You are on page 1of 5

Penatalaksanaan Status Epileptikus

Pemberian obat-obatan anti kejang harus diberikan saat pasien sudah stabil dan
diagnosis sudah ditegakkan. Terdapat jenis obat-obatan dan dosis yang direkomendasikan
pada tabel 2. The Neurocritical Care Societys guideline menyatakan bahwa benzodiazepine
masih merupakan terapi kegawatan utama dari pilihan berdasarkan bukti yang tersedia dan
consensus para ahli. Jika memungkinkan, pemberian benzodiazepine intravena lebih
dianjurkan. Tetapi apabila akses intravena tidak didapatkan dengan cepat maka dapat
menggunakan sediaan buccal, intranasal, intramuscular, dan rectal. The American Epilepsy
Societys guideline menyebutkan bahwa lorazepam dan diazepam intravena efektif
menghentikan kejang yang berlansung setidaknya 5 menit (bukti tingkat A) dan diazepam
rectal, midazolam intramuscular, midazolam intranasal, dan midazolam bucal mungkin efektif
menghentikan kejang yang berlansung setidaknya 5 menit (bukti tingkat B). Disini disebutkan
bahwa ada tiga pilihan yaitu lini pertama lorazepam intravena (0,1 mg / kg / dosis; ulangi sekali
jika diperlukan), diazepam intravena (0,15-0,2 mg / kg / dosis; ulangi sekali jika diperlukan) dan
midazolam intramuskuler (10 mg untuk> 40 kg; 5 mg untuk 13-40 kg; dosis tunggal) (bukti
tingkat A). Sebuah penelitian acak terbaru membandingkan lorazepam dan diazepam pada
anak dengan kejang status epilepikus. Penghentian status epileptikus selama 10 menit tanpa
kekambuhan selama 30 menit terjadi pada 72% dari kelompok diazepam dan 73% dari
kelompok lorazepam. Sebanyak 16% dari kelompok diazepam dan 18% dari kelompok
lorazepam memerlukan bantuan ventilasi. Satu-satunya perbedaan hasil sekunder adalah
bahwa pasien kelompok lorazepam lebih mengalami efek sedasi daripada di kelompok
diazepam (67% vs 50%). Studi ini menyimpulkan bahwa data tidak mendukung penggunaan
preferensial lorazepam lebih dari diazepam.

Pemberian diazepam dapat menyebabkan depresi pernafasan dan hipotensi, sehingga


diperlukan pemantauan dan stabilisasi. . The American Epilepsy Societys guideline
menyebutkan bahwa depresi respiratorik merupakan efek samping yang sering terjadi
berhubungan dengan pemberian obat anti kejang (bukti tingkat A) dan tidak ada perbedaan
depresi respiratorik pada pemberian midazolam, lorazepam, dan diazepam melalui rute
pemberian yang lainnya (bukti tingkat B). Sebuah uji klinis acak besar pediatrik melaporkan
pada grup diazepam sebanyak 16 % memerlukan bantuan ventilasi dan 18% pada grup
lorazepam. Jika kejang tidak teratasi selama 5-10 menit setelah pemberian loading dose
benzodiazepine, kemudian benzodiazepine kedua harus diberikan. Namun, harus dilakukan
penilaian awal apakah ada diazepam yang diberikan sebelum masuk rumah sakit utuk
mencegah depresi pernafasan akibat penigkatan dosis diazepam yang diberikan.

Obat-obatan lini kedua yang disebut sebagai obat urgent oleh Neurocritical Care
Society guideline dan fase terapi kedua oleh American Epilepsy Society guideline. Jika status
epileptikus telah tertangani, kemudian benzodiazepine saja mengontrol kejang pada separuh
populasi anak. the Neurocritical Care Societys guideline merekomendasikan setelah pemberian
benzodiazepine, maka harus diberikan obat control urgent yang lainnya. The American
Epilepsy Societys guideline menyebutkan bahwa kurangnya bukti untuk mengevaluasi fenitoin
atau levetiracetam sebagai terapi second line (bukti tingkat U) tetapi asam valproat intravena
memiliki efikasi yang serupa tetapi memiliki kemampuan toleransi yang lebih baik daripada
fenobarbital intravena (bukti tingkat B). The NIH funded Established Status Epilepticus
Treatment Trial (ESETT) akan membandingkan fenitoin, valproat, dan levetiracetam untuk
kejang pada status epileptikus pada anak dan dewasa, menyediakan data penting mengenai
obat-obatan urgent.

