Professional Documents
Culture Documents
COMPOUNDING DISPENSING
MEDICATION ERROR, DISPENSING ERROR DAN KASUS
Disusun oleh :
Kelompok 4
Solikhin
Asmi M. Tatundang
Nita Solikhah
Tri Sulistyowati
Fatimah Azahra
FAKULTAS FARMASI
UNIVERSITAS WAHID HASYIM
SEMARANG
2017
BAB I
PENDAHULUAN
Medication Error adalah setiap kejadian yang dapat menyebabkan atau berakibat
pada pelayanan obat yang tidak tepat atau membahayakan pasien sementara obat berada
dalam pengawasan tenaga kesehatan atau pasien (NCC MERP, 2012). Oleh karena itu,
medication eror merupakan suatu keadaan yang dapat merugikan atau membahayakan
pasien yang dilakukan oleh petugas kesehatan, khususnya apoteker dalam hal
pengobatan pasien. Sedangkan Dispensing eror adalah kesalahan yang terjadi selama
proses peracikan obat meliputi konten eror dan labeling eror
1.2 Tujuan
1. Apa yang dimaksud dengan medication error dan dispensing eror?
2. Apa penyebab medication error dan dispensing eror?
3. Bagaimana pencegahan medication error dan dispensing eror?
1.3 Manfaat
1. Mahasiswa dapat mengetahui pengertian medication error dan dispensing eror.
2. Mahasiswa dapat mengetahui penyebab medication error dan dispensing eror.
3. Mahasiswa dapat pencegahan medication error dan dispensing eror.
BAB II
PEMBAHASAN
Medication Error adalah kejadian yang merugikan pasien akibat pemakaian obat
selama dalam penanganan tenaga kesehatan, yang sebetulnya dapat dicegah (Kemenkes,
2006). Laporan dari IOM (Institute of Medicine) 1999 secara terbuka menyatakan bahwa
paling sedikit 44.000 bahkan 98.000 pasien meninggal di rumah sakit dalam satu tahun
akibat dari kesalahan medis (medical errors) yang sebetulnya bisa dicegah. Kuantitas ini
melebihi kematian akibat kecelakaan lalu lintas, kanker payudara dan AIDS. Penelitian
Bates menunjukkan bahwa peringkat paling tinggi kesalahan pengobatan (medication
error) pada tahap ordering (49%), diikuti tahap administration management (26%),
pharmacy management (14%), transcribing (11%) (Depkes, 2008).
a. Pasien tidak menerima satu dosis obat ketika dosis berikutnya sudah tiba
waktunya. Misalnya: pasien diresepkan fluklosasilin 500 mg 4 kali sehari.
Dosis pagi tidak diberikan.
b. Pasien menerima dosis obat yang salah. Misalnya: pasien diresepkan aspirin
75 mg dipagi hari, tetapi diberikan tablet 300 mg, bukan yang 75 mg.
c. Pasien menerima obat yang tidak diresepkan (wrong drug atau wrong
patient).
d. Obat diberikan dalam bentuk sediaan berbeda dari yang diresepkan.
Misalnya: yang diresepkan adalah MST (Morfin sulfat SR) 10 mg, tetapi
yang diberikan morfin sulfat 10 mg (Sevredol).
e. Pasien mendapatkan obat pada waktu yang salah. Misalnya: warfarin
diresepkan agar pasien mengkonsumsinya jam 6 sore, tetapi dosisnya
diberikan jam 6 pagi.
f. Diberikan bentuk sediaan obat yang benar, tapi salah cara pemberian.
Misalnya: vinkristin untuk pemberian intravena, tetapi diberikan melalui
intratekal.
g. Integritas fisik atau kimiawi obat telah terganggu. Misalnya: vaksin
diberikan, padahal tanggal kadaluarsanya sudah lewat.
h. Infus diberikan dengan kecepatan yang salah. Misalnya: infuse diinginkan
untuk diberikan 2 ml per jam, tetapi diberikan 20 ml per jam.
i. Prosedur yang digunakan untuk memberikan obat tidak benar. Misalnya:
teknik inhaler yang salah, sehingga pasien mendapatkan dosis yang tidak
memadai.
j. Salah memanipulasi obat sebelum pemberian. Misalnya: obat injeksi
diencerkan dengan lidokain, bukan dengan larutan saline.
k. Pasien mendapatkan dosis obat lebih dari yang sudah diresepkan. Misalnya:
dosis obat kedua diberikan pada pasien tanpa mengetahui bahwa dosis
tersebut sebenarnya sudah diberikan.
