Professional Documents
Culture Documents
SKIZOFRENIA
Oleh:
Inez Wijaya 04124705100
Enggar Sari Kesuma W. 04114705012
Rendy Dwi Osca 04124708023
Atika Pusparani 04124708050
Ibrahim Muhammad 04114705114
Pembimbing:
Dr. Abdullah Shahab, SpKJ
1
HALAMAN PENGESAHAN
Referat
SKIZOFRENIA
Oleh:
Inez Wijaya 04124705100
Enggar Sari Kesuma W. 04114705012
Rendy Dwi Osca 04124708023
Atika Pusparani 04124708050
Ibrahim Muhammad 04114705114
Telah diterima sebagai salah satu syarat untuk mengikuti ujian Kepaniteraan
Klinik Senior (KKS) Bagian Ilmu Kedokteran Jiwa Fakultas Kedokteran
Universitas Sriwijaya/ Rumah Sakit DR. Ernaldi Bahar Palembang periode 10
Februari-17 Maret 2014.
2
KATA PENGANTAR
Segala puji syukur kepada Allah SWT, karena atas berkat dan rahmatnya
penulis dapat menyelesaikan referat dengan judul Skizofrenia yang merupakan
salah satu syarat untuk menempuh kepaniteraan klinik senior bagian Ilmu
Kedokteran Jiwa RS. Dr. Ernaldi Bahar.
Pada kesempatan ini penulis mengucapkan terima kasih yang sebesar-
besarnya kepada dr. Abdullah Shahab, SpKJ, selaku pembimbing yang telah
membantu penyelesaian referat ini. Penulis juga mengucapkan terima kasih
kepada teman-teman, dan semua pihak yang telah membantu dalam
menyelesaikan referat ini.
Penulis menyadari sepenuhnya bahwa dalam penyusunan referat ini masih
banyak terdapat kesalahan dan kekurangan, oleh karena itu, segala saran dan kritik
yang bersifat membangun sangat kami harapkan.
Demikianlah penulisan referat ini, semoga bermanfaat amin.
Penulis
3
DAFTAR ISI
4
BAB I
PENDAHULUAN
5
mempengaruhi kehidupan seseorang. Beberapa penelitian menyebutkan bahwa
gejala halusinasi yang palingsering adalah halusinasi pendengaran yaitu sebesar
70%.3 Setelah dilakukan pemeriksaan yang teliti ternyata didapatkan adanya
gangguan proses berfikir,gangguan afek, emosi dan kemauan.3
Penderita skizofrenia memerlukan penatalaksanaan secara integrasi, baik
dari aspek psikofarmakologis, dan aspek psikososial. Hal ini berkaitan dengan
kondisi setiap penderita yang merupakan seseorang dengan sifat individual,
memiliki keluarga dan sosial psikologis yang berbeda-beda, sehingga menim-
bulkan gangguan bersifat kompleks. Oleh sebab itu memerlukan penanganan dari
beberapa modalitas terapi.
Penggunaan obat antipsikotik atipikal telah mengalami peningkatan
selama beberapa tahun belakangan ini untuk pengobatan skizofrenia. Keputusan
mengenai pilihan terapi bukan saja mempertimbangkan efikasi dan tolerabilitas
terhadap beberapa antipsikotik yang tersedia, tetapi juga kecepatan onset. Aspek
pengobatan yang terpenting dari suatu gangguan adalah pengurangan yang cepat
pada gejala-gejala positif, negatif dan kognitif. Respons yang cepat terhadap
pengobatan adalah penting dalam mengurangi penderitaan pasien dan
keluarganya, serta biaya pengobatan. Faktor psikologik dan sosial juga
berpengaruh dalam perjalanan penyakit ini. Namun, seberapa besar dukungan dari
keluarga maupun lingkungan sosial lainnya akan sangat mempengaruhi
penyembuhan dan bahkan dapat mencegah kambuhnya skizofrenia.
Penatalaksanaan yang diberikan secara komprehensif pada penderita skizofrenia
menghasilkan perbaikan yang lebih optimal dibandingkan penatalaksanaan secara
tunggal.4
6
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
2.1. Definisi
Suatu obsesi adalah pikiran, perasaan, ide, atau sensasi yang mengganggu
(intrusif). Suatu kompulsi adalah pikiran atau perilaku yang disadari, dibakukan,
dan rekuren, seperti menghitung, memeriksa atau menghindari. Obsesi
meningkatkan kecemasan seseorang, sedangkan melakukan kompulsi
bmenurunkan kecemasan seseorang. Tetapi, jika seseorang memaksa untuk
melakukuan kompulsi, kecemasan meningkat. Seseorang dengan gangguan
obsesif kompulsif biasanya menyadari irrasionalitas dari obsesi dan merasakan
bahwa obsesi dan kompulsi sebagai ego-distonik. Gangguan obsesif-kompulsif
dapat merupakan gangguan yang menyebabkan ketidakberdayaan, karena obsesi
dapat menghabiskan waktu dan dapat mengganggu secara bermakna pada rutinitas
normal seseorang, fungsi pekerjaan, aktifitas sosial yang biasanya, atau hubungan
dengan teman dan anggota keluarga.1
2.2. Epidemiologi
Skizofrenia terjadi dengan frekuensi yang sangat mirip di seluruh dunia.
