You are on page 1of 134

SKRIPSI

HUBUNGAN PENGETAHUAN DAN SIKAP TERHADAP PENERAPAN


SISTEM MANAJEMEN KESELAMATAN DAN KESEHATAN KERJA
KARYAWAN DI RSUD TAMAN HUSADA BONTANG
TAHUN 2017

SADRYANI M. SAID
K 111 15 702

DEPARTEMEN KESELAMATAN DAN KESEHATAN KERJA


FAKULTAS KESEHATAN MASYARAKAT
UNIVERSITAS HASANUDDIN
MAKASSAR
2017

i
ii
RINGKASAN
UNIVERSITAS HASANUDDIN
FAKULTAS KESEHATAN MASYARAKAT
KESELAMATAN DAN KESEHATAN KERJA
MAKASSAR, JULI 2017
RIZKA HIDAYATI
DETERMINAN KESIAPSIAGAAN TANGGAP DARURAT
KEBAKARAN KARYAWAN RUMAH SAKIT UMUM DAERAH KOTA
MAKASSAR TAHUN 2017
(xiii + 86 Halaman +12 Tabel + 10 Lampiran)

Kesiapsiagaan tanggap darurat kebakaran adalah serangkaian tindakan


yang dilakukan untuk mengantisipasi bencana kebakaran melalui
pengorganisasian serta melalui langkah yang tepat guna dan berdaya guna.
Kesiapsiagaan merupakan salah satu proses manajemen bencana, pentingnya
kesiapsiagaan merupakan salah satu elemen penting dari kegiatan pencegahan
pengurangan resiko bencana. Tujuan penelitian ini untuk menentukan determinan
kesiapsiagaan tanggap darurat kebakaran karyawan Rumah Sakit Umum Daerah
Kota Makassar Tahun 2017.
Jenis penelitian ini adalah analitik observasional dengan pendekatan cross
sectional study. Variabel yang diteliti adalah pengetahuan, sikap, penilaian
fasilitas dan kesiapsiagaan tanggap darurat kebakaran. Populasi dalam penelitian
ini yakni seluruh karyawan Rumah Sakit Umum Daerah Kota Makassar tahun
2017. Populasi sebanyak 652 orang dengan jumlah sampel sebanyak 84 orang
diperoleh dengan menggunakan metode proportional random sampling. Data
yang diperoleh diolah menggunakan program SPSS kemudian disajikan dalam
bentuk tabel dan disertai dengan narasi.
Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa dari 84 responden terdapat 66
responden (78,6%) yang siap dalam hal kesiapsiagaan tanggap darurat kebakaran.
Adapun hasil uji statistik menunjukkan bahwa ada hubungan yang signifikan
antara pengetahuan (p=0,000) dan sikap (p=0,000) dengan kesiapsiagaan tanggap
darurat kebakaran sedangkan pada variabel penilaian fasilitas tidak terdapat
hubungan (p=1,000) dengan kesiapsiagaan tanggap darurat kebakaran karyawan
Rumah Sakit Umum Daerah Kota Makassar tahun 2017.
Saran bagi pihak rumah sakit untuk menyelenggarakan kembali sosialisasi,
simulasi kebakaran dan pelatihan tanggap darurat kebakaran untuk meningkatkan
kesadaran dan pengetahuan yang lebih baik pada karyawan.
Daftar pustaka : 67 (1996-2016)
Kata Kunci : kesiapsigaan tanggap darurat kebakaran, karyawan,
rumah sakit

iii
ABSTRACT

HASANUDDIN UNIVERSITY
PUBLIC HEALTH FACULTY
OCCUPATIONAL HEALTH AND SAFETY
MAKASSAR, JULY 2017

RIZKA HIDAYATI
DETERMINANT OF EMPLOYEES FIRE EMERGENCY RESPONSE
PREPAREDNESS IN REGIONAL PUBLIC HOSPITAL OF MAKASSAR
CITY IN 2017
(xiii + 86 pages + 12 tables + 10 appendixes )

Fire emergency response preparedness is a series of actions undertaken to


anticipate fire disasters through organizing, appropriate and efficient steps.
Preparedness is one of the disaster management processes, the importance of
preparedness is one of the important elements of disaster risk reduction prevention
activities. The purpose of this study was to determine the determinant of
employee's fire emergency response preparedness in regional public hospital of
makassar city in 2017.
The type of this research is observational analytic with cross sectional
study approach. The variables studied are knowledge, attitude, facility assessment
and fire emergency response preparedness. The population of this research is all
employees of Makassar regional public hospital in 2017. The population of 652
people with samples of 84 people is obtained by using proportional random
sampling method. The data obtained is processed using SPSS program then
presented in table form and accompanied by narration.
The results showed that from 84 respondents there are 66 respondents
(78.6%) who are ready in terms of fire emergency response preparedness. The
statistical test shows that there is a significant correlation between knowledge (p =
0,000) and attitude (p = 0,000) with fire emergency response preparedness while
in the facility assessment variable there is no correlation (p = 1,000) with
employees fire emergency response preparedness of regional public hospital of
Makassar City in 2017.
Suggestion for hospitals to re-organize socialization, fire simulation and
fire emergency response training to increase awareness and better knowledge of
employees.

Bibliography : 67 (1996-2016)
Keywords : Fire emergency response preparedness, employees,
hospital

iv
KATA PENGANTAR

Assalamualaikum Warahmatullahi Wabarakatuh


Puji syukur alhamdulillah penulis panjatkan kehadirat Allah SWT atas
segala rahmat dan hidayahNya kepada penulis sehingga penyusunan skripsi
dengan judul Determinan Kesiapsigaan Tanggap Darurat Kebakaran
Karyawan Rumah Sakit Umum Daerah Kota Makassar Tahun 2017 dapat
diselesaikan sebagai salah satu syarat menyelesaikan pendidikan di Fakultas
Kesehatan Masyarakat Universitas Hasanuddin.
Penyusunan skripsi ini bukanlah hasil kerja penulis semata. Segala usaha
dan potesi telah dilakukan dalam rangka penyempurnaan skripsi ini. Penulis
menyadari bahwa skripsi ini tidak dapat terselesaikan tanpa adanya bimbingan,
dukungan dan bantuan dari berbagai pihak yang. Oleh karena itu dengan segala
kerendahan hati, penulis menyampaikan rasa terima kasih yang sebesar-besarnya
kepada Bapak dr. M. Furqaan Naiem, M.Sc.,Ph.D selaku pembimbing I dan ibu
Dr. dr. Syamsiar S. Russeng, MS selaku pembimbing II yang telah memberikan
bimbingan dengan penuh ikhlas dan kesabaran, telah meluangkan waktu dan
pemikirannya untuk memberikan arahan kepada penulis.
Penghargaan yang setinggi-tingginya penulis ucapkan kepada kedua orang
tua, ayahnda Asraruddin M.Hs dan Ibunda Astuti Dewi (Alm.) yang telah
mendukung dalam segala hal dengan penuh pengorbanan, kesabaran, cinta kasih,
memberikan doa, semangat serta motivasi dengan segala keikhlasan. Tak lupa
juga kepada kakakku tercinta, Nur Yulianty yang memberikan doa dan kasih
sayang selama ini.
Penulis juga ingin mengucapkan terima kasih kepada yang terhormat :
1. Bapak Dr. Atjo Wahyu, SKM., M.Kes, Bapak Indra Dwinata, MPH, dan Ibu
Rini Anggraeni, SKM., M.Kes selaku dosen penguji yang telah banyak
memberikan masukan, saran, serta arahan guna menyempurnakan penulisan
skripsi ini.
2. Bapak Prof. Dr. drg. H. Andi Zulkifli Abdullah, M.Kes selaku dekan, Ibu Dr.
Ida Leida Maria, SKM, M.KM, M.Sc, Ph.D selaku wakil dekan I, Ibu Dr. dr.

v
Andi Indahwaty Sidin, MHSM selaku wakil dekan II dan Bapak Sukri
Palutturi, SKM, M.Kes, M.Sc, Ph.D selaku wakil dekan III beserta seluruh
tata usaha, kemahasiswaan, akademik, asisten laboratorium FKM Unhas atas
bantuannya selama penulis mengikuti pendidikan di Fakultas Kesehatan
Masyarakat Unhas.
3. Para dosen pengajar Fakultas Kesehatan Masyarakat yang telah memberikan
ilmu selama menempuh studi di Fakultas Kesehatan Masyarakat.
4. Bapak Nur Alam (Alm.), Bapak Rahmat dan Ibu Fatmah selaku staf
Departemen Keselamatan dan Kesehatan Kerja yang membantu penulis
selama pengurusan administatif.
5. Karyawan di Rumah Sakit Umum Daerah Kota Makassar yang bersedia
menjadi responden dan juga kerjasamanya dalam penelitian ini.
6. Sahabat-sahabatku tercinta Ayuni, Lisa, Lifi, Mathilda, Nadila, Nia, Nunu,
Rahayu, Ratri dan Sukma atas motivasi, kebersamaan yang akrab, dukungan
dan dorongan untuk tetap bersemangat dalam mengerjakan skripsi ini.
7. Rachmat Setiawan yang selalu setia membantu, menemani dan juga
memotivasi penulis selama pengerjaan skripsi maupun perjalanan penulis
sampai saat ini.
8. Keluarga besar REMPONG 2013 dan OHSS FKM Unhas yang selalu
memberikan semangat dan dukungan selama menyelesaikan skripsi ini.
9. Teman-teman PBL posko Pallantikang dan teman-teman KKN Tematik Desa
Sehat Posko Desa Pattallassang, terima kasih atas kerjasama, dukungan serta
bantuannya selama menjalani PBL dan KKN.
10. Teman magang K3 PT. Indofood CBP Sukses Makmur Tbk. Cabang
Makassar (Ina) terima kasih atas kerjasama dan dukungan selama ini.
11. Pemerintah yang memberikan kesempatan kepada penulis untuk melakukan
penelitian di Rumah Sakit Umum Daerah Kota Makassar.
12. Pimpinan Rumah Sakit Umum Daerah Kota Makassar yang memberikan
kesempatan kepada penulis untuk melakukan penelitian di Rumah Sakit
Umum Daerah Kota Makassar.

vi
13. Semua pihak Saudara, sahabat yang mungkin penulis tidak sebut namanya
satu persatu yang telah membantu penyusunan skripsi ini. Terima Kasih.
Penulis sangat menyadari bahwa skripsi ini masih jauh dari kesempurnaan.
Oleh karena itu, saran dan kritik sangat dibutuhkan demi kesempurnaan penulisan
skripsi yang kelak dapat bermanfaat bagi penelitian selanjutnya dan sebagai
informasi bagi pengembangan ilmu pengetahuan.

Makassar, Juli 2017

Penulis

vii
DAFTAR ISI

HALAMAN JUDUL
LEMBAR PERSETUJUAN ................................................................................. i
LEMBAR PENGESAHAN .................................................................................. ii
RINGKASAN ........................................................................................................ iii
ABSTRACT ........................................................................................................... iv
KATA PENGANTAR ........................................................................................... v
DAFTAR ISI ......................................................................................................... viii
DAFTAR TABEL ................................................................................................ x
DAFTAR GAMBAR ............................................................................................ xii
DAFTAR LAMPIRAN ........................................................................................ xiiii
BAB I PENDAHULUAN
A. Latar Belakang ............................................................................................1
B. Rumusan Masalah .......................................................................................8
C. Tujuan Penelitian ........................................................................................9
D. Manfaat Penelitian ......................................................................................9
BAB II TINJAUAN PUSTAKA
A. Tinjauan Umum Tentang Kesiapsiagaan ..................................................11
B. Tinjauan Umum Tentang Tanggap Darurat ..............................................12
C. Tinjauan Umum Tentang Kebakaran........................................................15
D. Tinjauan Umum Tentang Rumah Sakit ....................................................25
E. Tinjauan Umum Tentang Pengetahuan ....................................................29
F. Tinjauan Umum Tentang Sikap ................................................................32
G. Tinjauan Umum Tentang Sistem Proteksi Aktif Kebakaran ....................36
H. Tinjauan Umum Tentang Sistem Proteksi Pasif Kebakaran .....................41
I. Kerangka Teori .........................................................................................43
BAB III KERANGKA KONSEP
A. Dasar Pemikiran Variabel yang Diteliti ....................................................44
B. Kerangka Konsep......................................................................................47
C. Definisi Operasional dan Kriteria Objektif...............................................47

viii
D. Hipotesis Penelitian ..................................................................................53
BAB IV METODE PENELITIAN
A. Jenis Penelitian .........................................................................................55
B. Waktu dan Lokasi Penelitian ....................................................................55
C. Populasi dan Sampel .................................................................................55
D. Pengumpulan Data ....................................................................................61
E. Pengolahan dan Penyajian Data................................................................61
F. Analisis Data .............................................................................................62
BAB V HASIL DAN PEMBAHASAN
A. Hasil Penelitian ........................................................................................64
B. Pembahasan .............................................................................................75
C. Keterbatasan Penelitian............................................................................84
BAB VI PENUTUP
A. Kesimpulan ..............................................................................................85
B. Saran ........................................................................................................85
DAFTAR PUSTAKA
LAMPIRAN

ix
DAFTAR TABEL

Tabel 2.1 Klasifikasi Kebakaran di Indonesia................................... 19


Tabel 2.2 Klasifikasi Kebakaran di Tempat Kerja Berdasarkan
Potensi Bahaya................................................................... 20
Tabel 5.1 Distribusi Responden Berdasarkan Kelompok Umur di
Rumah Sakit Umum Daerah Kota Makassar Tahun
2017................................................................................. 65
Tabel 5.2 Distribusi Responden Berdasarkan Jenis Kelamin di Rumah
Sakit Umum Daerah Kota Makassar Tahun
2017................................................................................. 66
Tabel 5.3 Distribusi Responden Berdasarkan Masa Kerja di Rumah
Sakit Umum Daerah Kota Makassar Tahun
2017................................................................................. 67
Tabel 5.4 Distribusi Responden Berdasarkan Pengetahuan di Rumah
Sakit Umum Daerah Kota Makassar Tahun
2017................................................................................. 68
Tabel 5.5 Distribusi Responden Berdasarkan Sikap di Rumah Sakit
Umum Daerah Kota Makassar Tahun
2017................................................................................. 68
Tabel 5.6 Distribusi Responden Berdasarkan Penilaian Fasilitas di
Rumah Sakit Umum Daerah Kota Makassar Tahun
2017................................................................................. 69
Tabel 5.7 Distribusi Responden Berdasarkan Kesiapsiagaan Tanggap
Darurat Kebakaran di Rumah Sakit Umum Daerah Kota
Makassar Tahun 2017......................................................... 70
Tabel 5.8 Hubungan Antara Pengetahuan dengan Kesiapsiagaan
Tanggap Darurat Kebakaran di Rumah Sakit Umum Daerah
Kota Makassar Tahun 2017................................................. 72
Tabel 5.9 Hubungan Antara Sikap dengan Kesiapsiagaan Tanggap
Darurat Kebakaran Karyawan di Rumah Sakit Umum Daerah

x
Kota Makassar Tahun
2017................................................................................. 73
Tabel 5.10 Hubungan Antara Penilaian Fasilitas dengan Kesiapsiagaan
Tanggap Darurat Kebakaraan di Rumah Sakit Umum Daerah
Kota Makassar Tahun
2017................................................................................. 74

xi
DAFTAR GAMBAR

Gambar 2.1. Fire Triangle 17


Gambar 2.2. Bagan Kerangka Teori 43
Gambar 3.1. Kerangka Konsep 47

xii
DAFTAR LAMPIRAN

Lampiran 1 Kuesioner Penelitian

Lampiran 2 Analisis Univariat

Lampiran 3 Analisis Bivariat

Lampiran 4 Surat Izin Pengambilan Data Awal

Lampiran 5 Surat izin penelitian dari Dekan FKM Universitas

Hasanuddin

Lampiran 6 Surat Izin Penelitian dari UPT-P2T BKPMD Provinsi Sul-Sel

Lampiran 7 Surat Penelitian dari Walikota Makassar

Lampiran 8 Surat Selesai Penelitian dari Rumah Sakit Umum Daerah Kota

Makassar

Lampiran 9 Dokumentasi Penelitian

Lampiran 10 Daftar Riwayat Hidup

xiii
BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang Masalah

Kehidupan manusia tidak lepas dari peristiwa bencana. Bencana pada

umumnya tidak terjadi begitu saja, namun faktor alam, manusia dan sosial

berpengaruh dalam proses terjadinya bencana. Seringkali peristiwa bencana

diiringi dengan penderitaan manusia dimana terjadi kerusakan dan kehilangan

yang tidak ternilai dan dapat menghancurkan peradaban manusia. Maka dari

itu selama manusia hidup di muka bumi sudah semestinya selalu waspada dan

siaga menghadapi kemungkinan bencana yang akan terjadi karena bencana

merupakan suatu keadaan darurat yang apabila tidak ditanggulangi dengan

baik dapat memperbesar kerugian yang mungkin timbul. Kesiapsiagaan

diperlukan agar manusia dapat mempersiapkan diri menghadapi setiap

kemungkinan terburuk bencana yang dapat menimpanya dengan respon

tanggap darurat yang baik.

Kebakaran termasuk ke dalam salah satu bencana yang sangat sering

terjadi khususnya di perkotaan padat penduduk. Kebakaran yaitu proses kimia

reaksi antara bahan bakar (fuel) dengan oksigen dari udara atas bantuan

sumber panas (heat). Ketiga unsur api tersebut sering disebut segitiga api (fire

triangle). Oleh karena itu bencana kebakaran selalu melibatkan bahan mudah

terbakar dalam jumlah besar baik berbentuk bahan padat seperti kayu, kertas

atau kain, atau bahan cair seperti bahan bakar dan bahan kimia (Ramli, 2010).
Kesiapsiagaan tanggap darurat bencana kebakaran adalah serangkaian

tindakan yang dilakukan untuk mengantisipasi bencana kebakaran melalui

pengorganisasian serta melalui langkah yang tepat guna dan berdaya guna.

Sebagai contoh yaitu membangun sistem peringatan dini, penyiapan jalur

evakuasi, latihan simulasi bencana (Murdiono,2014).

Kebakaran merupakan suatu permasalahan yang tidak bisa lepas dari

manusia. Kerugian yang diakibatkan oleh kebakaran tidak hanya berupa

kerusakan bangunan saja, melainkan kerugian yang menyangkut moral dan

jiwa manusia. Beberapa penyebab kebakaran antara lain: rendahnya

pemahaman dan kesadaran masyarakat akan bahaya kebakaran, kurangnya

kesiapan masyarakat untuk menghadapi dan menanggulangi bahaya

kebakaran, sistem penanganan kebakaran yang belum terwujud dan

terintegrasi, rendahnya prasarana dan sarana sistem proteksi kebakaran

bangunan yang memadai (Kurniawati, 2012).

Menurut Aditiansyah (2014), dikatakan bahwa faktor-faktor yang

mempengaruhi kesiapsiagaan tanggap darurat bencana kebakaran diantaranya

faktor fasilitas yang dimiliki suatu bangunan kaitannya dengan tanggap

darurat bencana kebakaran serta sikap, pengetahuan dan pendidikan para

penghuni gedung. Hal tersebut berkaitan karena tingkat kesiapsiagaan tanggap

darurat kebakaran apabila tidak diimbangi dengan fasilitas tanggap darurat

kebakaran akan sulit diimplementasikan, karena dalam pelaksanaan tanggap

darurat kebakaran harus seimbang antara kesiapan penghuni dan fasilitas yang

dimiliki.
Rumah sakit adalah suatu tempat yang terorganisasi dalam

memberikan pelayanan kesehatan kepada pasien, baik yang bersifat dasar,

spesialistik, maupun subspesialistik. Selain itu, rumah sakit juga dapat

digunakan sebagai lembaga pendidikan bagi tenaga profesi kesehatan

(Adisasmito, 2007)

Keputusan Menteri Kesehatan Repubik Indonesia Nomor 1087 Tahun

2010 Tentang Standar Kesehatan dan Keselamatan Kerja di Rumah Sakit

menyatakan bahwa terdapat bahaya-bahaya potensial di rumah sakit yang

disebabkan oleh faktor biologi (virus, bakteri, jamur, parasit); faktor kimia

(antiseptik, reagen , gas, anestesi); faktor ergonomi (lingkungan kerja, cara

kerja dan posisi kerja yang salah); faktor fisik (suhu, cahaya, bising, listrik,

getaran dan radiasi); faktor psikososial (kerja bergilir, beban kerja , hubungan

sesama pekerja/atasan) dapat mengakibatkan penyakit dan kecelakaan akibat

kerja. Sumber bahaya yang ada di rumah sakit harus diidentifikasi dan dinilai

untuk menentukan tingkat risiko yang merupakan tolak ukur kemungkinan

terjadinya kecelakaan dan penyakit akibat kerja. Dalam hal ini kebakaran

merupakan salah satu dari bahaya potensial yang terdapat di rumah sakit

sehingga patut untuk diperhatikan. Hal inilah yang menyebabkan rumah sakit

harus memenuhi kualifikasi sesuai standar K3RS atau memiliki sertifikasi

dalam bidang kesehatan dan keselamatan kerja.

Tingginya risiko kebakaran di rumah sakit sebagian besar dipicu oleh

sambungan pendek arus listrik. Selain dipicu oleh sambungan pendek arus

listrik kebakaran di rumah sakit juga dapat dipicu oleh penggunaan peralatan
listrik, penggunaan tabung gas bertekanan, serta penggunaan berbagai macam

bahan kimia baik cair maupun padat yang bersifat flammable, korosif, dan

harmful. Banyaknya sumber potensi bahaya kebakaran tersebut kemudian

membuat rumah sakit menjadi bangunan yang cukup tinggi risiko

kebakarannya Terlebih lagi bahwa sebagian penghuni rumah sakit merupakan

orang sakit tersebut yang tidak mampu melayani dan menyelamatkan dirinya

sendiri apabila terjadi kebakaran. Oleh sebab itu, kesiapsiagaan rumah sakit

dalam menanggulangi bencana kebakaran menjadi sangat diperlukan (Sanjaya,

2015).

