Professional Documents
Culture Documents
EPILEPSI
DISUSUN OLEH:
PEMBIMBING:
SEPTEMBER-OKTOBER 2017
0
DAFTAR ISI
BAB I PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang ................................................................................. 2
1
BAB I
PENDAHULUAN
Epilepsi dapat menyerang anak-anak, orang dewasa, para orang tua bahkan
bayi yang baru lahir. Angka kejadian epilepsi pada pria lebih tinggi dibandingkan
pada wanita, yaitu 1-3% penduduk akan menderita epilepsi seumur hidup. Di
Amerika Serikat, satu di antara 100 populasi (1%) penduduk terserang epilepsi, dan
kurang lebih 2,5 juta di antaranya telah menjalani pengobatan pada lima tahun
terakhir. Menurut World Health Organization (WHO) sekira 50 juta penduduk di
seluruh dunia mengidap epilepsy. Epilepsi sukar untuk dikendalikan secara medis
atau pharmacoresistant, sebab mayoritas pasien dengan epilepsi adalah bersifat
menentang.
2
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
2.1 DEFINISI
2.2. EPIDEMIOLOGI
Pada dasarnya setiap orang dapat mengalami epilepsi. Setiap orang
memiliki otak dengan ambang bangkitan masing-masing apakah lebih tahan atau
kurang tahan terhadap munculnya bangkitan. Selain itu penyebab epilepsi cukup
beragam: cedera otak, keracunan, stroke, infeksi, infestasi parasit, tumor otak.
Epilepsi dapat terjadi pada laki-laki maupun perempuan, umur berapa saja, dan
ras apa saja. Prevalensi epilepsy antara 0,4-4%. Insiden epilepsy di negara
3
berkembang mencapai 50-70 kasus per 100.000 penduduk. Prevalensi epilepsy
pada bayi dan anak-anak cukup tinggi (usia < 5 tahun).
2.3. ETIOLOGI
Bila salah satu orang tua epilepsi (epilepsi idiopatik) maka kemungkinan
4% anaknya epilepsi, sedangkan bila kedua orang tuanya epilepsi maka
kemungkinan anaknya epilepsi menjadi 20%-30%. Beberapa jenis hormon dapat
mempengaruhi serangan epilepsi seperti hormon estrogen, hormon tiroid
(hipotiroid dan hipertiroid) meningkatkan kepekaan terjadinya serangan epilepsi,
sebaliknya hormon progesteron, ACTH, kortikosteroid dan testosteron dapat
menurunkan kepekaan terjadinya serangan epilepsi. Kita ketahui bahwa setiap
wanita di dalam kehidupannya mengalami perubahan keadaan hormon (estrogen
dan progesteron), misalnya dalam masa haid, kehamilan dan menopause.
Perubahan kadar hormon ini dapat mempengaruhi frekuensi serangan epilepsi.
4
- Pada bayi penyebab paling sering adalah asfiksi atau hipoksia waktu lahir,
trauma intrakranial waktu lahir, gangguan metabolik, malformasi kongenital
pada otak, atau infeksi.
- Pada anak-anak dan remaja, mayoritas adalah epilepsi idiopatik, sedangkan
pada anak umur 5-6 tahun disebabkan karena febris.
- Pada usia dewasa penyebab lebih bervariasi idiopatik, karena cedera kepala
maupun tumor.
5
Faktor pencetus
Faktor-faktor pencetusnya dapat berupa :
a. Kurang tidur
b. Stress emosional
c. Infeksi
d. Obat-obat tertentu
e. Alkohol
f. Perubahan hormonal
g. Terlalu lelah
h. Fotosensitif
2.4. KLASIFIKASI
6
Klasifikasi Umum
1. Kejang parsial
a. Kejang parsial sederhana (kesadaran baik)
- Dengan gejala motorik
Kejang ini menyebabkan perubahan pada aktivitas otot. Sebagai
contoh , seseorang mungkin mengalami gerakan abnormal seperti jari
tangan menghentak atau kekakuan pada sebagian tubuh. Gerakan ini
mungkin akan meluas atau tetap pada satu sisi tubuh (berlawanan
dengan area otak yang terganggu) atau meluas pada kedua sisi. Contoh
yang lain adalah kelemahan dimana dapat berpenagruh pada saat
berbicara. Penderita mungkin bisa atau tidak menyadari gerakan ini.
