Professional Documents
Culture Documents
NPM : 0806456953
Tanda Tangan :
ii
HALAMAN PENGESAHAN
DEWAN PENGUJI
Ditetapkan di : Jakarta
Tanggal : 08 Juli 2012
iii
KATA PENGANTAR
Puji syukur alhamdulillah penyusun panjatkan kehadirat Allah SWT, karena atas
rahmat dan karunia-Nya, penyusun dapat menyelesaikan karya ilmiah akhir ini
tepat pada waktunya. Penulisan karya ilmiah akhir ini ini dilakukan dalam rangka
memenuhi tugas akhir mata ajar karya ilmiah akhir ners. Saya menyadari bahwa
tanpa bantuan dan bimbingan dari berbagai pihak sampai penyusunannya,
sangatlah tidak mudah bagi saya untuk menyelesaikan karya ilmiah akhir ini. Oleh
karena itu, pada kesempatan ini peneliti ingin mengucapkan rasa terima kasih
yang sebesar-besarnya kepada:
1. Ibu Dwi Nurviyandari K.W, S.Kep., MN, selaku dosen pembimbing yang
telah menyediakan waktu, tenaga dan pikiran untuk mengarahkan saya
dalam penyusunan KIAN ini, serta yang telah meminjamkan referensi yang
sangat luar biasa informasinya dan bagus dalam penyusunan KIAN ini;
2. Bapak Ns. Ibnu Abas, S.Kep, selaku pembimbing lapangan yang telah
menyediakan waktu, tenaga dan pikiran untuk mengarahkan dan
memberikan informasi terkait masalah yang sering terjadi pada lanjut usia
serta pemeriksaan yang terkait;
3. Seluruh Pihak Sasana Tresna Werdha Karya Bhakti Cibubur yang telah
memberikan kesempatan untuk melakukan asuhan keperawatan kepada
lanjut usia;
4. Keluarga saya yang selalu setia memberikan bantuan luar biasa baik secara
moril terlebih dalam hal materil yaitu Bapak, Ibu dan Mas Rio;
5. Teman-teman peminatan profesi keperawatan gerontik yang telah
memberikan banyak pengalaman bersama kalian dan informasi mengenai
penyusunan KIA ini;
6. Dara Malahayati, Fallah Adi Wijayanti dan Rizki Dwi Asmaranti, selaku
sahabat saya yang telah memberikan semangat dan motivasi kepada saya
dan memberikan masukan kepada saya;
7. Teman-teman FIK UI reguler angkatan 2008 yang sedang mengerjakan KIA
dan telah memberikan semangat kepada saya;
iv
8. Seluruh pihak yang telah membantu saya dari awal sampai akhir
penyelesaian KIA ini sehingga semua proses dapat saya jalani.
Saya berharap Allah SWT berkenan membalas segala kebaikan semua pihak
yang telah membantu dalam penyusunan karya ilmiah akhir ini. Semoga karya
ilmiah akhir ini di terima dan bermanfaat bagi perkembangan dan pelayanan
kesehatan khususnya asuhan keperawatan gerontik.
v
HALAMAN PERNYATAAN PERSETUJUAN PUBLIKASI
TUGAS AKHIR UNTUK KEPENTINGAN AKADEMIS
Beserta perangkat yang ada (jika diperlukan). Dengan Hak Bebas Royalti
Noneksklusif ini Universitas Indonesia berhak menyimpan, mengalihkan/
formatkan, mengelola dalam bentuk pangkalan data (database), merawat, dan
mempublikasikan tugas akhir saya selama tetap mencantumkan nama saya sebagai
penulis/ pencipta dan sebagai pemilik Hak Cipta.
Dibuat di : Depok
Pada tanggal : 08 Juli 2013
Yang Menyatakan
Perubahan Psikososial pada lanjut usia salah satunya yaitu gangguan kognitif.
Kerusakan Memori merupakan salah satu gejala yang dialami oleh penderita
demensia. Salah satu cara yang dapat dilakukan untuk mencegah kerusakan
memori dengan stimulasi terapi kognitif, meliputi orientasi realita, terapi gambar,
terapi ingatan dan terapi aktivitas. Penulisan ini bertujuan memaparkan hasil
asuhan keperawatan pada ibu H di Wisma Cempaka STW Karya Bhakti. Hasil
yang didapatkan menunjukkan bahwa residen mampu menyebutkan nama hari,
dan bulan, mampu mengingat individu dari ciri-ciri yang digunakan, mampu
menjelaskan maksud gambar yang diperlihatkan, mampu menjelaskan objek yang
ditunjuk dan residen terlihat nyaman setelah melakukan terapi aktivitas. Stimulasi
terapi kognitif ini dapat membantu untuk meningkatkan fungsi kognitif walaupun
tidak semua dapat diingat. Stimulasi terapi kognitif seharusnya dilakukan secara
teratur untuk mencegah perkembangan lebih lanjut dari gangguan memori pada
lansia dengan demensia.
Kata Kunci:
Demensia, Kerusakan Memori, Stimulasi Terapi Kognitif
Key Words:
Dementia, Impaired memory, Cognitive Stimulation Therapy
BAB 1 PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang ...................................................................... 1
1.2 Rumusan Masalah.................................................................. 4
1.3 Tujuan Penulisan .................................................................. 5
1.3.1 Tujuan umum ................................................................ 5
1.3.2 Tujuan khusus ............................................................... 5
1.4 Manfaat Penulisan
1.4.1 Bagi Pelayanan Kesehatan Lanjut Usia ......................... 5
1.4.2 Bagi Pendidikan ............................................................ 6
1.4.3 Bagi Penelitian Keperawatan......................................... 6
ix Universitas Indonesia
3.6 Evaluasi .................................................................................... 33
DAFTAR REFERENSI
x Universitas Indonesia
DAFTAR LAMPIRAN
xi Universitas Indonesia
BAB 1
PENDAHULUAN
Gangguan kognitif berupa dimensia dapat berakibat pada kehidupan lansia dari
berbagai aspek, diantaranya yaitu berhubungan dengan lingkungan, dalam
menerima informasi dan dalam mengingat sesuatu (Stanley & Beare, 2002).
Penurunan fungsi kognitif ini dapat mengakibatkan masalah antara lain memori
jangka panjang dan memori jangka pendek. Nugroho (2008) menyebutkan resiko
1 Universitas Indonesia
2
dari penyakit ini adalah usia, riwayat penyakit, jenis kelamin, penggunaan obat,
aktivitas fisik, kurangnya dukungan keluarga serta pendidikan. Stres dan depresi
juga salah satu faktor resiko yang mempengaruhi memori individu sehingga
individu tersebut mengalami gangguan kognitif (Wade & Travris, 2007).
Stres dan aktivitas fisik merupakan salah satu faktor yang dapat mengganggu
fungsi memori atau kognitif individu. Kawasan perkotaan merupakan kawasan
dengan aktivitas fisik yang sangat tinggi dan banyak sehingga individu
mendapatkan stressor yang membuat stres. Namun, lansia saat ini sangat kurang
dalam melakukan aktivitas. Lubis (2009) menyatakan bahwa lansia berada pada
tahap perkembangan emosi yang mempunyai masalah seperti masalah kesehatan,
dan kesepian karena anak-anak tidak mempunyai waktu untuk mengurusnya yang
akhirnya ditempatkan di panti werdha dan memicu terjadinya stres bahkan
depresi. Yaffe (2001) mengatakan bahwa usia lanjut yang mengalami kesulitan
melakukan pergerakan fisik atau gangguan gerak sehingga terjadi perbedaan
dalam jumlah skor fungsi kognitif. Survei Depsos (2007) menunjukkan bahwa
jumlah penduduk lansia yang tinggal di perkotaan diperkirakan sebesar 9,58%
dari total jumlah lansia. Survei Festi (2010) didapatkan bahwa di Panti Werdha
yaitu Karang Wherda peneleh Surabaya dengan 10 responden, didapatkan hasil
sebanyak 30% dengan kognitif yang bagus dan 70% pada responden yang
mengalami penurunan atau kerusakan kognitif.
Universitas Indonesia
3
Universitas Indonesia
4
Universitas Indonesia
5
Universitas Indonesia
6
Universitas Indonesia
BAB 2
TINJAUAN PUSTAKA
7 Universitas Indonesia
8
kualitas hidup (Ebersol, 2005). Penderita dimensia sering kali tidak dapat
menyelesaikan kebutuhan dasar secara mandiri. Orang yang mengalami gangguan
kognitif diakibatkan karena terjadinya kerusakan pada memori jangka pendek
individu tersebut sehingga penderita demensia tidak ingat dengan apa yang sudah
dilakukannya seperti makan, mandi dan sebagainya. Individu yang tidak
melakukan kebersihan tentu saja mengakibatan gangguan pada pemenuhan rasa
nyaman. Penderita gangguan kognitif tidak mampu untuk mengungkapkan
perasaan dan pikirannya seperti rasa kasih sayang, harga diri dan hidup yang
berarti (Ebersol, 2005). Individu yang mengalami gangguan kognitif juga
membutuhkan perawatan untuk kualitas hidupnya. Perawatan, rasa kasih sayang,
harga diri serta hidup yang berarti merupakan kebutuhan dasar manusia. Masalah
kesehatan yang terjadi pada individu dapat terjadi apabila kebutuhan dasar tidak
terpenuhi.
2.2 Demensia
2.2.1 Pengertian
Demensia merupakan suatu sindrom penurunan kemampuan intelektual progresif
yang menyebabkan penurunan kualitas kognitif dan fungsional sehingga
mempengaruhi terjadinya gangguan fungsi sosial, pekerjaan, dan aktivitas sehari-
hari (Siahaan, Marlin M, 2008). Menurut Nancy L dan Peter V. R (2006) juga
menyatakan bahwa demensia adalah kondisi dimana seseorang mengalami gejala
penurunan fungsi intelektual, umumnya ditandai dengan penurunan bahasa,
memori, mengenal orang, dan emosional. Demensia merupakan kondisi yang
menggambarkan keseluruhan berbagai gejala yang berhubungan dengan
kerusakan memori atau kerusakan fungsi kognitif yang mempengaruhi
kemampuan seseorang untuk melakukan aktivitas sehari-hari (Alzheimers
Association, 2013; Stanley & Beare, 2008).
Universitas Indonesia
9
Kerusakan memori merupakan salah satu tanda gejala yang sering terjadi pada
penderita demensia. Penderita yang mengalami demensia memiliki fungsi
intelektual yang terganggu sehingga menyebabkan gangguan dalam aktivitas
sehari-hari maupun interaksi dengan orang lain. Individu yang menderita
demensia dengan derajat ringan biasanya masih mempertahankan daya tarik
sosialnya dan dapat menutupi gangguan intelektualnya dengan sikap yang riang
dan kooperatif sehingga pemeriksa harus mengobservasi isi pikirannya. Cara
untuk medeteksi penderita dengan demensia yaitu kesulitan dalam kemampuan
untuk mengingat peristiwa yang baru saja terjadi dan kemampuan mengingat
semua hal tersebut sesudah 5 menit dilakukan. Gejala-gejala seperti itu
mempengaruhi perubahan fisik, sosial dan emosional baik dari penderita demensia
maupun keluarga. Munculnya gejala demensia tersebut dapat terjadi dengan
beberapa faktor pemicu.