Obat-obatan Dosis yang Efek samping serius Lain-lain


direkomendasikan
Emergent /terapi fase inisial
Lorazepam IV: 0.1 mg/kg IV - 4 mg Hipotensi Dilarutkan dalam 1:1
per dosis, dapat diulang 5 Depresi pernafasan saline
10 menit
Larutan mengandung
prophylene glycol
Diazepam IV: 0.150.2 mg/kg IV - 10 Hipotensi Durasi cepat ,
mg per dosis, data diulang Depresi pernafasan metabolit aktif
dalam 5 menit
Rectal: 0.20.5 mg/kg- 20 Larutan mengandung
mg prophylene glycol
Midazolam Dewasa : IM: 0.2 mg/kg - Hipotensi Metabolit aktif
10 mg Depresi pernafasan metabolit aktif,
Anak : IM: 5 mg jika 13
40 kg, 10 mg jika >40 kg. eliminasi melalui
0.3 mg/kg - 10 mg ginjal, durasi singkat
Intranasal: 0.2 mg/kg Untuk intranasal atau
Buccal 0.5 mg/kg bucal gunakan
formulasi IV
(konsentrasi 5mg/ml)
Terapi control urgent/ terapi fase sekunder
Fenitoin atau 20 mg/kg IV, dapat Hipotensi Fenitoin hanya dapat
diberikan tambahan 510 Aritmia dilarutkan dalam
mg/kg
fosfenitoin 20 mg PE/kg IV, dapat Purple glove saline
diberikan tambahan 510 syndrome Larutan mengandung
PE/kg prophylene glycol
Fosfenitoin dapat
dilarutkan dalam
saline, dekstrose, RL
Levetiracetam 2060 mg/kg IV agresif Interaksi obat
minimal, tidak
dimetabolisme di
hepar
Phenobarbital 1520 mg/kg IV, dapat Hipotensi Larutan mengandung
diberikan tambahan Depresi pernafasan prophylene glycol
510 mg/kg
Valproic acid 2040 mg/kg IV, dapat Hiperammonemia merupakan obat yang
diberikan tambahan 20 Pancreatitis disarankan untuk
mg/kg
Trombositopenia pasien dengan
hepatotoksik epilepsy general
hindari jika terjadi
difsungsi hepar,
penyakit metabolic, <
2 tahun dengan
etiologi yang tidak
jelas, pancreatitis,
trombositopenia

Pada survey yang dilakukan oleh layanan kegawatan pediatric dan neurologis, fenitoin atau
fosfofenitoin masih merupakan obat antikejang yang sering digunakan jika status epileptikus
masih berlangsung setelah pemberian benzodiazepine. Namun, hal ini berdasarkan sedikit data
beberapa obat-obatan lain lebih efektif seperti levetiracetam, fenobarbital, atau valproat.
Contoh, metanalisis terbaru dari pemberian benzodiazepine pada kejang status epileptikus
refraktoris menemukan fenitoin memiliki efikasi lebih rendah (50%) daripada levetiracetam
(69%), fenobarbital (74%), valproat (76%). Fenitoin dan fosfofenitoin merupakan prodrug yang
cepat diubah menjadi fenitoin, menghambat kanal Na, sehingga menghambat eksibilitas. Obat
ini efektif untuk mengatasi kejang fokal, tetapi tidak efektif dan memperburuk kejang pada
pasien dengan epilepsy general. The Neurocritical Care Societys guideline mengklasifikasi
fenitoin dan fosfofenitoin dalam obat emergent, urgent atau terapi untuk status epileptikus
refrakter dengan loading dose IV 20 mg/kg (atau untuk fosphenytoin, 20 phenytoin
equivalents/kg). The American Epilepsy Societys guideline menyebutkan bahwa data untuk
membandingkan efikasi fenitoin dan fosfofenitoin tidak cukup (bukti tingkat U) tetapi
fosfofenitoin memiliki toleransi yang lebih baik daripada fenitoin ( bukti level B), dan fosfofenitoin
lebih diterima menurut toleransinya ( meskipun fenitoin lebih diterima) (bukti tingkat B). Aritmia
jantung dan reaksi kulit hebat local dapat terjadi pada pemberian fenitoin sekunder dan jarang
terjadi pada pemberian fosfofenitoin. Fenitoin merupakan penginduksi enzim hepar yang kuat
dan menurunkan efektivitas obat obatan lain.
Asam valproat merupakan anti kejang spectrum luas yang mengatur kanal Na, Ca, dan
metabolisme GABA. Asam valproat efektif untuk epilepsi general maupun fokal, dan lebih efektif
untuk tata laksana status epileptikus pada anak daripada dewasa. Pada 2 metanalisis terbaru,
asam valproat ditemukan memiliki efikasi paling tinggi diantara second line obat-obatan anti
kejang lainnya. Sebagai contoh, salah satu meta analisis pemberian benzodiazepine pada
status epileptikus refrakter dan asam valproat memiliki efikasi lebih tinggi yaitu (78%) daripada
fenitoin, fenobarbital, dan levetiracetam. Valproat dapat diberika secara intravena dan
diklasifikasikan dalam obat status epileptikus emergent , urgent, atau refraktori oleh
Neurocritical Care Societys guideline pada loading dose 20-40 mg/kg. The American Epilepsy
Societys guideline merekomendasikan dosis asam valproat 40 ng/kg. efek samping dari asam
valproat yang diberikan melalui intravena adalah hipotension, thrombositopenia, pansitopenia,
disfungsi platelet, reaksi hipersensitifitas, pancreatitis and hyperammonemia. Kemudian Federal
Drug Administration memberikan peringatan kotak hitam untuk hepatotoksik yang prevalensinya
tinggi pada anak dibawah 2 tahunyang mendapatkan obat obatan antikejang lebih dari satu
dan atau suspek menderita gangguan metabolisme atau mitokondrial. Valproat meningkatkan
kerja enzim hepar sehingga meningkatkan kadar obat yang lain.