Skizofrenia terjadi pada pria dan wanita dengan frekuensi yang sama. Gejala-
gejala awal biasanya terjadi pada masa remaja atau awal dua puluhan. Pria sering
mengalami awitan yang lebih awal daripada wanita.
Penelitian insiden pada gangguan yang relatif jarang terjadi, seperti
skizofrenia, sulit dilakukan. Survei telah dilakukan di berbagai negara, namun dan
hampir semua hasil menunjukkan tingkat insiden per tahun skizofrenia pada orang
dewasa dalam rentang yangsempit berkisar antara 0,1 dan 0,4 per 1000 penduduk.
Ini merupakan temuan utama dari penelitian di 10-negara yang dilakukan oleh
WHO. Untuk prevalensi atau insiden skizofreniadi Indonesia belum ditentukan
sampai sekarang, begitu juga untuk tiap-tiap subtipeskizofrenia.5
Prevalensinya antara laki-laki dan perempuan sama, namun menunjukkan
perbedaandalam onset dan perjalanan penyakit. Laki-laki mempunyai onset yang
7
lebih awal daripada perempuan. Usia puncak onset untuk laki-laki adalah 15
sampai 25 tahun, sedangkan perempuan 25 sampai 35 tahun. Beberapa penelitian
telah menyatakan bahwa laki-laki adalah lebih mungkin daripada wanita untuk
terganggu oleh gejala negatif dan wanita lebih mungkin memiliki fungsi sosial
yang lebih baik daripada laki-laki. Pada umumnya, hasil akhir untuk pasien
skizofrenik wanita adalah lebih baik daripada hasil akhir untuk pasien
skizofrenia laki-laki.Skizofrenia tidak terdistribusi rata secara geografis di seluruh
dunia. Secara historis, prevalensi skizofrenia di Timur Laut dan Barat Amerika
Serikat adalah lebih tinggi daridaerah lainnya.3
a. Mortalitas dan morbiditas:
Bunuh diri (10%), penyakit-penyakit lain akibat pola hidup yang buruk,
efek samping obat, dan penurunan preawatan kesehatan.
b. = :
Onset lebih awal dan gejala lebih buruk pada , disebabkan karena
respon pengobatan antipsychotic yang lebih baik pada disebabkan
pengaruh estrogen.
c. Rasio schizophrenia kembar pada >.
d. Usia:
o Puncak onset: (18-25 tahun), (26-45 tahun)
o Onset sebelum pubertas dan >45 tahun jarang.
o Gejala-gejala dapat membaik perlahan pada usia pertengahan
dan lebih tua.
o Sembuh spontan jarang terjadi pada beberapa tahun penyakit
kronis.
2. 3. Etiologi
a. Faktor Biologis
Neurotransmiter. Banyak uji coba kinis yang telah dilakukan terhadap
berbagai obat mendukung hipotesis bahwa suatu disregulasi serotonin
adalah terlibat di dalam pembentukan gejala obsesi dan kompulsi dari
gangguan. Data menunjukkan bahwa obat serotonergik lebih efektif
8
dibandingkan obat yang mempengaruhi sistem neurotransmiter lain.
Tetapi apakah serotonin terlibat di dalam penyebab gangguan obsesif-
kompulsif adalah tidak jelas pada saat ini. 1
9
kelainan yang mirip dengan yang terlihat pada gangguan depresif, seperti
penurunan latensi REM (rapid eye movement). Penelitian neuroendokrin
juga telah menemukan beberapa kemiripan dengan gangguan depresif,
seperti nonsupresi pada dexamethasone-supprssion test pada kira-kira
sepertiga pasien dan penurunan sekresi hormon pertumbuhan pada infus
clonidine (catapres). 1,5
b. Faktor Perilaku
Menurut ahli teori belajar, obsesi adalah stimuli yang dibiasakan.
Stimulus yang relatif netral menjadi disertai dengan ketakutan atau
kecemasan melalui proses pembiasaan responden dengan
memasangkannya dengan peristiwa yang secara alami adalah berbahaya
atau menghasilkan kecemasan. Jadi, objek dan pikiran yang sebelumnya
netral menjadi stimuli yang terbiasakan yang mampu menimbulkan
kecemasan atau gangguan. 1,5
c. Faktor Psikososial
Faktor kepribadian. Gangguan obsesif-kompulsif adalah berbeda dari
gangguan kepribadian obsesif-kompulsif. Sebagian besar pasien
gangguan obsesif-kompulsif tidak memiliki gejala kompulsif pramorbid.
Dengan demikian, sifat kepribadian tersebut tidak diperlukan atau tidak
cukup untuk perkembangan gangguan obsesif-kompulsif. Hanya kira-kira
15 sampai 35 persen pasien gangguan obsesif-kompulsif memiliki sifat
obsesional pramorbid.1
10
Faktor psikodinamika. Sigmund Freud menjelaskan tiga mekanisme
pertahanan psikologis utama yang menentukanbentuk dan kualitas gejala
dan sifat karakter obsesif-kompulsif; isolasi, meruntuhkan (undoing), dan
pembentukan reaksi. 1,5
11
Faktor psikodinamik lainnya. Pada teori psikoanalitik klasik, gangguan
obsesif-kompulsif dinamakan neurosis obsesif-kompulsif dan merupakan
suatu regresi dari fase perkembangan oedipal ke fase psikoseksual anal.