Faktor risiko yang memiliki hubungan dengan penyakit demensia Alzheimer yaitu
agregasi familial dari sindrom down, usia individu yang sudah lanjut, genetik
riwayat depresi, trauma kepala, dan pendidikan rendah (Alzheimers Association,
2013; Stanley & Beare, 2007). Faktor risiko lain yang dikaitkan dengan demensia
vaskuler adalah atrial fibrilasi (gangguan irama jantung), diabetes mellitus
(kencing manis), stroke, gangguan fungsi kognitif sebelumnya (premorbid
cognitive impairment).
Universitas Indonesia
10
Tahapan awal atau demensia ringan ditandai dengan gejala yang sering diabaikan
dan disalah artikan sebagai usia lanjut atau sebagai bagian normal dari proses
menua. Pada umumnya klien menunjukkan gejala kesulitan dalam berbahasa,
mengalami kemunduran daya ingat secara bermakna. Jika seseorang mengalami
kesulitan atau tidak bisa mengingat 3 benda setelah 5 menit, maka orang tersebut
dapat dianggap mengalami kerusakan memori jangka pendek (American
Psychiatric Asosiation, 1994 dalam Hoffman & Constance, 2001). Dalam
kehidupan sehari-hari dapat dilihat bahwa biasanya lansia dengan dementia
Universitas Indonesia
11
Tahap akhir atau dimensia berat dimana ditandai dengan ketidakmandirian dan
inaktif total, tidak mengenali lagi anggota keluarga (disorientasi personal), sukar
memahami dan menilai peristiwa, tidak mampu menemukan jalan di sekitar
rumah sendiri, kesulitan berjalan, mengalami inkontinensia (berkemih atau
Universitas Indonesia
12
Universitas Indonesia
13
tekanan darah harus dilakukan sehingga tekanan darah seseorang dapat dijaga
agar berada dalam batas normal. Hal ini didukung oleh adanya perbaikan fungsi
kognitif pada seseorang yang mengalami demensia vaskuler.
Penggunaan obat antihipertensi dalam hal ini adalah sangat penting mengingat
antagonis reseptor b-2 dapat memperburuk kerusakan fungsi kognitif.
Angiotensin-converting enzyme (ACE) inhibitor dan diuretik telah dibuktikan
tidak berhubungan dengan perburukan fungsi kognitif dan diperkirakan hal itu
disebabkan oleh efek penurunan tekanan darah tanpa mempengaruhi aliran darah
otak. Pendekatan terapi secara umum pada klien dengan demensia bertujuan untuk
memberikan perawatan medis suportif, dukungan emosional untuk pasien dan
keluarganya, serta terapi farmakologis untuk gejala-gejala yang spesifik, termasuk
perilaku yang merugikan.
Mencegah efek merusaknya fungsi kognitif maka kebutuhan primer pun harus
dipenuhi. Pada individu dengan demensia kebutuhan primer yang harus terpenuhi
diantaranya yaitu kebutuhan fisik dasar manusia kebutuhan rasa nyaman dan
kebutuhan akan rasa aman. Hal tersebut dikarena individu dengan demensia sering
kali tidak dapat menyelesaikan tugas secara mandiri. Menurut Model
progressively lowered stress threshold menyatakan dengan memberikan kerangka
kerja yang bermanfaat dapat mencegah banyak perilaku yang berkaitan dengan
demensia. Tekanan lingkungan merupakan suatu stressor dari individu di dalam
lingkungan. Individu dengan demensia karena rusaknya kemampuan untuk
menerima, memproses serta merespon terhadap stimuli sehingga mengalami
penurunan ambang untuk bertoleransi dan beradaptasi terhadap stress dari
lingkungan.
Universitas Indonesia
14
taktil. Perawat juga harus menggunakan kata-kata yang sesuai dengan usia dan
latar belakang lanjut usia. Individu tersebut harus didektai dengan cara yang tenag
dan ceria. Perawat harus menggunakan sentuhan yang lembut dan meyakinkan
saat berinteraksi dengan penderita demensia. Alzheimer Australia (2012)
menyatakan penderita demensia terkadang mengalami perubahan tingkah laku dan
perubahan emosi secara tiba-tiba. Sehingga pemberian hal-hal yang humoris dapat
meningkatkan kestabilan emosi (Doenges, 2000). Demensia bukan suatu penyakit
tetapi merupakan sebuah sindrom yang mempengaruhi kognitif individu.
Demensia tidak dapat disembuhkan tapi dapat dicegah kerusakan kognitifnya.
Salah satu cara untuk mencegah kerusakan kognitifnya dengan melakukan
stimulasi terapi kognitif.
Prinsip dalam pelaksanaan stimulasi terapi kognitif yaitu terapi ini tidak bisa
menyembuhkan dimensia secara total tetapi hanya mengurangi atau
memperlambat kerusakan kognitif , terapi kognitif ini menekankan kondisi realita
yang ada pada individu, stimulasi kognitif ini berkaitan erat dengan proses belajar
dengan penekanan pada fungsi-fungsi yang hilang, stimulasi kognitif selalu
terstruktur dan terencana dengan membangun aktivitas individu dan merespon
kebutuhan evaluasi objektif untuk melihat evektifitas terapi. Selain itu, prinsip
dari stimulasi kognitif adalah menggunakan berbagai bentuk dan teknik untuk
merubah cara berfikir, perasaan dan perilaku lansia serta terapi ini mengajarkan
Universitas Indonesia
15
lansia untuk berespon terhadap apa yang dipikirkan. Hal ini membantu lansia
untuk mengenal setiap pikiran negative dan mengganti dengan pikiran yang
positif.
Intervensi ini terdiri dari berbagai tindakan diantaranya yaitu terapi standar seperti
orientasi realita (waktu, tempat dan orang), dan terapi ingatan atau kenangan.
Selain itu, stimulasi kognitif juga menggunakan alternative terapi diantaranya
yaitu terapi gambar dan, terapi aktivitas. Orientasi realita merupakan suatu
tindakan intervensi yang banyak digunakan untuk penderita dimensia, terutama
yang berkaitan dengan gangguan memori dan disorientasi waktu, dan tanggal dan
warna. Orientasi realita ini menggunakan daya ingat terhadap lingkungan atau
informasi penting. Orientasi lingkungan dapat menggunakan alat bantu apabila
kemampuan memori untuk mengingat sulit, misalnya, orang , tempat, penggunaan
kalender atau buku harian, buku dengan informasi penting pribadi, stiker atau
tanda-tanda di pintu dan lemari yang menunjukkan fungsi dari benda tersebut
(Droes, et al, 2011). Penelitian Davies, Orrel, Spector & Woods (2000)
menunjukkan bahwa orientasi realita dapat meningkatkan fungsi kognitif dan
perilaku pada penderita demensia.
Universitas Indonesia
16
Pelayanan pada lanjut usia tidak hanya dipanti atau nursing home saja tetapi ada
beberapa layanan yang digunakan untuk lanjut usia (Miller, 2012). Sosial
residence merupakan pelayanan yang digunakan untuk mengatasi permasalah
Universitas Indonesia
17
pada kelompok lanjut usia atas pengambilan keputusan dan kebutuhan sehari-hari
(Scourfield, 2006). Pelayanan ini ditujukan bagi lanjut usia yang mandiri.
Home care merupakan pelayanan kesehatan yang diberikan oleh tenaga kesehatan
yang didukung oleh asuransi kesehatan serta memiliki kualifikasi tertentu.
Pelayanan home care meliputi asuhan keperawatan di rumah, kerja sosial, terapi
wicara, terapi fisik, konseling nutrisi, dan dukungan pelayanan jangka panjang
(Miller, 2012). Pelayanan kesehatan di rumah bagi lansia tergantung dari
kebutuhan lansia. Semua bentuk asuhan keperawatan dapat diberikan dalam
bentuk perawatan kesehatan di rumah (Stanley & Beare, 2007).
Adult day care merupakan program atau fasilitas tambahan yang ada di
masyarakat yang berada di lingkungan lansia. Terdapat dua tingkatan yaitu social
day care dan adult day health. Lansia dengan social day care tidak memerlukan
perawatan langsung oleh perawat. Dalam adult day care, perawatan didasarkan
atas program kesehatan. Program tersebut bertujuan untuk memenuhi kebutuhan
serta keamanan lanjut usia ketika anggota keluarga lansia bekerja atau sedang
tidak dapat membantu lanjut usia tersebut (Miller, 2012). Beberapa pelayanan
perawatan yang disediakan untuk lanjut usia adalah pemeriksaan tanda-tanda
vital, latihan atau terapi fisik seperti senam atau latihan ROM, pemberian obat,
serta kegiatan positif untuk meningkatkan kesehatan lansia (Stanley & Beare,
2007).
Hospice care merupakan suatu program pelayanan bagi lanjut usia yang
membutuhkan perawatan paliatif dan suportif. Perawatan ini ditujukan pada klien
dan keluarga dengan penyakit terminal yang bertujuan menyediakan kenyamanan
dalam menghadapi kematian. Dengan diberikannya perawatan tersebut, lanjut
usia dengan penyakit terminal dapat berkonsentrasi dengan kebutuhan emosional
maupun spiritual di akhir hidupnya.
Universitas Indonesia
18
dasar lanjut usia seperti makan, berpakaian dan merawat kebersihan diri
(Tennessee Health Care Association, 2013). Namun, nursing home berbeda
dengan fasilitas Panti werdha lainnya. Nursing home menyediakan perawatan
medis untuk lansia yang sakit. Selain itu, Nursing Home juga memberikan
perawatan yang terampil juga mencakup layanan yang berikan oleh perawat yang
terlatih seperti terapi aktivitas, serta terapi okupasi. Populasi lansia yang
membutuhkan perhatian pada nursing home sangat meluas terutama pada kondisi
medis. Nursing home juga memberikan pelayanan yang lebih memuaskan.
Pelayanan tersebut menyediakan perawatan dalam jangka waktu yang panjang
dengan pengawasan perawatan selama 24 jam. Selain pelayanan kesehatan,
nursing home juga memiliki standar tertentu yang telah ditetapkan dalam
penyediaan lingkungan yang aman dan nyaman bagi lanjut usia.
Tujuan didirikannya nursing home care dan long-term care adalah untuk
mencapai dan memelihara kesehatan dan kemandirian fungsional yang optimal.