Fenobarbital merupakan modulator allosteric dari reseptor GABAA dan diklasifikasikan


oleh the Neurocritical Care Societys guideline sebagai obat obatan status epileptikus emergent
, urgent dan refraktori. Loading dose dari fenobarbital adalah 20 mg/kg dapat ditambah 5-10
mg/kg jika dipelukan. Metanalisis terbaru dari obat obatan benzodiazepine untuk kejang
refrakter pada status epileptikus menemukan bahwa fenobarbital memiliki efikasi 74% dari
pasien. Fenobarbital merupakan sedative dan dapat menyebabkan depresi respiratorik atau
hipotensi. Jika tidak ada jalan bantu nafas maka klinisi harus menyiapkan intubasi. Fenobarbital
merupakan inductor enzim hepar yang kuat sehingga dapa menurunkan kadar beberapa obat.
Half life fenobarbital 72 jam dan dapat lebih panjang pada pasien dengan gangguan hepar.
Levetiracetam merupakan obat anti kejang tambahan yang dapat dimasukkan dalam kategori
terapi urgent. Mekanisme aksi dari levetiracetam belum sepenuhnya ditemukan, tetapi
levetiracetam mengikat glikoprotein presinap dan menurunkan release neurotransmitter.
Terakhir diketahui bahwa status epileptikus yang refrakter berulang levetiracetam sering
digunakan karena rendahnya dosis yang dipakai dan rendahnya interaksi obat. Sedikit
penelitian retrospektif dan observasional yang menyatakan bahwa kejang dapat teratasi dengan
levetiracetam pada loading dose 20-60 mg/kg, dengan dosis 60 mg/kg direkomendasikan oleh
American Epilepsy Societys guideline. Sebuah metaanalisis dari pemberian benzodiazepine
untuk kejang refrakter pada status epileptikus menemukan efikasi levetiracetam 69 % dari
subjek. Agresifitas disebutkan sebagai efek samping. Pengaturan dosis diperlukan untuk anak
yang mengalami gangguan ginjal.

Penatalaksanaan kejang refrakter status epileptikus

Kejang refrakter pada status epileptikus ditandai dengan kejang yang berlanjut
meskipun pengobatan dengan dosis yang adekuat dari obat anti-kejang. Definisi untuk refraktori
statusepileptikusmemiliki bervariasi dalam durasi kejang (ada kriteria waktu, 30 menit, satu jam,
atau dua jam) dan / atau kurangnya respon terhadap obat anti kejang.

The Neurocritical Care Societys guidelie menunjukkan bahwa refraktori status


epileptikus didiagnosis secara klinis atau electrographic kejang berlanjut setelah dosis yang
cukup dari benzodiazepine awal diikuti oleh yang obat anti kejang lini kedua. Berbeda dengan
definisi sebelumnya refraktori status epileptikus, tidak ada batasan waktu untuk diagnosis
kejang refrakter dengan demikian untuk menekankan pentingnya kecepatan pemberian obat.
Refraktori status epileptikus terjadi pada sekitar 10% -40% dari anak-anak dengan status
epileptikus . Studi pada anak-anak telah menunjukkan bahwa status epileptikus berlangsung
lebih dari satu jam di 26% -45% dari pasien, lebih dari dua jam di 17% -25% dari pasien, dan
lebih dari empat jam pada 10% pasien.