7
perubahan pada denyut jantung dan pernafasan, berkeringat.
Contoh : Biasanya kejang ini terjadi saat dia sedang tidur. Dia akan
membuat suara mendengkur seperti ketika dia membersihkan tenggorokan.
Kemudian dia akan duduk ditempat tidur, membuka matanya dan terpaku.
Dia mungkin akan menggenggam tangannya. Jika saya bertanya apa yang
sedang dilakukannya dia tidak menjawab. Setelah satu menit atau lebih dia
akan berbaring kembali dan tidur.
8
2. Kejang umum
a. Absens (Lena)
Kejang absence biasanya terjadi kurang dari 10 detik, tetapi kejang ini
dapat berlangsusng selama 20 detik. Kejang ini berawal dan berakhir tiba-
tiba.Kejang absence adalah episode singkat terpaku. Nama lain dari
kejang absence adalah petit mall. Selama kejang kesadaran dan
kemampuan untuk bereaksi melemah. Seseorang yang mengalami kejang
absence biasanya tidak menyadari apa yang telah terjadi.Kebanyakan
kejang absence memperlihatkan kejang absence kompleks. Yang diartikan
terdapat perubahan pada aktivitas otot. Gerak kepala yang paling sering
adalah kedipan mata. Gerak kepala lainnya meliputi gerak pada mulut,
pergerakan tangan seperti menggosok jari bersama dan kontraksi atau
relaksasi otot. Kejang absence kompleks sering terjadi lebih dari 10
detik.Kejang absence biasanya dimulai saat berumur 4 sampai 14 tahun.
Anak yang menderita penyakit ini biasanya tumbuh kembang dan
intelegensinya normal. Mendekati 70% kasus, kejang absence biasnaya
akan berhenti pada usia 18 tahun.
b. Mioklonik
Kejang myoklonik terjadi singkat, kaget seperti tersentak pada otot atau
beberapa kelompok otot
c. Klonik
Kejang klonik terdiri dari ritme gerakan menghentak pada tangan dan kaki,
terkadang pada kedua sisi tubuh. Lama terjadinya kejang sangat bervariasi.
Klonus berarti pertukaran yang cepat antara kontraksi dan relaksasi otot
atau dengan kata lain gerakan menghentak yang berulang.Gerakannya
tidak bisa dihentikan dengan mengendalikan atau memposisikan tangan
dan kaki. Kejang klonik sangat jarang terjadi.Kejang yang lebih biasa
9
ditemukan adalah kejang tonik klonik dimana gerakan menghentak
didahului gerakan seperti terpaku. Kejang klonik tidak sering dijumpai.
Kejang ini dapat terjadi pada setiap usia termasuk pada bayi baru lahir.
