di Indonesia Infrastructure Initiative
(IndII). (Artikel Kent, Persaingan Pelabuhan dan Kebutuhan untuk Mengatur Perilaku Anti-
Persaingan, dapat dilihat di hal. 20.)
Sebagai negara kepulauan terbesar di dunia, Indonesia sangat bergantung pada lebih dari
1700 pelabuhan untuk pertumbuhan ekonominya. UU no. 17/2008 tentang Pelayaran memandatkan
bahwa Indonesia harus mengembangkan sistem kepelabuhanan yang efisien, kompetitif dan
responsif . Pendidikan harus menjadi landasan reformasi ini. Para pembuat kebijakan dan
administrator harus memahami benar hal-hal penting, antara lain persaingan usaha, peraturan
ekonomi dan operasional, analisis tarif, perencanaan lingkungan, dan pengembangan SDM.
Penasihat pelabuhan, peneliti dan dosen, Prof Sudjanadi, adalah penganjur reformasi kurikulum dan
pelatihan, yang saat ini sedang mengembangkan kurikulum pelatihan baru untuk pelabuhan
Indonesia dan personel manajemen kelautan.
Sarana pendidikan lainnya antara lain adalah program setingkat universitas dalam bidang
industri kelautan serta sejumlah lembaga kelautan independen. Warga negara Indonesia juga
memanfaatkan beasiswa yang ditawarkan Australia dan negara lain untuk mengambil gelar PhD dan
program pasca sarjana di luar negeri. Pendidikan yang terkait dengan pelabuhan dapat dimulai sejak
dini, di mana anak sekolah belajar tentang arti penting dari masalah kelautan, dan mengetahui
peluang mereka untuk meniti karier di sektor pelabuhan Pengembangan keterampilan dalam bidang
komputer dan teknologi informasi adalah kunci untuk meningkatkan SDM. Sektor pelabuhan juga
harus dipromosikan sebagai lingkungan kerja dengan penghasilan yang menjanjikan dan peluang
pengembangan karier.
Strategi juga harus mencakup buruh pelabuhan. Kepada mereka dapat diberikan sertifikasi
untuk keahlian khusus seperti teknik penanganan, keselamatan pekerja, dan pengoperasian
peralatan. Sistem insentif yang berkualitas, pelatihan lintas bidang, dan sistem pengembangan karier
yang baku merupakan sarana untuk menanamkan rasa bangga dan meningkatkan kinerja pekerja.
238 Bisnis Maritim
Pertama-tama, harus ada apresiasipada pelabuhan pada usia dini. Anak-anak dapat
membina hubungan yangbaik dengan pelabuhan duduk dibangku SD.Sekalipun di AS, pada tingkat
nasional hanya ada sedikit program yang didedikasikan khusus untuk sektor pelabuhan, kata Kent,
beberapa negara bagian terkait maritim seperti Oregon membuat buku mewarnai khusus anak SD
untuk mengembangkan kesadaran tentang arti pelabuhan. Pesan sederhana seperti itu
menekankanpentingnya pelabuhan dalam kehidupan sehari-hari.
Tenaga kerja terlatih dan angkatankerja yang diberdayakan kembali sangatpenting agar
pelabuhan Indonesiadapat menyamai standar dunia. Sistempelabuhan yang kompetitif
bergantungpada keberhasilan menarik danmembina orang yang tepat ke dalamsemua bidang industri
kelautan.SDM di lembaga-lembaga yang baru bukan saja harus kompeten tetapi juga harus
menjadi agen perubahan, kata Prof. Sudjanadi. Mereka harus memiliki kesadaran akan situasi
yang mendesak untuk menghindari kemandekan dan berlakunya kembali pola-pola lama.
Perubahan dalam cara pengoperasian usaha memiliki implikasi yang besar bagi
transportasi, semakin meningkatnya tuntutan akan jumlah yang lebihbesar dan semakin efisiennya
sistem infrastruktur merupakan dukungan pada perdagangan skala besar, demikian diungkapkan
dalam naskah akademikuntuk mendukung dekrit Rencana IndukKepelabuhanan yang disusun oleh
IndII. Menarik Minat, Meningkatkan Daya Saing Tenaga Kerja Pengembangan SDM juga
memerlukan upaya dipromosikannya sektorpelabuhan sebagai lingkungan kerjayang aman dan
memberi imbalan yangbesar, serta memiliki peluang untukpengembangan karier. Saat ini bekerjadi
pelabuhan Indonesia jarang dianggapsebagai jalur karier yang layak.Kita harus menarik minat
lulusan terbaik di bidang bisnis, kata Dr Kent.Riset juga menunjukkan, perempuan belum berperan
penting dalam kepelabuhanan Indonesia, meskipun jumlah mereka yang terlibat dalam bidang
teknik dan kelautan cukup banyak. Untuk itu Kementerian Perhubungan telah ditugaskanuntuk
merekrut dan mempekerjakan perempuan di pelabuhan.
Buruh pelabuhan tetap menjadi perhatian. Saat ini, sektor pelabuhan Indonesia diwarnai
oleh praktik monopoli. (Lihat Tenaga Kerjadi Pelabuhan Indonesia: Peran Koperasi di halaman
12.) Peraturan yang mewajibkan pemanfaatan dan pembayaran tenaga buruh pelabuhan dikelola
oleh koperasi TKBM, ditambah dengan kurangnya peluang untuk maju, menurunkan motivasi
mereka.
Tidak ada insentif nyata untuk meninggalkan anggapan umum bahwa pemanfaatan buruh
pelabuhan semata- mata karena otot, bukan otak, kata Dr Kent.Koperasi TKBM mungkin menolak
mekanisasi karena khawatir akan mengarah pada berkurangnya kebutuhan akan buruh pelabuhan
yang akan berakibat pada mengurangi peluang untuk mendapatkan penghasilan, untuk itu
diperlukan sebuah pendekatan baru. Para buruh pelabuhan perlu diberikan kesempatan mendapat
pelatihan dan dibuat merasa sebagai bagian dari tenaga kerja yang kompetitif dan memenuhi standar
dunia. Kepada mereka dapat diberikan sertifikasi keahlian khusus seperti teknik penanganan,
keselamatan pekerja, dan pengoperasian peralatan.
Kondisi Maritim Indonesia, Kondisi Perdagangan Nasional, Kondisi 239
Pelabuhan dan Pelayaran Nasional dan Indonesia Sebagai Poros Maritim Dunia
Sistem insentif yang berkualitas, pelatihan lintas bidang, dan sistem pengembangan karier
yang baku merupakan sarana untuk menanamkan rasa bangga dan meningkatkan kinerja pekerja.
Buruh pelabuhan harus punya nilai tawar untuk mengembangkan insting bisnis lebih
lanjut, kata ahli hukum kelautan Hidayat Mao, konsultan hukum kelautan yang tinggal di Jakarta.
Mereka perlu memperoleh manfaat sepenuhnya dari peraturan baru yang berfokus pada
pengembangan. Melihat ke DepanKunci sukses lainnya adalah seberapabaik Indonesia dapat
berpikir jauhke depan dan bersikap proaktifmenghadapi tantangan masa depandan arah untuk
kepelabuhanan. UUPelayaran itu sendiri memerlukanpenegasan dan redefinisi yangberkelanjutan,
dan setiap evaluasikemajuan harus dilakukan olehpersonil yang memenuhi syarat danmemang
berhak melakukan evaluasisecara jernih. Pola pikir strategis harusdiwujudkan menjadi tindakan
yangefektif untuk pengembangan SDM.
Kecuali jika ada komitmen untuk berubah, upaya untuk mengubah sistem kepelabuhanan
akan gagal atau stagnan, kata Prof. Sudjanadi. Peran otoritas pelabuhan dan syahbandar adalah
mengomunikasikan visi ini secara efektif dan memimpin jalannya perubahan. Visi strategis tentang
kebutuhan pelabuhan [Indonesia] di masa depan tidak dapat dikembangkan tanpa
SDM.Persaingan Pelabuhan dan Kebutuhan untuk Mengatur Perilaku Anti-Persaingan. Indonesia
berhasrat menciptakan sektor pelabuhan yang kompetitif. Untuk mencapai tujuan ini perlu ada
upaya mengatasi beberapa hambatan dan menerapkan regulasi dengan intervensi minimal guna
meningkatkan persaingan.
Tanpa persaingan, harga akan lebih tinggi dari yang didikte kondisi pasar. Selain itu,
produktivitas bisa menjadi lebih rendah. Harga yang lebih tinggi berarti importir dan eksportir akan
mengeluarkan biaya yang lebih tinggiuntuk menggunakan pelabuhan yang dimonopoli.
Produktivitas yang lebih rendah berarti kapal akan bersandar lebih lama di pelabuhan. Ini dianggap
sebagai waktu menganggur, ketika kapal tidak menghasilkan pendapatan. Jadi, semakin lama waktu
bersandar, semakin tinggi biaya operasional langsung dan juga biaya kesempatan. Dari sudut
pandang konsumen,dampak persaingan (atau tidakadanya persaingan) dirasakan di pasarritel.
Konsumen Indonesia mungkinmembayar lebih mahal untuk televisiyang diimpor dari Jepang
dibandingkandengan harga yang dibayar konsumen
Thailand untuk produk yang sama, gara-gara monopoli di pelabuhan Indonesia. Masalah ini juga
mempengaruhi ekspor tekstil yang diproduksi di Indonesia mungkin menjadi lebih mahal
dibandingkan dengan tekstil yang diproduksi di Pakistan (di mana operator terminal swasta bersaing
240 Bisnis Maritim
di pelabuhan- pelabuhan di Karachi dan Qasim) karena biaya pelabuhan dan tarif angkutan yang
lebih tinggi, sebagai akibat monopoli operator pelabuhan. Peningkatan persaingan memerlukan
koordinasi antara keinginan untuk meningkatkan persaingan, proses penyusunan rencana induk, dan
pengawasan pengaturan. Sementara permintaan akan layanan pelabuhan meningkat, dan karenanya
kapasitas harus ditingkatkan, rencana peningkatan harus dikaji ulang dalam konteks bagaimana
persaingan dapat terjadi. Sebuah skenario hipotesis dapat digunakan untuk menunjukkan hal ini.
Anggaplah sebuah pelabuhan memiliki dua terminal peti kemas yang menangani kargo
internasional. Keduanya dikendalikan oleh operator yang sama. Ketika penggunaanterminal-
terminal tersebut mendekati70 persen, tiba waktunya untukmeningkatkan sarana-saranany auntuk
mengakomodasi meningkatnya permintaan. Perluasan dapat dirancangsebagai sebuah terminal yang
terpisahdengan satu operator mengendalikanseluruh kegiatan dari dermaga hinggake gerbang. Suatu
konsesi dapat dibuatuntuk menarik minat operator baruuntuk berinvestasi di terminal
tambahantersebut. Maka timbullah persainganantara kedua operator.
Ketika penggunaan terminal yang baru mendekati 70 persen, peluang lain muncul untuk
memperluas persaingan dengan memberikan konsesi untuk terminal lain kepadaoperator ketiga.
Pendekatan seperti ini dapat dimasukkan ke dalam rencana induk, ketika para perencana pelabuhan
memikirkan bagaimana caranya pelabuhan akan memenuhi permintaan yang diperkirakan.
Selainitu, para perencana dapat menerapkan gerbang-gerbang yang terpisah dan menyediakan
tempat-tempat bersandar dan penyimpanan yang memadai untuk membuat satu atau lebih terminal
terpisah.
Kebijakan Persaingan Modern Regulator persaingan usaha dibentuk saja, ukuran konsentrasi itu
diterapkan pada operator terminal yang bersaing di pasar yang sama. Bisa saja pasar ini adalah
daerah pedalaman yang dilayani pelabuhan-pelabuhan tersebut. Atau, regulator dapat menggunakan
Herfindahl-Hirschman Index (HHI). Seperti uji CR, HHI berupaya mengukur konsentrasi pasar,
tetapi sekaligus mempertimbangkan pangsa pasar setiap pelaku terbesar untuk mendapatkan
gambaran yang lebih akurat entang dinamika persaingan di pasar tersebut. melakukannya dalam
keadaan luar untuk memastikan bahwa perusahaan- Pasar dengan CR4 dari 80 persen biasa: dalam
situasi darurat atau ketika fasilitas dan layanan pelabuhan tidak efektif/efisien. Jika operator swasta
diberi izin, jangka waktunya lima tahun (setelah itu mereka harus menyerahkan aset-aset penting
Kondisi Maritim Indonesia, Kondisi Perdagangan Nasional, Kondisi 241
Pelabuhan dan Pelayaran Nasional dan Indonesia Sebagai Poros Maritim Dunia
kepada negara) dan izin hanya dapat diperpanjang jika keadaan awal belum berubah. Pembatasan
ini membuat harapan menurunkan biaya tinggi terminal khusus peti kemas menjadi hampir tidak
mungkin. Daftar negatif kondisi investasi Indonesia membatasi investasi asing di sektor pelabuhan
hingga 49 persen. Hal ini dapat menurunkan niat operator global, yang ingin mengendalikan
terminal agar berkinerja baik, untuk memasuki pasar. Selain itu, Pelindo dikecualikan dari UU
persaingan usahaIndonesia sehingga dapat berperilaku anti persaingan usaha. Berbeda dengan
negara lain yang membatasi kepemilikan (seperti Chili membatasi persentase terminal lain yang
dapat dimiliki oleh operator terminal yang ada) atau jumlah konsesi (seperti Meksiko membatasi
jumlah konsesi yang dapat dimiliki oleh operator terminal di kedua pantai), Indonesia tidak
menerapkan pembatasan semacam itu kepada Pelindo. Dengan demikian, secara teoritis, adalah
mungkin bagi Pelindo perusahaan bertindak secara kompetitif.
Kebijakannya biasanya didasari oleh pemahaman tentang struktur pasar. Secara teoritis,
apabila suatu perusahaan (atau operator pelabuhan) melanggar ambang batas sehingga menjadi
perusahaan dominan, regulator langsung waspada, karena perusahaan itu berpotensi berperilaku
monopolistik. Bila pesaing tidak bertindak adil, pelaku pasar (atau pembeli jasa) dapat mengajukan
pengaduan. Sebelum bertindak, regulator terlebih dahulu akan menilai kebenaran pengaduan
tersebut. Seringkali, mereka terlebih dahulu melihat sejauh mana suatu pasar terkonsentrasi. Jika
pasar gat terkonsentrasi, pasar tersebut terdiri dari satu perusahaan dominan atau lebih. Pada
awalnya, regulator dapat berupaya mengukur pasar dengan menghitung rasio konsentrasi. Tes ini
ini menggabungkan informasi tentang jumlah perusahaan dan ukurannya, atau konsentrasinya.
Rasio konsentrasi (CR, concentration ratios) (CR) mengukur persentase total penjualan dalam suatu
industri yang dilakukan oleh beberapa perusahaan besar tertentu. Dalam konteks pelabuhan, ini
dapat berarti persentase peti kemas yang ditangani oleh operator terminal terbesar atau kelompok
operator terbesar. CR kemungkinan berperilaku dengan satu cara jika masing-masing dari keempat
anggota teratas memiliki pangsa pasar 20 persen, dan dengan cara yang sangat berbeda jika satu
anggota memiliki pangsa pasar 50 persen dan tiga perusahaan lainnya hanya memiliki 10 persen.
HHI ditentukan dengan menambahkan kwadrat dari pangsa pasar.
Negara yang berbeda menggunakan kriteria berbeda untuk menentukan apakah suatu pasar
sangat terkonsentrasi. AS menggunakan HHI dan melihat angka yang lebih dari 1800 sebagai
indikasi pasar yang sangat terkonsentrasi. Dalam proses penyaringan awal di Jerman, ada dugaan
tentang dominasi pasar jika suatu perusahaan memiliki sekurang-kurangnya sepertiga pangsa pasar.
Inggris menganggap perusahaan memegang monopoli atau posisi dominan jika mengendalikan
sekurangnya 25 persen pasar. Di Australia, otoritas anti-monopoli akan menyelidiki usulan
merger/akuisisi jika CR4 akan menghasilkan pangsa 75 persen atau lebih (ketika perusahaan yang
merger menguasai setidaknya 15 persen pasar), atau jika perusahaan yang merger akan memiliki
pangsa pasar 40 persen atau lebih. untuk menunjukkan dominasinya mengacu pada n operator
terminal dengan menetapkan harga yang terbesar di industri ini. (Jadi, jika tiga operator terbesar
menangani 90 persen Penerapan salah satu dari standar tersebut pada program Kemitraan. Tidak
adanya persaingan di sektor pelabuhan mengakibatkan meningkatnya harga dan menurunnya
produktivitas.Warga Indonesia membeli barang impor dengan harga lebih mahal, dan ekspor
Indonesia menjadi lebih mahal dari ekspor dari negara- negara yang pelabuhannya lebih efisien.
peningkatan persaingan, masih ada beberapa hambatan. BUMN Pelabuhan (Pelindo) masih
menguasai lahan, dan operator terminal swasta hanya boleh menawarkan jasa penanganan kargo
umum dengan syarat-syarat yang sangat ketat. Pembatasan investasi asing di sektor pelabuhan di
Indonesia dapat mengurangi minat operator global untuk berinvestasi di terminal. Pelindo, di sisi
lain, dikecualikan dari UU Persaingan Usaha Indonesia. Regulator persaingan usaha dibentuk untuk
memastikan perusahaan berperilaku secara kompetitif. Jika ada pengaduan, regulator seringkali
memulai langkahnya dengan memeriksa sejauh mana pasar didominasi oleh hanya beberapa
perusahaan. Pasar di negara-negara yang memiliki program Kemitraan Pemerintah-Swasta dalam
sektor pelabuhan tersukses di dunia umumnya hanya memiliki satu atau sedikit perusahaan yang
dominan. Dengan demikian, meski Indonesia mengurangi hambatan erhadap persaingan,
kemungkinan hasilnya adalah pasar yang didominasi oleh segelintir perusahaan saja.
Jika regulator akhirnya menangani suatu kasus, fokus penyelidikan terutama tertuju ada
keadaan, apakah konsumen atau pengguna jasa ekspedisi memiliki pilihan. Lingkungan
oligopolistik yang akan muncul di Indonesia menunjukkan perlunya kerangka peraturan untuk
mengawasi persaingan di pelabuhan. Kebijakan pelabuhan Indonesia mendukung regulasi dengan
minimal intervensi. Alih-alih menentukan harga, peraturan dapat digunakan untuk memantau
kinerja operasional, tingkat tarif, kinerja keuangan, dan penentuan seberapa banyak pilihan yang
dimiliki para pengguna dan pengusaha jasa ekspedisi. Kemenhub dapat memegang tanggung jawab
untuk meningkatkan persaingan pelabuhan dan memantau perilaku yang sesuai dengan persaingan
usaha.
Indonesia merupakan negara kepulauan yang dua per tiga wilayahnya adalah perairan dan
terletak pada lokasi yang strategis karena berada di persilangan jalur perdagangan internasional
berbasis transportasi laut. Sehingga peran pelabuhan sebagai pintu perdagangan Ekonomi
Internasional sangatlah vital bagi kegiatan ekonomi Indonesia. Oleh karena itu, keberadaan
pelabuhan menjadi kunci utama pemerintah untuk menggerakkan aktivitas ekonomi dan
mengundang masuk investasi. Berikut rentang perjalanan Perusahaan Pelabuhan Indonesia 2.
Didirikannya Perusahaan Negara (PN) Pelabuhan Indonesia I sampai dengan VIII pada
tahun 1960 bertujuan untuk mengelola dan membangun pelabuhan di seluruh nusantara. Tidak lama
kemudian, pada tahun 1964 aspek operasional Pelabuhan dilakukan oleh lembaga pemerintah yang
disebut Badan Pengelolaan Pelabuhan. Sementara itu, untuk aspek komersial tetap dibawah kendali
PN Pelabuhan I sampai dengan VIII.
