You are on page 1of 22

BLEFARITIS

Pembimbing

dr. DASRIL, Sp.M

Oleh :

IRMA PRAMITHA SIBARANI


211 210 110

FAKULTAS KEDOKTERAN
UNIVERSITAS METHODIST INDONESIA
KEPANITERAAN KLINIK SENIOR BAGIAN MATA
RUMAH SAKIT UMUM dr.DJASAMEN SARAGIH
PEMATANG SIANTAR
2016
KATA PENGANTAR

Puji dan syukur penulis panjatkan kepada Tuhan Yang Maha Esa karena
dapat menyelesaikan tulisan tentang Blefaritis. Adapun tulisan ini disusun dalam
rangka memenuhi salah satu persyaratan kepaniteraan klinik senior di SMF ilmu
mata RSUD dr.Djasamen Saragih .
Pada kesempatan ini ,izinkan penulis menyampaikan rasa terimakasih
kepada dr. Dasril, Sp.M yang telah membimbing dan mendidik penulis selama
menjalani kepaniteraan klinik senior .selain itu, penulis juga hendak
menyampaikan terimakasih kepada dokter dan tenaga medis lainnya di bagian ini.
Penulis mendapatkan manfaat yang besar selama mengumpulkan dan
memahami materi tulisan serta pada saat menyusun tulisan ini hingga selesai.
Penulis menyadari bahwa tulisan ini masih banyak kekurangan dan memberikan
informasi yang minimal. Untuk itu, masukan yang membangun sangat penulis
harapkan. Semoga tulisan ini dapat menambah wawasan kita semua dan marilah
kita budayakan membaca sejak dini.

Pematangsiantar, Januari 2016


Penulis

Irma Pramitha Sibarani

i
DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR .................................................................................. i


DAFTAR ISI ................................................................................................. ii
BAB I PENDAHULUAN ............................................................................. 1
BAB II LANDASAN TEORI ....................................................................... 3
2.1 Anatomi dan Fungsi Kelopak Mata .................................................. 3
2.2 Definisi Blefaritis .............................................................................. 4
2.3 Blefaritis Anterior ............................................................................. 5
2.4 Blefaritis Posterior ............................................................................ 8
2.5 Blefaritis bakterial ............................................................................. 11
2.6 Blefaritis Virus .................................................................................. 12
2.7 Blefaritis Jamur ................................................................................. 12
2.8 Prognosis Blefaritis ........................................................................... 13
BAB III LAPORAN KASUS ........................................................................ 14
BAB III PENUTUP ...................................................................................... 18
DAFTAR PUSTAKA ................................................................................... 19

ii
BAB I
PENDAHULUAN

Blefaritis adalah radang kronik pada kelopak mata. Blefaritis sering terjadi
pada kelopak dan tepi kelopak mata. Radang bertukak atau tidak pada tepi
kelopak biasanya melibatkan folikel dan kelenjar rambut. Blefaritis ditandai
dengan pembentukan minyak berlebihan di dalam kelenjar di dekat kelopak mata
yang merupakan lingkunagn yang disukai oleh bakteri yang secara normal
ditemukan di kulit (Ilyas dan Yulianti, 2011).
Blefaritis disebabkan infeksi dan alergi yang berjalan kronis dan menahun.
Blefaritis alergi dapat terjadi akibat debu, asap, bahan kimia iritatif, dan bahan
kosmetik. Infeksi kelopak disebabkan kuman streptococcus alfa atau beta,
pneumococcus dan pseudomonas. Demodex folliculorum selain dapat merupakan
penyebab juga merupakan vektor untuk terjadinya infeksi staphylococcus.
Dikenal bentuk blefaritis skuamosa, blefaritis ulseratif, dan blefaritis angularis
(Ilyas dan Yulianti, 2011).
Gejala umum pada blefaritis adalah kelopak mata merah, bengkak, sakit,
eksudat lengket, epifora, iritasi, rasa terbakar, gatal pada tepi palpebra. Banyak
sisik atau granulasi terlihat menggantung di bulu mata palpebra superior dan
inferior (Sullivan, 2010).
Kejadian blefaritis dilaporkan sebanyak 5% dari keseluruhan penyakit
mata yang ada pada rumah sakit (sebanyak 2-5% penyakit blefaritis ini dilaporkan
sebagai peyakit penyerta pada penyakit mata). Blefaritis paling sering terjadi pada
usia tua namun dapat terjadi pada semua golongan umur (Ilyas dam Yulianti,
2011).
Dalam banyak kasus, kebersihan dan rajin membersihkan kelopak mata
dapat mencegah blefaritis. Termasuk sering keramas dan mencuci muka. Pada
beberapa kasus yang disebabkan oleh bakteri, penggunaan antibiotik dapat
digantikan dengan hanya menjaga kebersihan kelopak mata. Pentingnya
pembersihan kelopak mata sebelum tidur karena proses infeksi terjadi pada saat