Kejang klonik cepat dan jarang terjadi pada bayi biasanya akan
menghilang dengan sendirinya dalam jangka waktu singkat. Pada beberapa
kasus mungkin membutuhkan terapi yang lama
d. Tonik
Kejang klonik biasanya terjadi lebih dari 20 detik. Kesadaran biasanya
masih terpelihara. Kejang tonik paling sering terjadi pada saat tidur dan
biasanya meliputi seluruh otak yang mempengaruhi seluruh tubuh. Jika
orang itu berdiri biasnya akan jatuh
e. Atonik (Astatik)
Kejang tonik terjadi lebih dari 15 detik. Pada kejang atonik, otot dengan
tiba-tiba kehilangan kekuatannya. Kelopak mata mungkin tertutup, kepala
mungkin menganggukdan penderita mungkin menjatuhkan sesuatu dan
sering jatuh kelantai. Kejang ini sering disebut sebagai drop attack atau
drop seizure. Penderita biasanya tetap sadar. Kejang atonik sering dimulai
sejak kecil dan biasanya berakhir sampai remaja. Banyak orang dengan
kejang atonik mengalami luka ketika mereka terjatuh
f. Tonik-klonik
Umumnya kejang tonik klonik terjadi selama 1-3 menit. Kejang tonik
klonik yang berakhir lebih lama dari 5 menit mungkin harus memanggil
bantuan medis. Kejang yang berakhir lebih dari 30 menit atau tiga kali
kejang tanpa periode jeda yang normal mengindikasikan kondisi yang
berbahaya disebut juga sebagai status epileptikus. Kejang ini
membutuhkan terapi emergency.Kejang ini adalah kejang yang biasanya
diketahui oleh masyarakat secara umum. Kejang ini disebut juga sebagai
10
grand mall. Seperti namanya kejang ini merupakan gabungan dari kejang
tonik dan kejang klonik. Fase tonik datang pertama ditandai dengan semua
otot menjadi kaku. Udara secara paksa dikeluarkan dari pita suara yang
menyebabkan tangisan atau erangan. Orang tersebut akan kehilangan
kesadaran dan jatuh kelantai. Lidah dan pipi bagian dalam mungkin
tergigit. Jadi ludah yang bercampur darah mungkin keluar dari mulut.
Wajah orang tersebut mungkin akan berubah jadi kebiruan. Setelah fase
tonik akan terjadi fase klonik. Tangan dan kaki biasanya akan mulai
menghentak dengan cepat dan berirama, gerakan menekuk dan relaksasi
pada siku, pangkal paha dan lutut. Setelah beberapa menit gerakan
menghentak akan melambat dan berhenti. Isi kandung kemih dan perut
terkadang ikut keluar saat tubuh relaksasi. Kesadaran kembali perlahan
dan orang tersebut mungkin mengantuk, bingung, atau depresi. Penderita
yang mengalami kejang ini dapat anak-anak maupun orang dewasa.
2.5. PATOFISIOLOGI
11
terdapat zat yang dinamakan nerotransmiter. Acetylcholine dan norepinerprine ialah
neurotranmiter eksitatif, sedangkan zat lain yakni GABA (Gama-Amino-Butiric-
Acid) bersifat inhibitif terhadap penyaluran aktivitas listrik saraf dalam sinaps.
Bangkitan epilepsi dicetuskan oleh suatu sumber gaya listrik saraf di otak yang
dinamakan fokus epileptogen. Dari fokus ini aktivitas listrik akan menyebar melalui
sinaps dan dendrit ke neron-neron di sekitarnya dan demikian seterusnya sehingga
seluruh belahan hemisfer otak dapat mengalami muatan listrik berlebih (depolarisasi).
Pada keadaan demikian akan terlihat kejang yang mula-mula setempat selanjutnya
akan menyebar kebagian tubuh/anggota gerak yang lain pada satu sisi tanpa disertai
hilangnya kesadaran. Dari belahan hemisfer yang mengalami depolarisasi, aktivitas
listrik dapat merangsang substansia retikularis dan inti pada talamus yang selanjutnya
akan menyebarkan impuls-impuls ke belahan otak yang lain dan dengan demikian
akan terlihat manifestasi kejang umum yang disertai.
Otak
neuron
GABA
sinaps
neurotransmiter
N. Eksidatif
Epileptogen
12
Depolarisasi belahan hemisfer
kejang
Substansia retikularis
kejang
penurunan kesadaran
Inti thalamus
Epilepsi umum :
1. Major :
Grand mal (meliputi 75% kasus epilepsi).
a. Primer
b. Sekunder
Bangkitkan epilesi grand mal ditandai dengan hilang kesadaran dan
bangkitan tonik-tonik. Manifestasi klinik kedua golongan epilepsi grand
mal tersebut sama, perbedaan terletak pada ada tidaknya aura yaitu
gejala pendahulu atau preiktal sebelum serangan kejang-kejang. Pada
epilepsi grand mal simtomatik selalu didahului aura yang memberi
manifestasi sesuai dengan letak fokus epileptogen pada permukaan otak.