Jika pasien dengan gangguan obsesif-kompulsif merasa terancam oleh
kecemasan tentang pembalasan dendam atau kehilangan objek cinta yang
penting, mereka mundur dari fase oedipal dan beregresi ke stadium
emosional yang sangat ambivalen yang berhubungan dengan fase anal.
Adanya benci dan cinta secara bersama-sama kepada orang yang sama
menyebabkan pasien dilumpuhkan oleh keragu-raguan dan kebimbangan.
Suatu ciri yang melekat pada pasien dengan gangguan obsesif-kompulsif
adalah derajat dimana mereka terpaku dengan agresi atau kebersihan,
baik secara jelas dalam isi gejala mereka atau dalam hubungan yang
terletak di belakangnya. Dengan demikian, psikogenesis gangguan
obsesif-kompulsif, mungkin terletak pada gangguan dan perkembangan
pertumbuhan normal yang berhubungan dengan fase perkembangan anal-
sadistik. 1
12
tersebut. Perasaan tersebut menyebabkan memiliki suatu pikiran agresif
akan menakutkan bagi pasien gangguan obsesif-kompulsif. 1
13
tindakan yang mulai membawa dampak bagi lingkungannya, seperti mengamuk
dan berteriak-teriak.
a. Gejala negatif (pendataran afektif, alogia (miskin bicara, kemiskinan isi
bicara, afek yang tidak sesuai), tidak ada kemauan-apati, anhedonia-
asosialitas, tidak memiliki atensi social, tidak ada perhatian selama tes
b. Gejala positif ( halusinasi, waham, perilaku aneh (cara berpakaian, perilaku
social, agresif, perilaku berulang), ganggun pikiran formal positif
(penyimpangan, tangensialitas, inkoherensi, dll)
Selain itu, ada juga pengelompokan gejala-gejala menjadi gejala primer dan
sekunder (oleh Bleuler). Gejala primer adalah gejala pokok, sedangkan gejala
sekunder merupakan gejala tambahan.
a. Gejala primer
- Gangguan proses pikiran (yang terutama terganggu adalah asosiasi.
Gangguannya berupa terdapatnya inkoherensi, pasien cenderung
menyamakan hal, seakan-akan pikiran berhenti, stereotipi pikiran (ide
yang sama berulang-ulang timbul dan diutarakan olehnya)
- Gangguan afek dan emosi (afek dan emosi dangkal, acuh tak acuh
terjadap dirinya), parathimi (yang seharusnya menimbulkan rasa senang,
malah menimbulkan rasa sedih pada pasien), paramimi (penderita senang
tapi menangis), terkadang afek dan emosinya tidak mempunyai satu
kesatuan, emosi yang berlebihan, hilangnya kemampuan untuk
mengadakan hubungan emosi yang baik, dua hal yang berlwanan
mungkin terjadi bersama-sama
- Gangguan kemauan (kelemahan kemauan dengan alasan yang tidak jelas,
ngativisme (sikap yang negative atau berlawanan terhadap suatu
permintaan), ambivalensi kemauan (menghendaki dua hal yang
berlawanan pada waktu bersamaan), otomatisme (penderita merasa
kemauannya dipengaruhi orang lain atau tenaga dari luar, sehingga ia
melakukan sesuatu secara otomatis)
- Gejala psikomotor( gejala katatonik (gerakan kurang luwes), bias sampai
stupor (tidak bergerak sama sekali), mutisme, berulang-ulang melakukan
satu gerakan atau sikap, verbigerasi (mengulang-ngulang kata),
14
manerisme (keanehan cara berjala dan gaya), gejala katalepsi (bila dalam
jangka waktu lama), flexibilitas cerea (bila anggota gerak dibengkokan
terasa ada tahanan seperti pada lilin, negativism (melakukan hal
berlawanan dengan yang diperintahkan), echolalia (meniru kata-kata yang
diucapkan orang lain), ekhopraxia (meniru perbuatan orang lain)
b. Gejala sekunder
- Waham (waham primer (timbul secara tidak logis sama sekali, tanpa
penyebab apa-apa dari luar( hamper patognomonis pada skizofrenia),
waham sekunder (biasanya terdengar logis, seperti waham kebesaran,
waham nihilistic, dll)
- Halusinasi (pada skizofrenia, halusinasi timbul tanpa penurunan
kesadaran (pada kelainan lain tidak ditemukan yang seperti ini). Paling
sering halusinasi auditorik. Halusinasi penglihatan jarang, namun bila
ada, biasanya pada stadium permulaan
Gejala yang pertama kali tampak adalah gejala postif. Timbulnya gejala positif ini
berbeda pada tiap gender. Pada pria umumnya muncul pada usia 17-27 sementara
pada wanita 17-37.
Perjalanan penyakit schizophrenia terbagi menjadi tiga fase, yaitu:
1. Fase prodromal = fase dimana gejala non spesifik muncul sebelum gejala
psikotik menjadi jelas. Lamanya bisa beberapa minggu, bulan bahakn
tahunan. Gejalanya berupa hendaya pekerjaan, fungsi social, perawatan
diri, dan penggunaan waktu luang.
2. Fase aktif = fase dimana gejala psikotik menjadi jelas seperti perilaku
katatonik, halusinasi, delusi, disertai gangguan afek.