Pada tahun 1979, tingginya aktivitas di Pelabuhan Tanjung Priok dengan mulai padatnya
arus lalu lintas kargo membuat Pelindo 2 sebagai PN diberi mandat oleh pemerintah untuk
melakukan pembangunan kawasan Pelabuhan Tanjung Priok yang dibiayai oleh Bank Dunia,
dimana proses pengerjaannya dipimpin oleh staf ahli Direktorat Jenderal Perhubungan Laut RI
(yang kelak akan menjadi salah satu dirut Pelindo 2), yaitu Richard Joost Lino. Menariknya
pembangunan ini menjadikan Pelabuhan dengan lalu lintas tersibuk di Indonesia ini sebagai
Pelabuhan dengan infrastruktur dan fasilitas terbaik di Asia dan sejajar dengan Pelabuhan yang ada
di Singapura, Hong Kong dan Jepang.
Kondisi Maritim Indonesia, Kondisi Perdagangan Nasional, Kondisi 243
Pelabuhan dan Pelayaran Nasional dan Indonesia Sebagai Poros Maritim Dunia
Selesainya pembangunan Terminal Peti Kemas 1 pada tahun 1980 dan Terminal Peti
Kemas 2 pada tahun 1982 menjadi bukti pesatnya perkembangan dan pembangunan yang dilakukan
oleh Perum Pelindo 2 untuk menjadikan Pelabuhan Tanjung Priok sebagai ikon dan tolak ukur
infrastruktur dan fasilitas serta, kegiatan kepelabuhanan di Indonesia. Hal ini terwujud dengan
menjadi benchmark (acuan) dan best practices (praktik terbaik) di Asia untuk kegiatan pengelolaan
dan pembangunan pelabuhan. Tercatat hingga saat ini, terdapat beberapa negara yang pernah
menjadikan Pelindo 2 cabang Tanjung Priok sebagai benchmarking pembangunan pelabuhan
dinegara mereka, dari Malaysia, Thailand dan Republik Rakyat Tiongkok serta Korea Selatan
hingga Uni Emirat Arab.
Pelindo 2 sebagai BUMN untuk mencari rekanan baru sekaligus melepas kepemilikan aset
pelabuhan Tanjung Priok sebagai langkah untuk mengisi kekurangan kas perusahaan yang hampir
default, karena hampir semua transaksi dilakukan dengan menggunakan Dolar Amerika. Hal ini
bertepatan dengan kesepakatan paket normalisasi kegiatan ekonomi dari International Monetary
Fund yang di tandatangani oleh Presiden Indonesia (saat itu) Soeharto bersama Direktur IMF saat
itu, Michael Camdesus sebesar US$ 40 Miliar yang mendorong BUMN untuk mengurangi besaran
kepemilikan dan bekerjasama dengan investor asing sebagai langkah untuk berkompetisi secara
terbuka dan adaptabel. Menindaklanjuti kesepakatan itu, Pelindo 2 langsung menyusun program
pelelangan terbuka Pelindo 2 terhadap kedua Terminal Peti Kemas 1 dan 2 dengan skema KSO
(Kerja Sama Operasional) yang bertujuan untuk, pertama meningkatkan keuntungan perusahaan,
kedua mendorong kelayakan ekonomi perusahaan untuk mengembangkan Terminal Peti Kemas
baru dan ketiga menggali pengalaman dengan memanfaatkan jaringan global rekanan kerjasama
untuk membuat kegiatan kepelabuhanan di Tanjung priok secara ekonomi menjadi menguntungkan.
Pelelangan yang dilakukan pada tahun 1997 ini menjadikan Hutchison Ports (Perusahaan asal Hong
Kong yang dibentuk di Kepulauan Virgin Britania Raya yang mengoperasikan pelabuhan di 52
Negara dengan 26 Terminal Peti Kemas) keluar sebagai rekanan yang sesuai dengan kriteria dan
syarat yang ditentukan oleh Pelindo 2, kesepakatan diraih oleh kedua pihak pada tahun 1999 dengan
kepemilikan sebesar 51% milik Hutchison Ports, 48,9% milik Pelindo 2 dan sisanya milik Koperasi
pegawai Maritim dengan jangka waktu selama 20 tahun dengan nilai kontrak investasi sebesar US$
423 Juta dengan upfront payment sebesar US$ 243 Juta (sebelum pengembalian aset JICT 2)
dengan skema pengembangan dan pengelolaan pelabuhan bahwa, Pelindo 2 harus membeli aset
yang dikerjasamakan dengan harga pasar yang sesuai dan kesepakatan ini baru saja diamandemen
dengan perubahan kepemilikan sebesar 51% dimiliki oleh Pelindo 2 dan sisanya dimiliki oleh HPH
dan besaran kontrak yang telah diperbarui dengan nilai sebesar 486,5 Juta dengan upfront payment
sebesar US$ 215 Juta (setelah pengembalian aset JICT 2) dengan skema pengembangan dan
pengelolaan pelabuhan Built-Operate-Transfer yang dinilai lebih menguntungkan ketimbang
kesepakatan sebeumnya, meski nilai pembayaran dimuka lebih sedikit, karena dialokasikan ke
dalam belanja infrastruktur dan fasilitas baru yang nantinya akan dipindahtangankan
kepemilikannya kepada Pelindo kembali.
Memasuki milenium baru, masuknya Richard "Manneke" Joost Lino kedalam jajaran
Pelindo 2 oleh Menteri BUMN saat itu, Sofyan Djalil pada Bulan Mei 2009, menjadi tonggak awal
perubahan di dalam Pelindo 2. Alumni Fakultas Teknik Sipil ITB Tahun 1977 yang pernah
membidani kelahiran Pelabuhan Tanjung Priok itu kembali, setelah Ia sukses mengembangkan
Pelabuhan Sungai Guigang, Provinsi Guangxi yang dikelola oleh Aneka Kimia Raya memimpin
Pelindo 2 dengan penuh ketegasan, keberanian dan kelugasan yang tinggi dengan cara yang cerdas
dan tidak kenal kompromi. Lino memutar balikkan situasi dan kondisi Pelabuhan Tanjung Priok
yang semula kumuh, tidak terawat dan ketinggalan jaman. Mula-mula, Lino melakukan revitalisasi
kompetensi SDM yang berkecimpung di perusahaan badan usaha milik negara (BUMN) itu, agar
mental untuk melayani tetap ada, bukan sebaliknya. Reformasi Sumber Daya Manusia terjadi
dengan perombakan standar pengisian jabatan berdasarkan kompetensi, bukan dengan melobi
direksi atau pejabat tinggi. Pelindo 2 (kini menjadi IPC) pun melakukan investasi besar-besaran di
human capital development. Tercatat lebih dari 500 pegawai dikirim ke berbagai Institusi berkelas
dunia, baik di dalam dan luar negeri untuk mengikuti pelatihan, kuliah pascasarjana, dan program
executive master of business administration (MBA).
Kondisi Maritim Indonesia, Kondisi Perdagangan Nasional, Kondisi 245
Pelabuhan dan Pelayaran Nasional dan Indonesia Sebagai Poros Maritim Dunia
Tidak hanya itu, Lino juga menata akses lalu lintas keluar-masuk pelabuhan yang selama
ini sering terkenal dengan antrean macet dan semrawut dan penataan kawasan pelabuhan dengan
melakukan pembenahan, termasuk fasilitas utama dan pendukungnya mendorong manajemen untuk
mengatur pembelian alat-alat baru untuk mengganti peralatan yang lama, usang dan lambat. Kini,
antrean tersebut telah terurai dan menghasilkan arus lalu lintas yang lancar dan akomodatif bagi
semua dan penataan kawasan pelabuhan berhasil melipatgandakan daya tampung kontainer dan arus
lalu lintas kargo dipelabuhan hingga mencapai 7,2 TEUs. Lebih dalam lagi, untuk arus lalu lintas
peti kemas sebelum dilakukan penataan kawasan, Dalam 10 tahun sejak 2000, volume container
traffic di Tanjung Priok hanya tumbuh di kisaran 100.000 hingga 200.000 TEUs dari 2,4 juta TEUs
per tahun ketika itu menjadi 3,8 juta TEUs pada 2009. Namun, sejak penataan dilakukan,
pertumbuhan arus lalu lintas kontainer melesat menjadi 4,7 juta TEUs pada 2010, 5,7 juta TEUs
pada 2011, dan 7,2 juta TEUs hingga kuartal III-2012. Selain itu, data juga menunjukkan bahwa,
sebelum penataan dilakukan, pelayaran langsung menuju Jakarta hanya mengambil pangsa sebesar
35% dari keseluruhan lalu lintas kapal kontainer di Asia Tenggara, selebihnya melalui tiga
pelabuhan tetangga, yaitu Pelabuhan Singapura, Tanjung Pelepas, dan Port Klang (dua terakhir di
Malaysia). Pada 2010, pelayaran langsung ke Tanjung Priok mencapai 71% dan setahun kemudian
menjadi 82%. Hal ini mendorong IPC (Pelindo 2) untuk menggulirkan berbagai proyek untuk
meningkatkan daya tampung pelabuhan, dari daya tampung kontainer hingga dermaga sandar dan
bongkar muat kapal, serta fasilitas terkait yang tentunya akan memberikan keuntungan bagi Pelindo
2, dari proyek pembangunan Terminal Pelabuhan Kalibaru, Tanjung Priok, Pelabuhan Tanjung
Sauh, Batam, untuk menjadi transhipment hub port; dan Pelabuhan Sorong, Papua, untuk menjadi
hub port ke kawasan Pasifik Barat. Menurut perhitungan yang sudah disusun, direncanakan bahwa,
laba Pelindo 2 akan mencapai diatas Rp 20 triliun pertahun dengan peningkatan nilai aset, dari Rp
11 triliun menjadi Rp 40 triliun.
berdatangan. Perusahaan EMKL kini justru ingin langsung melayani rute menuju Tanjung Priok
tanpa harus membongkar muat kontainer ke kapal-kapal kecil di Singapura atau Tanjung Pelepas.
Meski kualitas pelayanan birokrasi (Bea dan Cukai dll) dalam Logistic Performance Index menurun,
secara menyeluruh, malah jadi membaik. Padahal, ini belum termasuk dengan pengembangan
infrastruktur. Tidak hanya itu, berkat kegigihannya membangun sistem dan manajemen, oleh KPK
Ia juga diberi penghargaan sebagai instansi pemerintah yang melayani publik dengan baik dan
setelah itu, reputasinya diakui dunia. Perusahaan yang ia pimpin pun memperoleh pendapatan yang
bagus berkat negosiasinya dengan HPH yang mengelola pelabuhan lama. Meski ada yang
mengatakan bahwa prosesnya melanggar hukum. Namun, dari kajian hukum yang dilakukan
Fakultas Hukum UI, justru apa yang dilakukan telah sesuai dengan koridor hukum. Lino adalah
contoh pejabat yang tertib dan selalu mengkaji segala kebijakan yang akan diambil.
Terminal Petikemas Kalibaru atau sering disebut sebagai NPCT adalah proyek
pengembangan Pelabuhan Tanjung Priok yang dilaksanakan oleh Pelindo 2 yang bekerjasama
dengan investor asal Singapura dan Jepang, yaitu Mitsui & Co., NYK Line dan Port of Singapore
Authority. Proyek yang diinisiasi sejak tahun 2010 ini diteken kontraknya pada pertengahan tahun
2012 dan diresmikan pembangunannya pada tahun 2013 awal. Pembangunan NPCT ini tergolong
cepat, karena urgensinya yang besar dan proyek ini masuk kedalam program prioritas pemerintahan
saat itu, Masterplan Percepatan, Pembangunan dan Perluasan Ekonomi Indonesia 2011-2015. Di
dalam program tersebut, pengembangan pelabuhan ini ditujukan untuk menjadi gerbang
perdagangan utama Indonesia ke pasar global dengan memanfaatkan momentum pengembangan
dan pembangunan pelabuhan Tanjung Priok untuk bersaing secara global dalam sektor
kepelabuhanan. Pengembangan dan pembangunan pelabuhan ini terbagi atas 2 tahap sekaligus.
Tahap 1, pengembang bersama rekan investor akan membangun kompleks pelabuhan dan bongkar
muat dari tahun 2012-2019 dengan luas sebesar 180 Ha yang mampu menampung lalu lintas kargo
kontainer dan kargo produk hingga mencapai 4,5 Juta TEU's dan 10 Juta M3, area tambat kapal
sepanjang 4000 Meter dengan biaya mencapai sebesar US$ 2,5 Miliar. Pada tahap 2, pengembang
dan rekan investor akan melanjutkan pembangunan komplek pelabuhan pada tahun pembangunan
2019-2024 dengan luas sebesar 300 Ha yang mampu menampung lalu lintas sebesar 8 Juta TEU's,
area tambat kapal untuk bongkar muat sepanjang 4000 Meter dengan biaya mencapai sebesar US$
2,2 Miliar. Hal ini tentunya akan meningkatkan kapasitas maksimum pelabuhan dengan arus lalu
lintas pertahun hingga mencapai 20 Juta kontainer berukuran 20 kaki, diikuti dengan pendalaman
kolam berlabuh kapal hingga mencapai kedalaman -16 Meter Dpl akan mendorong perusahaan
pelayaran logistik untuk memperbesar kapasitas angkut kontainer kapal mereka dari rata-rata
bekapasitas 3.000 kontainer TEU's menjadi 10.000 kontainer TEU's, bahkan lebih yang nantinya
berdampak pada meningkatnya kapasitas muat kontainer kapal seiring dengan makin layaknya
Kondisi Maritim Indonesia, Kondisi Perdagangan Nasional, Kondisi 247
Pelabuhan dan Pelayaran Nasional dan Indonesia Sebagai Poros Maritim Dunia
infrastruktur pelabuhan untuk menampung kapal berukuran besar.[4] Tentunya akan menarik untuk
melihat langkah berbagai perusahaan pelayaran logistik berbasis maritim dari Maersk Lines
(Denmark), OOCL (Hong Kong), Evergreen (Taiwan), Hapag-Lloyd (Jerman) dan UASC (Uni
Emirat Arab) hingga Samudera Indonesia, Tanto Intim Line, Mentari Line hingga Temas Line
mendorong globalisasi perdagangan Indonesia ke pasar internasional dengan makin efektifnya
kegiatan dan efisien serta layak. Dimana Pelabuhan Tanjung Priok akan disandari kapal-kapal
berukuran besar seperti di pelabuhan negara tetangga seperti Keppel Port, Singapura; Port Klang,
Malaysia dan Pelabuhan Laem Chabang, Thailand.
Selain itu, sebagai rangka untuk mengembangkan kegiatan interkonektivitas logistik yang
efektif, efisien dan terintegrasi dikawasan hinterland, perlu adanya diversifikasi moda transportasi.
Saat ini, ruang interkonektivitas logistik dikawasan ini saat terbatas, oleh karena itu diusulkanlah
alternatif yang lebih efektif, modern dan rendah biaya dalam bentuk jaringan jalur air pedalaman
dengan menggunakan tongkang. CBL Inland Waterways akan menghubungkan Pelabuhan Tanjung
Priok dengan kawasan industri di sekitar Cibitung, Cikarang, dan Karawang dengan memanfaatkan
arus CBL Canal. Pengembangan kanal CBL Inland Waterway dengan total panjang 25 km ini,
terdiri dari proses pelebaran dan pengerukan kanal dan juga termasuk pembangunan sebuah
Waterway Terminal Inland di sekitar Cikarang Industrial Estate. Pembangunan ini diharapkan
menjadi solusi yang tepat untuk mengurangi kepadatan lalu lintas di jalan tol dikawasan industri dan
menjadikan biaya logistik semakin kompetitif. CBL Inland Waterway diharapkan dapat
meningkatkan arus peti kemas volume yang menuju Pelabuhan Tanjung Priok dari Cibitung,
Cikarang, dan daerah Karawang, dengan total kapasitas dalam fase operasional penuh 3 juta TEUs
per tahun.
Lematang hingga muara luar untuk jarak 200 km. Perkembangan ini juga meliputi kompleks
bongkar muat terminal batubara di Muara Enim dan transshipment terminal batubara di Muara
Lematang.Pembangunan terminal ini juga akan mendukung Kawasan Ekonomi Khusus (KEK) baru
yang akan dikembangkan Tanjung Api - Api.
Kijing Deep Sea Water Port Terminal. Pembangunan Pelabuhan Laut Dalam Kijing
berawal dari urgensi yang mendesak, bahwa pelabuhan yang ada di Pontianak tidak mampu
menampung lalu lintas kargo yang meningkat. Hal ini tentunya diakibatkan oleh beberapa
permasalahan dilapangan, pertama dangkalnya kedalaman kolam labuh kapal untuk bersandar yang
diakibatkan oleh tingginya sedimentasi di muara sungai yang terus meningkat, otomatis pengerukan
bukan solusi yang layak. Terakhir, tingginya kapasitas muat kargo yang mulai melebihi kapasitas
rasio hunian kontainer diakibatkan oleh berbagai pembangunan infrastruktur kota dikawasan muara
sungai yang berdampak pada terbatasnya kapal besar untuk masuk dan berlabuh. Kebutuhan
pembangunan Pelabuhan Kijing ini berbanding lurus dengan pertumbuhan ekonomi provinsi
Kalimantan barat yang terus berkembang. Pelabuhan Kijing akan menjadi pelabuhan DSWP (Deep
Sea Water Port) pertama di Indonesia yang akan menangani lalu lintas pengangkutan berbasis
kontainer dan kargo curah yang nantinya akan menjadi gerbang perdagangan Kalimantan Barat. Hal
ini tentunya mendorong economical feasibility dalam pendirian dan pembentukkan kawasan industri
seiring dengan meningkatnya lalu lintas kargo. Selain itu, posisi strategis Pelabuhan Kijing yang
langsung berhadapan dengan jalur perdagangan laut Internasional tersibuk didunia menjadikan
beneficial effect bagi pembangunan Pelabuhan Kijing dimana setiap tahun arus lalu lintas yang
bergerak menuju Indonesia mencapai rata-rata 8% pertahun, otomatis pembangunan ini akan
memungkinkan Indonesia untuk meningkatkan pertumbuhan arus lalu lintas kapal kargo yang sesuai
dengan teknologi yang diterapkan diberbagai negara lain. Pembangunan Pelabuhan Laut Dalam
Kijing bagi Pelindo menjadi strategis untuk mengurai keterbatasan Pelabuhan Pontianak, dari
dangkalnya alur kolam labuh sandar kapal, tidak mencukupinya lapangan penapungan kontainer
yang terus meningkat. Memaksimalkan kesempatan ekonomi dari Kalimantan Barat melalui
Pembangunan Pelabuhan Laut Dalam Kijing sangatlah tepat, karena multiplier effect (efek
berganda) yang dihasilkan menjadi kunci utama untuk tetap menggerakkan pertumbuhan dan
aktivitas ekonomi dikawasan ini dan terdapat alasan utama Pelabuhan Kijing Pelabuhan.
