Professional Documents
Culture Documents
MODUL
RDE - 12: BAHAN PERKERASAN JALAN
2005
MyDoc/Pusbin-KPK/Draft1
Modul RDE 12 : Bahan Perkerasan Jalan Kata Pengantar CS
KATA PENGANTAR
Modul ini disusun sebagai pegangan bagi peserta dalam mengikuti Pelatihan
Road design Engineer. Sehubungan dengan ringkas dan padatnya materi yang
disajikan guna menyesuaikan dengan alokasi waktu yang tersedia, maka untuk
memperkaya materi yang disampaikan, Peserta Pelatihan perlu memanfaatkan
waktu pembekalan dengan mengajukan pertanyaan-pertanyaan yang kritis
berkenaan dengan bahan jalan.
LEMBAR TUJUAN
DAFTAR ISI
Halaman
KATA PENGANTAR i
LEMBAR TUJUAN ii
DAFTAR ISI iii
DAFTAR MODUL v
PANDUAN INSTRUKTUR vi
RANGKUMAN
DAFTAR PUSTAKA
LAMPIRAN
HAND OUT
1. Kompetensi kerja yang disyaratkan untuk jabatan kerja Ahli Teknik Desain
Jalan (Road Design Engineer) dibakukan dalam Standar Kompetensi
Kerja Nasional Indonesia (SKKNI) yang didalamnya telah ditetapkan unit-unit
kerja sehingga dalam Pelatihan Ahli Teknik Desain Jalan (Road Design
Engineer) unit-unit tersebut menjadi Tujuan Khusus Pelatihan.
2. Standar Latihan Kerja (SLK) disusun berdasarkan analisis dari masing-
masing Unit Kompetensi, Elemen Kompetensi dan Kriteria Unjuk Kerja yang
menghasilkan kebutuhan pengetahuan, keterampilan dan sikap perilaku dari
setiap Elemen Kompetensi yang dituangkan dalam bentuk suatu susunan
kurikulum dan silabus pelatihan yang diperlukan untuk memenuhi tuntutan
kompetensi tersebut.
3. Untuk mendukung tercapainya tujuan khusus pelatihan tersebut, maka
berdasarkan Kurikulum dan Silabus yang ditetapkan dalam SLK, disusun
seperangkat modul pelatihan (seperti tercantum dalam Daftar Modul) yang
harus menjadi bahan pengajaran dalam pelatihan Ahli Teknik Desain
Jalan (Road Design Engineer).
DAFTAR MODUL
Nomor
Kode Judul Modul
Modul
1 RDE 01 Etika Profesi, Etos Kerja, UUJK, dan UU Jalan
PANDUAN INSTRUKTUR
A. BATASAN
B. KEGIATAN PEMBELAJARAN
1. Ceramah : Pembukaan
Waktu : 5 menit
Waktu : 10 menit
Waktu : 20 menit
Waktu : 20 menit
Waktu : 20 menit
Waktu : 15 menit.
BAB I
PENDAHULUAN
1.1 ENGINEERING
Engineering atau disebut Rekayasa adalah ilmu aplikasi yang membahas bagaimana
memanfaatkan sumber daya alam yang ada menjadi suatu produk yang bermanfaat
untuk orang banyak. Ilmu aplikasi sangat berbeda dengan ilmu-ilmu murni seperti fisika,
kimia dan matematika. Karena engineering adalah ilmu aplikasi maka bidang yang
termasuk engineering sangat luas, tidak terbatas pada Civil Engineering saja. Civil
Engineering masih terbagi lagi dalam berbagai bidang seperti Soil Engineering,
Hidrological Engineering, Structure Engineering, Highway Engineering, Traffic Engi-
neering, dan sebagainya. Bahkan sudah lama berkembang Chemical Engineering, tetapi
bukan ilmu kimia murni sebagaimana yang disebutkan diatas. Demikian pula dengan
pesatnya perkembangan Physically Engineering yang produknya nampak dalam
kehidupan sehari-hari seperti produk-produk wireless (tanpa kabel) dan sebagainya.
1.2 EKONOMI
Harga bahan konstruksi selalu mengikuti hukum ekonomi yaitu permintaan dan
penawaran. Jika permintaan tinggi dan penawaran rendah (bahan tidak tersedia cukup di
pasar bebas) maka harga bahan konstruksi semakin tinggi dan sebaliknya. Agar
diperoleh bahan konstruksi yang murah maka sumber alam suatu daerah harus disurvey
depositnya. Jika depositnya sangat banyak maka bahan konstruksi tersebut merupakan
salah satu pilihan utama..
