You are on page 1of 12

LAPORAN PENDAHULUAN

INFEKSI SALURAN PERNAPASAN AKUT (ISPA)

Disusun Untuk Memenuhi Salah Satu Tugas Praktek Klinik Stase Anak

Disusun Oleh:

Nama : I Wayan Sujana


NIM : 15160022

PROGRAM PENDIDIKAN PROFESI NERS


FAKULTAS ILMU KESEHATAN
UNIVERSITAS RESPATI YOGYAKARTA
2015
LEMBAR PENGESAHAN

LAPORAN PENDAHULUAN
INFEKSI SALURAN PERNAPASAN AKUT (ISPA)

Disusun Oleh :

Nama : I Wayan Sujana


NIM : 15160022

Mengetahui :

Pembimbing Klinik PembimbingA kademik

( ) ( )

Mahasiswa

(I Wayan Sujana)
LAPORAN PENDAHULUAN
ISPA

A. Pengertian
Infeksi saluran pernapasan akut (ISPA) disebabkan oleh virus atau
bakteri. Penyakit ini diawali dengan panas disertai salah satu atau lebih gejala:
tenggorokan sakit atau nyeri telan, pilek, batuk kering atau berdahak.
(Riskesdas, 2013).
ISPA adalah infeksi akut yang melibatkan organ saluran pernapasan
bagian atas dan saluran pernapasan bagian bawah. Infeksi ini disebabkan oleh
virus, jamur dan bakteri. ISPA akan menyerang host apabila ketahanan tubuh
(immunologi) menurun. Bayi di bawah lima tahun adalah kelompok yang
memiliki sistem kekebalan tubuh yang masih rentan terhadap berbagai
penyakit (Probowo, 2012).
Menurut Kemenkes RI, (2011) ISPA adalah Infeksi saluran pernafasan
yang berlangsung sampai 14 hari yang dapat ditularkan melalui air ludah,
darah, bersin maupun udara pernafasan yang mengandung kuman yang
terhirup oleh orang sehat.
Dari pengertian diatas dapat disimpulkan ISPA merupakan penyakit
akut pada saluran pernapasan yang disebabkan oleh virus, bakteri dan jamur
yang lebih sering menyerang anak balita.
B. Etiologi
Menurut (Hartono, 2012) penyebab ISPA yaitu:
1. Agen Penginfeksi
Sistem pernafasan menjadi terpengaruh oleh bermacam-macam
organisme terinfeksi. Banyak infeksi disebabkan oleh virus, terutama
respiratory synctial virus (RSV).
2. Umur
Bayi umur di bawah 3 bulan mempunyai angka infeksi yang rendah,
karena fungsi pelindung dari antibodi keibuan. Infeksi meningkat pada
umur 3-6 bulan, pada waktu ini antara hilangnya antibodi keibuan dan
produksi antibodi bayi itu sndiri. Sisa infeksi dari virus berkelanjutan
pada waktu balita dan prasekolah.
3. Ukuran Anatomi
Ukuran anatomi mempengaruhi respon infeksi sistem pernafasan.
Diameter saluran pernafasan terlalu kecil pada anak-anak akan menjadi
sasaran radang selaput lendir dan peningkatan selaput lendir dan
peningkatan produksi sekresi.
4. Daya Tahan
Kemampuan untuk menahan organisme penyerang dipengaruhi banyak
faktor. Kekurangan sistem kekebalan pada anak beresiko terinfeksi.
Kondisi lain yang mengurangi daya tahan adalah malnutrisi, anemia,
kelelahan, dan tubuh yang menakutkan.
5. Variasi Musim
Banyaknya patogen pada sistem pernafasan yang muncul dalam wabah
selama bulan musim semi dan dingin, tetapi infeksi mycoplasma sering
muncul pada musim gugur dan awal musim semi. Infeksi yang berkaitan
dengan asma (seperti asma bronchitis) frekuensi banyak muncul selama
cuaca dingin.
C. Tanda dan Gejala
Menurut (Hartono, 2012) tanda dan gejala ISPA adalah:
1. Sakit perut
Kadang-kadang tidak dapat dibedakan dari sakit radang usus buntu
(Mesentrik Lymphadenitis) yang menyebabkan keram jaringan dari
muntah sebagai faktor penyebabnya, terutama gelisah dan tensi anak.
2. Suhu meningkat
Suhu bisa mencapai 39,5C- 40,5C (103-105F) seperti infeksi halus.
Sering muncul pada tanda awal infeksi.
3. Sakit kepala
Sakit dan kaku pada punggung dan leher. Muncul kernig dan tanda
brundzinski.
4. Anoreksia
Muncul pada anak-anak yang sakit dan frekuensi bukti penyakit terlihat.
5. Muntah
Anak kecil sering muntah pada waktu sakit, sebagai tanda adanya infeksi.
6. Diare
Biasanya halus/cair, diare sementara tetapi beberapa sering berhubungan
denga virus infeksi pernafasan yang berfrekuensi dapat menyebabkan
dehidrasi.
7. Batuk
Sering muncul hanya selama fase akut dan bisa menyerang beberapa
bulan ssetelah sakit.
8. Halangan bunyi sengau
Bunyi sengau yang kecil pada bayi dengan mudah menghalangi
bengkaknya jaringan dan exudation. Dapat menghalangi pernafasan dan
pemberian makanan pada bayi dan dapat berkontribusi untuk
berkembangnya otitis media dan sinusitis.
9. Suara pernafasan
Suara berhubungan dengan penyakit seperti: batuk, serak, mendengkur,
stridor, mendesah, dan sebagainya.
10. Luka tenggorokan
Orang dewasa lebih bisa mengungkapkan tetapi anak kecil (tidak mampu
menggambarkan gejala) tidak bisa komplain ketika inflamasi tinggi dan
anak sering menolak diberi cairan oral atau padat.

