You are on page 1of 33

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

2.1. Perencanaan transportasi

Transportasi secara terminologi dapat didefinisikan sebagai suatu proses

pergerakan barang atau manusia dari suatu titik ke titik yang lain dalam rangka

untuk memenuhi kebutuhan yang tidak dapat dipenuhi dimana dia berasal. Dari

terminologi di atas dapat dipahami bersama bahwa sebuah permasalahan dalam

bidang transportasi muncul ketika setiap manusia melakukan pergerakan secara

bersama-sama untuk memenuhi kebutuhannya dan mereka berada pada ruang

dan waktu yang sama.

Melihat masalah yang timbul akibat adanya pergerakan manusia tersebut,

maka konsep perencanaan transportasi yang baik dan terpadu sangat

dibutuhkan. Tamin (2001) mendefinisikan perencanaan transportasi sebagai

suatu usaha untuk memperkirakan jumlah serta lokasi kebutuhan akan

transportasi (total pergerakan angkutan umum ataupun angkutan pribadi) yang

digunakan pada masa mendatang atau pada tahun rencana untuk digunakan

pada berbagai kebijakan dalam investasi di bidang transportasi khususnya di

daerah perkotaan.

2.1.1. Landasan teoritis perencanaan transportasi

Proses perencanaan transportasi mencakup beberapa konsep teoritis,

yang terpenting adalah hubungan antara transportasi dengan tata guna

lahan dan pengiriman barang serta pelayanannya (Ross dalam Snyder &

Catanese, 1988: 371). Hubungan antara transportasi dan tata guna lahan

sangatlah penting, bermacam-macam pola pengembangan lahan

menghasilkan bermacam-macam kebutuhan akan transportasi, sebaliknya

7
8

bentuk susunan sistem transportasi mempengaruhi pola pengembangan

lahan.

Hubungan yang saling mempengaruhi merupakan dasar bagi peramalan

kebutuhan perjalanan, yang menggunakan keluaran (output) dari model tata

guna lahan sebagai masukan (input), dengan memisalkan bahwa tata guna

lahan yang berbeda membangkitkan tingkat kegiatan dan perjalanan yang

berbeda pula.

2.1.2. Proses perencanaan transportasi

Anggapan dasar dari proses peramalan kebutuhan perjalanan perkotaan

adalah pola tata guna lahan untuk waktu mendatang tertentu diharuskan

berdasarkan kebutuhan perjalanan. Proses kemudian melibatkan peramalan

kebutuhan perjalanan, mempersiapkan alternatif rencana transportasi yang

sesuai dengan kebutuhan dan mengevaluasi rencana alternatif.

Penyiapan rencana alternatif meliputi identifikasi dan analisis yang tertuju

pada rencana pengembangan lahan pada tahun yang akan datang.

Diasumsikan kebutuhan perjalanan pada masa yang akan datang dapat

diramalkan berdasarkan rencana pengembangan lahan untuk mendesain

sistem transportasi yang akan mencukupi kebutuhan perjalanan yang telah

diramalkan.

Pada dasarnya proses perencanaan transportasi mencakup tujuh langkah

berikut:

a) pendataan guna lahan, populasi, perjalanan dan fasilitas transportasi

b) kondisi tata guna lahan yang akan datang;

c) pembangkit perjalanan (trip generation);

d) distribusi perjalanan (trip distribution);

e) pemilihan moda (modal split);


9

f) pembebanan jaringan (network assignment); dan

g) evaluasi.

2.2. Interaksi tata guna lahan dan transportasi

Interaksi guna lahan dan transportasi perlu diketahui untuk memahami

bagaimana sistem kegiatan (land use) bekerja sehingga dapat memprediksi

kemungkinan perubahan arus lalu lintas sebagai dampak perubahan land use

dan sistem prasarana. Variabel utama yang digunakan dalam model mencakup

guna lahan, sistem jaringan dan lalu lintas yang ada, idealisasi model dilakukan

dengan asumsi perencana dapat mengendalikan rencana penggunaan lahan dan

rencanan pengembangan jaringan jalan.

Dalam pemodelan teori yang digunakan meliputi aksesibilitas, bangkitan

dan tarikan, distribusi perjalanan dan pembebanan jaringan yang berperan

sebagai submodel dari model yang dibentuk. Model yang menunjukkan interaksi

antara sistem kegiatan dan sistem prasarana ini diharapkan dapat

memprediksikan potensi dampak kebijakan penggunaan lahan dan transportasi

terhadap kondisi pada masa yang akan datang, sehingga keluaran model akan

membantu perumusan kebijakan pengembangan jaringan jalan di wilayah studi.

2.2.1. Land use transport system

Pendekatan sistem merupakan kata kunci dari land use transport sistem,

dimana masing masing komponen tidak berhubungan langsung namun

perubahan pada salah satu komponen (Land Use) akan menyebabkan

perubahan pada komponen lain (lalu lintas). Pergerakan bukan merupakan

tujuan akhir, namun ditimbulkan karena kebutuhan lain sesuai sistem

aktivitas yang ada, sehingga dapat disimpulkan bahwa penduduk dan

kegiatannya merpakan pembangkit pergerakan.


10

Pergerakan dipengaruhi sistem jaringan yang tersedia, dimana pada

kondisi yang lain sistem jaringan bukan hanya berfungsi melayani sistem

pergerakan tetapi juga mempengaruhi sistem aktivitas. Hal ini dapat

diilustrasikan dengan adanya pembangunan jalan baru yang selain

mendiversikan lalu lintas juga menjadi daya tarik aktivitas penduduk akibat

kemudahan yang diciptakan dan potensi bangkitan yang ada.

SISTEM AKTIVITAS SISTEM JARINGAN


Land Use Prasarana Transportasi
Kependudukan Komunikasi

PERGERAKAN
KENDARAAN

SISTEM INSTITUSI
Organisasi
Peraturan
Keuangan

Sumber: Sulistio, 1996

Gambar 2.1. Diagram keterkaitan antar sistem

Sementara sistem pergerakan akan mempengaruhi sistem jaringan dalam

hal biaya operasi, pemeliharaan fasilitas dan pelayana transportasi. Secara

singkat dapat disimpulkan bahwa potensi permasalahan lalu lintas tidak bisa

dilihat pada permukaannya saja namun juga harus memperhatikan sistem

lainnya.
11

Dengan mengacu pada konsep Land Use Transport Sistem, pendekatan

perencanaan transportasi harus mencakup kebijakan perencanaan guna

lahan yang bermanfaat untuk meminimalisir kebutuhan perjalanan dan

perencanaan transport supply. Secara umum konsep ini menghendaki

adanya pemahaman yang baik atas sistem kegiatan meliputi bagaimana

sistem tersebut bekerja dan memanfaatkan interaksi antar sistem untuk

memprediksi perilaku pergerakan yang ditimbulkan.