Karena bahan konstruksi yang dipergunakan di dalam Pekerjaan secara teknis harus:
Memenuhi spesifikasi dan standar yang berlaku.
Memenuhi ukuran, pembuatan, jenis dan mutu yang disyaratkan dalam Gambar dan
Spesifikasi ini, atau sebagaimana secara khusus disetujui tertulis oleh Engineer.
Semua produk harus baru.
dan secara ekonomis harus :
Murah
Jumlah banyak
Mudah diperoleh
serta tidak menimbulkan dampak lingkungan dalam eksploitasinya, maka pemilihan bahan
konstruksi selalu dihubungkan dengan sumber alam yang tersedia dan lingkungan
sekitarnya.
Desainer selalu harus memilih bahan konstruksi yang paling ekonomis. Jika tidak sangat
terpaksa misalnya alasan teknis maka disarankan untuk tidak menggunakan bahan
konstruksi yang berasal luar daerah tersebut.
Kontraktor harus menentukan sendiri jumlah serta jenis peralatan dan pekerja yang
dibutuhkan untuk menghasilkan bahan yang memenuhi Spesifikasi. Dengan demikian,
kontraktor harus menggunakan metode eksploitasi yang paling ekonomis.
Kontraktor harus menyadari bahwa contoh-contoh bahan tersebut tidak mungkin dapat
menentukan batas-batas mutu bahan dengan tepat pada seluruh deposit, dan variasi mutu
bahan harus dipandang sebagai hal yang biasa dan sudah diperkirakan. Dengan demikian,
harga bahan konstruksi akan menjadi lebih mahal jika banyak lokasi deposit yang tidak
memenuhi batas-batas mutu bahan konstruksi.
Kontraktor harus memahami dampak lingkungan yang mungkin terjadi akibat pelak-
sanaan kegiatan konstruksi, serta cara penanganannya sesuai dengan petunjuk
Engineer. Sebelum melaksanakan kegiatan fisik di lapangan, Kontraktor harus menyusun
program pelaksanaan manajemen lingkungan yang harus mendapat persetujuan dari
Engineer.
Upaya Pengelolaaan Lingkungan berkaitan dengan eksploitasi sumber bahan jalan dan
jembatan :
1. Dalam pemilihan lokasi sumber bahan (quarry), beberapa arahan di bawah ini harus
diperhatikan :
a. Prioritas harus diberikan pada lokasi sumber bahan yang sudah dibuka, bilamana
jumlah dan mutunya memenuhi.
b. Lokasi sumber bahan harus dipilih harus memberikan rasio tertinggi antara
kapasitas bahan yang digali (baik kuantitas maupun kualitas) dan kehilangan
sumber daya negara.
c. Lokasi sumber bahan yang berdekatan dengan alinyemen jalan, yang sangat
mudah diambil dan mempunyai tebing yang tidak curam lebih disarankan.
d. Eksploitasi sumber bahan di daerah sumber daya alam yang vital harus dihindari,
seperti hutan tanaman berkayu dan hutan lebat lainnya maupun daerah-daerah
penghasil bahan makanan dan hutan lindung untuk burung dan hewan lainnya.
BAB II
PERKERASAN
akan sangat mempengaruhi daya dukung tanah, sehingga jika kondisi dalam basah
lapisan berbutir yang lebih tebal harus disediakan untuk memperkecil beban pada tanah
dasar.
LAPIS PONDASI ATAS dapat terbuat dari lapisan beraspal, bahan berbu-
(Base Course) tir, bahan yang distabilisasi dengan semi/kapur.
LAPIS PONDASI BAWAH dapat terbuat dari lapisan beraspal, bahan berbu-
(Subbase Course) tir, bahan yang distabilisasi dengan semen/kapur
Parameter yang paling sering digunakan untuk perkerasan lentur adalah California Bearing
Ratio disingkat CBR karena metode CBR merupakan cara perhitungan perkerasan yang
paling awal digunakan.
CBR adalah perbandingan beban untuk penetrasi piston seluas 3 inch persegi sedalam 0,1
inch terhadap beban 3000 lbs, atau 0,2 inch terhadap beban 4500 lbs.