D. Pathway
E. Pemeriksaan Penunjang
Pemeriksaan penunjang yang lazim dilakukan adalah pemeriksaan kultur/
biakan kuman (swab); hasil yang didapatkan adalah biakan kuman (+) sesuai
dengan jenis kuman, pemeriksaan hitung darah (deferential count); laju endap
darah meningkat disertai dengan adanya leukositosis dan bisa juga disertai
dengan adanya thrombositopenia dan pemeriksaan foto thoraks jika
diperlukan
1. X Ray pada sinus :
Mengkonfirmasi diagnosa sinusitis dan mengindentifikasi masalah
masalah struktur, malformasi rahang.
2. CT Scan sinus :
Mendeteksi adanya infeksi pada daerah sfenoidal dan etmoidal.
3. Darah Lengkap :
Mendeteksi adanya tanda tanda infeksi dan anemi. (Marilyn, 2007)

F. Penatalaksanaan Medis
Untuk batuk pilek tanpa komplikasi diberikan pengobatan simtomatis,
misalnya ekspektoransia untuk mengatasi bauk, sedatif untuk menenangkan
pasien, dan anti peiretik untuk menurunkan demam. Obstruksi hidung pada
bayi sangat sukar diobati. Penghisapan lendir hidung tidak efektif dan sering
menimbulkan bahaya. Cara yang paling mudah untuk pengeluaran sekret
adalah dengan membaringkan bayi tengkurap. Pada anak besar dapat
diberikan tetes hidung larutan efedrin 1 %, bila ada infeksi sekunder
hendaknya diberikan antibiotik. Batuk yang produktif ( pada bronkoinfeksi
dan trakeitis ) tidak boleh diberikan antitusif, misalnya : kodein, karena
menyebabkan depresi pusat batuk dan pusat muntah, penumpukan sekret
hingga dapat meyebabkan bronkopneumonia. Selain pengobatan tersebut,
terutama yang kronik, dapat diberikan pengobatan dengan penyinaran
(Nastiyah, 2010)
G. Asuhan Keperawatan
1. Pengkajian
a. Riwayat kesehatan
b. Keluhan utama (demam, batuk, pilek, sakit tenggorokan)
c. Riwayat penyakit sekarang (kondisi klien saat diperiksa)
d. Riwayat penyakit dahulu (apakah klien pernah mengalami penyakit
sepertiayang dialaminya sekarang)
e. Riwayat penyakit keluarga (adakah anggota keluarga yang pernah
mengalami sakit seperti penyakit klien)
f. Riwayat sosial (lingkungan tempat tinggal klien)
g. Pemeriksaan fisik difokuskan pada pengkajian sistem pernafasan
h. Inspeksi
1) Membran mukosa hidung-faring tampak kemerahan
2) Tonsil tampak kemerahan dan edema
3) Tampak batuk tidak produktif
4) Tidak ada jaringan parut pada leher
5) Tidak tampak penggunaan otot-otot pernafasan tambahan,
pernafasan cupingahidung.
i. Palpasi
1) Adanya demam
2) Teraba adanya pembesaran kelenjar limfe pada daerah leher/nyeri
tekan padaanodus limfe servikalis
3) Tidak teraba adanya pembesaran kelenjar tyroid
j. Perkusi
Suara paru normal (resonance)
k. Auskultasi
Suara nafas vesikuler/tidak terdengar ronchi pada kedua sisi paru
2. Diagnosa keperawatan
a. Ketidakefektifan pola nafas berhubungan dengan proses inflamasi
pada saluran pernafasan, nyeri.
b. Ketidakefektifan bersihan jalan nafas berhubungan dengan obstruksi
mekanik dari jalan nafas oleh sekret, proses inflamasi, peningkatan
produksi sekret
c. Cemas berhubungan dengan penyakit yang dialami oleh anak,
hospitalisasi pada anak