2.2.2. Hubungan tata guna lahan dan transportasi

Jenis tata guna lahan yang berbeda (permukiman, pendidikan, komersial)

mempunyai ciri bangkitan lalu lintas yang berbeda terkait dengan jumlah

arus lalu lintas, jenis lalu lintas (pejalan kaki, truk, mobil) maupun fluktuasi

lalu lintas pada waktu tertentu (kantor menghasilkan arus lalu lintas pada

pagi dan sore hari, sedangkan pertokoan menghasilkan arus lalu lintas

sepanjang hari). Jumlah dan jenis lalu lintas yang dihasilkan oleh setiap tata

guna lahan merupakan hasil dari fungsi parameter sosial dan ekonomi

(Black, 1978):

1 hektar perumahan menghasilkan 60-70 pergerakan kendaraan per

hari.

1 hektar perkantoran menghasilkan 700 pergerakan kendaraan per

hari.

1 slot tempat parkir umum menghasilkan 12 pergerakan kendaraan

per hari.

Tabel 2.1 menampilkan rataan jumlah pergerakan baik berupa

bangkitan maupun tarikan berdasarkan aktifitas tata guna lahan suatu

kawasan.
12

Tabel 2.1. Bangkitan dan tarikan pergerakan aktivitas tata guna lahan

Deskripsi aktivitas tata Rata-rata jumlah pergerakan


guna lahan kendaraan per 100 m2
Pasar swalayan 136
Pertokoan lokal 85
Pusat pertokoan 38
Restoran siap santap 595
Restoran 60
Gedung perkantoran 13
Rumah sakit 18
Perpustakaan 45
Daerah industri 5
Sumber: Black (1978)

2.2.3. Intensitas tata guna lahan

Makin tinggi aktivitas suatu tata guna lahan, makin tinggi pula tingkat

kemampuannya dalam menarik lalu lintas. Salah satu ukuran intensitas

aktivitas sebidang tanah adalah kepadatannya. Semakin tinggi tingkat

penggunaan sebidang tanah, semakin tinggi pergerakan arus lalu lintas yang

dihasilkan.

Sistem transportasi yang bekerja dapat mengurangi hambatan

pergerakan dalam ruang, tetapi tidak mengurangi jarak. Oleh karena itu

jumlah pergerakan antara dua buah guna lahan bergantung pada intensitas

antar guna lahan dan pemisahan ruang antar kedua zona tersebut.Daya tarik

suatu tata guna lahan akan berkurang seiring dengan meningkatnya jarak.

Interaksi antar daerah sebagai fungsi dari intensitas setiap daerah dan jarak

antara kedua daerah dapat dilihat pada Tabel 2.2.


13

Tabel 2.2. Interaksi antar daerah/zona

Jarak Intensitas guna


Jauh Dekat lahan antar zona
Interaksi diabaikan Interaksi rendah Kecil-kecil
Interaksi rendah Interaksi menengah Kecil-Besar
Interaksi menengah Interaksi sangat tinggi Besar-Kecil
Sumber; Tamin (2001)

2.3. Pengembangan kota dan transportasi

Perluasan kawasan perkotaan merupakan aspek penting yang banyak

terjadi di Indonesia, baik yang disertai pemekaran wilayah administratif maupun

yang berupa perluasan secara fungsional saja. Suatu kawasan yang diidentifikasi

sebagai perkotaan berkaitan dengan karakteristik kawasan tersebut dalam

menyediakan fungsi pelayanan perkotaan. Oleh karena itu perluasan kawasan

perkotaan tentu menurut pengembangan jaringan transportasi yang ada yang

secara keseluruhan menjadi bagian dari sistem transportasi perkotaan.

Perluasan kawasan perkotaan banyak dijumpai dengan terbentuknya

suburban dimana bagian dari populasinya tetap bekerja di pusat kota.

Perkembangan suburban ini biasanya tidak hanya dalam bentuk pemukiman

baru melainkan juga disertai jenis aktivitas lainnya. Penduduk dari kawasan

suburban yang bekerja di kawasan pusat kota setiap hari harus melakukan

perjalanan untuk bekerja, yang biasa disebut commuter. Salah satu kebijakan

tata ruang yang diterapkan adalah upaya penyebaran fungsi pelayanan

perkotaan, sehingga diharapkan dalam pemenuhan kebutuhan tidak

membutuhkan pergerakan menuju wilayah lain.

2.3.1. Pertumbuhan penduduk dan urbanisasi

Jumlah penduduk di suatu wilayah pada dasarnya merupakan faktor

utama pembangkit kebutuhan perjalanan sehingga konsekuensinya

prasarana dan sarana transportasi yang ada perlu disesuaikan. Seringkali


14

permasalahan tidak selesai hanya dengan penambahan terhadap sistem

yang ada, sebab setiap pembangunan prasarana trasnportasi baru biasanya

memberi dampak terhadap komponen-komponen perkotaan lainnya.

2.3.2. Perkembangan bentuk perkotaan

Sistem transportasi berperan besar dalam menentukan bentuk perkotaan.

Jaringan transportasi yang optimal bagi suatu kawasan perkotaan biasanya

dipengaruhi oleh ukuran kawasan tersebut, jumlah dan distribusi spasial dari

pusat-pusat aktivitas serta kebijakan pengembangan sistem transportasinya

sendiri.

Perkembangan bentuk perkotaan yang diringi dengan terbentuknya

pusat-pusat aktivitas baru sebagaimana yang banyak dijumpai di kota-kota

besar di Indonesia menuntut perbaikan atau pengembangan terhadap

jaringan transportasi yang ada. Sebaliknya kebijakan pengembangan

jaringan transportasi tertentu bisa digunakan untuk mengarahkan

perkembangan bentuk perkotaan agar sesuai dengan yang diinginkan.

2.3.3. Perkembangan jenis aktivitas/tata guna lahan

Perkembangan kawasan perkotaan bisa juga dilihat dari perubahan jenis

aktivitasnya. Kecenderungan yang terjadi adalah perubahan kawasan

perkotaan dari daerah pertanian menjadi daerah industri manufaktur, jasa,

dan perdagangan. Perubahan ini berpengaruh terhadap kebutuhan jumlah

perjalanan mengingat jumlah lapangan kerja per satuan luas di daerah

industri jauh lebih besar daripada di daerah pertanian. Industri jasa dan

perdagangan, secara umum juga diketahui bahwa tingkat bangkitan lalu

lintas per lapangan kerjanya lebih tinggi dari pada jenis tata guna lahan

lainnya.
15

2.4. Kinerja jaringan jalan

Tahap analisis tingkat pelayanan ini mengikuti konsep dasar derajat jenuh

(VCR/Volume Capacity Ratio) sebagai dasar penentuan tingkat pelayanan yaitu

nisbah volume terhadap kapasitas jalan. Nilai VCR ini menunjukkan apakah ruas

jalan tersebut mempunyai masalah dengan kapasitas atau tidak jika dihubungkan

dengan volume lalu lintas yang lewat.

2.4.1. Karakteristik lalu lintas

Arus lalu lintas merupakan interaksi yang unik antara pengemudi,

kendaraan dan jalan, tidak ada arus lalu lintas yang sama bahkan dalam

kondisi serupa. Karakteristik lalu lintas kendaraan yang melintas pada ruas

jalan terdiri dari tiga komponen yaitu kecepatan, volume dan kepadatan.