Pada masa sekarang ini, terdapat 50% kesempatan bagi seorang wanita di atas
umur 65 tahun akan menghabiskan waktu dalam fasilitas nursing home care and
long-term care pada beberapa titik di dalam kehidupannya. Kesempatan untuk
pria pada usia yang sama adalah 30% (Kaeser, 1991 dalam Stanley, & Beare,
2005). Pelayanan kesehatan di nursing home juga terdapat lansia yang memiliki
tingkat kemandirian partial care sehingga memerlukan bantuan orang lain untuk
memenuhi sebagian kebutuhannya, sedangkan lansia yang memiliki tingkat
kemandirian total care sangat memerlukan bantuan orang lain untuk memenuhi
kebutuhan dirinya. Salah satu fasilitas yang tersedia dalam menunjang kebutuhan
lanjut usia dengan adanya care giver untuk membantu lansia dalam memenuhi
kebutuhan dirinya.
Universitas Indonesia
19
Pelayanan nursing home harus memenuhi standar nursing home yang bersertifikat
dari California Advocates Health Nursing Reform (2012), diantaranya yaitu
kebutuhan akomodasi untuk residen, karyawan atau tenaga kesehatan yang
memadai untuk memenuhi kebutuhan residen, kebutuhan cairan untuk mengatasi
lanjut usia yang mengalami dehidrasi, kebutuhan nutrisi memenuhi standar diet
yang bagus, makanan yang menarik, gizi yang seimbang dan pola makan yang
teratur serta peralatan makanan untuk residen, pemberian obat secara benar yang
diberikan oleh petugas di nursing home, petugas apoteker yang berlisensi dalam
sistem pengobatan untuk residen, pelayanan fisioterapi, pelayanan mata, telinga
dan gigi, pencegahan kecelakaan pada residen, program pengendalian infeksi
serta pemeriksaan kesehatan pada dokter.
Universitas Indonesia
BAB 3
DEFINISI OPERASIONAL
3.1 Pengkajian
3.1.1 Identitas Residen
Sasana Tresna Werdha Karya Bhakti khususnya wisma cempaka terdiri dari 19
residen yang salah satunya yaitu residen kelolaan. Residen kelolaan utama yaitu
Eyang H. Residen merupakan seorang lansia yang berusia 88 tahun yang tinggal
di Wisma Cempaka, STW Karya Bhakti dengan latar belakang pendidikan
terakhir yaitu SD. Residen ada seorang janda dengan 1 orang anak perempuan dan
saat ini anaknya tersebut telah dikaruniai 2 orang putra. Sebelum Residen masuk
ke STW, Residen tidak memiliki pekerjaan. Beliau hanya seorang ibu rumah
tangga. Residen memiliki kesukaan menjahit dan membuat baju. Residen
memeluk agama islam. Residen masih aktif melakukan ibdah shalat 5 waktu dan
berpuasa. Residen berasal dari suku jawa (Surabaya). Sebelum tinggal di STW,
Residen bertempat tinggal di rumah anaknya di Jln. Tebet Barat Dalam VII No. 76
Jakarta Timur.
Residen saat ini memilih tinggal di STW Karya Bhakti karena tidak ingin
merepotkan keluarga dan ingin memiliki banyak teman serta residen merasa aman
tinggal di STW apabila terjadi sesuatu dengan dirinya. Hasil pengkajian
didapatkan bahwa Residen mengatakan mempunyai keluarga di Jakarta, yaitu di
daerah Tebet dan Kota Wisata. Residen hanya tinggal sendiri di ruma anaknya.
Hal tersebut dikarenakan anaknya dipindahkan bekerja diluar kota. Hubungan
dengan anak, menantu dan cucu sangat baik. Keluarga dan saudara selalu
mendukung keputusan beliau. Terkadang anak dan cucu residen mengunjungi
residen di STW. Residen juga mengaku senang apabila ada Penulis atau
mahasiswa yang sedang praktik di wisma tersebut, karena residen ada temen buat
diajak mengobrol dan tertawa sehingga beliau tidak merasa kesepian. Residen
juga baik dengan petugas panti dan care giver, petugas panti dan tamu yang
berkunjung ke panti tersebut.
20 Universitas Indonesia
21
Kondisi emosi residen di STW stabil dan residen merupakan residen yang baik
kepada orang lain, tetapi karena residen mengalami gangguan pendengaran dan
gangguan kognitif terkadang emosi residen suka tidak terkontrol. Salah paham
juga pernah terjadi antara residen dengan orang lain atau dengan penghuni STW.
Hal tersebut dikarenakan residen memiliki gangguan pendengaran dan gangguan
kognitif.
Universitas Indonesia
22
Residen melakukan BAK secara mandiri dengan frekuensi 6x/hari, dan beliau
mengatakan tidak mengalami kesulitan pada saat BAK. Residen juga mengatakan
BAB biasanya 1x/hari pada pagi hari. Saat melakukan BAK dan BAB, residen
tidak pernah mengeluh sakit. Residen mengatakan melakukan kebersihan diri atau
mandi sebanyak sehari 2 atau 3x tetapi dari hasil observasi penulis tercium bau
yang tidak sedap serta baju yang dikenakan kemarin belum ganti. Hasil
wawancara dengan residen, residen mengatakan ingin menjalani hari tuanya
dengan tenang dan sehat walaupun sekarang sudah mengalami penurunan
pendengaran dan sudah mulai pelupa.
Universitas Indonesia
23
Pemeriksaan selanjutnya pada bagian leher, didapatkan bahwa tidak adanya lesi,
tidak ada pembesaran kelenjar tiroid, dan tidak terdapat gangguan proses menelan.
Pada pemeriksaan bagian dada atau thorax terlihat tidak ada lesi, perkembangan
dada simetris dan tidak ada retraksi dinding dada. Pemeriksaan auskultasi dinding
dada didapatkan bunyi nafas vesikuler dan bronkovesikuler, tidak adanya bunyi
whezzing dan ronkhi serta bunyi jantung S1& S2 Normal, tidak adanya murmur
dan gallop. Pada pemeriksaan abdomen tidak terdapat ada lesi, tidak terdapat
benjolan pada perut, tidak ada nyeri tekan, dan terdapat bunyi bising usus saat di
auskultasi. Pada pemeriksaan musculoskeletal terdapat kelemahan pada otot kaki
residen. Hasil kekuatan otot yaitu residen pada lengan kanan seluruh gerakan otot
dapat dilakukan dengan benar dan dapat melawan gravitasi atau tahanan ringan
dan sedang dari pemeriksa, lengan kiri seluruh gerakan otot dapat dilakukan
dengan benar dan dapat melawan tahanan ringan kecuali jari telunjuk sebelah kiri
mendapat nilai 3 karena tidak mampu melawan tahanan. Pada otot kaki kanan
Universitas Indonesia
24
gerakan sendi penuh, mampu melawan gravitasi dan menahan tekanan ringan.
Pada kaki kiri, gerakan otot mampu melawangravitasi dan menahan tahanan
ringan dan ketika diminta mengangkat kaki hanya mampu menahan sebentar.
Gaya berjalan residen terlihat seperti pincang dan tubuh sedikit membungkuk.
Pada pemeriksaan integument terlihat tidak terdapat lesi, warna kulit kuning
langsat, kulit terlihat kering serta didapatkan turgor kulit lambat.
Universitas Indonesia
25
akan menjawab, residen tidak mampu menjawab umur residen sendiri, residen
tidak mampu mengingat sesuatu, residen telihat bingung, dan hasil pemeriksaan
MMSE= 14 dan CDR dengan nilai yaitu pada pemeriksaan Memori=2,
Orientasi=2, Pengambilan keputusan=2, Aktivitas Sosial=2, Pekerjaan rumah dan
hobi=2, serta Perawatan diri= 1 (nilai 2 berarti gangguan sedang dan 1 berarti
gangguan ringan). Masalah keperawatan residen yang ke-(2) yaitu defisit
kebersihan diri; mandi, adalah hambatan kemampuan untuk melakukan atau
menyelesaikan aktivitas perawatan diri untuk diri sendiri dengan data pendukung
diantaranya residen mengatakan mandi sehari 2x, residen mengatakan
pepsodentnya habis, serta residen mengatakan menggosok gigi saat mandi. Data
observasi selanjutnya yaitu mulut residen terlihat kotor, kuku tangan dan kaki
residen terlihat panjang, gigi residen terlihat kotoran yang menempel, tercium bau
yang tidak enak dari mulut residen rambut resdien terlihat lepek dan lembab serta
kulit residen terlihat kering.
Masalah keperawatan yang terjadi pada residen yaitu (3) Risiko jatuh, adalah
peningkatan kerentanan untuk jatuh yang dapat menyebabkan bahaya fisik dengan
data pendukung yaitu residen berusia diatas 65 tahun, hidup seorang diri dan tidak
ada care giver, tekanan darah residen yaitu 140/80 mmHg, mengalami penurunan
kekuatan ekstermitas bawah, residen mengatakan pendengarannya berkurang,
gaya berjalan residen sedikit pincang, postur tubuh residen yaitu sedikit bungkuk,
residen berjalan terlihat pelan dan berpegang dengan tembok serta hasil
pemeriksaan FMS= 65 (risiko tinggi jatuh) dan BBT= 52 (risiko jatuh rendah).
Universitas Indonesia
26
Universitas Indonesia
27
Diagnosa kedua yaitu defisit perawatan diri; mandi. Tujuan dari diagnosa tersebut
yaitu menunjukkan perawatan diri residen seperti mandi, kebersihan gigi agar
residen terlihat wangi dan bersih. Intervensi yang akan dilakukan yaitu identifikasi
kesulitan dalam perawatan diri, identifikasi kebutuhan akan kebersihan diri
residen, diskusi bersama residen pentingnya menjaga kebersihan diri, kuku, mulut
serta kulit residen, mendiskusikan bersama residen tujuan dan prosedur tindakan
merawat kebersihan diri, mempraktikkan cara merawat kebersihan diri; mandi dan
menggosok gigi, berikan bantuan sesuai dengan perawatan yang dibutuhkan
residen kuku, kulit dan gosok gigi, serta berikan jadwal lansia melakukan
perawatan kebersihan diri.
Diagnosa ketiga yaitu risiko jatuh yang bertujuan untuk mencegah terjadinya jatuh
pada residen. Tujuan khusus dari diagnosa tersebut yaitu meningkatkan
pengetahuan residen tentang risiko jatuh, menilai ketakutan residen tentang jatuh,
meningkatkan kekuatan otot dan keseimbangan residen, meningkatkan kebersihan
dan kerapihan kamar serta meningkatkan kewaspadaan terhadap risiko jatuh pada
eyang. Intervensi yang akan diberikan pada residen yaitu meliputi identifikasi
bersama residen lingkungan yang dapat menyebabkan jatuh, identifikasi bersama
residen alat kaki yang menyebabkan jatuh, membantu residen membersihkan
kamar dan memfasilitasi mengikuti aktivitas. Memotivasi untuk melakukan
latihan-latihan yang dapat meningkatan kekuatan otot dan keseimbangan, serta
bantu residen dalam melakukan latihan fisik atau kekuatan otot.
