You are on page 1of 23

REPORTING AND ACCOUNTING FOR INCOME

TAXES

MAKALAH
disusun untuk memenuhi salah satu tugas persentasi mata kuliah Akuntansi Keuangan
Menengah II yang dibimbing oleh Bapak Bachtiar Asikin, S.E., M.M., Ak., Ca.

oleh
Deby Ayu Lestari : 0113U478
Eulandea Alpedoe : 0113U426
Retno Dewi Jayanti : 0113U425

JURUSAN AKUNTANSI S1
FAKULTAS EKONOMI
UNIVERSITAS WIDYATAMA
BANDUNG
2016
KATA PENGANTAR

Puji syukur penulis panjatkan khadirat Allah SWT, atas limpahan rahmat dan
hidayahnya penulis dapat menyelesaikan makalah dengan tepat waktu yang berjudul "
Reporting and Accounting For Income Taxes ". Makalah ini disusun agar pembaca dapat
memahami perlakuan akuntansi untuk perhitungan pajak penghasilan dan jurnal yang
diperlukan untuk pencatatan akuntansi dalam perusahaan. Dalam makalah ini dibahas
mengenai perbedaan antara UU perpajakan dan PSAK 46 serta bagaimana mengakui,
menghitung, dan metode yang digunakan untuk mengalokasikan pajak.
Demikian pembuatan makalah ini dapat memberikan pengetahuan kepada
pembaca. Dengan akhir kata penulis ucapkan permohonan maaf karena masih banyak
kesalahan dalam penulisan makalah ini. Semoga pembaca dapat menambahkan kembali
kajian makalah ini.

Bandung, Juli 2016

Penulis

i
DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR ........................................................................................................................ i


DAFTAR ISI ................................................................................................................................... ii
BAB I TINJAUAN PUSTAKA ........................................................................................................... 1
1.1 Pajak Penghasilan ................................................................................................................... 1
1.2 Perbedaan UU Perpajakan dengan PSAK No.46.................................................................... 1
1.2.1 Perbedaan Permanen .................................................................................................... 2
1.3 Metode Alokasi....................................................................................................................... 4
1.3.1 Prinsip Prinsip Alokasi Pajak .................................................................................... 5
1.4 Jurnal ...................................................................................................................................... 5
1.4.1 Jurnal dan Rumus Perhitungan .................................................................................... 6
1.5 Penyajian Pajak di Laporan Keuangan ................................................................................... 6
1.6 Rekonsiliasi Pajak................................................................................................................... 7
BAB II PEMBAHASAN ................................................................................................................... 8
2.1 Alokasi Pajak Penghasilan Antar Periode Tahun Buku (Interperiod Allocation) .................. 8
DAFTAR PUSTAKA ...................................................................................................................... 18
LAMPIRAN .................................................................................................................................... I

ii
BAB I TINJAUAN PUSTAKA

1.1 Pajak Penghasilan


Pajak Penghasilan adalah pajak yang dihitung berdasarkan peraturan perpajakan dan
ini dikenakan atas penghasilan kena pajak perusahaan. Pajak penghasilan merupakan beban
yang timbul karena diberlakukannya peraturan perpajakan kepada dunia usaha pada negara
tertentu dan beban pajak penghasilan ini memiliki jumlah yang material dalam laporan
keuangan perusahaan. Sesuai peraturan perpajakan perusahaan wajib membayar pajak
penghasilan badan. Perusahaan adalah subyek pajak penghasilan badan, sedangkan laba
perusahaan selama satu tahun takwim menjadi objek pajak penghasilan badan. Laba
akuntansi sebelum pajak (Pretax financial income) adalah jumlah laba sebelum PPh
yang dihitung menurut SAK. Laba kena pajak (Taxable income) adalah jumlah laba yang
ditentukan sesuai peraturan UU pajak atau laba kena pajak adalah laba akuntansi
setelah dikoreksi fiscal (baik menambah maupun mengurang).
Di Indonesia, penghitungan mengenai akuntansi pajak penghasilan diatur dalam
PSAK No.46 ini bertujuan mengatur perlakuan akuntansi pajak penghasilan melalui
pengakuan, pengukurang/penilaian, penyajian pengungkapan pajak penghasilan dan
pengaruhnya, yaitu Kewajiban Pajak Tangguhan (deffered Tax Liabilities/ DTL) dan atau
aset pajak tangguhan (Deferrred Tax Asset/DTA) dalam laporan keuangan perusahaan.
Pengakuan atas DTL atau DTA muncul akibat adanya perbedaan temporer antara UU
Perpajakan dengan SAK (Standar Akuntansi Keuangan).