1
tidur. Blefaritis sering terjadi bersamaan dengan konjungtivitis dan keratitis
(Sullivan, 2010).
Penyulit blefaritis adalah terjadinya konjungtivitis, keratitis, hordeolum,
kalazion, dan madarosis. Blefaritis yang kronis biasnya sulit disembuhkan, meski
membuat tidak nyaman dan menjadikan mata kotor, namun blefaritis tidak
menyebabkan kerusakan penglihatan permanen pada organ penglihatan (Mulyani,
2010).

2
BAB II
LANDASAN TEORI

2.1 Anatomi dan Fungsi Kelopak Mata


Kelopak mata (palpebra) terdiri atas kelopak mata atas (palpebra superior)
dan kelopak mata bawah (palpebra inferior). Palpebra superior berakhir pada alis
mata dan palpebra inferior menyatu dengan pipi. Palpebra terdiri atas 5 lapisan
jaringan utama yang bila diuraikan adalah sebagai berikut:
a. Lapisan kulit
Kulit pelpebra memiliki karakteristik yang berbeda dengan kulit di bagian
tubuh lainnya, yaitu tipis, longgar, elastis dengan sedikit folikel rambut
tanpa lemak subkutan.
b. Muskulus orbikularis okuli
Serat-serat otot ini tersusun secara konsentris mengelilingi fisura palpebra
dan sedikit meluas sampai ke tepian orbita. Sebagian serat berjalan ke pipi
dan dahi. Muskulus orbikularis okuli diinervasi oleh Nervus Okulomotorius
(Nervus Kranial III). Otot ini berfungsi untuk menutup palpebra.
c. Jaringan Areolar
Jaringan alveolar submuskular yang terdapat di bawah muskulus orbikularis
okuli berhubungan dengan lapisan subaponeurotik dari kulit kepala.
d. Tarsus
Tarsus adalah struktur penyokong utama dari palpebra yang dibentuk oleh
jaringan fibrosa padat dan sedikit jaringan elastin. Struktur ini terdiri atas
tarsus superior dan tarsus inferior. Tarsus ini merupakan barier utama
palpebra dan orbita.
e. Konjungtiva palpebra
Berupa selapis membran mukosa bening yang melapisi permukaan paling
dalam palpebra. Tidak seperti perlekatan lapisan ini pada bola mata
(konjungtiva bulbi) perlekatan lapisan ini pada tarsus di atasnya sangat erat.

3
Pada tepi palpebra anterior terdapat beberapa struktur penting, yaitu:
Bulu mata
Kelenjar Zeis, yang merupakan modifikasi kelenjar sebasea kecil dan
bermuara ke dalam folikel rambut pada dasar bulu mata.
Kelenjar Moll, yang merupakan modifikasi kelenjar keringat yang bermuara
ke dalam satu baris dekat bulu mata.
Sementara pada tepi palpebra posterior terdapat muara kecil dari kelenjar meibom
yang merupakan modifikasi dari kelenjar sebasea.

Adapun fungsi dari kelopak mata meliputi:


Memberikan proteksi mekanis pada bola mata anterior
Mensekresikan bagian berminyak dari lapisan film air mata
Menyebarkan film air mata ke konjungtiva dan kornea
Mencegah mata menjadi kering
Memiliki punctum lakrimal sebagai tempat air mata mengalir ke sistem
drainase lakrimal (Sloane, 2004).

2.2 Definisi Blefaritis


Blefaritis adalah peradaangan kronis pada kelopak mata dan tepi kelopak
mata. Blefaritis sering dikaitkan dengan sejumlah penyakit kulit sistemik seperti
rosasea dan dermatitis seboroika. Keadaan ini juga erat kaitannya dengan
beberapa penyakit mata seperti eye dry, kalazion, trikhiasis, konjungtivitis dan
keratitis.
Secara anatomis blefaritis dibagi atas blefaritis anterior dan blefaritis
posterior. Blefaritis anterior merujuk pada peradangan yang terutama mengenai
sekitar bulu mata dan folikel rambutnya. Sedangkan blefaritis posterior merujuk
peradangan pada orifisium kelenjar Meibom. Blefaritis berdasarkan penyebabnya
dapat dibagi menjadi blefaritis bekteri, blefaritis viral, dan blefaritis jamur
(Sullivan, 2010).

