You are on page 1of 4

Di dalam Al-Quran terdapat sebuah ayat yang sangat sering dikutip oleh para politisi Partai

Islam terutama di musim kampanye menjelang Pemilu. Namun yang kita sayangkan ialah
umumnya mereka mengutip ayat tersebut secara tidak lengkap alias sepotong saja.
Lengkapnya ayat tersebut berbunyi sebagai berikut:






Hai orang-orang yang beriman, ta`atilah Allah dan ta`atilah Rasul (Nya), dan ulil amri di
antara kamu. Kemudian jika kamu berlainan pendapat tentang sesuatu, maka kembalikanlah
ia kepada Allah (Al Quran) dan Rasul (sunnahnya), jika kamu benar-benar beriman kepada
Allah dan hari kemudian. Yang demikian itu lebih utama (bagimu) dan lebih baik
akibatnya. (QS. An-Nisa [4] : 59)
Mengapa ayat ini begitu populer dikumandangkan para jurkam di musim kampanye? Karena
di dalamnya terkandung perintah Allah agar ummat taat kepada Ulil Amri Minkum (para
pemimpin di antara kalian atau para pemimpin di antara orang-orang beriman). Sedangkan
para politisi partai tadi meyakini jika diri mereka terpilih menjadi wakil rakyat atau
pemimpin sosial berarti mereka dengan segera akan diperlakukan sebagai bagian dari Ulil
Amri Minkum. Dan hal itu akan menyebabkan mereka memiliki keistimewaan untuk ditaati
oleh para konstituen. Selain orang-orang yang sibuk menghamba kepada Allah semata,
mana ada manusia yang tidak suka dirinya mendapatkan ketaatan ummat? Itulah sebabnya
ayat ini sering dikutip di musim kampanye. Namun sayang, mereka umumnya hanya
mengutip sebaian saja yaitu:


Hai orang-orang yang beriman, ta`atilah Allah dan ta`atilah Rasul (Nya), dan ulil amri di
antara kamu.(QS. An-Nisa [4] : 59)
Mereka biasanya hanya membacakan ayat tersebut hingga kata-kata Ulil Amri
Minkum. Bagian sesudahnya jarang dikutip. Padahal justru bagian selanjutnya yang sangat
penting. Mengapa? Karena justru bagian itulah yang menjelaskan ciri-ciri utama Ulil Amri
Minkum. Bagian itulah yang menjadikan kita memahami siapa yang sebenarnya Ulil Amri
Minkum dan siapa yang bukan. Bagian itulah yang akan menentukan apakah fulan-fulan
yang berkampanye tersebut pantas atau tidak memperoleh ketaatan ummat.
Dalam bagian selanjutnya Allah berfirman:





Kemudian jika kamu berlainan pendapat tentang sesuatu, maka kembalikanlah ia kepada
Allah (Al Quran) dan Rasul (sunnahnya), jika kamu benar-benar beriman kepada Allah dan
hari kemudian. Yang demikian itu lebih utama (bagimu) dan lebih baik akibatnya. (QS. An-
Nisa [4] : 59)
Allah menjelaskan bahwa ciri-ciri utama Ulil Amri Minkum yang sebenarnya ialah komitmen
untuk selalu mengembalikan segenap urusan yang diperselisihkan kepada Allah (Al Quran)
dan Rasul (sunnahnya). Para pemimpin sejati di antara orang-orang beriman tidak mungkin
akan rela menyelesaikan berbagai urusan kepada selain Al-Quran dan Sunnah Ar-Rasul.
Sebab mereka sangat faham dan meyakini pesan Allah:




Hai orang-orang yang beriman, janganlah kamu mendahului Allah dan Rasul-Nya dan
bertakwalah kepada Allah. Sesungguhnya Allah Maha Mendengar lagi Maha
Mengetahui. (QS. Al-Hujurat [49] : 1)
Sehingga kita jumpai dalam catatan sejarah bagaimana seorang Khalifah Umar bin
Khattab radhiyallahu anhu di masa paceklik mengeluarkan sebuah kebijakan ijtihadi berupa
larangan bagi kaum wanita beriman untuk meminta mahar yang memberatkan kaum pria
beriman yang mau menikah. Tiba-tiba seorang wanita beriman mengangkat suaranya
mengkritik kebijakan Khalifah seraya mengutip firman Allah yang mengizinkan kaum
muminat untuk menentukan mahar sesuka hati mereka. Maka Amirul Muminin langsung
ber-istighfar dan berkata: Wanita itu benar dan Umar salah. Maka dengan ini kebijakan
tersebut saya cabut kembali! Subhanallah, demikianlah komitmen para pendahulu kita
dalam hal mentaati Allah dan RasulNya dalam segenap perkara yang diperselisihkan.