1.2 Perbedaan UU Perpajakan dengan PSAK No.46


Perusahaan harus menyajikan laporan keuangan kepada pemegang saham sesuai
dengan SAK yang berlaku. Namun sebagai wajib pajak, perusahaan juga harus menyajikan
laporan keuangan kepada pemerintah, dalam hal ini Direktorat Jendral Pajak, sesuai dengan
keputusan perpajakan dalam sebuah Surat Pemberitahuan Tahunan Pajak Penghasilan Badan
(SPT Tahunan PPh Badan). Karena SAK dan ketentuan perpajakan banyak memiliki
perbedaan, penentu laba akuntansi (financial income) dan penghasilan kena pajak atau laba
fiskal (taxable income) juga seringkali menghasilkan perbedaan. Perbedaan ini dibagi
menjadi dua macam yaitu :
1. Perbedaan permanen/ tetap (Permanent Differences) dan
2. Perbedaan temporer/ sementara (Temporary Differences)

1
1.2.1 Perbedaan Permanen
Perbedaan ini disebabkan oleh berbagai provisi dari Undang-Undang Perpajakan yang
menentukan beberapa jenis pendapatan yang dibebaskan dari pajak penghasilan tidak kena
pajak (non taxable income) dan beberapa jenis beban yang tidak boleh dikurangkan (non
deductible expense). Artinya, misalkan ada DTL pada saat ini, pada masa depan hutang
pajak tersebut akan dibayarkan kembali. Yaitu pada saat ini tax expense > tax payable,
namun pada masa depan keadaan akan berbalik di mana tax payble > tax expense. Permanent
difference adalah keadaan di mana perbedaan tersebut tidak akan berbalik di masa depan.
Jadi, kalau tax expense > tax payable sehingga ada DTL, di masa depan keadaannya juga
akan tetap seperti itu. Hal ini disebabkan karena:
Adanya income atau expense yang tidak di perbolehkan untuk di akui oleh tax authority.
Sehingga sampai kapan pun selama income atau expense tersebut tidak di akui, maka tax
expense akan selisih dengan tax payable.
Adanya kredit pajak yang mengurangi jumlah biaya pajak.
Permanent difference menyebabkan effective tax rate perusahaan menjadi berbeda dengan
statutory tax rate atau tax rate dari pemerintah.
Effective tax rate = income tax expense / pretax income (I/S).
Jadi, misalkan tax rate dari tax authority adalah 30%, mungkin effective tax rate dari
perusahaan hanya 20% di karenakan ada kredit pajak sehingga biaya pajak di I/S menjadi
lebih kecil, atau mungkin karena ada biaya yang menurut tax authority tidak boleh di akui,
sementara perusahaan mengakui biaya tersebut dan menyebabkan pretax income menjadi
lebih kecil, dan biaya pajak juga menjadi lebih kecil, sehingga effective tax rate menjadi lebih
kecil.
Perbedaan tersebut dapat berupa :
a. Pendapatan dividen, bunga royalty, sewa, hadiah, penghargaan, dan imbalan jasa
tertentu yang sudah dikenakan pajak final.
b. Beban kontribusi social seperti sumbangan.
c. Sanksi perpajakan berupa denda dan bunga.

Contoh-contoh perbedaan tetap adalah pendapatan bunga deposito larena bersifat final, uang
yang dihasilkan dari polis asuransi jiwa, bunga yang diterima dari obligasi pemerintah, beban
entertaiment yang tidak disertai bukti-bukti yang sah, denda karena pelanggaran hukum, dan
pembayaran prermium asuransi jiwa.

2
1.2.2 Perbedaan Temporer
Perbedaan Temporer adalah perbedaan antara laba akuntansi dan penghasilan kena
pajak yang disebabkan oleh ketentuan perpajakan dan membeikan pengaruh di masa
mendatang dalam jangka waktu tertentu sehingga pengaruh terhadap laba akuntansi dan
penghasila kena pajak akhirnya menjadi sama. Perbedaan Temporer dibagi menjadi dua:
a) Perbedaan Temporer kena pajak (taxable temporary differences) adalah perbedaan yang
menimbulkan suatu jumlah kena pajak dalam penghitungan laba fiskal periode mendatang
pada saat nilai tercatat aset dipulihkan atau nilai tercatat kewajiban tersebut dilunasi. Jumlah
pajak penghasilan yang diharapkan akan dibayar pada penghasilan kena pajak tambahan di
masa mendatang akan dicatat pada neraca sebagai Kewajiban Pajak Tangguhan (Deffered
Tax Liabilities/DTL).

