Professional Documents
Culture Documents
Struktur wajah dan mata sangat sesuai untuk melindungi mata dari cedera.
Bola mata terdapat di dalam sebuah rongga yang dikelilingi oleh bubungan bertulang yang
kuat. Kelopak mata bisa segera menutup untuk membentuk penghalang bagi benda asing
dan mata bisa mengatasi benturan yang ringan tanpa mengalami kerusakan.
Meskipun demikian, mata dan struktur di sekitarnya bisa mengalami kerusakan akibat
cedera, kadang sangat berat sampai terjadi kebutaan atau mata harus diangkat.
Cedera mata harus diperiksa untuk menentukan pengobatan dan menilai fungsi
penglihatan.8
Trauma tumpul, meskipun dari luar tidak tampak adanya kerusakan yang berat, tetapi
transfer energi yang dihasilkan dapat memberi konsekuensi cedera yang fatal. Kerusakan
yang terjadi bergantung kekuatan dan arah gaya, sehingga memberikan dampak bagi setiap
jaringan sesuai sumbu arah trauma. Trauma tumpul dapat dibedakan menjadi dua jenis,
yaitu:9
1. Kontusio, yaitu kerusakan disebabkan oleh kontak langsung dengan benda dari luar
terhadap bola mata, tanpa menyebabkab robekan pada dinding bola mata
2. Konkusio, yaitu bila kerusakan terjadi secara tidak langsung. Trauma terjadi pada jaringan
di sekitar mata, kemudian getarannya sampai ke bola mata.
Baik kontusio maupun konkusio dapat menimbulkan kerusakan jaringan berupa kerusakan
molekular, reaksi vaskular, dan robekan jaringan. Menurut Duke-Elder, kontusio dan
konkusio bola mata akan memberikan dampak kerusakan mata, dari palpebra sampai
dengan saraf optikus.9
3. Pengukuran tonografi : mengkaji tekanan intra okuler ( TIO ) normal 12-25 mmHg.
4. Tes provokatif : digunakan untuk menentukan adanya glukoma bila TIO normal atau
meningkat ringan.
5. Pemerikasaan oftalmoskopi dan teknik imaging lainnya (USG, CT-scan, x-ray): mengkaji
struktur internal okuler, edema retine, bentuk pupil dan kornea.
1.3.1 Orbita
Trauma tumpul orbita yang kuat dapat menyebabkan bola mata terdorong dan
menimbulkan fraktur orbita. Fraktur orbita sering merupakan perluasan fraktur dari maksila
yang diklasifikasikan menurut Le Fort, dan fraktur tripod pada zygoma yang akan mengenai
dasar orbita. Apabila pintu masuk orbita menerima suatu pukulan, maka gaya-gaya penekan
dapat menyebabkan fraktur dinding inferior dan medial yang tipis, disertai dengan prolaps
bola mata beserta jaringan lunak ke dalam sinus maksilaris (fraktur blow-out). Mungkin
terdapat cedera intraokular terkait, yaitu hifema, penyempitan sudut, dan ablasi retina.