Biasanya diambil yang penetrasi 0,1 inch. Jika yang 0,2 inch memberikan CBR yang lebih
besar dari yang 0,1 inch maka pengujian harus diulang. Jika pengujian ulang memberikan
hasil yang masih tetap sama, maka diambil CBR dengan penetrasi 0,2 inch.
Beban
Piston Penekan
Penetrasi
Luas Alas 3 inch2
Secara umum, CBR yang ekonomis untuk tanah dasar adalah sama dengan atau diatas 6.
Bilamana CBR tanah dasar agak kecil maka tanah dasar tersebut harus ditingkatkan dengan
cara yang ekonomis yaitu pemasangan capping layer yang terdiri dari Timbunan Pilihan
(CBR > 10) :
1. Jika CBR antara 3 sampai 5 maka digunakan capping layer sekitar 20 cm
2. Jika CBR dibawah 3 maka digunakan capping layer sekitar 35 cm
Pemasangan capping layer ini dimaksudkan untuk memperoleh CBR gabungan antar
capping layer dengan CBR tanah di bawahnya yang mendekati 6.
Capping Layer
Tanah Asli
Beban Beban
PERKERASAN KAKU
PERKERASAN LENTUR
L L
BAB III
BAHAN JALAN
Dalam mekanika tanah, istilah tanah menacakup semua bahan konstruksi yang berasal dari
quarry atau pits seperti : lempung; lanau; psir; kerikil; kerakal; berangkal; dsb.
Cara menggolongkan jenis tanah atau disebut klasifikasi tanah adalah :
1. Primer :
ASTM Committee on Soils for Engineering Purpose mendefinisikan pasir sebagai butiran
antara 0,05 mm (No.270) sampai 2,0 mm (No.10). Sebaliknya berbagai sumber
mendefinisikan pasir sebagai butiran yang lolos No.4 atau . Banyak Kontraktor,
Engineer dan Desainer berpikir serupa. Beberapa rujukan memberikan batasan berikut di
bawah ini :
Berdasarkan ukuran butirannya
2. Sekunder :
3.2 AGREGAT
e. Pasir Gunung
Pasir yang berasal dari deposit alami dengan sedikit atau tanpa kerikil. Umumnya
berukuran antara sampai No.200
f. Pasir Buatan
Pasir yang diperoleh dari pengayakan batu pecah mesin lolos No.4
2. Kerikil
Kerikil diperoleh dari pelapukan alami batuan, berukuran lebih besar dari pasir yang
dianggap tertahan No.4 atau .
a. Kerikil Kacang Polong (Pea Gravel)
Kerikil yang bersih, berasal dari kerikil sungai dengan ukuran antara sampai
b. Kerikil Sungai
Kerikil yang dapat dijumpai pada hulu maupun hilir, terdiri dari butiran bulat berukuran
diatas dengan permukaan yang halus bercampur dengan pasir sungai, umumnya
bebas dari tanah dan lanau. Material yang lolos ini termasuk paisr sungai.
c. Kerikil Gunung
Kerikil yang berasal dari deposit alami, umumnya berbutir, terkadang bercampur
dengan pasir halus dan tanah. Tergantung bercampur dengan material apa, maka
disebut Tanah Berkerikil, Pasir Berkerikil, Kerikil berlempung, Kerikil berpasir.
3. Batu Pecah
Batu pecah dihasilkan dari pemecahan mekanik dari berbagai jenis batuan atau
berangkal. Contoh : batu kapur, granite, batuan singkapan, quartzite, dsb
a. Batu Pecah Bergradasi
Batu pecah yang diproduksi pada gradasi yang diinginkan dengan pengayakan. Batu
pecah yang lebih disukai adalah berbentuk cubical (persegi), akan tetapi beberapa jenis
batuan berlapis mungkin akan memberikan bentuk yang agak pipih.
b. Batu Pecah Campuran
Batu pecah tanpa pengayakan, umumnya hanya digunakan ayakan 2 sebagai scalping
screen (diayak sebelum masuk secondary crusher)
c. Crusher Screenings
Crusher screening adalah bagian dari batu pecah yang lolos atau No.4. Umumnya
berukuran dari ke bawah termasuk 0 sampai 6% lolos No.200. Umunya bergradasi
baik meskipun terdapat kekurangan pada No.40 sampai No.100.
d. Terak (Slag)
Terak adalah bahan bukan logam yang diperoleh dari tungku pemanasan logam,
mengandung silikat dan alumino silikat serta bahan dasar lainnya. Terak dengan mutu
yang baik akan memberikan perkerasan yang baik meskipun seringkali terdapat terak
yang porous dan menyerap banyak aspal.
sehingga aplikasi dari ketentuan yang disebutkan diatas masih relevan karena dari No.8
sampai No.16 sebesar 10% dan dari No.16 sampai No.30 sebesar 10%, jika dijumlah
maka sebesar 20%.