Contoh-contoh kewajiban pajak tangguhan :


Penjualan yang dicatat dengan metode akrual untuk laporan keuangan, sedangkan
dicatat sebagai basis kas untuk tujuan pajak.
Depresiasi asset menggunakan garis lurus untuk laporan keuangan dan metode
dipercepat untuk tujuan perpajakan.
Pendapatan diterima dimuka diakui sebagai pendapatan saat uang diterima menurut
pajak sedangkan akuntansi mengakui periode-periode masa yang akan datang.
Beban garansi diakui sebagai beban saat terjadi penjualan oleh akuntansi dan untuk
tujuan perpajakan diakui saat generasi direalisasi.

b) Perbedaan yang boleh dikurangkan (deductible Temporary diffrences) adalh perbedaan


temporer yang menimbulkan suatu jumlah yang boleh dikurangkan dalam penghitungan laba
fiskal periode mendatang pada saat nilai tercatat aset dipulihkan atau nilai tercatat kewajiban
tersebut dilunasi. Jumlah pengangguran pajak penghasilan yang diharapkan ini akan dicatat
pada neraca sebagai Aset Pajak Tangguhan (Deffered Tax Asset/ DTA).

Contoh-contoh aset pajak tangguhan:


Pendapatan diterima dimuka (unearned revenue), pendapatan akan diakui pada saat
periode perolehannya untuk tujuan perpajakan, tapi akan ditangguhkan pengakuan
pendapatannya pada periode mendatang untuk tujuan pelaporan keuangan.

3
Beban garansi (Warranty expense) atau beban piutang tak tertagih (bad debt expense)
akan dikurangkan untuk tujuan perpajakan ketika telah benar-benar terjadi, namun
akan menjadi akrual pada tahun penjualan untuk tujuan pelaporan keuangan.
Kerugian yang belum direalisasi untuk trading securities, kerugian tersebut akan
diakui utnuk tujuan pelaporan keuangan, sedangkan untuk tujuan perpajakan akan
diakui pada saat sekuritas tersebut dijual.

1.3 Metode Alokasi


Pajak Penghasilan diperlakukan sebagai biaya bagi perusahaan. Oleh karena itu Pajak
Penghasilan harus diasosiasikan dengan laba dimana pajak penghasilan tersebut dikenakan
atau diperhitungkan. Proses untuk mengasosiasikan Pajak Penghasilan dengan laba dimana
pajak itu dikenakan disebut Alokasi Pajak Pada dasarnya terdapat 3 alternatif metode
alokasi pajak yang bisa dipakai, yaitu :
1. Deferred Method
Menurut metode ini, selisih jumlah Pajak Penghasilan Terhutang (berdasar SPT) dengan
Biaya Pajak Penghasilan (berdasar laba akuntansi) dalam suatu periode harus dicatat dan
disajikan dalam Laporan Keuangan sebagai Pajak yang Ditangguhkan. Jumlah Pajak yang
Ditangguhkan ditentukan berdasar tarif pajak yang berlaku pada saat terjadinya transaksi atau
item yang menyebabkan terjadinya perbedaan atau selisih antara laba kena pajak dan laba
akuntansinya. Deffered Method berorientasi pada Laporan Rugi Laba dan menitik beratkan
pada tercapainya proper matching antara pendapatan dan biaya dalam periode di mana selisih
perhitungan pajak terjadi.
2. Liability Method
Menurut metode ini jumlah Pajak yang Ditangguhkan ditentukan berdasar tarif pajak yang
diharapkan akan berlaku dalam periode di mana selisih pajak akan dikompensasikan.
Perhitungan Pajak yang Ditangguhkan bersifat tentatif yang selalu memerlukan penyesuaian
pada setiap kali terjadi perubahan tarif pajak penghasilan. Menurut liability method, Pajak
yang Ditangguhkan harus dipandang sebagai kewajiban ekonomis untuk Pajak yang
Terhutang atau sebagai aktiva untuk Pajak yang Dibayar Dimuka.
3. Net of Tax Method
Menurut metode ini, melaporkan Pajak yang Ditangguhkan dalam neraca tidak dibenarkan
karena Biaya Pajak Penghasilan yang dilaporkan dalam Laporan Rugi Laba harus sama
dengan jumlah Pajak Penghasilan Terhutang atau pajak yang harus dibayar untuk periode

4
yang bersangkutan. Selisih yang terjadi karena adanya perbedaan laba kena pajak dan laba
akuntansi tidak dibukukan dalam suatu rekening tersendiri, tetapi ditambahkan atau
dikurangkan kepada aktiva atau hutang tertentu serta unsur pendapatan atau biaya yang
bersangkutan.