Enoftalmos dapat segera terjadi setelah trauma atau terjadi belakangan setelah edema
menghilang dan terbentuk sikatrik dan atrofi jaringan lemak.6
Pada soft-tissue dapat menyebabkan perdarahan disertai enoftalmus dan paralisis otot-otot
ekstraokular yang secara klinis tampak sebagai strabismus. Diplopia dapat disebabkan
kerusakan neuromuskular langsung atau edema isi orbita. Dapat pula terjadi penjepitan otot
rektus inferior orbita dan jaringan di sekitarnya. Apabila terjadi penjepitan, maka gerakan
pasif mata oleh forseps menjadi terbatas.6
1.3.2 Palpebra
Meskipun bergantung kekuatan trauma, trauma tumpul yang mengenai mata dapat
berdampak pada palpebra, berupa edema palpebra, perdarahan subkutis, dan erosi
palpebra.11
1.3.3 Konjungtiva
Dampak trauma pada konjungtiva adalah perdarahan sub-konjungtiva atau khemosis dan
edema. Perdarahan subkonjungtiva umumnya tidak memerlukan terapi karena akan hilang
dalam beberapa hari. Pola perdarahan dapat bervariasi, dari ptekie hingga makular. Bila
terdapat perdarahan atau edema konjungtiva yang hebat, maka harus diwaspadai adanya
fraktur orbita atau ruptur sklera.9
1.3.4 Sklera
Ruptur sklera ditandai oleh adanya khemosis konjungtiva, hifema total, bilik depan yang
dalam, tekanan bola mata yang sangat rendah, dan pergerakan bola mata terhambat
terutama ke arah tempat ruptur. Ruptur sklera dapat terjadi karena trauma langsung
mengenai sklera sampai perforasi, namun dapat pula terjadi pada trauma tak langsung.9,11
Ruptur koroid secara oftalmoskopik terlihat sebagai garis putih berbatas tegas, biasanya
terletak anterior dari ekuator dan ruptur ini sering terjadi pada membran Bruch. Kontusio
juga dapat menyebabkan reaksi inflamasi, nekrosis, dan degenerasi koroid.9
1.3.6 Kornea
Edema superfisial dan aberasi kornea dapat hilang dalam beberapa jam. Edema interstisial
dalah edema yang terjadi di substania propria yang membentuk kekeruhan seperti cincin
dengan batas tegas berdiameter 2 3 mm.6,11
Deposit pigmen sering terjadi di permukaan posterior kornea, disebabkan oleh adanya
segmen iris yang terlepas ke depan. Laserasi kornea dapat terjadi di setiap lapisan kornea
secara terpisah atau bersamaan, tetapi jarang menyebabkan perforasi.9
Segera setelah trauma, akan terjadi miosis dan akan kembali normal bila trauma ringan. Bila
trauma cukup kuat, maka miosis akan segera diikuti dengan iridoplegi dan spasme
akomodasi sementara. Dilatasi pupil biasanya diikuti dengan paralisis otot akomodasi, yang
dapat menetap bila kerusakannya cukup hebat. Penderita umumnya mengeluh kesulitan
melihat dekat dan harus dibantu dengan kacamata.9,12
Konkusio dapat pula menyebabkan perubahan vaskular berupa vasokonstriksi yang segera
diikuti dengan vasodilatasi, eksudasi, dan hiperemia. Eksudasi kadang-kadang hebat
sehingga timbul iritis. Perdarahan pada jaringan iris dapat pula terjadi dan dapat dilihat
melalui deposit-deposit pigmen hemosiderin. Kerusakan vaskular iris, akar iris, dan korpus
siliaris dapat menyebabkan terkumpulnya darah di kamera okuli anterior, yang disebut
hifema.12
Trauma tumpul dapat merobek pembuluh darah iris atau badan siliar. Gaya-gaya kontusif
akan merobek pembuluh darah iris dan merusak sudut kamar okuli anterior. Tetapi dapat
juga terjadi secara spontan atau pada patologi vaskuler okuler. Darah ini dapat bergerak
dalam kamera anterior, mengotori permukaan dalam kornea. Tanda dan gejala hifema,
antara lain:10,12
- Anisokor pupil
Hifema primer dapat cepat diresorbsi dan dalam 5 hari bilik mata depan sudah bersih.