Pada saat ruas jalan tidak ada kendaraan (Q = 0 dan D = 0), maka

kondisi ini memungkinkan terjadinya kecepatan maksimum kendaraan

(kecepatan arus bebas Uf). Ketika kendaraan lain mulai berada di ruas jalan,

maka arus dan kepadatan mulai meningkat dan apabila meningkat terus

maka akan mencapai arus maksimum (Qmax) dan kerapatan kritis (Dcr)

seperti diilustrasikan dalam Gambar 2.2.

Kondisi ini menunjukkan nilai kapasitas ruas jalan tersebut. Apabila

kendaraan bertambah terus maka kerapatan akan bertambah, kecepatan

dan arus menurun, sampai terjadi macet total dimana nilai kerapatan akan

mencapai maksimum/jam density (Dj) dimana kendaraan tidak dapat

bergerak sama sekali (Q = 0 dan Us = 0). Di sebelah kiri Qmax arus lalu-lintas

dalam kondisi stabil dan di sebelah kanan Qmax dalam kondisi tidak stabil.

Nampak juga bahwa dua nilai ekstrim kerapatan kendaraan, yaitu D = 0 dan

D = Dj yang memberikan nilai arus dan kecepatan yang sama dengan nol

untuk dua kondisi yang berbeda.


16

Sumber: Dirjen Bina Marga, 1997

Gambar 2.2. Hubungan tipikal kecepatan - arus - kepadatan

2.4.2. Volume Lalu Lintas

Volume lalu lintas adalah ukuran jumlah kendaraan pada suatu badan

jalan selama periode tertentu. Arus lalu lintas pada suatu jalan terdiri dari

berbagai macam tipe kendaraan. Masing-masing memberikan pengaruh

yang berbeda terhadap arus lalu lintas di sekitarnya.

Volume lalu lintas bervariasi dalam ruang dan waktu, variasi volume lalu

lintas ini merupakan faktor terpenting yang menggambarkan bagaimana

fasilitas jalan digunakan, serta menjadi faktor yang menentukan dalam

perencanaan dan desain serta evaluasi kinerja jalan. Arus lalu lintas selalu

bervariasi berdasarkan waktu (jam, hari, bulan). Arus lalu lintas juga

bervariasi menurut ruang/tempatnya, yaitu menurut arah dari arus lalu

lintas dan menurut lajur lalu lintas.

2.4.3. Kapasitas Jalan

Kapasitas jalan menunjukkan arus lalu-lintas maksimum (mantap) yang

dapat (smp/jam) dipertahankan sepanjang potongan jalan dalam kondisi


17

jalur/jalan, lalu lintas, pengendalian lalu lintas dan kondisi cuaca yang

berlaku. Kapasitas ditentukan dari kapasitas dasar dan faktor penyesuaian

yang nilainya ditentukan berdasarkan tipe jalan, lebar jalan, pemisahan arah,

ukuran kota dan hambatan samping seperti ditampilkan pada Tabel 2.3

Tabel 2.9

Rumus yang digunakan untuk menghitung kapasitas jalan perkotaan

berdasrkan MKJI 1997 adalah sebagai berikut:

C = C0 x FW x FKS x FSP x FSF x FCS

dimana :

C = Kapasitas (smp/jam)

C0 = Kapasitas Dasar

FW = Faktor penyesuaian lebar jalan

FSP = Faktor penyesuaian arah lalu lintas

FSF = Faktor penyesuaian gesekan samping

FCS = Faktor ukuran kota

Tabel 2.3. Kapasitas dasar jalan

Tipe Jalan Kota 2/2 4/2 1-3/1


C0 (skr/jam) 2900 5700 3200
Sumber : Dirjen Bina Marga, 1997

Tabel 2.4. Faktor penyesuaian kapasitas akibat lebar jalan

Lebar Jalan
5 6 7 8 9 10 11 12 13 14
Efektif (m)
2/2 0,66 0,83 1,00 1,07 1,14 1,21 1,43

FW 4/2 0,58 0,68 0,79 0,90 1,00

1-3/1 0,66 0,83 1,00 1,05 1,10 1,15 1,36


Sumber : Dirjen Bina Marga, 1997
18

Tabel 2.5. Faktor penyesuaian bahu jalan

Lebar Bahu (m) 0 0,5 1,0 1,5 2,0

2/2 0,85 0,89 0,93 0,96 1,00

FKS 4/2 0,96 0,99 1,01 1,04 1,06

1-3/1 0,94 0,98 1,02 1,06 1,10


Sumber: Dirjen Bina Marga, 1997

Tabel 2.6. Faktor penyesuaian arah

Split Arah 50 - 50 60 40 70 - 30 80 - 20 90 - 10 100 - 0

2/2 UD 1,00 0,94 0,88 0,82 0,76 0,70


FSP
4/2 UD 1,00 0,97 0,94 0,91 0,89 0,85
Sumber: Dirjen Bina Marga, 1997

Tabel 2.7. Faktor ukuran kota

Ukuran Kota
< 0,5 0,5 1,0 1,0 3,0 > 3,0
(Juta orang)

FCS 0,80 0,86 1,00 1,03


Sumber: Dirjen Bina Marga, 199

Tabel 2.8. Penilaian besarnya hambatan samping


Jumlah Hambatan Samping
No. Komponen Hambatan Sangat Sangat
Rendah Sedang Tinggi
Rendah Tinggi

1. Pejalan kaki (org/jam) 0 0-80 80-200 120-220 > 220

Pjlkk menyeberang
2. 0 0-200 200-500 500-300 >1300
(org /jam/km)
3. Angkutan kota Berhenti 0 0-100 100-300 300-700 > 700

Kend.Keluar Masuk Persil


4. 0 0-200 200-500 500-800 > 800
(kend/jam/km)
Sumber: Dirjen Bina Marga, 1997

Tabel 2.9. Faktor Hambatan Samping

Kelas Gesekan Sangat Sangat


Rendah Sedang Tinggi
Samping Rendah Tinggi

FSF 1,00 1,00 0,97 0,90 0,86


Sumber: Dirjen Bina Marga, 1997
19

2.4.4. Tingkat Pelayanan Jalan

Pada suatu keadaan dengan volume lalu lintas yang rendah, pengemudi

akan merasa lebih nyaman mengendarai kendaraan dibandingkan jika dia

berada pada daerah tersebut dengan volume lalu lintas yang lebih besar.

Peraturan Menteri Perhubungan nomor KM 14 Tahun 2006 membagi tingkat

pelayanan jalan kolektor atas 6 keadaan seperti pada Tabel 2.10 berikut.