3. Gradasi Tunggal (Single Graded)
Gradasi tunggal adalah butiran agregat yang mayoritas satu ukuran, biasanya masih
terdapat sedikit butiran halus yang ikut terbawa. Gradasi ini tidak rawan terhadap
segregasi dan umumnya merupakan produk crusher yang dapat dengan mudah diatur
proporsinya untuk mencapai gradasi yang diinginkan. Gradasi ini sering disebut gradasi
terbuka (open graded), digunakan untuk Burtu (SST) atau Burda (DBST) dalam rangka
memberikan texture baru pada permukaan aspal.
3.3 BITUMEN
Bitumen sering diartikan sebagai aspal, sebenarnya tidak demikian karena Tar juga
mengandung bitumen. Selanjutnya hanya dibahas Aspal sebagai bahan bitumen. Semua
aspal diperoleh dari destilasi minyak mentah bumi (crude oil) baik secara mekanik mapun
secara alami.
pelaksanaan, iklim dan jenis lalu lintas, dari suatu perkerasan. Penetrasi adalah
masuknya jarum standar dengan beban 100 gram (termasuk berat jarum), dalam
temperatur 25 C selama 5 detik. Contoh : Pen.40/50; Pen.60/70. Semakin rendah nilai
penetrasinya semakin keras aspalnya.
Aspal minyak diperoleh dari penyulingan minyak mentah bumi dengan peng-uapan dan
destilasi dalam berbagai tahap kondensasi. Aspal keras berbeda dengan aspal cair
dimana aspal keras harus dipanaskan untuk mencapai kondisi mencair sedangkan aspal
cair sudah dalam kondisi cair pada temperatur kamar sehingga diperlukan bahan pelarut
untuk aspal cair.
2. Aspal Cair
Terdapat 3 jenis aspal cair yaitu :
a. Aspal Cair Penguapan Lambat (Slow Curing Liquid Asphalt)
Aspal cair jenis ini dapat berupa residu yang mengandung sedikit minyak berat atau
campuran antara aspal keras dengan minyak residu. Untuk mencapai kelecakan
(workability) yang lebih baik maka aspal jenis ini harus dipanaskan dan umumnya
digunakan untuk campuran dingin. Contoh : SC-800.
b. Aspal Cair Penguapan Sedang (Medium Curing Liquid Asphalt)
Aspal cair jenis ini diperoleh dengan mencairkan aspal keras dengan minyak tanah.
Aspal jenis ini sudah berbentuk cair dalam temperatur kamar dan umumnya digunakan
untuk prime coat. Contoh : MC-250
c. Aspal Cair Penguapan Cepat (Rapid Curing Liquid Asphalt)
Aspal cair jenis ini diperoleh dengan mencairkan aspal keras dengan bensin. Karena
penguapan bensin jauh lebih cepat dari minyak tanah maka aspal cair ini dikenal dengan
nama aspal cair penguapan cepat. Umumnya digunakan untuk tack coat. Contoh : RC-
70.
Angka yang lebih tinggi menunjukkan aspal cair yang lebih kental, misalnya RC-250 lebih
kental dari RC-70, angka ini menunjukkan syarat viskositas kenematik minimum dari
aspal cair tersebut.
3. Aspal Emulsi
Jika air dicampur dengan minyak maka keduanya akan memisah. Agar ter- campur
dalam suspensi maka diperlukan bahan ketiga seperti sabun yang ditambahakan untuk
memperlambat pemisahan. Dalam hal yang sama, aspal keras dan air dicampur dengan
menggunakan bahan pengemulsi untuk memperlambat pemisahan. Terdapat banyak
bahan pengemulsi baik organik maupun inorganik seperti lempung koloidal, silika yang
dapat maupun yang tidak dapat dilarutkan, sabun, minyak sayur sulfonat.