Pembangunan Pelabuhan Laut Dalam Kijing sangat menarik bagi perusahaan pengiriman logistik
kargo. Karena selesainya pembangunan Pelabuhan ini akan mengundang datangnya kapal berukuran
besar seperti dinegara tetangga, dimana rata-rata kapal yang datang memiliki kemampuan angkut
dari ukuran 10.000 kontainer berukuran 20 kaki, bahkan lebih. Hal ini tentunya akan menekan biaya
pengiriman yang signifikan dan alokasi waktu yang digunakan akan berkurang drastis, karena kapal
kargo berbasis kontainer berukuran besar tidak perlu lagi transit di Singapura untuk memindahkan
kargo. Singkatnya, penggunaan biaya untuk pengiriman dan pemanfaatan waktu akan menciptakan
efek berganda bagi kegiatan ekonomi dikawasan Pelabuhan Laut Dalam Kijing yang nantinya
menjadi tonggak awal untuk memanfaatkan kesempatan dan mengembangkan kesempatan ekonomi
di Kalimantan Barat. Upaya memberdayakan kembali pelabuhan sangat penting untuk memastikan
bahwa pelabuhan dapat memberikan seluruh potensinya untuk berkontribusi dalam pembangunan
Indonesia. Agar berhasil, diperlukan proses transisi yang terencana dengan baik, dengan penekanan
pada pengem- bangan SDM dan klaster industry Upaya reformasi yang sedang berlangsung saat ini
di sektor pelabuhan Indonesia sangat diperlukan. Pada masa lalu, sistem pelabuhan nasional tidak
dikelola dengan baik. Akibatnya, pelabuhan belum dapat berkontribusi secara maksimal terhadap
pertumbuhan ekonomi Indonesia. Pelabuhan di Indonesia hanya berfungsi sebagai pelabuhan
pengumpan (feeder port). Data tahun 2009 menunjukkan bahwa setiap tahun sekitar 90 persen kargo
yang masuk dan keluar Indonesia dialih-kapalkan melalui pelabuhan- pelabuhan hub internasional
Kondisi Maritim Indonesia, Kondisi Perdagangan Nasional, Kondisi 249
Pelabuhan dan Pelayaran Nasional dan Indonesia Sebagai Poros Maritim Dunia
yang berada di negara-negara tetangga. Sejak didirikan pada tahun 1991, perusahaan pelabuhan
milik Negara (Pelindo I sampai IV) belum dapat beroperasi dengan efisiensi maksimal atau
berinisiatif membangun pelabuhan hub internasional. Halini bukan sepenuhnya kesalahan
manajemen, karena setiap Pelindo tersebut harus melakukan subsidi silang untuk kegiatan
operasinya dan menghasilkan laba dalam jumlah yang ditentukan sebagai kontribusi pada
pendapatan negara.
Selain itu, Pelindo harus beroperasi dengan standar beragam yang ditetapkan oleh
Kementerian BUMN dan Kementerian Perhubungan. Akibatnya, timbul ketidakpastian usaha dan
ketidakpastian hukum bagi para petugas administrasi, manajer, dan pengelola, serta calon investor
pelabuhan. Penafsiran yang beragam terhadap peraturan yang ada menyebabkan munculnya
pembebanan biaya tanpa adanya pelayanan. Pertumbuhan Menimbulkan Kondisi Mendesak Kondisi
tersebut cukup menjadi alasan untuk melakukan tindakan meskipun dalam situasi yang statis,
apalagi peran pelabuhan dalam perekonomian terus berkembang. Karena aliran kargo dunia terus
meningkat selama dekade terakhir, upaya untuk mereformasi dan mengembangkan sektor pelabuhan
Indonesia m enjadi semakin mendesak. Berbagai kajian menunjukkan bahwa selama 20 tahun
mendatang aliran peti kemas di Indonesia akan meningkat secara dramatis, dari 8,8 juta TEU1 pada
tahun 2009 diperkirakan akan menjadi 30 juta TEU pada tahun 2020, dan 48 juta TEU pada tahun
2030. Kargo curah kering dan cair diperkirakan akan meningkat sebesar 50 persen sepanjang decade
mendatang dan 50 persen lagi mulai tahun 2020 sampai 2030.
Oleh karena berfokus pada struktur pasar, dan bukan kinerja pasar, tes- tes ini tidak
menentukan sejauh mana konsumen (atau pengguna dan pengusaha jasa ekspedisi) memiliki
alternatif yang dapat digunakan. Pilihan konsumen (atau opsi pengguna jasa ekspedisi) sebenarnya
250 Bisnis Maritim
adalah faktor yang paling kritis dalam menentukan ada tidaknya masalah anti-monopoli,sedangkan
faktor lainnya, seperti tingkat laba atau profitabilitas, tidak terlalu penting, walau regulator ekonomi
cenderung berfokus pada faktortersebut dalam regulasi yang digunakan saat ini (mungkin karena
konsumen tidak punya pilihan atau pilihannyasangat terbatas). Jika regulator akhirnya menyelidiki
suatu kasus, penyelidikan difokuskan terutama pada masalah yang sangat kritis ini.
Dengan memantau faktor yang menentukan cara operator bersaing, Indonesia dapat
menghindari tantangan yang lebih sulit berupa keharusan menentukan harga. Sebaliknya, regulator
akan mengharuskan operator terminal untuk mengajukan tarif, melaporkan indikator operasional
tertentu, dan menyerahkan laporan keuangan tahunan serta informasi keuangan lainnya terkait
dengan laba atau tingkat pengembalian modal. Perjanjian layanan, yaitu kontrak antara operator dan
pengusaha jasa ekspedisi, juga harus diajukan berdasarkan aturan kerahasiaan untuk memastikan
tidak adanya perilaku diskriminatif. Dan operator juga harus diwajibkan untuk melaporkan niatnya
melakukan merger dengan atau mengakuisisi perusahaan lain.
Sebagaimana disebutkan di atas, Indonesia masih perlu mengatasi hambatan yang ada
dalam pengembangan persaingan usaha. Jika tidak diatasi dalam waktu dekat,para pelaku pasar saat
ini dapat terus menggunakan dominasinya dengan menguasai lahan yang seharusnya tersedia untuk
operator baru, atau meningkatkan harga monopoli untuk mengukuhkan dominasinya. Kemenhub
memiliki peran yang jelas untuk memastikan lapangan usaha yang kompetitif. Jika posisi monopoli
para operator terminal tidak diatasi, hal itu juga dapat menghambat investasi di sektor ekonomi
lainnya.
Selain dalam urusan bisnis, dunia pelayaran juga tak luput dari keamanan dan keselamatan
pelaku-pelaku yang terlibat didalamnya . maka dari itu ada aturan atau pedoman yang wajib diikuti
Kondisi Maritim Indonesia, Kondisi Perdagangan Nasional, Kondisi 251
Pelabuhan dan Pelayaran Nasional dan Indonesia Sebagai Poros Maritim Dunia
oleh pelaku dunia pelayaran tersebut, diantaranya adalah ISM code. International Safety
Management Code diartikan sebagai peraturan manajemen keselamatan internasional untuk
keamanan maupun keselamatan pengoperasian kapal dan pencegahan pencemaran yang ditetapkan
oleh International Maritime Organization / IMO yang masih bisa diamandemen.
Berdasarkan data kecelakaan yang dianalisis oleh IMO diketahui bahwa kecelakaan kapal yang
disebabkan oleh kesalahan manusia (human error) sebesar 80% dan dari seluruh kesalahan
manusia tersebut diketahui pula bahwa sekitar 80% diantaranya diakibatkan oleh
buruknya manajemen (poor management) perusahaan pelayaran (ISM training, 2010). Sistem
manajemen perusahaan pelayaran atau operator kapal berpengaruh kuat terhadap keadaan
kelaiklautan kapal.
PT. Maritim Barito Perkasa sebagai salah satu perusahaan pelayaran yang telah
tersertifikasi ISM Code selama 4 tahun sampai dengan tahun 2014 dalam perjalanannya masih
memiliki beberapa masalah dalam penerapan kebijakan sistem manajemen keselamatan pelayaran
baik dikapal maupun dikantor. Di PT. Maritim Barito Perkasa Banjarmasin, penerapan kebijakan
sistem manajemen keselamatan pelayaran pada pelaut sebagai karyawan laut perusahaan
pelayaran merupakan aset yang terpenting dalam pengoperasian kapal. Keselamatan pelayaran di
kapal khususnya dalam perairan Alur Barito harus diperhatikan karena merupakan daerah pelayaran
yang sempit dan lalu lintas yang padat. Kecelakaan kapal seperti tubrukan antar kapal atau bahkan
dengan rumah penduduk sekitar Alur Barito sering terjadi akibat kurangnya pengalaman pelaut
dalam mengoperasikan kapal dan masih minimnya pengetahuan dan kesadaran mengenai
implementasi kebijakan sistem manajemen keselamatan pelayaran di atas kapal sehingga
perusahaan dituntut harus memiliki pelaut yang memiliki pengalaman beroperasi di Alur Barito
dan memiliki kesadaran serta pengetahuan untuk menerapkan kebijakan sistem manajemen
keselamatan pelayaran di atas kapal. Selain dikapal, karyawan perusahaan kantor juga dituntut
kesadaraan dan pengetahuannya untuk menerapkan kebijakan sistem manajemen keselamatan
pelayaran sebagai salah satu persyaratan standar International Safety Manajement / ISM Code.
3. Untuk mengetahui solusi apa saja yang harus diambil untuk mengatasi kendala-
kendala yang timbul atau yang dihadapi dalam pengimplementasian Kebijakan Sistem
Manajemen Keselamatan Pelayaran/ ISM Code di PT. Maritim Barito Banjarmasin ?
Kebijakan adalah rangkaian konsep dan asas yang menjadi garis besar dan rencana dalam
pelaksanaan suatu pekerjaan/kepemimpinan dan cara bertindak (Balai Pustaka, 2007). Menurut
Ealau dan Pewitt (1973) (Edi Suharto, 2008), kebijakan adalah sebuah ketetapan yang berlaku,
dicirikan oleh perilaku yang konsisten dan berulang baik dari yang membuat atau yang
melaksanakan kebijakan tersebut.
Menurut Titmuss (1974) (Edi Suharto,2008), kebijakan adalah prinsip- prinsip yang
mengatur tindakan dan diarahkan pada tujuan tertentu. Kebijakan adalah suatu ketetapan yang
memuat prinsip-prinsip untuk mengarahkan cara bertindak yang dibuat secara terencana dan
konsisten untuk mencapai tujuan tertentu. Definisi Implementasi Kebijakan
Implementasi adalah merupakan salah satu tahap dalam sebuah proses kebijakan publik.
Biasanya implementasi dilaksanakan setelah sebuah kebijakan dirumuskan dengan tujuan yang
jelas. Implementasi adalah merupakan suatu rangkaian aktifitas dalam rangka menghantarkan
kebijakan-kebijakan kepada masyarakat sehingga kebijakan tersebut dapat membawa hasil
sebagaimana yang diharapkan (Afan Gaffar, 2009: 295).
a. Studi dokumen
Berdasarkan hasil penelitian didapat bahwa praktek program ISM Code di perusahaan
yang menyangkut implementasi program-program ISM Codedan penerapan prosedur-prosedur
yang terdapat didalam SMK sudah baik, rencana penganggaran dana untuk mendukung
program-program ISM Code juga sudah baik, sesuai dengan prinsip penerapan elemen-elemen
ISM Code yang dipersyaratkan. Semua subjek penelitian melaksanakan program ISM Code secara
tersistem, terorganisir oleh komite ISM Code dan sesuai dengan prinsip ISM Code. Implementasi
program ISM Code di perusahaan adalahperusahaan mempunyai komite ISM Codedengan
komitmen dan kebijakanISM Code yang ditandangani top manajemen serta dievaluasi setiap tahun,.
Semua subjek penelitian melaksanakan bentuk-bentuk program ISM Code.
Selanjutya semua subjek penelitian sudah mengevaluasi program ISM Code yang telah
dilaksanakan baik dikapal maupun di perusahaan.Evaluasi program ISM Code yang telah dilakukan
dikapal dan perusahaan adalah perilaku dalam bentuk tindakan yang sudah konkrit, berupa
perbuatan atau action terhadap situasi dan atau rangsangan dari luar.
Hasil penelitian juga menunjukkan permasalahan yang dihadapi oleh perusahaan menuntut
perusahaan untuk mempertimbangkan secara matang dampak- dampak yang ditimbulkan dari
permasalahan yang muncul ketika Sistem Manajemen Keselamatan Pelayaran / ISM Code
perusahaan dijalankan dalam hal ini perusahaan dituntut untuk dapat menyediakan sumber daya
manusia yang memiliki kompetensi dalam melakukan identifikasi, penilaian dan pengendalian
terhadap Sistem manajeman keselamatan pelayaran perusahaan. Sarana dan Prasarana harus dapat
menunjang terlaksananya sistem manajemen kesalamatan pelayaran perusahaan untuk
254 Bisnis Maritim
Hasil penelitian ditemukan bahwasumber daya manusia, budaya atau sikap kerja dan
struktur organisasi menjadi faktor-faktor permasalahan di PT. MBP terkait penerapan Kebijakan
Keselamatan Pelayaran/ ISM Code.
Dapat disimpulkan bahwa solusi yang harus diambil oleh PT. MBP untuk
mengatasimasalah-masalah tersebut adalah sebagaiberikut :
2. Meningkatkan peran dan fungsi semua sektor dalam pelaksanaan ISM Code.
Berdasarkan hasil penelitian yang telah dilakukan, dapat disimpulkan bahwa kendala-
kendala atau permasalahan yang timbul dalam Implementasi Sistem Manajemen Keselamatan
Pelayaran di PT. Maritim Barito Perkasa (MBP)adalah sebagai berikut :
2. Ketersediaan dan kehandalan SumberDaya Manusia (SDM) Kapal, dalam hal ini
crew kapal PT. MBP yang masih belum memadai, terutama dalam hal kemampuan memahami
sistem manajemen keselamatan (terkendala penguasaan bahasa) dan pemahaman Sistem
Manajemen Keselamatan (SMK) perusahaan.
Analisis faktor internal dan eksternal merupakan faktor yang sangat penting dalam
merumuskan strategi bersaing perusahaan. Analisis lingkungan internal terdiri dari fungsi-fungsi
Manajemen (perencanaan, pengorganisasian, pemotivasian, penempatan staf, dan pengontrolan) dan
fungsi-fungsi bisnis (pemasaran, keuangan, produksi/operasi, sistem informasi manajemen dan
penelitian dan pengembangan)
Dalam merumuskan strategi bersaing yang tepat bagi perusahaan dapat dilakukan melalui
tahap-tahap sebagai berikut (David, 2012) :
1. Tahap Input
2. Tahap Pencocokan
a. Matriks (SWOT)
Matriks SWOT adalah sebuah alat pencocokan yang penting yang membantu para manajer
mengembangkan empat jenis strategi : Strategi SO (kekuatan-peluang), Strategi WO (kelemahan-
peluang), Strategi ST (kekuatan-ancaman), dan Strategi WT (kelemahan- ancaman).
b. Matriks SPACE
Matriks SPACE merupakan kerangka empat kuadran yang menunjukkan apakah strategi
agresif, kinservatif, defensif atau kompetitif yang paling sesuai untuk suatu organisasi tertentu.
Sumbu-sumbu Matriks SPACE menunjukkan dua dimensi internal (kekuatan finansial [financial
stregth-FS] dan keunggulan kompetitif [competitive advantage-CA]) serta dua dimensi eksternal
(stabilitas lingkungan [environmental stability-ES] dan kekuatan industri [industry strength IS]).
Martiks Strategi Besar (Grand Strategy) telah menjadi sebuah alat yang dipopulerkan
untuk merumuskan suatu strategi alternatif. Matriks Strategi Besar didasarkan pada dua dimensi
evaluatif : posisi kompetitif dan pertumbuhan pasar (industri).
3. Tahap Keputusan
Konsep dan Fenomena Bisnis. Perusahaan pelayaran niaga adalah perusahaan yang
mengoperasikan kapal untuk mencari pendapatan melalui usaha pengangkutan barang (khususnya
barang dagangan) atau penumpang, melalui laut, baik yang dilakukan antar pelabuhan-pelabuhan
dalam wilayah sendiri maupun antarnegara (Kosasih dan Soewedo, 2007).
Adanya peluang yang besar di dalam aktivitas perdagangan khususnya dalam industri
pelayaran ini membuat pertumbuhan perusahaan di industri pelayaran meningkat. Peningkatan
pertumbuhan perusahaan pelayaran jasa pengangkutan juga terjadi pada jasa pengangkutan batu
bara akibat melimpahnya sumber daya alam batu bara. Dalam website resmi Kementerian
Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) mengatakan bahwa total sumber daya batubara di
Indonesia diperkirakan mencapai 105 miliar ton, dimana cadangan batu bara diperkirakan 21 miliar
ton. Tambang batubara utama berlokasi di Sumatera Selatan, Kalimantan Timur dan Kalimantan
Selatan.
Disisi lain, HBA (Harga Batubara Acuan) pada bulan Mei 2012 mencapai 102,12 dollar
AS, turun menjadi 96,65 dollar AS pada Juni, dan kembali turun menjadi 87.56 dollar AS pada
bulan Juli. Adanya tren penurunan harga batubara terjadi sejak November 2011 akibat kelebihan
produksi akan berdampak pada produktivitas perusahaan pelayaran.
258 Bisnis Maritim
Metode pengumpulan data yang digunakan adalah metode wawancara dan observasi.
Dalam penelitian digunakan metode wawancara semiterstruktur (Semistructure interview) adalah
jenis wawancara yang termasuk dalam kategori in- depth interview, di mana dalam pelaksanaannya
Kondisi Maritim Indonesia, Kondisi Perdagangan Nasional, Kondisi 259
Pelabuhan dan Pelayaran Nasional dan Indonesia Sebagai Poros Maritim Dunia
lebih bebas bila dibandingkan dengan wawancara terstruktur. Tujuan dari wawancara jenis ini
adalah untuk menemukan permasalahan secara lebih terbuka, di mana pihak yang diajak
wawancara diminta pendapat dan ide- idenya. Dalam melakukan wawancara, peneliti perlu
mendengarkan secara teliti dan mencatat apa yang dikemukakan oleh informan (Sugiyono, 2008).
Observasi sebagai teknik pengumpulan data mempunyai ciri yang spesifik bila dibandingkan
dengan teknik yang lain, yaitu wawancara dan kuesioner. Kalau wawancara dan kuesioner selalu
berkomunikasi dengan orang, maka observasi tidak terbatas pada orang, tetapi juga obyek-obyek
alam yang lain. Teknik pengumpulan data dengan observasi digunakan bila penelitian
berkenaan dengan perilaku manusia, proses kerja, gejala-gejala alam dan bila responden yang
diamati tidak terlalu besar (Sugiyono, 2008).
Analisa data menggunakan teknik data reduction, data display dan conclusion
drawing/verification. Reduksi data merupakan rangkuman atau memilih hal-hal yang dianggap
pokok sehingga dapat memberikan gambaran yang lebih jelas serta mempermudah peneliti
untuk melakukan pengumpulan data selanjutnya. Reduksi data bertujuan agar data yang didapat
tidak bertumpuk sehingga dapat mempersulit proses analisis data selanjutnya. Data display
dilakukan setelah hasil dari reduksi data telah tersusun. Data display dalam penelitian kualitatif
dapat dilakukan dalam bentuk tabel, grafik, pie chard, pictogram dan sejenisnya. Dengan penyajian
data tersebut, maka data terorganisasikan, tersusun dalam pola hubungan sehingga mudah dipahami.
Langkah ketiga dalam analisis data kualitatif adalah penarikan kesimpulan dan verifikasi.
Kesimpulan yang didapat masih bersifat sementara dan tidak menutup kemungkinan akan
mengalami perubahan apabila tidak ditemukan bukti-bukti yang kuat untuk mendukung pada
tahap pengumpulan data berikutnya. (Sugiyono, 2008)
Analisis faktor internal dan eksternal merupakan proses yang sangat penting dalam
merumuskan strategi bersaing perusahaan. Analisis lingkungan internal terdiri dari fungsi- fungsi
Manajemen dan fungsi-fungsi bisnis. Analisis lingkungan eksternal terdiri dari lingkungan makro
menggunakan PEST-C analysis dan lingkungan industri menggunakan model lima kekuatan Porter
(Porters Five- forces). Selanjutnya menurut Fred. R. David (2012) untuk menetapkan strategi yang
paling tepat dalam sebuah perusahaan maka perlu dilakukan tiga tahapan kerja yaitu tahap input,
tahap pencocokan dan tahap pengambilan keputusan.
1. Perencanaan
2. Pengorganisasian
260 Bisnis Maritim
3. Pemotivasian
Motivasi yang diberikan perusahaan dengan melalui peran pemimpin kepada karyawan
agar karyawan lebih giat dalam bekerja dan menunjukkan serta memberikan hasil kinerja terbaiknya
kepada perusahaan. Perusahaan menyiapkan fasilitas kantor sebagai bentuk pemotivasian karyawan.