Adapun dalam kehidupan kita dewasa ini segenap sistem hidup yang diberlakukan di
berbagai negara baik negara Muslim maupun Kafir ialah mengembalikan segenap
urusan yang diperselisihkan kepada selain Allah (Al-Quran) dan Rasul (sunnahnya). Tidak
kita jumpai satupun tatanan kehidupan modern yang jelas-jelas menyebutkan bahwa
ideologi yang diberlakukan ialah ideologi Islam yang intinya ialah mendahulukan berbagai
ketetapan Allah dan RasulNya sebelum yang lainnya. Malah sebaliknya, kita temukan semua
negara modern yang eksis dewasa ini memiliki konstitusi buatan manusia, selain Al-Quran
dan AsSunnah An-Nabawiyyah, yang menjadi rujukan utama kehidupan berbangsa dan
bernegara. Seolah manusia mampu merumuskan konstitusi yang lebih baik dan lebih benar
daripada sumber utama konstitusi yang datang dari Allah subhaanahu wa taaala.
Bila demikian keadaannya, berarti tidak ada satupun pemimpin negeri di negara manapun
yang ada dewasa ini layak disebut sebagai Ulil Amri Minkum yang sebenarnya. Pantaslah
bilamana mereka dijuluki sebagai Mulkan Jabbriyyan sebagaimana Nabi shollallahu alaih wa
sallam sebutkan dalam hadits beliau. Mulkan Jabbriyyan artinya para penguasa yang
memaksakan kehendaknya seraya tentunya mengabaikan kehendak Allah dan RasulNya.
Adapun masyarakat luas yang mentaati mereka berarti telah menjadikan para pemimpin
tersebut sebagai para Thoghut, yaitu fihak selain Allah yang memiliki sedikit otoritas namun
berlaku melampaui batas sehingga menuntut ketaatan ummat sebagaimana layaknya
mentaati Allah. Naudzubillahi min dzaalika.
Keadaan ini mengingatkan kita akan peringatan Allah mengenai kaum munafik yang
mengaku beriman namun tidak kunjung meninggalkan ketaatan kepada Thoghut. Padahal
Allah memerintahkan orang-orang beriman untuk meninggalkan para Thoghut bila benar
imannya.





Apakah kamu tidak memperhatikan orang-orang yang mengaku dirinya telah beriman
kepada apa yang diturunkan kepadamu dan kepada apa yang diturunkan sebelum kamu?
Mereka hendak berhakim kepada thaghut, padahal mereka telah diperintah mengingkari
thaghut itu. Dan syaitan bermaksud menyesatkan mereka (dengan) penyesatan yang sejauh-
jauhnya. (QS. An-Nisa [4] : 60)

Sungguh dalam kelak nanti di neraka penyesalan mereka yang telah mentaati para
pembesar dan pemimpin yang tidak menjadikan Allah dan RasulNya sebagai tempat kembali
dalam menyelesaikan segenap perkara kehidupan.







Pada hari ketika muka mereka dibolak-balikkan dalam neraka, mereka berkata: Alangkah
baiknya, andaikata kami ta`at kepada Allah dan ta`at (pula) kepada Rasul. Dan mereka
berkata: Ya Tuhan kami, sesungguhnya kami telah menta`ati pemimpin-pemimpin dan
pembesar-pembesar kami, lalu mereka menyesatkan kami dari jalan (yang benar). Ya Tuhan
kami, timpakanlah kepada mereka azab dua kali lipat dan kutuklah mereka dengan kutukan
yang besar. (QS. Al-Ahzab [33] : 66-68)

You might also like