Universitas Indonesia
28
yaitu garis warna merah. Mengidentifikasi pemilihan tentang alat bantu berjalan,
memberikan arahan cara berjalan menggunakan alat bantu jalan. Secara lengkap
rencana keperawatan dengan tiga diagnosis yang dialami oleh residen dapat
dilihat pada Lampiran.
3.5 Implementasi
Implementasi asuhan keperawatan pada residen dilakukan dalam kurun waktu 7
minggu. Pertemuan terkait implementasi dilakukan sebanyak seminggu 4-5 kali
yaitu pada jam residen sedang santai duduk di ruang kreasi wisma Cempaka
selama kurang lebih 15-45 menit. Total pertemuan dengan residen selama tujuh
minggu mendapat 21 kali interaksi terakit dengan pengkajian dan intervensi
ketiga diagnosis tersebut. Permberian intervensi terkadang dilakukan bersama
dengan masalah keperawatan yang lain. Hal tersebut disebabkan karena residen
saat dilakukan intervensi selalu tidak fokus sehingga dibutuhkan intervensi lain
untuk membuat residen fokus dan mengeluh pusing dan capek.
Universitas Indonesia
29
Penulis juga menggunakan suara yang rendah dan berbicara yang jelas dan
perlahan saat berinteraksi dengan residen. Tindakan yang dilakukan penulis
kepada residen dengan memberikan stimulus kognitif. Stimulasi kognitif yang
dilakukan dengan melatih orientasi realita, terapi ingatan atau kenangan, terapi
aktivitas, terapi warna dan terapi gambar.
Universitas Indonesia
30
Pada setiap pertemuan, penulis melatih orientasi realita terkait tanggal, bulan, hari
dan tahun. Residen sangat sulit dalam mengingat tanggal, bulan, hari dan tahun,
lalu penulis memberi tahukan sekarang tanggal, bulan, tahun dan hari apa kepada
residen. Kemudian, residen diminta kembali untuk mengulanginya. Residen
mengalami kesulitan dalam latihan orientasi waktu tersebut. Penulis juga
megontrol kalender sobek yang dimiliki residen. Penulis juga mengajukan
pertanyaan tentang hiasan yang terdapat dikamar atau ruang kreasi di STW
kepada residen dan meminta residen untuk menjawabnya. Pertemuan selanjutnya,
penulis melakukan evaluasi mengenai orientasi realita terkait waktu, tanggal,
tahun, bulan dan hari.
Universitas Indonesia
31
meliputi orientai realita, terapi ingatan, senam gerak latih otak sebagai terapi
aktivitas, terapi gambar dan terapi warna.
Universitas Indonesia
32
interaksi dengan menatap wajah residen sambil berbicara perlahan dan jelas.
Residen menggunakan kata-kata yang sederhana dalam berinteraksi. Penulis
menganjurkan kepada residen untuk menggunakan sandal yang tidak licin. Penulis
membantu residen dalam membersihkan kamar residen dan juga penulis bekerja
sama dengan cleaning service dan caregiver dalam menjaga kebersihan
lingkungan wisma dengan mengepel lantai apabila basah terkena hujan.
Penulis melatih ROM (range of Motion) kepada residen. Latihan ROM yang
dilakukan meliputi bagian kepala, tangan, kaki, serta pinggul. Awalnya penulis
memperagakan ROM aktif sesuai kemampuan residen. Hal tersebut dikarenakan
STW mengadakan senam seperti ROM. Penulis meminta residen untuk mengikuti
gerakan yang penulis lakukan seperti gerakan pada sendi yang mengalami
penurunan kekuatan otot misalnya fleksi dan ekstensi pada lutut.
Implementasi yang dilakukan penulis dengan memberikan tanda saat lantai sedang
basah dan memasang line atau garis berwarna merah pada setiap undakan
walaupun undakan kecil. Sebelum memasang garis berwarna merah penulis
meminta ijin kepada residen dan PJ wisma. Hal tersebut untuk menandakan
bahwa daerah tersebut risiko untuk jatuh. Penulis bersama residen mendiskusikan
pemakaian alat bantu untuk residen serta residen memotivasi residen untuk
menggunakan alat bantu jalan yaitu tongkat agar residen tidak jatuh dan jalan
menjadi seimbang. Penulis mengajarkan penggunakaan alat bantu jalan; tongkat
kepada residen. Hal tersebut sulit di terapkan saat residen berjalan dengan tongkat.
Penulis mempraktekan cara berjalan menggunakan tongkat dengan cara menaruh
tongkat sejajar kaki kemudian angkat tongkat lalu letakkan 15 cm dari titik awal.
Setelah penulis mempraktikan, lalu penulis meminta residen untuk
mempraktikannya kembali. Penulis memberikan reinforcement positif atas usaha
residen dalam mempraktikan cara berjalan. Penulis juga memotivasi residen untuk
menggunakan tongkat tersebut setiap melakukan aktivitas di lingkungan STW.
Universitas Indonesia
33
dalam menyelesaikan masalah risiko jatuh pada Ibu H. Evaluasi yang dilakukan
meliputi modifikasi lingkungan, latihan ROM dan penggunaan alat bantu jalan.
3.6 Evaluasi
Penulis menguraikan tiga diagnosis keperawatan utama yaitu kerusakan memori,
defisit perawatan diri; mandi dan risiko jatuh. Penulis menggunakan hasil evaluasi
dengan analisis SOAP. Analisis SOAP terdiri dari emoat bagian yaitu sebjektif
yang merupakan respon yang dipaprkan oleh residen, sedangkan objektif
merupakan respon yang ditunjukkan melalui tindakan atau perilaku residen.
Selain itu terdapat pula analisa yang merupakan analisis terhadap respon subjektif
dan objektif serta implementasi yang dilakukan dan perencanaan yaitu rencana
tindak lanjut yang akan dilakukan residen. tersebut merupakan respon subjektif
dan objektif dari residen dan dianalisis kemudian diberikan rencana tindak lanjut
untuk residen. Evaluasi dilakukan untuk melihat tingkat keberhasilan dari
implementai yang sudah penulis lakukan.
Universitas Indonesia
34
Universitas Indonesia
35
tanggal, bulan, tahun dan hari selama lima minggu pertemuan, residen
mengatakan nama hari dan bulan secara berurutan, residen mengatakan
mengatakan lupa kembali sekarang tanggal berapa. Perubahan signifikan terlihat
pada minggu ke empat, residen mengatakan lupa tanggal berapa tetapi residen
mengatakan sekarang bulan mei. Setelah dilakukan orientasi realita; orang selama
4 minggu, residen mengatakan kalau yang menggunakan list kuning dari
Pontianak dan yang menggunakan list biru dari UI. Dan, setelah dilakukan
orientasi realita pada bulan yang baru yaitu bulan juni, residen mengatakan
sekarang bulan mei, residen juga mengatakan sering lupa dengan tanggal, bulan
dan tahun, dan residen mengatakan sekarang hari jumat.
Residen terlihat berfikir keras saat akan menjawab, residen sering lupa saat
ditanya terhadap kejadian yang baru saja terjadi, residen sering mengulang
pertanyaan yang sama, residen mampu menjawab bulan meskipun terkadang suka
lupa dan kalender yang berada di kamar residen terkadang belum disobek.
Stimulasi terapi kognitif selama 7 minggu belum mampu meningkatkan orientasi
realita pada residen tetapi residen mampu menyebutkan bulan, dan hari dan
mengenal perbedaan individu meskipun tidak semua dapat diingat oleh residen.
Maka stimulasi terapi kognitif dilanjutkan dengan cara orientasi realita, terapi
gambar, terapi ingatan, terapi warna dan terapi ativitas secara teratur yang
didampingi oleh penulis dan mahasiswa keperawatan yang lain.
Terapi ingatan atau kenangan dilakukan selama tujuh minggu. Setelah dilakukan
intervensi pada minggu ke lima, residen mengatakan bahwa dahulu dirinya suka
menjahit baju yang dipakainya, serta membuat pakaian untuk anaknya, residen
juga mengatakan hasil jahitannya terkadang di titipkan ke orang untuk di jual ke
pasar, residen juga mengatakan dahulu pernah jalan-jalan di alun-alun surabaya.
Selain itu, residen mengatakan dahulu pakaian yang sering dibuatnya seperti batik
dan residen mengatakan paling suka membuat kemeja untuk wanita, residen juga
mengatakan dahulu pernikahan yang dijalaninya karena dijodohi oleh orang
tuanya. Hasil observasi didapatkan residen terlihat berkonsentrasi keras, residen
tampak berfikir sejenak saat menjawab menyampaikan maksd gambar tersebut.
Universitas Indonesia
36
Stimulasi terapi kognitif mampu meningkatkan ingatan residen pada masa lalunya
terhadap hobynya, namun tidak semua dapat diingat oleh residen. Maka stimulasi
terapi kognitif dapat dilanjutkan dengan cara orientasi realita, terapi gambar,
terapi ingatan, terapi warna dan terapi aativitas secara teratur dengan memberikan
benda-benda yang residen sukai dengan didampingi oleh penulis dan mahasiswa
keperawatan yang lain.
Tindakan selanjutnya yang dilakukan yaitu masalah defisit perawatan diri; mandi.
Intervensi yang telah dilakukan selama 7 minggu. Pertemuan terkait intervensi
dilakukan seminggu 4 kali. Intervensi yang dilakukan dengan diskusi terkait
gosok gigi dan membantu membersihkan gigi dan mulut serta memotong kuku.
Setelah dilakukan intervensi selama dua minggu terkait masalah defisit perawatan
diri; mandi, residen mengatakan perlengkapan untuk kebersihan diri yaitu sabun,
sikat gigi dan sampo, residen mengatakan kukunya terlihat bersih, dan residen
senang kukunya digunting oleh mahasiswa, residen juga mengatakan segar setelah
melakukan kumur-kumur menggunakan mouthwash, residen mengatakan gosok
gigi dilakukan saat mandi saja. Kuku residen terlihat bersih, rapi dan tidak kotor,
dan tidak tercium bau dari mulut.
Universitas Indonesia
37
Pada minggu ke empat, residen mengatakan enak dan segar setelah berkumur-
kumur menggunakan mouthwash dan Tidak tercium bau dari mulut residen. Pada
minggu ke enam, residen mengatakan enak setelah dibersihkan gigi dan mulutnya
dan segar setalah berkumur-kumur. Gigi residen terlihat bersih dan sudah tidak
ada sisa kotoran, dan tidak tercium bau dari mulutnya, Residen sering kali
mengatakan tidak mau untuk dibantu membersihkan gigi dan mulutnya. Akan
tetapi, terkadang residen mau untuk dibantu membersihkan gigi dan mulut.