3. Fase residual = fase yang gejala nya mirip seperti fase prodromal tetapi
gejala psikotiknya tidak begitu jelas.
Gejala yang tampak pada pasien schizophrenia, menurut Stahl terbagi menjadi
lima, yaitu:
1. Gejala positif
15
2. Gejala negatif
3. Gejala kognitif
4. Gejala agresif
5. Gejala/depresi
Penyebab Halusinasi
16
Menurut Stuart (2007), faktor penyebab terjadinya halusinasi adalah:
a. Biologis
Abnormalitas perkembangan sistem saraf yang berhubungan dengan
respon neurobiologis yang maladaptif baru mulai dipahami. Ini
ditunjukkan oleh penelitian-penelitian yang berikut:
- Penelitian pencitraan otak sudah menunjukkan keterlibatan otak yang
lebih luas dalam perkembangan skizofrenia. Lesi pada daerah frontal,
temporal dan limbik berhubungan dengan perilaku psikotik.
- Beberapa zat kimia di otak seperti dopamin neurotransmitter yang
berlebihan dan gangguan system reseptor dopamin dikaitkan dengan
terjadinya skizofrenia.
- Pembesaran ventrikel dan penurunan massa kortikal menunjukkan
terjadinya atropi yang signifikan pada otak manusia. Pada anatomi
otak klien dengan skizofrenia kronis, ditemukan pelebaran lateral
ventrikel, atropi korteks bagian depan dan atropi otak kecil
(cerebellum). Temuan kelainan anatomi otak tersebut didukung oleh
otopsi (post-mortem).
b. Psikologis
Keluarga, pengasuh dan lingkungan klien sangat mempengaruhi respon
dan kondisi psikologis klien. Salah satu sikap atau keadaan yang dapat
mempengaruhi gangguan orientasi realitas adalah penolakan atau tindakan
kekerasan dalam rentang hidup klien.
c. Sosial Budaya
Kondisi sosial budaya mempengaruhi gangguan orientasi realita seperti :
kemiskinan, konflik sosial budaya (perang, kerusuhan, bencana alam) dan
kehidupan yang terisolasi disertai stress.
17
kinerja sosial yang buruk.5 Gejala waham dan halusinasi dapat muncul dan
terutama waham curiganya. 3 Terlebih dahulu akan dibahas mengenai penegakan
diagnosa skizofrenia. Adapunmenurut DSM-IV sebagai berikut:
A. Gejala Karakteristik: dua (atau lebih) berikut, masing-masing ditemukan
untuk bagianwaktu yang bermakna selama periode 1 bulan (atau kurang
jika diobati dengan berhasil):
Waham
Halusinasi
Bicara terdisorganisasi (misalnya sering menyimpang atau
inkoheresi)
Perilaku terdisorganisasi atau katatonik yang jelas
Gejala negatif yaitu pendataran afektif, alogia, atau tidak
ada kemauan (avolition)
Catatan: Hanya satu gejala kriteria A yang diperlukan jika waham adalah
kacau atauhalusinasi terdiri dari suara yang terus-menerus mengomentari
perilaku atau pikiran pasien atau dua lebih suara yang saling bercakap-
cakap satu sama lainnya.
B. Disfungsi sosial/pekerjaan: untuk bagian waktu yang bermakna sejak
onset gangguan,satu atau lebih fungsi utama seperti pekerjaan, hubungan
interpersonal, atau perawatandiri, adalah jelas di bawah tingkat yang
dicapai sebelum onset (atau jika onset pada masaanak-anak atau remaja,
kegagalan untuk mencapai tingkat pencapaian interpersonal,akademik,
atau pekerjaan yang diharapkan).
C. Durasi : tanda gangguan terus-menerus menetap selama sekurangnya 6
bulan. Pada 6 bulan tersebut, harus termasuk 1 bulan fase aktif (yang
memperlihatkan gejala kriteria A) dan mungkin termasuk gejala
prodormal atau residual.
D. Penyingkiran gangguan skizoafektif atau gangguan mood : gangguan
skizoafektif atau gangguan mood dengan ciri psikotik telah disingkirkan
karena : (1) tidak ada episodedepresif berat, manik atau campuran yang
telah terjadi bersama-sama gejala fase aktif atau (2) jika episode mood
18
telah terjadi selama gejala fase aktif, durasi totalnya relatif singkat
dibandingkan durasi periode aktif dan residual.
E. Penyingkiran zat/kondisi medis umum.
F. Hubungan dengan gangguan perkembangan pervasif3
19
- Mendiskusikan perihal pasien diantara mereka sendiri (diantara
berbagai suara yang berbicara) atau
- Jenis suara halusinasi lain yang berasal dari salah satu bagian tubuh
pasien
d) Waham-waham menetap lainnya yang menurut budaya setempat
dianggap tidak wajar dan sesuatu yang mustahil, misalnya perihal
keyakinan agama atau politik tertentu, ataukekuatan dan kemampuan
di atas manusia biasa
2.6 Patofisiologi
Secara terminologi, schizophrenia berarti skizo adalah pecah dan frenia
adalah kepribadian. Scizophrenia adalah sekelompok gangguan psikotik dengan
gangguan dasar pada kepribadian, distorsi perasaan pikir, waham yang aneh,
gangguan persepsi, afek yang abnormal. Meskipun demikian kesadaran yang
jernih, kapasitas intelektual biasanya tidak terganggu, mengalami hendaya berat
dalam menilai realitas (pekerjaan, sosial dan waktu senggang).