Perusahaan juga memberikan insentif atau bonus terhadap karyawan yang memberikan hasil kerja
yang baik. Kepuasan kerja karyawan yang ada di perusahaan selama ini baik-baik saja. Setiap ada
permasalahan di lapangan disampaikan dan dengan cepat ditanggapi oleh pemimpin. Komunikasi
yang kiranya merupakan kata penting dalam manajemen. Komunikasi dua arah yang baik telah
dilakukan perusahaan untuk mendapatkan dukungan dari setiap karyawan yang ada beserta
pemimpin perusahaan.
4. Penempatan Staff
5. Pengendalian
mempunyai planning budget, memiliki tingkat efektif kerja serta efisiensi biaya operasional dan
memperhatikan biaya yang tidak perlu dikeluarkan dengan memperhatikan prioritas anggaran
project agar tidak lost cost.
sangat tua dan berperan besar dalam membentukkebudayaan di Nusantara yang terpengaruh oleh
kebudayaan India, TimurTengah, dan Tiongkok.
5.15. Poros Maritim Modern
Peta maritim dunia telah berubah di masa modern ini akibatkebangkitan Tiongkok yang
memiliki surplus SDM yang besar. Pada dasarnyahanya tersisa dua poros maritim dunia di era
modern ini, yaitu poros maritimNusantara dan poros maritim Asia Timur. Poros maritim Asia Timur
adalahporos maritim baru yang dikuasai oleh Korea Selatan dan Tiongkok. Porosmaritim Nusantara
tetap berada di tangan Singapura. Poros lainnya sepertiYunani, Mediterania, New England, dan
Persia, telah kalah bersaing.
Walau begitu,Yunani tetap mampu memperoleh banyak manfaat dari sejarahkelautan yang
panjang lewat armada lintas samudera yang telahdibangunnya. Yunani saat ini merupakan negara
terbesar dalam kelautandengan mengendalikan 16% armada kapal dunia dalam hal tonase.
Jepangwalaupun kalah dalam persaingan di poros Asia Timur tetap mampumendapat banyak
manfaat lewat armada penangkap ikan yangmemanfaatkan keterbukaan geografisnya dengan
Samudera Pasifik.Keberlangsungan poros maritim Nusantara hingga masa moderndibandingkan
poros maritim lain di dunia menunjukkan bahwa kawasan AsiaTenggara merupakan kawasan yang
sangat strategis dan berperan dalammenentukan kegiatan pelayaran dan perdagangan dunia. Walau
begitu,pemain utama di poros maritim Nusantara bukanlah Indonesia.
Ukuran lautanyang besar tampaknya justru menjadi kendala dibandingkan pemain utamanya,
Singapura, yang merupakan negara terkecil di poros ini. Meskipunsebagai negara yang luas
wilayahnya tidak seberapa, terlebih dibandingdengan negara tetangganya Malaysia dan Indonesia,
akan tetapi Singapuratelah memiliki perhatian yang begitu besar terhadap peran kemaritiman
didalam mendukung optimalitas perekonomian negaranya. Sehingga negarayang sangat minim
dengan kandungan sumber daya alam ini telah menjadiraksasa ekonomi dengan hanya
memanfaatkan sektor kelautan dankemaritiman. Hal ini sangat bertolak belakang dengan kondisi
yang ada diIndonesia. Sebagai sebuah negara yang luas perairannya lebih dominan dariluas daratan,
ternyata Indonesia sejauh ini belum memberikan perhatianserius dalam memanfaatkan geostrategis
negara yang merupakan potensiyang sangat eksotik.
Padahal ketika kembali berpijak dengan obyektifitassejarah Nusantara, maka dua kerajaan
besar di wilayah negara ini telahsangat optimal memanfaatkan wilayah Nusantara untuk mencapai
predikatgemilang menuju kemegahan sebuah peradaban.
5.16 Persaingan antar Negara di dalam Poros Maritim
Semua poros maritim mengalami persaingan antar negara. PorosYunani merupakan kawasan
persaingan Romawi dan Yunani, porosmediterania menjadi persaingan antara Umayah dan Spanyol,
poros Persiamenjadi persaingan antara negara-negara Teluk (Irak, Iran, Kuwait, ArabSaudi, Bahrain,
dan Uni Emirat Arab), poros New England menjadipersaingan Kanada dan AS, poros Nusantara
menjadi persaingan Malaysia,Singapura, dan Indonesia, dan poros Asia Timur menjadi
persainganTiongkok, Korea Selatan, dan Jepang. Dari semua kasus, Yunani, Umayah,Uni Emirat
Arab, AS, Singapura, dan Tiongkok menjadi negara pemenang disetiap poros.Terdapat empat faktor
yang menyebabkan kemenangan negara-negara ini. Pertama, armada samudera. Yunani berhasil
menang dalampersaingan di porosnya karena orientasinya bukan saja lokal, namun global.Kapal-
kapal berbendera Yunani dapat ditemukan di berbagai pelabuhan didunia, jauh dari porosnya. Hal
ini memberikan sarana pemasaran yang baiksekaligus strategi menjemput bola yang memungkinkan
ketertarikan dari
pihak-pihak yang ingin berdagang di kawasan tersebut. Kedua, invasi militer.Umayah
memenangkan persaingan di poros Mediterania ketika ia berhasilmenaklukkan Afrika Utara,
menyeberang ke Semenanjung Iberia danakhirnya menaklukkan Spanyol. Invasi ini memungkinkan
seluruh wilayahporos dikuasai dan negara mampu memonopoli kawasan.Ketiga, pembangunan
Kondisi Maritim Indonesia, Kondisi Perdagangan Nasional, Kondisi 263
Pelabuhan dan Pelayaran Nasional dan Indonesia Sebagai Poros Maritim Dunia
ekonomi secara agresif. Uni Emirat Arab danSingapura memenangkan persaingan di kawasan Persia
dan Nusantarakarena memiliki agresivitas tinggi dalam pembangunan infrastruktur.Pembangunan
ini tentunya ditopang oleh aliran dana besar. Dalam kasus UniEmirat Arab, kelimpahan minyak
bumi memungkinkan hal ini sementaradalam kasus Singapura, investasi dari negara-negara
berkompeten sangatmembantu menggerakan ekonomi negara tersebut. Pembangunaninfrastruktur
ini menarik kapal-kapal untuk memilih bersandar di negaratersebut ketimbang negara pesaingnya.
Keempat, sumber daya manusiayang sangat besar. AS dan Tiongkok berhasil menang karena
jumlahpenduduk yang jauh melebihi para pesaingnya. Jumlah personil kelautanyang besar ini
membuat produktivitas yang tinggi dari kedua negara dalammemproduksi barang-barang eksotis
yang akan dijual di negara lain.
5.17 Keruntuhan Poros Maritim
Pada akhirnya, poros Yunani, Persia, New England, dan Mediteraniaharus redup dan tak lagi
menjadi poros dunia. Poros Yunani runtuh karenablokade Usmaniyah, kemelut politik, dan
perkembangan terusan Suez. PorosPersia runtuh karena menipisnya cadangan minyak dan
konflikberkepanjangan. Poros New England runtuh karena jenuh dan orientasi duniaterarah ke
Pasifik. Poros Mediterania redup karena sepeninggal Umayah,negara-negara Iberia terorientasi pada
penjelajahan samudera yang lebihmenjanjikan. Dari gambaran ini, Indonesia perlu belajar untuk
menjagakeberlanjutannya jika telah menjadi poros maritim dengan menjagakeamanan dan
pertahanan, stabilitas politik, dan terus melakukan eksplorasisumber-sumber eksotis.
5.18 NKRI sebagai Poros Maritim Dunia
Untuk dapat membangkitkan Indonesia sebagai sebuah poros maritim dunia,ada dua jalan:
mengalahkan Singapura atau menjadi sebuah poros pusat. Opsi pertama akan sangat sulit karena
Singapura telah jauh meninggalkan Indonesia danmemiliki kampanye negatif yang efektif
dalam menjauhkan kapal-kapal dari kawasanlaut dalam Indonesia. Selain itu, budaya konsumtif dan
orientasi darat yang telahsangat lama terjadi di Indonesia harus terlebih dahulu dihilangkan sebelum
berupayamengalahkan Singapura.Opsi yang lebih mungkin adalah menjadikan kembali Indonesia
sebagai porossentral.
Hal ini dilakukan dengan menggiatkan kembali perdagangan laut dalamIndonesia, menjamin
keamanan pelayaran di laut dalam, dan upaya promosi gencarproduk-produk khas Indonesia ke
pasar mancanegara. Upaya ini dilakukan secaramerata agar seluruh kawasan Indonesia dapat
memperoleh aliran pelayaran yangseimbang. Potensi-potensi sebenarnya ada dan tinggal di bawa ke
permukaan lewatupaya pemasaran yang agresif. Papua masih belum banyak dieksplorasi
padahalmemiliki sumberdaya yang langka dan bernilai jual tinggi, begitu pula Kalimantan,Sulawesi,
dan Nusa Tenggara.Berpijak pada potensi alami yang dimiliki oleh Indonesia, maka
geostrategisNKRI merupakan suatu alasan krusial yang tidak dapat dibantahkan lagi; menjadisuatu
variabel utama dalam peran Indonesia sebagai Poros Maritim Dunia. Luaswilayah (Dua pertiga
kawasan Asia Tenggara adalah wilayah kedaulatan Indonesia.
Selain itu, dua pertiga perairan Asia Tenggara merupakan perairan yurisdiksiIndonesia) dan
bentuk negara yang merupakan negara kepulauan sertakestrategisan letak negara (Indonesia terletak
pada posisi silang, yakni di antara duabenua, yaitu Benua Asia dan Australia; serta di antara dua
samudera, SamuderaHindia dan Samudera Pasifik), menjadi faktor pendorong utama dalam
mengukurkemampuan Indonesia dalam menyandang predikat tersebut. Dari bahasan sebelumnya
telah dijelaskan beberapa faktor yang menjadikunci kemenangan berbagai negara pada persaingan
dalam poros maritim, yaituarmada samudera, invasi militer, pembangunan ekonomi secara agresif
dan sumberdaya manusia yang sangat besar. Indonesia memiliki tiga strategi
untuk menjadikandirinya poros maritim dunia baru. Strategi invasi militer merupakan strategi
yangtidak mungkin, sementara strategi armada samudera, pembangunan infrastruktur,dan
264 Bisnis Maritim
pengembangan sumberdaya kelautan adalah strategi yang sangat mungkin bagiIndonesia. Sebagai
salah satu negara terbanyak penduduknya di dunia, pemerintahtinggal mengarahkan masyarakat
agar tertarik pada mata pencarian di bidangkelautan. Penganggaran yang lebih baik dapat dilakukan
untuk mendorongpembangunan infrastruktur yang membantu penyaluran hasil kreatifitas
maupunsumberdaya alam negara lewat laut.
Begitu pula, posisi Indonesia yang berbatasandengan dua samudera sekaligus memungkinkan
negara ini untuk mengembangkanarmada samudera untuk kawasan barat (Sumatera Jawa) maupun
timur (Maluku Papua) yang menjelajah Samudera Hindia dan Pasifik. Presiden Joko Widodo pada
Pertemuan Puncak Asia Timur (EAS) memaparkan lima pilar yang akan dilaksanakan Indonesia
sebagai poros maritim dunia, yaitu (1)Pembangunan budaya maritim (2) Komitmen menjaga dan
mengelola sumber dayalaut dengan fokus membangun kedaulatan pangan laut melalui
pengembanganindustri perikanan dengan menempatkan nelayan sebagai pilar utama (3) Komitmen
mendorong pengembangan infrastruktur dan konektivitas maritim denganmembangun tol laut,
pelabuhan laut dalam, logistik, dan industri perkapalan, sertapariwisata maritim. (4) Diplomasi
maritim yang mengajak semua mitra Indonesiauntuk bekerja sama pada bidang kelautan (5) Sebagai
negara yang menjadi titiktumpu dua samudera, Indonesia berkewajiban membangun kekuatan
pertahananmaritim. Kelima pilar tersebut merupakan pondasi yang ideal untuk
memudahkanpencapaian dalam program poros maritim dunia yang dicanangkan oleh
pemerintah.Kelima pilar tersebut menjadi pedoman bagi pemerintah dalam
mengalokasikanpembangunan kemaritiman pada berbagai bidang yang terkoneksi dalam
aspekkemaritiman tersebut. Namun demikian, untuk mencapai keberhasilan programPoros Maritim
Dunia, pemerintah harus benar-benar menerapkan kelima pilartersebut yang disertai pengawasan
dan evaluasi sehingga program tersebut dapatberjalan secara signifikan.
a. Kesepakatan Bangsa Sebagai Poros Maritim Dunia
Kelengahan sekian lama yang telah meninabobokan Indonesi sehingga jauh dari peran yang
menjadi kodrat sesungguhnya; harus dibayarmahal. Hal ini dapat dilihat dari pemanfaatan hasil laut
yang masih jauh dibawah standar normatif. Bahkan kerugian dari sektor perikanan, setiap
tahunIndonesia menderita kerugian sekitar Rp 300 triliun akibat kasus pencurianoleh kapal asing.
Belum lagi kerugian dari pencurian BMKT (barang muatankapal tenggelam) yang dilakukan oleh
asing maupun masyarakat lokal. Dapatpenulis katakan bahwa kemunduran wilayah ini, ketika masih
bernamaNusantara atau belum optimalnya kemajuan negara saat ini; dikarenakanbelum adanya
gerakan kembali ke laut yang tentu saja harus diikuti dengansebuah kesepakatan seluruh bangsa.
Kesepakatan merupakanpenyederhananaan keinginan, tuntutan dan kepentingan. Jadi artinya
seluruhbangsa harus bersanding untuk benar-benar melaksanakan programkemaritiman secara
krusial sehingga Indonesia dapat menuju sebagai PorosMaritim Dunia. Hal ini dapat penulis katakan
adalah cita-cita yang sangatmasuk akal.
Alasan pertama adalah karena geostrategis negara yang memang sangat unik dan merupakan
alur pelayaran banyak kapal dariberbagai negara dengan berbagai kepentingan pula. Kedua,
sejarahNusantara telah mendeskripsikan secara tegas bahwa kerajaan besar yangterdapat di tanah air
memanfaatkan aspek kemaritiman secara krusialsehingga mampu mengoptimalkan perannya dalam
poros maritim nusantaraklasik.Kesepakatan seluruh bangsa Indonesia merupakan kata kunci
untukmenyukseskan Poros Maritim Dunia yang telah diprogramkan pemerintah.Sesungguhnya
dengan adanya kesepakatan secara universal, maka penulisbegitu yakin bahwa persoalan bangsa
yang sedang dihadapi akan dapattereliminir bahkan dientaskan secara kualitatif. Ketika kesepakatan
untukmenggerakkan diri sebagai Poros Maritim Dunia telah dilaksanakan olehseluruh bangsa
dengan rangkaian gerakan yang sama, maka secara sinergisgerakan tersebut akan menciptakan
kerjasama terbaik dan menghasilkanaplikasi yang sinergistik (Teori Sinergitas; James A.F. Stoner
and CharlesWankel, 1986).
Kondisi Maritim Indonesia, Kondisi Perdagangan Nasional, Kondisi 265
Pelabuhan dan Pelayaran Nasional dan Indonesia Sebagai Poros Maritim Dunia
Ketika kita berpijak pada Teori Siklus, yang menjelaskan mengenaisiklus suatu keadaan atau
situasi, baik dalam lingkaran mikro ataupun makro,maka alasan mendasar sehingga terjadinya suatu
siklus adalah alasangeografi. Maka bukan sesuatu yang mustahil apabila kebesaran Sriwijaya
danMajapahit akan kembali terulang dalam episode yang berbeda manakalaimplementasi menuju
Poros Maritim Dunia teraplikasi sesuai dengan tatananyang ideal. Hal ini sesuai dengan pendapat
seorang pengamat militer danpertahanan, Connie Rahakundini Bakrie, yang menyatakan kalau
Indonesiapaham betapa pentingnya posisi geopolitiknya, sebenarnya Indonesia bisamenjadi lebih
kuat dibandingkan Sriwijaya dan Majapahit.
Linear denganpendapat tersebut, Menteri Kelautan dan Perikanan Susi Pudjiastuti menyatakan
bahwa masa depan Indonesia berada di laut, seperti jugaNusantara pernah jaya pada masa lalu
karena laut. Kejayaan Indonesia akan menjadi kenyataan manakala kesepakatanseluruh bangsa
Indonesia untuk kembali ke laut dengan jalanmengoptimalkan peran pemerintah dan rakyat
bersama-sama, akan menjadienergi yang besar sehingga program poros maritim dunia akan dapat
berjalanoptimal. Sriwijaya dan Majapahit ketika di masanya telah mengoptimalkangeostrategis
nusantara sebagai wilayah kekuasaannya yang secara dominanadalah lautan, optimalitas tersebut
adalah pilihan yang tepat sehingga keduakerajaan tersebut menjadi kerajaan besar yang disegani
oleh kerajaan-kerajaan lain dikarenakan kekuatan militernya yang berorientasi
kemaritiman,ekonomi yang berorientasi kemaritiman, sosial budaya yang berorientasikemaritiman,
sehingga aspek politik kedua kerajaan itu menjadi politik yangberdasarkan geostrategis yang
dimiliki.
5.19Maritime Doctrine
"Usahakanlah agar kita menjadi bangsa pelaut kembali. Ya, bangsapelaut dalam arti seluas-
luasnya. Bukan sekedar menjadi jongos-jongos dikapal, bukan. Tetapi bangsa pelaut dalam arti
kata cakrawala samudera.Bangsa pelaut yang mempunyai armada niaga, bangsa pelaut
yangmempunyai armada militer, bangsa pelaut yang kesibukannya di lautmenandingi irama
gelombang lautan itu sendiri."(Ir. Soekarno, 1953)
Presiden pertama RI telah menyadari bahwa bangsa Indonesia telahkehilangan jatidirinya
sebagai bangsa pelaut beratus-ratus tahun lamanyaakibat penjajahan bangsa asing serta disorientasi
bangsa yang diarahkanoleh penguasa pada masa itu dan semakin komplek permasalahannyakarena
penjajahan Belanda dan Jepang. Kesadaran berpijak padakemaritiman sebagai tolakan positif untuk
meningkatkan pembangunannegara sesuai dengan geografi wilayahnya, dilaksanakan oleh
PresidenJokowi dengan program menjadikan Indonesia sebagai Poros Maritim Dunia.Hal itu dapat
dilihat dari pidatonya yang berbunyi: Kita ingin menjadi bangsa yang bisa menyusun
peradabannya sendiri. Bangsa besar yang kreatif yang bisa ikut menyumbangkan keluhuran
bagiperadaban global. Kita harus bekerja dengan sekeras-kerasnya untukmengembalikan
Indonesia sebagai negara maritim. Samudra, laut, selat danteluk adalah masa depan peradaban
kita. Kita telah terlalu lamamemunggungi laut, memunggungi samudra, memunggungi selat
danteluk. Kini saatnya kita mengembalikan semuanya sehingga JalesvevaJayamahe, di Laut justru
kita jaya, sebagai semboyan nenek moyang kita di masa lalu, bisa kembali membahana (Ir. H. Joko
Widodo, 2014)
Ketika masa penjajahannya, Belanda berupaya secara optimal untukmenghilangkan semangat
persamaan yang dimiliki oleh bangsa ini. Salahsatu semangat yang dimiliki oleh bangsa Indonesia
adalah tumbuh sebagaibangsa pelaut. Kegagalan Cornelis de Houtman menginvasi Aceh
sehinggamenyebabkannya terbunuh pada tanggal 11 September 1599 Oleh Laksamana Malahayati
dengan kekuatan Maritimnya, merupakan pelajaranberharga yang tidak dapat dilupakan Belanda.
Menyikapi sejarah itu, makabelanda berupaya semaksimal mungkin untuk melaksanakan
266 Bisnis Maritim
budayadari keaslian bangsa ini. Hal itu bukan merupakan sebuah gerakan yang tidakmungkin.