Masalah defisit perawatan diri selama 7 minggu belum berhasil diterapkan secara
teratur karena residen terkadang menolak untuk dilakukan intervensi. Maka
dilakukannya perawatan diri seperti gosok gigi dan perawatan kuku dapat
membantu masalah defisit perawatn diri; mandi dengan melakukan kebersihan
gigi dan mulur secara teratur.
Setelah intervensi pada minggu ke empat, residen mengatakan pusing saat diajak
mengikuti senam, dan residen mengatakan senang setelah mendapatkan alat bantu
jalan. Residen tidak mengikuti senam setelah jatuh pada minggu ke 3, residen
mengatakan bersedia latihan ROM di sekitar kamarnya saja. Residen terlihat
merapikan kamarnya, residen terlihat bersemangat saat berlatih ROM, residen
terlihat tidak bersemangat untuk mengikuti kegiatan di pendopo seperti senam,
Universitas Indonesia
38
dan bermain angklung. Residen terlihat bersemangat dan mengikuti gerakan saat
berlatih ROM, cleaning service membantu dalam membersihkan kamar residen.
Setelah dilakukan intervensi pada minggu ke lima dan enam, residen mengatakan
tidak mau mengikuti kegiatan di pendopo karena pusing, residen mengatakan
badan terasa nyaman setelah berlatih ROM. Residen terlihat mempraktikan cara
menggunakan alat bantu jalan atau tongkat, residen terkadang tidak menggunakan
alat bantu jalan, residen terlihat berlatih ROM di depan kamar, terlihat tanda
merah pada setiap undakan. Masalah risiko jatuh selama 7 minggu belum efektif
diterapkan secara teratur karena residen terkadang lupa menggunakan tongkatnya
dan menolak untuk senam. Maka penggunaan alat bantu jalan, latih ROM dan
modifikasi lingkungan dapat dilanjutkan dalam membantu masalah risiko jatuh
secara teratur.
Universitas Indonesia
BAB 4
ANALISIS SITUASI
Sasana Tresna Werdha Karya Bhakti dimiliki dan dikelola oleh Yayasan RIA
Pembangunan yang diresmikan oleh Ibu Hj. Siti Hartinah Soeharto pada tanggal
14 Maret 1984. Sasana Tresna Werdha Karya Bhakti merupakan institusi yang
bergerak di bidang pelayanan kesejahteraan khusus kepada generasi lanjut usia.
STW Karya Bhakti memiliki visi yaitu pengabdian pada sesama dengan
memberikan pelayanan secara terpadu dan menyeluruh baik fisik, mental, sosial,
maupun spiritual pada lanjut usia serta misi dari STW Karya Bhakti antara lain
meningkatkan kualitas sumber daya manusia, peningkatan kualitas pelayanan
sesuai kebutuhan, melengkapi sarana dan prasarana seiring dengan perkembangan
kebutuhan masyarakat, bermitra dengan dunia pendidikan dan pemerintah,
menjadi tempat keterpaduan fasilitas dan pemberian pelayanan kepada masyarakat
khusus usa lanjut, bekerja sama dengan institusi terkait regional maupun global,
dan berperan aktif di dalam gerakan peduli lansia dan lansia peduli.
Pelayanan yang terdapat di Sasana Tresna Werdha Karya Bhakti bagi para lanjut
usia bertujuan untuk menjaga kualitas hidup meliputi pelayanan kesehatan,
pelayanan sosial serta kegiatan bincang-bincang. Pelayanan kesehatan yang
39 Universitas Indonesia
40
terdapat di Sasana Tresna Werdha Karya Bhakti meliputi konsultasi ahli, asuhan
keperawatan, fisioterapi, farmasi, rawat jalan, rawat inap, rujukan RS dan
kegawatdaruratan, pemeriksaan tanda-tanda vital secara rutin. Pelayanan sosial
yang terdiri dari pembinaan mental spiritual seperti tadarus, pengajian, serta
kebaktian dan program kesenian seperti seni tradisional (angklung), bernyanyi,
kegiatan keterampilan membuat anyaman atau menyulam, merajut, menonton
film, mendengarkan musik, serta berkebun. Kegitan yang lain di STW yaitu
kegiatan BAKI atau bincang-bincang dengan beberapa tokoh atau instansi. Sasana
tresna werdha ini dapat dimanfaatkan oleh lansia untuk menyalurkan hobi yang
dimilikinya dan serta hiburan bagi lanjut usia untuk memnuhi kebutuhan fisik
maupun psikologisnya.
Sasana tresna werdha merupakan model pelayanan long term care yang
menggabungkan antara nursing home dan adult day care. Pada STW Karya
Bhakti aspek nursing home yang diterapkan pada wisma Wiajaya Kusuma yang
menyediakan pelayanan untuk mengatasi permasalahan yang terjadi pada lanjut
usia baik masalah makan, fisik, kesehatan maupun psikologis bagi lanjut usia.
Hal tersebut sesuai Tennesse Health Care Association (2013) yang menyatakan
bahwa nursing home merupakan sebuah tempat tinggal yang memiliki berbagai
fasilitas kesehatan dan sosial yang dibutuhkan untuk memenuhi kebutuhan dasar
lanjut usia seperti makan, berpakaian, dan merawat diri. Pelayanan STW terkait
aspek nursing home juga terdapat tingkat pelayanan kemandirian minimal care,
partial care dan total care sehingga memerlukan care giver atau orang lain dalam
memenuhi kebutuhan sehari-harinya. Pelayanan yang diberikan di Wisma Wijaya
Kusuma lebih berfokus pada asuhan keperawatan baik medis maupun non medis.
Pelayanan yang diberikan tenaga kesehatan di wisma Wijaya Kusuma cukup
untuk memenuhi kebutuhan residen dengan penurunan kesehatan. Pelayanan
tersebut juga difasilitasi dengan adanya pemberian medikasi dan fisioterapi.
STW Karya Bhakti juga memilik konsep adult day care dengan adanya
pelayanan harian lanjut usia (PHLU). Pelayanan ini ditunjukkan bagi lansia yang
tinggal bersama keluarga dan membutuhkan kegiatan yang bermanfaat dengan
Universitas Indonesia
41
lansia lainnya pada siang hari. Kegiatan PHLU yang biasanya dilakukan yaitu
senam, bermain angklung, merajut, menyulam serta menganyam. Selain kegiatan
rutin yang sering dilakukan, kegiatan lain STW yang melibatkan PHLU yaitu
apabila terdapat acara yang besar seperti HALUN (Hari Lanjut Usia Nasional).
Pada kegiatan senam atau merajut, meyulam serta menganyam di pendopo
terdapat pula pemeriksaan tanda-tanda vital yang di periksa oleh perawat wijaya
kusuma. Pelayanan tersebut sesuai dengan Stanley & Beare (2007) yang
menyatakan pelayanan yang disediakan lanjut usia adalah pemeriksaan tanda-
tanda vital, latihan atau terapi fisik seperti senam atau latihan ROM, pemberian
obat, serta kegiatan positif untuk meningkatkan kesehatan lansia.
Lanjut usia yang ingin menetap atau tinggal di STW Karya Bhakti harus memiliki
berbagai persyaratan, antara lain berusia di atas 60 tahun, sehat jasmani maupun
rohani, mandiri, ingin tinggal di STW atas keinginan sendiri, memiliki
penanggung jawab keluarga, dan paling penting adalah tidak ada paksaan dari
pihak manapun. STW Karya Bhakti dilengkapi oleh fasilitas yang dapat
memenuhi kebutuhan lanjut usia antara lain fasilitas hunian, klinik werdha,
fasilitas penunjang kesehatan lansia, dan fasilitas lain yang mendukung. Fasilitas
hunian meliputi wisma Aster kapasitas 18 kamar VIP, Wisma Bungur kapasitas
25 kamar, Wisma Cempaka kapasitas 26 kamar, dan Wisma Dahlia kapasitas 8
kamar. Fasilitas klinik werdha antara lain Wisma Wijaya Kusuma kapasitas 3
kamar VIP, bangsal rawat inap 15 tempat tidur, pelayanan 24 jam. Fasilitas
penunjang pelayanan lansia antara lain Wisma Soka, Wisma Melati, dan Wisma
Kamboja. Fasilitas lain pendukung bagi kehidupan lansia antara lain dapur, ruang
cuci, ruang serba guna, perpustakaan, pendopo, ruang pemeriksaan kesehatan
serta pelayanan kondisi kesehatan yang ingin berobat ke RS.
Fasilitas hunian di STW Karya Bhakti salah satunya yaitu wisma cempaka.
Wisma Cempaka merupakan salah satu hunian yang memiliki kapasitas 26 kamar
tidur, 1 ruang makan bersama, 2 pantry, serta ruang kreasi. Saat ini residen yang
berada di wisma cempaka berjumlah 19 residen. Jumlah caregiver yang berada di
wisma cempaka berjumlah 5 orang dan jumlah perawat ada 2 orang serta terdapat
Universitas Indonesia
42
STW Karya Bhakti merupakan hunian yang bersifat private pada setiap
residennya. Residen hanya tinggal sendiri di kamar tanpa ada keluarga maupun
teman yang menemaninya. Kawasan perkotaan yang merupakan kawasan yang
memiliki rutinitas yang padat serta polusi yang tinggi dapat menyebabkan
menurunya kulaitas hudup lanjut usia. Sasana tresna werdha merupakan solusi
yang baik bagi pelayanan lanjut usia untuk meningkatkan kualitas hidup lanjut
usia. Residen yang tinggal di STW Karya Bhakti tersebut berasal dari daerah dan
latar belakang pendidikan yang berbeda.
Keunggulan dari STW Karya Bhakti yaitu menggabungkan model long term care
dengan konsep nursing home dan adult day care. Sasana tresna werda memiliki
wisma wijaya kusuma yang menerapkan konsep nursing home dan ditujukan
kepada lanjut usia yang memiliki tingkat ketergantungan yang tinggi dan
penurunan kondisi kesehatan. Keunggulan lain dari STW Karya Bhakti yaitu
berdasarkan standar nursing home dari California Advocates Health Nursing
Universitas Indonesia
43
Reform (2012), STW Karya Bhakti memenuhi standar nursing home diantaranya
sudah tersedianya kebutuhan akomodasi untuk residen, karyawan atau tenaga
kesehatan yang memadai untuk memenuhi kebutuhan residen, kebutuhan cairan
untuk mengatasi lanjut usia yang mengalami dehidrasi, kebutuhan nutrisi untuk
residen, pemberian obat secara benar yang diberikan oleh petugas, pelayanan
fisioterapi, pengendalian infeksi di wisma wijaya kusuma, tersedianya pencegahan
kecelakaan untuk residen, dan pemeriksaan pada dokter.