Patofisiologi schizophrenia dihubungkan dengan genetic dan lingkungan.
Faktor genetic dan lingkungan saling berhubungan dalam patofisiologi terjadinya
schizophrenia. Neurotransmitter yang berperan dalam patofisiologinya adalah DA,
5HT, Glutamat, peptide, norepinefrin.11 Pada pasien skizoprenia terjadi
hiperreaktivitas system dopaminergik (hiperdopaminergia pada sistem mesolimbik
berkaitan dengan gejala positif, dan hipodopaminergia pada sistem mesocortis
dan nigrostriatal bertanggungjawab terhadap gejala negatif dan gejala
ekstrapiramidal) Reseptor dopamine yang terlibat adalah reseptor dopamine-2
(D2) yang akan dijumpai peningkatan densitas reseptor D2 pada jaringan otak
pasien skizoprenia. Peningkatan aktivitas sistem dopaminergik pada sistem
mesolimbik yang bertanggungjawab terhadap gejala positif. Sedangkan
peningkatan aktivitas serotonergik akan menurunkan aktivitas dopaminergik pada
sistem mesocortis yang bertanggung-jawab terhadap gejala negatif.9
20
Gambar 1. Mekanisme terjadinya gejala positif dan negative pada gangguan
psikotik
Adapun jalur dopaminergik saraf yang terdiri dari beberapa jalur, yaitu :
a. Jalur nigrostriatal: dari substantia nigra ke basal ganglia fungsi
gerakan, EPS
b. jalur mesolimbik : dari tegmental area menuju ke sistem limbik
memori, sikap, kesadaran, proses stimulus
c. jalur mesocortical : dari tegmental area menuju ke frontal cortex
kognisi, fungsi sosial, komunikasi, respons terhadap stress
d. jalur tuberoinfendibular: dari hipotalamus ke kelenjar pituitary
pelepasan prolaktin.9
21
Dalam anatomi manusia, sistem ekstrapiramidal adalah jaringan saraf yang
terletak di otak yang merupakan bagian dari sistem motor yang terlibat dalam
koordinasi gerakan. Sistem ini disebut "ekstrapiramidal" untuk membedakannya
dari saluran dari korteks motor yang mencapai target mereka dengan melakukan
perjalanan melalui "piramida" dari medula. Para piramidal jalur (kortikospinalis
dan beberapa saluran corticobulbar) langsung dapat innervasi motor neuron dari
sumsum tulang belakang atau batang otak (sel tanduk anterior atau inti saraf
kranial tertentu), sedangkan ekstrapiramidal sistem pusat sekitar modulasi dan
peraturan (tidak langsung kontrol) sel tanduk anterior.9
Saluran ekstrapiramidal yang terutama ditemukan dalam formasi reticular
pons dan medula, dan neuron sasaran di sumsum tulang belakang yang terlibat
dalam refleks, penggerak, gerakan kompleks, dan kontrol postural. Ini adalah
saluran pada gilirannya dimodulasi oleh berbagai bagian dari sistem saraf pusat,
termasuk nigrostriatal jalur, ganglia basal, otak kecil, inti vestibular, dan daerah
sensorik yang berbeda dari korteks serebral. Semua peraturan komponen dapat
dianggap sebagai bagian dari sistem ekstrapiramidal, karena mereka memodulasi
aktivitas motorik tanpa langsung innervating motor neuron.9
Pemeriksaan CT scan dan MRI pada penderita schizophrenia
menunjukkan atropi lobus frontalis yang menimbulkan gejala negatif dan kelainan
pada hippocampus yang menyebabkan gangguan memori.11
Skizofrenia merupakan penyakit yang mempengaruhi otak. Pada otak
terjadi proses penyampaian pesan secara kimiawi (neurotransmitter) yang akan
meneruskan pesan sekitar otak. Pada penderita skizofrenia, produksi
neurotransmitter-dopamin- berlebihan, sedangkan kadar dopamin tersebut
berperan penting pada perasaan senang dan pengalaman mood yang berbeda. Bila
kadar dopamin tidak seimban;berlebihan atau kurang; penderita dapat mengalami
gejala positif dan negatif seperti yang disebutkan di atas. Penyebab
ketidakseimbangan dopamin ini masih belum diketahui atau dimengerti
sepenuhnya. Pada kenyataannya, awal terjadinya skizofrenia kemungkinan
disebabkan oleh kombinasi faktor-faktor tersebut. Faktor-faktor yang mungkin
dapat mempengaruhi terjadinya skizofrenia, antara lain: sejarah keluarga, tumbuh
22
kembang ditengah-tengah kota, penyalahgunaan obat seperti amphetamine, stres
yang berlebihan, dan komplikasi kehamilan.
Seringkali pasien yang jelas skizophrenia tidak dapat dimasukkan dengan
mudah ke dalam salah satu tipe. PPDGJ mengklasifikasikan pasien tersebut ke
dalam tipe tak terinci. Kriteria diagnostic menurut PPDGJ III yaitu :
Memenuhi kriteria umum diagnosis skizofrenia
Tidak memenuhi kriteria untuk diagnosis skizofrenia paranoid,
hebefrenik, atau katatonik.