1.3.1 Prinsip Prinsip Alokasi Pajak


Pada dasarnya Alokasi Pajak Penghasilan bagi perusahaan sebagai wajib pajak bisa
mencakup dua hal :
Interperiod Allocation
Yaitu proses alokasi pajak penghasilan antar periode tahun buku yang satu dengan periode-
periode tahun buku berikut atau sesudahnya. Alokasi pajak penghasilan antar periode tahun
buku ini diperlukan karena adanya perbedaan terhadap jumlah laba kena pajak dan laba
akuntansi.
Intraperiod Allocation
Yaitu proses alokasi pajak penghasilan dalam suatu periode akuntansi karena adanya
perbedaan tarif pajak yang dikenakan terhadap tiap-tiap komponen laba atau pendapatan
(Misal : tarif pajak untuk laba sebelum pos luar biasa berbeda dengan tarif pajak untuk laba
atau rugi luar biasa.) Karena Undang-Undang Perpajakan di Indonesia tidak mengenal
diskriminasi tarif yang diberlakukan terhadap tiap-tiap komponen laba atau pendapatan, maka
masalah Intraperiod Allocation praktis tidak ,pernah dijumpai, sehingga pembahasan lebih
dititikberatkan pada masalah Interperiod Allocation.

1.4 Jurnal
a. Deferred Tax
Deferred Tax Assets
Deferred Tax Expense Xxx
Deferred Tax Liability xxx
Deferred Tax Liability
Deferred Tax Assets Xxx
Deferred Tax Revenue xxx

5
b. Jurnal (PSAK lebih detail current dan deferred)
Current Tax Expense Xxx
Deferred Tax Assets Xxx
Deferred Tax Revenue xxx
Income Tax Payable xxx

1.4.1 Jurnal dan Rumus Perhitungan


Beban pajak (income tax expense) = Pretax accounting income x tariff PPh.
Hutang pajak (Income tax liability) = Taxable income x tariff PPh.
Net Income = EBT (Current Tax Expense + DeferredTax Asset)
Jurnal :
Current Tax Expense Xxx
Deferred Tax Assets Xxx
Deferred Tax Revenue xxx
PPh 21 xxx
PPh 23 xxx
Income Tax Payable xxx

1.5 Penyajian Pajak di Laporan Keuangan


Pajak yang dibayar dan akan dibayar oleh perusahaan dapat berhubungan dengan
laporan posisi keuangan dan laporan laba rugi comprehensive maupun laporan arus kas,
jumlah pajak tersebut dapat sama atau berbeda untuk tiap jenis laporan.
1. Penyajian pajak di laporan posisi keuangan
Aset pajak tangguhan dan kewajiban pajak tangguhan disajikan secara bersih di
laporan posisi keuangan, yaitu asset dan kewajiban pajak tangguhan tersebut berasal
dari unsur aset dan kewajiban pajak tangguhan demikian sebaliknya. Menurut IFRS
baik saldo asset pajak tangguhan maupun saldo kewajiban pajak tangguhan
diklasifikasikan sebagai non current. Aset pajak tangguhan yang berasal dari rugi
fiscal yang dapat dikompensasi dapat disajikan bersih dengan kewajiban pajak
tangguhan yang berasal dari beda temporer (sementara). Hal ini tidak diatur PSAK
No. 46.
2. Penyajian pajak di laporan laba rugi comprehensive
Income tax expense akan terdiri dari pajak kini (current tax) dan pajak tangguhan
(defferent Tax). Current Tax adalah pajak yang terhutang yang dibayar periode
6
laporan. Deferrend tax dapat berupa kewajiban pajak tangguhan atau asset pajak
tangguhan sehingga bila berupa kewajiban tangguhan maka dijumlahkan, tetapi bila
berupa asset pajak tangguhan dikurangi terhadap Current Tax.

1.6 Rekonsiliasi Pajak


Laba kena pajak adalah selisih yang didapat dari penghasilan yang merupakan objek
pajak penghasilan dikurangi dengan biaya yang diperkenankan sebagai pengurang
penghasilan kena pajak. Pada saat perusahaan menentukan jumlah pajak kini yang harus
dibayar, maka perusahaan harus mengisi SPT sebesar jumlah laba kena pajak. Dalam
menentukan laba kena pajak perusahaan harus melakukan rekonsiliasi pajak yaitu
menyesuaikan dengan cara menambahkan (koreksi positif) atau mengurangkan (koreksi
negative) pada laba akuntansi sebelum pajak.