4
Gambar 2.2 Radang Pada Kelopak Mata (blefaritis)

2.3 Blefaritis Anterior


Blefaritis anterior biasanya mengenai area di sekitar basis bulu mata.
Berdasarkan etiologinya, blefaritis anterior dapat dibagi menjadi blefaritis
staphylococcus yang terutama disebabkan oleh bakteri staphylococcus aureus.
Penyebab lainnya adalah bakteri staphylococcus epidermis dan staphylococcus
koagulase negatif. Jenis kedua dari blefaritis anterior adalah blefaritis seboroik
yang disebabkan oleh phytirosporum ovale. Kedua jenis blefaritis ini juga dapat
timbul bersamaan sebagai suatu tipe blefaritis campuran (James dan Chew, 2005).
a. Patogenesa
Peradangan pada blefaritis staphylococcus diduga timbul sebagai
akibat dari adanya respon sel yang abnormal terhadap komponen dinding sel
bakteri staphylococcus aureus. Blefaritis seboroik sering dihubungkan
dengan kelainan seboroik general yang mengenai lapisan kulit kepala, lipat
nasolabial, bagian belakang telinga dan sternum. Karena letak palpebra yang
dekat dengan bola mata, maka dapat memicu terjadinay peradangan
sekunder serta perubahan mekanis pada konjungtiva dan kornea.

5
b. Diagnosis
Gejala
Klinisi tidak selalu dapat membedakan tipe blefaritis. Gejala blefaritis
timbul sebagai akibat adanya penurunan fungsi normal penglihatan dan
penurunan stabilitas air mata.

Sensasi seperti rasa terbakar, berpasir dan fotophobia ringan dengan


episode remisi dan eksaserbasi merupakan gejala yang khas. Gejala
biasanya memburuk di pagi hari, bahkan pada pasien yang menderita eye
dry, perburukan gejala terjadi setiap hari.

Tanda
Blefaritis Staphylococcus
- Adanya skuama dan krusta yang keras yang terutama berlokasi di
sekitar basis dan bulu mata.
- Konjungtivitis papiler ringan hingga hiperemis konjungtival sering
dijumpai.
- Terkadang terbentuknya jaringan parut dan tylosis pada tepi
kelopak mata, madarosis dan trikhiasis sering menjadi komplikasi
dari kasus kasus yang lama.
- Perubahan sekunder seperti marginal keraitis dan terkadang
phlyctenulosis.
- Gangguan penyerta seperti instabilitas film air mata dengan dry
eye sering terjadi.

Gambar 2.3 Blefaritis karena Staphylococcus

6
Blefaritis Seboroik
- Tepi kelopak mata yang hiperemis dan berminyak yang disertai
kerontokan bulu mata.
- Skuama yang terbentuk halus dan dapat berlokasi di mana saja
pada tepi kelopak mata, maupun menempel pada bulu mata.

c. Terapi
Terdapat sedikit sekali bukti penelitian yang memaparkan protokol
terapi khusus untuk blefaritis. Pasien harus selalu diingatkan bahwa
pengobatan yang kontinue sangat dibutuhkan untuk mencapai keberhasilan
terapi. Kesembuhan secara permanen memang sangat sulit dicapai, namun
pengendalian gejala masih sangat perlu untuk dikerjakan. Adapun
penatalaksanaan blefaritis anterior antara lain:
Tindakan higienitas palpebra:
Kompres hangat yang diaplikasikan selama beberapa menit untuk
melunakkan krusta yang melekat pada dasar bulu mata.
Pembersihan kelopak mata secara mekanis dengan cotton bud yang
mengandung cairan, membantu membersihkan krusta yang menutupi
kelopak mata satu samapi dua kali sehari.
Kelopak mata juga dapat dibersihkan dengan shampoo saat keramas.
Secara bertahap aktivitas yang tergolong lid higiene ini dapat
diturunkan frekuensi pelaksanaannya, saat kondisi pasien telah
berhasil dikontrol.
Antibiotik topikal
Asam fusidat, bacitracin, chloramphenicol yang biasanya digunakan
untuk mengobati folikulitis akut dapat diaplikasikan pada sisi kelopak
mata yang meradang setelah dilakukan tindakan lid higiene.
Antibiotik sistemik
Azythromycin 500 mg/hari selama 3 hari kemungkinan dapat membantu
mengontrol penyakit ulkus pada tepi kelopak mata.

