You are on page 1of 7

Teori Belajar Humanisme dan Sosial

Pengertian Teori Belajar Humanistik


Teori belajar humanistik yang di pelopori oleh Abraham Maslow mencoba untuk
mengkritisi teori Freud dan behaveoristik. Menurut Abraham hal yang terpenting dalam
melihat manusia adalah potensi yang dimilikinya. Humanistik lebih melihat pada sisi
perkembangan kepribadian manusia daripada berfokus pada ketidak normalan atau sakit
seperti yang dilihat oleh teori Freud. Pendekatan ini melihat kejadian setelah sakit tersebut
sembuh, yaitu bagaimana manusia membangun dirinya untuk melakukan hal hal positif.
Kemampuan positif ini disebut potensi yang ada dalam manusia dan pendidik yang beraliran
humanistik biasanya memfokuskan pada hal hal positif ini.
Kemampuan positif disini erat kaitannya dengan pengembangan emosi positif yang
terdapat dalam domain efektif. Misalnya kemampuan dalam ketrampilan membangun dan
menjaga relasi yang hangat dengan orang lain, kepercayaan, penerimaan, kesadaran,
memahami perasaan orang lain, kejujuran interpersonal dan pengetahuan interpersonal
lainnya. Jadi intinya adalah meningkatkan kualitas keterampilan interpersonal dalam
kehidupan sehari hari. Selain menitikberatkan pada interpersonal, para pendidik juga
membuat pembelajaran yang membantu peserta didik untuk meningkatkan kemampuan
dalam membuat, berimajinasi, mempunyai pengalaman, berintuisi, merasakan dan berfantasi.
Pendekatan ini mengedepankan pentingnya emosi dalam dunia pendidikan. Freudian melihat
emosi sebagai sebagai hal yang mengganggu perkembangan, sementara humanistik melihat
keuntungan pendidikan emosi. Jadi bisa dikatakan bahwa emosi adalah karakteristik yang
sangat kuat dan nampak dari para pendidik beraliran humanistik. Karena berfikir dan
merasakan saling beriringan, mengabaikan pendidikan emosi sama dengan mengabaikan
salah satu potensi terbesar manusia.1
2.2 Tokoh-tokoh Teori Belajar Humanistik
Adapun tokoh tokoh yang mempelopori psikologi humanistik yang digunakan
sebagai teori belajar humanisme sebagai berikut :
a) Abraham Maslow
Di kenal sebagai pelopor aliran humanistik. Maslow percaya bahwa manusia bergerak
untuk memahami dan menerima dirinya sebisa mungkin. Teorinya yang paling di kenal
adalah teori tentang Hierarchy of Needs ( Hirarki kebutuhan ). Dia mengemukakan bahwa

1 Iskandar, 2009, Psikologi pendidikan, Cipayung : Gaung persada (GP) Press.


individu berperilaku dalam upaya untuk memenuhi kebutuhan yang bersifat hirarkis. Pada
diri orang memiliki rasa takut yang dapat membahayakan apa yang sudah ia miliki dan
sebagainya, tetapi di sisi lain memiliki dorongan untuk lebih maju ke arah keutuhan. Manusia
juga bermotivasi untuk memenuhi kebutuhan kebutuhan hidupnya. Kebutuhan kebutuhan
tersebut memiliki hirarki ( tingkatan ) mulai dari yang rendah sampai yang tinggi. Adapun
hirarki hirarki tersebut adalah :
Kebutuhan fisiologis atau dasar
Kebutuhan akan aman dan tenteram
Kebutuhan akan dicintai dan disayangi
Kebutuhan untuk dihargai
Kebutuhan untuk aktualisasi diri

b) Bloom dan Krathwohl


Dalam hal ini, Bloom dan Krathwohl menunjukkan apa yang mungkin dikuasai (
dipelajari ) oleh siswa, yang tercakup dalam tiga kawasan berikut :
1. Kognitif
Kognitif terdiri dari tiga tingkatan:
1) Pengetahuan ( mengingat, menghafal );
2) Pemahaman ( menginterpretasikan );
3) Aplikasi ( menggunakan konsep untuk memecahkan suatu masalah );
4) Analisis ( menjabarkan suatu konsep );
5) Sintesis ( menggabungkan bagian-bagian konsep menjadi suatu konsep utuh);
6) Evaluasi ( membandingkan ide, nilai, metode, dsb ).