Kesalahan pada fase dispensing terjadi pada saat penyiapan hingga penyerahan
resep oleh petugas apotek. Salah satu kemungkinan terjadinya error adalah salah dalam
mengambil obat dari rak penyimpanan karena kemasan atau nama obat yang mirip atau
dapat pula terjadi karena berdekatan letaknya. Selain itu, salah dalam menghitung jumlah
tablet yang akan diracik, ataupun salah dalam pemberian informasi.
Kejadian medication eror adalah hal yang harus sangat diminimalisir kejadiannya
di rumah sakit dan sarana pelayanan kesehatan lainnya, kejadian medication error dapat
dicegah jika melibatkan pelayanan farmasi klinik dari apoteker yang sudah terlatih. Saat
ini di negara-negara maju sudah ada apoteker dengan spesialisasi khusus
menangani medication safety. Peran Apoteker Keselamatan Pengobatan (Medication
Safety Pharmacist) meliputi :
Peran apoteker dalam mewujudkan keselamatan pasien meliputi dua aspek yaitu
aspek manajemen dan aspek klinik.
1. Aspek manajemen meliputi pemilihan perbekalan farmasi, pengadaan, penerimaan,
penyimpanan dan distribusi, alur pelayanan, sistem pengendalian (misalnya
memanfaatkan IT).
2. Aspek klinik meliputi skrining permintaan obat (resep atau bebas), penyiapan obat
dan obat khusus, penyerahan dan pemberian informasi obat, konseling, monitoring
dan evaluasi.
Kegiatan farmasi klinik sangat diperlukan terutama pada pasien yang menerima
pengobatan dengan risiko tinggi. Keterlibatan apoteker dalam tim pelayanan kesehatan
perlu didukung mengingat keberadaannya melalui kegiatan farmasi klinik terbukti
memiliki konstribusi besar dalam menurunkan insiden/kesalahan.
Apoteker harus berperan di semua tahapan proses yang meliputi :
1. Pemilihan
Pada tahap pemilihan perbekalan farmasi, risiko insiden/error dapat
diturunkan dengan pengendalian jumlah item obat dan penggunaan obat-obat
sesuai formularium.
2. Pengadaan
Pengadaan harus menjamin ketersediaan obat yang aman, efektif, dan
sesuai peraturan yang berlaku (legalitas) dan diperoleh dari distributor resmi.
3. Penyimpanan
Hal-hal yang perlu diperhatikan dalam penyimpanan untuk menurunkan
kesalahan pengambilan obat dan menjamin mutu obat:
a. Simpan obat dengan nama, tampilan dan ucapan mirip (look-alike, sound-
alike medication names) secara terpisah.
b. Obat-obat dengan peringatan khusus (high alert drugs) yang dapat
menimbulkan cedera jika terjadi kesalahan pengambilan, simpan di tempat
khusus. Misalnya :
Cairan elektrolit pekat seperti KCl injeksi, heparin, warfarin, insulin,
kemoterapi, narkotik opiat, neuromuscular blocking agents,
thrombolitik, dan agonis adrenergik.
Kelompok obat antidiabet jangan disimpan tercampur dengan obat lain
secara alfabetis, tetapi tempatkan secara terpisah
c. Simpan obat sesuai dengan persyaratan penyimpanan.
4. Skrining Resep
Apoteker dapat berperan nyata dalam pencegahan terjadinya medication
error melalui kolaborasi dengan dokter dan pasien.
a. Identifikasi pasien minimal dengan dua identitas, misalnya nama dan nomor
rekam medik/ nomor resep,
b. Apoteker tidak boleh membuat asumsi pada saat melakukan interpretasi resep
dokter. Untuk mengklarifikasi ketidaktepatan atau ketidakjelasan resep,
singkatan, hubungi dokter penulis resep.
c. Dapatkan informasi mengenai pasien sebagai petunjuk penting dalam
pengambilan keputusan pemberian obat, seperti :
Data demografi (umur, berat badan, jenis kelamin) dan data klinis (alergi,
diagnosis dan hamil/menyusui). Contohnya, Apoteker perlu mengetahui
tinggi dan berat badan pasien yang menerima obat-obat dengan indeks
terapi sempit untuk keperluan perhitungan dosis.