Dapat penulis katakan bahwa tidak ada kemustahilan dalam hal inikarena sejarah kita telah bercerita
secara obyektif betapa besarnya bangsakita dahulu dengan berbagai kerajaan maritim yang
menguasai berbagaibangsa di dunia dan menguasai pula tanah dan wilayah bangsa-bangsa itu.
Gerakan budaya maritim dipandang sebagai langkah yang sangatstrategis untuk menggerakan
roda peradaban kemaritiman Indonesia untukmencapai kesuksesan sebagai Poros Maritim Dunia.
Hal ini dikatakandemikian karena budaya menjadi aspek pokok untuk menggeliatkanketerlibatan
rakyat di dalam program yang dicanangkan pemerintah. Denganadanya keterlibatan rakyat dalam
aspek ini, maka tentu saja kepedulian danrasa memiliki rakyat untuk mensukseskan program Poros
Maritim Dunia menjadi energi yang utama dalam konteks ini. Cara yang sederhanamenggerakan
budaya maritim adalah dengan jalan men-trigger daerah-daerah pesisir untuk menghidupkan
kembali budaya maritim yang dimiliki.Kebesaran sejarah di daerah tersebut akan terangkat dan
dijadikan sebagaisimbol pergerakan kemaritiman yang konsisten. Disatu sisi, pemerintah haruspula
memberikan predikat kepada daerah-daerah yang memiliki potensikemaritiman yang strategis
sebagai daerah istimewah. Hal ini bertujuan untukmenciptakan asumsi positif dalam menggerakan
roda kemaritiman secarakrusial. Ketika budaya kemaritiman ini telah bergerak, tidak
menutupkemungkinan hal ini akan menjadi potensi strategis untuk memancingkedatangan turis,
baik lokal maupun manca negara sehingga dapatmeningkatkan devisa negara.
5.21 Peran TNI AL Dalam Poros Maritim Dunia
TNI AL dalam upaya menjadikan Indonesia sebagai poros maritim barumemiliki sejumlah
peran. Pertama, TNI AL berperan dalam melindungikepentingan negara di laut. Agar dapat menjadi
sebuah poros maritim,perairan Indonesia harus terlindungi. Adanya perlindungan yang kuat dari
TNIAL memungkinkan pemerintah untuk menjalankan program-program strategisyang penting
khususnya dalam mendorong ekonomi kelautan yang bertopangpada keluasan laut Indonesia. Tanpa
jaminan keamanan yang baik di laut,kapal-kapal dagang asing akan berpikir dua kali untuk
memasuki kawasanperairan Indonesia. Hal ini dapat menghambat upaya menjadikan kawasan
inimenjadi kawasan yang penuh dengan aktivitas kelautan. Ancaman dapatdatang dari dalam atau
dari luar NKRI. Tekanan dari Asia Selatan, AsiaTimur, Inggris, dan Amerika Serikat sejak lama
telah muncul dan akansemakin kuat jika mereka semakin menilai kawasan laut NKRI
sangatberharga namun memiliki TNI AL yang lemah. Kedua, TNI AL berperan dalam menjaga
otoritas pemerintah.Konsekuensi menjadi negara yang padat dengan kegiatan kelautaninternasional
adalah meningkatnya kemungkinan konflik otoritas. Setiap kapal asing dapat membawa otoritas
negara lain yang selain mendorong ekonomi,dapat pula membawa maksud tersembunyi yang
mengancam kedaulatanNKRI.
Selain itu, eksploitasi tidak sah dapat dilakukan kapal asing misalnyadengan mengangkut
barang atau manusia yang tidak diizinkan sesuai hukumnasional. TNI AL berperan besar dalam
menjaga agar hal ini tidak terjadidengan melakukan pemeriksaan dan menerapkan prinsip kehati-
hatian padalalu lintas armada asing di kawasan NKRI. Langkah ini kemudianmembutuhkan adanya
pergeseran KRI dari laut dalam ke laut perbatasan.KRI harus terlihat langsung di kawasan
perbatasan ketika kapal-kapal asingmemasuki perairan Indonesia sehingga terlihat bahwa mereka
mendapatkanpengawalan dan merasakan keamanan sejak awal memasuki laut Indonesia,bukan dari
kapal-kapal kecil tetapi langsung dari KRI. Strategi ini telahdilakukan pula oleh Tiongkok lewat
strategi Jinyang fangyu yang menggeserkapal perang mereka yang di masa perang dingin hanya
bertugas di lautpesisir menjadi penjaga kawasan perbatasan laut yang jauh, khususnya dikawasan
Laut Tiongkok Selatan.
Ketiga, TNI AL berperan sebagai manajer konflik di laut. Seperti halnyadi darat, konflik
dagang di kawasan laut dapat terjadi antar sejumlah kapaldari beberapa negara. Sebagai contoh,
268 Bisnis Maritim
situasi seperti ini telah terjadi antaraInggris dan Amerika Serikat dalam kawasan perdagangan
Pasifik Hal inimenjadi lebih penting lagi ketika terjadi kasus yang melibatkan armada
kapalinternasional dengan ancaman dari dalam negeri misalnya pembajakan ataukonflik bersenjata
dengan pemberontak yang menyasar pada kapal asing dilaut Indonesia.Keempat, TNI AL berperan
sebagai pendorong pertumbuhan ekonomikelautan. Upaya TNI AL dalam mendorong ekonomi
kelautan dapatdijalankan dengan tiga cara. Pertama, dengan mengawasi adanyapencemaran dan
eksploitasi laut yang tidak berkelanjutan. Tumpahan minyakatau pukat harimau dapat mengancam
mata pencaharian penangkap ikandan akan semakin besar frekuensinya jika banyak terdapat kapal
besar dan tanker yang melintasi laut NKRI. Kedua, menjaga keseimbangan ekosistemikan dan
transportasi laut.
Armada laut yang besar dapat memberikangangguan bagi ekosistem ikan sehingga mendorong
menurunnya jumlah ikanakibat stress lingkungan, baik secara langsung lewat pencemaran,
maupunsecara tidak langsung lewat menurunnya aktivitas perkembangbiakan. Hal inikemudian
akan menurunkan produktivitas nelayan sehingga pada gilirannya,kapal-kapal yang ada hanya
merupakan kapal-kapal dagang berbasisekonomi darat, bukan ekonomi laut. Karenanya, dibutuhkan
wahanapenyeimbang yang melibatkan sejumlah pihak seperti LSM, KementerianPerikanan,
Kementerian Lingkungan Hidup, dan TNI AL. Ketiga, mendorongkemandirian perikanan. Finlandia
baru-baru saja melakukan studi untukmeningkatkan produksi ikan di negara ini yang menghasilkan
sejumlahrekomendasi Tidak ada alasan untuk menolak studi sejenis dilakukan dinegara ini. TNI AL
bertugas menjaga agar implementasi dari rekomendasiyang dihasilkan dalam upaya peningkatan
ekonomi perikanan ini dapatberjalan dengan baik.
Strategi & Kebijakan Indonesia Sebagai Poros Maritim Dunia.
Tiga Alur Laut Kepulauan Indonesia (ALKI) merupakan lorong lalu lintas maritim dunia.
Dua samudera strategis itu juga menyimpan kekayaan besar --energi dan sumberdaya laut lainnya
yang akan menentukan masa depan kemakmuran di kawasan.
Indonesia berada tepat ditengah-tengah proses perubahan strategis itu, baik secara geografis,
geopolitik, maupun geo-ekonomi.
Oleh karena itu, sebagai negara maritim, Indonesia harus menegaskan dirinya sebagai Poros
Maritim Dunia, sebagai kekuatan yang berada di antara dua samudera: Samudera Hindia dan
Samudera Pasifik.
Posisi sebagai Poros Maritim Dunia membuka peluang bagi Indonesia untuk membangun
kerjasama regional dan internasional bagi kemakmuran rakyat. (Bisnis.com, JAKARTA Pidato
Presiden Indonesia, Joko Widodo di East Asia Summit (EAS)).
Pidato yang disampaikan Presiden Joko Widodo tersebut mewakili visi dan gagasannya
mengenai Poros Maritim Indonesia, dalam pidato tersebut beliau juga menyampaikan mengenai
lima pilar utama yang harus diperhatikan dalam rangka mewujudkan visi dan gagasan yang beliau
sampaikan.Berikut kelima pilar utama tersebut :
1. Membangun kembali budaya maritim Indonesia
2. Menjaga dan mengelola sumber daya laut
3. Memberi prioritas pada pengembangan infrastruktur dan konektivitas maritim
4. Melalui diplomasi maritim, mengajak semua mitra-mitra Indonesia untuk bekerjasama di
bidang kelautan
5. Membangun kekuatan pertahanan maritim
Melalui kelima hal tersebut, Pak Jokowi yakin Indonesia akan menjadi Poros Maritim Dunia,
kekuatan yang mengarungi dua samudera, sebagai bangsa bahari yang sejahtera dan berwibawa.
Melihat hal tesebut dapat di lakukan analisis mengenai peluang dan tantangan yang harus dihadapi
Kondisi Maritim Indonesia, Kondisi Perdagangan Nasional, Kondisi 269
Pelabuhan dan Pelayaran Nasional dan Indonesia Sebagai Poros Maritim Dunia
Indonesia dengan kebijakan yang sudah dirumuskan oleh bapak Presiden Joko Widodo. Fungsi-
fungsi Bisnis
Berikut ini merupakan pembahasan untuk fungsi- fungsi bisnis yang ada di dalam perusahaan
Perusahaan.
1. Pemasaran
2. Keuangan
Perusahaan menggunakan gabungan dari modal sendiri dan pinjaman bank. Pemegang
saham yang besar/kecil nilainya diatur didalam AKTA pendirian perusahaan yang dibuat oleh
Notaris berdasarkan SK. Menteri Hukum dan HAM RI. Posisi modal perusahaan jika ditinjau dari
analisis keuangan, untuk saat ini biaya permodalan perusahaan belum cukup untuk kegiatan
operasional sehingga perlu mendapatkan suntikan dana dari pihak ketiga untuk ekspansi armada
baru. Modal untuk pendanaan operasional perusahaan saat ini belum mencukupi sebab dana
operasional cukup besar untuk menutupi biaya armada baru, dilihat dari jadwal dan perhitungan
angsuran bank belum selesai. Sistem penganggaran yang dilakukan Perusahaan untuk memenuhi
kebutuhan perusahaan dilakukan dengan sistem penganggaran dan pencacatan pinjaman bank yang
dicairkan sesuai dengan kebutuhan serta dilakukan pencatatan setiap transaksi biaya keluar atau
masuk mulai buku harian kemudian sampai ke buku bank atau buku besar. Kebijakan dividen yang
diterapkan perusahaan adalah devidennya setiap tahun dibagikan/akhir periode sesuai dengan
porsi/presentasi pemegang saham. Upaya perusahaan untuk menjalin hubungan dengan investor dan
pemegang saham dengan cara melakukan kerjasama dalam meningkatkan hubungan kerja secara
operasional yang dituangkan dalam suatu surat perjanjian kerja dengan kriteria bagi hasil, selalu
menjaga hak dan kewajiban tepat pada waktunya.
3. Produksi/Operasional
270 Bisnis Maritim
Penelitian dan pengembangan oleh perusahaan sangat diutamakan untuk menghadapi pasar
global maritim. Saat ini perusahaan telah memesan 2 unit ponton berukuran lebih besar yaitu 300 ft
dengan daya angkut: 8000 M3 dari Shanghai. Pengembangan perusahaan yaitu pembangunan
armada kapal baru. Misi bagian litbang untuk mendukung tujuan perusahaan, sebagai berikut:
1. Kekuatan Ekonomi
Inflasi sangat berpengaruh pada perencanaan anggaran biaya, khususnya pada pos tertentu
seperti projek pembangunan kapal dan instrumennya. Fluktuasi harga umumnya berpengaryh pada
plat kapal, mesin kapal, alat navigasi kapal, borongan kapal, biaya sewa tempat pembangunan kapal
dan transportasi barang. Semua itu sangat terasa pengaruhnya dalam budget project tersebut. Suku
bunga bank tidak terlalu berpengaruh terhadap perusahaan. Apabila suku bunga bank tidak stabil
atau cenderung naik meskipun perusahaan memiliki target standar, perusahaan tetap mengatur
kewajiban untuk membayar kewajiban - kewajibannya.
4. Kekuatan Teknologi
272 Bisnis Maritim
5. Kekuatan Kompetitif
Kebijakan pemerintah tidak ada batasan untuk pendatang baru lokal. Sebaliknya
pemerintah memberikan kemudahan-kemudahan kepada pendatang baru, khususnya pelayaran dari
luar negeri, untuk membuka usaha seluas- luasnya di tanah air. Dampak yang ditimbulkan dari
hadirnya pendatang baru adalah tingkat pendapatan lokal menurun karena harga di sekitar daerah
atau lokasi angkutan bersaing. Dampaknya terhadap perusahaan menyebabkan harga (freight
charter) turun dan lokasi muat harus mengantri. Dalam hal ini, upaya perusahaan untuk
mengantisipasi pendatang baru adalah meningkatkan perawatan (maintenance) kapal, ditingkatkan
kerjasama antar departemen agar lebih professional dan mencari informasi tentang peluang baru
angkutan.
otomatis menurun dan berdampak terhadap perubahan biaya operasional dan peningkatan
pelayanan. Konsumen memiliki peran yang penting dalam menentukan tarif jasa pengangkutan
sebelum terjadi transaksi angkutan muatan dengan pemilik kapal dan barang, lalu membuat draft
kontrak dan pasal-pasalnya. Konsumen bisa menghitung biaya operasional dan peka terhadap
banyaknya penawaran kapal terhadap konsumen.
Pemasok juga memiliki kekuatan dalam menekan harga perusahaan. Kekuatan pemasok ini
mengacu pada adanya tekanan pemasok dalam bisnis yaitu dengan menaikkan harga, menurunkan
kualitas, atau mengurangi ketersediaan produk mereka. Pemasok dari perusahaan yaitu para mitra
perusahaan dari perusahaan batubara, kayu, toko-toko, bengkel dan usaha dagang. Supplier batubara
adalah perusahaan yang bergerak dalam industri batubara. Ketergantungan perusahaan terhadap
pemasok tergantung sebesar produksi muatan yang perlu diangkut, tergantung dari kebutuhan dan
keperluan kapal atau kantor dan kebutuhan perlengkapan kapal. Kendala yang sering
dijumpai terhadap pemasok antara lain keterlambatan barang tiba di tempat/kantor/kapal, perubahan
harga dan permintaan kapal mendadak tidak dibuat perencanaan dari pemasok, sehingga
berakibat terlambatnya kapal tiba dilokasi muat karena kapal perlu diisi BBM dan persiapan
dokumen.
4. Produk/Jasa Pengganti
Perusahaan tidak memiliki jasa pengganti sehingga tidak ada keunggulan dan
kelemahan produk/jasa pengganti dibanding jasa dari perusahaan. Perusahaan belum perlu
melakukan langkah antisipasi dalam menanggapi kehadiran dari jasa pengganti sehingga tidak
perlu membandingkan produk subtitusi tersebut relatif murah dibandingkan dengan produk
perusahaan.
Perusahaan memiliki beberapa pesaing besar yang memiliki armada cukup banyak di atas
50 set tugboat dan ponton (tongkang) dan pesaing lain yang memiliki level setara perusahaan
memiliki pangsa pasar sebesar 10%. Perusahaan dalam mengatasi para pesaingnya adalah dengan
cara mencari peluang-peluang atau muatan yang dibutuhkan, meningkatkan kapasitas produksi dari
standar menjadi lebih banyak/tinggi dan kualitas produksi lebih baik dari standar sebelumnya.
Berdasarkan uraian analisis faktor internal dan eksternal dan dari setiap matriks dalam
sub bab sebelumnya yang telah dijelaskan. Penulis dapat menyimpulkan menjadi satu dalam
temuan yaitu:
274 Bisnis Maritim
3. Upaya yang dilakukan perusahaan untuk mencapai target penjualan sesuai yang ditetapkan
adalah:
a. Membuat perencanaan kerja
b. Membuat lobi-lobi kepada customer
c. Mengontrol lokasi kerja
d. Mengendalikan pekerjaan-pekerjaan yang over lost budgete. Menyiapkan armada
kapal dan SDM yang baik serta berkualitas
4. Perusahaan melakukan upaya untuk menjaga ketersedian armada dengan membuat jadwal
(time schedule), kapal lalu mengontrol kesiapan armada kapal dan kru kapal kemudian
mencatat seberapa banyak lokasi atau jetty yang harus muat (loading) agar teratur dan
terarah. Pengaturan jumlah kapal yang dibutuhkan konsumen (penyewa) dan apabila
kurang manajemen harus menyiapkan armada tambahan baru.
5. Bentuk penyajian informasi untuk mendukung pembuatan keputusan di perusahaan melalui
database dengan dibuatkan presentasi seperti laporan keuangan.
a. Bagian pemasaran menyajikan data dari data-data perusahaan di dalam komputer yaitu
penawaran masuk.
b. Bagian keuangan menyajikan informasi hanya dari laporan keuangan dengan Microsoft
Excel.
c. Bagian operasional menyajikan informasi dari database komputer seperti surat-
surat kapal, kontrak kerja dan CV karyawan.
6. Faktor lingkungan eksternal yang sangat berpengaruh bagi perusahaan perusahaan adalah
kekuatan ekonomi, kekuatan politik, serta pemerintahan dan hokum.
7. Selama ini belum ada jasa pengganti untuk persewaan kapal angkut barang, sehingga
persaingan hanya dengan perusahaan-perusahaan dengan bidang usaha sejenis.
Berikut beberapa definisi dan peranan Pelabuhan : Menurut Undang-Undang No. 21 Tahun
1992 tentang Pelayaran Pelabuhan adalah tempat yang terdiri dari daratan dan perairan di sekitarnya
dengan batas-batas tertentu sebagai tempat kegiatan pemerintahan dan kegiatan ekonomi yang
dipergunakan sebagai tempat kapal bersandar berlabuh, naik turun penumpang maupun bongkar
muat barang yang dilengkapi dengan fasilitas keselamatan pelayaran dan kegiatan
penunjangpelabuhan serta sebagai tempat perpindahan intra dan antar moda transportasi. Menurut
Ensiklopedia Indonesia Pelabuhan adalah tempat kapal berlabuh(membuang sauh). Pelabuhan
modern cukup dilengkapi dengan los-los dan gudang besar,beserta pangkalan, dok dan crane yang
kuat untuk membongkar dan memuat perbekalan, batubara dan lain-lain. Menurut Bambang
Triatmodjo Pelabuhan adalah daerah perairan yang terlindung terhadap gelombang, yang
dilengkapai dengan fasilitas terminal laut meliputi dermaga di mana kapal dapat bertambat untuk
bongkar muat barang. Untuk menunjang dan memaksimalkan fungsi dan peranan nya dari sudut
tinjauannya (Bambang Triatmojo,2009) dan menurut kegiatannya (aji suraji). Dari segitinjauannya,
pelabuhan dibagi menjadi :
1. Segi penyelengaraa. Pelabuhan Umum Pelabuhan umum diselenggarakan dan berperan untuk
melayani kepentingan masyarakat umum. Penyelenggaraannya dilakukan oleh Pemerintahdan
pelaksanaannya dapat dilimpahkan kepada badan usaha milik Negara yang didirikan untuk maksud
tersebut. Pelabuhan khusus Pelabuhan khusus diselenggarakan dan berperan untuk melayani
kepentingan sendiri guna menunjang kegiatan tertentu. Pelabuhan khususdibangun oleh pemerintah
atau oleh perusahan swasta yangberfungsi untuk mengirimkan prasarana hasil produksi
perusahaantersebut.
Pelabuhan minyak Untuk keamanan, pelabuhan minyak harus diletakkan agak jauh dari
kepentingan umum dan digunakan untuk melayani kapal tanker yangberukuran besar. Pelabuhan
barang Di pelabuhan ini terjadi perpindahan moda transportasi dari laut kedarat ataupun sebaliknya.
Barang dibongkar di termaga untuk selanjutnya diangkut dengan truk ataupun kereta api ke
tempattujuan atau ke gudang penyimpanan atau tempat penumpukanterbuka sebelum dikirim.