Tidak memenuhi kriteria untuk skizofrenia residual atau depresi pasca
skizofrenia.10
2.7 Diagnosis
Untuk diagnosa schizophrenia, acuan yang paling banyak digunakan adalah
DSM IV (Diagnostic and Statistical Manual of Mental Disorder, ed 4). DSM IV
mempunyai kriteria diagnosis dari APA (Amerika Psychiatric Association)
untuk schizophrenia. Kriteria DSM IV sebagian besar tidak berubah dari DSM III
yang direvisi (DSM-III-R), walaupun DSM-IV menawarkan lebih banyak pilihan
bagi klinisi dan lebih deskriptif terhadap situasi klinis yang aktual. Seperti pada
DSM-III-R, halusinasi maupun waham tidak diperlukan untuk
diagosis schizophrenia karena pasien dapat memenuhi diagnosis jika mereka
memenuhi dua gejala yang dituliskan dalam gejala nomor tiga sampai lima di
dalam kriteria A. Kriteria B menghilangkan kata pemburukan deteriortation di
dalam variabel perjalanan schizophrenia di antara pasien-pasien. Namun demikian
kriteria B masih memerlukan gangguan fungsi selama fase aktif penyakit. DSM-
IV masih memerlukan gejala minimal 6 bulan dan tidak adanya diagnosis
gangguan schizoefktif atau gangguan mood.1
23
Waham
Halusinasi
Bicara terdisorganisasi (misalnya sering menyimpang atau inkoheren)
Perilaku terdisorganisasi atau katatonik yang jelas
Gejala negatif yaitu pendataran afektif, alogia, atau tidak ada kemauan
(avolition)
Catatan: hanya satu gejala kriteria A yang diperlukan jika waham adalah
kacau atau halusinasi terdiri dari suara yang terus menerus mengomentari
perilaku atau pikiran pasien, atau dua atau lebih suara yang saling bercakap
satu sama lainnya.
B. Disfungsi sosial atau pekerjaan: untuk bagian waktu yang bermakna sejak
onset gangguan, satu atau lebih fungsi utama, seperti pekerjaan, hubungan
interpersonal, atau perawatan diri adalah jelas dibawah tingkat yang dipakai
sebelum onset (atau jika onset pada masa anak-anak atau remaja, kegagalan
untuk mencapai tingkat pencapaian interpersonal, akademik atau pekerjaan
yang diharapkan).
C. Durasi. Tanda gangguan terus menerus menetap selama sekurangnya 6
bulan. Periode 6 bulan ini harus termasuk sekurangnya 1 bulan gejala (atau
kurang jika diobati dengan berhasil) yang memenuhi kriteria A (yaitu gejala
fase aktif) dan mungkin termasuk periode gejala prodormal atau residual.
Selama periode prodomal atau residual, tanda gejala mungkin
dimanifestasikan hanya oleh gejala negatif atau dua atau lebih gejala yang
dituliskan dalam kriteria A dalam bentuk yang diperlemah (misalnya
keyakinan yang aneh, pengalamam persepsi yang tidak lazim).
D. Penyingkiran gangguan skizoafektif dan gangguan mood: gangguan
skizoafektif dan gangguan mood dengan ciri psikotik telah disingkirkan
karena:
Tidak ada episode depresi berat, manik, atau campuran yang telah
terjadi bersama-sama dengan gejala fase aktif, atau
Jika episode mood telah terjadi selama gejala fase aktif, durasi totalnya
adalah relatif singkat dibandingkan durasi periode aktif dan residual.
24
E. Penyingkiran zat/kondisi medis umum: gangguan tidak disebabkan oleh efek
fisiologis langsung dari suatu zat (misalnya obat yang disalahgunakan, suatu
medikasi) atau suatu kondisi medis umum.
2.8 Penatalaksanaan
A. Terapi biologis
Secara umum antipsikotik sebaiknya dimulai pada dosis rendah. Dosis
tersebut dipertahankan selama 4 - 6 minggu, kecuali terdapat gejala psikotik atau
agresif atau sulit tidur yang parah. Peningkatan dosis yang terlalu cepat akan
meningkatkan risiko terjadinya gejala ekstrapiramidal dan gejala negative
sekunder tanpa adanya kegunaan dari antipsikotik itu sendiri. Penggunaan obat
parenteral short-acting untuk pasien baru sebaiknya dihindari. Namun terapi
dengan obat long-acting tidak boleh diberikan kecuali pada pasien dengan riwayat
tidak responsive dengan bentuk pengobatan lain. Penggunaan dosis tinggi untuk
pengobatan skizofren akut tidak memberikan hasil yang lebih baik dibanding
dengan penggunaan dosis rata-rata. Beberapa studi mengatakan bahwa penundaan
pemberian antipsikotik akan memberikan outcome yang lebih buruk, diperkirakan
karena beberapa aspek pada psikosis secara biologis toksik terhadap struktur
otak.1
Beberapa pasien memberikan respon terhadap antipsikotik dalam minggu
pertama pengobatan atau bahkan pada hari pertama. Kebanyakan akan tidak
memberikan respon dalam 2 6 minggu. Namun tidak disarankan untuk
memutuskan obat dan mengganti dengan jenis yang lain sebelum pengobatan
mencapai 4 6 minggu, kecuali terdapat efek samping atau gejala ekstrapiramidal
yang tidak sesuai dengan pengobatan.