Data National Fire Protection Association (NFPA) pada tahun 2015

menunjukan telah terjadi 1.345.500 kasus kebakaran dilaporkan di Amerika.

Kebakaran tersebut menyebabkan 3.280 warga sipil meninggal akibat

kebakaran, 15.700 warga sipil yang terluka, kerusakan properti senilai 14.3

miliyar dollar Amerika dan pemadam kebakaran menanggapi kebakaran setiap

23 detik (NFPA, 2015). Data kasus kebakaran menurut Dinas Penanggulangan

Kebakaran dan Penyelamatan (DAMKAR) Provinsi DKI Jakarta yang dikutip

oleh disasterchannel.co pada periode 2008-2011 hanya terjadi 800-900 kasus

per tahun, namun pada periode 2012-2015 melonjak hingga lebih dari 1.000

kasus per tahun atau hampir tiga kebakaran per hari. Pada data terbaru yang

dikeluarkan oleh DAMKAR DKI Jakarta, memperlihatkan bahwa dari Januari

hingga Oktober 2016 saja telah terjadi 949 kasus kebakaran permukiman yang

mengakibatkan 91 orang meninggal, 19 orang luka-luka, dan kerugian

ekonomi mencapai Rp 191,6 juta (Shidiq, 2017).


Kasus kebakaran di Indonesia, sekitar 62,8% disebabkan oleh listrik

atau adanya hubungan pendek arus listrik. Penataan ruang dan minimnya

prasarana penanggulangan bencana kebakaran juga berkontribusi terhadap

timbulnya kebakaran, khususnya kebakaran kawasan industri dan pemukiman

(Nugroho, 2010 dalam Novianty, 2012).

Penelitian yang dilakukan oleh Hendarto (2013) ditemukan bahwa di

Surabaya tercatat terjadi 1298 kasus kebakaran dengan rata-rata 295 kejadian

kebakaran setiap tahunnya dalam kurun waktu tahun 2007-2011, dari kejadian

kebakaran yang terjadi tercatat 401 kejadian terjadi pada bangunan dengan

sebab kebakaran hubungan arus pendek/beban berlebih. Kebakaran dalam

bangunan merupakan masalah perkotaan yang tak terhindarkan.

Aditiansyah (2014) dalam penelitiannya mengenai hubungan antara

tingkat pengetahuan penghuni dan fasilitas rumah susun terhadap kesiapan

tanggap darurat bencana kebakaran di rumah susun Pekunden Kota Semarang

diperoleh hasil bahwa ada hubungan antara tingkat pengetahuan penghuni

terhadap kesiapan tanggap darurat bencana kebakaran, didapatkan juga bahwa

ada hubungan antara fasilitas rumah susun terhadap kesiapan tanggap darurat

bencana kebakaran. Sedangkan penelitian oleh Sulistianingrum (2011) tentang

kesiapsiagaan tanggap darurat penghuni Gedung Universitas Dian

Nuswantoro Semarang terhadap ancaman bahaya kebakaran mengungkapkan

bahwa ada hubungan antara sikap dengan kesiapsiagaan tanggap darurat

penghuni gedung Universitas Dian Nuswantoro terhadap ancaman bahaya

kebakaran. Dari penelitian tersebut dapat disimpulkan bahwa faktor sikap


penghuni gedung berpengaruh terhadap kesiapsiagaan tanggap darurat

kebakaran.

Beberapa kasus kebakaran kebakaran yang menimpa gedung rumah

sakit diantaranya adalah kebakaran yang terjadi di RS di Jangseoun-gun,

Korea Selatan pada 28 Mei 2014. Setidaknya 20 pasien dan seorang suster

dinyatakan meninggal dalam kebakaran tersebut (Mulya Nurbilkis,

Detiknews, 28 Mei 2014). Sementara itu salah satu kebakaran yang terjadi di

Indonesia yaitu di Rumah Sakit Sari Asih yang terletak di pinggir pintu tol

Serang Timur, Banten. Walaupun tidak terdapat korban jiwa, namun

kebakaran tersebut menimbulkan kepanikan dan membuat puluhan pasien

yang berada dalam kondisi parah terpaksa diletakkan di teras rumah sakit

(Heni Murniati Supaidi, Indosiar.com, 29 Juli 2009).

Pada tanggal 3 juli 2010 terjadi kebakaran di Rumah Sakit Umum Haji

Makassar, Sulawesi Selatan akibat arus pendek listrik yang menyebabkan

ruang radiologi di rumah sakit tersebut terbakar habis. Kebakaran lain juga

terjadi pada tanggal 29 juli 2009 di Rumah Sakit Sari Asih Serang Banten

akibat hubungan pendek arus listrik, meskipun tidak ada korban tetapi tujuh

pasien sempat dievakuasi ke RSUD Serang. Dan pada tanggal 6 agustus 2007

juga terjadi kebakaran di Rumah Sakit Umum Dokter Sardjito Yogyakarta.

Kasus kebakaran rumah sakit di Indonesia setiap tahunnya meningkat yang

dapat menyebabkan kematian, kerusakan bangunan, berhentinya proses

pelayanan maupun rusaknya lingkungan (Harlinanto, 2015).


Sebuah kejadian kebakaran rumah sakit terjadi di Makassar pada 26

Agustus 2016. Diduga karena arus pendek listrik, sebuah rumah sakit umum

di Makassar, Sulawesi Selatan yaitu Rumah Sakit Stella Maris terbakar.

Akibat kebakaran ini, puluhan pasien panik dan berhamburan keluar rumah

sakit. Tidak ada korban jiwa dari peristiwa itu, namun sejumlah arsip penting

ikut terbakar, termasuk barang elektronik lainnya (Muh. Sardi,

Sindonews.com, 30 Agustus 2016).

Penelitian dan kasus kebakaran yang telah dipaparkan diatas dapat

diinformasikan bahwa kebakaran mengakibatkan banyak kerugian baik

kerugian materi maupun non materi seperti timbulnya korban jiwa, rusaknya

fasilitas bangunan, hilangnya jam kerja, harta benda dan lain-lain yang

merupakan kerugian bagi karyawan, pasien maupun pemilik usaha. Dapat

diinformasikan pula bahwa penyebab kebakaran sebagian besar disebabkan

oleh faktor manusia yaitu kelalaian pekerja atau individu, kurangnya

pemahaman dan kesadaran akan bahaya kebakaran diduga karena kurangnya

pengetahuan, faktor lain juga menjadi penyebab yaitu minimnya sarana dan

prasarana penanggulangan bencana kebakaran yang memadai, faktor listrik,

dan bahan kimia mudah terbakar. Maka dari itu rumah sakit memerlukan

kesiapsiagaan tanggap darurat yang mumpuni terhadap ancaman bahaya

kebakaran untuk meminimalisir kerugian yang mungkin timbul dan dapat

ditanggulangi dengan baik.

Rumah Sakit Umum Daerah Kota Makassar adalah Rumah Sakit milik

Pemerintah Kota Makassar. Rumah sakit ini merupakan konversi dari


Puskesmas Plus Daya menjadi Rumah Sakit Umum Daerah Kota makassar

Tipe B, dan juga merupakan Pusat Rujukan Pintu Gerbang Utara Makassar

sesuai dengan Keputusan Gubernur Provinsi Sulawesi Selatan. Rumah Sakit

Umum Daerah Kota Makassar merupakan rumah sakit rujukan baik rawat

jalan maupun rawat inap.

Berdasarkan hasil observasi awal dan wawancara yang telah dilakukan

oleh peneliti di Rumah Sakit Umum Daerah Kota Makassar, didapatkan

informasi bahwa pernah terjadi kebakaran di lokasi tersebut namun sudah

lama ketika status Rumah Sakit masih menjadi Puskesmas. Rumah sakit ini

pernah menyelenggarakan simulasi kebakaran sebanyak satu kali pada tahun

2016 lalu. Didapatkan pula informasi bahwa Rumah Sakit Umum Daerah

Kota Makassar belum memiliki tenaga K3 Rumah Sakit dan organisasi

tanggap darurat yang kurang disadari keberadaannya sehingga tingkat

perlindungan dan pencegahan akan bencana kebakaran masih kurang

mumpuni.

Berdasarkan uraian latar belakang diatas maka penulis tertarik untuk

melakukan penelitian dengan judul Determinan Kesiapsiagaan Tanggap

Darurat Kebakaran Karyawan Rumah Sakit Umum Daerah Kota Makassar

Tahun 2017

B. Rumusan Masalah

Berdasarkan latar belakang diatas, maka dapat dirumuskan masalah

yang akan diteliti yaitu apa saja determinan kesiapsiagaan tanggap darurat

kebakaran karyawan Rumah Sakit Umum Daerah Kota Makassar Tahun 2017.
C. Tujuan Penelitian

1. Tujuan Umum

Menentukan determinan kesiapsiagaan tanggap darurat

kebakaran karyawan Rumah Sakit Umum Daerah Kota Makassar Tahun

2017.

2. Tujuan Khusus

a. Untuk mengetahui hubungan pengetahuan karyawan dengan

kesiapsiagaan tanggap darurat kebakaran di Rumah Sakit Umum

Daerah Kota Makassar tahun 2017.

b. Untuk mengetahui hubungan sikap karyawan dengan kesiapsiagaan

tanggap darurat kebakaran di Rumah Sakit Umum Daerah Kota

Makassar tahun 2017.

c. Untuk mengetahui hubungan penilaian fasilitas dengan kesiapsiagaan

tanggap darurat kebakaran di Rumah Sakit Umum Daerah Kota

Makassar tahun 2017.

D. Manfaat Penelitian

1. Manfaat Ilmiah

Hasil penelitian ini diharapkan dapat menjadi salah satu referensi

bacaan untuk menambah pengetahuan dan wawasan serta menjadi bahan

kajian untuk penelitian berikutnya terkait determinan kesiapsiagaan

tanggap darurat karyawan rumah sakit terhadap ancaman bahaya

kebakaran.
2. Manfaaat Bagi Rumah Sakit

Hasil Penelitian diharapkan dapat memberikan saran dan masukan

bagi rumah sakit mengenai faktor-faktor yang berhubungan dengan

kesiapsiagaan tanggap darurat terhadap ancaman bahaya kebakaran.

3. Manfaat Bagi Peneliti

Penelitian ini merupakan pengalaman yang tidak terlupakan bagi

peneliti dan diharapkan memberikan wawasan serta pengetahuan bagi

peneliti untuk menerapkan ilmu yang didapat selama perkuliahan.


BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

A. Tinjauan Umum Tentang Kesiapsiagaan

1. Definisi Kesiapsiagaan

Kesiapsiagaan (preparedness) menurut Susetyo (2006) dalam

Nurchayat (2014) adalah setiap aktivitas sebelum terjadi bencana yang

bertujuan untuk mengembangkan kapabilitas operasional dan

memfasilitasi respon yang efektif ketika suatu bencana terjadi. Achmad

Jaelani (2008:53) menjelaskan bahwa kesiapsiagaan mencakup upaya-

upaya yang memungkinkan pemerintah, masyarakat dan individu

merespon secara cepat situasi bencana secara efektif dengan menggunakan

kapasitas sendiri.

Kesiapsiagaan adalah upaya yang dilakukan pada masa pra bencana

yang memungkinkan pemerintah, organisasi, masyarakat maupun individu

untuk dapat menghadapi bencana yang mungkin akan terjadi dengan cara

cepat dan tepat (Nurchayat, 2014).

Kesiagaan adalah serangkaian kegiatan yang dilakukan untuk

mengantisipasi bencana melalui pengorganisasian serta melalui langkah

yang tepat guna dan berdaya guna. Membangun kesiagaan adalah unsur

penting, namun tidak mudah dilakukan karena menyangkut sikap mental

dan budaya serta disiplin ditengah masyarakat. Kesiagaan adalah tahapan

yang paling strategis karena sangat menentukan ketahanan anggota

masyarakat dalam menghadapi datangnya suatu bencana (Asfawi, 2013).


Kesiapsiagaan merupakan kegiatan yang digunakan untuk

mengantisipasi bencana. Faktor utama yang menjadi kunci untuk

kesiapsiagaan adalah pengetahuan. Dengan pengetahuan yang dimiliki

dapat mempengaruhi sikap dan kepedulian untuk siap siaga dalam

mengantisipasi bencana. Kesiapsiagaan merupakan salah satu proses

manajemen bencana, pentingnya kesiapsiagaan merupakan salah satu

elemen penting dari kegiatan pencegahan pengurangan resiko bencana

(Firmansyah, 2014 dalam Emami, 2015).

2. Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Kesiapsiagaan

Sebuah penelitian mengenai hubungan antara tingkat pengetahuan

penghuni dan fasilitas rumah susun terhadap kesiapan tanggap darurat

kebakaran bencana kebakaran di Rumah Susun Pekunden Kota Semarang

menyatakan bahwa terdapat faktor-faktor yang mempengaruhi

kesiapsiagaan. Faktor-faktor yang mempengaruhi kesiapsiagaan tanggap

darurat bencana kebakaran diantaranya faktor fasilitas yang dimiliki suatu

bangunan kaitannya dengan tanggap darurat bencana kebakaran serta

sikap, pengetahuan dan pendidikan para penghuni gedung (Aditiansyah,

2014).

B. Tinjauan Umum Tentang Tanggap Darurat

1. Definisi Tanggap Darurat

Tanggap darurat adalah tindakan segera yang dilakukan untuk

mengatasi kejadian bencana misalkan pada suatu proses kebakaran atau

peledakan dilingkungan tempat kerja dengan memadamkan kebakaran atau


ledakan, menyelamatkan korban (resque), menyelamatkan harta bendadan

dokumen penting (salvage), serta perlindungan masyarakat umum.

Tindakan ini dilakukan oleh tim penanggulangan bencana yang dibentuk

dimasing-masing daerah atau organisasi (Asfawi, 2013).

2. Rencana Tanggap Darurat

Rencana darurat adalah suatu rencana formal tertulis, yang

berdasarkan pada potensi kecelakaan yang dapat terjadi di instalasi dan

konsekuensi-konsekuensinya yang dapat dirasakan di dalam dan di luar

tempat kerja serta bagaimana suatu keadaan darurat itu harus segera

ditangani. Perencanaan darurat harus diberlakukan oleh para pejabat yang

berwenang, pengelola pabrik dan pejabat setempat sebagai unsur yang

penting dari sistem pengendalian bahaya besar. Suatu rencana respon

gawat darurat dikonsentrasikan pada tindakan yang akan diambil dalam

beberapa jam pertama pada kondisi krisis. Sebagai contoh, evakuasi segera

korban dan penanggulangan keadaan darurat adalah komponen yang

umum dalam suatu keadaan gawat darurat. Pelaksanaan dari rencana

biasanya di bawah pengarahan dari tim respon gawat darurat atau

Emergency Response Team (Kuhre, 1996 dalam Syaifuddin, 2011).

3. Kategori Keadaan Darurat

Keadaan darurat adalah situasi atau kejadian tidak normal yang terjadi

tiba-tiba dan dapat mengganggu kegiatan komunitas dan perlu segera

ditanggulangi.
Keadaan darurat dapat dibagi menjadi 3 kategori, yaitu (Fajri, 2009

dalam Syaifuddin, 2011):

a. Keadaan Darurat Tingkat I

Keadaan darurat tingkat I adalah keadaan darurat yang berpotensi

mengancam bahaya manusia dan harta benda (asset), yang secara

normal dapat diatasi oleh personil jaga dan suatu instalasi / pabrik

dengan menggunakan prosedur yang telah dipersiapkan, tanpa perlu

adanya regu bantuan yang dikonsinyalir.

b. Keadaan Darurat Tingkat II

Keadaan darurat tingkat II adalah suatu kecelakaan besar dimana

semua karyawan yang bertugas dibantu dengan peralatan dan material

yang tersedia di instalasi atau pabrik tersebut, tidak mampu

mengendalikan keadaan darurat tersebut, seperti kebakaran besar,

ledakan dahsyat, bocoran bahan B3 yang kuat, semburan liar sumur

minyak atau gas dan lain-lain, yang mengancam nyawa manusia atau

lingkungannya dan atau asset dan instalasi tersebut dengan dampak

bahaya atas karyawan / daerah / masyarakat sekitar. Bantuan tambahan

masih berasal dari industri sekitar, pemerintah setempat dan masyarakat

sekitar.

c. Keadaan Tingkat Darurat Tingkat III

Keadaan darurat tingkat III ialah keadaan darurat berupa

malapetaka atau bencana dahsyat dengan akibat lebih besar


dibandingkan dengan Tingkat II dan memerlukan bantuan, koordinasi

pada tingkat nasional.

C. Tinjauan Umum Tentang Kebakaran

1. Definisi Kebakaran

Kebakaran menurut Direktorat Pengawasan Keselamatan Kerja Ditjen

Pembina Pengawasan Ketenagakerjaan (2005) dalam Rochmanto (2015),

kebakaran adalah suatu nyala api, baik kecil maupun besar pada tempat

yang tidak dikehendaki, merugikan dan pada umumnya sukar dikendalikan

tidak ada tempat kerja yang dapat dijamin bebas dari risiko bahaya

kebakaran. Kebakaran tempat kerja membawa konsekuensi yang

berdampak merugikan banyak pihak baik pengusaha, tenaga kerja,

maupun masyarakat luas.

Kebakaran yaitu proses kimia reaksi antara bahan bakar (fuel) dengan

oksigen dari udara atas bantuan sumber panas (heat). Ketiga unsur api

tersebut sering disebut segitiga api (fire triangle). Oleh karena itu bencana

kebakaran selalu melibatkan bahan mudah terbakar dalam jumlah besar

baik berbentuk bahan padat seperti kayu, kertas atau kain, atau bahan cair

seperti bahan bakar dan bahan kimia (Ramli, 2010).

Menurut NFPA (National Fire Protection Association) dalam

Kurniawati (2012) kebakaran merupakan peristiwa oksidasi dimana

bertemunya 3 buah unsur yaitu bahan yang dapat terbakar, oksigen yang

terdapat diudara, dan panas yang dapat berakibat menimbulkan kerugian

harta benda atau cidera bahkan kematian manusia.


Kebakaran termasuk ke dalam salah satu bencana, kebakaran yaitu

suatu bencana malapetaka atau musibah yang ditimbulkan oleh api yang

tidak diharapkan/tidak dibutuhkan, sukar dikuasai dan merugikan.

Kebakaran disebabkan oleh berbagai faktor yang bisa disebabkan oleh

manusia secara langsung maupun tidak langsung atau dapat disebabkan

oleh alam. Api yang dapat memicu kebakaran juga memiliki berbagai

sumber penyalaan, tidak hanya berasal dari sumber api secara langsung

tetapi sumber api dapat disebabkan dari berbagai kegiatan manusia yang

secara tidak langsung dapat menimbulkan api (Seri LPPS, 2001 dalam

Adilla, 2016).

Bahaya kebakaran adalah adalah bahaya yang ditimbulkan oleh

adanya nyala api yang tidak terkendali dan dapat mengancam keselamatan

jiwa maupun harta benda. Kebakaran merupakan peristiwa berkobarnya

api yang tidak dikehendaki dan selalu membawa kerugian (Sucipto, 2014).

2. Teori dan Anatomi Api

Api adalah persenyawaan antara suatu bahan/bahan bakar dengan

oksigen pada temperatur tertentu ,prosesnya timbul nyala, suara dan

cahaya, sebagaimana ditunjukkan dalam persamaan berikut: Bahan bakar

+ oksigen (di udara) CO2 + CO + kalor + cahaya. Api dapat dijelaskan

sebagai hasil reaksi cepat dari material terbakar, oksigen dan energi awal.

Ketiga unsur tersebut adalah yang membentuk api. Api dengan cepat

berkembang besar melalui konveksi, dan kemudian menyebar secara

lateral terus ke langit-langit bila ruangan terbatas. Sesuatu yang terbakar,


disamping menghasilkan gas, juga asap dan panas. Panas gas yang timbul

pada peristiwa kebakaran, bisa mencapai 650C 950C. Salah satu

fenomena khas terjadi pada peristiwa kebakaran adalah terjadinya

flashover, dimana api tiba-tiba membesar dengan nyala yang besar pula

(Subagyo, 2015).

Menurut Ramli (2010) dalam Iswara (2011), api tidak terjadi begitu

saja tetapi merupakan suatu proses kimiawi antara uap bahan bakar dengan

dan bantuan panas. Teori ini dikenal dengan segituga api (fire triangle).

Menurut teori ini kebakaran terjadi karena adanya tiga faktor yang menjadi

unsur api yaitu:

a. Bahan bakar (Fuel), yaitu unsur bahan bakar baik padat, cair, atau gas

yang dapat terbakar yang bercampur dengan oksigen dari udara.

b. Sumber panas (Heat), yaitu yang menjadi pemicu kebakaran dengan

energi yang cukup untuk menyalakan campuran antara bahan bakar dan

oksigen dari udara.

c. Oksigen, terkandung dalam udara. Tanpa adanya udara atau oksigen,

maka proses kebakaran tidak dapat terjadi.