Pada beberapa pasien, refraktori status epileptikus dapat berlangsung beberapa minggu
atau bulan meskipun pengobatan dengan beberapa obat, yang telah disebut sebagai status
epileptikus refrakter maligna atau super-refrakter status epileptikus. Kondisi ini juga telah
disebutsebagaide-novokriptogenik refraktori multi-focal status epileptikus, new-onset refractory
status epilepticus (NORSE), dan febrile infection-related epilepsy syndrome (FIRES). Beberapa
kasus di mana refraktori status epileptikus terjadi pada orang yang sebelumnya sehat tanpa
diidentifikasi penyebab kecuali infeksi baru yang dapat menyebabkan diagnosis tumpang
tindih. Hal hal yang berhubungan dengan kejang refrakter status epileptikus yang berkaitan
dengan infeksi inflamasi yaitu usia yang lebih muda, kesehatan yang baik sebelumnya,
mortalitas dan morbiditas yang tinggi.
Penatalaksanaan kejang refrakter status epileptikus yang telah dijelaskan sebelumnya
pada anak-anak. Beberapa pilihan terapi, semua jalur terapi menyarankan tambahan anti
kejang seperti fenitoin/ fosfofnitoin, fenobarbital, sodium valproat, dan levetiracetam, atau
menginduksi koma dengan obat-obatan intravena atau inhalasi. The Neurocritical Care
Societys guideline menyarankan pilihan untuk penatalaksanaan kejang refraktori status
epileptikus dengan memberikan bolus control obat obatan urgent dan menginduksi koma bila
kejang tetap berlanjut atau langsung menginduksi koma. Obat obatan control urgent (fenitoin,
valproate, levetiracetam, fenobarbital) dapat diberikan bila belum pernah diberikan sebelumnya.
Jika frekuensi kejang menurun atau jika pasien membutuhkan stabilisasi maka diberikan obat
per infuse. Penundaan induksi koma pada anak-anak dengan kejang refrakter status epileptikus
dengan memperhatikan waktu sangatlah penting.
Beberapa data penting mengenai penataaksanaan kejang refrakter status epileptikus
dengan midazolam, fenobarbital dan terapi anastesi lainnya. Dosis midazolam loading dose 0,2
mg/kg diikuti dengan per infuse 0,05-0,2 mg/jam dititrasi jika dibutuhkan untuk menekan kejang
secara klinis maupun EEG. Loading dose fenobarbital 5-15 mg/kg (dapat ditambahkan 5-10
mg/kg jika dibutuhkan ) diikuti dengan per infuse 0,5-5 mg/kg/jam dititrasi jika dibutuhkan untuk
menekan kejang. Jika kejang tetap berlanjut dengan midazolam dan fenobarbital maka dosis
tambahan dapat diberikan melalui bolus. Meningkatkan kecepatan infuse tanpa menambah
dosis per bolus akan menyebabkan peningkatan yang rendah serum level, yang dapat
menyebabkan gangguan kecepatan penghentian kejang. Obat obatan anastesi seperti
isoflurane juga efektif mensupresi kejang dan menghentikan kejang namun dapat menyebabkan
hipotensi dan sedikit data yang menjelaskan penggunanaanya. Propofol dapat menghentikan
kejang dengan cepat tetapi jarang digunakan pada anak anak Karena peringatan black box
dari Federal Drug Administration karena dapat menyebabkan propofol infusion syndrome.
Pasien yang diterapi dengan infus atau anestesi inhalasi memerlukan pemantauan
intensif karena : (1) ventilasi mekanik untuk perlindungan jalan nafas dan mempertahankan
oksigenasi dan ventilasi; (2) akses vena sentral dan akses arteri untuk tes laboratorium
dan kemungkinan terjadi hipotensi membutuhkan vasopressor atau dukungan inotropik;
(3) manajemen suhu karena pemberian obat anastesi dosis tinggi dapat menyebabkan
hipotermia respon termoregulasi endogen; (4) penilaia asidosis laktat, anemia,
trombositopenia, dan disfungsi organ akhir (misalnya, gagal hepar akut atau gagal ginjal); dan
(5) risiko infeksi sekunder akibat pemasangan kateter (misalnya, kateter sentral, tabung
endotrakeal, dan Foley kateter), serta beberapa obat (misalnya, pentobarbital).

You might also like