7
Steroid topikal dengan potensi lemah
Agen steroid topikal denagn potensi rendah misalnya fluorometholone
yang dioleskan sebanyak 4x/hari berguna untuk mengatasi konjungtivitis
papiler dan keratitis marginal.
Terapi pengganti air mata
Dibutuhkan untuk mengatasi instabilitas film air mata.

d. Diagnosis Banding
Adapun diagnosis banding dari keadaan ini adalah:
- Dry Eye
Dapat memberikan gejala yang sama, tetapi berkebalikan dengan
blefaritis, iritasi okuler yang terjadi pada dry eye jarang bersifat
berbahaya dan biasanya terbentuk setelah beberapa hari.
- Tumor Palpebra Infiltratif
Sebaiknya dipertimbangkan pada pasien yang mengalami blefaritis
kronis yang asimetris maupun unilateral, terutama bila disertai juga
dengan madarosis (Illyas dan Yulianti, 2011).

2.4 Blefaritis Posterior


Blefaritis posterior adalah peradangan palpebra akibat disfungsi kelenjar
meibom. Seperti blefaritis anterior, kelainan ini terjadi secara kronik dan bilateral.
Blefaritis anterior dan posterior dapat timbul secara bersamaan. Dermatitis
seboroik umumnya disertai dengan disfungsi kelenjar meibom.
a. Patogenesa
Blefaritis posterior disebabkan oleh adanya disfungsi kelenjar meibom
dan perubahan sekresi kelenjar meibom. Enzim lipase yang dilepaskan oleh
bakteri menyebabkan pembentukan asam lemak. Keadaan ini menyebabkan
peningkatan titik lebur meibom sehingga menghambat pengeluarannya dari
kelenjar. Hal ini berpengaruh pada timbulnya iritasi permukaan okuler dan
memungkinkan terjadinya pertumbuhan bakteri terutama jenis

8
Staphylococcus Aureus. Hilangnya komponen posfolipid film air yang
seharusnya berperan sebagai surfaktan mengakibatkan peningkatan
osmolaritas dan penguapan air mata dan ketidakstabilan air mata.
b. Diagnosis
Terdapat korelasi yang buruk antara tingkat keparahan gejala dan
tanda klinis:
Gejala
- Gejala blefaritis posterior sama dengan blefaritis anterior.
Tanda
Berupa tanda tanda disfungsi kelenjar meibom seperti:
- Sekresi kelenjar meibom yang berlebihan dan abnormal yang
ditandai oleh tertutupnya orifisium kelenjar meibom oleh gelembung
minyak.
- Sumbatan orifisium kelenjar meibom disertai oleh hyperemia dan
telangektasis margo posterior palpebra
- Penekanan pada margo palpebra yang meradang mengakibatkan
keluarnya sekret kelenjar meibom yang tampak seperti pasta gigi
- Pada transiluminasi terdapat palpebra yang meradang, tampak
hilangnya kelenjar dan dilatasi kistik dari duktus meibom.
- Film air mata menjadi berminyak dan berbusa, dengan busa yang
terakumulasi pada margo pelpebra maupun kantus medial.
- Adanya perubahan sekunder berupa konjungtivitis papiler dan erosi
epitel kornea di bagian sentral.
c. Terapi
Seperti halnya blefaritis anterior, pada blefaritis posterior kesembuhan
permanen sangat sulit dicapai. Meskipun remisi dapat terjadi, namun
rekurensi masih sangat mungkin terjadi, terutama bila terapi dihentikan.
Tindakan higienitas palpebra
Kompres hangat dan higienitas palpebra seperti halnya pada blefaritis
anterior, kecuali pemijatan kelenjar meibom untuk mengeluarkan sekret
yang tertahan dianggap kurang bermanfaat. Kompres hangat berguna