Jika aspal emulsi breaks up atau sets up, maka air mengalir atau menguap
meninggalkan aspal. Penanganan aspal emulsi harus diperhatikan khusus agar reaksi
dini akibat tekanan, panas atau dingin yang berlebihan, tidak terjadi. Kecepatan reaksi
sangat ditentukan oleh jumlah dan jenis bahan pengemulsi yang digunakan. Jika aspal
emulsi breaks up maka warna aspal yang semula coklat berubah menjadi hitam.
Secara umum aspal emulsi lebih menguntungkan dari aspal cair karena :
a. Dapat beradaptasi untuk agregat basah
b. Mengurangi bahaya kebakaran dan bahaya keracunan.
1. Loess
Loess adalah deposit material halus dan porous akibat angin. Butirannya lebih kecil dari
pasir tetapi lebih besar dari tanah. Karena butirannya bersudut dan dapat dipadatkan
maka loess mempunyai karakteristik tersendiri dimana loess dapat digali vertikal.
2. Debu Berbutir
Debu berbutir adalah debu dari batuan (misalnya dari batu marmer), Portland cement,
atau debu buatan atau alami lainnya. Umumnya 80 sampai 100% lolos No.200. Debu
berbutir ditambahkan ke dalam campuran aspal untuk mengisi rongga dalam campuran
dan meningkatkan stabilitas campuran. Kapur tohor termasuk jenis debu berbutir, namun
pemakaian filler jenis ini harus dibatasi malsimum 1% karena efek ekspansifnya.
Pemakaian debu marmer lebih aman karen atidak ekspansif.
BAB IV
BAHAN PEKERJAAN BETON
4.1 AGREGAT
Agregat yang dapat digunakan untuk campuran aspal belum tentu dapat digunakan untuk
beton, karena kebersihan agregat untuk beton semen dituntut lebih tinggi dan pasir alam
yang digunakan umumnya haruslah pasir kasar (di lapangan disebut pasir cor, bukan pasir
plesteran atau pasir urug).
Secara umum jenis agregat digolongkan sebagai berikut :
1. Pasir
Pasir adalah material berbutir yang dihasilkan oleh pelapukan alami batuan atau
pemecahan batuan pasir-batu. Kehalusan pasir untuk beton dinyatakan dalam Fineness
Modulus (FM), merupakan jumlah persen tertahan ayakan berikut : 1; ; ; No.4;
No.8; No.16; No.30; No.50 dan No.100, dibagi dengan 100. Pasir kasar akan
mempunyai FM yang besar dan sebaliknya. Terdapat beberapa jenis pasir yang dapat
digunakan untuk beton semen.
a. Pasir Sungai
Pasir yang dibawa oleh air dan menggelinding antar butiran sehingga tidak bersudut
tajam. Umumnya bebas dari lumpur dan berbutir halus dengan ukuran butiran antara
No.4 sampai No.100.
b. Pasir Gunung
Pasir yang berasal dari deposit alami dengan sedikit atau tanpa kerikil. Umumnya
berukuran antara sampai No.200
c. Pasir Buatan
Pasir yang diperoleh dari pengayakan batu pecah mesin lolos No.4
2. Kerikil
Kerikil diperoleh dari pelapukan alami batuan, berukuran lebih besar dari pasir yang
dianggap tertahan No.4 atau .
a. Kerikil Kacang Polong (Pea Gravel)
Kerikil yang bersih, berasal dari kerikil sungai dengan ukuran antara sampai
b. Kerikil Sungai
Kerikil yang dapat dijumpai pada hulu maupun hilir, terdiri dari butiran bulat berukuran
diatas dengan permukaan yang halus bercampur dengan pasir sungai, umumnya
bebas dari tanah dan lanau. Material yang lolos ini termasuk pasir sungai.
3. Batu Pecah
Batu pecah dihasilkan dari pemecahan mekanik dari berbagai jenis batuan atau
berangkal. Contoh : batu kapur, granite, batuan singkapan, quartzite, dsb
a. Batu Pecah Bergradasi
Batu pecah yang diproduksi pada gradasi yang diinginkan dengan pengayakan. Batu
pecah yang lebih disukai adalah berbentuk cubical (persegi), akan tetapi beberapa
jenis batuan berlapis mungkin akan memberikan bentuk yang agak pipih.
b. Terak (Slag)
Terak adalah bahan bukan logam yang diperoleh dari tungku pemanasan logam,
mengandung silikat dan alumino silikat serta bahan dasar lainnya. Terak dengan
mutu yang baik akan memberikan perkerasan yang baik meskipun seringkali terdapat
terak yang porous dan menyerap banyak aspal.