Pelabuhan dalam aktivitasnya mempunyai peran penting dan strategis untuk pertumbuhan industri
dan perdagangan serta merupakan segmen usaha yang dapat memberikan kontribusi bagi
pembangunan nasional. Hal ini membawa konsekuensi terhadap pengelolaan segmen usaha
276 Bisnis Maritim
pelabuhan tersebut agar pengoperasiannya dapat dilakukan secara efektif, efisien dan profesional
sehingga pelayanan pelabuhan menjadi lancar, aman, dan cepat dengan biaya yang terjangkau. Pada
dasarnya pelayanan yang diberikan oleh pelabuhan adalah pelayanan terhadap kapal dan pelayanan
terhadap muatan ( barang dan penumpang ). Secara teoritis, sebagai bagian dari mata rantai
transportasi laut, fungsi pelabuhan adalah tempat pertemuan ( interface ) dua moda angkutan atau
lebih serta interface berbagai kepentingan yang saling terkait. Barang yang diangkut dengan kapal
akan dibongkar dan dipindahkan ke moda lain seperti moda darat ( truk atau kereta api). Sebaliknya
barang yang diangkut dengan truk atau kereta api ke pelabuhan bongkar akan dimuat lagi ke kapal.
Oleh sebab itu berbagai kepentingan saling bertemu di pelabuhan seperti perbankan, perusahaan
pelayaran, bea cukai, imigrasi, karantina, syahbandar dan pusat kegiatan lainnya. Atas dasar inilah
dapat dikatakan bahwa pelabuhan sebagai salah satu infrastruktur transportasi, dapat
membangkitkan kegiatan perekonomian suatu wilayah karena merupakan bagian dari mata rantai
dari sistem transportasi maupun logistik. Pelabuhan adalah tempat yang terdiri dan daratan dan
perairan di sekitarnya dengan batas-batas tertentu sebagai tempat kegiatan pemerintahan dan
kegiatan ekonomi yang dipergunakan sebagai tempat kapal bersandar, berlabuh, naik turun
penumpang dan/atau bongkar muat barang yang dilengkapi dengan fasilitas keselamatan pelayaran
dan kegiatan penunjang pelabuhan serta sebagai tempat perpindahan intra dan antar moda
transportasi. Sedangkan yang dimaksudkan dengan kepelabuhan adalah meliputi segala sesuatu
yang berkaitan dengan kegiatan penyelenggaraan pelabuhan dan kegiatan lainnya dalam
melaksanakan fungsi pelabuhan untuk menunjang kelancaran, keamanan dan ketertiban arus lalu
lintas kapal, penumpang dan/atau barang, keselamatan berlayar, tempat perpindahan intra dan/ atau
antar moda serta mendorong perekonomian nasional dan daerah. Maksud dan tujuan tatanan
pelabuhan nasional dimana Tatanan Kepelabuhanan Nasional merupakan dasar dalam perencanaan
pembangunan, pendayagunaan, pengembangan dan pengoperasian pelabuhan di seluruh Indonesia,
baik pelabuhan laut, pelabuhan penyeberangan, pelabuhan sungai dan danau, pelabuhan daratan
dan pelabuhah khusus yang bertujuan: terjalinnya suatu jaringan infrastruktur pelabuhan secara
terpadu, selaras dan harmonis agar bersaing dan tidak saling mengganggu yang bersifat dinamis
terjadinya efisiensi transportasi taut secara nasional; terwujudnya penyediaan jasa kepelabuhanan
sesuai dengan tingkat kebutuhan; terwujudnya penyelenggaraan pelabuhan yang handal dan
berkemampuan tinggi dalam rangka menunjang pembangunan nasional dan daerah Selain itu,
tatanan kepelabuhan nasional ini juga dituntut untuk memperhatikan; a. tata ruang wilayah; b.
sistem transportasi nasional; c. pertumbuhan ekonomi; d. pola/jalur pelayanan angkutan taut
nasional dan internasional; e. kelestarian tingkungan f. keselamatan pelayaran; dan g. standarisai
nasional, kriteria dan norma. Selain itu pebuhan juga melaksanakan tugas dan peranan sebagai
berikut; a. pemerintahan; 1) pelaksana fungsi keselamatan pelayaran; 2) pelaksana fungsi Bea dan
Cukai; 3) pelaksana fungsi imigrasi; 4) pelaksana fungsi karantina; 5) pelaksana fungsi keamanan
dan ketertiban; b. pengusahaan jasa kepelabuhanan:
2) usaha penunjang yang meliputi persewaan gudang, lahan dan lain-lain. Pelabuhan
terbagi menjadi beberapa jenis menurut hirarki dan fungsinya, yaitu ;
Tiap jenis memiliki fungsi dan perannya sendiri sendiri, yang kesemuanya itu dibagi secara
mengkhusus, yaitu ;
(1) Pelabuhan internasional hub yang merupakan pelabuhan utama primer : a. berperan
sebagai pelabuhan internasional hub yang melayani angkutan alih muat (transhipment ) peti kemas
nasional dan internasional dengan skala pelayanan transportasi laut dunia. b. berperan sebagai
pelabuhan induk yang melayani angkutan peti kemas nasional dan internasional sebesar 2.500.000
TEU's/tahun atau angkutan lain yang setara. c. berperan sebagai pelabuhan alih muat angkutan peti
kemas nasional dan internasional dengan pelayanan berkisar dan 3.000.000 - 3.500.000
TEU's/tahun atau angkutan lain yang setara. d. berada dekat dengan jalur pelayaran internasional
500 mil. e. kedalaman minimal pelabuhan : -12 m LWS. f. memiliki dermaga peti kemas minimal
panjang 350 m',4 crane dan lapangan penumpukan peti kemas seluas 15 Ha. g. jarak dengan
pelabuhan internasional hub lainnya 500 - 1.000 mil.
a. berperan sebagai pusat distribusi peti kemas nasional dan pelayanan angkutan peti kemas
internasional.
b. berperan sebagai tempat alih muat penumpang dan angkutan peti kemas.
c. melayani angkutan peti kemas sebesan 1.500.000 TEU's/tahun atau angkutan lain yang
setara. d. berada dekat dengan jalur pelayaran internasional + 500 mil dan jalur pelayaran nasional
50 mil. e. kedalaman minimal pelabuhan - 9 m LWS. f. memiliki dermaga peti kemas minimal
panjang 250 m',2 crane dan lapangan penumpukan kontener seluas 10 Ha. g. jarak dengan
pelabuhan internasional lainnya 200 - 500 mil.
(3) Pelabuhan nasional yang merupakan pelabuhan utama tersier : a. berperan sebagai
pengumpan anqkutan peti kemas nasional. b. berperan sebagai tempat alih muat penumpang dan
barang umum nasional. c. berperan melayani angkutan peti kemas nasional di seluruh Indonesia. d.
berada dekat dengan jalur pelayaran nasional + 50 mil. e. kedalaman minimal pelabuhan 9 m LWS.
f. memiliki dermaga multipurpose minimal panjang 150 m', mobile crane atau skipgear kapasitas
50 ton. g. jarak dengan pelabuhan nasional lainnya 50 - 100 mil.
c. berperan sebagai tempat pelayanan moda transportasi laut untuk mendukung kehidupan
masyarakat dan berfungsi sebagai tempat multifungsi selain sebagai terminal untuk penumpang
juga untuk melayani bongkar muat kebutuhan hidup masyarakat disekitamya.
d. berada pada lokasi yang tidak dilalui jalur transportasi laut reguler kecuali keperintisan.
e. kedalaman minimal pelabuhan -1,5 m LWS. f. memiliki fasilitas tambat. g. jarak dengan
pelabuhan lokal lainnya 5 - 20 mil. Ada beberapa fasilitas pokok dan penunjang yang wajib dimiliki
oleh sebuah pelabuhan, yaitu ;
b. kolam pelabuhan
d. penimbangan muatan
e. terminal penumpang
Pelabuhan laut lokal yang diselenggarakan oleh Pemerintah (unit Pelaksana Teknis/Satuan
Kerja Pelabuhan), diserahkan kepada Pemerintah Kabupaten/Kota di lokasi pelabuhan laut tersebut
berada sebagai tugas desentralisasi. Kemudian Pelabuhan laut regional yang diselengarakan oleh
Pemerintah (Unit Pelaksana Teknis/satuan Kerja Pelabuhan), dilimpahkan kepada Pemerintah
Propinsi di lokasi pelabuhan laut tersebut berada, sebagai tugas dekosentrasi. Untuk pelabuhan
dengan skala kecil seperti Pelabuhan sungai dan danau diselenggrakan oleh Kabupaten/Kota yang
pelaksanaanya dilakukan oleh Unit Pelaksana Teknis Kabupaten/Kota atau Badan Usaha Pelabuhan
Daerah. Sedangkan untuk pelabuhan yang berfungsi sebagai Pelabuhan penyeberangan
diselenggarakan oleh Pemerintah yang pelaksanaannya diserahkan kepada Badan Usaha Milik
Negara atau oleh Kabupaten/Kota yang pelaksanaannya oleh Unit Pelaksana Teknis
kabupaten/Kota atau Badan Usaha Pelabuhan Daerah. Ada beberapa syarat yang harus dipenuhi
dalam hal pengelolaan pelabuhan, yaitu ;
a. Pelabuhan harus terletak pada lokasi yang dapat menjamin keamanan dan keselamatan
pelayaran serta dapat dikembangkan dan dipelihara sesuai standar yang berlaku;
Negara tetangga lainnya. Tentu hal ini perlu didukung dengan modal yang besar. Untuk
mengembangkan pelabuhan Tanjung Priok, sebagai pengelola, PT Pelabuhan Indonesia (Pelindo) II
mengaku membutuhkan investasi sekitar Rp 22 triliun. Dana sebesar itu dibutuhkan untuk
memperlebar terminal yang akan dilakukan dalam tiga tahap. Namun nilai investasi itu terbilang
kecil dibanding manfaat yang bakal diperoleh ke depan. Angka ini jauh lebih kecil ketimbang defisit
neraca pembayaran Indonesia dari sektor pelayaran yang mencapai US$ 13 miliar per tahun. Dalam
hal perbaikan fasilitas pelabuhan, dal hal ini kolam pelabuhan, para pengusaha pelayaran
mengusulkan kepada pemerintah agar memperdalam kolam pelabuhan di Indonesia hingga 16
meter. Dengan demikian, pelabuhan ini mampu menampung kapal-kapal bermuatan 6.000 TEUs.
Dengan adanya perbaikan kolam pelabuhan tersebut, para pengusaha yakin jika pengelola
pelabuhan dapat meningkatkan produktivitas bongkar muat menjadi 20-25 boks container per jam
per crane. Jika perbaikan (kolam pelabuhan) dapat dilaksankan merata setidaknya pada 10
pelabuhan utama di Indonesia, dapat dipastikan produktivitas pelabuhan Indonesia juga akan
meningkat. Masalah lain yang perlu untuk ditangani secara serius adalah lamanya kepengurusan
kepabeanan di pelabuhan -pelabuhan di Indonesia. Indonesia memang identik dengan birokrasinya
yang berbelit -belit, yang membuka peluang untuk praktek -praktek yang tidak etis seperti korupsi.
Hal -hal ini sungguh telah mengurangi nilai tambah bagi pelabuhan -pelabuhan di Indonesia.
Dengan adanya hal ini, para pengusaha (terutama investor asing) lebih memilih untuk menjadikan
pelabuhan di Indonesia sebagai tempat untuk kapal -kapal feeder mereka. Mereka lebih memilih
untuk menempatkan kapal utamanya di pelabuhan -pelabuhan di negara -negara seperti Singapura
dan Malysia karena kepengurusan administrasi disana jauh lebih efisien dan efektif. Sudah saatnya
Indonesia memanfaatkan potensi ekonomi yang seharusnya menjadi miliknya tersebut. Langkah
yang perlu diambil untuk menyelesaikan permasalahan ini adalah dengan merubah system
administrasi pada pelabuhan di Indonesia. Pelabuhan -pelabuhan di Indonesia memiliki kinerja yang
lambat dari segi administrasi karena terlalu banyak berkas -berkas dan juga birokrat yang harus
dilewati sebelum sistem dijalankan. Permasalahan ini dapat diatasi dengan melengkapi pelabuhan
-pelabuhan di Indonesia dengan sistem informasi yang memadai. Kemudian perlu dilakukan
evaluasi terhadap proporsionalitas dari managamen di pelabuhan. Jika kita ingin mempercepat
jalannya suatu sistem, salah satu caranya ialah menyederhanakan proses dari sitem tersebut tanpa
mengesampingkan esensinya. Oleh karena itu praktek -praktek birokratif harus segera dihilangkan
guna meningkatkan kinerja pelabuhan dari segi pengelolaan waktu. Tetapi hal yang paling penting
untuk diperhatikan adalah pengembangan sumber daya manusia di pelabuhan - pelabuhan di
Indonesia. Hal ini penting karena, jangan sampai perampingan angkatan kerja pada pelabuhan
justru menurunkan tingkat produktivitas dari pelabuhan itu sendiri. Maka dari itu diperlukan tenaga
-tenaga kerja yang terampil, dalam jumlah yang pas, untuk melaksanakan fungsi dan tugas dari
pengelolaan pelabuhan. Tentu saja pengembangan keterampilan dalam hal penggunaan teknologi
berbasis informasi dan juga yang sifatnya teknikal merupakan prioritas. Karena hal inilah yang
mampu mendorong produktivitas.
Namun masalah pelabuhan di Indonesia adalah suatu hal yang kompleks. Diperlukan
kesungguhan dari tiap -tiap stakeholders yang ada untuk memperbaiki kinerja pelabuhan. Selain itu
diperlukan pengukuran yang presisi terhadap tiap strategi yang di terapkan. Agar modal yang besar
yang digunakan untuk membangun pelabuhan dapat dipertanggungjawabkan nantinya. Permerintah
tentu saja memegang peran penting untuk hal ini. Pemerintah harus berperan sebagai penyelia yang
secara berkala memantau penerapan dari semua strategi yang telah disepakati dan diterapkan.
Karena pada umumnya meskipun telah dirumuskan dengan sangat baik, tiap strategi yang ada
menjadi kacau saat diimplementasikan. Hal ini tentu saja karena kurangnya koordinasi. Diharapkan
pemerintah dapat menjalankan peran ini dengan baik, bukan malah semakin memperburuknya.
Kondisi Maritim Indonesia, Kondisi Perdagangan Nasional, Kondisi 281
Pelabuhan dan Pelayaran Nasional dan Indonesia Sebagai Poros Maritim Dunia
Kita sudah sering mendengar bahwa secara geografis lndonesia terdiri dari beribu-
ribu pulau, dilintasi garis khatulistiwa, terletak di antara benua Asia dan Australia serta di
antara Samudera Pasifik dan Samudera Hindia, luas perairannya yang terdiri dari laut
territorial, perairan kepulauan dan perairan pedalaman seluas lebih kurang2,7 juta
kilometer persegi atau sekitar 7O % dari luas wilayah NKRI, sedangkan daratan seluas
kurang lebih 1,9 juta kilometer persegi. Di samping itu Zona Ekonomi Eksklusif lndonesia
(ZEEI) seluas 3,1 kilometer persegi menambah luas wilayah laut yurisdiksi nasional
lndonesia menjadi 5,8 juta kilometer persegi. Oleh karena itu merupakan suatu keniscayaan
bahwa lndonesia adalah negara berciri maritim. Mencermati konstelasi geografi lndonesia
sedemikian rupa, bangsa lndonesia menyadari bahwa laut merupakan media pemersatu dan
sebagai media penghubung antar pulau dan bahkan penghubung antar negara negara di
dunia. Dengan telah diratifikasinya UNCLOS '82 oleh negara negara di dunia, secara tidak
langsung mengukuhkan lndonesia sebagai negara kepulauan, sehigga sudah sepatutnya
seluruh aspek kehidupan dan penyelenggaraan negara perlu mempertimbangkan
geostrategik, geopolitik, geoekonomi serta geososial budaya sebagai negara kepulauan.
Pola pikir, pola sikap dan pola tindak bangsa harus didasari oleh kesadaran ruang maritim
tempat kita berada, sehingga sejatinya visi maritim menjadituntutan dan kebutuhan bagi
282 Bisnis Maritim
bangsa lndonesia. Sebagai konsekuensi dari posisi lndonesia yang sanBat strategis tersebut
adalah perairan lndonesia menjadi sangat penting bagi masyarakat dunia pengguna laut, hal
tersebut memberi arti bahwa manakala bangsa lndonesia mampu memanfaatkan peluang
dan tantangan maka akan dapat meningkatkan kesejahteraan bangsa lndonesia namun
demikian perlu diwaspadai pula manakala bangsa lndonesia tidak mampu mengantisipasi
dan mengelola kendala dan kerawanan yang timbul maka akan berdampak terhadap
keamanan dan bahkan kedaulatan. lndonesia Poros Maritim Dunia Dalam catatan sejarah
terekam bukti-bukti bahwa nenek moyang bangsa lndonesia menguasai lautan Nusantara,
bahkan mampu mengarungi samudera luas hingga ke pesisir Madagaskar Afrika Selatan.
Hal tersebut membuktikan bahwa nenek moyang bangsa lndonesia telah memiliki jiwa
bahari dalam membangun hubungan dengan bangsa lain di dunia. Di samping itu nenek
moyang bangsa lndonesia telah memahami dan menghayati arti dan kegunaan laut sebagai
sarana untuk menjamin berbagai kepentingan antar bangsa, seperti perdagangan dan
komunikasi. Oleh karena itu dapat dipahami bahwa penggunaan laut secara tradisional
adalah sebagai media perhubungan atau transportasi dan sebagian besar perdagangan di
dunia melewati laut yang volume muatannya terus meningkat hingga sekarang.
Perdagangan melalui lautan merefleksikan meningkatnya karakter dunia modern yang
komplek, saling ketergantungan dan beroperasinya lingkungan pasar bebas yang intens.
Kapal milik sebuah perusahaan dapat didaftarkan di bawah bendera negara lain dan kapal
tersebut barangkali mempunyai awak kapal dari berbagai bangsa. Sebagai konsekuensinya,
identifikasi kepemilikan dan tanggung jawab negara untuk melindungi kapal demi untuk
kepentingan keselamatan pelayaran dan keselamatan kerja di kapal seringkali merupakan
hal yang rumit. Bila pada zaman dahulu pengaturan tentang penggunaan laut seperti
pelayaran dan penangkapan ikan, cukup dilakukan oleh negara pemilik kapal tanpa
memperdulikan kepentingan negara pantai lainnya, dewasa ini pengaturan penggunaan dan
hukum di laut semakin rumit. Dunia internasional semakin menyadari arti kebersamaan,
karena laut dan seluruh isinya adalah warisan bersama seluruh umat manusia yang harus
dapat dinikmati bersama manfaatnya, tidak dimonopolioleh negara-negara maritim tertentu
saja. Sebagaimana telah disinggung diatas bahwa perairan Indonesia pada posisi silang
dunia dan sejak dulu telah digunakan sebagai jalur pelayaran dan perdaganggan
internasional. Frekuensi kapal asing yang melintasi wilayah laut yurisdiksi nasional
lndonesia juga semakin meningkat seiring bergesernya pusat kegiatan ekonomi dunia dari
Atlantik ke Pasifik. Sekitar 70 % angkutan barang dari Eropa, Timur Tengah dan Asia
Selatan ke wilayah Pasifik dan sebaliknya melalui perairan lndonesia. Oleh karena itu
secara geografis sesungguhnya Tuhan telah menganugerahkan kepada Bangsa lndonesia
suatu posisi yang sangat strategis sebagai poros atau sumbu jalur pelayaran dan
perdagangan dunia. Namun demikian posisi strategis tersebut meskipun telah dimanfaatkan
oleh pengguna laut, tidak serta merta lndonesia dapat memperoleh manfaat sebesar-
besarnya untuk kesejahteraan rakyat, apabila tidak didukung oleh kemampuan
memanfaatkan peluang yang ada. 3 Dalam Doktrin TNI AL yang diterbitkan tahun 2001,
kata maritim diartikan berkenaan dengan laut atau berhubungan dengan pelayaran dan
perdagangan' Pengertian yang lebih luas, selain menyangkut sumber-sumber daya intern
laut juga menyangkut faktor ekstern laut yaitu pelayaran, perdagangan, lingkungan pantai
dan pelabuhan serta faktor strategis lainnya' Kata maritim mengandung arti
integrasi/gabungan, dan menunjukkan suatu lingkungan kelautan serta bukan menunjukkan
institusi. Mengalir dari uraian di atas, bangsa lndonesia patut bersyukur karena secara
geografis Tuhan telah memposisikan kepulauan lndonesia pada poros maritim dunia,
pertanyaannya adalah apakah bangsa lndonesia akan memanfaatkannya atau menyia-
Kondisi Maritim Indonesia, Kondisi Perdagangan Nasional, Kondisi 283
Pelabuhan dan Pelayaran Nasional dan Indonesia Sebagai Poros Maritim Dunia
penerbangan serta pemanfaatan perairan kepulauan dan laut teritorial. Kedaulatan yang
dimiliki oleh negara kepulauan dapat dilaksanakan dengan memperhatikan beberapa hak
yang dapat dinikmati oleh Negara lain seperti memberikan dan mengakomodasikan hak
pelayaran melalui perairan kepulauan, kewajiban untuk menghormati perjanjian yang telah
ada dengan negara lain sebelum pemberlakuan konvensi hukum laut, mengakui hak
perikanan tradisional, mengakui adanya aktivitas yang sah lainnya serta menghormati
kabel bawah laut dan me m perbole hka n kegiata n pemeli ha raa n/pengga ntia n kabel.