Komplikasi yang ditakutkan adalah hifema sekunder yang sering terjadi pada hari ke-3 dan
ke-5, karena viskositas darahnya lebih kental dan volumenya lebih banyak. Hifema sekunder
disebabkan lisis dan retraksi bekuan darah yang menempel pada bagian yang robek dan
biasanya akan menimbulkan perdarahan yang lebih banyak.9,10
1.3.8 Lensa
Kerusakan yang terjadi pada lensa paska-trauma adalah kekeruhan, subluksasi dan dislokasi
lensa. Kekeruhan lensa dapat berupa cincin pigmen yang terdapat pada kapsul anterior
karena pelepasan pigmen iris posterior yang disebut cincin Vosslus. Kekeruhan lain adalah
kekeruhan punctata, diskreta, lamelar aau difus seluruh massa lensa.9,11
Akibat lainnya adalah robekan kapsula lensa anterior atau posterior. Bila robekan kecil, lesi
akan segera tertutup dengan meninggikan kekeruhan yang tidak akan mengganggu
penglihatan. Kekeruhan ini pada orang muda akan menetap, sedangkan pada orang tua
dapat progresif menjadi katarak presenil. Dengan kata lain, trauma dapat mengaktivasi
proses degeneratif lensa.11
Subluksasi lensa dapat aksial dan lateral. Subluksasi lensa kadang-kadang tidak mengganggu
visus, namun dapat juga mengakibatkan diplopia monokular, bahkan dapat mengakibatkan
reaksi fakoanafilaktik. Dislokasi lensa dapat terjadi ke bilik depan, ke vitreus, subskleral,
ruang interretina, konjungtiva, dan ke subtenon. Dislokasi ke bilik depan sering
menyebabkan glaukoma akut yang hebat, sehingga harus segera diekstraksi. Dislokasi ke
posterior biasanya lebih tenang dan sering tidak menimbulkan keluhan, tetapi dapat
menyebabkan vitreus menonjol ke bilik depan dan menyebabkan blok pupil dan peninggian
TIO.11
1.3.9 Retina
Edema retina terutama makula sering terjadi pada kontusio dan konkusio okuli. Bila hebat
dapat meninggalkan bekas yang permanen. Edem retina bisa terjadi pada tempat kontusio,
tetapi yang paling sering terjadi mengenai sekeliling diskus dan makula. Dapat pula terjadi
nekrosis dan perdarahan retina yang pada proses penyembuhan akan meninggalkan atrofi
dan sikatrik.6
Pada edem makula, tampak retina di sekeliling makula berwarna putih ke abu-abuan
dengan bintik merah di tengahnya, menyerupai gambaran oklusi arteri retina sentralis.
Edema dapat berkembang menjadi kistik atau macular hole. Bila edema tidak hebat, hanya
akan meninggalkan pigmentasi dan atrofi. Segera setelah trauma, terjadi vasokonstriksi
yang diikuti oleh vasodilatasi, menyebabkan edema dan perdarahan. Perdarahan dapat
terjadi di retina, subhyaloid, atau bahkan dapat ke vitreus, sehingga pada penyembuhannya
menyebabkan retinopati proliferatif.6,9,11
Robekan retina jarang terjadi pada mata sehat. Biasanya robekan retina terjadi pada mata
yang memang telah mengalami degenerasi sebelumnya, sehingga trauma yang ringan
sekalipun dapat memicu robekan. Ruptur retina sering disertai dengan ruptur koroid. Dialisis
ora serata sering terjadi pada kuadran inferotemporal atau nasal atas, berbentuk segitiga
atau tapal kuda, disertai dengan ablasio retina. Ablasio retina pada kontusio dan konkusio
dapat terjadi akibat:3,11
Kontusio dan konkusio dapat menyebabkan edem dan inflamasi di sekitar diskus optik
berupa papilitis, dengan sekuele berupa papil atrofi. Keadaan ini sering disertai pula dengan
kerusakan koroid dan retina yang luas. Kontusio dan konkusio yang hebat juga
mengakibatkan ruptur atau avulsi nervus optikus yang biasanya disertai kerusakan mata
berat.3,6
Prinsip penanganan trauma tumpul bola mata adalah apabila tampak jelas adanya ruptur