Tegangan leleh minimum yang disyaratkan umumnya adalah 2.520 kg/cm 2. Syarat-syarat
komposisi kimia tiap jenis bahan baja berlainan, antara lain : karbon; mangan; phosphor;
sulfur; silikon dan tembaga.
BAB V
SIFAT-SIFAT BAHAN
5.1 SPESIFIKASI
Spesifikasi merupakan salah satu bagian penting dari Dokumen Lelang/ Kontrak atau bestek
yang memuat segala peraturan dan ketentuan tentang bagaimana pekerjaan harus
dikerjakan dan berhasil akhir, dikenal juga dengan nama Spesifikasi Umum. Untuk jenis
pekerjaan yang bersifat khusus maka seringkali Spesifikasi Umum masih dilengkapi dengan
Spesifikasi Khusus atau Addendum.
Terdapat 2 jenis Spesifikasi yaitu Spesifikasi Hasil Akhir (End Result Specifi-cations) dan
Spesifikasi Berjenjang atau Bertahap (Multi Steps Specifications). Spesifikasi Hasil Akhir
secara umum hanya mengatur hasil akhir yang harus dicapai dari suatu pekerjaaan,
misalnya CBR minimum harus > 90%. Sedang-kan Spesifikasi Berjenjang atau Bertahap
mengatur semua hal dan tahap (dari awal sampai akhir). Spesifikasi yang digunakan di
Indonesia, khususnya untuk bidang jalan dan jembatan adalah Spesifikasi Berjenjang atau
Bertahap.
Spesifikasi Berjenjang atau Bertahap yang baik harus mempunyai pola 3 2 5 yaitu
bertahap 3, berlingkup 2 dan berstruktur 5. 3 tahap pengujian yaitu bahan baku, bahan
olahan dan bahan jadi. 2 lingkup yaitu pengendalian dimensi dan pengendalian mutu. 5
struktur yaitu jenis pengujian, metoda pengujian, frekwensi pengujian, persyaratan
(minimum dan/atau maksimum) dan toleransi yang diijinkan.
Pengaturan lingkup dalam Spesifikasi Berjenjang atau Bertahap adalah :
Lingkup Pekerjaan
Cuaca yang diijinkan untuk bekerja
Bahan
Pelaksanaan
Peralatan
Pengendalian Mutu
Cara Pengukuran Hasil Kerja
Pembayaran
Persyaratan Bahan ditentukan dalam Spesifikasi dalam Seksi Bahan dan Seksi
Pengendalian Mutu.
Persyaratan Bahan yang dibahas berikut ini adalah Bahan Baku dan Olahan.
1. Timbunan
a. Timbunan Biasa
s/d 30 cm > 30 cm
Sifat-sifat dibawah dibawah
subgrad subgrad
e e
Klasifikasi Tanah Bukan A-7-6 -
atau CH
CBR (SNI 03-1744-1989) pada kepadatan ringan > 6% -
100% (SNI 03-1742-1989)
Nilai Keaktifan = < 1,25 < 1,25
Indeks Plastisitas / % lolos No.200
Kepadatan (SNI 03-2828-1992) > 100% > 95%
b. Timbunan Pilihan
Sifat-sifat bukan rawa daerah rawa
CBR (SNI 03-1744-1989) pada kepadatan ringan > 10% -
100% (SNI 03-1742-1989)
Indeks Plastisitas = Batas Cair Batas Plastis - < 6%
(SNI 03-1966-1990 & SNI 03-1967-1990)
Koreksi kepadatan (SNI 03-1976-1990) dilakukan jika material tertahan ayakan >
10%. Sampai dengan 15 cm di bawah Subgrade, material bekas galian batu tidak
boleh digunakan dan ukuran butir maksimum untuk 15 cm di bawah subgrade adalah
< 10 cm.