2. Psikomotor
Psikomotor terdiri dari lima tingkatan, yaitu:
1) Peniruan ( menirukan gerak );
2) Penggunaan ( menggunakan konsep untuk melakukan gerak );
3) Ketepatan ( melakukan gerak dengan benar );
4) Perangkaian ( melakukan beberapa gerakan sekaligus dengan benar );
5) Naturalisasi ( melakukan gerak secara wajar ).

3. Afektif
Afektif terdiri dari lima tingkatan, yaitu:
1) Pengenalan ( ingin menerima, sadar akan adanya sesuatu );
2) Merespon ( aktif berpartisipasi );
3) Penghargaan ( menerima nilai-nilai, setia kepada nilai-nilai tertentu);
4) Pengorganisasian ( menghubung - hubungkan nilai-nilai yang dipercayai );
5) Pengalaman ( menjadikan nilai-nilai sebagai bagian dari pola hidup )2.

c) Kolb
Sementara itu, Kolb membagi tahapan belajar menjadi empat tahap, yaitu:
1. Pengalaman konkret;
Pada tahap ini seorang siswa hanya mampu sekedar ikut mengalami suatu kejadian. Dia
belum mempunyai kesadaran tentang hakikat kejadian tersebut. Dia pun belum mengerti
bagaimana dan mengapa suatu kejadian harus terjadi seperti itu.
2. Pengalaman aktif dan reflektif;
Siswa lambat laun mampu mengadakan observasi aktif terhadap kejadian itu, serta mulai
berusaha memikirkan dan memahaminya.
3. Konseptualisasi;
Siswa mulai belajar untuk membuat abstraksi atau teori tentang sesuatu hal yang pernah
diamatinya. Pada tahap ini siswa diharapkan sudah mampu untuk membuat aturan-aturan
umum ( generalisasi ) dari berbagai contoh kejadian yang meskipun tampak berbeda-beda,
tetapi mempunyai landasan aturan yang sama.
4. Eksperimentasi aktif
Siswa sudah mampu mengaplikasikan suatu aturan umum ke situasi yang baru. Dalam dunia
matematika misalnya, siswa tidak hanya memahami asal-usul sebuah rumus, tetapi ia juga
mampu memakai rumus tersebut untuk memecahkan suatu masalah yang belum pernah ia
temui sebelumnya.3

Prinsip Teori belajar humanistik


Beberapa prinsip Teori belajar Humanistik:
1. Manusia mempunyai kemampuan belajar alami.
2. Belajar signifikan terjadi apabila materi pelajaran dirasakan murid mempuyai relevansi
dengan maksud tertentu.
3. Belajar yang menyangkut perubahan di dalam persepsi mengenai dirinya.

2 B. Uno. Hamzah, 2004, Orientasi Baru dalam Psikologi Pembelajaran, Jakarta: Bumi Aksara. hal. 14
3 Uno. Hamzah, 2004, Orientasi Baru dalam Psikologi Pembelajaran, Jakarta: Bumi Aksara. hal. 15
4. Tugas belajar yang mengancam diri ialah lebih mudah dirasakan bila ancaman itu kecil.
5. Bila ancaman itu rendah terdapat pangalaman siswa dalam memperoleh cara.
6. Belajar yang bermakna diperoleh jika siswa melakukannya.
7. Belajar lancar jika siswa dilibatkan dalam proses belajar.
8. Belajar yang melibatkan siswa seutuhnya dapat memberi hasil yang mendalam.
9. Kepercayaan pada diri siswa ditumbuhkan dengan membiasakan untuk mawas diri.
10. Belajar sosial adalah belajar mengenai proses belajar.
Roger sebagai ahli dari teori belajar humanisme mengemukakan beberapa prinsip
belajar yang penting yaitu: (1). Manusia itu memiliki keinginan alamiah untuk belajar,
memiliki rasa ingin tahu alamiah terhadap dunianya, dan keinginan yang mendalam untuk
mengeksplorasi dan asimilasi pengalaman baru, (2). Belajar akan cepat dan lebih bermakna
bila bahan yang dipelajari relevan dengan kebutuhan siswa, (3) belajar dapat di tingkatkan
dengan mengurangi ancaman dari luar, (4) belajar secara partisipasi jauh lebih efektif dari
pada belajar secara pasif dan orang belajar lebih banyak bila belajar atas pengarahan diri
sendiri, (5) belajar atas prakarsa sendiri yang melibatkan keseluruhan pribadi, pikiran
maupun perasaan akan lebih baik dan tahan lama, dan (6) kebebasan, kreatifitas, dan
kepercayaan diri dalam belajar dapat ditingkatkan dengan evaluasi diri, orang lain tidak
begitu penting.4