7
BAB II PEMBAHASAN

2.1 Alokasi Pajak Penghasilan Antar Periode Tahun Buku (Interperiod Allocation)
CONTOH KASUS
Pada tanggal 1 Januari 2015 sebuah perusahaan membeli sebuah villa berikut tanahnya
dengan harga Rp 90.000.000,- Sebesar Rp 15.000.000,- diantaranya merupakan harga
tanahnya.
Menurut ketentuan perpajakan, bangunan villa harus disusut berdasar metode garis lurus
dengan taksiran umur 20 tahun. Sementara kebijakan akuntansi pada perusahaan tersebut
menetapkan bahwa bangunan villa disusut berdasar metode garis lurus dengan taksiran umur
10 tahun.
Apabila perusahaan memperoleh pendapatan sebesar Rp 10.000.000,- dengan biaya operasi
(tidak termasuk biaya depresiasi) sebesar Rp 1.000.000,- setiap tahun selama 20 tahun,
sedang tarif pajak yang berlaku untuk tingkat laba yang dihasilkan perusahaan pada saat itu
sebesar 40 %, maka perhitungan jumlah pajak penghasilan setiap tahun selama 20 tahun adl
sbb :

Keterangan Masa 10 tahun pertama Masa 10 tahun berikutnya

SPT Akuntansi SPT Akuntansi

Pendapatan 10.000.000 10.000.000 10.000.000 10.000.000

Biaya Usaha 1.000.000 1.000.000 1.000.000 1.000.000

Biaya Depresiasi 3.750.000 7.500.000 3.750.000 -

Laba Kena Pajak 5.250.000 1.500.000 5.250.000 9.000.000

Pajak Penghasilan 2.100.000 600.000 2.100.000 3.600.000

Tanpa alokasi pajak penghasilan, maka besarnya pajak penghasilan yang harus disajikan
dalam laporan Rugi/Laba akan sama jumlahnya dengan Pajak yang Terutang menurut kantor
Pajak (dalam SPT), yaitu sebesar Rp 2.100.000,- per tahun, yang berlangsung selama 20
tahun.

Dengan demikian, Laporan Rugi Laba perusahaan akan tampak sebagai berikut :

8
Laporan Rugi Laba Partial
(Tanpa Alokasi Pajak Antar Periode)

Masa 10 tahun Masa 10 Tahun


Pertama Berikutnya

Pendapatan 10.000.000 10.000.000

Biaya Usaha ( 1.000.000) ( 1.000.000)

Depresiasi Bangunan ( 7.500.000) -

Laba sebelum PPh 1.500.000 9.000.000

Pajak Penghasilan ( 2.100.000) ( 2.100.000)

Laba (Rugi) Bersih 600.000 6.900.000

Pada tahun buku 2015 Pajak Penghasilan dicatat dengan jurnal :


(D) Pajak Penghasilan Rp 2.100.000,- -
(K) Hutang Pajak Penghasilan - Rp 2.100.000,-
Perbedaan tarif depresiasi bangunan villa tersebut mengakibatkan Laporan Rugi-Laba untuk
masa 10 tahun pertama menunjukkan adanya kerugian sebesar Rp 600.000,- per tahun, dan
tarif pajak efektif sebesar 140 % dari Laba sebelum Pajak.
Sedangkan untuk 10 tahun berikutnya, di mana biaya depresiasi tidak lagi diperhitungkan,
tarif pajak efektifnya menjadi sebesar 23 % dari Laba sebelum pajak.

Alasan Perlunya Alokasi Pajak :


Tanpa Alokasi Pajak, Laporan Perhitungan Rugi Laba untuk Perusahaan tersebut tidak
menunjukkan jumlah yang realistis jika dibandingkan dengan laba yang diperoleh
perusahaan. Hal ini disebabkan Biaya Depresiasi untuk tujuan akuntansi diperhitungkan atas
dasar taksiran umur bangunan selama 10 tahun, sedang untuk perhitungan pajak penghasilan
ditetapkan umur bangunan adalah 20 tahun. Sebagai akibatnya, Pajak Penghasilan dilaporkan
(dalam Laporan Rugi Laba) tidak sesuai dengan Laba Kena Pajaknya.