Gambar 2.1. Fire Triangle


Sumber: www.google.com
Menurut Iswara (2011) pada proses penyalaan, api mengalami

empat tahapan, mulai dari tahap permulaan hingga menjadi besar, berikut

penjelasannya :

a. Incipien Stage (Tahap Permulaan)

Pada tahap ini tidak terlihat adanya asap, lidah api, atau panas, tetapi

terbentuk partikel pembakaran dalam jumlah yang signifikan selama

periode tertentu.

b. Smoldering Stage (Tahap Membara)

Partikel pembakaran telah bertambah, membentuk apa yang kita lihat

sebagai asap. Masih belum ada nyala api atau panas yang signifikan.

c. Flame Stage

Tercapai titik nyala, dan mulai terbentuk lidah api. Jumlah asap mulai

berkurang, sedangkan panas meningkat.

d. Heat Stage

Pada tahap ini terbentuk panas, lidah api, asap dan gas beracun dalam

jumlah besar. Transisi dari flame stage ke heat stage biasanya sangat

cepat, seolah-olah menjadi satu dalam fase sendiri.

3. Klasifikasi Kebakaran

Klasifikasi kebakaran merupakan penggolongan jenis bahan yang

terbakar. Dengan adanya pengklasifikasian tersebut dapat mempermudah

dalam pemilihan media pemadaman yang dipergunakan untuk

memadamkan kebakaran. Klasifikasi kebakaran juga berguna untuk


menentukan sarana proteksi kebakaran untuk menjamin keselamatan

nyawa tim pemadam kebakaran (Kurniawati, 2012).

Menurut Peraturan Menteri Tenaga Kerja dan Transmigrasi Nomor 4

Tahun 1980 tentang SyaratSyarat Pemasangan dan Pemeliharaan Alat

Pemadam Api Ringan, kebakaran dapat diklasifikasikan sebagai berikut :

Tabel 2.1
Klasifikasi Kebakaran di Indonesia
Kelas Jenis Contoh
Kelas A Bahan Kebakaran dengan bahan bakar padat bukan
Padat logam
Kelas B Bahan cair Kebakaran dengan bahan bakar cair atau gas
dan gas mudah terbakar
Kelas C Listrik Kebakaran instalasi bertegangan
Kelas D Bahan Kebakaran dengan bahan bakar logam
Logam
Sumber: Peraturan Menteri Tenaga Kerja dan Transmigrasi Nomor 4,1980

Menurut Keputusan Menteri Tenaga Kerja Nomor 186 Tahun 1999

tentang Unit Penanggulangan Kebakaran di Tempat Kerja, klasifikasi

kebakaran berdasarkan potensi bahayanya adalah sebagai berikut:


Tabel 2.2
Klasifikasi Kebakaran di Tempat Kerja Berdasarkan
Potensi Bahaya
Klasifikasi Jenis Tempat Kerja
Bahaya Kebakaran Ringan 1. Tempat ibadah
Tempt kerja yang mempunyai 2. Gedung/ruang perkantoran
jumlah dan kemudahan terbakar 3. Gedung/ruang pendidikan
rendah, dan apabila terjadi 4. Gedung/ruang perumahan
kebakaran melepaskan panas 5. Gedung/ruang perawatan
rendah sehingga menjalarnya api 6. Gedung/ruang restoran
lambat. 7. Gedung/ruang perpustakaan
8. Gedung/ruang perhotelan
9. Gedung/ruang lembaga
10. Gedung/ruang rumah sakit
11. Gedung/ruang museum
12. Gedung/ruang penjara

Bahaya Kebakaran Sedang I 1. Tempat parkir


Tempat kerja yang mempunyai 2. Pabrik elektronika
jumlah dan kemudahan terbakar 3. Pabrik roti
sedang, menimbun bahan dengan 4. Pabrik barang gelas
tinggi tidak lebih dari 2,5 meter dan 5. Pabrik minuman
apabila terjadi kebakaran 6. Pabrik permata
melepaskan panas sedang. 7. Pabrik pengalengan
8. Binatu
9. Pabrik susu

Bahaya Kebakaran Sedang II 1.Penggilingan padi


Tempat kerja yang mempunyai 2. Pabrik bahan makanan
jumlah dan kemudahan terbakar 3. Percetakan dan penerbitan
sedang, menimbun bahan dengan 4. Bengkel mesin
tinggi lebih dari 4 meter dan apabila 5. Gudang pendinginan
terjadi kebakaran melepaskan panas 6. Perakitan kayu
sedang sehingga menjalarnya api 7. Gudang perpustakaan
sedang. 8. Pabrik barang keramik
9. Pabrik tembakau
10. Pengolahan logam
11. Penyulingan
12.Pabrik barang kelontong
13. Pabrik barang kulit
14. Pabrik tekstil
15. Perakitan kendaraan ber-
motor
16. Pabrik kimia (kimia dengan
kemudahan terbakar sedang)
17. Pertokoan dengan pramuniaga
Kurang dari 50 orang
Bahaya Kebakaran Sedang III 1. Ruang pameran
2. Ruang permadani
3. Pabrik makanan
4. Pabrik sikat
5. Pabrik ban
6. Pabrik karung
7. Bengkel mobil
8. Pabrik sabun
9. Pabrik tembakau
10. Pabrik lilin
11. Studio dan pemancar
12.Pabrik barang plastik
13. Pergudangan
14. Pabrik pesawat terbang
15. Pertokoan dengan pramuniaga
lebih dari 30 orang
16. Penggergajian dan pengolahan
kayu
17. Pabrik makanan kering dari
bahan tepung
18. Pabrik minyak nabati
19. Pabrik tepung terigu
20. Pabrik pakaian
Bahaya Kebakaran Berat 1. Pabrik kimia dengan
Tempat kerja yang mempunyai kemudahan terbakar tinggi
jumlah dan kemudahan terbakar 2. Pabrik kembang api
tinggi,menyimpan bahan cair. 3. Pabrik korek api
4. Pabrik cat
5. Pabrik bahan peledak
6. Pengergajian kayu dan penyele-
saiannya menggunakan bahan
Mudah terbakar
7. Studio film dan televise
8. Pabrik karet buatan
9. Hanggar pesawat terbang
10. Pabrik karet busa dan plastik
Busa
Sumber: Keputusan Menteri Tenaga Kerja Nomor 186,1999
4. Faktor Penyebab Kebakaran

Menurut Sukania (2010) pada umumnya kebakaran terjadi akibat

beberapa hal antara lain puntung rokok, zat cair yang mudah terbakar,

nyala api terbuka, desain fasilitas kerja yang kurang tepat, mesin/peralatan

yang tidak terawat, instalasi listrik, kelistrikan statis dan alat-alat las.

Menurut Subagyo (2012) dalam penelitiannya yaitu Antisipasi yang

Diperlukan Terhadap Kebakaran Listrik pada Bangunan Gedung, faktor

listrik pada gedung atau bangunan dapat menyebabkan terjadinya

kebakaran pada bangunan dimana instalasi listrik tersebut dipasang, selain

itu juga dapat menyebabkan korban jiwa atau luka-luka, cacat fisik serta

dampak psikologis yang kemungkinan besar terjadi akibat peristiwa

tersebut.

Kebakaran disebabkan oleh berbagai faktor, namun secara umum

dapat dikelompokan sebagai berikut (Novianty, 2012):

a. Faktor Manusia

Sebagian kebakaran disebabkan oleh faktor manusia yang kurang

perduli terhadap keselamatan dan bahaya kebakaran.

b. Faktor Teknis

Kebakaran juga dapat disebabkan oleh faktor teknis khususnya

kondisi tidak aman dan membahayakan (Ramli, 2010).

Umumnya faktor penyebab kebakaran bersumber pada 3 faktor

yang dapat menimbulkan adanya nyala apa diantaranya (Kurniawati,

2013):
a. Faktor Manusia

Penyebab kebakaran dari faktor manusia dapat berupa :

1) Pekerja human error, kurangnya disiplin dan sebagainya. Sebagai

contoh dari manusia yang kurang disiplin adalah membuang putung

rokok dengan sembarangan.putung rokok yang belum mati sempurna

berpotensi menyebabkan terjadinya kebakaran.

2) Pengelola minimnya pengawasan, rendahnya perhatian terhadap

keselamatan kerja dan sebagainya.

b. Faktor Teknis

Penyebab kebakaran dari faktor teknis dapat berupa :

1) Fisik atau mekanis, yaitu peningkatan suhu (panas) atau adanya api

terbuka

2) Kimia, yaitu penanganan, pengangkutan, dan penyimpanan tidak

sesuai petunjuk yang ada.

3) Listrik, (hubungan arus pendek/korsleting), penyebab kebakaran ini

karena perlengkapan listrik yang digunakan tidak sesuai dengan

prosedur yang benar dan standar yang telah ditetapkan oleh LMK

(Lembaga Masalah Kelistrikan) PLN, karena rendahnya kualitas

peralatan listrik dan kabel yang digunakan, serta karena instalansi

yang asal-asalan dan tidak sesuai peraturan.

c. Faktor Alam dan Bencana Alam

Penyebab kebakaran dari faktor alam dan bencana alam dapat

berupa petir, gunung meletus, gempa bumi dan sebagainya. Petir juga
dapat menyebabkan kebakaran. Petir ini merupakan faktor alam yang

tidak bisa dihindari.

5. Pencegahan Dan Penanggulangan Kebakaran

Tindakan pencegahan kebakaran menurut Sukania (2010) adalah

sebagai berikut:

a. Memberikan penyuluhan, pendidikan dan pelatihan

b. Menempatkan barang-barang yang mudah terbakar di tempat yang

aman dan jauh dari api

c. Tidak merokok dan melakukan pekerjaan panas di tempat barang-

barang yang mudah terbakar

d. Tidak membuat sambungan listrik sembarangan

e. Tidak memasang steker listrik bertumpuk-tumpuk

f. Memasang tanda-tanda peringatan pada tempat yang mempunyai resiko

bahaya kebakaran tinggi

g. Menyediakan APAR ditempat yang strategis

h. Matikan aliran listrik bila tidak digunakan

i. Buang puntung rokok di asbak dan matikan apinya

j. Bila akan menutup tempat kerja, periksa dahulu hal-hal yang dapat

menyebabkan kebakaran

Sedangkan langkah-langkah penanggulangan kebakaran menurut

Sukania (2010) yaitu:


a. Jika terjadi kebakaran, langkah pertama yang harus dilakukan adalah

memadamkan secara langsung dengan alat pemadam yang sesuai yang

diletakkan pada tempat terdekat.

b. Jika api tidak padam, panggil teman terdekat dan segera hubungi kepala

gedung (fire marshall).

c. Bunyikan alarm / tanda bahaya kebakaran jika api belum padam.

d. Apabila alarm otomatis berbunyi, bantu evakuasi (pengosongan

gedung) melalui pintu darurat dan segera lakukan pemadam dengan alat

pemadam yang tersedia.

e. Hubungi unit pemadam kebakaran untuk minta bantuan dengan

identitas yang jelas

f. Amankan lokasi dan bantu kelancaran evakuasi (pengosongan)

g. Beritahu penolong atau petugas pemadam tempat alat pemadam dan

sumber air

h. Utamakan keselamatan jiwa dari pada harta benda

D. Tinjauan Umum Tentang Rumah Sakit

1. Definisi Rumah Sakit

Rumah sakit merupakan gedung atau bangunan yang digunakan 24

jam sebagai dasar pengobatan medis, penyakit jiwa, kebidanan, ataupun

perawatan bedah (NFPA, 2002). WHO menanggapi bahwa perlu untuk

membangun rumah sakit yang aman, terutama pada situasi bencana dan

keadaan darurat, yang mana rumah sakit tersebut harus mampu untuk
menyelamatkan jiwa dan dapat terus menyediakan pelayanan kesehatan

bagi masyarakat (Kemenkes, 2012).

Rumah sakit adalah institusi pelayanan kesehatan yang

menyelenggarakan pelayanan kesehatan perorangan secara paripurna yang

menyediakan pelayanan rawat inap, rawat jalan, dan gawat darurat

(Depkes RI, 2009).

Bangunan rumah sakit menurut NFPA adalah bangunan yang

dipergunakan untuk tujuan medis atau perawatan untuk seseorang yang

menderita sakit fisik ataupun mental, menyediakan fasilitas untuk istirahat

bagi penghuni, karena kondisinya tidak mampu melayani dirinya sendiri.

Bangunan rumah sakit merupakan bagian dari jenis hunian untuk

perawatan kesehatan diantaranya perawatan medis, perawatan jiwa,

kebidanan dan bedah (Iswara,2011).

2. Fungsi Rumah Sakit

Menurut Undang-Undang Nomor 44 Tahun 2009 tentang Rumah

Sakit, rumah sakit mempunyai fungsi:

a. penyelenggaraan pelayanan pengobatan dan pemulihan kesehatan

sesuai dengan standar pelayanan rumah sakit

b. pemeliharaan dan peningkatan kesehatan perorangan melalui pelayanan

kesehatan yang paripurna sesuai kebutuhan medis

c. penyelenggaraan pendidikan dan pelatihan sumber daya manusia dalam

rangka peningkatan kemampuan dalam pemberian pelayanan kesehatan


d. penyelenggaraan penelitian dan pengembangan serta penapisan

teknologi bidang kesehatan dalam rangka peningkatan pelayanan

kesehatan dengan memperhatikan etika ilmu pengetahuan bidang

kesehatan.

3. Klasifikasi Rumah Sakit

Menurut Undang-Undang Nomor 44 Tahun 2009 tentang Rumah

Sakit, rumah sakit dapat dibagi berdasarkan jenis pelayanan dan

pengelolaan. Adapun klasifikasinya sebagai berikut:

a. Penggolongan rumah sakit berdasarkan jenis pelayanannya :

1) Rumah Sakit Umum: memberikan pelayanan kesehatan pada semua

bidang dan jenis penyakit.

2) Rumah Sakit Khusus: memberikan pelayanan utama pada satu

bidang atau satu jenis penyakit tertentu berdasarkan disiplin ilmu,

golongan umur, organ, jenis penyakit, atau kekhususan lainnya.

b. Penggolongan rumah sakit berdasarkan peyelenggaranya:

1) Rumah Sakit Pemerintah adalah rumah sakit yang dimiliki dan

diselenggarakan oleh :

a) Departement Kesehatan

b) Pemerintah Daerah

c) ABRI

d) BUMN

2) Rumah sakit swasta, adalah rumah sakit yang dimiliki dan

diselenggarakan oleh:
a) Yayasan yang sudah disahkan sebagai badan hukum.

b) Badan hukum lain yang bersifat sosial.

c. Penggolongan rumah sakit berdasarkan perbedaan tingkat, menurut

kemampuan pelayanan kesehatan yang dapat disediakan, yaitu :

1) Rumah Sakit kelas A

Merupakan Rumah Sakit yang telah mampu memberikan

pelayanan Kedokteran Spesialis dan Subspesialis luas sehingga

oleh pemerintah ditetapkan sebagai tempat rujukan tertinggi (Top

Referral Hospital) atau biasa juga disebut sebagai Rumah Sakit

Pusat.

2) Rumah Sakit kelas B

Merupakan Rumah Sakit yang telah mampu memberikan

pelayanan Kedokteran Spesialis dan Subspesialis terbatas. Rumah

Sakit ini didirikan di setiap Ibukota Propinsi yang mampu

menampung pelayanan rujukan dari Rumah Sakit tingkat Kabupaten.

3) Rumah Sakit kelas C

Merupakan Rumah Sakit yang telah mampu memberikan

pelayanan Kedokeran Spesialis terbatas. Rumah Sakit tipe C ini

didirikan di setiap Ibukota Kabupaten (Regency hospital) yang

mampu menampung pelayanan rujukan dari Puskesmas.

4) Rumah Sakit kelas D.

Merupakan Rumah Sakit yang hanya bersifat transisi dengan

hanya memiliki kemampuan untuk memberikan pelayanan


Kedokteran Umum dan gigi. Rumah sakit tipe C ini mampu

menampung rujukan yang berasal dari Puskesmas.

E. Tinjauan Umum Tentang Pengetahuan

1. Definisi Pengetahuan

Pengetahuan merupakan hasil dari tahu, dan ini terjadi setelah

orang melakukan pengindraan suatu kejadian tertentu. Pengindraan terjadi

melalui pancaindra manusia, yakni indra penglihatan, pendengaran,

penciuman, rasa, dan raba. Sebagian besar pengetahuan manusia diperoleh

melalui mata dan telinga (Notoatmodjo, 2007)

Pengetahuan merupakan hasil tahu manusia yang hanya sekadar

menjawab pertanyaan apa. Pengetahuan dapat dimiliki manusia melalui

pancaindra yang ia miliki. Hasil penglihatan dan pendengaran dapat

menjadi dasar seseorang berprilaku dalam kehidupan sehari-hari. Maka

semakin tinggi tingkat pengetahuan seseorang akan tercermin pada

perilaku sehari-harinya (Notoatmodjo, 2012).

2. Tingkat Pengetahuan

Pengetahuan merupakan dasar terbentuknnya suatu perilaku.

Seseorang dikatakan kurang pengetahuan apabila dalam suatu kondisi ia

tidak mampu mengenal, menjelaskan, dan menganalisis suatu keadaan.

Pengetahuan dalam domain kognitif memiliki enam tingkatan, antara lain

(Notoatmodjo, 2007 dalam Dewanti, 2012):


a. Tahu (Know)

Tahu merupakan tingkatan yang paling rendah. Seseorang dapat

dikatakan tahu ketika dapat mengingat suatu meteri yang telah

dipelajari, termasuk mengingat kembali sesuatu yang lebih spesifik dari

bahan materi yang telah diterimanya. Contohnya anak dapat

menyebutkan manfaat menggosok gigi.

b. Memahami (Comprehension)

Seseorang dikatakan telah memahami jika ia mampu menjelaskan

secara benar tentang objek yang diketahui dan dapat menarik

kesimpulan materi tersebut secara benar. Misalnya anak dapat

menjelaskan pentingnya menggosok gigi setiap hari.

c. Aplikasi (Application)

Aplikasi diartikan sebagai kemampuan untuk menggunakan materi

yang telah ia pelajari pada situasi atau kondisi sebenarnya. Misalnya

seorang anak akan melakukan gosok gigi setiap hari ketika ia telah

memahami materi kesehatan gigi.

d. Analisis (Analysis)

Seseorang dikatakan mencapai tingkat analisis ketika ia mampu

menjabarkan materi ke dalam komponen-komponen, tetapi masih

dalam stuktur yang sama dan berkaitan satu sama lain. Ia mampu

membedakan, memisahkan, mengelompokkan, dan lain sebagainya.


e. Sintesis (Synthesis)

Sintesis merupakan kemampuan untuk meletakkan atau

menghubungkan bagian-bagian di dalam suatu bentuk keseluruhan

yang baru. Seseorang mampu menyusun formulasi-formulasi baru.

Misalnnya anak dapat menyusun, merencanakan, menyesuaikan

terhadap suatu teori dan rumusan yang telah ada.

f. Evaluasi (Evaluation)

Evaluasi merupakan kemampuan untuk melakukan justifikasi atau

penilaian terhadap suatu materi. Misalnya membandingkan antara anak

yang rajin menggosok gigi dengan yang tidak.

3. Jenis Pengetahuan

Jenis pengetahuan di antaranya sebagai berikut (Budiman, 2013

dalam Astuti, 2013) :

a. Pengetahuan Implisit

Merupakan pengetahuan yang masih tertanam dalam bentuk

pengalaman seseorang dan berisi faktor-faktor yang tidak bersifat nyata,

seperti keyakinan pribadi, perspektif, dan prinsip.

b. Pengetahuan Eksplisit

Merupakan pengetahuan yang telah disimpan dalam wujud nyata,

bisa dalam wujud perilaku kesehatan.


F. Tinjauan Umum Tentang Sikap

1. Definisi Sikap

Sikap adalah suatu bentuk evaluasi atau reaksi perasaan. Sikap

seseorang terhadap suatu objek adalah perasaan mendukung atau memihak

(favorable) maupun perasaan tidak mendukung atau tidak memihak

(unfavorable) pada objek tersebut (Berkowitz, 1972 dalam Azwar, 2012)

Sikap merupakan suatu kecenderungan reaksi perasaan, yang

mempnyai preferensi terhadap suatu objek tertentu dengan berdasarkan

pada keyakinan individu. Sikap dapat diartikan sikap merupakan pendapat,

keyakinan seseorang mengenai objek atau situasi yang disertai dengan

perasaan tertentu, dan memberikan dasar kepada orang tersebut sehingga

timbul respon untuk berperilaku dengan cara tertentu yang dipilihnya

(Rinandanto, 2015)

Sikap merupakan ekspresi efek seseorang pada objek sosial

tertentu yang mempunyai kemungkinan rentangan dari suka sampai tak

suka atau setuju sampai tidak setuju pada sesuatu objek (Azwar, 2012)

2. Komponen Sikap

Sikap mempunyai 3 komponen yaitu (Azwar, 2012) :

a. Komponen kognitif

Komponen kognitif berisi kepercayaa seseorang mengenai yang

berlaku atau apa yang benar bagi objek sikap. Sekali kepercayaan itu

telah terbentuk, maka ia akan menjadi dasar pengetahuan seseorang

mengenai apa yang dapat diharapkan dari objek tertentu. Dengan


demikian, interaksi kita dengan pengalaman di masa datang serta

prediksi kita mengenai pengalaman tersebut akan lebih mempunyai arti

dan keteraturan.

b. Komponen afektif

Adalah menyangkut masalah emosional subjektif seseorang

terhadap suatu objek sikap. Secara umum, komponen ini disamakan

dengan perasaan yang dimiliki terhadap sesuatu. Namun, pengertian

perasaan pribadi seringkali sangat berbeda perwujudannya bila

dikaitkan dengan sikap. Pada umumnya, reaksi emosional yang

merupakan komponen afektif ini banyak dipengaruhi oleh kepercayaan

atau apa yang kita percayai sebagai benar dan berlaku bagi objek

termaksud.

c. Komponen konatif

Komponen konatif dalam struktur sikap menunjukan bagaimana

perilaku atau kecenderungan berperilaku yang ada dalam diri seseorang

berkaitan dengan objek sikap yang dihadapimya. Kaitan ini didasari

oleh asumsi bahwa kepercayaan dan perasaan banyak mempengaruhi

perilaku. Karena itu, adalah logis untuk mengharapkan bahwa sikap

seseorang akan dicerminkannya dalam bentuk tendensi perilaku

terhadap objek.

3. Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Sikap

Menurut Azwar (2012), sikap seseorang dapat dipengaruhi oleh

beberapa hal berikut:


a. Lingkungan

1) Rumah

Tingkah laku anak dan sikap anak tidak hanya dipengaruhi oleh

bagaimana sikap-sikap orang yang berada di dalam rumah itu,

melainkan juga bagaimana sikap-sikap mereka dan bagaimana

mereka mengadakan atau melakukan hubungan-hubungan dengan

orang-orang di luar rumah. Dalam hal ini, peranan orang tua penting

sekali untuk mengetahui apa-apa yang dibutuhkan si anak dalam

rangka perkembangan nilai-nilai moral si anak, serta bagaimana

orang tua dapat memenuhinya (Singgih, 2004). Dalam hal ini, orang

tua dan orang sekitar berperan dalam membentuk pengetahuan anak

yang akan membentuk sikap anak tersebut.

2) Sekolah

Peran pranata pendidikan adalah untuk membentuk kepribadian

anggota masyarakat agar menjadi warga yang baik dan unggul

secara intelektual. Peran guru sejak pendidikan dasar sangat besar

mempengaruhi pola pikir, perilaku, sikap anak dalammembentuk

kepribadiannya. Guru senantiasa memberikan dorongan dan

motivasi terhadap keberhasilan anak dalam membentuk kepribadian

anak.

3) Pekerjaan

Lingkungan pekerjaan sangatlah berpengaruh terhadap sikap

seseorang, kondisi lingkungan pekerjaan yang nyaman, akan


membentuk sikap positif pada pekerjanya, begitu sebaliknya

lingkungan kerja yang tidak nyaman akan membentuk sikap negatif

pada pekerjanya (Heni, 2011). Dari gambaran tersebut, dapat

disimpulkan bahwa lingkungan pekerjaan sangat berperan dalam

mekanisme pembentukan sikap. Kenyamanan pada lingkungan kerja,

akan membawa sikap positif pada kehidupan orang tersebut.

b. Pengalaman

Apa yang telah dan sedang dialami seseorang, akan ikut

membentuk dan mempengaruhi penghayatan seseorang terhadap

stimulus sosial. Tanggapan akan menjadi salah satu dasar terbentuknya

sikap (Azwar, 2012). Pengalaman dapat didapatkan dari pendidikan

dari suatu instansi, pernah mengalami suatu kejadian, dan pernah

melihat dari orang lain. Pengalaman sangat mempengaruhi seseorang

dalam bersikap.

c. Pendidikan

Pendidikan bisa berupa pendidikan formal, yaitu dari sekolah,

maupun pendidikan nonformal, seperti pendidikan dari orang tua.

(Sugiarto, 2004). Rusmi (2009) mengatakan bahwa pembentukan sikap

dan faktor-faktor yang berpengaruh terhadap pembentukan sikap

seseorang sangat ditentukan oleh kepribadian, intelegensia, dan minat.


G. Tinjauan Umum Tentang Sistem Proteksi Aktif Kebakaran

1. Definisi

Berdasarkan Keputusan Menteri Pekerjaan Umum

No.10/KPTS/2000 tentang Ketentuan Teknis Pengamanan terhadap

Bahaya Kebakaran pada Bangunan Gedung dan Lingkungan, sistem

proteksi aktif adalah sistem perlindungan terhadap kebakaran yang

dilakukan dengan mempergunakan peralatan yang dapat bekerja secara

otomatis maupun manual, yang dapat dipergunakan oleh penghuni atau

petugas pemadam kebakaran dalam melaksanakan operasi pemadaman.

Sarana proteksi aktif terhadap kebakaran yang terdiri dari :

a. Sarana pendektisian dan peringatan kebakaran

1) Detektor kebakaran

2) Alarm kebakaran

b. Sarana pemadaman kebakaran

1) Alat pemeran air otomatis (sprinkler)

2) Alat pemadam api ringan (APAR)

3) Hidran kebakaran

2. Detektor Kebakaran

Menurut SNI 03-3985-2000 tentang sistem deteksi dan alarm

kebakaran menjelaskan detektor kebakaran adalah alat yang dirancang

untuk mendeteksi adanya kebakaran dan mengawali suatu tindakan.

Detektor dibagi menjadi 4 macam yaitu :

a. Alat Deteksi Asap (Smoke Detector)


Alat ini mempunyai kepekaan yang tinggi dan akan menyalakan

alarm bila terdapat asap diruangan tempat alat ini dipasang. Karena

kepekaannya, alat deteksi ini akan langsung aktif bila terdapat asap

rokok. Asap deteksi asap memberi sinyal ke alarm bahaya dengan cara

mendeteksi adanya asap yang berasal dari nyala api yang tidak

terkendali.

b. Alat Deteksi Panas (Heat Detector)

Prinsip dasarnya, jika temperatur di sekitar pendeteksi naik lebih

tinggi diatas nilai ambang batas yang ditetapkan dan kemudian akan

memicu alarm. Alat pendeteksi panas dibagi menjadi dua klasifikasi

besar yaitu:

1) Pendeteksi panas temperature tetap (Fixed Heat Detector)

Detektor ini bekerja terhadap batas panas tertentu. Metodenya

didasarkan pada gaya renggang suatu spiral dan kotak metal yang

disangga oleh suatucampuran logam. Ketika temperatur menjangkau

titik lebur campuran logam, maka campuran logam tersebut akan

meleleh, dan spiral akan menekan kontak metal dan menyebabkan

rangkaian tertutup. Alat ini bukanlah jenis yang dapat digunakan

kembali, ketika diaktifasi, maka alat harus diganti.

2) Pendeteksi kelambatan panas (Rate-of-Rise Heat Detector)

Pendeteksi kelambatan panas biasa disebut R-O-R. merupakan

detektor yang bereaksi terhadap kenaikan temperature di sekitar

pendeteksi secara mendadak dari kondisi batas normal. Prinsip


kerjanya, ketika temperatur naik dan tekanan udara di dalam ruangan

bertambah lebih cepat lalu keluar melalui lubang yang dikalibrasi

yang menyebabkan diagfragma tertekan dan kontak elektrik

terhubung yang menyebabkan rangkaian menjadi tertutup. Alat

pendeteksi jenis ini dapat digunakan kembali jika kondisi sudah

normal.

3) Alat Deteksi Nyala Api (Flame Detector)

Api mengeluarkan radiasi sinar inframerah dan ultraviolet,

keberadaan sinar ini dapat dideteksi oleh sensor yang terpasang

dalam detektor. Sesuai dengan fungsinya, detektor ini terbagi atas

beberapa jenis yaitu:

a) Detektor inframerah (Infrared Detector)

b) Detektor UV (Ultra Violet Detector)

c) Detektor foto elektrik (Photo Electric Detector)

3. Alarm Kebakaran

Menurut NFPA 72, alarm dibagi menjadi dua yaitu, alarm yang

bekerja dengan manual yang bisa ditekan melalui tombol dalam kotak

alarm (break glass), ada juga sistem alarm yang diaktifkan oleh sistem

detektor. Ketika detector mendeteksi adanya api, maka detektor secara

otomatis akan segera mengaktifkan alarm. Alarm kebakaran ada berbagai

macam antara lain:

a. Bel, merupakan alarm yang akan berdering jika terjadi kebakaran,

dapat difungsikan secara manual atau dikoneksi dengan sistem deteksi


kebakaran. Suara bel agak terbatas, sehingga sesuai ditempatkan dalam

ruangan terbatas seperti kantor.

b. Sirine, fungsi sama dengan bel, namun jenis suara yang dikeluarkan

berupa sirine. Sirine mengeluarkan suara yang lebih keras sehingga

sesuai digunakan di tempat kerja yang luas seperti pabrik.

c. Horn, horn juga berupa suara yang cukup keras namun lebih rendah

dibanding sirine.

d. Pengeras suara, dalam suatu bangunan yang luas dimana penghuni tidak

dapat mengetahui keadaan darurat secara cepat, perlu dipasang jaringan

pengeras suara yang dilengkapi dengan penguatnya (pre-amplifier).

4. Sistem Sprinkler Otomatis

Menurut Peraturan Menteri Pekerjaan Umum No.26 Tahun 2008

tentang Persyaratan Teknis Sistem Proteksi Kebakaran pada Bangunan

Gedung dan Lingkungan, sprinkler adalah alat pemancar air untuk

pemadaman kebakaran yang mempunyai tudung berbentuk detektor pada

ujung mulut pancarnya, sehingga air dapat memancar ke semua arah

secara merata. Menurut National Fire Protection Asscociation (NFPA) 13

sistem sprinkler dibagi beberapa jenis yaitu:

a. Dry pipe system, menggunakan sistem sprinkler otomatis yang

disambungkan dengan sistem perpipaannya mengandung udara atau

nitrogen bertekanan yang bila terjadi kebakaran akan membuka dry pipe

value.
b. Wet pipe system, sistem sprinkler yang bekerja secara otomatis

tergabung dengan sistem pipa yang berisi air dan terhubung dengan

suplai air.

c. Deluge system, menggunakan kepala sprinkler terbuka disambungkan

dengan sistem perpipaan yang dihubungkan ke suplai air melalui suatu

value. Ketika value dibuka, air akan mengalir ke dalam sistem

perpipaan dan dikeluarkan dari seluruh sprinkler yang ada.

d. Preaction system, sistem sprinkler yang bekerja secara otomatis yang

disambungkan dengan sistem pipa udara yang bertekanan atau tidak.

Penggerak sistem deteksi membuka katup yang membuat air dapat

mengalir ke sistem pipa sprinkler.

e. Combined dry pipe-preaction, sistem sprinkler yang bekerja secara

otomatis dan terhubung dengan sistem yang mengandung air di bawah

tekanan yang dilengkapi dengan sistem deteksi yang terhubung pada

satu area dengan sprinkler.

5. Alat Pemadam Api Ringan (APAR)

APAR adalah alat pemadam api ringan, mudah dibawa serta

dipindahkan yang dapat digunakan untuk memadamkan api pada awal

kebakaran. APAR dapat dikelompokkan dalam beberapa jenis yaitu cair,

tepung kering, dan jenis karbondioksida. (NFPA 10).

a. Alat dengan media pemadaman air

Sifat air dalam memadamkan kebakaran adalah mengambil panas

dan sangat tepat untuk memadamkan bahan padat yang terbakar karena
dapat menembus sampai bagian dalam. Alat media pemadaman air

cocok digunakan untuk kebakaran kelas A.

b. Alat pemadam serbuk kimia kering

Sifat serbuk kimia ini tidak beracun tetapi dapat menyebabkan

sesak nafas dan mata menjadi kering. Ukuran serbuk sangan halus

mempunyai berat jenis 0,91. Serbuk kimia kering dapat digunakan

untuk memadamkan kebakaran golongan A,B,C. Makin halus serbuk

kimia kering, makin luas permukaan yang dapat ditutupi.

c. Karbondioksida (CO2)

Media pemadaman api CO2 di dalam tabung harus dalam keadaan

fase cair bertekanan tinggi. CO2 dapat memadamkan api dari kelas B,

dan C.

d. Alat pemadam media busa

Dapat digunakan untuk memadamkan kebakaran api dari kelas A

dan akan lebih efisien untuk memadamkan api kelas B tetapi berbahaya

bila digunakan untuk memadamkan api kelas C.

H. Sistem Proteksi Pasif Kebakaran

Sistem proteksi pasif adalah sistem perlindungan bangunan terhadap

kebakaran melalui pertimbangan sifat termal bahan bangunan, kebakaran api

struktur bangunan, serta sistem kompartenenisasi dalam bangunan (Iswara,

2011)

Menurut Peraturan Menteri Pekerjaan Umum Nomor 26 Tahun 2008,

sistem proteksi pasif terhadap kebakaran bertujuan untuk:


1. Melindungi bangunan dari keruntuhan serentak akibat kebakaran.

2. Meminimalisasi intensitas kebakaran (supaya tidak terjadi flashover).

3. Menjamin keberlangsungan fungsi gedung, namun tetap aman.

4. Melindungi keselamatan petugas keselamatan pemadam kebakaran saat

operasi pemadaman dan penyelamatan.


I. Kerangka Teori

Tempat Kerja

Bencana Kecelakaan
Kerja

Kecelakaan Transportasi
Kebakaran Bencana Alam dan Buatan Manusia
Lainnya

Keadaan Darurat
Pengendalian dan
pengurangan risiko
kebakaran:
1. Pengawasan bahan
mudah terbakar Tanggap Darurat
2. Mengurangi potensi
penyalaan
3. Identifikasi cepat dari
kebakaran Kesiapsiagaan
4. Prosedur dan ketetapan
darurat yang efektif
5. Pengawasan kebakaran
Manajemen risiko Kesiapsiagaan Faktor-Faktor yang
kebakaran tanggap darurat Mempengaruhi:
6. Informasi, pelatihan 1. Pengetahuan
dan edukasi 2. Sikap
3. Fasilitas Bangunan
Manajemen
Bencana yang
Baik

Gambar 2.2 Kerangka Teori


Sumber : Ramli (2010) , ILO (2012), Septiadi (2012), Aditiansyah (2014) dan
modifikasi dari peneliti
BAB III

KERANGKA KONSEP

A. Dasar Pemikiran Variabel yang Diteliti

Keselamatan dan Kesehatan Kerja (K3) merupakan suatu upaya untuk

menciptakan suasana bekerja yang aman, nyaman dan tujuan akhirnya adalah

mencapai produktivitas setinggi-tingginya. Sistem Manajemen Keselamatan

dan Kesehatan Kerja (SMK3) merupakan bagian dari sistem manajemen

secara keseluruhan yang meliputi organisasi, perencanaan, janggung jawab,

pelaksanaan, prosedur, proses dan sumber daya yang dibutuhkan bagi

pengembangan, penerapan, pencapaian, pengkajian dan pemeliharaan

kebijakan keselamatan dan kesehatan kerja dalam rangka pengendalian risiko

yang berkaitan dengan kegiatan kerja guna terciptanya tempat kerja yang

aman, efisien dan produktif.

Secara umum tujuan dari penerapan SMK3 adalah untuk menciptakan

lingkungan kerja yang aman, nayaman dan sehat, sehingga diharapkan tenaga

kerja yang bekerja di tempat tersebut dapat terhindar dari kecelakaan dan

penyakit akibat kerja dan perusahaan dapat terhindar dari kerugian. Hasil

akhir yang diharapkan dari penerapan SMK3 adalah produktivitas dan

efisiensi kerja yang meningkat.

Rumah sakit sebagai salah satu yang wajib menerapkan Sistem

Manajemen Keselamatan dan Kesehatan Kerja Rumah Sakit (SMK3RS)

karena kegiatan rumah sakit itu sangat berpotensial menimbulkan bahaya


fisik, kimia, biologi, ergonomik dan psikososial yang dapat membahayakan

kesehatan dan keselamatan baik terhadap pekerja, pasien, pengunjung maupun

masyarakat di lingkungan rumah sakit. Untuk mencegah dan mengurangi

bahaya kesejatan dan keselamatan khususnya terhadap pekerja, perlu

dilakukan upaya-upaya kesehatan dan keselamatan kerja dengan menetapkan

Sistem Manajemen Keselamatan dan Kesehatan Kerja Rumah Sakit.

Penerapan SMK3RS diharapkan dapat menghindarkan adanya kerugian baik

jiwa, materil, dan peralatan yang bisa terjadi di rumah sakit.

Rumah Sakit Umum Daerah Taman Husada Bontang merupakan salah

satu rumah sakit yang mempunyai potensi bahaya, selain penyakit-penyakit

infeksi juga ada potensi bahaya-bahaya lain yang dapat mempengaruhi situasi

dan kondisi rumah sakit. Potensi-potensi bahaya tersebut yaitu kecelakaan

(peledakan, kebakaran, kecelakaan yang berhubungan dengan instalasi listrik,

dan sumber-sumber cidera lainnya), radiasi, bahan-bahan kimia yang

berbahaya, gas-gas anastesi, gangguan psikososial dan ergonomi. Semua

potensi bahaya tersebut, jelas mengancam jiwa dan kehidupan bagi para

karyawan di rumah sakit, para pasien maupun para pengunjung yang ada

dilingkungan rumah sakit.

Penerapan K3 di rumah sakit akan selalu berkaitan dengan landasan

hukum penerapan K3 yang dapat memberikan pijakan yang jelas mengenai

aturan yang menentukan bagaimana K3 harus ditetapkan. Di Indonesia banyak

sumber hukum yang menjadi dasar penerapan K3 di rumah sakit, diantaranya :

1. Undang-undang No. 1 Tahun 1970 Tentang Keselamatan Kerja.


2. Undang-undang Nomor 13 Tahun 2003 Tentang Ketenagakerjaan.

3. Undang-undang Nomor 32 Tahun 2009 Tentang Perlindungan dan

Pengelolaan Lingkungan Hidup.

4. Undang-undang Nomor 44 Tahun 2009 Tentang Rumah Sakit.

5. Undang-undang Nomor 36 Tahun 2009 Tentang Kesehatan.

6. Undang-undang Nomor 36 Tahun 2014 Tentang Tenaga Kesehatan.

7. Keputusan Menteri Kesehatan Nomor 432 Tahun 2007 Tentang Pedoman

Manajemen Kesehatan dan Keselamatan Kerja (K3) di Rumah Sakit.

8. Keputusan Menteri Kesehatan Nomor 1087 Tahun 2010 Tentang Standar

Kesehatan dan Keselamatan Kerja di Rumah Sakit.

9. Peraturan Menteri Kesehatan Nomor 66 Tahun 2016 Tentang Keselamatan

dan Kesehatan Kerja Rumah Sakit.

10. Peraturan Pemerintah Nomor 50 Tahun 2012 Tentang Penerapan Sistem

Manajemen Keselamatan dan Kesehatan Kerja.

11. Peraturan Pemerintah Nomor 66 Tahun 2014 tentang Kesehatan

Lingkungan.

12. Peraturan Presiden Nomor 77 Tahun 2015 Tentang Pedoman Organisasi

Rumah Sakit.

13. Peraturan Menteri Lingkungan Hidup Nomor 03 Tahun 2008 Tentang Tata

Cara Pemberian Simbol dan Label Bahan Berbahaya dan Beracun.

14. Peraturan Meneteri Kesehatan Nomor 12 Tahun 2012 tentang Akreditasi

Rumah Sakit.
15. Peraturan Menteri Kesehatan Nomor 24 Tahun 2016 Tentang Persyaratan

Teknis Bangunan dan Prasarana Rumah Sakit.

Berdasarkan Undang-undang Nomor 44 Tahun 2009 tentang Rumah

Sakit dinyatakan bahwa dalam rangka peningkatan mutu pelayanan, rumah

sakit wajib dilakukan akreditasi secara berkala minimal 3 (tiga) tahun sekali

dimana unsur keselamatan dan kesehatan kerja termasuk sebagai salah satu

hal yang dinilai di dalam akreditasi rumah sakit. Oleh karena itu, untuk

melindungi sumber daya manusia rumah sakit, pasien, pendamping pasien,

pengunjung, aset serta lingkungan rumah sakit dari risiko kejadian

keselamatan dan kesehatan kerja, diperlukan penyelenggaraan K3RS secara

berkesinambungan.

Penelitian mengenai faktor penghambat dan pendukung penerapan

SMK3RS ini dilakukan untuk melihat sejauh mana dan apakah faktor

penghambat dan pendukung penerapan SMK3RS berpengaruh dalam

penerapan SMK3RS di RSUD Taman Husada Bontang, Kalimantan Timur.

Kerangka konsep dibawah mengacu kepada kerangka teori yang

berasal dari beberapa sumber. Berikut ini beberapa dasar pemikiran mengapa

variabel tersebut yang diteliti adalah sebagai berikut:

1. Pengetahuan

Pengetahuan merupakan hasil dari tahu, dan ini terjadi setelah

orang melakukan pengindraan suatu kejadian tertentu. Pengindraan terjadi

melalui pancaindra manusia, yakni indra penglihatan, pendengaran,

penciuman, rasa, dan raba. Sebagian besar pengetahuan manusia diperoleh


melalui mata dan telinga (Notoatmodjo, 2007 dalam Astuti, 2013).

Penelitian-penelitian yang pernah dilakukan sebelumnya telah

menghubungkan pengetahuan dengan penerapan K3. Salah satunya adalah

penelitian yang dilakukan oleh Rahayu (2015) bahwa ada hubungan antara

tingkat pengetahuan di PT. Mustika Ratu Jakarta Timur terhadap

penerapan budaya K3. Menurut penelitian tersebut mengemukakan bahwa

semakin tinggi tingkat pengetahuan responden maka semakin baik pula

penerapan budaya K3.

2. Sikap

Sikap merupakan suatu kecenderungan reaksi perasaan, yang

mempunyai preferensi terhadap suatu objek tertentu dengan berdasarkan

pada keyakinan individu. Sikap dapat diartikan sikap merupakan pendapat,

keyakinan seseorang mengenai objek atau situasi yang disertai dengan

perasaan tertentu, dan memberikan dasar kepada orang tersebut sehingga

timbul respon untuk berperilaku dengan cara tertentu yang dipilihnya

(Rinandanto, 2015).
B. Kerangka Konsep

Berdasarkan kerangka pemikiran seperti diatas maka dapat

digambarkan hubungan antar variabel sebagai berikut:

Pengetahuan

Penerapan
SMK3RS

Sikap

Keterangan: = Variabel Dependen

= Variabel independen

= Arah hubungan

Gambar 3.1 Kerangka Konsep

C. Definisi Operasional dan Kriteria Objektif

1. Pengetahuan

Pengetahuan dalam penelitian ini adalah hal-hal yang diketahui

responden mengenai penyebab kebakaran. Selain itu pengetahuan yang

dimaksud dalam penelitian ini yaitu hal-hal yang diketahui responden

mengenai mekanisme kebakaran, cara penangulangan kebakaran, proses

pemadaman api, dampak yang ditimbulkan kebakaran, sarana dan

prasarana kebakaran beserta cara penggunaannya.