a. Agregat Kasar
Sifat-sifat Kelas A Kelas B Kelas C
Abrasi dengan mesin Los Angeles < 40% < 40% < 50%
(SNI 03-2417-1991)
Bagian yang lunak (SNI 03-4141-1996) < 5% < 5% -
Tertahan ayakan No.4 (4,75 mm) min. 1 - -
bida
ng
pec
ah
b. Agregat Halus
Harus mempunyai sifat-sifat berikut ini :
Sifat-sifat Kelas A Kelas B Kelas C
Indeks Plastisitas = Bats Cair Batas Plastis < 6% < 10% 620%
(SNI 03-1966-1990 untuk Batas Plastis)
Batas Cair (SNI 03-1967-1990) < 25% < 35% < 40%
Indeks Plastisitas x % lolos No.200 < 25 - -
4. Campuran Aspal
a. Aspal Keras
Harus mempunyai ketentuan berikut :
Pengujian Standar Nilai
Penetrasi, 25C, 100 gr, 5 detik, 0,1 mm SNI 06-2456-1991 60-70
Titik Lembek, C SNI 06-2434-1991 48-58
Titik Nyala, C SNI 06-2433-1991 > 200
Daktilitas, 25C, cm SNI 06-2432-1991 > 100
Kelarutan dalam Trichlor Ethylen, % berat AASHTO T44 > 99
Penurunan Berat (dengan TFOT), % berat SNI 06-2440-1991 < 0,8
Penetrasi setelah penurunan berat, % asli SNI 06-2456-1991 > 54
Daktilitas setelah penurunan berat, 5 asli SNI 06-2432-1991 > 50
Uji bintik (spot test) AASHTO T102
- Standar Naptha Neg.
- Naptha Xylene Neg.
- Hephtane Xelene Neg,
b. Agregat Kasar
Pengujian Standar Nilai
Abrasi dng mesin Los Angeles SNI 03-4217-1991 < 40%
Kekekalan bentuk agregat terhadap larutan SNI 03-3407-1994 < 12%
natrium dan magnesium sulfat
Kelekatan agregat terhadap aspal SNI 03-2439-1991 > 95%
Angularitas untuk kedalaman
DoTs Pensylvania
< 10 cm dari permukaan Test Method, 95/90
> 10 cm dari permukaan PTM No.621 80/75
Indeks Kepipihan BS 812 < 25%
Partikel Lonjong ASTM D-4721 < 10%
Material lolos ayakan No.200 SNI-03-4142-1996 < 1%
Catatan :
80/75 menunjukkan bahwa 80% mempunyai muka bidang pecah satu atau lebih dan
75% mempunyai muka bidang pecah dua atau lebih.
c. Agregat Halus
Jika digunakan pasir alam maka
Pengujian Standar Nilai
Nilai Setara Pasir SNI 03-4428-1997 < 40%
Material lolos ayakan No.200 SNI 03-4142-1996 < 8%
d. Filler
Material lolos ayakan No.200 (SNI 03-4142-1996) minimum 75%.
e. Campuran Aspal
Mempunyai gradasi berikut :
% lolos No.8 50 60 70
% lolos No.30 Paling sedikit 40 Paling sedikit 48 Paling sedikit 56
% kesenjangan 10 atau kurang 12 atau kurang 14 atau kurang
2. Untuk AC, digunakan titik kontrol gradasi agregat, berfungsi sebagai batas-batas
rentang utama yang harus ditempati oleh gradasi-gradasi tersebut. Batas-batas
gradasi ditentukan pada ayakan ukuran nominal maksimum, ayakan menengah
(2,36 mm) dan ayakan terkecil (0,075 mm).
Bilamana rasio kepadatan maksimum dan minimum yang ditentukan dalam serangkaian
benda uji inti pertama yang mewakili setiap lokasi yang diukur, lebih besar dari 1,08 : 1
maka benda uji inti tersebut harus dibuang dan serangkaian benda uji inti baru harus
diambil dengan ketentuan berikut ini.