Hasil pemeriksaan pasien (fungsi organ, hasil laboratorium, tanda-tanda
vital dan parameter lainnya). Contohnya, Apoteker harus mengetahui data
laboratorium yang penting, terutama untuk obat-obat yang memerlukan
penyesuaian dosis dosis (seperti pada penurunan fungsi ginjal).
d. Apoteker harus membuat riwayat/catatan pengobatan pasien.
e. Strategi lain untuk mencegah kesalahan obat dapat dilakukan dengan
penggunaan otomatisasi (automatic stop order), sistem komputerisasi
(eprescribing) dan pencatatan pengobatan pasien seperti sudah disebutkan
diatas.
f. Permintaan obat secara lisan hanya dapat dilayani dalam keadaan emergensi
dan itupun harus dilakukan konfirmasi ulang untuk memastikan obat yang
diminta benar, dengan mengeja nama obat serta memastikan dosisnya.
Informasi obat yang penting harus diberikan kepada petugas yang
meminta/menerima obat tersebut. Petugas yang menerima permintaan harus
menulis dengan jelas instruksi lisan setelah mendapat konfirmasi.
5. Dispensing
a. Peracikan obat dilakukan dengan tepat sesuai dengan SOP.
b. Pemberian etiket yang tepat. Etiket harus dibaca minimum tiga kali : pada
saat pengambilan obat dari rak, pada saat mengambil obat dari wadah, pada
saat mengembalikan obat ke rak.
c. Dilakukan pemeriksaan ulang oleh orang berbeda.
d. Pemeriksaan meliputi kelengkapan permintaan, ketepatan etiket, aturan pakai,
pemeriksaan kesesuaian resep terhadap obat, kesesuaian resep terhadap isi
etiket.
6. Komunikasi, Informasi dan Edukasi (KIE)
Edukasi dan konseling kepada pasien harus diberikan mengenai hal-hal
yang penting tentang obat dan pengobatannya. Hal-hal yang harus diinformasikan
dan didiskusikan pada pasien adalah :
a. Pemahaman yang jelas mengenai indikasi penggunaan dan bagaimana
menggunakan obat dengan benar, harapan setelah menggunakan obat, lama
pengobatan, kapan harus kembali ke dokter
b. Peringatan yang berkaitan dengan proses pengobatan
c. Kejadian Tidak Diharapkan (KTD) yang potensial, interaksi obat dengan obat
lain dan makanan harus dijelaskan kepada pasien
d. Reaksi obat yang tidak diinginkan (Adverse Drug Reaction ADR) yang
mengakibatkan cedera pasien, pasien harus mendapat edukasi mengenai
bagaimana cara mengatasi kemungkinan terjadinya ADR tersebut
e. Penyimpanan dan penanganan obat di rumah termasuk mengenali obat yang
sudah rusak atau kadaluarsa. Ketika melakukan konseling kepada pasien,
apoteker mempunyai kesempatan untuk menemukan potensi kesalahan yang
mungkin terlewatkan pada proses sebelumnya.
7. Penggunaan Obat
Apoteker harus berperan dalam proses penggunaan obat oleh pasien rawat
inap di rumah sakit dan sarana pelayanaan kesehatan lainnya, bekerja sama
dengan petugas kesehatan lain. Hal yang perlu diperhatikan adalah :
a. Tepat pasien
b. Tepat indikasi
c. Tepat waktu pemberian
d. Tepat obat
e. Tepat dosis
f. Tepat label obat (aturan pakai)
g. Tepat rute pemberian
8. Monitoring dan Evaluasi
Apoteker harus melakukan monitoring dan evaluasi untuk mengetahui
efek terapi, mewaspadai efek samping obat, memastikan kepatuhan pasien. Hasil
monitoring dan evaluasi didokumentasikan dan ditindaklanjuti dengan melakukan
perbaikan dan mencegah pengulangan kesalahan.
Seluruh personal yang ada di tempat pelayanan kefarmasian harus terlibat
didalam program keselamatan pasien khususnya medication safety dan harus
secara terus menerus mengidentifikasi masalah dan mengimplementasikan
strategi untuk meningkatkan keselamatan pasien.