25
Penggunaan beberapa antipsikotik pada waktu bersamaan harus dihindari,
khususnya penggunaan antipsikotik tipikal yang diberikan secara oral dan
parenteral, kecuali pengobatannya memang sedang dialihkan dari intramuscular
menjadi oral terapi. Pada beberapa kasus bila antipsikotik tidak dapat mengontrol
rasa cemas dan agitasi yang berlebihan, penggunaan benzodiazepine dapat
diberikan.
26
Jika pasien memiliki riwayat pengobatan dan tidak terdapat gejala
ekstrapiramidal, obat potensi tinggi seperti haloperidol dan fluphenazine menjadi
pilihan utama.1 jika terdapat gejala ekstrapiramidal, obat antikolinergik seperti
benztropine, biperiden atau trihexyphenidyl dapat digunakan atau dapat diganti
obat menjadi obat potensi sedang (seperti trifluoperazine) atau potensi ringan.
Antipsikotik atipikal juga menjadi pilihan jika terdapat gejala ekstrapiramidal.
Gejala ekstrapiramidal yang tidak teratasi dapat menyebabkan gejala negative dan
kurangnya kepatuhan minum obat.
Kemampuan terhadap reseptor D2, 5-HT dan muskarinik merupakan kunci
dari sebuah obat antipsikotik menyebabkan gejala ekstrapiramidal. Efek samping
lainnya adalah ginekomastia, impotensi dan amenorea merupakan sebab dari
blockade reseptor DA. Peningkatan berat badan adalah karena blockade reseptor
5-HT dan H1. Penelitian mengatakan bahwa dosis rendah antipsikotik tipikal
(haloperidol dan risperidone) lebih efisien karena dapat memberi perbaikan secara
cepat dan tanpa efek samping yang berarti. Sebagai contoh, dosis haloperidol 5
10 mg/hari sudah cukup untuk kebanyakan pasien dengan psikosis akut.
Meningkatkan dosis tidak boleh dilakukan sebelum 4 minggu terapi. Untuk
risperidone 1 4 mg/hari sudah cukup untuk menghindari efek samping
ekstrapiramidal.
Untuk pasien kronik yang tidak patuh untuk terapi oral, setiap 2 minggu
atau setiap bulan dapat diberikan injeksi fluphenazine decanoate 12.5 50 mg
atau haloperidol decanoate 25 100 mg. Hal tersebut akan mengurangi gejala
kambuh secara signifikan.
27
clozapine memiliki daya ikat yang kuat terhadap reseptor serotonin (5-HT),
adrenergik (1,2), muskarinik, dan histaminergik.
Clozapine telah digunakan pada ratusan pasien di negara barat selama
kurang lebih 20 tahun dan tidak ada kasus tardive diskinesia yang dilaporkan.
Respon terhadap penggunaan clozapine bisa mencapai 6 bulan. Sindrom negatif
cenderung membaik paling lama. Respon terhadap clozapine biasanya hanya
sebagian, namun untuk pasien-pasien parah yang tidak memberikan respon
terhadap terapi lain, perubahan dengan obat ini bisa terlihat drastis. Keuntungan
terbesar dari clozapine adalah rendahnya kemungkinan untuk menyebabkan
granulositopeni dan agranulositosis (sekitar 1%)1. Sehingga di Amerika Serikat,
clozapine digunakan hanya untuk pasien-pasien skizofren yang telah gagal
dengan terapi antipsikotik tipikal atau dengan antipsikotik tipikal memberikan
gejala ekstrapiramidal atau tardive diskinesia. Meskipun jarang terdapat efek
agranulositosis, sel darah putih pasien harus dimonitor setiap 2 minggu. Bila sel
darah putih turun di bawah 3000 /mm 3, pemakaian harus dihentikan. Clozapine
juga dapat menyebabkan leukositosis dan eosinofilia pada tahap-tahap awal.
Perkembangan dari gangguan tersebeut tidak dapat dijadikan patokan sebagai
terjadinya agranulositosis. Efek samping lainnya dari clozapine adalah sedasi,
peningkatan berat badan, kejang, gejala obsesif kompulsif, hipersalivasi, takikardi,
hipotensi, hipertensi, gagap, inkontinensia urin, konstipasi, dan hiperglikemi. Efek
samping tersebut biasanya dapat diatasi dengan penurunan dosis. Untuk kejang
harus ditangani dengan anti konvulsan seperti asam valproat.
Dosis clozapine untuk kebanyakan pasien antara 100 900 mg/hari.
Peningkatan dosis harus dilakukan perlahan-lahan mengingat adanya efek
samping takikardi dan hipotensi. Dosis biasanya dimulai pada 25 mg/hari,
kemudian sampai pada dosis 500 mg/hari dan biasanya diberikan sehari 2x.
Clozapine terbukti dapat mengurangi depresi dan gejala ingin bunuh diri.
Clozapine juga dilaporkan dapat meningkatkan beberapa aspek kognitif terutama
kemampuan bicara, pemusatan pikiran, dan memory recall. Clozapine juga
menunjukan dapat meningkatkan fungsi bekerja dan kualitas kehidupan pasien.