Tabel 2.10. Karakteristik tingkat pelayanan jalan kolektor sekunder

Tingkat Batas
Karakteristik
Pelayanan Lingkup V/C

A Kondisi arus bebas dengan kecepatan tinggi dan 0,00 - 0,60


volume arus lalu lintas rendah. Pengemudi dapat
memilih kecepatan yang diinginkannya tanpa
hambatan

Dalam zone arus stabil. Pengemudi memiliki


B 0,61 - 0,70
kebebasan yang cukup untuk memilih kecepatannya

Dalam zone arus stabil. Pengemudi dibatasi dalam


C 0,71 - 0,80
memilih kecepatannya, kepadatan meningkat.
Mendekati arus tidak tidak stabil dengan volume LL
D
tinggi, terjadi penurunan kecepatan besar secara 0,81 - 0,90
temporer. Kebebsasan pengemudi sangat terbatas.
Volume arus lalu-lintas mendekati kapasitasnya
E 0,91 - 1,00
dengan kecepatan rendah. Terjadi kemaceta durasi
pendek dank kepadatan lalu lintas tinggi
Arus yang dipaksakan atau macet pada kecepatan-
F > 1,00
kecepatan yang rendah. Antrian yang panjang dan
volume turun mendekati 0
Sumber : Kementerian Perhubungan, 2006

2.5. Zoning

Sistem zona lalu lintas merupakan tahapan awal dalam pengembangan

model, sistem zona sangat terkait dengan kondisi tata guna pada masing-masing

lokasi. Basis dari pembagian zona untuk studi ini akan disesuaikan pula dengan

ketersediaan data agregat zona yang meliputi diantaranya populasi penduduk,


20

PDRB, income per kapita dan parameter lainnya serta data tata guna lahan pada

lokasi studi.

Garis batas zona yang biasa disebut cordon memerlukan informasi pola

taga guna lahan saat ini dan masa yang akan datang, peta guna lahan yang

bagus merupakan petunjuk yang sangat berguna dalam penentuan garis cordon.

Menurut pertimbangan ideal, pembagian wilayah zona didasarkan atas beberapa

pertimbangan antara lain adalah:

Berdasarkan pola penggunaan lahan, dengan mengacu kepada

homogenitas penggunaan lahan sebagai bahan untuk menentukan tarikan

perjalanan.

Berdasarkan pertimbangan batas administrasi wilayah, sebagai bentuk

pembagian kepemerintahan serta mempertimbangkan ketersediaan data.

Berdasarkan pertimbangan pola jaringan transportasi (termasuk kelas

jalan), sebagai bentuk dari pengadaan fasilitas ketersediaan suplai

prasarana (jaringan jalan)

Berdasarkan aspek demografi sebagai unsur dinamis dari suatu parameter

penentu pergerakan perjalanan suatu zona.

Setelah penentuan garis cordon maka zona dapat dibagi menjadi zona

eksternal dan zona internal. Zona eksternal mencakup seluruh wilayah di luar

wilayah studi dengan prinsip pengaruh pembangkitan lalu lintas eksternal

cenderung menurun linier dengan jaraknya. Zona internal dibagi sesuai

peruntukan utamanya (tingkat homogenitas) dengan dibatasi pembatas topografi

dan jaringan jalan utama yang ada.

Ukuran zona ditentukan sesuai tingkat anlisis yang dibutuhkan, zona

yang diperlukan untuk mengidentifikasi bangkitan biasanya lebih kecil

dibandingkan untuk keperluan distribusi perjalanan. Zona lalu lintas internal


21

sebaiknya memperhatikan homogenitas guna lahan dan tidak sejajar rute utama

untuk memudahkan pengukuran lalu lintas antar zona.

2.6. Pemodelan Transportasi Empat tahap

Pemodelan transportasi adalah upaya merepresentasikan permintaan

perjalanan pergerakan secara sederhana yang akan digunakan untuk

memprediksikan (forecasting) jumlah perjalanan pada masa yang akan datang.

Permintaan perjalanan ini umumnya dimodelkan dalam 4 tahapan (four step

models) yang terdiri atas (Salter, 1976) yaitu:

1. Model bangkitan dan tarikan perjalanan (trip generation model)

2. Model distribusi Perjalanan (trip distribution model)

3. Model pemilihan moda (modal split model)

4. Model pembebanan perjalanan (trip assignment model

PEMODELAN ZONA DATA TATA GUNA LAHAN,


KEPENDUDUKAN DAN EKONOMI

MODEL BANGKITAN & TARIKAN

Estimasi trip end tiap zona

Survey Inventarisasi jaringan Survey Asal Tujuan


MODEL SEBARAN PERGERAKAN

Jaringan Transportasi Total Matriks Asal Tujuan

MODEL PEMILIHAN MODA


Biaya Perjalanan

MAT penumpang angkutan pribadi


MAT penumpang
angkutan umum

MODEL PEMBEBANAN JARINGAN

Fixed Route
Sumber: Tamin, 2000
Arus pada jaringan

Gambar 2.3. Diagram alir pemodelan empat tahap

Keempat tahapan pemodelan transportasi ini dilakukan untuk mngetahui

karakteristik perjalanan untuk setiap guna lahan dengan menghitung jumlah


22

perjalanan dari suatu zona dan yang tertarik ke suatu zona, jenis kendaraan yang

digunakan, distribusi perjalanan antar zona serta pembebanannya pada rute

yang tersedia. Masing - masing tahap dalam model berupa pengembangan

hubungan secara matematis guna mensimulasikan situasi yang sebenarnya

berdasarkan hasil pengumpulan data dengan tahapan sesuai bagan alir pada

Gambar 2.3.

Secara umum metode pemodelan yang akan dilakukan meliputi sub-sub

tahapan berikut ini:

a) Pembagian zona

b) Pemodelan jaringan jalan

c) Perhitungan bangkitan dan tarikan perjalanan

d) Perhitungan sebaran perjalanan

e) Menghasilkan Matriks Asal Tujuan perjalanan di wilayah studi

f) Pembebanan rute jaringan jalan di wilayah studi

g) Perhitungan faktor pertumbuhan

h) Perhitungan Matriks Asal Tujuan masa depan di wilayah studi

2.6.1. Variasi Urutan Konsep Utama Pemodelan 4 Tahap

Urutan tahap utama pemodelan dipilih berdasarkan kesesuaian dengan

kondisi yang ada. Pemilihan variasi urutan pemodelan yang tepat akan

mempengaruhi ketepatan model terhadap kondisi yang sebenarnya. Tabel

2.11 menampilkan beberapa variasi urutan tahapan pemodelan dan

penggunaannya.
23

Tabel 2.11. Variasi urutan tahap utama pemodelan

No Urutan Penjelasan

1 G-MS D A Pada jenis I, perhitungan bangkitan/tarikan dilakukan dengan memisahkan moda yang digunakan antara
kendaraan pribadi dan kendaraan umum. Dari pernyataan di atas maka peubah dan parameter yang
digunakan berbeda untuk bangkitan/tarikan dan setiap moda transportasi. Jenis I mengasumsikan bahwa
peubah sosio-ekonomi sangat mempengaruhi proses dari pemilihan moda.

2 G MS D A Jenis II ini lebih banyak digunakan untuk pengkajian perencanaan angkutan jalan raya, yang berarti
untuk perencanaan angkutan umum diabaikan. Konsep dari jenis II ini adalah proses sebaran pergerakan
langsung terkonsentrasi pada angkutan pribadi.
Pada pendekatan ini juga diasumsikan bahwa setiap moda dianggap saling bersaing dalam merebut
pangsa pasar sehingga penentu jenis pergerakan menjadi faktor penting dalam penting dalam pemilihan
moda.
3 G D-MS A Jenis III mengkombinasikan model pemilihan moda dengan model gravity dari pesebaran pergerakan
yang dilakukan secara bersamaan. Hal ini menandakan bahwa dalam pemilihan moda ikut
mempertimbangkan jenis pergerakan dan bentuk pergerakannya.