bola mata, maka manipulasi lebih lanjut harus dihindari sampai pasien mendapat anestesi
umum. Sebelum pembedahan, tidak boleh diberikan sikloplegik atau antibiotik topikal
karena kemungkinan toksisitas obat akan meningkat pada jaringan intraokular yang
terpajan. Antibiotik dapat diberikan secara parenteral spektrum luas dan pakaikan
pelindung fox pada mata. Analgetik, aneiemetik, dan antitoksin tetanus diberikan sesuai
kebutuhan, dengan restriksi makan dan minum. Induksi anestesi umum harus menghindari
substansi yang dapat menghambat depolarisasi neuromuskular, karena dapat meningkatkan
secara transien tekanan bola mata, sehingga dapat memicu terjadinya herniasi isi
intraokular.3,6
Pada trauma yang berat, ahli oftalmologi harus selalu mengingat kemungkinan timbulnya
kerusakan lebih lanjut akibat manipulasi yang tidak perlu sewaktu berusaha melakukan
pemeriksaan mata lengkap. Anestetik topikal, zat warna, dan obat lainnya yang diberikan ke
mata yang cedera harus steril.6
Kecuali untuk cedera yang menyebabkan ruptur bola mata, sebagian besar efek kontusio-
konkusio mata tidak memerlukan terapi bedah segera. Namun, setiap cedera yang cukup
parah untuk menyebabkan perdarahan intraokular sehingga meningkatkan risiko
perdarahan sekunder dan glaukoma memerlukan perhatian yang serius, yaitu pada kasus
hifema.6,9
Kelainan pada palpebra dan konjungtiva akibat trauma tumpul, seperti edema dan
perdarahan tidak memerlukan terapi khusus, karena akan menghilang sendiri dalam
beberapa jam sampai hari. Kompres dingin dapat membantu mengurangi edema dan
menghilangkan nyeri, dilanjutkan dengan kompres hangat pada periode selanjutnya untuk
mempercepat penyerapan darah. Pada laserasi kornea , diperbaiki dengan jahitan nilon 10-0
untuk menghasilkan penutupan yang kedap air. Iris atau korpus siliaris yang mengalami
inkarserasi dan terpajan kurang dari 24 jam dapat dimasukkan ke dalam bola mata dengan
viskoelastik. Sisa-sisa lensa dan darah dapat dikeluarkan dengan aspirasi dan irigasi mekanis
atau vitrektomi. Luka di sklera ditutup dengan jahitan 8-0 atau 9-0 interrupted yang tidak
dapat diserap. Otot-otot rektus dapat secara sementara dilepaskan dari insersinya agar
tindakan lebih mudah dilakukan.6
Prognosis pelepasan retina akibat trauma adalah buruk, karena adanya cedera makula,
robekan besar di retina, dan pembentukan membran fibrovaskular intravitreus. Vitrektomi
merupakan tindakan yang efektif untuk mencegah kondisi tersebut.3
Pada hifema, bila telah jelas darah telah mengisis 5% kamera anterior, maka pasien harus
tirah baring dan diberikan tetes steroid dan sikloplegik pada mata yang sakit selama 5 hari.
Mata diperiksa secara berkala untuk mencari adanya perdarahan sekunder, glaukoma, atau
bercak darah di kornea akibat pigmentasi hemosiderin. Penanganan hifema, yaitu :12
1. Pasien tetap istirahat ditempat tidur (4-7 hari ) sampai hifema diserap.
2. Diberi tetes mata antibiotika pada mata yang sakit dan diberi bebat tekan.
7. Parasentesis tindakan atau mengeluarkan darah dari bilik mata depan dilakukan bila ada
tanda-tanda imbibisi kornea, glaukoma sekunder, hifema penuh dan berwarna hitam atau
bila setelah 5 hari tidak terlihat tanda-tanda hifema akan berkurang.
9. Evakuasi bedah jika TIO lebih 35 mmHg selama 7 hari atau lebih 50 mmH selama 5 hari.
10. Vitrektomi dilakukan bila terdapat bekuan sentral dan lavase kamar anterior.
- Diplopia persisten dalam 30 derajat dari posisi primer pandangan, apabila terjadi
penjepitan
- Sebuah fraktur besar (setengah dari dasar orbita) yang kemungkinan besar akan
menyebabkan enoftalmos.