Kekurangan yang terapat pada STW Karya Bhakti belum adanya petugas apoteker
yang berlisensi untuk memeriksa obat secara benar, serta belum adanya pelayanan
kesehatan terkait mata, telinga dan gigi. STW Karya Bhakti juga belum
menentukan manajeman panti yang sesuai untuk STW. Dengan menggabungkan
konsep pelayanan lanjut usia, STW Karya Bhakti kesulitan dalam menerapkan
masing-masing konsep sehingga pelayanan yang diberikan belum optimal.
Universitas Indonesia
44
Demensia yang terjadi pada residen dipengaruhi oleh beberapa faktor resiko yang
meliputi usia residen yang sudah lanjut, riwayat penyakit terdahulu yaitu
hipertensi serta pendidikan yang rendah (SD). Usia residen yang sudah lanjut dan
pendidikan residen yang rendah dapat mempengaruhi kemampuan fungsi
kognitifnya (Stanley & Beare, 2007)
Kondisi lanjut usia yang memiliki masalah gangguan kognitif, maka diberikan
adanya intervensi yang membantu dalam mengurangi kerusakan memori residen.
Intervensi yang diberikan penulis dengan memanggil nama residen ketika
memulai interaksi. Hal tersebut dilakukan agar residen menimbulkan pengenalan
realita individu (Doenges, 2000). Penulis mempertahankan lingkungan yang
menyenangkan dan tenang saat melakukan interaksi dengan residen. Hal tersebut
dikarenakan agar residen dapat fokus saat berinteraksi. Stanley & Beare (2007)
juga menyatakan bahwa tekanan lingkungan merupakan suatu stressor bagi
penderita demensia sehingga tekanan lingkungan yang harus diperhatikan pada
Universitas Indonesia
45
penderita demensia yang meliputi stimulus auditori, visual maupun taktil. Dan
juga, dengan lingkungan yang tenang dan nyaman dapat mempengaruhi pikiran
sehingga tidak meningkatkan gangguan neuron (Doenges, 2000). Dalam
memberikan terapi dan berinteraksi dengan residen, penulis juga menggunakan
nada suara yang tidak terlalu keras dan berbicara secara perlahan. Hal tersebut
dikarenakan akan menimbulkan stress bagi penderita demensia sehingga
menimbulkan kekacauan pada pola pikirnya. Doenges (2000) menyatakan bahwa
ucapan yang keras dapat menimbulkan stress yang dapat mencetuskan memori
mengalami kekacauan dan ketidakpahaman bagi individu tersebut. Sehingga
diperlukannya suara dengan nada yang rendah untuk berinteraksi dengan
penderita demensia.
Intervensi yang dilakukan penulis dengan menggunakan kata atau kalimat yang
sederhana ketika berinteraksi atau melakukan terapi dengan residen. Hal tersebut
agar residen dapat menangkap maksd dari perkataan penulis. Hal ini juga seperti
pada Doenges (2000) menyatakan penderita dengan demenisa mengalami
gangguan pada fungsi kognitifnya sehingga menghilangkan kemampuan individu
dalam memproses dan menerima pesan secara keseluruhan. Saat berinteraksi
dengan residen, penulis menggunakan hal-hal yang humoris. Tertawa dan hal
yang humoris dapat membantu dalam meningkatkan kestabilan emosi (Doenges,
2000). Intervensi lain yang dilakukan penulis dengan melakukan stimulasi
kognitif yang dapat membantu dalam meningkatkan fungsi kognitif. Penelitian
Orell, Spector, & Woods (2008) menyatakan stimulasi kognitif juga bertujuan
untuk menerapkan strategi dalam meningkatkan fungsi kognitif bagi penderita
dimensia, terutama Alzheimer.
Universitas Indonesia
46
penderita gangguan otak, saraf dan otot yang dilakukan melalui stimulasi atau
latihan agar memiliki atau meningkatkan kemampuan inteligensi (Depkes, 2010).
Stimulasi kognitif ini juga memiliki manfaat untuk mengurangi atau
memperlambat kerusakan pada memori penderita demensia, sehingga penderita
demenisa dapat memenuhi kebutuhan dasar mereka. Stimulasi terapi kognitif
tersebut terdiri dari berbagai macam terapi diantaranya orientasi realita, terapi
ingatan atau kenangan, terapi gambar, terapi warna dan terapi aktivitas (Douglas,
2004).
Pada kondisi residen saat ini, residen diberikan orientasi realita. Orientasi realita
tersebut merupakan terapi yang mambantu dalam meningkatkan daya ingat serta
banyak dilakukan oleh penderita dimensia. Berdasarkan residen yang dikelola
penulis, residen dapat mengingat bulan dan hari setelah diberikan orientasi realita
yang diberikan tetapi tidak secara menyeluruh residen ingat. Hal tersebut sesuai
dengan Douglas (2004) yang menyatakan bahwa orientasi realita merupakan suatu
tindakan intervensi yang banyak digunakan untuk penderita dimensia, terutama
yang berkaitan dengan gangguan memori dan disorientasi waktu, dan tanggal dan
warna.
Universitas Indonesia
47
Media gambar dapat meningkatkan kognitif lansia untuk mengingat kembali apa
yang dilihatnya saat itu. Gambar yang dilihat oleh residen mampu meningkatkan
kognitif residen dengan mengenal objek atau benda yang dilihat. Hal tersebut
sesuai dengan Clare dalam Van Der Roest et all (2011) bahwa melalui media
gambar dapat membantu dalam mengatasi masalah memori pada tahap awal
demensia.
Latihan aktivitas juga merupakan suatu terapi yang dapat membantu dalam
meningkatkan rasa percaya diri. Latihan ini dilakukan residen untuk mengatasi
masalah gangguan kognitif yang dialaminya. Hal tersebut sesuai dengan
penelitian bahwa aktifitas fisik membantu dalam meningkatkan fungsi kognitif,
memperbaiki kesehatan mental, pola tidur dan mood individu (Douglas, 2004).
Universitas Indonesia
48
Latihan terebut untuk membantu dalam memperbaiki fungsi kognitif yang dialami
lanjut usia.
STW Karya Bhakti juga dapat menerapkan terapi aroma atau aromatherapy.
Terapi tersebut merupakan bagian dari terapi komplementer. Terapi ini membantu
Universitas Indonesia
49
Intervensi lain yang dapat dilakukan STW dalam meningkatkan fungsi kognitif
bagi residen yaitu dengan melibatkan residen dalam kegiatan kelompok. Dengan
melibatkan residen dalam kegiatan kelompok diharapkan residen memiliki
aktivitas yang dapat memberikan terapi pada residen untuk berpikir bersama
sehinga dapat menghindari terjadinya kerusakan memori yang lebih parah.
Universitas Indonesia
BAB 5
PEMBAHASAN
5.1 Kesimpulan
Hasil karya ilmiah ini dapat disimpulkan bahwa Sasana tresna werdha merupakan
institusi yang menggunakan model long term care dengan menggabungkan antara
nursing home dan adult day care yang mempunyai pelayana kesehatan, serta
pelayanan sosial. Sasana tresna werdha tersebut memiliki bebrapa wisma tempat
residen tinggal. Salah satunya yaitu wisma Cempaka, pada wisma cempaka
terdapat lanjut usia yang berumur 88 tahun yang bernama Ibu H. Ibu H
merupakan lanjut usia yang memiliki masalah dengan kerusakan memori.
Keruskaan memori merupakan salah satu tanda gejala yang dialami penderita
demensia. Pengkajian terkait Ibu H dengan masalah kerusakan memori meliputi
pengkajian pengkajian fisik, serta pengkajian MMSE dan CDR. Hasil pengkajian
yang diperoleh mendapatkan diagnosis kerusakan memori, defisit perawatan diri;
mandi dan risiko jatuh.
5.2 Saran
Hasil karya ilmiah ini perlu diperhatikan bahwa pada lansia dengan demensia
pemeriksaan yang dilakukan tidak harus percaya sepenuhnya pada data subjektif
dan wawancara. Hal tersebut dikarenakan lanjut usia dengan demensia mengalami
50 Universitas Indonesia
51
keruskan pada memorinya, baik memori jangka panjang maupun jangka pendek.
Pengkajian lanjut usia dengan masalah keruskan memori diperlukan pemeriksaan
secara menyeluruh diantaranya riwayat penyakit terkait dengan masalah syaraf,
pemeriksaan fisik serta pemeriksaan penunjang yang terdiri dari foto rotgen otak
atau CT scan serta MRI.
Intervensi yang diberikan kepada lanjut usia dengan demensia atau keruskan
memori harus memerlukan waktu yang cukup lama sehingga lanjut usia tersebut
mengalami peningkatan fungsi kognitif. Intervensi yang diberikan kepada lanjut
usia dengan masalah kerusakan memori atau demensia sangat tidak disarankan
untuk memberikan penjelasan atau edukasi secra lisan. Sehingga, diperlukan
perawatan langsung dalam memberikan tindakan untuk meningkatkan fungsi
kognitif.
Universitas Indonesia
DAFTAR REFERENSI
Destriyana. (2012). WHO: Tahun 2030 penderita demensia naik 2 kali lipat.
Diunduh tanggal 30 Juni 2013 dari http://www.merdeka.com/sehat/who-
tahun-2030-penderita-demensia-naik-2-kali-lipat.html.
Doenges, M., Moorhouse, F., Geissler, A. (2000). Nursing care plans, guidelines
for planning and documenting patient care. Terjemahan: I made Kariasa &
Ni Made S. Jakarta: EGC.
Universitas Indonesia
Douglas, S., James, I., Ballard, C. (2004). Non-pharmacological interventions in
dementia. Diunduh pada 26 Juni 2013 dari
http://apt.rcpsych.org/content/10/3/171.full.
Droes, R.M et al. Memory problems in dementia: adaptation and coping
strategies and psychosocial treatments. Diunduh pada 28 Juni 2013 dari
Expert Review of Neurotherapeutics 11.12 (Dec 2011): 1769-81; quiz 1782.
Ebersol et all. (2001). Gerontological nursing & healthy aging; second edition.
Elseiver Mosby: St. Louis.
Festi, P. (2010). Pengaruh Brain Gym terhadap peningkatan fungsi kognitif lansia
di Karang Werdha Peneleh Surabaya. Diunduh pada 25 Juni 2013 dari
http://www.fik.umsurabaya.ac.id/jurnal/PENGARUH-BRAIN-GYM-
TERHADAP-PENINGKATAN-FUNGSI%20KOGNITIF-LANSIA-
DIKARANG-WERDHA-PENELEH-SURABAYA.pdf
Herdman, T. (2012). Nursing diagnoses; definition & classification 2012-2014.
Nanda International.
Hoffman, Stephanie B., Platt, Constance A. (2001). Comforting the confused:
strategi for managing dementia.; Second edition. Springer Publishing
Company: New York.
Hughes, M. (2011). How exercise is helping people living with dementia. Diunduh
pada 06 July 2013 dari http://www.bbc.co.uk/news/health-12920308.