Faktor-faktor lain yang berkonstribusi pada medication error antara
lain :
1. Komunikasi (mis-komunikasi, kegagalan dalam berkomunikasi )
Komunikasi baik antar apoteker maupun dengan petugas kesehatan
lainnya perlu dilakukan dengan jelas untuk menghindari penafsiran ganda atau
ketidak lengkapan informasi dengan berbicara perlahan dan jelas. Perlu dibuat
daftar singkatan dan penulisan dosis yang berisiko menimbulkan kesalahan
untuk diwaspadai.
2. Kondisi lingkungan
Untuk menghindari kesalahan yang berkaitan dengan kondisi
lingkungan, area dispensing harus didesain dengan tepat dan sesuai dengan
alur kerja, untuk menurunkan kelelahan dengan pencahayaan yang cukup dan
temperatur yang nyaman. Selain itu area kerja harus bersih dan teratur untuk
mencegah terjadinya kesalahan. Obat untuk setiap pasien perlu disiapkan
dalam nampan terpisah.
3. Gangguan/interupsi pada saat bekerja
Gangguan/interupsi harus seminimum mungkin dengan mengurangi
interupsi baik langsung maupun melalui telepon.
4. Beban kerja
Rasio antara beban kerja dan SDM yang cukup penting untuk
mengurangi stres dan beban kerja berlebihan sehingga dapat menurunkan
kesalahan.
5. Meskipun edukasi staf merupakan cara yang tidak cukup kuat dalam
menurunkan insiden/kesalahan, tetapi mereka dapat memainkan peran penting
ketika dilibatkan dalam sistem menurunkan insiden/kesalahan.
Dispensing obat adalah kegiatan atau proses untuk memastikan kelayakan atau
order resep obat, seleksi suatu obat zat aktif yang memadai dan memastikan bahwa
penderita atau perawat mengerti penggunaan dan pemberian obat yang tepat dari obat
tersebut (Siregar, 2003). Dispensing adalah proses menyiapkan dan menyarahkan obat
kepada orang yang namanya tertulis pada resep. Dispensing merupakan tindakan atau
proses yang memastikan ketepatan resep obat, ketepatan seleksi zat aktif yang memadai
dan memastikan bahwa pasien atau perawat mengerti penggunaan dan pemberian yang
tepat (Siregar, 2006).
Dispensing error adalah perbedaan antara obat yang diresepkan dengan obat yang
diberikan oleh farmasi kepada pasien atau yang di distribusikan ke bangsal x, meliputi
pemberian obat dengan kualitas informasi yang rendah (Cheung, 2009). Dispensing yang
baik adalah suatu proses praktik yang memastikan bahwa suatu bentuk obat yang benar
dan efektif dihantarkan pada penderita yang benar, dalam dosis dan dari obat yang
tertulis kuantitasnya, dengan instruksi yang jealas, dan dalam suatu kemasan yang
memelihara potensi obat. Dispensing termasuk semua kegiatan yang terjadi antara waktu
resep/order dan obat diterima. Atau suplai lain yang ditulis disampaikan kepada
penderita (Siregar, 2003).
Menurut Direktorat Bina Farmasi Komunitas dan Klinik Ditjen Bina Kefarmasian
dan Alat Kesehatan Departemen Kesehatan RI (2008) kategori kesalahan dalam
pemberian obat adalah:
1. Pasien mengalami reaksi alergi.
2. Kontraindikasi.
3. Obat kadaluwarsa.
4. Bentuk sediaan yang salah.
5. Frekuensi pemberian yang salah.
6. Label obat salah / tidak ada / tidak jelas.
7. Informasi obat kepada pasien yang salah / tidak jelas.
8. Obat diberikan pada pasien yang salah.
9. Cara menyiapkan (meracik) obat yang salah.
10. Jumlah obat yang tidak sesuai.
11. ADR (jika digunakan berulang).
12. Rute pemberian yang salah.
13. Cara penyimpanan yang salah.
14. Penjelasan petunjuk penggunaan kepada pasien yang salah.
5. Tahap kelima:
Menyiapkan, membuat, atau meracik sediaan obat. Beberapa langkah dalam
penyiapan atau peracikan sediaan obat yang diminta dokter yaitu :
a. Menemukan atau memilih wadah obat persediaan
b. Formulasi (membuat, menghitung, mengukur dan menuang)
c. Proses memberikan etiket
d. Penghantaran atau distribusi
6. Tahap keenam :
Menyampaikan atau mendistribusikan obat kepada penderita. Untuk rawat
jalan obat harus diberikan kepada penderita yang namanya tertera pada resep atau
perwakilannya. Untuk penderita rawat inap, obat didistribusikan sesuai dengan
sistem distribusi obat untuk penderita rawat tinggal di RS.