Aura dapat berupa perasaan tidak enak, melihat sesuatu, mencium bau-
bauan tak enak, mendengar suara gemuruh, mengecap sesuatu, sakit
kepala dan sebagainya.
13
Bangkitan epilepsi sendiri dimulai dengan hilang kesadaran sehingga
aktivitas penderita terhenti. Kemudian penderita mengalami kejang
tonik. otot-otot berkontraksi sangat hebat, penderita terjatuh, lengan
fleksi dan tungkai ekstensi. Udara paru-paru terdorong keluar dengan
deras sehingga terdengar jeritan yang dinamakan jeritan epilepsi. Kejang
tonik ini kemudian disusul dengan kejang klonik yang seolah-olah
mengguncang-guncang dan membanting-banting tubuh si sakit ke tanah.
Kejang tonik-klonik berlangsung 2 - 3 menit.
2. Minor
a. Petit mal.
Epilepsi petit mal yang sering disebut pykno epilepsi ialah epilepsi
umum yang idiopatik. Meliputi kira-kira 3-4% dari kasus epilepsi.
Umumnya timbul pada anak sebelum pubertas (4-5 tahun). Bangkitan
berupa kehilangan kesadaran yang berlangsung tak lebih dari 10 detik.
Sikap berdiri atau duduk sering kali masih dapat dipertahankan Kadang-
kadang terlihat gerakan alis, kelopak dan bola mata. Setelah sadar
biasanya penderita dapat melanjutkan aktivitas semula. Bangkitan dapat
berlangsung beberapa ratus kali dalam sehari. Bangkitan petit mal yang
14
tak ditanggulangi 50% akan menjadi grand mal. Petit mal yang tidak
akan timbul lagi pada usia dewasa dapat diramalkan berdasarkan 4 ciri :
b. Bangkitan mioklonus
Bangkitan berupa gerakan involunter misalnya anggukan kepala, fleksi
lengan yang teijadi berulang-ulang. Bangkitan terjadi demikian
cepatnya sehingga sukar diketahui apakah ada kehilangan kesadaran
atau tidak. Bangkitan ini sangat peka terhadap rangsang sensorik.
c. Bangkitan akinetik
d. spasme infantile
Jenis epilepsi ini juga dikenal sebagai salaam spasm atau sindroma
West. Timbul pada bayi 3 - 6 bulan dan lebih sering pada anak laki-
laki. Penyebab yang pasti belum diketahui, namun selalu dihubungkan
dengan kerusakan otak yang luas seperti proses degeneratif, gangguan
akibat trauma, infeksi dan gangguan pertumbuhan. Bangkitan dapat
berupa gerakan kepala kedepan atau keatas, lengan ekstensi, tungkai
15
tertarik ke atas, kadang-kadang disertai teriakan atau tangisan, miosis
atau midriasis pupil, sianosis dan berkeringat.
a. Bangkitan motorik.
Fokus epileptogen terletak di korteks motorik. Bangkitan kejang pada salah
satu atau sebagian anggota badan tanpa disertai dengan hilang kesadaran.
Penderita seringkali dapat melihat sendiri gerakan otot yang misalnya
dimulai pada ujung jari tangan, kemudian ke otot lengan bawah dan akhirnya
seluruh lengan. Manifestasi klinik ini disebut Jacksonian marche.
b. Bangkitan sensorik
Bangkitan yang terjadi tergantung dari letak fokus epileptogen pada koteks
sensorik. Bangkitan somato sensorik dengan fokus terletak di gyrus post
centralis memberi gejala kesemutan, nyeri pada salah satu bagian tubuh,
perasaan posisi abnormal atau perasaan kehilangan salah satu anggota badan.