Kriteria objektif :
Berdasarkan kuesioner, variabel ini menggunakan skala Guttman,

yang terdiri dari 25 pertanyaan dengan dua kategori. Skor satu (1)

diberikan untuk jawaban yang dinyatakan benar, skor nol (0) diberikan

apabila jawaban yang dijawab responden dinyatakan salah.

a. Skor tertinggi = Jumlah pernyataan x skor tertinggi

= 25 x 1

= 25 (100%)

b. Skor terendah = Jumlah pernyataan x skor terendah

= 25 x 0

= 0 (0%)

c. Range (R) = Skor tertinggi Skor Terendah

= 100% - 0%

= 100%

d. Interval

I = R/K

100%
Maka, Interval = = 50 %
2

Skor Standar = 100% - 50%

= 50%

50
= x 25
100

= 12,5

a. Pengetahuan baik : Jika skor total responden 12,5


b. Pengetahuan kurang : Jika skor total responden responden< 12,5

2. Sikap

Sikap dalam penelitian ini adalah sikap responden mengenai

bagaimana menggunakan peralatan yang berpotensi menyebabkan

kebakaran, bagaimana menghadapi kebakaran ketika terjadi dan cara

menyelamatkan diri ketika terjadi bencana kebakaran.

Kriteria objektif :

Pengukuran variabel menggunakan skala Likert. Responden

mengisi kuesioner yang terdiri dari 10 pernyataan dengan lima ketegori

yaitu Sangat Setuju, Setuju, Ragu-Ragu, Tidak Setuju dan

Sangat Tidak Setuju. Untuk pernyataan negatif, skor lima (5) diberikan

jika responden menjawab Sangat Tidak Setuju, skor empat (4) jika

responden menjawab Tidak Setuju, skor tiga (3) jika responden

menjawab Ragu-Ragu, skor dua (2) jika responden menjawab Setuju

dan skor satu (1) jika responden menjawab Sangat Setuju. Untuk

pernyataan positif, skor berlaku kebalikannya dari skor pernyataan negatif.

a. Skor tertinggi = Jumlah pernyataan x skor tertinggi

= 10 x 5

= 50 (100%)

b. Skor terendah = Jumlah pernyataan x skor terendah

= 10 x 1

= 10 (20%)

c. Range (R) = Skor tertinggi Skor Terendah


= 100% - 20%

= 80%

d. Interval

I = R/K

80%
Maka, Interval = = 40 %
2

Skor Standar = 100% - 40%

= 60%

60
= x 50
100

= 30

a. Sikap Positif : Jika skor total responden responden 30

b. Sikap Negatif : Jika skor total responden < 30

3. Penilaian Fasilitas

Penilaian fasilitas dalam penelitian ini adalah penilaian karyawan

terhadap sarana dan prasarana terkait antisipasi dari bencana kebakaran di

rumah sakit.

Kriteria objektif :

Pengukuran berdasarkan kuesioner dimana kuesioner yang

digunakan didasarkan pada skala Likert. kuesioner terdiri dari 14

pernyataan dengan tiga kategori yaitu Sesuai diberi skor tiga (3) ,

Kurang Sesuai diberi skor dua (2) dan Tidak Sesuai diberi skor satu

(1).
a. Skor tertinggi = Jumlah pernyataan x skor tertinggi

= 14 x 3

= 42 (100%)

b. Skor terendah = Jumlah pernyataan x skor terendah

= 14 x 1

= 14 (33.3%)

c. Range (R) = Skor tertinggi Skor Terendah

= 100% - 33.3%

= 66.7%

d. Interval

I = R/K

66.7%
Maka, Interval = = 33.35 %
2

Skor Standar = 100% - 33.35%

= 66.65%

66.65
= x 42
100

= 27.99

a. Memenuhi Syarat : Jika skor total responden 27.99

b. Tidak Memenuhi Syarat : Jika skor total responden < 27.99

4. Kesiapsiagaan Tanggap Darurat Kebakaran

Kesiapsiagaan tanggap darurat kebakaran dalam penelitian ini

adalah kesiapan karyawan untuk mengantisipasi dan menghadapi bencana


kebakaran di Rumah Sakit Umum Daerah Kota Makassar dimulai dari hal-

hal yang perlu dilakukan agar tetap aman dari bahaya kebakaran, cara

mencegah terjadinya kebakaran sampai upaya yang dilakukan secara cepat

dan tepat dalam menghadapi dan menyelamatkan diri ketika terjadi

kebakaran.

Kriteria objektif :

Pengukuran variabel menggunakan skala Likert. Responden

mengisi kuesioner yang terdiri dari 12 pernyataan dengan empat ketegori

yaitu Sangat Tidak Sesuai, Tidak Sesuai, Sesuai, Sangat Sesuai.

Untuk pernyataan negatif, skor empat (4) diberikan jika responden

menjawab Sangat Tidak Sesuai, skor tiga (3) jika responden menjawab

Tidak Sesuai, skor dua (2) jika responden menjawab Sesuai, skor satu

(1) jika responden menjawab Sangat Sesuai. Untuk pernyataan positif,

skor berlaku kebalikannya dari skor pernyataan negatif.

e. Skor tertinggi = Jumlah pernyataan x skor tertinggi

= 12 x 4

= 48 (100%)

f. Skor terendah = Jumlah pernyataan x skor terendah

= 12 x 1

= 12 (25%)

g. Range (R) = Skor tertinggi Skor Terendah

= 100% - 25%

= 75%
h. Interval

I = R/K

75%
Maka, Interval = = 37.5 %
2

Skor Standar = 100% - 37.5%

= 62,5%

62,5
= x 48
100

= 30

a. Siap : Jika skor total responden responden 30

b. Tidak Siap : Jika skor total responden < 30

D. Hipotesis Penelitian

1. Hipotesis Nol (Ho)

a. Tidak ada hubungan antara pengetahuan karyawan Rumah Sakit

Umum Daerah Kota Makassar dengan kesiapsiagaan tanggap darurat

kebakaran.

b. Tidak ada hubungan antara sikap karyawan Rumah Sakit Umum

Daerah Kota Makassar dengan kesiapsiagaan tanggap darurat

kebakaran.

c. Tidak ada hubungan antara penilaian fasilitas Rumah Sakit Umum

Daerah Kota Makassar dengan kesiapsiagaan tanggap darurat

kebakaran.

2. Hipotesis Alternatif (Ha)


a. Ada hubungan antara pengetahuan karyawan Rumah Sakit Umum

Daerah Kota Makassar dengan kesiapsiagaan tanggap darurat

kebakaran.

b. Ada hubungan antara sikap karyawan Rumah Sakit Umum Daerah

Kota Makassar dengan kesiapsiagaan tanggap darurat kebakaran.

c. Ada hubungan antara penilaian fasilitas Rumah Sakit Umum Daerah

Kota Makassar dengan kesiapsiagaan tanggap darurat kebakaran.


BAB IV

METODE PENELITIAN

A. Jenis Penelitian

Jenis penelitian yang digunakan adalah analitik observasional dengan

desain penelitian cross sectional yaitu pengambilan data dalam suatu waktu

(point time approach) untuk melihat hubungan antara variabel independen

(pengetahuan dan sikap) dengan variabel dependen (penerapan sistem

manajemen keselamatan dan kesehatan kerja rumah sakit).

B. Lokasi dan Waktu Penelitian

Penelitian dilaksanakan di Rumah Sakit Umum Daerah Taman Husada

Kota Bontang Kalimantan Timur yang berlokasi di Jalan Letjend. S. Parman

No. 1, kelurahan Belimbing, Kecamatan Bontang Barat, Kota Bontang pada

bulan Juni 2017.

C. Populasi dan Sampel

1. Populasi

Populasi dalam penelitian ini adalah seluruh karyawan (tetap dan

honor) RSUD Taman Husada Bontang baik petugas medis maupun non

medis yang berjumlah 529 orang.

2. Sampel

Sampel merupakan bagian dari populasi yang dianggap mewakili

populasi. Teknik sampling yang digunakan adalah dengan cara teknik

propotional random sampling. Proportional random sampling yaitu

metode pemilihan sampel di mana setiap anggota populasi mempunyai


peluang yang sama untuk dipilih menjadi anggota sampel (Husein Umar,

2004:112)

Pengambilan sampel dilakukan dengan menggunakan rumus

Lameshow, sebagai berikut

N.z2.p (1-p)
n=
d2. (N-1) + z2.p (1-p)

Keterangan:

n = Besar sampel

N = Besar populasi = 652

z = Nilai standar distribusi normal = 95% (1,96)

p = Perkiraan populasi kejadian variabel yang diteliti = 0,5

d = Tingkat ketelitian yang digunakan yaitu 0,1

sehingga jumlah sampel yang diperoleh sebesar :

529. (1,96)2 . 0,5. (1 0,5)


=
(0,1)2 . (529 1) + (1,96)2 . 0,5(1 0,5)

= 82 orang

Kemudian dilakukan penarikan sampel kecil menggunakan rumus

proporsional, yaitu :


= .

Keterangan :

ni = jumlah sampel tiap strata (sub populasi)


Ni = jumlah anggota tiap strata (sub populasi)

N = jumlah seluruh populasi

n = jumlah seluruh sampel

Berdasarkan rumus, jumlah sampel karyawan untuk tiap unit kerja

sebagai berikut:
No Unit Kerja RSUD Bontang Jumlah Jumlah Sampel
1 Direktur dan Manajemen 17 3
2 Umum 8 1
3 Kepegawaian dan Perencanaan 5 1
4 Akuntansi 3 1
5 Verifikasi dan Perbendaharaan 22 3
6 Pelayanan Medik 3 1
7 Penunjang Medik 6 1
8 IPCN dan Penunjang Keperawatan 3 1
9 IPSRS 18 2
10 LH 5 1
11 Rekam Medik 18 3
12 Gizi 24 3
13 Farmasi 37 5
14 Laboratorium 13 2
15 Rehab Medik 7 1
16 CSSD 7 1
17 Laundry 9 1
18 Radiologi 8 1
19 Dokter Spesialis 20 3
20 Dokter Umum 21 3
21 Perawat Poli 19 3
22 IGD 23 4
23 Bidan IGD 6 1
24 OK 20 3
25 Flamboyan 26 4
26 NICU 19 3
27 ICU 21 3
28 PICU 19 3
29 Bougenvile 21 3
30 Edelweis 21 3
31 Hemodialisa 9 1
32 Cempaka 20 3
33 Seruni 18 3
34 Informasi Teknologi dan Humas 3 1
35 Operator 4 1
36 Security 17 3
37 Driver 7 1
38 Parkir 2 1
TOTAL 529 82
D. Metode Pengumpulan Data

1. Data Primer

Data primer diperoleh melalui :

a. Data mengenai pengetahuan dan sikap responden diperoleh melalui

angket/kuesioner yang diisi sendiri oleh responden yang diawasi oleh

peneliti.

b. Data mengenai penilaian fasilitas rumah sakit diperoleh melalui

kuesioner dan observasi langsung dilapangan.

2. Data Sekunder

Data sekunder diperoleh dari data yang dimiliki di bagian unit

diklat Rumah Sakit Umum Daerah Kota Makassar yaitu berupa data

jumlah karyawan rumah sakit.

E. Pengolahan dan Penyajian Data

1. Pengolahan Data

Pengolahan data dilakukan secara komputerisasi dengan

menggunakan program SPSS (Statistical Package Social Science) 22.0

for Windows. Langkah pengolahan data sebagai berikut:

a. Editing, melakukan pemeriksaan terhadap data yang dikumpulkan,

melakukan pemeriksaan terkait kelengkapan dan kesalahan dalam

pengisisan, serta melengkapi yang belum lengkap.

b. Coding,yaitu pemberian kode atau tanda-tanda tertentu pada tiap-tiap

data untuk mempermudah pelaksanaan pengelolahan data.


c. Entry data, dilakukan dan terlebih dahulu membuatkan entry data

pada program SPSS sesuai dengan variabel yang diteliti untuk

mempermudah proses analisis hasil penelitian, kemudian data yang

telah terkumpul dari hasil pengisian kuesioner data dimasukkan (di-

entry) kedalam komputer berdasarkan entry data yang telah dibuat

sebelumnya.

d. Cleaning data, yaitu pemeriksaan kembali data yang telah dimasukan.

Hal ini dimaksudkan karena pada saat entry data peneliti mungkin

melakukan kesalahan dalam pengentrian data yang disebabkan faktor

kelelahan atau kesalahan melihat dan membaca data koding sehingga

perlu dilakukan cleaning data atau perbaikan sebelum dilakukan

analisis data.

e. Pengolahan data

2. Penyajian Data

Penyajian data dilakukan dalam bentuk tabel, grafik, dan disertai

dengan narasi.

F. Analisis Data

1. Analisis Univariat

Analisis univariat dilakukan terhadap setiap variabel kuantitatif

dari hasil penelitian ini untuk melihat distribusi frekuensi dan presentase

yaitu meliputi pengetahuan karyawan, sikap karyawan dan fasilitas rumah

sakit.
2. Analisis Bivariat

Analisis bivariat dilakukan terhadap dua variabel yang diduga

berhubungan. Analisis data dilakukan untuk mengetahui hubungan

pengetahuan, sikap, penerapan SMK3RS Rumah Sakit Umum Daerah

Taman Husada Bontang dengan menggunakan uji statistik X2 yaitu Chi

Square dengan rumus sebagai berikut:

( )2
2 =

Keterangan:

2 = Chi Square

O = Nilai Observasional

E = Nilai Expected (Frekuensi Harapan)


BAB V

HASIL DAN PEMBAHASAN

A. Gambaran Umum Lokasi

RSUD Taman Husada Bontang diresmikan sebagai salah satu sarana

kesehatan Pemerintah Kota Bontang yang perubahan status dari Puskesmas

Rawat Inap Bontang Baru menjadi Rumah Sakit Umum Tipe C berdasarkan

Keputusan Walikota Bontang Nomor 519 Tahun 2002. Secara legalitas

RSUD Taman Husada Bontang baru tercantum dalam Peraturan Daerah Kota

Bontang Nomor 16 Tahun 2003 Tentang Pembentukan Organisasi dan Tata

Kerja Rumah Sakit Umum Daerah berdasarkan Peraturan Daerah Kota

Bontang. RSUD Taman Husada Bontang diresmikan oleh Wakil Presiden

Jusuf Kalla pada tanggal 13 Desember 2006 dan mulai difungsikan untuk

kegiatan rawat jalan, rawat inap dan rawat darurat pada tanggal 22 Januari

2007.

RSUD Taman Husada Bontang merupakan rumah sakit berbadan

layanan umum (BLU) berdasarkan Keputusan Walikota Bontang No. 59

Tahun 2009 dan merupakan Rumah Sakit tipe B berdasarkan Surat Keputusan

Menteri Kesehatan Republik Indonesia No. 1140/Menkes/ SK/XI/2009.

Serangkaian penghargaan yang telah diperoleh yaitu Akreditasi 5 Pelayanan

dari KARS Kementerian Kesehatan pada tahun 2010 dan 12 Pelayanan sejak

tahun 2012 - 2015, Proper Biru dari Gubernur Kalimantan Timur 2011, ISO

9001-2008 dari SGS berlaku 2012 2015.


Visi RSUD Taman Husada Bontang yaitu Menjadi Rumah Sakit

Terbaik di Kalimantan Timur dan Berstandar Internasional. Misi RSUD

Taman Husada Bontang yaitu menyelenggarakan pelayanan kesehatan secara

paripurna yang bermutu tinggi, berfokus pada keselamatan pasien dan

kepuasan pelanggan; meningkatkan profesionalisme sumber daya manusia

dengan lingkungan kerja yang beretika dan harmonis; mengembangkan

sarana dan prasarana rumah sakit yang memadai; menyelenggarakan

pelayanan kesehatan Rumah Sakit Sayang Ibu dan Bayi (RSSIB) terbaik.

Motto rumah sakit yaitu Melayani Sepenuh Hati, dengan tata nilai

CERIA yaitu Cepat, Efisien, Ramah, Inovatif dan Aman.

Pelayanan kesehatan yang tersedia di RSUD Taman Husada Bontang

meliputi gawat darurat, triage, gawat darurat kebidanan, rawat jalan, medical

check up, rawat inap, bedah sentral, persalinan, intensif (ICU, PICU, dan

NICU), radiologi, laboratorium patologi, rehabilitasi medik, hemodialisa,

farmasi, gizi dan beberapa pelayanan lainnya. RSUD Taman Husada Bontang

memiliki 18 layanan dokter spesialis yang dilengkapi dengan sarana dan

prasarana medis yang mutahir.

B. Hasil Penelitian

Penelitian ini dilakukan di Rumah Sakit Umum Daerah Taman

Husada Kota Bontang. Penelitian ini dilakukan pada tanggal 12 Juni 16 Juni

2017. Jenis penelitian yang digunakan yaitu analitik observasional dengan

desain penelitian cross sectional. Teknik pengambilan sampel menggunakan

metode probality sampling berdasarkan proporsional random sampling yaitu


metode pemilihan sampel dimana setiap anggota populasi mempunyai

peluang yang sama untuk dipilih menjadi anggota sampel. Pengumpulan data

dilakukan dengan menggunakan kuesioner yang diisi langsung oleh

responden dan observasi langsung di rumah sakit. Pengolahan data dilakukan

menggunakan program SPSS yang disajikan dalam bentuk tabel frekuensi

dan crosstab (tabulasi silang).

Berdasarkan data yang diperoleh dari pengumpulan dan pengolahan

data yang dilakukan, maka hasil yang diperoleh sebagai berikut:

1. Karakteristik responden

a. Umur

Umur responden yang bekerja di RSUD Taman Husada Bontang

berkisar antara 20-59 tahun. Gambaran responden berdasarkan umur

adalah sebagai berikut:

Tabel 5.1
Distribusi Responden Berdasarkan Kelompok Umur
di RSUD Taman Husada Bontang
Tahun 2017
Frekuensi
Kelompok Umur (Tahun )
N %
20-24 3 3,7
25-29 15 18,3
30-34 21 25,6
35-39 27 32,9
40-44 4 4,9
45-49 8 9,8
50-54 2 2,4
55-59 2 2,4
Total 82 100,0
Sumber: Data Primer

Berdasarkan tabel 5.1 menunjukkan bahwa jumlah responden

terbanyak terdapat pada kelompok umur 35-39 tahun sebanyak 27

(32,9%) responden sedangkan jumlah responden paling sedikit

terdapat pada kelompok umur 50-54 tahun dan kelompok umur 55-59

tahun yaitu sebanyak 2 (2,4%) responden.

b. Jenis Kelamin

Data mengenai distribusi jenis kelamin karyawan di RSUD Taman

Husada Bontang, dapat dilihat pada tabel berikut :

Tabel 5.2
Distribusi Responden Berdasarkan Jenis Kelamin
di RSUD Taman Husada Bontang
Tahun 2017

Frekuensi
Jenis Kelamin
N %
Laki-Laki 24 29,3
Perempuan 58 70,7
Total 82 100,0
Sumber: Data Primer

Berdasarkan tabel 5.2 menunjukkan bahwa karyawan dengan jenis

kelamin perempuan yaitu sebanyak 58 (70,7%) responden sedangkan

karyawan dengan jenis kelamin laki-laki sebanyak 24 (29,39%)

responden.

c. Masa Kerja

Kategori masa kerja responden dalam penelitian ini yaitu masa

kerja baru jika pekerja bekerja selama < 5 tahun dan masa kerja lama
apabila pekerja bekerja selama 5 tahun. Data mengenai distribusi

masa kerja karyawan di RSUD Taman Husada Bontang, dapat dilihat

pada tabel berikut :

Tabel 5.3
Distribusi Responden Berdasarkan Masa Kerja
di RSUD Taman Husada Bontang
Tahun 2017

Frekuensi
Masa Kerja
N %
Baru 21 25,6
Lama 61 74,4
Total 82 100,0
Sumber: Data Primer

Berdasarkan tabel 5.3 menunjukkan bahwa karyawan dengan masa

kerja baru yaitu sebanyak 21 (25,6%) responden sedangkan karyawan

masa kerja lama yaitu sebanyak 61 (74,4%) responden.

2. Analisis Univariat

Adapun hasil dari penelitian disajikan dalam bentuk tabel dan

narasi sebagai berikut:

a. Distribusi Responden Berdasarkan Pengetahuan

Kategori pengetahuan dalam penelitian ini yaitu pengetahuan

baik jika skor total responden 18 dan pengetahuan kurang jika skor

total responden responden<18. Data mengenai distribusi pengetahuan

karyawan di RSUD Taman Husada Bontang, dapat dilihat pada tabel

berikut :
Tabel 5.4
Distribusi Responden Berdasarkan Pengetahuan
di RSUD Taman Husada Bontang
Tahun 2017

Karyawan
Kategori Pengetahuan
Jumlah Persen
Pengetahuan Kurang 35 42,7
Pengetahuan Baik 47 57,3
Total 82 100,0
Sumber: Data Primer

Berdasarkan tabel 5.4 menunjukkan bahwa dari responden,

lebih banyak yang memiliki pengetahuan baik sebanyak 47 orang

(57,3%) dan yang memiliki pengetahuan kurang sebanyak 35 orang

(42,7%).

b. Distribusi Responden Berdasarkan Sikap

Kategori sikap dalam penelitian ini yaitu sikap positif jika skor

total responden 68 dan sikap negatif jika skor total responden <68.