Kemensos. (2012). Pelayanan kesejahteraan sosial lanjut usia terlantar dalam
panti dan luar panti. Diunduh pada tanggal 5 July 2013dari
http://beta.kemsos.go.id/users/wendy/pdf/spm-sosial/LANSIA-
TERLANTAR-KERTAS-KEBIJAKAN-TH-2012.pdf.
Lubis, N. (2009). Depresi: Tinjauan psikologis, edisi ke- I. Jakarta: Kencana.
Mace, Nancy L., Rabinds, Peter V. (2006). The 36-hour day: a family guide to
caring for people with Alzheimer disease, other dementias, and memory loss
in later life. A Johns Hopkins Press Health Book: Baltimore.
Miller, C.A. (2012). Nursing care of older adults theory and practice. Australia:
Mosby.
Nugroho, W. (2008). Keperwatan gerontik. Jakarta: Penerbit Buku Kedokteran
EGC.
Universitas Indonesia
Orell, M et al. Cognitive stimulation for the treatment of Alzheimer's disease.
Diunduh tanggal 27 Juni 2013 dari Expert Review of Neurotherapeutics 8.5
(May 2008): 751-7.
http://search.proquest.com/docview/889788806/13EE9927A5C7BC064C4/7
?accountid=17242.
Potter, P.A. & Perry, A.G. (2005). Fundamentals nursing: concepts, process, and
practice. 6th Ed. St. Louis: Mosby Year Book.
Scourfield, P. (2006). Helping older people in residential care remain full
citizens. British Journal of Social Work.
Siahaan, Marlin M. (2008). Lajang lebih cepat pikun. Diunduh pada 3 July 2013
dari http://www.tempo.co.id/hg/kesehatan/2008/08/25/brk,20080825-
132177,id.html.
Stanley &Beare, (2007). Buku ajar keperawatan gerontik. Edisi ke-2. Jakarta:
EGC.
Tennessee Health Care Association . (2013). Nursing home. Diunduh pada 28 Juni
2013 dari http://www.thca.org/forconsumers/selectanursinghome.html
Wade. C., Travis, C. (2007). Psikologi, jilid 2 (terjemahan) edisi ke 9. Jakarta:
Erlangga.
Wilkinson, J. M & Ahern, N. R. (2011). Buku saku diagnosis keperawatan:
diagnosis NANDA, intervensi NIC, kriteria hasil NOC ; alih bahasa, Esti
Wahyuningsih. Edisi 9. Jakarta: EGC.
Yaffe, K., Barnes, D., Nevitt, M., Lui, Y. L and Covinsky, K. (2001). A
prospective study of physical activity and cognitive decline in elderly
women. Arch Intem Med, 161(14):1703-1708.
Universitas Indonesia
Lampiran 1 Analisa Data
ANALISA DATA
Universitas Indonesia
DO:
- Tercium bau yang tidak enak dari
mulut residen
- Mulut residen terlihat kotor
- Gigi residen terlihat kotoran yang
menempel
- Rambut residen terlihat lepek dan
lembab.
- Kuku tangan dan kaki residen terlihat
panjang
- Kulit residen terlihat kering
Faktor Resiko: Risiko Jatuh
- Usia diatas 65 tahun
- Hidup seorang diri dan tidak ada
care giver
- TD: 140/80 mmHg
- Penurunan kekuatan ekstermitas
bawah
- Gangguan pendengaran
- Gaya berjalan residen sedikit
pincang
- Postur tubuh residen yaitu sedikit
bungkuk
- Residen berjalan terlihat pelan dan
berpegang dengan tembok atau
- FMS= 65, risiko tinggi jatuh
- BBT=52 ( risiko jatuh rendah)
Universitas Indonesia
Lampiran 2- Rencana Asuhan Keperawatan
Kerusakan 1. Tidak ingat Setelah Residen mampu: 1. Kaji derajat gangguan 1. Memberikan dasar untuk
Memori
dengan dilakukan 1. Mengenal kognitif, seperti perubahan perbandingan yang akan
perilaku yang tindakan asuhan atau orientasi terhadap orang, datang dan mempengaruhi
dijadwalkan keperawatan berorientasi tempat, waktu, rentang terhadap intervensi yang
2. Ketidakmamp selama terhadap perhatian, kemampuan akan diberikan
uan untuk 21 x 30 menit, waktu, orang, berpikir. Bicarakan dengan
mengingat residen tidak dan tempat orang terdekat mengenai
perilaku yang memperlihatkan 2. Menyatakan perubahan dari tingkah laku
dilakukan kerusakan dapat yang biasa atau lamanya
3. Ketidakmamp memori mengingat masalah yang telah ada
uan untuk lebih baik 2. Panggil residen dengan 2. Memberikan pengenalan
Universitas Indonesia
melakukan 3. Menggunaka namanya terhadap realita individu
keahlian yang n teknik 3. Tatap wajah residen ketika 3. Menimbulkan perhatian,
dipelajari untuk sedang berbicara dengan terutama pada penderita
sebelumnya membantu residen dengan gangguan
4. Ketidakmamp memperbaiki perseptual
uan untuk memori 4. Pertahankan lingkungan 4. Membantu residen untuk
mengingat 4. Secara akurat yang menyenangkan dan fokus dalam berpikir dan
kembali mengingat tenang agar tidak meningkatkan
peristiwa, baru informasu gangguan neuron.
ataupun terkini, saat 5. Gunakan suara yang agak 5. Meningkatkan konsentrasi
lampau ini dan rendah dan berbicara dengan dan pemahaman residen
5. Ketidakmamp lampau perlahan pada residen dan tidak menimbulkan
uan mengingat 5. Melakukan stres.
pengalaman aktivitas 6. Gunakan kata-kata yang 6. Sesuai dengan
sehari-hari pendek dan kalima yang perkembangan penyakit,
secara sederhana dan berikan gangguan fungsi kognitif
optimal instruksi sederhana. mungkin saja mengganggu
sesuai kemampuan individu pada
kemampuan proses penerimaan
Universitas Indonesia
informasi secara
keseluruhan.
7. Gunakan hal-hal yang 7. Membantu meningkatkan
humoris saat berinteraksi kestabilan emosi
8. Berikan latihan orientasi 8. Meningkatkan kemampuan
realita seperti menanyakan orientasi.
waktu, tanggal,bulan serta
tahun sekarang serta orang.
9. Berikan terapi ingatan atau 9. Meningkatkan kemampuan
kenangan, seperti memori residen
menanyakan kembali data-
data pribadi residen
10. Beri kesempatan pada 10. Memberikan stimulasi
residen untuk mengenal kognitif
waktu dengan menggunakan
jam besar, kalender, yang
mempunyai lembar perhari
dengan tulisan besar
11. Kenang kembali masa 11. Memberikan stimulasi
Universitas Indonesia
lalu Residen seperti kegiatan kognitif
atau hoby yang residen suka
lakukan
12. Implementasikan teknik 12. Memberikan stimulasi
memori yang tepat, seperti kognitif
imajinasi visual, peralatan
yang, membantu ingatan
membuat daftar,
menggunakan label, atau
melatih ulang informasi
13. Berikan gambar 13. Memberikan stimulasi
pengingat memori (misal kognitif
foto)
14. Berikan pujian jika 14. Meningkatkan rasa
residen dapat menjawab percaya diri residen.
dengan benar
Universitas Indonesia
Lampiran 3 - Rencana Asuhan Keperawatan
Defisit Perawatan Setelah dilakukan 1. Kuku residen 1. Kaji kesulitan residen dalam 1. Memahami penyebab yang
diri; mandi tindakan tampak bersih perawatan diri, seperti mempengaruhi residen dalam
Definisi: keperawatan dan pendek keterbatasan gerak, penurunan melakukan perawatan diri
Hambatan selama 21x 30 2. Residen tidak kognitif.
kemampuan untuk menit, tubuh klien menggaruk- 2. Identifikasi kebutuhan akan 2. Sesuai dengan perkembangan
melakukan atau tampak bersih dan garuk tubuhnya kebersihan kerusakan kogntiif, kebutuhan
menyelesaikan wangi. lagi akan kebersihan dasar mungkin
perawatan diri 3. Mulut residen dilupakan.
sendiri terlihat bersih 3. Perhatikan adanya tanda-tanda 3. Penurunan fungsi kognitif
dan wangi nonverbal yang fisiologis mungkin menyebabkan residen
4. Residen terlihat sulit mengungkapkan kebutuhan
nyaman perawatan diri dengan cara
nonverbal.
4. Diskusikan dengan residen 4. Membantu residen dalam
Universitas Indonesia
tentang pentingnya menjaga menjaga kebersihan diri residen
kebersihan diri meliputi kuku,
mulut dan kulit
5. Jelaskan kepada residen 5. Membantu residen dalam
prosedur dan tujuan tindakan melakukan tindakan kebersihan
merawatan kebersihan diri diri
6. Bantu residen untuk 6. Membantu kebutuhan akan
melakukan perawatan diri (oral kebersihan diri residen dan
hygiene, perawatan kuku, meningkatkan kepercayaan diri
perawatan kulit) residen
7. Berikan jadwal untuk residen 7. Mempertahankan kebutuhan
kedalam kegiatan sehari-hari. rutin yang dapat mencegah
kebingungan karena kerusakann
fungsi kognitif residen
Universitas Indonesia
Lampiran 4 - Rencana Asuhan Keperawatan
Universitas Indonesia
1.4 Demonstrasikan cara penggunaan 1.4 Meningkatkan keterampilan
alat bantu jalan dan cara lansia dalam menggunakan alat
berpegangan pada handrail dan bantu jalan.
furniture yang kuat dan stabil
untuk mencegah jatuh.
Universitas Indonesia
3.2 Bekerjasama dengan residen 3.2 Kamar yang rapi memudahkan
untuk merapikan kamar. residen berjalan dan
mengurangi resiko tersandung.
3.3 Motivasi cleaning service untuk 3.3 Lantai kamar mandi yang bersih
menyikat lantai kamar mandi dan tidak licin mencegah jatuh.
setiap hari tanpa menggunakan
detergen, namun diganti dengan
larutan desinfektan.
3.4 Sarankan pada residen agar 3.4 Keset kaki yang telah aus
mengganti keset kaki lama yang bagian karetnya cenderung
telah aus dengan keset kaki yang mudah bergeser dan tertekuk
memiliki alas karet dibawahnya. sehingga meningkatkan resiko
jatuh.
4. Meningkatnya 4.1 Beri tanda pada ambang pintu, 4.1 Meningkatkan kewaspadaan
kewaspadaan pintu kamar mandi residen, lantai pada area yang beresiko
terhadap resiko yang tidak rata dan area tangga menimbulkan jatuh pada lansia.
jatuh pada disekitar wisma dengan warna
residen. yang cerah
4.2 Beri tanda area licin dan basah 4.2 Menghindari jatuh akibat
dengan warna terang dan ukuran tergelincir
yang besar pada lantai yang
sedang di pel atau pada lantai
yang tergenang air akibat hujan.