3. Intervensi
a. Ketidakefektifan pola nafas berhubungan dengan proses inflamasi
pada saluran pernafasan, nyeri.
1) Berikan posisi yang nyaman sekaligus dapat mengeluarkan sekret
dengan mudah.
2) Ciptakan dan pertahankan jalan nafas yang bebas.
3) Anjurkan pada keluarga untuk membawakan baju yang lebih
longgar, tipis serta menyerap keringat.
4) Berikan O2dan nebulizer sesuai dengan instruksi dokter.
5) Berikan obat sesuai dengan instruksi dokter (bronchodilator).
6) Observasi tanda vital, adanya cyanosis, serta pola, kedalaman
dalam pernafasan.
b. Ketidakefektifan bersihan jalan nafas berhubungan dengan obstruksi
mekanik dari jalan nafas oleh sekret, proses inflamasi, peningkatan
produksi sekret
1) Lakukan penyedotan sekret jika diperlukan.
2) Cegah jangan sampai terjadi posisi hiperextensi pada leher.
3) Berikan posisi yang nyaman dan mencegah terjadinya aspirasi
sekret (semiprone dan side lying position).
4) Berikan nebulizer sesuai instruksi dokter.
5) Anjurkan untuk tidak memberikan minum agar tidak terjadi
aspirasi selama periode tachypnea.
6) Kolaborasi dengan dokter dalam pemberian cairan perparenteral
yang adekuat.
7) Berikan kelembaban udara yang cukup.
8) Observasi pengeluaran sekret dan tanda vital.

c. Cemas berhubungan dengan penyakit yang dialami oleh anak,


hospitalisasi pada anak
1) Berikan informasi secukupnya kepada orang tua (perawatan dan
pengobatan yang diberikan).
2) Berikan dorongan secara moril kepada orang tua.
3) Jelaskan terapi yang diberikan dan respon anak terhadap terapi
yang diberikan.
4) Anjurkan kepada keluarga agar bertanya jika melihat hal-hal yang
kurang dimengerti/ tidak jelas.
5) Anjurkan kepada keluarga agar terlibat secara langsung dan aktif
dalam perawatan anaknya.
6) Observasi tingkat kecemasan yang dialami oleh keluarga

4. Evaluasi
a. Pasien tidak menunjukkan adanya tanda tanda infeksi nosokomial.
b. Pasien dapat beraktivitas kembali sesuai tumbuh kembang anak.
c. Pasien dapat bernafas seperti semula tanpa ada gangguan.
d. Keluarga pasien dapat mencegah terjadinya penyakit yang berulang.
H. Referensi

Riset Kesehatan Dasar. (2013). Badan Penelitian dan Pengembangan


Kesehatan Kementerian Kesehatan Dasar Republik Indonesia 2013

Hartono. (2012). Gangguan Pernafasan pada Anak. Yogyakarta: Nuha


Medika

Nanda. (2012). Diagnosis Keperawatan 2012-2014. Jakarta: EGC

Ngastiyah. (2010). Perawatan Anak Sakit edisi 2. Jakarta: EGC.

Kementerian Kesehatan Republik Indonesia. (2011). Pedoman Kader Seri


Anak

You might also like