9
Oleh karena itu perlu diadakan alokasi pajak antar periode agar Pajak Penghasilan
menunjukkan korelasinya dengan laba yang diperoleh perusahaan, sehingga apliksi prosedur
alokasi pajak Pada Laporan Perhitungan Rugi Laba perusahaan setiap tahunnya selama 20
tahun sbb :

Laporan Rugi Laba Partial (Dengan Alokasi Pajak Antar Periode)

Masa 10 tahun Masa 10 tahun


pertama Berikutnya

Pendapatan 10.000.000 10.000.000

Biaya Usaha ( 1.000.000) ( 1.000.000)

Depresiasi Bangunan ( 7.500.000) -

Laba sebelum Pajak 1.500.000 9.000.000

Pajak Penghasilan 40 % ( 600.000) ( 3.600.000)

Laba Bersih 900.000 5.400.000

Dengan alokasi pajak antar periode tidak berarti jumlah pajak yang harus dibayar perusahaan
tiap tahunnya menjadi berbeda. Pada dasarnya perusahaan tetap diwajibkan membayar pajak
Penghasilan sebesar Rp 2.100.000,- setiap tahun selama 20 tahun.
Perbandingan kedua prosedur tersebut dilihat dari segi pengaruhnya terhadap pajak
penghasilan yang dilaporkan dalam Laporan Rugi Laba adalah sbb :

Jumlah Pajak Penghasilan


Keterangan
Disajikan dalam Laporan Rugi Laba
Dibayarkan
Tanpa Aloksi Dengan Alokasi

Masa 10 tahun Pertama :

10
1. Jumlah per-tahun 2.100.000 2.100.000 600.000

2. Jumlah selama 10 tahun 21.000.000 21.000.000 6.000.000

Masa 10 tahun Berikutnya :

1. Jumlah per-tahun 2.100.000 2.100.000 3.600.000

2. Jumlah selama 10 tahun 21.000.000 21.000.000 36.000.000

TOTAL (20 tahun) 42.000.000 42.000.000 42.000.000

Prosedur Pembukuan Alokasi Pajak Antar Periode


Contoh : Perusahaan melakukan setoran pajak penghasilan setiap bulan sebesar Rp
125.000,- dimulai pada bulan Januari 2015. Dengan demikian, sampai dengan akhir bulan
Desember 2005 Pajak Penghasilan yang sudah disetor sebesar Rp 1.375.000,- (Rp 125.000 x
11 bulan Setoran pajak dalam bulan tertentu diperlakukan sebagai angsuran pajak untuk
bulan sebelumnya Januari 2015 untuk Desember 1996, Februari 2015 untuk Januari 2015,
dst)

Apabila Pajak Penghasilan yang Terhutang untuk tahun 2015 sebesar Rp 2.100.000,- dan
Pajak Penghasilan yang diperhitungkan dari laba akuntansinya sebesar Rp 600.000,- maka
jurnal yang dibuat untuk tahun 2015 adalah sbb :
Mencatat setoran Pajak Penghasilan bulanan (Februari Desember 2015)
(D) Uang muka Pajak Penghasilan Rp 125.000,- -
(K) Kas - Rp 125.000,-

Mencatat Pajak Penghasilan yang diperhitungkan untuk tahun 2005


(D) Pajak Penghasilan Rp 600.000,- -
(K) Hutang Pajak Penghasilan - Rp 600.000,-

11
Mencatat perhitungan penyelesaian Uang Muka Pajak Penghasilan Terutang menurut SPT
tahunan pada tahun 2015
(D) Pajak Penghasilan yang Ditangguhkan Rp 1.500.000,- -
(K) Uang Muka Pajak Penghasilan - Rp 1.375.000,-
(K) Hutang Pajak Penghasilan - Rp 125.000,-

Dalam Buku Besar perusahaan, rekening Pajak Penghasilan Ditangguhkan akan tampak sbb :

Pajak Penghasilan Ditangguhkan

Tanggal Uraian No. Debet Kredit Saldo


Bukti

31/12/2015 - - 1.500.000 - 1.500.000

31/12/1998 - - 1.500.000 - 3.000.000

dst

31/12/2006 - - 1.500.000 - 15.000.000

Pada akhir tahun 2015 rekening Pajak Penghasilan Ditangguhkan bersaldo debet sebesar Rp
1.500.000,- yang akan disajikan dalam neraca sebagai Aktiva Lain-Lain. Situasi yang
demikian akan berlangsung untuk jangka waktu 10 tahun, yaitu sampai 31 Desember 1996,
sehingga pada akhir tahun 2006 tersebut rekening Pajak Penghasilan Ditangguhkan akan
mempunyai saldo Debet sebesar Rp 15.000.000,-