28
Tidak ada data yang menunjukan bahwa clozapine efektif terhadap kasus
skizotipal atau gangguan personalitas skizoid.
b. Risperidon
Risperidon merupakan golongan benzisoxazole. Risperidon memiliki efek
mengurangi gejala positif dan negatif yang lebih baik daripada haloperidol.
Namun tidak terdapat bukti yang menunjukan bahwa risperidon efektif terhadap
pasien yang gagal terapi dengan antipsikotik tipikal. Risperidon juga dapat
meningkatkan fungsi kognitif. Risperidon mempunyai kecenderungan untuk dapat
menyebabkan tardive diskinesia, sehingga pemakaian risperidon biasanya dalam
dosis rendah (4 8 mg/hari) namun lebih efektif dibanding dengan obat
antipsikotik tipikal dengan dosis yang sama. Beberapa pasien memberi efek pada
dosis 2 mg/hari, namun ada juga yang memberi respon pada 10 16 mg/hari.
Pada dosis 2 -4 mg/hari, gejala ekstrapiramidal biasanya ringan. Risperidon
memiliki ikatan pada reseptor D2 yang lebih kuat daripada clozapine.
Risperidon merupakan pilihan untuk pasien yang memberi respon baik
terhadap antipsikotik tipikal yang ditandai dengan penurunan gejala positif,
namun memiliki efek samping gejala ekstrapiramidal dan gejala negatif sekunder.
Risperidon juga efektif untuk menekan tardive diskinesia. Efek samping
risperidon selain gejala ekstrapiramidal adalah akathisia, peningkatan berat badan,
disfungsi seksual, penurunan libido, dan galaktorea. Tidak seperti clozapine,
risperidon meningkatkan serum prolaktin. Tidak ada laporan bahwa risperidon
dapat menyebabkan agranulositosis.
c. Olanzapine
Merupakan salah satu obat antipsikotik tipikal yang terbaru. Olanzapine
memiliki struktur yang mirip dengan clozapin, dan memiliki risiko yang rendah
untuk terjadinya gejala ekstrapiramidal, efektif terutama dalam mengatasi gejala
negatif, dan memiliki efek minimal terhadap prolaktin. Olanzapine terbukti lebih
efektif daripada haloperidol dalam mengatasi gejala positif. Dosis anjuran
olanzapin dimulai pada 10 mg/hari, sehari sekali. Kebanyakan pasien memerlukan
29
10 25 mg/hari, namun dosis sebaiknya dinaikan secara perlahan. Sama seperti
clozapine, respon perngobatan dapat baru terlihat setelah beberapa bulan.
Olanzapine memberi efek samping gangguan ekstrapiramidal dan tardive
diskinesia yang lebih ringan dibanding haloperidol. Efek samping terbesar dari
olanzapin adalah peningkatan berat badan dan sedasi. Efek samping lainnya
adalah mengantuk dan peningkatan kadar transaminase hepar.
30
Ziprasidone efektif untuk menangani gejala positif dan negatif pada pasien dengan
gejala skizofren akut. Efek samping ziprasidone adalah terutama sedasi.
C. Terapi Psikososial
Meskipun obat antipsikotik merupakan pilihan utama dari pengobatan
skizofrenia, terapi nonfarmakologis juga mempunyai peran yang penting bagi
kesembuhan pasien. Terapi ini bertujuan untuk meningkatkan kepatuhan minum
obat, mendukung pasien, melatih pasien untuk mandiri, meningkatkan fungsi
social dan fungsi bekerja serta mengurangi beban orang yang menanggungnya.
Memberi pelatihan dan dukungan kepada anggota keluarga merupaqkan hal yang
penting terhadap keseluruhan proses pengobatan.
Pada kebanyakan system kesehatan, program manajemen pengobatan telah
dikembangkan menjadi model program yang tidak mahal, dibandingakan dengan
pasien yang dirawat di rumah sakit. Terdapat seorang pengelola yang akan
membantu pasien mencari tempat tinggal, mengatur keuangan, memperoleh akses
ke klinik psikiatri maupun tempat rehabilitasi, dan akan menjelaskan tentang
kegunaan obat-obat yang dipakai. Dengan demikian, hal tersebut akan
memunkinkan pasien untuk hidup seminimal mungkin, atau bahkan tidak sama
sekali, dalam pengawasan tenaga medis, khususnya tenaga medis bagian
kejiwaan.
2.9 Prognosis
31
Prognosis pasien schizophrenia ditentukan oleh faktor-faktor berikut:
2.10 Komplikasi
1. Kematian akibat usaha bunuh diri (suicidal attempt) Bunuh diri.
2. Membunuh orang lain.
3. Alkoholik.
32
BAB III
SIMPULAN
33
membutuhkan keterlibatan individu, tenaga kesehatan, keluarga dan
lingkungan yang mendukung kesembuhan pasien
5. Prognosis pasien baik ditentukan oleh riwayat keluarga ttg gangguan
mood/afektif, perilaku dan personalitas premorbid yang baik, sudah
menikah, onset akut, gejala kelainan mood terutama kelainan depresif,
gejala positif (positive symptoms) , sistem pembantu (support systems)
yang baik.
34
DAFTAR PUSTAKA
35