4 G D MS A Pemodelan jenis IV ini menggunakan pendekatan nisbah atau selisih hambatan antara dua moda yang
bersaing dan menggunakan variasi dari model III.

G = Bangkitan dan tarikan MS = Pemilihan moda D = Distribusi perjalanan A = Pembebanan jaringan


Sumber: Tamin, 2000
24

2.6.2. Prediksi kebutuhan transportasi

Proses pengembangan model juga akan termasuk prosedur

peramalan/prediksi kebutuhan penyediaan jaringan jalan pada saat proses

kalibrasi dan validasi model telah dilakukan secara keseluruhan. Prosedur

tersebut membutuhkan persiapan data-data sebagai berikut:

1. Data sosio-ekonomi dan demografi untuk masa mendatang sesuai

dengan kebutuhan data untuk pemodelan bangkitan perjalanan sesuai

dengan zona dalam wilayah studi.

2. Data perencaraan pusat kegiatan , tata guna lahan dan perencanaan

lainnya untuk masa yang akan datang sesuai dengan kebutuhan data

untuk pemodelan tarikan perjalanan sesuai dengan zona dalam studi.

3. Kondisi jaringan jalan di masa mendatang, termasuk di dalamnya

pekerjaan pengembangan jaringan jalan dan angkutan umum yang

sudah ditetapkan oleh Pemerintah atau pengembangan lainnya yang

bersifat rencana.

Berdasarkan data-data masukan tersebut, model transportasi dapat

dijalankan untuk mendapatkan pembebanan arus lalu lintas pada jaringan jalan

di masa yang akan datang dengan tahapan sesuai bagan alir pada Gambar 2.4.
25

Rencana tata guna lahan Prediksi Demografi


masa mendatang sesuai zona dan Sosio Ekonomi

Model Tarikan Model Bangkitan


Perjalanan Perjalanan

Sumber: Tamin, 2000

Prediksi Trip End


Masing-masing Zona
Rencana Pengembangan
Jaringan Jalan

Model Pemilihan Model Distribusi


Moda Perjalanan

Prediksi MAT dan Rekomendasi Prioritas


Pembebanan Jaringan Penyediaan JAringan

Gambar 2.4. Prosedur prediksi kebutuhan transportasi masa mendatang

2.7. Bangkitan dan Tarikan Pergerakan

Bangkitan pergerakan adalah tahapan pemodelan yang memperkirakan

jumlah pergerakan yang berasal dari suatu zona atau tata guna lahan dan jumlah

pergerakan yang tertarik ke suatu tata guna lahan atau zona seperti diilustrasikan

pada Gambar 2.5. Pergerakan lalu lintas merupakan fungsi tata guna lahan yang

menghasilkan pergerakan lalu lintas. Bangkitan lalu lintas ini mencakup :

Lalu lintas yang meninggalkan suatu lokasi (traffict production atau trip

production)

Lalu lintas yang menuju atau tiba ke suatu lokasi ((traffict attraction atau trip

attraction)
26

i d

Pergerakan yang berasal Pergerakan yang menuju


dari zona i ke zona d
Sumber: Tamin, 2000

Gambar 2.5. Diagram bangkitan dan tarikan pergerakan

Model tarikan pergerakan adalah alat bantu untuk mencerminkan dan

menyederhanakan secara terukur besarnya tingkat pergerakan yang tertarik ke suatu

tata guna lahan atau zona. Sedangkan bangkitan pergerakan digunakan untuk suatu

pergerakan berbasis rumah yang mempunyai tempat asal dan atau tujuan adalah

rumah maupun pergerakan yang dibangkitkan oleh pergerakan berbasis bukan

rumah (Ortuzar,1994 dalam Tamin, 2000).

Keluaran dari perhitungan bangkitan dan tarikan lalu lintas berupa jumlah

kendaraan, orang atau angkutan barang per satuan waktu serta jumlah orang atau

kendaraan yang masuk atau keluar dari suatu luasan tanah tertentu dalam satuan

waktu untuk mendapatkan bangkitan dan tarikan perjalanan. Faktor-faktor bangkitan

pergerakan untuk manusia yang perlu diperhatikan (Tamin, O.Z, 2000) adalah:

- Pendapatan

- Pemilikan kendaraan

- Struktur rumah tangga

- Ukuran rumah tangga

- Nilai lahan

- Kepadatan daerah permukiman

- Aksesibiltas
27

Sementara faktor tarikan pergerakan yang paling sering digunakan adalah

luas lantai untuk kegiatan seperti kegiatan industri, komersial, perkantoran,

pertokoan dan pelayanan lainnya.

2.7.1. Tinjauan teori pergerakan

Model bangkitan pergerakan merupakan fungsi dari aktivitas sosial ekonomi

penduduk dari suatu wilayah. Data variabel terikat menggambarkan jumlah

pergerakan yang berasal dari suatu zona (bangkitan pergerakan/oi) dan jumlah

pergerakan yang menuju suatu zona (tarikan pergerakan/dd) diperoleh dari

Matrik Asal Tujuan (MAT) hasil survai.

Model bangkitan dan tarikan biasanya dipengaruhi pergerakan berbasis

ruma, yaitu pergerakan yang salah satu atau kedua zonanya (asal dan/atau

tujuan) tersebut adalah rumah tinggal. Bangkitan pergerakan digunakan untuk

suatu pergerakan berbasis rumah yang mempunyai tempat asal dan/atau tujuan

rumah atau pergerakan yang dibangkitkan oleh pergerakan berbasis bukan

rumah.

2.7.2. Klasifikasi pergerakan

a) Berdasarkan maksud perjalanan

Sebab terjadinya pergerakan dapat dikelompokkan berdasarkan maksud

perjalanan sesuai dengan ciri dasarnya, yaitu yang berkaitan dengan

ekonomi, sosial, budaya, pendidikan dan agama. Jika ditinjau lebih jauh lagi

akan dijumpai kenyataan bahwa lebih dari 90% perjalanan berbasis tempat

tinggal, artinya mereka memulai perjalanannya dari tempat tinggal (rumah)

dan mengakhiri perjalanannya kembali ke rumah. Lima kategori maksud

pergerakan yang sering digunakan ada pada tabel 2.12.