2.9 Penyebab Dispensing Eror
1. Kebijakan dan prosedur pengelolaan, pengendalian, serta pelayanan obat yang tidak
memadai Kebijakan dan prosedur sangat penting serta berguna karena merupakan
penuntun untuk melaksanakan pengelolaan, pengendalian, dan pelayanan obat yang
efektif dan efisien di rumah sakit. Kurangnya kebijakan dan prosedur tersebut di
rumah sakit dapat berkontribusi pada kesalahan obat di rumah sakit.
2. Pelaksanaan sistem formularium dan pengadaan formularium yang belum memadai.
Sistem formularium yang belum diterapkan, mengakibatkan formularium tidak
akomodatif bagi pasien. Jumlah, jenis mutu obat serta penggunaan di rumah sakir
tidak terkendali, dan kondisi tersebut dapat menyebabkan kesalahan obat.
3. Panitia Farmasi dan Terapi (PFT) belum berdaya. Tidak berdayanya PFT di rumah
sakit, antara lain sistem formularium tidak terlaksana, formularium tidak baik, dan
pengembangan kebijakan serta prosedur berkaitan dengan obat sangat lambat. Hal-
hal tersebut dapat berkontribusi pada kesalahan obat di rumah sakit.
4. Kurang memadainya pengetahuan pasien dan profesional tentang obat. Pengetahuan
pasien yang kurang memadai tentang obat menyebabkan ketidakpatuhan pasien dan
salah penggunaan obatnya. Sedangkan, profesional kesehatan yang memiliki
pengetahuan kurang terhadap obat dapat menyebabkan kesalahan pemilihan obat
yang tepat bagi pasien.
Selain itu, ada beberapa yang harus dimaksimalkan keberadaanya untuk
menghindari terjadinya dispensing eror yang tidak dinginkan, yaitu :
a. Inventory adalah stock barang yang harus dimiliki oleh perusahaan farmasi baik
berupa bahan baku, barang yang sudah diproses maupun barang jadi dalam jumlah
besar.
b. Waktu kerja adalah adanya pelatihan dan disiplin waktu dalam kinerja yang lebih
efektif dengan kecepatan dan ketepatan dalam pelayanan farmasi
c. System computer adalah semua jumlah barang masuk dan keluar obat di input sesuai
dengan data yang akurat.
d. SDM (Sumber Daya Manusia) adalah peningkatan pasien rawat inap maupun rawat
jalan dalam jumlah besar maka harus semakin ditingkatkan pelayanan kefarmasian
yang di berikan kepada pasien.
e. Labeling adalah penandaan penulisan pada obat di etiket dan penjelasan yang
diedukasikan kepada pasien harus jelas dan tepat.
f. Memastikan nama obat yang hampir sama adalah resep yang diterima di check ulang
terlebih dahulu obat yang ada pada resep dan sakit yang diderita pasien.
h. Cheking adalah memastikan resep obat yang ditulis oleh dokter benar dan dicocokkan
kembali dengan data rekamedis pasien, apabila terjadi kesalahan segera konfirmasi ke
dokter.
BAB III
KESIMPULAN
Medication error adalah kejadian yang merugikan pasien, akibat pemakaian obat
selama dalam penanganan tenaga kesehatan, yang sebetulnya dapat dicegah. Kesalahan
dalam medication eror terdapat empat fase : fase prescribing (penulisan), fase transcribing
(pembacaan), fase dispensing (menyiapkan dan menyerahkan), dan fase administration
(penggunaan obat).