Berdasarkan UU Nomor 6 Tahun 1996 tentang Perairan lndonesia disebutkan, lndonesia
mempunyai kedaulatan (sovereignty) di Perairan lndonesia, yang wilayahnya terdiri dari
Perairan Pedalaman, Perairan Kepulauan dan Laut Teritorial lndonesia. Dengan adanya
pembatasan itu secara jelas lndonesia tidak mempunyai kedaulatan di ZEE dan landas
kontinen lndonesia ataupun di tempat lain selain di perairan lndonesia. Pembatasan
penunjukan wilayah kedaulatan negara lndonesia tersebut sesuai dengan ketentuan dalam
konvensi hukum laut yang menyatakan bahwa negara pantai/kepulauan di ZEE dan landas
kontinen hanya mempunyai hak berdaulat (sovereign right). 5 Konsekuensi lndonesia
sebagai negara kepulauan harus mengakomodasikan kepentingan internasional khususnya
pelayaran dan penerbangan melalui perairan kepulauan dan laut teritorialnya. Sesuai
dengan konvensi hukum laut, setidaknya ada tiga jenis lintas yang diatur yaitu lintas damai,
lintas alur laut kepulauan dan lintas transit serta negara kepulauan diminta untuk
menghormati hak negara tetangga terkait dengan kegiatan/kepentingan yang sah di
perairan kepulauannya di antaranya lintas pelayaran dan penerbangan. lndonesia telah
mengakomodasikan empat jenis lintas bagi kapal dan pesawat udara asing. Pengakuan
akan hak lintas ini telah sesuai dengan konvensi hukum laut dan dituangkan dalam
Undang-Undang Nomor 6 Tahun 1995. Pelaksanaan hak lintas damai telah diakomodasi
dalam Peraturan Pemerintah Nomor 36 Tahun 2OO2, hak lintas alur laut kepulauan diatur
dalam Peraturan Pemerintah Nomor 37 Tahun 2OA2. lndonesia memberikan akses kepada
kapal dan pesawat udara Malaysia untuk melaksanakan hak lintas akses dan komunikasi
sebagaimana tertuang dalam Perjanjian Bilateralyang telah diratifikasi dengan Undang-
Undang Nomor l Tahun 1983. Hak lintas transit berlaku di Selat Malaka, Selat Philips dan
Selat Singapura yang digunakan untuk pelayaran internasional antara satu bagian laut lepas
atau ZEE dan bagian laut lepas atau suatu ZEE lainnya. Lintas transit berarti pelaksanaan
kebebasan pelayaran dan penerbangan semata-mata untuk tujuan transit yang terus
menerus, langsung dan secepat mungkin. Kapal dan pesawat udara sewaktu melaksanakan
hak lintas transit harus: - lewat dengan cepat melalui atau diatas selat, - menghindarkan diri
dari ancaman atau penggunaan kekerasan apapun terhadap kedaulatan, keutuhan wilayah
atau kemerdekaan politik negara yang berbatasan dengan selat atau dengan cara lain
apapun yang melanggar asas-asas hukum internasional yang tercantum dalam Piagam
PBB, - menghindarkan diri dari kegiatan apapun selain transit secara terus menerus
langsung dan secepat mungkin dalam cara normal kecuali diperlukan karena force majeure
atau karena kesulitan. Hak lintas damai berlaku di laut teritorial dan perairan kepulauan
untuk keperluan kapal asing melintas dari satu bagian laut bebas atau ZEE ke bagian lain
laut bebas atau ZEE tanpa memasuki perairan pedalaman atau singgah di tempat berlabuh
di tengah laut, atau fasilitas pelabuhan di luar perairan pedalaman, untuk keperluan
melintas dari laut bebas atau ZEE ke atau dari perairan pedalaman atau singgah di tempat
berlabuh di tengah laut atau fasilitas pelabuhan di luar perairan pedalaman. Pelaksanaan
hak lintas damai dilakukan dengan menggunakan alur laut yang lazim digunakan untuk
pelayaran internasional dan memperhatikan pedoman pelayaran yang dikeluarkan oleh
instansi berurenang di bidang keselamatan pelayaran. Setiap kapal asing yang
Kondisi Maritim Indonesia, Kondisi Perdagangan Nasional, Kondisi 285
Pelabuhan dan Pelayaran Nasional dan Indonesia Sebagai Poros Maritim Dunia
melaksanakan lintas damai wajib berada dalam batas-batas alur pelayaran yang wajar
dengan kecepatan dan arah yang sesuai dengan navigasi 6 yang normal dalam rangka
menuju tempat tujuan pelayaran. Dalam melaksanakan lintas damai melalui laut teritorial
dan perairan kepulauan, kapal asing tidak boleh melakukan salah satu kegiata n-kegiatan
sebagai berikut: - melakukan perbuatan yang merupakan ancaman atau penggunaan
kekerasan terhadap kedaulatan, keutuhan wilayah, kemerdekaan politik Negara pantai, atau
dengan cara lain apapun yang merupakan pelanggaran asas hukum internasional
sebagaimana tercantum dalam Piagam PBB, - melakukan latihan atau praktek dengan
senjata macam apapun, - melakukan perbuatan yang bertujuan untuk mengumpulkan
informasi yang merugikan bagi pertahanan dan keamanan negara. - melakukan perbuatan
yang merupakan propaganda yang bertujuan mempengaruhi pertahanan dan keamanan
negara, - meluncurkan, mendaratkan, atau menaikkan suatu pesawat udara dari atau ke atas
kapal, - meluncurkan, mendaratkan atau menaikkan suatu peralatan dan perlengkapan
militer dari atau ke atas kapal, - hilir mudik di laut teritorial dan perairan kepulauan atau
kegiatan lainnya yang tidak berhubungan la ngsung dengan lintas. Dalam melaksanakan
lintas damai melalui laut teritorial dan perairan kepulauan, kapal asing tidak boleh
melakukan kegiatan-kegiatan: - membongkar atau memuat setiap komoditi, mata uang atau
orang yang bertentangan dengan peraturan perundang-undangan kepabeanan, fiskal,
keimigrasian, atau saniter, - kegiatan perikanan, - kegiatan riset atau survey, - perbuatan
yang bertujuan mengganggu setiap sistem komunikasi, setiap fasilitas atau instalasi kom
unikasi la innya, - perbuatan pencemaran yang dilakukan dengan sengaja dan
menimbulkan pencemaran yang parah, - kapal asing juga tidak boleh merusak atau
mengganggu alat dan fasilitas navigasi serta fasilitas atau instalasi navigasi lainnya,
melakukan perusakan terhadap sumberdaya hayati, atau merusak/mengganggu kabeldan
pipa laut. Hak lintas alur laut kepulauan berlaku di alur laut atau ruang udara di atas alur
laut yang ditetapkan sebagai alur laut kepulauan yaitu ALKI-I, ALKI-2 dan ALKI-3 untuk
pelayaran kapal atau penerbangan pesawat udara asing dari satu bagian laut bebas atau
ZEE ke bagian lain laut bebas atau ZEE melintasi laut teritorial dan perairan kepulauarr
lndonesia. Hak dan kewajiban kapaldan pesawat udara asing dalam melaksanakan hak
lintas alur laut kepulauan: 7 - kapal dan pesawat udara asing harus melintas secepatnya
melalui atau terbang di atas alur laut kepulauan dengan cara normal, semata-mata untuk
melakukan transit yang terus menerus, langsung, cepat dan tidak terhalang, - selama
melintas tidak boleh menyimpang lebih dari 25 mil laut ke dua sisi dari garis sumbu alur
laut kepulauan, dengan ketentuan bahwa kapal dan pesawat udara tersebut tidak boleh
berlayar atau terbang dekat ke pantai kurang dari I}%jarak antara titik-titik yang terdekat
pada pulau-pulau yang berbatasan dengan alur laut kepulauan tersebut, - kapal dan pesawat
udara asing tidak boleh melakukan ancaman atau menggunakan kekerasan terhadap
kedaulatan, keutuhan wilayah, atau kemerdekaan politik Republik lndonesia, atau dengan
cara lain apapun yang melanggar asas-asas hukum internasional yang terdapat dalam
Piagam PBB, - kapal dan pesawat udara asing tidak boleh melakukan latihan perang-
perangan atau latihan menggunakan senjata macam apapun dengan menggunakan amunisi,
- kecuali dalam keadaan force mojeure atau dalam hal musibah, pesawat udara tidak boleh
melakukan pendaratan di wilayah lndonesia, - semua kapal asing tidak boleh berhenti atau
berlabuh jangkar atau mondar mandir kecuali dalam keadaan force majeure atau dalam
keadaan musibahatau memberikan pertolongan kepada orang atau kapalyang sedang dalam
keadaan musibah, - kapal dan pesawat udara asing tidak boleh melakukan siaran gelap atau
melakukan gangguan terhadap sistem komunikasi dan tidak boleh melakukan komunikasi
286 Bisnis Maritim
langsungdengan orang atau kelompok orang yang tidak benlrenang dalam wilayah
lndonesia, - kapal atau pesawat udara asing, termasuk kapal atau pesawat udara riset atau
survey hidrografi tidak boleh melakukan kegiatan riset kelautan atau survey hidrografi,
baik dengan mempergunakan peralatan deteksi maupun peralatan pengambil contoh,
kecualitelah memperoleh ijin untuk hal itu, - kapal asing termasuk kapal penangkap ikan
tidak boleh melakukan kegiatan perikanan, - kapal dan pesawat udara asing tidak boleh
menaikkan ke atas kapal atau menurunkan dari kapal, orang, barang, mata uang dengan
cara bertentangan dengan perundangundangan kepabeanan, keimigrasian, fiskal, dan
kesehatan, kecualidalam keadaan/orce majeure atau dalam keadaan musibah, - kapal asing
dilarang membuang minyak, limbah minyak, dan bahan-bahan perusak lainnya ke dalam
lingkungan laut, dan atau melakukan kegiatan yang bertentangan dengan peraturan dan
standar internasional untuk mencegah, mengurangi dan mengendalikan pencemaran laut
yang berasal dari kapal, - kapal asing dilarang melakukan dumping di Perairan lndonesia.
Mengalir dari uraian diatas dapat disimpulkan bahwa kedaulatan maritim lndonesia
merupakan penghormatan terhadap hak dan kewajiban Negara Republik lndonesia sebagai
negara pantai dan pengakuan akan hak dan kewajiban kapal dan pesawat udara asing untuk
menikmati hak lintasnya di Perairan lndonesia. 8 Menegakkan Kedaulatan Maritim
lndonesia Mencermati ketiga jenis lintas tersebut di atas menunjukkan adanya akomodasi
kepentingan antara negara pantai/kepulauan dengan negara pengguna. Dari ketiga jenis
lintas yang telah diuraikan, lintas damai merupakan lintas yang telah dikenal sejak lama,
sedangkan lintas alur laut kepulauan dan lintas transit merupakan jenis lintas baru yang
berhasil disusun dan disepakati dalam sidang konferensi hukum laut ke-3. Khusus untuk
lintas transit, pada dasarnya merupakan perkembangan dari kebebasan pelayaran dan
penerbangan di selat yang pada awalnya merupakan selat yang bukan menjadi milik negara
pantaidan merupakan aplikasi dari kebebasan bernavigasidi laut bebas. Dalam praktek di
lapangan sangatlah sulit membedakan apakah suatu kapal ketika melintas di perairan
kepulauan sedang menikmati hak lintas alur laut kepulauan atau hak lintas damai, oleh
karena itu sangatlah penting untuk membedakan kedua hak tersebut. Perbedaan dari kedua
hak tersebut dapat diidentifikasi sebagai berikut: - kapal selam dan wahana bawah laut
lainnya diperbolehkan bernavigasi secara normal saat lintas alur laut kepulauan, sedangkan
dalam lintas damai disyaratkan untuk bernavigasidi permukaan laut dan menunjukkan
bendera, - hak penerbangan diperbolehkan di lintas alur laut kepulauan dengan melalui rute
udara di atas alur laut, sedangkan dalam lintas damai tidak ada hak penerbangan, - hak
lintas alur laut kepulauan tidak dapat ditangguhkan meskipun alur laut kepulauannya dapat
diganti, sedangkan hak lintas damaidapat ditangguhkan, - dalam lintas alur laut kepulauan
hak negara kepulauan terbatas, sedangkan lintas damai mempunyai kekuasaan yang lebih
untuk mengatur dan melaksanakan control, - dalam lintas alur laut kepulauan tidak ada
persyaratan pemberitahuan atau ijin, sedangkan lintas damai tidak ada aturan yang jelas
dalam hukum internasional terkait dengan persyaratan pemberitahuan atau 'rjin di laut
teritorial. Hak lintas transit dan hak lintas alur laut kepulauan merupakan hak lintas yang
lebih bebas daripada hak lintas damai. Ditinjau dari aspek operasional, lintas transit
merupakan lintas yang pada dasarnya sama dengan lintas alur laut kepulauan hanya
berbeda tempat pelaksanaannya, namun menurut beberapa pakar hukum laut ada perbedaan
antara lain: - lintas transit melalui selat untuk pelayaran internasional mengacu kepada
kebebasan pelayaran {freedom of navigation}, sedangkan lintas alur laut kepulauan
melalui alur laut kepulauan yang telah ditetapkan dan mengacu pada hak melintas (right of
passage), - dalam lintas transit tidak ada kualifikasi bagaimana suatu kapal atau pesawat
udara harus melintas, sedangkan dalam lintas alur laut kepulauan hak pelayaran harus
Kondisi Maritim Indonesia, Kondisi Perdagangan Nasional, Kondisi 287
Pelabuhan dan Pelayaran Nasional dan Indonesia Sebagai Poros Maritim Dunia
dikualifikasikan pada normal mode of navigotion, 9 - dalam lintas transit tidak ada
batasan-batasan seperti pada lintas alur kepulauan yang harus digambarkan dengan suatu
garis sumbu yang berkelanjutan, dengan batasan kapal dan pesawat udara tidak boleh
menyimpang ke kanan/ke kiri sejauh 25 mil laut selama melintas dan tidak boleh berlayar
atau terbang mendekat ke pantai lebih dari IA% dari lebar alur laut kepulauan.
Sebagaimana telah diuraikan bahwa lndonesia memiliki kedaulatan di laut teritorial,
perairan pedalaman dan perairan kepulauan, dan disisi lain konvesi hukum laut mengatur
hak navigasi bagi kapal/pesawat udara yaitu lintas damai, lintas alur laut kepulauan dan
lintas transit. Berdasarkan hak dan kewajiban negara pantai dan para pengguna laut serta
dengan memahami ketentuan dan perbedaan dari ketiga rejim lintas di perairan lndonesia,
maka penegakan kedaulatan maritim Indonesia sesungguhnya adalah pengawasan terhadap
kapal dan pesawat udara asing agar mentaati hak dan kewajibannya serta melaksanakan
penindakan kepada kapal dan pesawat udara asing yang melanggar ketentuan dalam setiap
rejim lintas selama melintas di Perairan lndonesia. Agar mampu melaksanakan tugas
tersebut, beberapa hal penting perlu mendapat perhatian: - Penentuan batas zona-zona
maritim dapat digunakan bagi suatu negara kepulauan untuk menentukan jenis hak lintas
apa yang dapat dinikmati oleh kapal asing ketika sedang berlayar di perairan tertentu.
Sementara ini berdasarkan Undang-Undang Nomor 6 Tahun 1996, batas terluar zona
maritim yang diatur hanya laut teritorial, seharusnya batas terluar ataupun batas dalam dari
perairan pedalaman, laut teritorial perlu juga di atur sehingga memberikan kepastian dan
keyakinan kepada para penegak kedaulatan. Penentuan batas zona-zona maritim juga
sangat penting bagi pemerintah daerah mengingat kabupaten/kota dan provinsi di lndonesia
mempunyai hak eksklusif untuk mengelola perairan yang ada di wilayahnya. - Sistem
deteksi yang memadai perlu dibangun untuk melakukan pengawasan pada setiap rejim
lintas. Saat ini sistem deteksiyang terpasang adalah radar di sepanjang selat Malaka dan
Selat Singapura untuk pengawasan dan menjamin keselamatan kapal laut yang menikmati
lintas transit, dan beberapa radar di ALKI untuk kapal laut yang menikmati lintas alur laut
kepulauan. Dihadapkan luasnya wilayah perairan lndonesia tentu apa yang telah ada saat
ini belumlah cukup, sistem deteksi belum memadai untuk mengawasi kapal asing yang
menikmati lintas damai, kapal dan pesawat udara asing yang menikmati lintas alur laut
kepulauan secara normal belum dapat diawasi terlebih wahana bawah air. Mengingat
luasnya wilayah perairan lndonesia dan sifat letaknya adalah tetap, maka pengawasan
mengunakan satelit penginderaan akan lebih efektif karena sekaligus dapat melaksanakan
pengawasan terhadap semua kapal dan pesawat udara asing yang sedang menikmati lintas
transit, lintas damai dan lintas alur laut L0 kepulauan. Satelit siapa yang dapat
dimanfaatkan, seyogyanya lndonesia memiliki satelit sendiri yang dapat digunakan
bersama oleh beberapa kementerian dan instansi. Sistem informasi yang terintegrasi sangat
diperlukan untuk menunjang pengawasan terhadap kapal dan pesawat udara asing yang
sedang melaksanakan rejim lintas, khususnya yang berkaitan dengan pertukaran informasi
data, informasi perijinan dan informasi lainnya diantara institusi yang terlibat. Kecepatan
dan akurasi informasi sangat diperlukan agar pengawasan dan penindakan dapat dilakukan
dengan cepat dan tepat serta tidak terkesan antar aparat yang benruenang tidak
terkoordinasi dengan baik. Saat ini sistem informasi yang berkaitan dengan penerbangan
telah diupayakan terintegrasi dan menunjukkan hasilnya, namun untuk kepentingan
pengawasan rejim lintas diperlukan integrasi semua instansiyang menangani penerbangan
dan pelayaran. Alut sista penindak dengan kuantitas dan kualitas yang memadai sangat
menentukan kewibawaan negara pantai manakala terjadi pelanggaran kedaulatan. Sistem
288 Bisnis Maritim
deteksi yang canggih tidak ada artinya bila diketahui ada pelanggaran namun tidak mampu
menindaknya, oleh karena itu kehadiran alut sista di seluruh perairan lndonesia merupakan
keharusan untuk menjamin keamanan pengguna laut dan melaksanakan penindakan
manakala terjadi pelanggaran. Semua institusi yang terlibat dalam penindakan di laut dan
udara seyogyanya menghitung ulang apakah asset yang dimiliki saat initelah memadai
untuk tugas tersebut. Organisasi yang responsif dan efektif diperlukan untuk menjamin
komando dan pengendalian yang efektif dan terjaganya kesatuan komando. Saat ini untuk
pengamanan ALKI, TNI menggelar operasi pengamanan ALKI dengan bentuk Satuan
Tugas dan tentunya gelar operasi tersebut diperuntukkan bagi kapal dan pesawat udara
asing yang menikmati lintas alur laut kepulauan. Bagi pengguna lintas damai dan lintas
transit belum ada gelar operasi yang spesifik, namun selalu dikaitkan dengan gelar operasi
keamanan laut. Sebagaimana diketahui bahwa sesuai peraturan perundangan telah banyak
instansi yang diberi wewenang untuk melaksanakan penegakan hukum di laut atau multy
agency single fosk, sehingga dirasakan tidak efektif dan sebagai pemborosan.