28

Tabel 2.12. Klasifikasi pergerakan orang berdasarkan maksud perjalanan


Aktivitas Klasifikasi Pergerakan Keterangan
I. EKONOMI 1. Ke dan dari tempat kerja Jumlah orang yang bekerja tidak tinggi,
a. Mencari 2. Hal yang berkaitan dengan sekitar 40-50 % penduduk. Perjalanan
nafkah bekerja berkaitan dengan pekerja termasuk :
b. Mendapatkan 3. Menuju dan dari toko dan a. Pulang ke rumah
barang dan keluar untuk keperluan b. Mengangkut barang
pelayanan pribadi yang berkaitan c. Ke dan dari rapat
dengan belanja atau bisnis Pelayanan hiburan dan rekreasi
pribadi diklasifikasikan secara terpisah, tetapi
pelayanan medis, hukum dan
kesejahteraan termasuk disini.
II. PENDIDIKAN 1. Ke dan dari sekolah, Hal ini terjadi pada sebagian besar
kampus, dan lain-lain penduduk yang berusia 5-22 tahun. Di
negara sedang berkembang jumlahnya
sekitar 85 % penduduk
III. REKREASI 1. Ke dan dari tempat rekreasi Mengunjungi restoran, kunjungan
DAN HIBURAN 2. Hal yang berkaitan dengan sosial, termasuk perjalanan pada hari
perjalanan dan libur.
berkendaran untuk rekreasi
IV. SOSIAL 1. Ke dan dari rumah teman Kebanyakan fasilitas terdapat dalam
Menciptakan, 2. Ke dan dari tempat lingkungan keluarga dan tidak
menjaga pertemuan bukan di rumah menghasilkan banyak perjalanan,
hubungan terkombinasi perjalanan dengan
pribadi maksud hiburan.
V. 1. Ke dan dari tempat ibadah Perjalanan kebudayaan dan hiburan
KEBUDAYAAN 2. Perjalanan bukan hiburan sangat sulit dibedakan.
ke dan dari daerah budaya
serta pertemuan politik
Sumber: Ofyar Z. Tamin, (2000:16)

b) Waktu terjadinya pergerakan

Waktu terjadinya pergerakan sangat tergantung pada kapan seseorang

melakukan aktivitasnya sehari-hari. Dengan demikian, waktu perjalanan

sangat tergantung pada maksud perjalanan yang biasanya dikelompokkan

menjadi pergerakan pada jam sibuk dan pada jam tidak sibuk. Proporsi

pergerakan yang dilakukan oleh setiap tujuan pergerakan sangat fluktuatif

atau bervariasi sepanjang hari.


29

c) Jenis sarana angkutan yang digunakan

Dalam melakukan perjalanan orang biasanya dihadapkan pada pilihan

jenis moda yang akan digunakan. Dalam menentukan pilihan moda yang

digunakan, orang mempertimbangkan berbagai faktor diantaranya maksud

perjalanan, jarak tempuh, biaya dan tingkat kenyamanannya.

2.8. Distribusi Perjalanan (Metode Furness)

Pola pergerakan dalam sistem transportasi sering dijelaskan dalam bentuk

arus pergerakan yang bergerak dari zona asal ke zona tujuan selama periode waktu

tertentu. Matriks asal tujuan (MAT) yang berisi informasi mengenai besar pergerakan

antar lokasi di dalam daerah tertentu sering digunakan untuk menggambarkan pola

pergerakan dimana baris menyatakan zona asal dan kolom menyatakan zona tujuan.

Pola pergerakan dapat dihasilkan jika MAT dibebankan pada jaringan

transportasi, dengan mempelajari pola pergerakan permasalahan yang ada dapat

diidentifikasi sehingga dapat dihasilkan beberapa solusi. MAT dapat memberikan

indikasi rinci mengenai kebutuhan akan pergerakan sehingga MAT memegang

peranan penting dalam berbagai perencanaan transportasi.

Metode Furness memodelkan sebaran pergerakan masa mendatang dengan

mengalikan sebaran pergerakan eksisting dengan tingkat pertumbuhan zona asal

dan zona tujuan secara bergantian sampai total sel MAT untuk setiap arah sesuai

dengan total sel MAT yang diinginkan seperti contoh pada Tabel 2.14. Pembentukan

MAT melalui iterasi dengan metode Furness ini lebih efisien dibandingkan metode

analogi lainnya. Beberapa keuntungan penggunaan metode ini diantaranya:

Mudah dimengerti dan digunakan dengan data dasar MAT eksisting

Proses pengulangan sederhana

Penggunaannya fleksibel
30

Tabel 2.13. Contoh mat dasar metode furness (iterasi ke-15)


Dari \ Ke 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 13 oi Oi Ei

1 0 0 0 0 0 0 0 3 0 1 1 1 20 26 26 1,00

2 0 0 0 2 0 0 3 2 0 8 5 5 4 31 31 1,00

3 1 0 0 1 0 0 1 0 0 2 3 4 23 35 35 1,00

4 1 0 1 0 0 0 1 1 1 16 10 2 8 41 41 1,00

5 0 0 0 1 0 1 7 1 0 4 2 2 28 46 46 1,00

6 0 0 0 0 0 0 0 0 0 2 0 1 29 32 32 1,00

7 1 2 0 4 0 0 0 5 1 17 11 10 48 99 99 1,00

8 2 1 1 2 0 0 3 0 1 9 6 5 5 35 35 1,00

9 0 0 1 0 1 0 3 1 0 2 1 38 214 261 261 1,00

10 1 2 8 5 0 1 41 7 1 0 14 65 61 205 205 1,00

11 0 1 0 2 1 0 22 4 1 12 0 7 33 84 84 1,00

12 12 3 5 7 21 1 12 10 90 33 21 0 92 305 305 1,00

13 14 25 22 20 26 32 7 6 161 97 12 160 0 582 582 1,00

dd 30 35 39 45 50 37 101 39 256 202 86 299 565 1.782 1.782

Dd 30 35 39 45 50 37 101 39 256 202 86 299 565 1.782

Ed 1,00 1,00 1,00 1,00 1,00 1,00 1,00 1,00 1,00 1,00 1,00 1,00 1,00
31

2.9. Model pembebanan jaringan

Tahap pembebanan jaringan dilakukan dengan melakukan pembebanan

atas permintaan perjalanan ke sistem jaringan jalan dengan tujuan untuk

mendapatkan arus di ruas jalan dan/atau total biaya perjalanan di dalam jaringan

yang ditinjau. Dalam tahap ini terjadi interaksi langsung antara permintaan dan

sediaan, yang hasilnya dapat dijadikan sebagai ukuran dalam penilaian kinerja

(performance) jaringan jalan akibat adanya perubahan (skenario) permintaan

dan/atau sediaan. Tahap ini menyangkut tiga komponen utama, yaitu matriks

pergerakan, jaringan (supply) dan mekanisme pembebanan.

Prinsip kerja CONTRAM pada dasarnya hampir sama dengan perangkat

lunak pembebanan lalu lintas lainnya yaitu menggunakan prinsip batasan

minimum (shortest path), yaitu para pengemudi diasumsikan telah mengenal

kondisi lalu lintas yang ada, sehingga mereka akan memilih rute dengan

perjalanan minimum. Berdasarkan pertimbangan terhadap lintasan minimum

tersebut, selanjutnya perjalanan kendaraan dari tempat asal ke tempat tujuan

dibebankan pada masing-masing ruas jalan yang membangun lintasan minimum

tersebut.

Metode pembebanan yang dipergunakan adalah model All or Nothing

Capacity Restraint dimana pembebanan dilakukan adalah secara paket demi

paket kedalam lintasan minimum, kemudian akan menghasilkan suatu pola lalu

lintas tertentu pada jaringan yang digunakan untuk iterasi berikutnya ketika

masing masing paket kembali dibebankan ke dalam lintasan minimum yang

baru sehingga tercapai equilibrium trip assignmen.