Untuk masa 10 tahun berikutnya, jumlah Pajak Penghasilan yang harus dibayarkan setiap
tahunnya sama, yaitu sebesar Rp 2.100.000,- sedangkan Pajak Penghasilan yang dilaporkan
dalam Laporan Rugi Laba setiap tahunnya sebesar Rp 3.600.000,- Sehingga dengan
demikian, selama 10 tahun terakhir tersebut rekening Pajak Penghasilan yang Ditangguhkan
harus dikredit sebesar Rp 1.500.000,- setiap tahun.
Jurnal yang dibuat perusahaan adalah sbb :
Mencatat PPh yang diperhitungkan untuk tahun 2007
(D) Pajak Penghasilan Rp 3.600.000,-
(K) Hutang Pajak Penghasilan - Rp 3.600.000,-

12
Mencatat perhitungan penyelesaian Uang Muka PPh dan PPh terutang menurut SPT tahunan
dalam tahun 2007
(D) Hutang Pajak Penghasilan Rp 2.875.000,-
(K) Uang Muka Pajak Penghasilan - Rp 1.375.000,-
(K) Pajak Penghasilan yang Ditangguhkan - Rp 1.500.000,-
Dalam Buku Besar perusahaan, rekening Pajak Penghasilan Ditangguhkan akan tampak sbb :

Pajak Penghasilan Ditangguhkan

Tanggal Uraian No. Debet Kredit Saldo


Bukti

31/12/2006 - - - - 15.000.000

31/12/2007 - - 1.500.000 13.500.000

31/12/2008 - - - 1.500.000 12.000.000

dst

31/12/2015 - - - 1.500.000 1.500.000

31/12/2016 - - - 1.500.000 -

Melalui prosedur alokasi pajak yang demikian tersebut, maka pada akhir masa kegunaan
bangunan, yaitu pada akhir tahun 2016, rekening Pajak Penghasilan Ditangguhkan akan
bersaldo NIHIL (0). Berbagai Faktor yang Memerlukan Prosedur Alokasi Pajak Antar
Periode. Ada banyak faktor yang menyebabkan timbulnya perbedaan Pajak Penghasilan
menurut ketentuan perpajakan, dan Pajak Penghasilan yang dihitung berdasar laba akuntansi.

Faktor-faktor tersebut dapat dikelompokkan ke dalam dua kategori, yaitu :


1. Perbedaan Waktu (Time Differences)
Selisih terjadi apabila terdapat item-item dari pendapatan dan biaya yang diperhitungkan
dalam penentuan laba akuntansi untuk suatu periode, tetapi diperhitungkan dalam penentuan
pendapatan atau laba kena pajak untuk periode yang berlainan. Beberapa trransaksi yang
menyangkut perbedaan waktu tersebut antara lain :

13
Pendapatan atau laba kena pajak diperhitungkan sebagai bagian dari Pendapatan Kena
Pajak lebih awal dari pada pengakuannya dalam Laba Akuntansi. Contoh :
Pendapatan Sewa, Royalti, Jasa, Bunga yang diterima dimuka
Pendapatan atau laba yang diperhitungkan sebagai bagian dari Pendapatan Kena Pajak
lebih akhir daripada pengakuannya dalam Laba Akuntansi.Contoh : Laba Kotor untuk
Penjualan Angsuran, Laba Atas Kontrak Jangka Panjang (Akuntansi metode %
penyelesaian, Pajak Metode Kontrak Selesai) Pendapatan atau hak atas laba dari
investasi pada perusahaan afiliasi (Akuntansi metode equity, Pajak metode Harga
Pokok)
Biaya atau rugi yang diperhitungkan dalam penentuan pendapatan atau laba kena
pajak lebih awal dari pada pengakuannya dalam penentuan laba akuntansi.