Universitas Indonesia
Lampiran 5 Hasil Pemeriksaan MMSE
Universitas Indonesia
Anda, ambil kertas, menulis saya
mau tidur.
Total Nilai 30 14
Interpretasi Hasil:
Eyang H memiliki hasil nikai pengkajian MMSE yaitu 14. Hal tersebut berarti
Eyang H memiliki masalah pada daya ingatnya atau yang disebut gangguan
kognitif atau kerusakan memori.
Universitas Indonesia
Lampiran 6 Hasil Pemeriksaan CDR
Universitas Indonesia
Pekerjaan Tinggal di Tinggal di Gangguan ringan Hanya Tidak dapat
rumah dan rumah dan rumah dan namun pasti pekerjaan melakukan
minat yang minat fungsi di rumah; sederhana pekerjaan
hobi intelektual pekerjaan rumah yang masih rumahsecara
bersifat
terganggu yang kompleks dapat signifikan
intelektual
ringan tidak disenangi, dilakukan;
tetap hobi dan minat minat sangat
terpelihara kompleks tidak terbatas dan
diminati sulit
dipertahankan
Perawatan diri Dapat merawat Dapat Memerlukan Membutuhkan Membutuhkan
diri merawat diri dorongan bantuan banyak
sepenuhnya sepenuhnya dalam bantuan
berpakaian, dalam
kebersihan, perawatan
dan diri; sering
penampilan ngompol
diri
Interpretasi:
Universitas Indonesia
Lampiran 7 Hasil Pemeriksaan FMS
Interpretasi Hasil:
Nilai 0-24 :Tidak memiliki risiko jatuh
Nilai 25-50 : Risiko Jatuh rendah
Nilai 51 : Risiko Jatuh Tinggi
Kesimpulan:
Eyang H memiliki score nilai FMS yaitu 65. Hal tersebut berarti Eyang H
memiliki nilai risiko jatuh yang tinggi.
Universitas Indonesia
Lampiran 8 Hasil Pemeriksaan BBT
Universitas Indonesia
6. Berdiri tanpa bantuan dengan mata tertutup
Instruksi: tutup mata Anda dan berdiri selama 10 detik
( ) 4 mampu berdiri selama 10 detik dengan aman
( ) 3 mampu berdiri selama 10 detik dengan pengawasan
( ) 2 mampu berdiri selama 3 detik
( ) 1 tidak mampu menahan mata agar tetap tertutup tetapi tetap berdiri
dengan aman
( ) 0 membutuhkan bantuan agar tidak jatuh
7. Berdiri tanpa bantuan dengan dua kaki rapat
Instruksi: rapatkan kaki Anda dan berdirilah tanpa berpegangan
( ) 4 mampu merapatkan kaki dan berdiri satu menit
( ) 3 mampu merapatkan kaki dan berdiri satu menit dengan
pengawasan
( ) 2 mampu merapatkan kaki tetapi tidak dapat bertahan selama 30
detik
( ) 1 membutuhkan bantuan untuk mencapai posisi yang diperintahkan
tetapi mampu berdiri selama 15 detik
( ) 0 membutuhkan bantuan untuk mencapai posisi dan tidak dapat
bertahan selama 15 detik
8. Meraih ke depan dengan mengulurkan tangan ketika berdiri
Instruksi: letakkan tangan 90 derajat. Regangkan jari Anda dan raihlah
semampu Anda (penguji meletakkan penggaris untuk mengukur jarak
antara jari dengan tubuh)
( ) 4 mencapai 25 cm (10 inchi)
( ) 3 mencapai 12 cm (5 inchi)
( ) 2 mencapai 5 cm (2 inchi)
( ) 1 dapat meraih tapi memerlukan pengawasan
( ) 0 kehilangan keseimbangan ketika mencoba/memerlukan bantuan
9. Mengambil objek dari lantai dari posisi berdiri
Instruksi: Ambilah sepatu/sandal di depan kaki Anda
( ) 4 mampu mengambil dengan mudah dan aman
( ) 3 mampu mengambil tetapi membutuhkan pengawasan
( ) 2 tidak mampu mengambil tetapi meraih 2-5 cm dari benda dan
dapat menjaga keseimbangan
( ) 1 tidak mampu mengambil dan memerlukan pengawasan ketika
mencoba
( ) 0 tidak dapat mencoba/membutuhkan bantuan untuk mencegah
hilangnya keseimbangan atau terjatuh
10. Melihat ke belakang melewati bahu kanan dan kiri ketika berdiri
Instruksi: tengoklah ke belakang melewati bahu kiri. Lakukan kembali ke
arah kanan
( ) 4 melihat ke belakang dari kedua sisi
( ) 3 melihat ke belakang hanya dari satu sisi
( ) 2 hanya mampu melihat ke samping tetapi dapat menjaga
keseimbangan
( ) 1 membutuhkan pengawasan ketika menengok
( ) 0 membutuhkan bantuan untuk mencegah ketidakseimbangan atau
terjatuh
Universitas Indonesia
11. Berputar 360 derajat
Instruksi: berputarlah satu lingkaran penuh, kemudian ulangi lagi dengan
arah yang berlawanan
( ) 4 mampu berputar 360 derajat dengan aman selama 4 detik atau
kurang
( ) 3 mampu berputar 360 derajat hanya dari satu sisi selama empat
detik atau kurang
( ) 2 mampu berputar 360 derajat, tetapi dengan gerakan yang lambat
( ) 1 membutuhkan pengawasan atau isyarat verbal
( ) 0 membutuhkan bantuan untuk berputar
12. Menempatkan kaki secara bergantian pada sebuah pijakan ketika beridiri
tanpa bantuan
Instruksi: tempatkan secara bergantian setiap kaki pada sebuah pijakan.
Lanjutkan sampai setiap kaki menyentuh pijakan selama 4 kali.
( ) 4 mampu berdiri mandiri dan melakukan 8 pijakan dalam 20 detik
( ) 3 mampu berdiri mandiri dan melakukan 8 kali pijakan > 20 detik
( ) 2 mampu melakukan 4 pijakan tanpa bantuan
( ) 1 mampu melakukan >2 pijakan dengan bantuan minimal
( ) 0 membutuhkan bantuan untuk mencegah jatuh/tidak mampu
melakukan
13. Berdiri tanpa bantuan satu kaki di depan kaki lainnya
Instruksi: tempatkan langsung satu kaki di depan kaki lainnya. Jika merasa
tidak bisa, cobalah melangkah sejauh yang Anda bisa
( ) 4 mampu menempatkan kedua kaki (tandem) dan menahan selama
30 detik
( ) 3 mampu memajukan kaki dan menahan selama 30 detik
( ) 2 mampu membuat langkah kecil dan menahan selama 30 detik
( ) 1 membutuhkan bantuan untuk melangkah dan mampu menahan
selama 15 detik
( ) 0 kehilangan keseimbangan ketika melangkah atau berdiri
14. Berdiri dengan satu kaki
Instruksi: berdirilah dengan satu kaki semampu Anda tanpa berpegangan
( ) 4 mampu mengangkat kaki dan menahan >10 detik
( ) 3 mampu mengangkat kaki dan menahan 5-10 detik
( ) 2 mampu mengangkat kaki dan menahan >3 detik
( ) 1 mencoba untuk mengangkat kaki, tidak dapat bertahan selama 3
detik tetapi dapat berdiri mandiri
( ) 0 tidak mampu mencoba
Rentang nilai BBT : 0 20 : klien memiliki risiko jatuh tinggi dan perlu
menggunakan alat bantu jalan berupa kursi roda.
21 40: klien memiliki risiko jatuh sedang dan perlu
menggunakan alat bantu jalan seperti tongkat, kruk,
dan walker.
41 56: klien memiliki risiko jatuh rendah dan tidak
memerlukan alat bantu
Kesimpulan: Residen mendapatkan nilai 52 yang berarti risiko jatuh rendah.
Universitas Indonesia
Lampiran 9 Hasil Pemeriksaan GDS
Beri tanda ceklist () antara jawaban ya atau tidak pada tiap pertanyaan.
Beri tanda silang ( ) di Kolom yang telah diberikan Ya Tidak
1. Apakah anda puas dengan kehidupan anda?
2. Apakah anda mengurangi banyak aktivitas dan hobi anda?
3. Apakah anda merasa kehidupan anda terasa hampa?
4. Apakah anda senantiasa bosan?
5. Apakah anda memiliki harapan pada masa depan?
6. Apakah anda terganggu dengan pikiran yang tidak dapat dilupakan?
7. Apakah anda bersemangat setiap waktu?
8. Apakah anda takut tentang sesuatu yang buruk yang akan menimpa
anda?
9. Apakah anda merasa bahagia setiap waktu?
10. Apakah anda merasa tidak berdaya?
11. Apakah anda merasa gelisah dan gugup?
12. Apakah anda lebih memilih di dalam rumah daripada berjalan-jalan ke
luar dan melakukan sesuatu yang baru?
13. Apakah anda selalu khawatir akan masa depan anda?
14. Apakah anda memiliki masalah pada ingatan?
15. Apakah anda berfikir bahwa luar biasa anda diberikan kehidupan
sampai sekarang?
16. Apakah anda selalu merasa kecewa dan sedih?
17. Apakah anda merasa tidak berguna?
18. Apakah anda mengkhawatirkan masa lalu anda?
19. Apakah anda menemukan kehidupan yang menyenangkan?
20. Apakah anda memiliki kesulitan untuk memulai hal yang baru?
21. Apakah anda memiliki energi maksimal?
22. Apakah anda merasa situasi anda saat ini tidak tertolong?
23. Apakah anda berfikir bahwa orang lain lebih baik dari anda?
24. Apakah anda selalu menangisi hal-hal kecil?
25. Apakah anda selalu merasa ingin menangis?
26. Apakah anda memiliki kesulitan dalam berkonsentrasi?
27. Apakah anda menikmati suasana bangun di pagi hari?
28. Apakah anda lebih memilih untuk menghindari perkumpulan sosial?
29. Apakah anda mudah untuk membuat keputusan?
30. Apakah pikiran anda jernih?
Interpretasi Hasil
Nilai 0-9 : normal
Nilai 10-19 : depresi ringan
Nilai 20-30 : depresi berat
Kesimpulan: Residen mendapatkan total skor 6 yang berarti normal.
Universitas Indonesia
Lampiran 10 Hasil Pemeriksaan Indeks Katz
Total Skor: 6, Hal tersebut diartikan bahwa tingkat kemandirian residen yaitu
kemandirian penuh
Interpretasi Hasil
Nilai 6 : Kemandirian penuh
Nilai 4: Gangguan fungsional sebagian (kemandirian sebagian)
Nilai 0-2 : Gangguan fungsional berat (Ketergantungan tinggi)
Universitas Indonesia
Lampiran 11- Daftar Riwayat Hidup
Universitas Indonesia