Data yang di butuhkan Untuk aplikasi contram ialah data nyata yang di

ambil dari lapangan data Input terbagi menjadi 3 yaitu:


32

Data jaringan jalan,Data simpang, data ruas Kapasitas,

Kecepatan,panjang link,waktu perjalanan,signal simpang yang di

masukan di dalam file dengan format (.net)

Data permintaan lalu Lintas atau Data perjalanan dalam bentuk

Matrik O/D dimana pendistribusiannya berdasarkan kelas kelas

kendaraan, yaitu C (car) yaitu jenis kendaraan sedan/ kendaraan

pribadi, B (bus) dalam hal ini dapat digunakan sepeda motor, L

yaitu untuk kendaraan barang. Adapun distribusi kendaraan

perjalanan asal tujuan dengan berdasarkan moda/kendaraan yang

dipergunakan yaitu berdasarkan modal split pada daerah studi

dan disimpan dalam File (.dem).

Data Sistem pengendalaian jaringan (Control Data).di bentuk

dalam file (.con)

Kondisi pembebanan yang diterapkan dalam pemodelan ini adalah

kondisi tanpa penanganan/do-nothing untuk melihat seberapa jauh penurunan

kinerja jaringan jalan bila tidak dilakukan penanganan serta kondisi dengan

penanganan/do-somethinguntuk mengetahui kebutuhan penanganan serta

kinerja jaringan dengan adanya penanganan.

Pembebanan yang dilakukan adalah secara paket demi paket ke dalam

lintasan minimum, dimana hal ini akan menghasilkan suatu pola lalu lintas

tertentu pada jaringan yang kemudian digunakan untuk iterasi berikutnya ketika

masing-masing paket dibebankan kembali ke dalam lintasan minimum yang baru.

Diperlukan beberapa iterasi agar dapat dicapai pola arus lalu lintas yang

setimbang (stabil), yaitu suatu pola dimana semua kendaraan yang dibebankan

pada jaringan jalan akan menggunakan rute yang sama pada 2 (dua) buah iterasi

yang berurutan. Proses iterasi ini dapat dipertimbangkan sebagai pembiasaan

diri dari para pengemudi terhadap kondisi jaringan jalan dan kondisi lalu lintas.
33

2.10. Software Contram

CONTRAM (Continues Traffic Assignement Model) adalah suatu

program aplikasi komputer yang mengenai pembebanan lalu lintas berdasarkan

data input yang diberikan yaitu berupa data jaringan jalan (supply) dan data

permintaan lalu lintas (demand). CONTRAM memerlukan data input yang rinci

mengenai kondisi lalu lintas yang ada, untuk memodelkan lalu lintas pada

jaringan jalan sesuai pada berbagai variasi waktu dengan keluaran yang

dihasilkan berupa prediksi arus lalu lintas, rute dan waktu perjalanan pada masa

yang akan datang dengan dasar biaya perjalanan dan waktu tempuh minimum.

Software ini dikembangkan The UK Transport Research Laboratory (TRL)

mulai awal tahun 1970 untuk memodelkan skema manajemen lalu lintas

perkotaan, kemudian dikembangkan secara berkesinambungan dan bisa

digunakan dalam lingkup yang lebih luas. Contram sudah memasuki versi

delapan dimana software ini dikembangkan untuk mensimulasikan Intetelligent

Transport Systems (ITS).

Dalam pembentukan jaringan jalan Contram memungkinkan mengimpor

peta jaringan jalan (format gambar) untuk memudahkan penyusunan links dan

nodes. Node merupakan simpul jaringan jalan yang dihubungkan dengan jalan

(link) menuju simpul lainnya. Contram bekerja dengan melakukan iterasi atas

pembebanan jaringan yang memungkinkan setiap pengguna jalan mendapatkan

rute paling optimal dari segi waktu dan biaya perjalanan. Keluaran yang

dihasilkan dari pembebanan jaringan menggunakan metode ini meliputi beberapa

hal sebagai berikut:

Arus total (kendaraan)

Lalu lintas harian rata-rata (kendaraan/hr)

Kecepatan (km/jam) dan waktu tempuh (detik)

Derajat Kejenuhan (V/C)


34

Gambar 2.6. Interface pembentukan network diagram

Gambar 2.7. Interface keluaran hasil pemodelan

Masing-masing keluaran ini dapat ditampilkan dalam bentuk tabel data,

perbedaan ketebalan garis pada gambar maupun variasi warna yang

menunjukkan karakteristik yang berbeda untuk masing-masing jalan (link).


35

2.11. Studi terdahulu

Beberapa hasil penelitian terdahulu baik yang berkaitan dengan metode

analisis yang akan dipergunakan pada penelitian ini di antaranya adalah sebagai

berikut:

1. Filiyanti Bangun, Heriansyah Siregar, Abdul Ghani, Basaria Talarosha

(2005). Analisis Kinerja Jalan Akibat Peningkatan Intensitas Bangunan

Perumahan pada Kawasan Permukiman. Penelitian ini bertujuan untuk

mengidentifikasi dampak pertumbuhan permukiman di sepanjang ruas jalan

A.H. Nasution Medan (outer ring road) Kota Medan terhadap kinerja ruas jalan

tersebut. Penelitian ini dilakukan untuk mengidentifikasi pergerakan lokal dan

aktivitas samping jalan yang mempengaruhi kinerja jalan. Metode penelitian

dilakukan dengan pengumpulan data primer berupa identifikasi origin lalu

lintas lokal dan pencacahan lalu lintas, sementara data sekunder yang

digunakan adalah penggunaan lahan dan geometrik jalan. Dari hasil

perhitungan diketahui bahwa prediksi lalu lintas menerus didapat dari

persamaan Y = 109,54 X + 1507,9 dimana X menunjukkan indeks tahun.

Sementara bangkitan rumah tangga yang menggambarkan dampak

perkembangan intensitas perumahan didapatkan melalui persamaan Oi =

0,1363 P + 16,158 dengan variabel P menunjukkan jumlah penghuni.

Kesimpulan dari penelitian ini yaitu bahwa 27,05% lalu lintas merupakan

pergerakan lokal dan pada diprediksikan pada jangka waktu lima tahun

derajat kejenuhan ruas jala akan mencapai 0,97.

2. Imam Defid Efendi, Robie Apriansa (2012). Manajemen Lalulintas Kota

Kepanjen Akibat Pemindahan Ibukota Kabupaten Malang. Penelitian ini

bertujuan untuk mengetahui kinerja jaringan jalan di sekitar Kantor Kabupaten

Malang yang baru sekaligus melakukan manajemen lalu lintas untuk

mengantisipasi dampak pemindahan Kantor Kabupaten Malang. Salah satu


36

komponen yang dikaji adalah bangkitan dan tarikan kantor kabupaten

tersebut, untuk menganalisis besarannya dilakukan pengumpulan data primer

pada kantor kabupaten eksisting sekaligus membuat model yang

mengkorelasikan variabel jumlah pegawai (JP) sebagai variabel bebas dan

besarnya tarikan sebagai variabel tetap. Dari hasil analisis didapatkan bahwa

tarikan pergerakan pada jam puncak pagi sebesar 524 sepeda motor dan 137

mobil pribadi. Sementara bangkitan pergerakan pada jam puncak sore

sebesar 230 sepeda motor dan 73 mobil pribadi.