9
untuk mencairkan sekret yang mengeras sehingga lebih mudah terhidrasi,
sehinga mengurangi jumlah sekret yang mengiritasi kelenjar.
Tetrasiklin Sistemik
Merupakan terapi utama dalam penatalaksanaan blefaritis posterior.
Penggunaan antibiotika golongan ini didasarkan pada kemampuan agen
ini dalam menghambat pembentukan produk lipase stafilokokus. Namun
agen ini tidak boleh digunakan pada anak anak dibawah 12 tahun dan
wanita hamil maupun menyusui, karena agen ini terakumulasi di tulang
dan gigi (akibat terikat dengan kalsium) sehingga sangat mungkin
menyebabkan perubahan warna gigi dan hipoplasia gigi. Antibiotika
golongan ini tersedia dalam bentuk:
- Tetrasiklin 4x250 mg selama 1 minggu pertama, selanjutnya 2x250
mg selama 6-12 minggu berikutnya.
- Doksisiklin 2x100 mg selama 1 minggu pertama, dilanjutkan dengan
pemberian 1x100 mg selama 6-12 minggu berikutnya.
- Minosiklin 1x100 mg selama 6-12 minggu.
Eritromisisn atau Azytromisin
Digunakan sebagai pengganti golongan tetrasiklin apabila terdapat
kontraindikasi terhadap penggunaan tertasiklin, namun efektifitas tidak
sebaik tetrasiklin (Ilyas dan Yulianti, 2011).

d. Komplikasi
Pada kasus blefaritis posterior dapat terjadi sejumlah kondisi penyulit
seperti:
- Pembentukan kalazion yang dapat bersifat rekuren.
- Instabilitas film air mata pada sekitar 30% pasien. Keadaan ini dapat
merupakan akibat ketidakseimbangan antara komponen air dan lemak,
sehingga meningkatkan penguapan film air mata.
- Konjungtivitis papiler dan erosi epitel kornea inferior (Ilyas dan
Yulianti, 2011).

10
Gambar 2.4 Blefaritis anterior dan blefaritis posterior

2.5 Blefaritis bakterial


a. Blefaritis superfisial

Bila infeksi kelopak superfisial disebabkan oleh staphylococcus maka


pengobatan yang terbaik adalah dengan salep antibiotik seperti sulfasetamid
dan sulfisolksazole. Sebelum pemberian antibiotik krusta diangkat dengan
kapas basah. Bila terjadi blefaritis menahun maka dilakukan penekanan
manual kelenjar meibom untuk mengeluarkan nanah dari kelenjar meibom
(meibormianitis) yang biasanya menyertai.

b. Blefaritis seboroik

Biasanya pasien mengeluhkan mata kotor, panas dan terasa kelilipan.


Gejalanya adalah adanya sekret yang keluar dari kelenjar meibom, air mata
berbusa, hiperemis dan hipertropi papil pada konjungtiva. Pengobatannya
adalah dengan memperbaiki kebersihan dan membersihkan kelopak dari
kotoran.

c. Blefaritis skuamosa
Blefaritis skuamosa adalah blefaritis disertai terdapatnya skuama atau
krusta padapangkal bulu mata yang bila dikupas mengakibatkan terjadinya
luka kulit. Blefaritis ini sejalan dengan dermatitis seboroika. Pengobatan

11
blefaritis skuamosa dengan pembersihan tepi kelopak mata dengan shampo
bayi, salep mata, dan steroid setempat.
d. Blefaritis Ulseratif
Merupakan peradangan tepi kelopak mata dengan tukak akibat infeksi
staphylococcus. Pada blefaritis ulseratif terdapat keropeng berwarna
kekuning kuningan yang bila diangkat maka akan terlihat ulkus yang kecil
dan mengeluarkan darah di sekitar bulu mata. Pengobatan pada blefaritis
ulseratif dapat dengan sulfasetamid, gentamisin, basitrasin.
e. Blefaritis Angularis
Blefaritis angularis merupakan infeksi staphylococcus pada tepi
kelopak di sudut kelopak atau kantus. Infeksi pada daerah kantus ini dapat
menyebabkan gangguan pada fungsi puntum lakrimal. Blefaritis angularis
diobati dengan sulfa, tetrasiklin dan seng sulfat (Grayson, 2006).