Medication eror dapat terjadi oleh beberapa faktor diantaranya kurangnya diseminasi
pengetahuan, terutama para dokter yang merupakan 22 % penyebab kesalahan, tidak
cukupnya informasi, kesalahan dosis yang kemungkinan disebabkan oleh tidak diikutinya
SOP pengobatan, terlupa, kesalahan dalam membaca resep seperti tulisan tidak terbaca,
interprestasi perintah dalam resep, dan singkatan dalam resep, salah mengerti perintah lisan,
pelabelan dan kemasan, stok dan penyimpanan obat yang tidak baik, masalah dengan
standard an distribusi, assesment alat penyampai obat yang tidak baik saat membeli dan
penggunaan, stress di lingkungan kerja, ketidaktahuan pasien.
Kejadian medication eror dapat diminimalisir dengan upaya upaya pencegahan
sepertimengelola laporan medication error, mengidentifikasi pelaksanaan praktek profesi
terbaik untuk menjamin medication safety, mendidik staf dan klinisi terkait lainnya untuk
menggalakkan praktek pengobatan yang aman, terlibat didalam pengembangan dan
pengkajian kebijakan penggunaan obat, dan memonitor kepatuhan terhadap standar
pelaksanaan keselamatan pasien yang ada
Hasil Diskusi
Pertanyaan :
1. Pada dispensing terdapat data riwayat pasien, riwayat pasien seperti apa yang dapat
dilakukan pada tahap dispensing apakah sama seperti pada tahap skrining resep ?
2. Jika pada resep terdapat tulisan dokter yang tidak dapat terbaca atau sulit terbaca dan
dokter yang menulis resep susah dihubungi maka apa yang harus dilakukan oleh apoteker ?
Jawab :
1. Adanya data riwayat penggunaan obat pasien adalah sebagai informasi untuk mengetahui
obat-obat saat ini yang sedang atau tidak digunakan pasien, terutama yang sedang digunakan
untuk menghindari interaksi. Kegiatan ini dapat dilakukan saat penyerahan resep atau
dispensing obat.
2. Jika dalam proses skrening resep tulisan pada resep susah dimengerti maka yang dapat
dilakukan oleh apoteker adalah menghubungi dokter penulis resep, namun jika dokter penulis
resep tidak dapat di hubungi dan tidak ada akses lain untuk menghubungi dokter tersebut
maka sebagai apoteker dapat menggali informasi terkait pengobatan pada pasien, misalnya
bertanya sedang mengeluh apa, sebelumnya sudah melakukan pengobatan atau sedang
mengkonsumsi obat, serta informasi-informasi yang mengarah ke resep kemudian dari
informasi yang digali apoteker dapat mengalisis obat melalui dosis atau dengan
memperhatikan huruf depan dan belakang dari obat di resep, kemudian dapat dipastikan
dengan iso/mims (Harus yakin) bila tidak yakin maka pemberian obat dapat ditunda samapai
mendapat mendapatkan konfirmasi obat yang benar.
DAFTAR PUSTAKA
Anonim, 2008, Tanggung Jawab Apoteker Terhadap Keselamatan Pasien (Patient Safety),
Direktorat Bina Farmasi Komunitas Dan Klinik, Ditjen Bina Kefarmasian Dan Alat
Kesehatan, Departemen Kesehatan RI.
Ansari, mukhtar & sen, abhishek. 2013. Evaluation Of Look-Alike And Sound-Alike
Medicines And Dispensing Errors In A Tertiary Care Hospital Pharmacy Of Eastern
Nepal : Int J Pharm. P(14-19)
Ansel, howard C. 2006. kalkulasi farmasetik panduan untuk apoteker. jakarta: EGC
Aronson, JK. 2009. Medication errors: what they are, how they happen ,and how to avoid
them: from http://qjmed.oxfordjournals.org/
Cheung, Ka-Chun at al. 2009. Medication errors: the importance of safe dispensing: british
journal of clinical pharmacology. P (676-680)
IOM (Institute of Medicine). 2004. Patient Safety: Achieving a New Standard for Care.
Washington, DC: The National Academies Press.
Leape, L.L, Bates DW, Cullen DJ, et al., 1995. System Analysis of Adverse Drug Events.
JAMA ; 274:29-34
National Coordinating Council for Medication Error Reporting and Prevention (2011).
Medication Error. http://www.nccmerp.org/aboutMedErrors.html.
Victorian Medicines Advisory Committee. (2008). Oral liquid medicines administered via the
wrong route can be fatal or cause serious harm. Quality use of medicine alert. Vol 1:
1-4