3. Dyah Kumalasari (2010). Pengaruh Guna Lahan Terhadap Tarikan

Pergerakan, Biaya Kemacetan dan Biaya Kecelakaan dengan Path Analisis.

Penelitian yang dilakukan pada Jalan KH. Abdul Fatah dan Jalan Kapten

Kasihin Tulungagung ini bertujuan untuk mengetahui tarikan pergerakan pada

ruas jalan akibat guna lahan yang ada sekaligus menghitung biaya kemacetan

dan biaya kecelakaan pada ruas tersebut. Penelitian dilakukan dengan

mengidentifikasi tundaan perjalanan, nilai waktu dan biaya operasional serta

kaitannya dengan angka kecelakaan. Data primer yang diperlukan

diantaranya volume lalu lintas, guna lahan, luas parkir serta geometrik jalan,

kemudian dengan dukungan data sekunder dilakukan analisis guna lahan,

tarikan, tundaan serta analisis jalur. Persamaan tarikan pergerakan untuk

perdagangan skala regional adalah Y=107,674+0.18X1+0,435X2+0,609X3

dengan variabel X1, X2 dan X3 secara berturut-turut adalah luas bangunan,

luas parkir dan jumlah karyawan. Sementara persamaan tarikan untuk

perdagangan ritel adalah Y=37,578+0,133X2+0,3,602X3 dengan variabel yang

sama, sementara untuk tarikan perkantoran menggunakan persamaan Y=-

0,682+5,35X3. Dari hasil analisis diketahui bahwa biaya kemacetan pada ruas

jalan yang dikaji adalah Rp 48.823.347.442,-. Sementara biaya kecelakaan


37

berat yang ditimbulkan pada tahun 2010 Rp 394.007.279,-; kecelakaan ringan

sbesar Rp 698.650.656,- dan kerugian harta benda sebesar Rp 616.050.463.

4. Teguh Afriyudha (2010). Studi Bangkitan Berbasis Rumah Tangga Pada

Kawasan Sekitar Jalan Lingkar Utara Kota Batu. Penelitian ini bertujuan untuk

mengetahui perubahan perilaku pergerakan dan pola bangkitan masyarakat

akibat perubahan guna lahan di sekitar wiayah studi. Metode penelitian pada

kajian ini dilakukan dengan melakukan wawancara rumah tangga kemudian

menganalisis hasilnya dengan analisis korelasi dan regresi linier dengan

tingkat kepercayaan 95%. Persamaan model bangkitan yang dihasilkan

adalah sebagai berikut:

a. Model umum bangkitan pergerakan berbasis rumah tangga

Y = 0,097 + 0,239X1 + 0,718X2 + 0,970 X3 + 0,531 X5

Y = jumlah pergerakan

X1 = Jumlah anggota keluarga

X2 = Jumlah anggota keluarga yang bekerja

X3 = Jumlah anggota keluarga yang sekolah

X5 = Jumlah kepemilikan kendaraan

b. Model bangkitan berbasis variasi moda

Y = 1,214 + 0,828X1 + 0,879X3 + 0,838X4

Y = jumlah pergerakan

X1 = Jumlah pejalan kaki

X2 = Jumlah pengguna sepeda motor

X3 = Jumlah pengguna mobil

X5 = Jumlah pengguna angkutan umum


38

Contents
TINJAUAN PUSTAKA ............................................................................................................ 7
2.1. Perencanaan transportasi............................................................................ 7
2.1.1. Landasan teoritis perencanaan transportasi ...................................... 7
2.1.2. Proses perencanaan transportasi ......................................................... 8
2.2. Interaksi tata guna lahan dan transportasi ............................................. 9
2.2.1. Land use transport system...................................................................... 9
2.2.2. Hubungan tata guna lahan dan transportasi .................................... 11
2.2.3. Intensitas tata guna lahan...................................................................... 12
2.3. Pengembangan kota dan transportasi ................................................... 13
2.3.1. Pertumbuhan penduduk dan urbanisasi ........................................... 13
2.3.2. Perkembangan bentuk perkotaan........................................................ 14
2.3.3. Perkembangan jenis aktivitas/tata guna lahan ................................ 14
2.4. Kinerja jaringan jalan .................................................................................. 15
2.4.1. Karakteristik lalu lintas ........................................................................... 15
2.4.2. Volume Lalu Lintas .................................................................................. 16
2.4.3. Kapasitas Jalan ........................................................................................ 16
2.4.4. Tingkat Pelayanan Jalan ........................................................................ 19
2.5. Zoning ............................................................................................................. 19
2.6. Pemodelan Transportasi Empat tahap ................................................... 21
2.6.1. Variasi Urutan Konsep Utama Pemodelan 4 Tahap ........................ 22
2.6.2. Prediksi kebutuhan transportasi.......................................................... 24
2.7. Bangkitan dan Tarikan Pergerakan ......................................................... 25
2.7.1. Tinjauan teori pergerakan ...................................................................... 27
2.7.2. Klasifikasi pergerakan ............................................................................ 27
2.8. Distribusi Perjalanan (Metode Furness)................................................. 29
2.9. Model pembebanan jaringan ..................................................................... 31
2.10. Software Contram .................................................................................... 33
2.11. Studi terdahulu ......................................................................................... 35

Tabel 2.1. Bangkitan dan tarikan pergerakan aktivitas tata guna lahan ...... 12
39

Tabel 2.2. Interaksi antar daerah/zona ............................. 13


Tabel 2.3. Kapasitas dasar jalan.................................. 17
Tabel 2.4. Faktor penyesuaian kapasitas akibat lebar jalan .............. 17
Tabel 2.5. Faktor penyesuaian bahu jalan ........................... 18
Tabel 2.6. Faktor penyesuaian arah ............................... 18
Tabel 2.7. Faktor ukuran kota.................................... 18
Tabel 2.8. Penilaian besarnya hambatan samping ..................... 18
Tabel 2.9. Faktor Hambatan Samping.............................. 18
Tabel 2.10. Karakteristik tingkat pelayanan jalan kolektor sekunder ........ 19
Tabel 2.11. Variasi urutan tahap utama pemodelan .................... 23
Tabel 2.12. Klasifikasi pergerakan orang berdasarkan maksud perjalanan ... 28
Tabel 2.13. Contoh mat dasar metode furness (iterasi ke-15) ............ 30

Gambar 2.1. Diagram keterkaitan antar sistem ....................... 10


Gambar 2.2. Hubungan tipikal kecepatan - arus - kepadatan ............. 16
Gambar 2.3. Diagram alir pemodelan empat tahap .................... 21
Gambar 2.4. Prosedur prediksi kebutuhan transportasi masa mendatang .... 25
Gambar 2.5. Diagram bangkitan dan tarikan pergerakan ................ 26
Gambar 2.6. Interface pembentukan network diagram ................. 34
Gambar 2.7. Interface keluaran hasil pemodelan ..................... 34

You might also like