2.6 Blefaritis Virus


a. Herpes zoster
Virus herpes zoster dapat memberikan infeksi pada ganglion gaseri
saraf trigeminus. Biasanya herpes zoster akan mengenai orang dengan usia
lanjut. Bila yang terkena ganglion cabang oftalmik maka akan terlihat gejala
herpes zoster pada mata dan kelopak mata atas.
b. Herpes simpleks
Vesikel kecil dikelilingi eritema yang dapat disertai dengan keadaan
yang sama pada bibir merupakan tanda herpes simpleks kelopak. Dikenal
bentuk blefaritis simpleks yang meupakan radang tepi kelopak ringan
dengan terbentuknya krusta kuning basah pada tepi bulu mata yang
mengakibatkan kedua kelopak lengket (Grayson, 2006).

2.7 Blefaritis Jamur


a. Infeksi superfisial
b. Infeksi jamur
c. Blefaritis pedikulosis

12
Gejala blefaritis dengan infeksi jamur sama dengan blefaritis pada
umumnya. Terapi yang diberikan dengan kompres garam fisiologis untuk
mengangkat krusta dan pemberian salap anti fungal (Grayson, 2006).

2.8 Prognosis Blefaritis

Prognosis baik meskipun perjalanan klinis gangguan tersebut seringkali


sangat berkepanjangan. Blefaritis akut paling sering merespon pengobatan tetapi
bisa kambuh dan berkembang menjadi blefaritis kronis atau keduanya (Kanski,
2004).

13
BAB III
LAPORAN KASUS

I. IDENTITAS
Nama : Tn. FN
Umur : 40 tahun
Jenis kelamin : Laki-laki
Bangsa : Indonesia
Agama : Islam
Pendidikan : SMA
Pekerjaan : Buruh
Alamat : Tiga Dolok

II. ANAMNESIS
- Keluhan utama : Gatal dan nyeri pada kedua kelopak mata.
- Riwayat Penyakit Sekarang : Gatal dan nyeri pada kedua kelopak mata
dialami pasien sejak kurang lebih 1 minggu sebelum masuk Rumah Sakit.
Pasien juga merasa panas pada kedua kelopak mata. Pada pagi hari mata
terasa lengket disertai banyak kotoran putih kekuningan di tepi kelopak
mata serta bulu mata sering rontok. Pasien juga mengeluh kelopak mata
sedikit bengkak Benjolan pada kelopak mata (-), mata berair (-), tak tahan
cahaya (-).
- Riwayat penyakit dahulu :
Pasien mengaku tidak pernah mengalami keluhan yang sama
sebelumnya. Tidak ada riwayat hipertensi dan diabetes mellitus pada
pasien. Riwayat memakai kaca mata juga disangkal.
- Riwayat penyakit keluarga :
Tidak ada anggota keluarga serumah yang mengalami keluhan
yang sama dengan pasien. Tidak ada riwayat glaucoma di keluarga pasien.

14
III. PEMERIKSAAN FISIK
A. Status generalis
Keadaan umum : Tampak sakit ringan
Kesadaran : Compos mentis
Tekanan darah : 120/80 mmHg
Frekuensi nadi : 70x/ menit
Suhu : 36.2oC
Pernafasan : 17x/ menit

B. Status Oftalmologis

Occuli Dekstra (OD) Occuli Sinistra (OS)


6/60 Visus 6/60
Ortoforia Kedudukan Ortoforia
bola mata
Bola mata bergerak ke Pergerakan Bola mata bergerak ke
segala arah bola mata segala arah
Oedema (-), Hiperemis Palpebra Oedema (-), Hiperemis
(-), Enteropion (-), Ekteropion superior (-), Enteropion (-), Ekteropion
(-), Trikiasis (-), Distikiasis (-) (-), Trikiasis (-), Distikiasis (-)
Oedema (-), Hiperemis Palpebra Oedema (-), Hiperemis
(-), Enteropion (-), Ekteropion inferior (-), Enteropion (-), Ekteropion
(-), Trikiasis (-), Distikiasis (-) (-), Trikiasis (-), Distikiasis (-)
Hiperemis (-), Konjungtiva Hiperemis (-),
Litiasis (-) Tarsal Litiasis (-)

15
Konjungtiva
Superior
Hiperemis (-),Litiasis (- Konjungtiva Hiperemis (-),
), Sekret (-) Tarsal Litiasis (-), Sekret (-)
Inferior
Injeksi silier (-), Injeksi Konjungtiva Injeksi silier (-),
konjungtiva (+), Bulbi Injeksi konjungtiva (+),
Subkonjungtival bleeding (-), Subkonjungtival bleeding (-),
Pinguekula (-), Pterigium (-) Pinguekula (-), Pterigium (-)