Pengertian Teori Belajar Sosial


Teori belajar sosial merupakan perluasan teori belajar perilaku yang tradisional
(behavioristik). Teori ini dikembangkan oleh Albert Bandura. Prinsip belajar menurut
Bandura adalah usaha menjelaskan belajar dalam situasi alami. Adapun pengertian dari teori
pembelajaran sosial (social learning theory) atau pembelajaran observasional (observational
learning) yaitu Pembelajaran observasional merupakan proses dimana informasi diperoleh
dengan memerhatikan kejadian-kejadian dalam lingkungan5.

Ruang Lingkup Teori Belajar Sosial


1. Determinisme Resiprokal (Reciprocal Determinism)

4 Abdul. Hadis, 2006, Psikologi dalam Pendidikan, Bandung: Alfabeta.

5 B.R. Hergenhahn, Matthew. Olson, 2008. Theories of Learning, edisi ke-7. Jakarta: Kencana Prenada
Media Group.
Bandura mengembangkan model Determinisme Resiprokalyang terdiri dari tiga faktor
utama, yaitu perilaku, person / kognitif, dan lingkungan. Seperti dalam gambar, faktor-faktor
ini bisa saling berinteraksi untuk mempengaruhi pembelajaran, yakni faktor lingkungan
memengaruhi perilaku, perilaku memengaruhi lingkungan, faktor person (orang/kognitif)
memengaruhi perilaku dan sebagainya.Bandura menggunakan istilah person, tapi
memodifikasi menjadi person (cognitive) karena banyak faktor orang yang dideskripsikannya
adalah faktor kognitif.
Dalam model pembelajaran Bandura, faktor person (kognitif) memainkan peran
penting. Faktor person (kognitif) yang ditekankan Bandura pada masa belakangan ini adalah
self-efficiacy, yakni keyakinan bahwa seseorang bisa menguasai situasi dan menhasilkan hasil
positif. Bandura mengatakan bahwa self-efficiacy berpengaruh besar terhadap perilaku.
Misalnya, seorang murid yang self-efficiacy-nya rendah mungkin tidak mau berusaha belajar
untuk mengerjakan ujian karena dia tidak percaya bahwa belajar akan bisa membantunya
mengerjakan soal.Adapun konsep utama dari teori belajar Albert Bandura adalah sebagai
berikut :
a. Pemodelan
Pemodelan merupakan konsep dasar dari teori belajar sosial Albert Bandura. Menurut
Bandura sebagian besar manusia belajar melalui pengamatan secara selektif dan mengingat
tingkah laku orang lain.6
Seseorang belajar menurut teori ini dilakukan dengan mengamati tingkah laku orang
lain (model), hasil pengamatan itu kemudian dimantapkan dengan cara menghubungkan
pengalaman baru dengan pengalaman sebelumnya atau mengulang-mengulang kembali.
Dengan jalan ini memberi kesempatan kepada orang tersebut untuk mengekspresikan tingkah
laku yang dipelajari.
Berdasarkan pola perilaku tersebut, selanjutnya Bandura mengklasifikasi empat fase
belajar dari pemodelan, yaitu :
1. Fase Atensi
Fase pertama dalam belajar pemodelan adalah memberikan perhatian pada suatu model.Pada
umumnya seseorang memberikan perhatian pada model-model yang menarik, popular atau
yang dikagumi.Dalam pembelajaran guru yang bertindak sebagai model bagi siswanya harus
dapat menjamin agar siswa dapat memberikan perhatian kepada bagan-bagian penting dari
pelajaran. Hal ini dapat dilakukan dengan cara menyajikan materi pelajaran secara jelas dan

6 Arends. Rivenson, 1997, Classroom Instruction and Management, New York: McGraw-Hill Companies
menarik, memberikan penekanan pada bagian-bagian penting, atau dengan
mendemonstrasikan suatu kegiatan. Di samping itu suatu model harus memiliki daya tarik.
Misalnya untuk menjelaskan bagian-bagian bola mata guru seharusnya menggunakan gambar
model mata, dengan variasi warna yang bermacam-macam sehingga bagian-bagian mata
tersebut tampak jelas dan siswa termotivasi untuk mempelajarinya.