Distribusi responden berdasarkan sikap dapat dilihat pada tabel

berikut:

Tabel 5.5
Distribusi Responden Berdasarkan Sikap
di RSUD Taman Husada Bontang
Tahun 2017

Karyawan
Kategori Sikap
N %
Sikap Negatif 47 57,3
Sikap Positif 35 42,7

Total 82 100,0
Sumber: Data Primer
Berdasarkan tabel 5.5 menunjukkan bahwa dari 82 responden,

35 responden (42,7%) memiliki sikap positif dan sebanyak 47

responden (57,3%) yang termasuk responden memiliki sikap negatif.

Jadi, dengan demikian responden didominasi oleh karyawan yang

memiliki sikap negatif.

c. Distribusi Responden Berdasarkan Penerapan SMK3RS

Kategori penilaian penerapan SMK3RS dalam penelitian ini

yaitu memenuhi syarat jika skor total responden 12 dan tidak

memenuhi syarat jika skor total responden < 12. Distribusi responden

berdasarkan penilaian penerapan SMK3RS dapat dilihat pada tabel

berikut:

Tabel 5.6
Distribusi Responden Berdasarkan Penerapan SMK3RS
di RSUD Taman Husada Bontang
Tahun 2017

Kategori Penerapan Karyawan


SMK3RS N %
Tidak Diterapkan 37 45,1
Diterapkan 45 54,9
Total 82 100
Sumber : Data Primer

Berdasarkan tabel 5.6 menunjukkan bahwa dari 82 responden

terdapat 37 orang (45,1%) yang memiliki penilaian SMK3RS tidak

diterapkan di RSUD Taman Husada Bontang, dan 45 orang (54,9%)

yang memiliki penilaian SMK3RS diterapkan di RSUD Taman

Husada Bontang.
3. Analisis Bivariat

Analisis antara variabel independen dan variabel dependen

dilakukan untuk mengetahui adanya hubungan variabel independen yaitu

pengetahuan, sikap dan pemenuhan SMK3RS dengan variabel dependen

yaitu penerapan SMK3RS di RSUD Taman Husada Bontang.

Tabel berikut ini merupakan hasil tabulasi silang antara variabel

variabel yang diteliti kemudian dilakukan analisis antara variabel

independen dan variabel dependen.

a. Hubungan Pengetahuan dengan Penerapan SMK3RS

Berdasarkan penelitian yang telah dilakukan, maka diperoleh

data mengenai hubungan pengetahuan dengan penerapan SMK3RS.

Berikut adalah hasil tabulasi silang antara pengetahuan dengan

penerapan SMK3RS dapat dilihat dalam tabel berikut ini:

Tabel 5.7
Hubungan Antara Pengetahuan dengan Penerapan SMK3RS
di RSUD Taman Husada Bontang
Tahun 2017

Penerapan SMK3RS
Tidak Total Hasil Uji
Pengetahuan Diterapkan Statistik
diterapkan
N % n % N %
Pengetahuan
26 74,3 9 25,7 35 100,0
Kurang
P = 0,000
Pengetahuan
11 23,4 36 76,6 47 100,0
Baik
Total 37 45,1 45 54,9 82 100,0
Sumber: Data Primer

Berdasarkan tabel 5.7 menunjukkan bahwa dari 82 responden

yang termasuk dalam kategori tidak diterapkan lebih banyak pada


karyawan dengan pengetahuan kurang sebanyak 26 karyawan (74,3%)

dibanding dengan karyawan yang memiliki pengetahuan baik

sebanyak 11 karyawan (23,4%).

Berdasarkan analisis data dengan menggunakan uji chi-square

dengan Fishers Exact Test maka diperoleh nilai p = 0.000 ( p< 0.05 )

ini berarti Ho ditolak dan Ha diterima, sehingga dapat

diinterpretasikan bahwa ada hubungan antara pengetahuan dengan

penerapan SMK3RS pada karyawan di RSUD Taman Husada

Bontang.

b. Hubungan Sikap dengan Penerapan SMK3RS

Berdasarkan penelitian yang telah dilakukan, maka diperoleh

hubungan antara sikap dengan penerapan SMK3RS dapat dilihat pada

tabel berikut:

Tabel 5.8
Hubungan Antara Sikap dengan Penerapan SMK3RS
di RSUD Taman Husada Bontang
Tahun 2017

Penerapan SMK3RS
Kategori Tidak Total Hasil uji
Diterapkan
Sikap diterapkan statistik
N % n % N %
Sikap Negatif 26 55,3 21 44,7 47 100,0
P = 0,032
Sikap Positif 11 31,4 24 68,6 35 100,0

Total 37 45,1 45 54,9 84 100,0


Sumber: Data Primer
Berdasarkan tabel 5.8 menunjukkan bahwa bahwa persentase

responden yang berada dalam kategori tidak diterapkan lebih banyak

pada karyawan dengan sikap negatif sebanyak 26 orang (55,3%) di

banding karyawan dengan sikap positif sebanyak 11 orang (31,4%).

Berdasarkan analisis data dengan menggunakan uji chi-square

dengan Fishers Exact Test maka diperoleh nilai p = 0.032 ( p < 0.05)

ini berarti Ho ditolak dan Ha diterima, sehingga dapat

diinterpretasikan bahwa ada hubungan sikap dengan penerapan

SMK3RS pada karyawan di RSUD Taman Husada Bontang.

C. Pembahasan

Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui hubungan pengetahuan, dan

sikap dengan penerapan SMK3RS karyawan di RSUD Taman Husada

Bontang. Adapun pembahasan dari hasil analisis data variabel-variabel

penelitian dinarasikan sebagai berikut :

1. Hubungan Pengetahuan dengan Penerapan SMK3RS

Notoatmodjo (2012) mengemukakan bahwa pengetahuan

merupakan hasil tahu manusia yang hanya sekadar menjawab pertanyaan

apa. Manusia memiliki pengetahuan melalui pancaindra yang dimilikinya.

Perilaku seseorang dalam kehidupan sehari-hari dipengaruhi oleh

pancaindra pendengaran dan penglihatan. Perilaku seseorang sehari-hari

merupakan cerminan dari tingginya tingkat pengetahuan yang dimiliki.

Kondisi dimana seseorang tidak mampu mengenal, menjelaskan, dan

menganalisa suatu keadaan bisa diakibatkan dari kurangnya tingkat


pengetahuan dari seseorang tersebut. Domain kognitif pengetahuan dapat

ditinjau dalam enam tingkatan, yaitu tahu (know), memahami

(comprehension), aplikasi (application), analisis (analysis), sintesis

(synthesis), evaluasi (evaluation) (Notoatmodjo, 2007).

Pengetahuan dalam penelitian ini adalah hal-hal yang diketahui

responden mengenai pengertian K3RS, penerapan SMK3RS, standar yang

harus dilakukan dalam penerapan SMK3RS, pengembangan kebijakan,

pengembangan SDM K3RS berupa pelatihan, pengembangan SOP K3RS,

pemantauan dan evaluasi kesehatan lingkungan tempat kerja, pelayanan

kesehatan kerja, pengelolaan jasa dan B3, tanggap darurat, serta

dokumentasi dan pelaporan. Hasil penelitian menunjukkan dari 82 jumlah

responden terdapat 35 responden (42,7%) yang termasuk responden

dengan pengetahuan kurang dan sebanyak 47 responden (57,3%) yang

termasuk responden dengan pengetahuan baik. Responden didominasi oleh

karyawan yang berpengetahuan baik.

Hasil tabulasi pengetahuan dengan penerapan SMK3RS menunjukan

bahwa responden yang termasuk dalam kategori tidak diterapkannya

SMK3RS terbanyak pada kategori pengetahuan kurang yakni 26 karyawan

atau sebanyak 74,3% dan kategori pengetahuan baik yakni 11 karyawan

atau sebanyak 23,4% yang penerapan SMK3RS dalam kategori tidak

diterapkannya SMK3RS. Berdasarkan uji statistik diperoleh nilai (p=

0.000) karena nilai p <0.05, maka terdapat hubungan antara pengetahuan


dengan penerapan SMK3RS pada karyawan RSUD Taman Husada

Bontang.

Hasil penelitian menunjukkan bahwa ada hubungan antara

pengetahuan dengan penerapan SMK3RS pada karyawan di RSUD Taman

Husada Bontang. Kurangnya pengetahuan yang dimiliki karyawan akan

berdampak pada buruk atau tidak diterapkannya SMK3RS. Terdapat

hubungan antara kedua variabel ini karena jumlah karyawan yang tidak

siap menerapkan atau diterapkannya SMK3 lebih besar pada karyawan

yang memiliki pengetahuan kurang. Berdasarkan distribusi jawaban

responden dari kuesioner pengetahuan, masih cukup banyak responden

dengan pengetahuan kurang mengenai penerapan sistem manajemen

keselamatan dan kesehatan kerja rumah sakit di RSUD Taman Husada

Bontang.

Hasil wawancara dan observasi dengan pihak rumah sakit

didapatkan bahwa RSUD Taman Husada Bontang belum pernah

melakukan pelatihan ataupun pengenalan terkait K3 ataupun SMK3.

Pelatihan yang telah dilakukan hanya berupa pelatihan dan simulasi

tanggap darurat kebakaran, sehingga secara tidak langsung tingkat

pengetahuan karyawan terhadap K3 maupun SMK3 masih kurang.

Hasil penelitian yang dilakukan peneliti sejalan dengan penelitian

yang dilakukan oleh Rahayu (2015) yang menunjukkan bahwa terdapat

hubungan bermakna antara pengetahuan dengan penerapan manajemen

K3. Dari uji statistik, nilai Oldd Ratio= 9,133 (95% CI = 3,143-26,539)
artinya responden yang mempunyai pengetahuan rendah memiliki resiko

9,133 kali tidak menerapkan manajemen budaya K3 dibandingkan

responden yang mempunyai pengetahuan baik. Interpretasi menunjukkan

bahwa semakin tinggi tingkat pengetahuan responden maka semakin baik

pula penerapan budaya K3. Pengetahuan juga dapat dipengaruhi oleh

pengalaman yang diperoleh baik pengalaman sendiri maupun orang lain.

Pengalaman yang diperoleh dapat memperluas pengetahuan seseorang

(Notoatmojo;2003).

2. Hubungan Sikap dengan Penerapan SMK3RS

Sikap merupakan bentuk evaluasi atau reaksi dari perasaan. Perasaan

mendukung atau memihak (favorable) maupun perasaan tidak mendukung

atau tidak memihak (unfavorable) terhadap suatu objek merupakan

aplikasi dari sikap seseorang (Berkowitz, 1972 dalam Azwar, 2012). Sikap

dalam penelitian ini adalah kesiapan untuk menyesuaikan diri dan bereaksi

terhadap objek dilingkungan kerjanya, yaitu dalam hal ini adalah Sistem

Manajemen Keselamatan dan Kesehatan Kerja Rumah Sakit itu sendiri.

Sikap responden terhadap pentingnya K3, keterlibatan responden dalam

kebijakan SMK3, reaksi terhadap lingkungan kerja terutama dalam

penanganan tanggap darurat, respon dalam penanganan kecelakaan akibat

kerja maupun penyakit akibat kerja, respon terhadap fasilitas sarana dan

prasarana serta program kerja K3.


Dari tabel distribusi responden menurut sikap dengan dua kategori

yaitu sikap positif bila skor total responden 68 dan sikap negatif apabila

skor total responden < 68. Dari 82 responden karyawan RSUD Taman

Husada Bontang, sebanyak 35 responden atau 42,7% memiliki sikap

positif dan 47 responden atau sebanyak 57,3% memiliki sikap negatif.

Responden didominasi oleh karyawan dengan sikap negatif.

Hasil tabulasi sikap dengan penerapan SMK3RS menunjukan

bahwa responden yang menerapkan SMK3 dalam kategori diterapkan

terbanyak pada kategori sikap positif yakni 24 responden atau sebanyak

68,6% dan kategori sikap negatif yaitu 21 responden atau sebanyak 44,7%

yang menerapkan SMK3RS. Berdasarkan uji statistik diperoleh nilai (p=

0.032) karena nilai p <0.05, maka terdapat hubungan antara sikap dengan

penerapan SMK3RS pada karyawan di RSUD Taman Husada Bontang.

Hal ini menunjukan bahwa sikap karyawan berbanding lurus dengan

penerapan SMK3RS, semakin positif sikap karyawan maka semakin baik

atau semakin diterapkannya SMK3RS.

Hasil analisis jawaban responden berdasarkan distribusi frekuensi

masih banyak jawaban responden yang ragu-ragu terhadap penerapan

SMK3 yaitu keterlibatan karyawan dalam pembuatan kebijakan,

pentingnya peran serta aktif karyawan serta meningkatnya budaya K3

dalam bekerja sebagai behavior akan sangat penting dalam penerapan

SMK3RS di RSUD Taman Husada Bontang. Terdapat hubungan antara

variabel sikap dengan penerapan SMK3RS, jumlah karyawan yang


memiliki sikap negatif atau tidak siap terhadap penerapan SMK3RS lebih

besar pada karyawan yang memiliki sikap negatif.

Hasil peneletian ini didukung oleh penelitian yang dilakukan oleh

Yossi (2012) dimana sebesar 100% sikap responden yang mendukung

(favorable) mengenai penerapan Sistem Manajemen Keselamatan dan

Kesehatan Kerja (SMK3) di tempat kerja. Hasil penelitian ini juga

menunjukkan bahwa sikap pekerja adalah mendukung mengenai

penerapan Sistem Manajemen Keselamatan dan Kesehatan Kerja (SMK3)

yang secara langsung akan mempengaruhi pencapaian perusahaan. Selain

itu dalam penelitian Oktorita (2001) di perusahaan X menyatakan bahwa

suatu sikap karyawan menggambarkan orientasi karyawan terhadap

perusahaan yang ditunjukkan dengan kesetiaan terhadap perusahaan,

mengidentifikasikan diri dalam perusahaan dan melibatkan diri dalam

kegiatan perusahaan termasuk dalam penerapan SMK3.

Hal ini sejalan dengan hasil yang telah diperoleh oleh peneliti,

dimana sikap karyawan dalam bekerja berhubungan dalam penerapan

SMK3 yang berlaku di rumah sakit. Mereka merasa SMK3 sebagai sebuah

kebutuhan yang dapat melindungi diri pekerja, dan secara langsung

memberikan kemanan terhadap hasil kerja yang mereka lakukan. Sikap

yang ditunjukkan pekerja dalam penerapan SMK3 sebagai bentuk

tanggung jawab bersama dan kerjasama antara pekerja dan pihak tempat

kerja. Sikap pekerja yang mendukung mengenai penerapan Sistem

Manajemen Keselamatan dan Kesehatan Kerja (SMK3) terbentuk karena


adanya peran pihak menajemen perusahaan yang mendukung dengan

membuat kebijakan untuk mengembangkan dan menggiatkan budaya K3

seperti kewajiban menggunakan alat pelindung diri pada saat bekerja,

kewajiban mematuhi peraturan dan memerhatikan rambu-rambu

keselamatan kerja, bekerja sesuai standard operasional prosedur dan

budaya lainnya secara berkesinambungan sehingga budaya tersebut

menjadi faktor yang membentuk sikap pekerja.

Steers dan Porter (1983) membagi sikap kedalam dua pendekatan.

Sikap dianggap sebagai komitmen pekerja dalam melaksanakan dan

mengimplementasikan kegiatan SMK 3 yang berguna untuk mendukung

proses dan aktivitas kerja. Pendekatan utama, yaitu: (1) attitudinal

commitment, yang memandang komitmen sebagai sikap utama dalam

pelaksanaan SMK3. Karyawan mengadakan identifikasi dengan tujuan dan

nilai perusahaan dan berkeinginan untuk tetap menjadi anggota perusahaan

guna memudahkan pencapaian tujuan. (2) behavioral commitment, yang

memandang komitmen sebagai perilaku. Dimana perilaku selama bekerja

akan mempengaruhi hasil pencapaian perusahaan.

Salah satu faktor yang memengaruhi pembentukan sikap adalah

budaya yang mempunyai pengaruh besar dalam pembentukan opini dan

kepercayaan orang (Azwar, 2007). Menurut Notoatmodjo (2003), bahwa

pengetahuan, pikiran, keyakinan, dan emosi memegang peranan penting

dalam penentuan sikap. Dalam penelitian ini, diketahui bahwa pekerja

memiliki pengetahuan yang baik dan pengetahuan yang baik itu membawa
pekerja untuk berpikir dan berusaha untuk ikut menerapkan Sistem

Manajemen Keselamatan dan Kesehatan Kerja (SMK3) tersebut dalam

mencegah kecelakaan dan penyakit akibat kerja dan juga menciptakan

tempat kerja yang aman, efisien dan produktif dan hal itulah yang disebut

dengan sikap yang mendukung.

D. Keterbatasan Penelitian

Adapun keterbatasan dalam penelitian ini yaitu wawancara yang

dilakukan terhadap responden masih kurang maksimal karena terbatas pada

jam kerja karyawan.


BAB VI

PENUTUP

A. Kesimpulan

Berdasarkan hasil penelitian mengenai determinan kesiapsiagaan

tanggap darurat kebakaran karyawan Rumah Sakit Umum Daerah Kota

Makassar Tahun 2017 ditarik kesimpulan sebagai berikut :

1. Ada hubungan yang signifikan antara tingkat pengetahuan dengan

kesiapsiagaan tanggap darurat kebakaran pada karyawan di Rumah Sakit

Umum Daerah Kota Makassar Tahun 2017.

2. Ada hubungan yang signifikan antara sikap dengan kesiapsiagaan tanggap

darurat kebakaran pada karyawan di Rumah Sakit Umum Daerah Kota

Makassar Tahun 2017.

3. Tidak terdapat hubungan yang signifikan antara penilaian fasilitas dengan

kesiapsiagaan tanggap darurat kebakaran pada karyawan di Rumah Sakit

Umum Daerah Kota Makassar Tahun 2017.

B. Saran

Berdasarkan hasil penelitian yang dilakukan, adapun saran yang dapat

diberikan yaitu sebagai berikut:

1. Diharapkan kepada pihak rumah sakit memberikan penyegaran kepada

karyawan dalam bentuk sosialisasi tanggap darurat kebakaran, simulasi

kebakaran dan pelatihan tanggap darurat kebakaran untuk meningkatkan

kesadaran dan pengetahuan yang lebih baik pada karyawan.