Aktivitas listrik pada bangkitan ini dapat menyebar ke neron sekitarnya dan
dapat mencapai korteks motorik sehingga terjadi kejang-kejang.
16
Manifestasi klinik ialah sebagai berikut:
2.7. DIAGNOSIS
1. Anamnesis
17
Anamnesis (auto dan aloanamnesis), meliputi:
- Pola / bentuk serangan
- Lama serangan
- Gejala sebelum, selama dan paska serangan
- Frekwensi serangan
- Faktor pencetus
- Ada / tidaknya penyakit lain yang diderita sekarang
- Usia saat serangan terjadinya pertama
- Riwayat kehamilan, persalinan dan perkembangan
- Riwayat penyakit, penyebab dan terapi sebelumnya
- Riwayat penyakit epilepsi dalam keluarga
3. Pemeriksaan penunjang
a. Elektroensefalografi (EEG)
18
rnenegakkan diagnosis epilepsi. Adanya kelainan fokal pada EEG
menunjukkan kemungkinan adanya lesi struktural di otak, sedangkan
adanya kelainan umum pada EEG menunjukkan kemungkinan adanya
kelainan genetik atau metabolik. Rekaman EEG dikatakan abnormal.
Rekaman EEG dan video secara simultan pada seorang penderita yang
sedang mengalami serangan dapat meningkatkan ketepatan diagnosis dan
lokasi sumber serangan. Rekaman video EEG memperlihatkan hubungan
antara fenomena klinis dan EEG, serta memberi kesempatan untuk
mengulang kembali gambaran klinis yang ada. Prosedur yang mahal ini
sangat bermanfaat untuk penderita yang penyebabnya belum diketahui
secara pasti, serta bermanfaat pula untuk kasus epilepsi refrakter.
Penentuan lokasi fokus epilepsi parsial dengan prosedur ini sangat
diperlukan pada persiapan operasi.
19
c. Pemeriksaan Radiologis
2.8.TATALAKSANA
Obat-obat anti epilepsi
20
akan meminum obat dalam jangka waktu yang lama yang berakibat pada
kemungkinan adanya efek yang merugikan akibat obat antiepilepsi.
Tabel 1
A. Treat :
1. Jika didapatkan lesi struktural :
b. Malformasi arteriovenosa
c. Riwayat kejang akut (kejang akibat penyakit tertentu atau kejang demam pada masa
kanak-kanak)
d. Riwayat trauma otak atau stroke, infeksi SSP, trauma kepala berat
f. Status epileptikus
21
B. Possibly :
Bangkitan tanpa ada penyebab yang jelas dan tidak ditemukan faktor risiko di
atas. Untuk keadaan seperti ini diperlukan pertimbangan yang matang mengenai
keuntungan dan risiko dari pengobatan obat antiepilepsi. Risiko pengobatan obat
antiepilepsi umumnya rendah, sedangkan akibat dari bangkitan kedua tergantung
gaya hidup pasien.pengobatan mungkin diindikasikan untuk pasien yang akan
mengendarai kendaraan atau pasien yang mempunyai risiko besar atau trauma jika
mengalami bangkitan kedua.
C. Probably not (meskipun terapi jangka pendek mungkin bisa digunakan) :
a. Putusnya alkohol
b. Penyalahgunaan obat
e. Sindrom epilepsi benigna spesifik seperti : kejang demam atau epilepsi benigna
dengan spikes sentrotemporal.
f. Kejang karena tidak tidur lama seperti kejang pada pelajar dalam waktu-waktu ujian
Pada umumnya pasien yang mengalami serangan dua kali atau lebih
membutuhkan pengobatan. Kecuali pada serangan-serangan tertentu seperti
kejang akibat putusnya alkohol, penyalahgunaan obat, kejang akibat penyakit akut
seperti demam tinggi, dehidrasi, hipoglikemik, kejang karena trauma (kejang
tunggal dengan segera setelah pukulan di kepala), sindrom epilepsi benigna
spesifik seperti : kejang demam atau epilepsi benigna dengan spikes
sentrotemporal, kejang karena tidak tidur lama seperti kejang pada pelajar dalam
waktu-waktu ujian dan kejang akibat penyebab non epileptik lainnya.