2.Fase Retensional
Menurut Gredler, fase ini bertanggung jawab atas pengkodean tingkah laku model dan
menyimpan kode-kode itu di dalam ingatan (memori jangka panjang). Pengkodean adalah
proses pengubahan pengalaman yang diamati menjadi kode memori. Arti penting dari fase ini
adalah bahwa si pengamat tidak akan dapat memperoleh manfaat dari tingkah laku yang
diamati ketika model tidak hadir, kecuali apabila tingkah laku itu dikode dan disimpan dalam
ingatan untuk digunakan pada waktu kemudian. Untuk memastikan terjadinya retensi jangka
panjang guru dapat menyediakan waktu pelatihan, yang memungkinkan siswa mengulang
keterampilan baru secara bergiliran, baik secara fisik maupun secara mental.Misalnya mereka
dapat menvisualisasikan sendiri tahap-tahap yang telah didemonstrasikan dalam
menggunakan busur, atau penggaris sebelum benar-benar melakukannya.7
3. Fase Reproduksi
Dalam fase ini kode-kode dalam memori membimbing penampilan yang sebenarnya dari
tingkah laku yang baru diamati. Derajat ketelitian yang tertinggi dalam belajar mengamati
adalah apabila tindakan terbuka mengikuti pengulangan secara mental. Fase reproduksi
dipengaruhi oleh tingkat perkembangan individu. Fase reproduksi mengizinkan model untuk
melihat apakah komponen-komponen urutan tingkah laku sudah dikuasai oleh si pengamat
(pebelajar).Pada fase ini juga si model hendaknya memberikan umpan balik terhadap aspek-
aspek yang sudah benar ataupun pada hal-hal yang masih salah dalam penampilan.
4. Fase Motivasional
Pada fase ini si pengamat akan termotivasi untuk meniru model, sebab mereka merasa bahwa
dengan berbuat seperti model, mereka akan memperoleh penguatan. Memerikan penguatan
untuk suatu tingkah laku tertentu akan memotivasi pengamat (pebelajar) untuk berunjuk
perbuatan. Aplikasi fase motivasi di dalam kelas dalam pembelajaran pemodelan sering
berupa pujian atau pemberian nilai.

7 Agus. Sudibyo, 2001, Politik Media dan Pertarungan Wacana, Yogyakarta: LKiS.
b. Belajar Vicarious
Sebagian besar belajar observasional termotivasi oleh harapan bahwa meniru model
dengan baik akan menuju pada pada reinforcement. Akan tetapi, akan ada orang yang belajar
dengan melihat orang diberi reinforcement atau dihukum waktu terlibat dalam perilaku-
perilaku tertentu. Inilah yang disebut belajar vicarious.
Guru-guru dalam kelas selalu menggunakan prinsip belajar vicarious.Bila seorang
murid berkelakuan tidak baik, guru memperhatikan anak-anak yang bekerja dengan baik dan
memuji mereka karena pekerjaan mereka yang baik itu. Anak yang nakal itu melihat bahwa
bekerja memperoleh reinforcement sehingga ia pun kembali.

c. Perilaku Diatur-Sendiri (Self-Regulated Behavior)


Bandura mengatakan bahwa perilaku manusia sebagian besar merupakan perilaku
yang diatur oleh dirinya sendiri (self-regulated behavior). Manusia belajar suatu standar
performa (performance standards), yang menjadi dasar evaluasi diri. Apabila tindakan
seseorang bisa sesuai atau bahkan melebihi standar performa, maka ia akan dinilai positif,
tetapi sebaliknya, bila dia tidak mampu berperilaku sesuai standar, dengan kata lain
performanya dibawah standar, maka ia akan dinilai negatif.
Bandura berhipotesis bahwa manusia mengamati perilakunya sendiri,
mempertimbangkan perilaku terhadap kriteria yang disusunnya sendiri, kemudian memberi
reinforcement atau hukuman pada dirinya sendiri.Kita semua mengetahui bila kita berbuat
kurang daripada yang sebenarnya.Untuk dapat membuat pertimbangan-pertimbangan ini, kita
harus mempunyai harapan tentang penampilan kita sendiri. Seorang siswa mungkin sudah
merasa senang sekali memperoleh 90% betul dalam suatu tes, tetapi anak yang lain mungkin
masih kecewa.8

8 Trianto, 2010, Model Pembelajaran Terpadu, Jakarta : PT Bumi Aksara.

You might also like