2. Diharapkan kepada pihak rumah sakit untuk menyediakan sprinkler dan

menyediakan hidran yang sesuai dengan standar yang berlaku


DAFTAR PUSTAKA

Adilla, Yunita. 2016. Faktor Penyebab Kerentanan Kebakaran Berdasarkan


Persepsi Masyarakat Di Kelurahan Melayu Kecamatan Banjarmasin
Tengah. Jurnal Pendidikan Geografi. Volume 3, No 4, Juli 2016.
Banjarmasin: Universitas Lambung Mangkurat
Adisasmito, Wiku. 2007. Sistem Manajemen Lingkungan Rumah Sakit. Jakarta:
Rajagrafindo Persada
Aditiansyah, Ismawan. 2014. Hubungan Antara Tingkat Pengetahuan Penghuni
Dan Fasilitas Rumah Susun Terhadap Kesiapan Tanggap Darurat
Bencana Kebakaran Di Rumah Susun Pekunden Kota Semarang.
Semarang: Universitas Dian Nuswantoro
Astuti, Sumiyati. 2013. Hubungan Tingkat Pengetahuan Dan Sikap Masyarakat
Terhadap Upaya Pencegahan Penyakit Tuberkulosis Di RW 04 Kelurahan
Lagoa Jakarta Utara Tahun 2013. Jakarta: Universitas Islam Negri Syarif
Hidayatullah
Asfawi, Supriyono. 2013. Laporan Penelitian Dosen Pemula, Tingkat Perilaku
Tanggap Darurat Bencana Penghuni Gedung Pusat Perbelanjaan. Studi
Kasus Di Gedung Plasa Simpang Lima. Semarang: Universitas Dian
Nuswantoro
Azwar, Saifuddin. 2012. Sikap Manusia Teori dan Pengukurannya Edisi ke 2.
Yogyakarta: Pustaka Pelajar.
Berkowitz, L. 1972. Social Psychology. Glenview III: Scot, Foresman and
Company
Budiman, A.R. 2013. Pengetahuan dan Sikap dalam Penelitian Kesehatan.
Jakarta: Salemba Medika
Depkes RI. 2009. Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 44 Tahun 2009
Tentang Rumah Sakit. www.depkes.go.id/. (30 Desember 2016).
Dewanti. 2012. Hubungan Tingkat Pengetahuan Tentang Kesehatan Gigi Dengan
Perilaku Perawatan Gigi Pada Anak Usia Sekolah Di SDN Pondok Cina 4
Depok. Depok: Universitas Indonesia
Direktorat Pengawasan Keselamatan Kerja Ditjen Pembina Pengawasan
Ketenagakerjaan. 2005. Pengawasan K3 Penangulangan Kebakaran Edisi
I. Jakarta: Depnakertrans RI.
Emami, Sinsiana Besti. 2015. Pengaruh Penyuluhan Kesiapsiagaan Menghadapi
Bencana Gempa Bumi Terhadap Pengetahuan Siswa Di SD
Muhammadiyah Trisigan Murtigading Sanden Bantul. Yogyakarta:
Sekolah Tinggi Ilmu Kesehatan Aisyiyah
Fajri, Rizka Cinthia. 2009. Rancangan Lokasi Assembly Point Di Fakultas
Kesehatan Masyarakat Universitas Indonesia. Depok: Universitas
Indonesia
Firmansyah, I. 2014. Hubungan Pengetahuan Dengan Perilaku Kesiapsiagaan
Dalam Menghadapi Bencana Banjir Dan Longsor Pada Remaja Usia 15-
18 Tahun Di SMA Al-Hasan Kemiri Kecamatan Panti Kabupaten Jember.
Jember: Universitas Jember
Harlinanto, Agatha Andry. 2015. Penerapan Alat Pemadam Api Ringan (APAR)
Dan Jalur Evakuasi Serta Penanggulangan Kebakaran Di RSUD
Dr.R.Soetijono Kabupaten Blora. Semarang: Universitas Negeri Semarang
Hendarto, Bagus. 2013. Analisa Peran Stakeholder Dalam Mitigasi Bahaya
Kebakaran Gedung. Paper. Surabaya: Institut Teknologi Sepuluh
Nopember
Heni,Yusri. 2011. Improving Our Safety Culture: Cara Cerdas Membangun
Budaya Keselamatan yang Kokoh. Jakarta: PT Gramedia Pustaka Utama
Umar, Husein, 2004. Riset Sumber Daya Manusia Dalam Organisasi. Jakarta:
Gramedia Pustaka Utama.
ILO. 2012. Fire Risk Management. Geneva: International Labor Office
Iswara, Ifan. 2011. Analisis Risiko Kebakaran Di Rumah Sakit Metropolitan
Medical Care Tahun 2011. Depok: Universitas Indonesia
Jaelani, Achmad. 2008. Pelatihan KBBM-PERTAMA untuk KSR. Jakarta: PMI.
Kementerian Kesehatan RI. 2012. Pedoman Teknis Bangunan Rumah Sakit Yang
Aman Dalam Situasi Darurat Dan Bencana. Jakarta
Keputusan Menteri Pekerjaan Umum No.10/KPTS/2000. 2000. Ketentuan Teknis
Pengamanan terhadap Bahaya Kebakaran pada Bangunan Gedung dan
Lingkungan
Kuhre, W. Lee, 1996. Sertifikasi ISO 14001 Sistem Manajemen Lingkungan.
Jakarta: PT Bukit Terang Paksi Galvanizing.
Kurniawati, Erna. 2012. Evaluasi Sistem Proteksi Kebakaran Pada Bangunan
Apartemen Ditinjau Dari Sarana Penyelamatan Dan Sistem Proteksi Pasif
(Studi Kasus Apartemen Solo Paragon). Surakarta: Universitas Sebelas
Maret
Kurniawati, Dewi. 2013. Taktis Memahami Keselamatan Dan Kesehatan Kerja.
Surakarta: PT Aksara Sinergi Media.
Linuwih, Ryan Mahendra. 2015. Faktor-Faktor Yang Mempengaruhi
Kesiapsiagaan Tanggap Darurat Kebakaran Pada Penghuni Mess Pt.
Sango Indonesia Semarang Tahun 2015. Semarang: Universitas Dian
Nuswantoro
Murdiono, Edi. 2014. Peran Pengelola Gedung Dan Tetangga Terhadap
Kesiapan Tanggap Darurat Kebakaran Penghuni Rumah Susun Pekunden
Kota Semarang. Semarang: Universitas Dian Nuswantoro
National Fire Protection Association. 2000. NFPA 30, Flammable and
Combustible Liquids Code. USA: Association
National Fire Protection Association. 2002. NFPA 72, 2002 edition, National Fire
Alarm Code. One Batterymarch Park, Quincy, Massachusetts
National Fire Protection Association. 2002. NFPA 13 2002 edition, Standard
forInstallation of Sprinkler Systems. One Batterymarch Park, Quincy,
Massachusetts
National Fire Protection Association. 2000. NFPA 10 2002 edition, Standard for
Portable Fire Extinguishers. One Batterymarch Park, Quincy,
Massachusetts
National Fire Protection Association. 2015. Fire Statistics. USA: Association
Ningsih, Sriyatmu. 2013. Kesiapsiagaan Masyarakat Dalam Menghadapi
Bencana Gempabumi Di Desa Sumber Kecamatan Trucuk Kabupaten
Klaten. Surakarta: Universitas Muhammadiyah
Notoatmodjo, Soekidjo. 2007. Promosi kesehatan dan ilmu perilaku. Jakarta:
Rineka Cipta.
Notoatmodjo, Soekidjo. 2012. Ilmu Perilaku Kesehatan. Jakarta: PT Rineka
Cipta.
Novianty, Putri. 2012. Analisis Manajemen Dan Sistem Proteksi Kebakaran Di
PT. Bridgestone Tire Indonesia. Depok: Universitas Indonesia
Nugroho, Sutopo Purwo. 2010. Karakteristik Bencana Gagal Teknologi di
Indonesia. Jurnal Dialog Penanggulangan Bencana Vol. 1 No. 1 Tahun
2010. Jakarta
Nurbilkis, Mulya. 2014. Kebakaran di Rumah Sakit Di Korea Selatan, 21 orang
tewas. Diakses dari
http://news.detik.com/internasional/259351/kebakaran-rumah-sakit-di-
korea-selatan-21-orang-tewas pada tanggal 30 November 2016 15:00
Nurchayat, Nuray Anggraini. 2014. Perbedaan Kesiapsiagaan Menghadapi
Bencana Gempa Bumi Antara Kelompok Siswa Sekolah Dasar Yang
Dikelola Dengan Strategi Pedagogi Dan Andragogi. Yogyakarta:
Universitas Negeri Yogyakarta
Ramli, Soehatman. 2010. Pedoman Praktis Manajemen Bencana (Disaster
Management). Jakarta: Dian Rakyat
Republik Indonesia. 1980. Peraturan Menteri Tenaga Kerja dan Transmigrasi
Nomor 4 tentang Syarat Syarat Pemasangan dan Pemeliharaan Alat
Pemadam Api Ringan. Jakarta: Sekretariat Negara
Republik Indonesia. 1999. Keputusan Menteri Tenaga Kerja Nomor 186 tentang
Unit Penanggulangan Kebakaran di Tempat Kerja. Jakarta: Sekretariat
Negara.
Republik Indonesia. 2009. Undang-Undang RI Nomor 44 Tahun 2009 tentang
Rumah Sakit. Jakarta: Sekretariat negara
Republik Indonesia. 2008. Peraturan Menteri Pekerjaan Umum
No.26/PRT/M/2008 Persyaratan Teknis Sistem Proteksi Kebakaran pada
Bangunan Gedung dan Lingkungan. Jakarta
Republik Indonesia. 2010. Keputusan Menteri Kesehatan RI Nomor 1087 Tentang
Standar Kesehatan dan Keselamatan Kerja di Rumah Sakit. Jakarta
Rinandanto, Anang. 2015. Sikap Siswa Terhadap Perilaku Hidup Bersih Dan
Sehat Di SD Negeri Balangan 1 Kecamatan Minggir Kabupaten Sleman.
Yogyakarta: Universitas Negeri Yogyakarta
Rochmanto, Dhani Putra. 2015. Penerapan Ringkas, Rapi, Resik, Rawat Dan
Rajin (5R) Dalam Upaya Pengendalian Kebakaran Di Unit Produksi 2
PT. Kutai Timber Indonesia (KTI). Jember: Universitas Jember
Rusmi, Tri Widayatun. 2009. Ilmu Perilaku M.A. 104. Jakarta: CV Sagung Seto.
Sanjaya, Mirza. 2015. Evaluasi Sarana Dan Prasarana Rumah Sakit Dalam
Menghadapi Bencana Kebakaran (Studi Kasus Di RS PKU
Muhammadiyah Yogyakarta Unit II). Jurnal, Jurnal Medicoeticolegal Dan
Manajemen Rumah Sakit (JMMR). Vol 4, No 2 (2015). Yogyakarta:
Universitas Muhammadiyah Yogyakarta
Sardi, Muh. 2016. RS Stella Maris Makassar Terbakar, Pasien Berhamburan
Diakses dari http://daerah.sindonews.com/read/1135171/192/rs-stella-
marismakassar terbakar-pasien-berhamburan-1472531198 pada tanggal 24
Januari 2017
Septiadi, Anas. 2012. Perbedaan Sistem Dan Pengetahuan Tanggap Darurat
Bencana Kebakaran Sebelum Dan Sesudah Pemberian Pelatihan
Pada Gedung Sekolah Dasar Sang Timur Semarang. Jurnal Kesehatan
Masyarakat. Volume 1, Nomor 2 Halaman 635-643. Semarang: FKM
Undip
Seri Forum LPPS. 2001. Teori Dasar Penanggulangan Bahaya Kebakaran.
Jakarta: LPPS-KWI
Shidiq, Fajar. 2017. Kasus Kebakaran di Jakarta Melonjak. Diakses dari
http://disasterchannel.co/2017/02/20/kasus-kebakaran-jakarta-melonjak/
pada tanggal 29 Februari 2017
Singgih, Gunarsa. 2004. Psikologi Perkembangan.Jakarta: BPK Gunung Mulia
Sopaheluwakan, jan, dkk. 2006. Kajian Kesiapsiagaan Masyarakat Dalam
Mengantisipasi Bencana Gempa& Tsunami. LIPI UNESCO/ISDR
:Jakarta
Standar Nasional Indonesia. 2000. SNI 03-3985-2000 Sistem Deteksi dan Alarm
Kebakaran. Jakarta
Subagyo, Amir. 2015. Cuaca Panas Berpengaruh Terhadap Terjadinya
Kebakaran Di Perumahan Padat Penduduk. Jurnal Orbith. Vol. 11 No. 3
November 2015. Semarang: Politeknik Negeri Semarang
Subagyo, Amir. 2012. Antisipasi yang Diperlukan Terhadap Kebakaran Listrik
pada Bangunan Gedung. Jurnal. Vol. 1 No. 2 Agustus 2012 : 8-15.
Semarang: Politeknik Negeri Semarang
Sucipto, Cecep Dani. 2014. Keselamatan dan Kesehatan Kerja. Pustaka Baru:
Yogyakarta
Sugiarto, Happy Tjandra. 2004. MOTIV-8: Koleksi Motivasi untuk Karier dan
Kehidupan yang Lebih Baik. Jakarta: PT Elex Media Komputindo
Sugiyono, Prof. Dr. 2007. Metode Penelitian Bisnis. Bandung: Penerbit Alfabeta
Sulistianingrum, Woro. 2011. Kesiapsiagaan Tanggap Darurat Penghuni Gedung
Universitas Dian Nuswantoro Semarang Terhadap Ancaman Bahaya
Kebakaran. Semarang: Universitas Dian Nuswantoro
Sukania, I Wayan. 2010, Keselamatan Kerja Bidang Kebakaran Pada Fasilitas
Hotel. Prosiding Konferensi Nasional Engineering Perhotelan (KNEP).
Jakarta: Universitas Tarumanegara
Supaidi, Heni Murniati. 2009. Kebakaran Di Rumah Sakit Sari Asih Ratusan
Pasian dan Tim Medis Panik. Diakses dari http://www.
indosiar.com/fokus/ratusan-pasien-dan-tim-medis-panik_81474.html pada
tanggal 29 November 2016, 14:20
Susetyo, Heru. 2006. Menggagas Pendidikan Kesiapsiagaan Bencana. Diakses
dari http://indodisaster.multiply.com/journal/item/5/ pada tanggal 31
Desember 2016, 22:01
Syaifuddin. 2011. Gambaran Pelaksanaan Tanggap Darurat Sebagai Upaya
Penanggulanganan Bencana Di RSUD Dr. Moewardi Surakarta.
Surakarta: Universitas Sebelas Maret
LAMPIRAN
KUESIONER PENELITIAN
DETERMINAN KESIAPSIAGAAN TANGGAP DARURAT KEBAKARAN
KARYAWAN RUMAH SAKIT UMUM DAERAH KOTA MAKASSAR
TAHUN 2017.

Tanggal: / / 2017

Petunjuk Pengisian Kuesioner : Beri tanda X atau pada salah satu pilihan jawaban dan
mengisi titik pada poin yang menjadi pilihan anda. Tanyakan kepada peneliti jika terdapat
pertanyaan yang masih kurang jelas atau tidak dimengerti. Atas kejujuran anda dalam
mengisi kuesioner ini saya ucapkan terima kasih..
A. Identitas Responden
A01 Nama

A02 Umur Tahun

A03 Jenis Kelamin Laki-Laki Perempuan


Pendidikan Tamat SMA D3 S1 S2
A04
Terakhir Lainnya, Sebutkan.....
A05 No. Telepon ...............................................................................................................

A06 ...............................................................................................................
Alamat
...............................................................................................................

A07 Unit Kerja ......................................................................................................

A08 Masa Kerja ...............................


B. Pengetahuan
1. Berikut dibawah ini, manakah yang dapat memicu timbulnya kebakaran?
a. Korsleting listrik b. Air c.Tidak tahu
d. Lainnya, sebutkan (diisi sendiri oleh responden) ............................
2. Apakah hal yang dapat menyebabkan kebakaran ?
a. Sampah basah yang dibuang sembarangan
b. Puntung rokok yang dibuang sembarangan
c. Lainnya, sebutkan (diisi sendiri oleh responden) ............................
d. Tidak tahu
3. Berikut dibawah ini,manakah kabel yang berisiko menyebabkan kebakaran?
a. Sambungan kabel listrik yang tidak terkelupas
b. Sambungan kabel listrik yang terkelupas/terbuka
c. Lainnya, sebutkan (diisi sendiri oleh responden) ............................
d. Tidak tahu
4. Penggunaan listrik seperti apakah yang dapat menyebabkan kebakaran?
a. Pengunaan dengan beban listrik berlebihan
b. Penggunaan yang dibatasi
KUESIONER PENELITIAN
DETERMINAN KESIAPSIAGAAN TANGGAP DARURAT KEBAKARAN
KARYAWAN RUMAH SAKIT UMUM DAERAH KOTA MAKASSAR
TAHUN 2017.

c. Lainnya, sebutkan (diisi sendiri oleh responden) ............................


d. Tidak tahu
5. Manakah dibawah ini yang dapat dilakukan untuk mencegah kebakaran?
a. Penumpukan beberapa stop kontak pada satu titik sumber listrik
b. Penggunaan beban listrik tidak melebihi kapasitas
c. Lainnya, sebutkan (diisi sendiri oleh responden) ............................
d. Tidak tahu
6. Apa yang perlu dilakukan apabila terdapat kabel listrik yang terbuka atau terkelupas?
a. Segera diperbaiki b. Tetap dipergunakan c. Tidak Tahu
d. Lainnya, sebutkan (diisi sendiri oleh responden) ............................
7. Bagaimana cara yang dilakukan apabila terdapat bahan kimia mudah terbakar?
a. Ditempatkan dekat dengan APAR c. Lainnya, sebutkan (diisi sendiri oleh
responden) ............................
b. Ditempatkan jauh dari sumber api d. Tidak Tahu
8. Apa yang dilakukan apabila listrik sudah tidak digunakan lagi?
a. Mematikan aliran listrik yang masih menyala
b. Meminta karyawan terakhir yang pulang untuk memeriksanya
c. Lainnya, jelaskan (diisi sendiri oleh responden) ....................................................
d. Tidak Tahu
9. Apakah anda pernah mendapat pelatihan/ simulasi bencana kebakaran?
a. Pernah b.Tidak pernah c. Tidak tahu d. Lainnya, sebutkan (diisi sendiri oleh
responden) ............................
10. Dibawah ini manakah yang dapat digunakan untuk memadamkan api?
a. Tumpukan kayu
b. Karung goni basah
c. Lainnya, sebutkan (diisi sendiri oleh responden) ............................
d. Tidak tahu
11. Pada saat terjadi kebakaran hal apa yang harus dilakukan?
a. Keluar dari tangga darurat dengan panik
b. Keluar dari tangga dengan tetap tenang
c. Lainnya, jelaskan (diisi sendiri oleh responden) ............................
d. Tidak tahu
12. Bagaimana cara yang benar untuk dilakukan pada saat terperangkap dalam asap?
a. Gunakan kain basah untuk menutup hidung
b. Berlari melewati kumpulan asap
c. Lainnya, jelaskan (diisi sendiri oleh responden) ............................
d. Tidak tahu
13. Bagaimana cara yang benar untuk bergerak pada saat terperangkap dalam asap?
a. Berdiam diri sampai kumpulan asap hilang
b. Bergerak dengan cara merangkak
KUESIONER PENELITIAN
DETERMINAN KESIAPSIAGAAN TANGGAP DARURAT KEBAKARAN
KARYAWAN RUMAH SAKIT UMUM DAERAH KOTA MAKASSAR
TAHUN 2017.

c. Lainnya, jelaskan (diisi sendiri oleh responden) ............................


d. Tidak Tahu
14. Siapa yang didahulukan untuk dievakuasi ?
a. Prioritas untuk anak-anak saja
b. Penghuni gedung/karyawan yang lemah fisiknya
c. Lainnya, sebutkan (diisi sendiri oleh responden) ............................
d. Tidak tahu
15. Kebakaran terjadi apabila terdapat ?
a. Komponen bahan bakar,oksigen dan panas yang bersatu
b. Komponen bahan bakar yang memicu munculnya api
c. Lainnya, sebutkan (diisi sendiri oleh responden) ............................
d. Tidak tahu
16. Apa yang dibutuhkan agar api muncul?
a. Ketika sumber panas, bahan bakar dan oksigen bertemu
b. Ketika bahan bakar dan sumber panas bersatu
c. Lainnya, sebutkan (diisi sendiri oleh responden) ............................
d. Tidak Tahu
17. Apakah pada saat terjadi kebakaran, lift aman digunakan?
a. Tidak aman b.Aman c.Tidak Tahu
d. .............. (diisi sendiri oleh responden), karena (diisi sendiri oleh responden) ..........
............................
18. Pada situasi seperti apakah APAR aman digunakan?
a. Situasi dengan angin kuat
b. Situasi tanpa angin kuat
c. Lainnya, jelaskan (diisi sendiri oleh responden) ............................
d. Tidak tahu
19. Bagaimana cara menggunakan APAR yang benar?
a. Dimulai dengan menggenggam handel dan arahkan moncong ke sumber api
b. Lepas pena kunci, genggam handel dan arahkan moncong ke sumber api
c. Lainnya, jelaskan (diisi sendiri oleh responden) ..................................................
........................................................
d. Tidak Tahu
20. Apa yang anda ketahui tentang sprinkler?
a. Alat pemancar air untuk pemadaman kebakaran yang mempunyai tudung
berbentuk detektor pada ujung mulut pancarnya
b. Alat pemancar air yang dioperasikan oleh petugas pemadam kebakaran
c. Lainnya, jelaskan (diisi sendiri oleh responden) .....................................................
............................
d. Tidak Tahu
KUESIONER PENELITIAN
DETERMINAN KESIAPSIAGAAN TANGGAP DARURAT KEBAKARAN
KARYAWAN RUMAH SAKIT UMUM DAERAH KOTA MAKASSAR
TAHUN 2017.

21. Apa yang anda ketahui tentang hydrant?


a. Pipa yang dihubungkan ke suplai air untuk menahan air dari saluran utama untuk
memadamkan api
b. pipa yang dihubungkan ke suplai air untuk menarik air dari saluran utama untuk
memadamkan api
c. Lainnya, jelaskan (diisi sendiri oleh responden) .....................................................
............................
d. Tidak tahu
22. Apakah dampak dari kebakaran?
a. Gaji karyawan dipotong
b. Rusaknya fasilitas gedung atau bangunan
c. Lainnya, sebutkan (diisi sendiri oleh responden) ............................
d. Tidak Tahu
23. Manakah hal dibawah ini yang merupakan akibat kebakaran?
a. Kerugian materi dan korban jiwa
b. Kerugian yang besar
c. Lainnya, sebutkan (diisi sendiri oleh responden) ............................
d. Tidak Tahu
24. Manakah dibawah ini yang benar mengenai dampak kebakaran?
a. Hilangnya jam kerja, rusaknya fasilitas bangunan dan korban jiwa
b. Kepanikan dan kesempatan untuk pulang kerja cepat
c. Lainnya, jelaskan (diisi sendiri oleh responden) ............................
d. Tidak Tahu
25. Dibawah ini adalah prinsip pemadaman api, yaitu?
a. Cooling (pendinginan), Smothering (penyelimutan), Starvation dan Dilution.
b. Cooling (pendinginan), Smothering (penyelimutan), Starvation, Dilution dan Firing
c. Lainnya, sebutkan (diisi oleh responden)..................................
....................................................................
d. Tidak Tahu
KUESIONER PENELITIAN
DETERMINAN KESIAPSIAGAAN TANGGAP DARURAT KEBAKARAN KARYAWAN RUMAH SAKIT UMUM
DAERAH KOTA MAKASSAR TAHUN 2017.
C. Sikap

Jawaban
No. Pernyataan Sangat Ragu- Tidak Sangat
Setuju
Setuju Ragu Setuju Tidak
Setuju
C1 Puntung rokok yang dibuang sembarangan dapat
menyebabkan kebakaran
C2 Penggunaan listrik berlebihan tidak menyebabkan
korsleting listrik dan kebakaran
C3 Memahami penggunaan sarana penyelamatan
kebakaran dapat membantu menyelamatkan diri
ketika kebakaran terjadi
C4 Jangan menumpuk beberapa stop kontak pada satu
titik sumber listrik
C5 Panik pada saat kebakaran adalah hal yang perlu
dilakukan
C6 Tidak mendahulukan karyawati/wanita pada saat
dilakukan evakuasi
C7 Mendahulukan anak-anak pada saat dilakukan
evakuasi
C8 Berjalan dengan perlahan-lahan saat terjadi kebakaran
C9 Memadamkan kebakaran kecil dengan menggunakan
alat pemadam api pertama/ringan yang tersedia sekitar
anda diperlukan pada saat kebakaran awal
C10 Menuruni tangga darurat ketika kebakaran dengan
cara berjajar berturut turut sesuai lebar kapasitas
tangga.
KUESIONER PENELITIAN
DETERMINAN KESIAPSIAGAAN TANGGAP DARURAT KEBAKARAN
KARYAWAN RUMAH SAKIT UMUM DAERAH KOTA MAKASSAR
TAHUN 2017.