Jernih Kornea Jernih


Dangkal COA Dangkal
Warna coklat, kripti Iris Warna coklat, kripti
baik baik
Bulat, 6mm, tepi Pupil Bulat, 7mm, tepi
regular, RCL/RCTL (+) regular, RCL/RCTL (+)
Jernih Lensa Jernih
Jernih Vitreous Jernih
humor
Refleks fundus (+), Funduskopi Refleks fundus (+),
papil bulat, warna jingga, batas papil bulat, warna jingga,
tegas batas tegas

C. RESUME
Pasien laki-laki usia 40 tahun datang dengan keluhan gatal dan
nyeri pada kedua kelopak mata dialami pasien sejak kurang lebih 1
minggu sebelum masuk Rumah Sakit. Pasien juga merasa panas pada
kedua kelopak mata. Pada pagi hari mata terasa lengket disertai banyak

16
kotoran putih kekuningan di tepi kelopak mata serta bulu mata sering
rontok. Pasien juga mengeluh kelopak mata sedikit bengkak Benjolan pada
kelopak mata (-), mata berair (-), tak tahan cahaya (-).Pasien mengaku
tidak pernah mengalami keluhan yang sama sebelumnya. Tidak ada
riwayat hipertensi dan diabetes mellitus pada pasien. Riwayat memakai
kaca mata juga disangkal.
Berdasarkan pemeriksaan oftalmologis, didapatkan visus occuli dextra
(OD) dan sinistra (OS) adalah 6/60. COA ODS dangkal dan ukuran pupil
OD (6mm) dan 0S (7mm). Pada konjungtiva bulbi terdapat injeksi
konjungtiva.

IV. DIAGNOSIS KERJA


Blefaritis okulus dekstra et sinistra

V. DIAGNOSIS BANDING
Dry Eye
Tumor Palpebra Infiltratif

VI. PENATALAKSANAAN
Eyelied hygiene
Doksisiklin 2 x 100 mg
chloramphenicol zalf 3x1 app ODS

VII.PROGNOSIS

Dubia ad Bonam

17
BAB III
PENUTUP

Blefaritis adalah radang kronik pada kelopak mata. Blefaritis sering terjadi
pada kelopak dan tepi kelopak mata. Radang bertukak atau tidak pada tepi
kelopak biasanya melibatkan folikel dan kelenjar rambut. Blefaritis ditandai
dengan pembentukan minyak berlebihan di dalam kelenjar di dekat kelopak mata
yang merupakan lingkunagn yang disukai oleh bakteri yang secara normal
ditemukan di kulit.
Blefaritis disebabkan infeksi dan alergi yang berjalan kronis dan menahun.
Blefaritis alergi dapat terjadi akibat debu, asap, bahan kimia iritatif, dan bahan
kosmetik. Infeksi kelopak disebabkan kuman streptococcus alfa atau beta,
pneumococcus dan pseudomonas. Demodex folliculorum selain dapat merupakan
penyebab juga merupakan vektor untuk terjadinya infeksi staphylococcus.
Dikenal bentuk blefaritis skuamosa, blefaritis ulseratif, dan blefaritis angularis.
Kebersihan dan rajin membersihkan kelopak mata dapat mencegah
blefaritis. Termasuk sering keramas dan mencuci muka. Pada beberapa kasus
yang disebabkan oleh bakteri, penggunaan antibiotik dapat digantikan dengan
hanya menjaga kebersihan kelopak mata. Pentingnya pembersihan kelopak mata
sebelum tidur karena proses infeksi terjadi pada saat tidur.

18
DAFTAR PUSTAKA

Bruce JK, Chew C (2005). Lecture notes oftalmologi. Jakarta: EMS, pp: 48-50.

Grayson A (2006). Oftalmologi. Philadelphia: Mosby, p: 339.

Ilyas HS, Yulianti SR (2011). Ilmu Penyakit Mata. Jakarta: FKUI, PP: 89-93.

Kanski JK (2004). Oftalmologi. Edisi 3. USA: Elsevier, pp: 67-68.

Sloane Ethel (2004). Anatomi dan Fisiologi. Jakarta: Penerbit buku kedokteran
EGC, pp: 184-186.

Sullivan John (2010). Anatomi Palpebra-Oftalmologi. Jakarta: Penerbit Buku


Kedokteran EGC, pp: 79-80.

19

You might also like