Sesungguhnya lndonesia memerlukan organisasi baru single agency multy tosk yang
merupakan penyatuan dari alut sista yang dimiliki oleh beberapa instansi yang ada saat ini.
Diskursus tentang organisasi baru ini telah berjalan beberapa tahun dan semoga dalam
waktu dekat telah dapat direalisasikan. Lembaga peradilan yang menangani secara khusus
pelanggaran kedaulatan perlu menjadi pemikiran kita bersama, apakah ditangani oleh
lembaga peradilan yang telah ada atau lembaga peradilan tersendiri seperti Mahkamah
Pelayaran dan sebagainya. 11 Penutup Bangsa lndonesia patut bersyukur karena
dianugerahi negara kepulauan dengan posisi yang sangat strategis sebagai poros maritim
dunia, dan sesungguhnya anugerah tersebut dapat mensejahterakan bangsa lndonesia bila
peluang yang ada dimanfaatkan sebaik-baiknya, namun juga dapat tidak berarti apa-apa
karena tidak memanfaatkannya. Poros maritim sangat berkaitan erat dengan perdagangan
dan pelayaran, oleh karena itu dalam rangka mengakomodasikan kepentingan masyarakat
lnternasional dan menyeimbangkan kepentingan antar negara, konvensi hukum laut
mengatur adanya hak lintas pelayaran atau penerbangan yang dapat dilakukan oleh kapal
ataupun pesawat udara asing melalui perairan lndonesia. Hak lintas itu meliputi hak lintas
transit, lintas damaidan lintas alur laut kepulauan. Lintas damai, lintas transit dan lintas
alur laut kepulauan memiliki karakteristik tersendiri yang pada hakekatnya adalah untuk
melindungi kepentingan negara pantai/kepulauan dan juga kepentingan kapal dan pesawat
udara ketika melintas di perairan lndonesia. Dari karakteristik tersebut dapat diidentifikasi
adanya persamaan maupun perbedaan dari masing-masing jenis lintas akibat subyek
pelaksanaan hak yaitu kapal dan pesawat udara asing, tempat yang hak-haknya dapat
dilaksanakan dan batasan dari pelaksanaan hak itu sendiri, untuk memastikan hak lintas
yang sedang dinikmati oleh kapal dan pesawat udara asing. lndonesia memiliki kedaulatan
di perairan lndonesia meliputi laut teritorial, perairan kepulauan dan perairan pedalaman
serta ruang udara di atas laut teritorial, perairan kepulauan, dan perairan pedalaman serta
dasar laut dan tanah di bawahnya termasuk sumber kekayaan alam yang terkandung
didalamnya. Pelaksanaan kedaulatan tersebut tidak sepenuhnya absolut karena adanya
batasan-batasan yang harus di penuhi oleh negara kepulauan yaitu mengakomodasikan
kepentingan komunikasi/pelayaran negara lain. Oleh karena itu perlu adanya upaya-upaya
untuk mencegah terjadinya pelanggaran dan menindak kapal dan pesawat udara asing yang
melakukan pelanggaran kedaulatan saat menggunakan hak lintasnya. Hal-hal penting yang
perlu mendapat perhatian dalam penegakan kedaulatan antara lain kejelasan tentang
penetapan batas zona-zona maritim, sistem deteksi yang memadai, sistem informasi yang
Kondisi Maritim Indonesia, Kondisi Perdagangan Nasional, Kondisi 289
Pelabuhan dan Pelayaran Nasional dan Indonesia Sebagai Poros Maritim Dunia
terintegrasi, alut sista penindak secara kuantitas dan kualitas memadai, organisasi yang
efektif dan responsif serta adanya lembaga peradilan khusus bila diperlukan
Sesuai arahan Presiden, sudah saatnya kita kembali ke laut, kembali menjadikan
laut sebagai kekuatan bangsa dan negara Indonesia, sehingga Indonesia dapat menjadi
Poros Maritim Dunia. Tonggak baru pembangunan negara maritim dicanangkan oleh
Presiden Indonesia ke-7. Cuplikan pidato pelantikan Joko Widodo sebagai Presiden RI di
MPR pada tanggal 20 Oktober 2014, merupakan orientasi baru dan tonggak kebangkitan
bangsa Indonesia menjadi negara kepulauan yang segala aktivitasnya haruslah mencirikan
kemaritiman. 2. Untuk menterjemahkan arahan Presiden tersebut diatas, maka perlu
dilakukan kajian komprehensif untuk penyusunan konsepsi menjadikan Indonesia menuju
Poros Maritim Dunia. Indonesia memiliki posisi geografis strategis, diantara dua benua dan
dua samudera, menjadi alur pelayaran laut dunia yang penting, yang menjadi modal utama
untuk bisa dimanfaatkan guna mewujudkan Poros Maritim Dunia. Di dalam UU No
17/2007 tentang RPJPN 2005-2025, ditegaskan dalam Misi ke-7 untuk Mewujudkan
Indonesia Menjadi Negara Kepulauan yang Mandiri, Maju, Kuat dan Berbasiskan
Kepentingan Nasional (Kotak 1) 3. Lebih lanjut, sesuai Pidato di East Asian Summit tahun
2014, Presiden menyampaikan 5 (lima) pilar Pembangunan Poros Maritim yang mencakup:
(i) membangun budaya maritim; (ii) menjaga dan mengelola sumberdaya laut; (iii)
pengembangan infrastruktur dan konektivitas maritim; (iv) memperkuat diplomasi maritim
dan (v) sebagai Negara yang menjadi titik tumpu dua samudera, Indonesia wajib
membangun kekuatan pertahanan maritim.
Tujuan. Kajian Penyusunan Konsep ini secara khusus ditujukan untuk: (i)
Mengidentifikasi isu-isu strategis dan aspek-aspek utama dalam pengembangan poros
maritim; (ii) Memetakan tantangan utama di setiap sektor yang terkait dengan persoalan
kemaritiman; (iii) Menyusun Rancang Bangun dan Agenda Pembangunan di setiap Sektor
untuk mendukung Poros Maritim; (iv) Menyusun kerangka kerja pengembangan Indonesia
sebagai Poros Maritim Dunia. 5. Output. Output kajian ini berupa Laporan Konsep
Pembangunan Poros Maritim. Laporan bermanfaat untuk menjadi pedoman awal
pemikiran komprehensif tentang pengertian Poros Maritim dan langkah-langkah
pembangunannya. Pedoman awal dapat digunakan untuk koordinasi pembangunan Poros
Maritim secara terpadu; dan sebagai rujukan bagi masing-masing sektor dan pemangku
kepentingan untuk mengembangkan program dan langkah-langkah yang sinergis sejalan
dengan konsep yang disusun. III. Metodologi 6. Metoda Pelaksanaan Kajian. Proses
penyusunan Konsep Poros Maritim diperoleh melalui masukan dari berbagai Narasumber
dan serangkaian Diskusi Terfokus, baik di Pusat maupun di Daerah untuk menampung
aspirasi dari wilayah Timur dan Barat; serta studi literatur Data-data primer dan sekunder
yang diperoleh selanjutnya dianalisa dengan dept analysis. Proses FGD dan list para
pembicara, baik dari pakar, praktisi maupun pelaksana kebijakan, disampaikan dalam
Lampiran. 7. Kerangka Kerja Kajian dilakukan dalam 3 tahap. Tahap Pertama adalah
tahapan pengkajian potensi (assesment) yakni melakukan identifikasi, pemetaan dan telaah
terhadap hal-hal yang melatar-belakangi pentingnya kemaritiman bagi Indonesia; Tahap
Kedua adalah mengkaji isu penting, tantangan dan peluang tersebut secara bersamaan,
dengan merancang bangun pembangunan kelautan dan kemaritiman menuju poros maritim
dunia. Tahap ketiga adalah merumuskan langkah kedepan, roadmap, milestone dan
290 Bisnis Maritim
pentahapan secara garis besar dalam rangka mewujudkan Indonesia sebagai Poros Maritim
Dunia
(iii) berperan dalam jaringan dan diplomasi dunia di bidang kelautan dan kemaritiman. e.
Kelima, Berkembangnya Geo-Ekonomi dan Geopolitik Dunia. Pusat ekonomi dunia ke
depan diperkirakan akan bergeser terutama dari kawasan Eropa-Amerika ke kawasan Asia
Pasifik. Kontribusi Pendapatan Domestik Bruto (PDB) negara berkembang terhadap PDB
Dunia pada tahun 2019 diperkirakan akan mencapai 43,8 persen; dimana pada tahun 2010
hanya sebesar 34,1 persen. Akibatnya, aliran modal asing ke negara berkembang
diperkirakan akan terus meningkat, terutama ke negara berkembang di kawasan Asia dan
Amerika Latin. Sumber pertumbuhan akan bertumpu di negara berkembang, sehingga
aliran perdagangan di kawasan ini akan meningkat; tidak saja perdagangan barang namun
juga perdagangan jasa, seperti: jasa logistik dan distribusi, jasa transportasi, jasa keuangan,
dan lain-lain.
pembangunan yang beorientasi daratan, maka laut diperlakukan sebagai pemisah daratan
NKRI.
Penataan Ruang Laut. Ruang laut yang terdiri dari permukaan laut, kolom laut dan
dasar laut, membutuhkan pengaturan yang tepat. Pemanfaatan ruang laut ke depan akan
semakin berkembang untuk berbagai kepentingan, diantaranya untuk transportasi
laut/pelayaran, perikanan tangkap, pembangunan sarana prasarana/bangunan laut,
peletakan kabel/pipa laut, dan alat navigasi laut. Pengelolaan tata ruang dan zonasi pesisir
diperlukan untuk sinergitas pembangunan lintas sektor sekaligus mewujudkan pengelolaan
yang mensejahterakan masyarakat di daerah pesisir. Pemanfaatan ruang laut untuk aktifitas
dunia usaha perlu memperhatikan rentang kendali pengelolaan, dengan memperhatikan
adanya desentralisasi pembangunan, dengan tetap mengutamakan dan menjaga kesatuan
laut yang menjadi penyatu dan ciri Negara Kepulauan Indonesia. b. Pengaturan Alur Laut
Kepulauan. Sebagai negara kepulauan, Indonesia dilintasi 3 alur ALKI (Alur Laut
Kepulauan Indonesia) yang berfungsi sebagai alur pelayaran laut dunia untuk transportasi
logistik dan perdagangan, yaitu: (1) ALKI I melintasi Laut Cina Selatan-Selat Karimata-
Laut DKI-Selat Sunda; (2) ALKI II melintasi Laut Sulawesi-Selat Makassar-Luatan Flores-
Kondisi Maritim Indonesia, Kondisi Perdagangan Nasional, Kondisi 293
Pelabuhan dan Pelayaran Nasional dan Indonesia Sebagai Poros Maritim Dunia
Selat Lombok; dan (3) ALKI III Melintasi Sumadera Pasifik-Selat Maluku, Laut Seram-
Laut Banda. Untuk menuju poros maritim, maka perkembangan ekonomi laut dan maritim
perlu ditingkatkan dan dilaksanakan dengan pemanfaatan ALKI pelayaran internasional
dan menjadikan Indonesia sebagai hub perekonomian dunia. Selain itu, kota-kota
perlintasan ALKI dapat dibangun menjadi kota bandar internasional yang selaras dengan
peran Indonesia sebagai Poros Maritim Dunia. c. Pengawasan Laut. Pengawasan kegiatan
pemanfaatan jasa kelautan, termasuk lalu lintas di laut dilakukan oleh banyak lembaga
(Diantaranya Kepolisian, TNI Angkatan Laut, Kementerian Perikanan, Kementerian
Perhubungan, Kementerian Keuangan/Bea Cukai). Dalam Bagan 1 memang sudah
dibentuk lembaga Bakamla untuk koordinasi berbagai lembaga yang ada tersebut. Akan
tetapi, belum memiliki hubungan yang dominan untuk menyelesaikan masalah di laut
dengan cepat, ketiadaan single authorities selama ini menimbulkan ekses adanya
pemeriksaan oleh bebagai lembaga sehingga memperlambat kelancaran pelaku usaha dan
membuka peluang penyimpangan di laut. Dalam Bagan 1 juga nampak bahwa masih
adanya grey area antara pengawasan militer untuk keperluan pertahanan keamanan,
dengan pengawasan pelayaran sipil. Untuk saat ini, koordinasi berbagai lembaga nampak
mencukupi. Akan tetapi, dengan semakin pentingnya kesatuan dan keterpaduan upaya
pertahanan dan keamanan NKRI untuk mendukung Poros Maritim; dan akan semakin
berkembangnya pelayaran sipil dan komersial di perairan Indonesia, maka perlu ada
pemisahan jelas antara fungsi pengawasan untuk pertahanan keamanan dan menegakkan
kedaulatan NKRI, dengan fungsi pengawasan untuk keamanan pelayaran sipil. d.
Pertahanan dan Keamanan untuk Kedaulatan NKRI. Perkembangan ekonomi kelautan dan
kemaritiman, perlu didukung dengan sistem pertahanan dan keamanan yang kuat dan
tangguh sehingga dapat menopang pemanfaatan domain yang dibangun menjadi
kekuatan strategis geoekonomi dan geopolitik. Sistem pertahanan dan keamanan integratif
darat-udaralaut perlu dibangun sesuai dengan transformasi paradigma yang berkonsentrasi.
keseimbangan darat-laut-udara yang tepat, perlu dikembangkan baik personil, maupun
peralatan pertahanan keamanan, untuk menjaga kedulatan dan mempertahankan negara
pada saat Indonesia nantinya menjalankan perannya sebagai Poros Maritim Dunia. e.
Budaya Bahari, SDM dan Iptek Kelautan yang meliputi cara pandang/paradigma dan
budaya yang tercermin pada wujud konkrit seperti perilaku dan kebiasaan/budaya bahari,
penguasaan imu pengetahuan dan teknologi, serta kapasitas sumberdaya manusia. Cara
pandang merupakan unsur terpenting dan perlu diinternalisasikan ke dalam semua aspek
pembangunan kelautan dan kemaritiman. Pemahaman dan aplikasi budaya bahari perlu
ditingkatkan. Hal ini mencakup pemahaman yang mendalam akan peran laut sebagai
sumber kesejahteraan bangsa sekaligus bagaimana peran bangsa dalam memanfaatkan laut,
hal ini disebut dengan ocean literacy, yang mencakup aspek knowhow, know the facts and
skill yang perlu dibangun kembali, karena selama ini pembangunan sudah sangat
berorientasi darat, sehingga kebiasaan masyarakat, kemampuan sumberdaya manusia
kelautan dan kemaritiman juga relatif tertinggal. Untuk itu: (i) Kapasitas sumberdaya
manusia di berbagai bidang di atas perlu dikembangkan secara lengkap dan sinergi; (ii)
Generasi muda perlu diarahkan pandangannya, sehingga dapat menempatkan laut sebagai
titik sentral paradigma, perilaku dan langkah mereka; (iii) Kearifan lokal perlu dihidupkan
kembali, terutama yang mendukung dan menjadi aset budaya maritim Indonesia, yang
mungkin sangat berbeda dengan budaya maritim di negara dan wilayah dunia lainnya.
294 Bisnis Maritim
Daftar Pustaka
Aliyah, Y.F., 2014. Analisis Risiko Sosial pada Terminal Penerima LNG Pesanggaran dengan
Metode Fire and Explosion Modellng. pp.12-13.
Berg, A.C.V.D., 2015. Vapor Cloud Explosion Blast Modelling.
Fahreza, Y.A., 2015. Risk Assessment of fire/Explosion Aboard Tankers During Service.
Falopi, T., 2015. Aplikasi Fuzzy Inference System (FIS) Tsukamoto.
Fauzi, R., 2016. Penilaian Risiko Sosial Unloading Muatan Pada Terminal Penerima CNG, Studi
Kasus: Terminal Penerima CNG di Pembangkit Lombok Peaker. Surabaya. Handiyana,
I.G.N., 2016. Anatomi Kapal LPG Carrier.
Hayati, N., 2016. Analisa Risiko Sosial Pada Jalur Pipa LNG Teluk Benoa Bali. Desain pipa gas.
HSE, U., n.d. Fire and Explosion Strategy. Offshore Division.
Kusumadewi, S., 2013. Aplikasi Logika Fuzzy untuk Pendukung Keputusan. Yogyakarta: Graha
Ilmu.
L.A, Z., 1965. Fuzzy Sets. Information and Control.
Munir, R., n.d. [Online].
Pujiono, B., n.d. Analisis Potensi Bahaya Serta Rekomendasi Perbaikan dengan Metode Hazard and
Operability Study (HAZOP) Melalui Perangkingan OHS Risk Assessment and Control.
HAZOP.
Ragheb , M., 2013. Event Tree Analysis.
Rew, P.J. & Spencer, H., 2015. The Sensitivity of Risk Assessment of Flash Fire Events to
Modelling Assumptions.
Rikayanti, N., 2015. Penilaian Risiko Sosial dan Analisis Geoteknik Terhadap Jalur Pipa LPG
Semarang. Surabaya.
Roberts, T., 2001. Consequences of Jet-Fire Interaction with Vessels Containing Pressurised,
Reactive Chemicals.
Saelan, A., 2009. Logika Fuzzy. pp.4-5. Seattle, W., 2013. ALOHA (Areal Locations Of Hazardous
Atmospheres) 5.4.4.
Shipping, I.C.o., 1995. Ship to Ship Transfer Guide. In Shipping, I.C.o. Ship to Ship Transfer Guide.
witherby. pp.8-9.
Stavrou, D.I. & Ventikos, N.P., 2014. Ship to Ship Transfer of Cargo Operations: Risk. Risk
Analysis and Crisis Response, pp.214-27.
Syukur, M., n.d. Penggunaan Liquified Petroleum Gases (LPG): Upaya mengurangi kecelakaan
akibat LPG. Karakteristik LPG.
Soemartojo, Materi Pengantar Teknologi Kelautan Sistem Motor Induk dan Alat Pendorong:2012
Soemartojo, Materi Pengantar Teknologi Kelautan Sistem Pembangkit Daya:2012
Soemartojo, Materi Pengantar Teknologi Kelautan Perkapalan Minggu 1-4, 2012
Taylor, D.A. Introduction to Marine Engineering Second Edition.University Press. Cambridge
Kornsberg Maritime.(2013). Ship Performance System, Korsberg Maritime AS, Normay.
Kornsberg Maritime.(2014). Vessel Performance Optimizer, Korsberg Maritime AS, Normay.
Kornsberg Maritime.(2013). Fleet Management, Korsberg Maritime AS, Normay.
Calleya, J. (2014). Ship Impact Model for Technical Assessment and selection of Carbon Dioxade
ReducingTechnologies (CRTs), University College London, UK.
Varela, J.M. (2014). On-Board Decision Support System for Ship Flooding Emergency Response,
ITMO University, Russia.
ABS. (2012). GUIDE FOR CREW HABITABILITY ON SHIPS. New York: American Bureau of
Shipping.