Syarat Kepa- Jumlah benda Kepadatan Min. Nilai min. setiap peng-
datan (% uji / Rata-rata (% ujian tunggal (%
JSD) pengujian JSD) JSD)
98 3-4 98,1 95
5 98,3 94,9
6 98,5 94,8
97 3-4 97,1 94
5 97,3 93,9
6 97,5 93,8
5. Beton Semen
a. Agregat
Harus mempunyai ketentuan berikut :
Agregat
Pengujian
Halus Kasar
Abrasi Agregat dengan mesin Los Angeles - < 40%
(SNI 03-4217-1991)
Kekekalan bentuk agregat terhadap larutan natrium dan < 10% < 12%
magnesium sulfat (SNI 03-3407-1994)
Gumpalan Lempung dan Partikel Mudah Pecah < 0,5% < 0,25%
(SNI 03-4141-1996)
Material lolos ayakan No.200 (SNI 03-4142-1996) < 3% < 1%
b. Gradasi
Harus memenuhi gradasi berikut ini
2 50,8 - 100 - - -
1 1/2 38,1 - 95 -100 100 - -
1 25,4 - - 95 - 100 100 -
3/4 19 - 35 - 70 - 90 - 100 100
1/2 12,7 - - 25 - 60 - 90 - 100
3/8 9,5 100 10 - 30 - 20 - 55 40 - 70
No.4 4,75 95 - 100 0-5 0 -10 0 - 10 0 - 15
No.8 2,36 - - 0-5 0-5 0-5
No.16 1,18 45 - 80 - - - -
No.50 0,300 10 - 30 - - - -
No.100 0,150 2 - 10 - - - -
c. Semen Portland
Harus memenuhi ketentuan SNI 15-2049-1994
d. Air
pH yang diuji dengan elektrometer (SNI 06-1140-1989) 4,5 ~ 8,5
Jika mengandung benda padat dan inorganik maka kuat tekan kubus mortar (SK SNI
M-111-1990-03) dengan air tersebut > 90% kuat tekan kubus mortar dengan air
suling.
Mutu Ukuran Agre- Rasio Air / Semen Maks. Kadar Semen Min.
Be gat Maks.(mm) (terhadap berat)
3
(kg/m dari campuran)
ton
K500 - 0,400 450
37 0,425 356
K400 25 0,425 370
19 0.425 400
37 0,450 315
K350 25 0,450 335
19 0,450 365
37 0,500 300
K300 25 0,500 320
19 0,500 350
37 0,550 290
K250 25 0,550 310
19 0,550 340
K175 - 0,600 300
K125 - 0,700 250
Standar-standar yang seringkali dicantumkan dalam Spesifikasi Jalan dan Jembatan adalah
AASHTO dan SNI (Standar Nasional Inonesia), disamping itu masih terdapat standar-
standar lain seperti ASTM, BS, dsb. Persamaan AASHTO dan SNI untuk Bahan Jalan dan
Jembatan terdapat dalam tabel berikut
AASHTO M6-87 SK SNI S-02-1994- Spesifikasi Agregat Halus Untuk Pekerjaan Adukan Dan
03 Plesteran Dengan Bahan Dasar Semen.
AASHTO M29-90 SK SNI S-02-1993- Spesifikasi Agregat Halus Untuk Campuran Perkerasan
03 Aspal.
AASHTO M81-90 SNI 03-4800-1998 Spesifikasi Aspal Cair Penguapan Cepat.
AASHTO M82-75 SNI 03-4799-1998 Spesifikasi Aspal Cair Penguapan Sedang.
AASHTO M85-89 SNI 15-2049-1994 Semen Portland
AASHTO M208-87 SNI 03-4798-1998 Spesifikasi Aspal Emulsi Kationik.
Penggunaan rujukan (standar) yang tercantum dalam Spesifikasi mencakup, tetapi tidak
terbatas, standar yang dirumuskan oleh badan-badan dan organisasi-organisasi berikut :
SII = Standar Industri Indonesia
SNI = Standar Nasional Indonesia
AASHTO = American Association of State Highway and Transportation Officials
ACI = American Concrete Institute
AISC = American Institute of Steel Construction.
ANSI = American National Standard Institute
ASTM = American Society for Testing and Materials
AWS = American Welding Society Inc.
CRSI = Concrete Reinforcing Steel Institute
NEC = National Electrical Code
BS = British Standards
RANGKUMAN
Bahan konstruksi yang dipergunakan di dalam pekerjaan jalan secara teknis harus:
3. Aspal Emulsi
4. Tipe IIA : sama seperti tipe II, jika air entraining diperlukan.
5. Tipe III : jika kekuatan yang tinggi diperlukan
6. Tipe IIIA : sama seperti tipe III, jika air entraining diperlukan.
7. Tipe IV : jika hidrasi panas rendah diperlukan
8. Tipe V : jika ketahanan tinggi terhadap sulfat diperlukan
Baja tulangan terdiri dari :
a. Ulir (deform) dengan kode D untuk tegangan tariknya, contoh : D32
b. Polos (plain) dengan kode U untuk tegangan tariknya, contoh : U24
DAFTAR PUSTAKA