Pemilihan obat antiepilepsi didasarkan pada dua hal, tipe serangan dan
karakteristik pasien
22
a) Tipe serangan
Lamotrigin
Topiramat
Gabapentin
Tonik klonik Asam valproat Lamotrigin Topiramat
Fenitoin Zonisamid
Fenobarbital Pirimidon
Mioklonik Asam valproat Topiramat Lamotrigin
Levetiracetam Clobazam
Zonisamid Clonazepam
Fenobarbital
Absence (tipikal Asam valproat Etosuksimid Levetiracetam
dan atipikal)
Lamotrigin Zonisamid
Atonik Asam valproat Lamotrigin Felbamat
Topiramat
23
Tonik Asam valproat Clonazepam
Fenitoin Clobazam
Fenobarbital
Epilepsy absence Asam valproat Clonazepam
juvenil
Etosuksimid
Epilepsy Asam valproat Clonazepam
mioklonik juvenil
Fenobarbital Etosuksimid
b) karakteristik pasien
Ketika obat sudah dipilih terapi seharusnya dimulai dari dosis yang paling
rendah yang direkomendasikan dan pelan-pelan dinaikkan dosisnya sampai
kejang terkontrol dengan efek samping obat yang minimal (dapat ditoleransi).
Dosis awal :
Terapi obat antiepilepsi harus diberikan secara bertahap dalam satu bulan
terapi untuk meminimalkan efek samping gastrointestinal dan neurologik yang
biasanya terjadi pada permulaan terapi dengan obat antiepilepsi. Frekuensi efek
24
samping ini cenderung menurun pada beberapa bulan setelah terapi karena dapat
ditoleransi. Beberapa cara pemberian dosis awal :
Efek buruk terkait dosis awal pemberian pada obat-obat antiepilepsi seperti
gabapentin, fenitoin, dan fenobarbital merupakan masalah yang ringan sehingga
terapi dengan obat tersebut dapat diberikan mulai dengan dosis terapetik yang
direkomendasikan.
Evaluasi ulang
Diagnosis epilepsi
Klasifikasi tipe serangan atau sindrom epilepsi
Adanya lesi aktif
25
Dosis yang adekuat dan atau lamanya terapi (missal : apakah dosis terpaksa
diberikan dengan kadar maksimal yang dapat ditoleransi? apakah pengaturan
dosis yang diberikan cukup waktu untuk mencapai kondisi optimal?)
Ketaatan terhadap pengobatan (ketidaktaatan merupakan penyebab yang paling
umum terjadinya kegagalan pengobata dan kambuhnya bangkitan).
Table 3 dosis obat antiepilepsi untuk dewasa diambil dari Brodie et al (2005)
26
am kepala, vertigo, sinkop
Fenobarbi 60 120 60-240 1-2 Sedasi, distress lambung
tal
Pirimidon 125 500 250- 1-2
1500
Tiagabin 4-10 40 20-60 2-4 Mulut kering, pusing, sedasi,
langkah terhuyung, nyeri kepala,
eksaserbasi kejang generalisata
Vigabatri 500- 3000 2000- 1-2
n 1000 4000
Gabapent 300- 2400 1200- 3 Leukopenia,mulut kering,
in 400 4800 penglihatan kabur, mialgia,
penambahan berat, kelelahan
Pregabali 150 300 150-600 2-3
n
Valproat 500 1000 500- 2-3 Mual, hepatotoksik
3000
Levetirace 1000 2000- 1000- 2
tam 3000 4000
27
5. Penggantian Obat
c) Monoterapi
28
samping minimal. Akan tetapi sisanya akan tetap mengalami bangkitan dan
memerlukan kombinasi obat (Gram, 1995).
d) Politerapi
29
- mempunyai mekanisme aksi berbeda;
- efek samping relatif ringan;
- indeks terapi lebar, dan
- interaksi obat terbatas atau negatif.