D. Fasilitas

Jawaban
No. Pernyataan Kurang
Sesuai Tidak Sesuai
Sesuai

Terdapat APAR di Rumah Sakit Umum


D1 Daerah Kota Makassar dalam kondisi siap
pakai
Terdapat tanda tanda keselamatan /
petunjuk arah darurat yang dipasang dan
D2
mengarah pada pintu tangga kebakaran di
RSUD Kota Makassar
Terdapat tanda tanda keselamatan /
petunjuk arah darurat yang dipasang dan
D3
mengarah pada pintu keluar di RSUD
Kota Makassar
Tanda arah petunjuk jalur evakuasi
D4
mudah dilihat
Tanda arah jalur evakuasi dalam keadaan
D5
yang terawat
Tangga yang ada, kondisinya tidak
D6
terhalang oleh suatu benda
Terdapat Tempat Berhimpun/ area
D7 berkumpul jika terjadi bencana kebakaran
di rumah sakit
Di setiap lantai gedung dilengkapi dengan
D8
alarm kebakaran
D9 Alarm kebakaran terlihat dengan jelas

D10 Alarm kebakaran mudah dijangkau

Terdapat Sprinkler (alat pemancar air


untuk pemadaman kebakaran) dipasang di
D11
Rumah Sakit Umum Daerah Kota
Makassar
APAR diletakkan pada lokasi yang
D12
mudah ditemukan

D13 APAR mudah dijangkau

D14 APAR mudah diambil dari tempatnya


KUESIONER PENELITIAN
DETERMINAN KESIAPSIAGAAN TANGGAP DARURAT KEBAKARAN KARYAWAN RUMAH SAKIT UMUM
DAERAH KOTA MAKASSAR TAHUN 2017.

E. Kesiapsiagaan Tanggap Darurat Kebakaran

Jawaban
No. Pernyataan
Sangat Tidak Tidak Sesuai Sesuai Sangat Sesuai
Sesuai
E1 Saya berhati-hati saat berada di tempat-tempat yang
berpotensi menimbulkan kebakaran.
Seperti: UGD, ICU, IGD
E2 Saya berhati-hati dalam menggunakan bahan-bahan
yang berpotensi menyebabkan kebakaran
Seperti: alkohol
E3 Saya berhati-hati dalam menggunakan peralatan yang
berpotensi menyebabkan kebakaran, Seperti : peralatan
listrik
E4 Saya akan membiarkan orang didekat saya
menggunakan beban listrik yang berlebihan yang dapat
menyebabkan korsleting
E5 Saya akan keluar melalui jalan keluar yang aman ketika
terjadi kebakaran
E6 Saya mampu keluar menyelamatkan diri dari keadaan
darurat saat terjadi kebakaran
E7 Saya akan menghubungi petugas rumah sakit ketika
terjadi kebakaran
E8 Saya akan menghubungi dinas pemadam kebakaran jika
terjadi kebakaran
E9 Saya bisa menggunakan sarana pemadaman api
KUESIONER PENELITIAN
DETERMINAN KESIAPSIAGAAN TANGGAP DARURAT KEBAKARAN RUMAH SAKIT UMUM DAERAH KOTA
MAKASSAR TAHUN 2017.

sederhana, seperti : air


E10 Saya tidak bisa menggunakan sarana pemadaman api
sederhana, seperti : karung goni basah
E11 Saya akan mencari tempat perlindungan untuk
menyelamatkan diri berkumpul di area yang aman saat
terjadi kebakaran
E12 Saya belum bisa menggunakan APAR (Alat Pemadam
Api Ringan) yang tersedia di Rumah Sakit

TERIMA KASIH ATAS KESEDIAANNYA


LEMBAR OBSERVASI PENELITIAN
DETERMINAN KESIAPSIAGAAN TANGGAP DARURAT KEBAKARAN KARYAWAN RUMAH SAKIT UMUM
DAERAH KOTA MAKASSAR TAHUN 2017.

A. Sistem Deteksi dan Alarm Kebakaran

Kondisi Aktual
No. Elemen
Sesuai Tidak Sesuai

A1 Terdapat sistem alarm dan deteksi kebakaran pada


bangunan. (PerMen PU No.26/PRT/M/2008, bab V
sistem proteksi aktif)
A2 Di setiap lantai gedung dilengkapi dengan alarm dan
sistem pendeteksian dini terhadap kebakaran. (NFPA
72)
A3 Elemen sensor pada detektor dalam keadaan bersih
dan tidak di cat. (NFPA 72)
A4 Alarm harus terlihat dengan jelas, mudah dijangkau
dan bunyinya harus terdengar keseluruh ruangan.
( PerMen PUNo.26/PRT/M/2008, Bab V sistem
proteksi aktif )
A5 Sistem alarm kebakaran harus menyediakan fungsi
untuk inisiasi (menyediakan sinyal input kepada
sistem), notifikasi (sistem memberitahukan tindakan
yang diperlukan), dan fungsi pengendalian
(menyediakan output untuk mengendalikan peralatan
bangunan gedung). ( PerMen PU No.26/PRT/M/2008,
Bab V sistem proteksi aktif )
LEMBAR OBSERVASI PENELITIAN
DETERMINAN KESIAPSIAGAAN TANGGAP DARURAT KEBAKARAN KARYAWAN RUMAH SAKIT UMUM
DAERAH KOTA MAKASSAR TAHUN 2017.

B. Sprinkler

Kondisi Aktual
No. Elemen
Sesuai Tidak Sesuai

B1 Sprinkler otomatis harus dipasang pada setiap lantai


dan siap beroperasi. (PerMen PU No.26/PRT/M/2008,
Bab V sistem proteksi aktif)
B2 Kepala sprinkler dalam keadaan baik dan tidak di cat.
(NFPA 13)
B3 Kepala sprinkler tidak terhalang benda lain.
(NFPA13)
B4 Terdapat prosedur pemeriksaan dan uji coba. (NFPA
13)
B5 Sistem alarm kebakaran harus menyediakan fungsi
untuk inisiasi (menyediakan sinyal input kepada
sistem), notifikasi (sistem memberitahukan tindakan
yang diperlukan), dan fungsi pengendalian
(menyediakan output untuk mengendalikan peralatan
bangunan gedung). ( PerMen PU No.26/PRT/M/2008,
Bab V sistem proteksi aktif )
LEMBAR OBSERVASI PENELITIAN
DETERMINAN KESIAPSIAGAAN TANGGAP DARURAT KEBAKARAN KARYAWAN RUMAH SAKIT UMUM
DAERAH KOTA MAKASSAR TAHUN 2017.

C. APAR

Kondisi Aktual
No. Elemen
Sesuai Tidak Sesuai

C1 Seluruh tabung APAR harus dalam kondisi siap


pakai. (Perda DKI No.8 Tahun 2008, pasal 16 ayat 1)
C2 Pada APAR terdapat klasifikasi kebakaran A,B,C,D
yang sesuai dengan jenis kebakaran yang ditunjukan
dengan kode (NFPA 10)
C3 APAR diletakkan pada lokasi yang mudah ditemukan,
dijangkau, dan diambil dari tempatnya serta selalu
tersedia saat terjadi kebakaran. (PerMen PU
No.26/PRT/M/2008, Bab V sistem proteksi aktif)
C4 APAR ditempatkan di lokasi yang mudah terlihat,
dijangkau dan letaknya tidak terhalangi oleh benda
lain (NFPA 10)
C5 Lemari tempat APAR tidak diperkanankan untuk
dikunci (PerMen PU No.26/PRT/M/2008, Bab V
sistem proteksi aktif)
C6 Pada penempatan APAR terdapat tanda atau simbol.
(NFPA 10)
C7 Instruksi penggunaan harus ditempatkan pada bagian
depan APAR dan harus terlihat dengan jelas. (
PerMen PU No.26/PRT/M/2008, bab V sistem
proteksi aktif )
LEMBAR OBSERVASI
DETERMINAN KESIAPSIAGAAN TANGGAP DARURAT KEBAKARAN KARYAAWAN RUMAH SAKIT UMUM
DAERAH KOTA MAKASSAR TAHUN 2017.

C8 Dilakukan pemeriksaan APAR secara berkala.


(PerMen PU No.26/PRT/M/2008, bab V sistem
proteksi aktif )
LEMBAR OBSERVASI PENELITIAN
DETERMINAN KESIAPSIAGAAN TANGGAP DARURAT
KEBAKARAN KARYAWAN RUMAH SAKIT UMUM
DAERAH KOTA MAKASSAR TAHUN 2017.

D. Hidran

Kondisi Aktual
No. Elemen
Sesuai Tidak Sesuai

C1 Terdapat sistem pipa tegak dan selang (PerMen PU


No.26/PRT/M/2008, bab V sistem proteksi aktif)
C2 Sistem pipa tegak dan selang kebakaran serta hidran
kebakaran harus selalu dalam kondisi baik dan siap
pakai (Perda DKI No.8 Tahun 2008, pasal 19 ayat 3)
C3 Ruangan pompa harus diletakan di lantai dasar atau
basement dalam satu bangunan gedung dengan
memperhatikan akses, ventilasi, dan pemeliharaan.
(Perda DKI No.8 Tahun 2008, pasal 19 ayat 4)
C4 Gedung yang memiliki tinggi lebih dari tiga tingkat di
atas tanah harus dilengkapi dengan sistem pipa tegak.
(PerMen PU No.26/PRT/M/2008, bab V sistem
proteksi
aktif)
C5 Hidran ditempatkan di atas batu datar atau beton, dan
terdapat rambu penempatan hidran dan cara
penggunaan hidran (NFPA 14)
LEMBAR OBSERVASI
DETERMINAN KESIAPSIAGAAN TANGGAP DARURAT
KEBAKARAN KARYAAWAN RUMAH SAKIT UMUM
DAERAH KOTA MAKASSAR TAHUN 2017.

E. Sarana Penyelamatan Jiwa

Kondisi Aktual
No. Elemen
Sesuai Tidak Sesuai

E1 Terdapat sarana jalan keluar pada bangunan dan


gedung (Perda DKI Jakarta No.8 Tahun 2008 pasal 8
ayat 2a)
E2 Sarana jalan keluar terdiri dari tangga kebakaran,
koridor, pintu, jalan/pintu penghubung, balkon. (Perda
DKI Jakarta No.8 Tahun 2008)
E3 Pencahayaan darurat harus dipasang pada sarana jalan
keluar, tangga kebakaran, dan ruang khusus
(Perda DKI Jakarta No.8 Tahun 2008 pasal 23 ayat 1)
E4 Pencahayaan darurat harus selalu dalam kondisi baik
dan siap pakai (Perda DKI Jakarta No.8 Tahun 2008
pasal 23 ayat 2)
E5 Petunjuk arah darurat harus dipasang dan mengarah
pada pintu tangga kebakaran dan pintu keluar (Perda
DKI Jakarta No.8 Tahun 2008 pasal 24 ayat 2)
E6 Terdapat sistem pengendali asap pada bangunan dan
gedung (Perda DKI Jakarta No.8 Tahun 2008 pasal 8
ayat 2e)
E7 Terdapat Tempat Berhimpun pada bangunan dan
gedung (Perda DKI Jakarta No.8 Tahun 2008 pasal 8
ayat 2f)
ANALISIS UNIVARIAT

*Karakteristik responden

Kelompok umur

Cumulative
Frequency Percent Valid Percent Percent

Valid 20-24 4 4.8 4.8 4.8

25-29 16 19.0 19.0 23.8

30-34 33 39.3 39.3 63.1

35-39 16 19.0 19.0 82.1

40-44 4 4.8 4.8 86.9

45-49 6 7.1 7.1 94.0

50-54 4 4.8 4.8 98.8

55-59 1 1.2 1.2 100.0

Total 84 100.0 100.0

jenis kelamin

Cumulative
Frequency Percent Valid Percent Percent

Valid laki-laki 15 17,9 17,9 17,9

perempuan 69 82,1 82,1 100,0

Total 84 100,0 100,0

Masa Kerja

Cumulative
Frequency Percent Valid Percent Percent

Valid Baru 14 16,7 16,7 16,7

Lama 70 83,3 83,3 100,0

Total 84 100,0 100,0


*Variabel yang diteliti

kategori pengetahuan

Cumulative
Frequency Percent Valid Percent Percent

Valid kurang 17 20,2 20,2 20,2

baik 67 79,8 79,8 100,0

Total 84 100,0 100,0

kategori sikap

Cumulative
Frequency Percent Valid Percent Percent
Valid negatif 20 23,8 23,8 23,8

positif 64 76,2 76,2 100,0

Total 84 100,0 100,0

kategori fasilitas

Cumulative
Frequency Percent Valid Percent Percent

Valid tidak memenuhi syarat 12 14,3 14,3 14,3

memenuhi syarat 72 85,7 85,7 100,0

Total 84 100,0 100,0

Kategori kesiapsiagaan tanggap darurat kebakaran

Cumulative
Frequency Percent Valid Percent Percent

Valid tidak siap 18 21,4 21,4 21,4

siap 66 78,6 78,6 100,0

Total 84 100,0 100,0


ANALISIS BIVARIAT

PENGETAHUAN DENGAN KESIAPSIAGAAN TANGGAP DARURAT


KEBAKARAN

Case Processing Summary

Cases

Valid Missing Total

N Percent N Percent N Percent

pengetahuan *
kesiapsiagaan tanggap 84 100.0% 0 .0% 84 100.0%
darurat kebakaran

kategori pengetahuan * kesiapsiagaan tanggap darurat kebakaran Crosstabulation

kesiapsiagaan

tidak siap siap Total

kategori pengetahuan kurang Count 10 7 17

Expected Count 3,6 13,4 17,0

% within kategori
58,8% 41,2% 100,0%
pengetahuan

baik Count 8 59 67

Expected Count 14,4 52,6 67,0

% within kategori
11,9% 88,1% 100,0%
pengetahuan
Total Count 18 66 84

Expected Count 18,0 66,0 84,0

% within kategori
21,4% 78,6% 100,0%
pengetahuan

Chi-Square Tests

Asymp. Sig. (2- Exact Sig. (2- Exact Sig. (1-


Value df sided) sided) sided)

Pearson Chi-Square 17,702a 1 ,000


Continuity Correctionb 15,027 1 ,000
Likelihood Ratio 15,246 1 ,000
Fisher's Exact Test ,000 ,000
Linear-by-Linear Association 17,491 1 ,000
N of Valid Cases 84
a. 1 cells (25,0%) have expected count less than 5. The minimum expected count is 3,64.
b. Computed only for a 2x2 table

SIKAP DENGAN KESIAPSIAGAAN TANGGAP DARURAT


KEBAKARAN

Case Processing Summary

Cases

Valid Missing Total

N Percent N Percent N Percent

sikap * kesiapsiagaan
84 100,0% 0 0,0% 84 100,0%
tanggap darurat kebakaran

sikap * kesiapsiagaan tanggap darurat kebakaran Crosstabulation

kesiapsiagaan

tidak siap siap Total

sikap negatif Count 13 7 20

Expected Count 4,3 15,7 20,0

% within kategori sikap


65,0% 35,0% 100,0%
berdasarkan skoring

positif Count 5 59 64

Expected Count 13,7 50,3 64,0

% within kategori sikap


7,8% 92,2% 100,0%
berdasarkan skoring
Total Count 18 66 84

Expected Count 18,0 66,0 84,0

% within kategori sikap


21,4% 78,6% 100,0%
berdasarkan skoring
Chi-Square Tests

Asymp. Sig. (2- Exact Sig. (2- Exact Sig. (1-


Value df sided) sided) sided)

Pearson Chi-Square 29,599a 1 ,000


Continuity Correctionb 26,300 1 ,000
Likelihood Ratio 26,298 1 ,000
Fisher's Exact Test ,000 ,000
Linear-by-Linear Association 29,246 1 ,000
N of Valid Cases 84

a. 1 cells (25,0%) have expected count less than 5. The minimum expected count is 4,29.
b. Computed only for a 2x2 table

FASILITAS DENGAN KESIAPSIAGAAN TANGGAP DARURAT


KEBAKARAN

Case Processing Summary

Cases

Valid Missing Total

N Percent N Percent N Percent

fasilitas * kesiapsiagaan 84 100,0% 0 0,0% 84 100,0%

fasilitas * kesiapsiagaan tanggap darurat kebakaran Crosstabulation

kesiapsiagaan

tidak siap siap Total

fasilitas tidak memenuhi syarat Count 2 10 12

Expected Count 2,6 9,4 12,0

% within kategori fasilitas 16,7% 83,3% 100,0%

memenuhi syarat Count 16 56 72

Expected Count 15,4 56,6 72,0

% within kategori fasilitas 22,2% 77,8% 100,0%


Total Count 18 66 84

Expected Count 18,0 66,0 84,0

% within kategori fasilitas 21,4% 78,6% 100,0%


Chi-Square Tests

Asymp. Sig. (2- Exact Sig. (2- Exact Sig. (1-


Value df sided) sided) sided)

Pearson Chi-Square ,189a 1 ,664


Continuity Correctionb ,003 1 ,957
Likelihood Ratio ,198 1 ,656
Fisher's Exact Test 1,000 ,500
Linear-by-Linear Association ,186 1 ,666
N of Valid Cases 84

a. 1 cells (25,0%) have expected count less than 5. The minimum expected count is 2,57.
b. Computed only for a 2x2 table
DOKUMENTASI PENELITIAN

Gambar 1. Pengisian kuesioner oleh karyawan didampingi peneliti


Gambar 2. Observasi fasilitas kebakaran rumah sakit

Gambar 3. Kondisi di Rumah Sakit Umum Daerah Kota Makassar


DAFTAR RIWAYAT HIDUP

Nama : Rizka Hidayati

Tempat Tanggal/Lahir : Bekasi, 9 Mei 1995

Alamat Makassar : Jln. Antang Raya No.6

Alamat Daerah/Asal : Jln. Narogong Cantik II Blok F.66 No.8, Kota

Bekasi

Jenis Kelamin : Perempuan

Suku : Bima

Riwayat Pendidikan :

1. SMP Negeri 16 Kota Bekasi

2. SMA Negeri 3 Kota Bekasi

3. Program S1 Fakultas Kesehatan Masyarakat Jurusan

Keselamatan dan Kesehatan Kerja (K3) Universitas

Hasanuddin
DIBUANG SAYANG

a. Distribusi Responden Berdasarkan Pemenuhan SMK3RS

Kategori pemenuhan SMK3RS dalam penelitian ini, dikatakan

terpenuhi jika skor total responden responden ?, dan tidak terpenuhi

jika skor total responden < ?. Distribusi responden berdasarkan

pemenuhan SMK3RS dapat dilihat pada tabel berikut:

Tabel 5.7
Distribusi Responden Berdasarkan Pemenuhan SMK3RS
di RSUD Taman Husada Bontang
Tahun 2017

Kategori Kesiapsiagaan Karyawan


Tanggap Darurat
Kebakaran Jumlah Persen
Tidak Siap 18 21,4
Siap 66 78,6
Total 84 100,0
Sumber: Data Primer

Berdasarkan tabel 5.7 menunjukkan bahwa dari 84 responden

terdapat 18 orang atau sebanyak 21,4% yang termasuk kategori tidak

siap sedangkan kategori siap terdapat 66 orang atau sebanyak 78,6%.

Responden yang tidak siap berasal dari beberapa unit kerja atau

bagian, yaitu bidang umum sebanyak 1 orang, CSSD/binatu sebanyak

2 orang, IGD sebanyak 2 orang, instalasi bedah sentral (OK) sebanyak

1 orang, instalasi sanitasi sebanyak 1 orang, kamar bersalin sebanyak

2 orang, keuangan sebanyak 2 orang, medical record UGD sebanyak

1 orang, pelayanan masyarakat sebanyak 1 orang, perawatan anak


sebanyak 1 orang, perawatan genekologi 1 orang, perawatan interna 1

orang, perawatan PICUNICU 1 orang dan perawatan VIP sebanyak 1

orang.

c. Hubungan Penilaian Fasilitas dengan Kesiapsiagaan Tanggap

Darurat Kebakaran

Hasil tabulasi silang antara penilaian penilaian fasilitas dengan

kesiapsiagaan tanggap darurat kebakaran dapat dilihat pada tabel

berikut:

Tabel 5.10
Hubungan Antara Penilaian Fasilitas dengan Kesiapsiagaan
Tanggap Darurat Kebakaran di Rumah Sakit Umum Daerah
Kota Makassar Tahun 2017

Kesiapsiagaan Tanggap
Darurat Kebakaran
Total
Penilaian Hasil uji
Fasilitas Tidak Siap Siap statistik
N % n % n %
Tidak
Memenuhi 2 16,7 10 83,3 12 100,0
Syarat P= 1,000
Memenuhi
16 22,2 56 77,8 72 100,0
Syarat
Total 18 21,4 66 78,6 84 100,0
Sumber: Data Primer

Tabel 5.10 menunjukkan bahwa persentase responden yang

tidak siap lebih banyak pada karyawan yang penilaian terhadap

fasilitas memenuhi syarat sebanyak 16 karyawan (22.2%) dibanding


dengan karyawan yang penilaian terhadap fasilitasnya tidak memenuhi

syarat 2 karyawan(16.7%).

Berdasarkan analisis data dengan menggunakan uji chi-

square dengan Fishers Exact Test maka diperoleh nilai p = 1.00 ( p>

0.05 ) ini berarti Ho diterima dan Ha ditolak, sehingga dapat

diinterpretasikan bahwa tidak ada hubungan antara penilaian fasilitas

dengan kesiapsiagaan tanggap darurat kebakaran di Rumah Sakit

Umum Daerah Kota Makassar.

You might also like