6. Pemantauan terapi
30
- Hentikan kejang
- Hindari efek buruk obat yang tidak dapat ditoleransi pasien
- Perhatikan adanya komplikasi psikososial dan obati jika ada.
7. Ketaatan pasien
31
Anak yang menerima politerapi pada umumnya mengalami gangguan kognitif
yang berat dari anak yang menerima monoterapi.
32
mulai terjadi pada umur kehamilan 10 minggu. Satu bulan sesudah melahirkan,
konsentrasi dan dosis fenotoin akan kembali ke situasi sebelum terjadi kehamilan.
Dan untuk karbamazepin dan fonobarbital memerlukan waktu yang lama.
1. Gunakan obat pilihan pertama yang sesuai dengan jenis serangan dan sindrom
epilepsi
2. Laksanakan prinsip monoterapi dengan dosis dan kadar dalam serum yang
paling rendah dan efektif untuk melindungi terhadap serangan tonik-klonik
3. Hindari penggunaan valproat atau karmazepin apabila ada riwayat keluarga
tentang efek neural-tube
4. Hindari politerapi, khususnya kombinasi dengan valproat, karbamazepin dan
fenobarbital
5. Pantaulah kadar OAE dalam serum secara teratur dan apabila mungkin
periksalah kadar OAE bebas atau tak terkait
6. Teruskanlah pemberian tambahan folat setiap harinya dan pastikan kadar folat
dalam serum dan eritrosit dalam batas normal selama periode organogenesis
pada trimester pertama
7. Apabila kadar valproat, hindari kadar dalam serum yang tinggi. Bagilah obat
tadi 3-4 kali pemberian setiap harinya
8. Pada kasus-kasus yang diberi valproat atau karbamazepin, tawarkanlah untuk
pemeriksaan alfa fetoprotein pada umur kehamilan 16 minggu dan
pemeriksaan ultrasonografi pada kehamilan 18-19 minggu, untuk mencari
defek neural-tubee Ultrasonografi pada kehamilan 22-24 minggu dapat
mendeteksi sumbing dan kelainan jantung
33
Terapi operatif
Apabila dengan berbagai jenis OAE dan adjuvant tidak memberikan hasil
sama sekali, maka terapi operatif harus diperimbangkan dalam satu dasawarsa
terakhir, tindakan operatif untuk mempercepat untuk mengatasi epilepsy refrakter
makin banyak dikerjakan. Operasi yang paling aman adalah reseksi lobus
temporalis bagian anterior. Lebih kurang 70-80% penderita yang mengalami
operasi terbebas dari serangan, walaupun diantaranya harus minum obat OAE.
Pendekatan teknik operasi lainnya adalah reseksi korteksi otak, hemisferektomi,
dan reseksi multilobular pada bayi dan pembedahan korpus kalosum.
Penghentian pengobatan
34
jelas bahwa penghentian OAE memerlukan pertimbangan yang cermat, dan
kepada penderita atau orang tuanya harus diberikan pengertian secukupnya.
35
36
BAB III
PENUTUP
3.1.Kesimpulan
37
DAFTAR PUSTAKA
Behrman RE., Kliegman RM., Jenson HB., Nelson Textbook of Pediatrics. 17th
edition. Saunders. Philadelphia. 2004.
Guyton AC., Hall JE., Sistem saraf. In : Buku Ajar Fisiologi Kedokteran (Textbook
of Medical Physiology) Edisi 9.Penerbit Buku Kedokteran EGC.Jakarta. 1996
Pinzon R., Dampak Epilepsi Pada Aspek Kehidupan Penyandangnya. SMF Saraf
RSUD Dr. M. Haulussy, Ambon, Indonesia. Cermin Dunia Kedokteran No. 157,
2007.
38