Penggunaan metode depresiasi yang semakin berkurang jumlahnya untuk tujuan


pajak, sedang untuk tujuan akuntansinya digunakan metode garis lurus, Penggunaan taksiran
umur aktiva tetap yang lebih pendek sebagai dasar perhitungan depresiasi untuk tujuan pajak
dibanding untuk tujuan akuntansinya. Biaya bunga selama masa konstruksi aktiva tetap yang
dibebankan kepada pendapatan pada saat terjadinya transaksi untuk tujuan pajak, sedang
untuk tujuan akuntansi dikapitalisasi sebagai bagian dari harga perolehan aktiva tetap ybs.
Biaya atau rugi yang diperhitungkan lebih akhir dalam penentuan lba kena pajak dari pada
pengakuannya dalam penentuan laba akuntansi. Contoh : Taksiran biaya garansi dan hadiah.
Taksiran rugi penurunan nilai persediaan, kontrak pembelian dengan penyerahan kemudian,
kerugian piutang, dan penurunan nilai surat berharga. Taksiran kerugian dari klaim ganti
kerugian atau kontingensi

2. Perbedaan Permanen (Permanent Differences)


Selisih ini terjadi karena transaksi yang diperhitungkan dalam penentuan laba
akuntansi tetapi tidak diakui untuk tujuan pajak. Contoh : Pendapatan bunga dari deposito
berjangka, Amortisasi Goodwill, amortisasi biaya pendirian, Biaya Premi asuransi jiwa para
karyawan, Biaya kompensasi karyawan yang dikaitkan dengan program pemberian hak beli
saham kepada karyawan ybs. Transaksi yang diakui untuk tujuan pajak, tetapi tidak diakui
untuk tujuan akuntansi. Contoh : Rugi Operasi Selisih permanen ini tidak pernah
terkompensasikan, atau dengan kata lain, selisih permanen tidak dibenarkan atau tidak
memerlukan adanya alokasi antar periode untuk tujuan akuntansinya. Sehingga apabila dalam

14
suatu periode terdapat selisih permanen, maka akan dibebankan seluruhnya kepada periode
ybs.
Contoh : PT GUNADARMA melaporkan laba sebelum pajak (Laba Akuntansi) untuk tahun
2008 s.d. 2010 sebesar Rp 5.000.000,- per tahun. Tarif pajak yang berlaku 30 %. Informasi
yang diperoleh sehubungan dengan pajak penghasilan adalah sbb : Laba kotor dari
penjualan angsuran pada tahun 2008 sebesar Rp 525.000,-. Laba tersebut untuk keperluan
perpajakan seharusnya diakui secara bulanan selama 18 bulan terhitung sejak tanggal 1
Januari 2009, dengan jumlah yang sama setiap bulan. Sedangkan untuk keperluan akuntansi,
laba tersebut diakui seluruhnya dalam tahun buku 2008. Perusahaan telah mengamortisasi
Biaya Pendirian sebesar masing-masing Rp 375.000,- untuk tahun 2009 dan 2010 yang
ternyata tidak diperkenankan untuk tujuan perpajakan.

Rekonsiliasi yang dibuat sehubungan dengan adanya perbedaan perhitungan antara


perusahaan dengan kantor Pajak adalah sbb :

Rekonsiliasi Laba Akuntansi dan Laba Kena Pajak serta Perhitungan Pajak Penghasilan
Terhutang

2008 2009 2010

Jumlah Laba Akuntansi 5.000.000 5.000.000 5.000.000

Selisih Permanen :
Amortisasi Biaya Pendirian - ( 375.000) ( 375.000)

Selisih Temporer :
Laba Kotor Penjualan Angsuran

- Jumlah mula-mula ( 525.000) - -

- Jumlah reversing - 350.000 175.000

Jumlah Laba Kena Pajak 4.475.000 5.725.000 5.550.000

Pajak Penghasilan Terhutang (30 %) 1.342.500 1.717.500 1.665.000

15
Untuk mencatat ke dalam rekening yang berhubungan dengan Pajak Penghasilan, maka perlu
dibuat suatu perhitungan yang teliti, khususnya terhadap jumlah pajak yang ditangguhkan.

Perhitungan Pajak Penghasilan dan Pajak Yang Ditangguhkan

2008 2009 2010

Jumlah PPh Terhutang 1.342.500(K) 1.717.500 (K) 1.665.000 (K)

Pengaruh selisih laba temporer thd PPh 157.500 (K) 105.000 (D) 52.500 (D)
(Pajak yang ditangguhkan) ***

Pajak Penghasilan diperhitungkan 1.500.000 1.612.500 (D) 1.612.500 (D)


(D)

*** Perhitungan : Jumlah Selisih Laba Temporer x tarif PPh


2008 Rp 525.000 x 30 % = Rp 157.500,-
2009 Rp 350.000 x 30 % = Rp 105.000,-
2010 Rp 175.000 x 30 % = Rp 52.500,-

Atas dasar perhitungan di atas, maka jurnal yang dibuat untuk mengakui biaya Pajak
Penghasilan adalah sbb :
Tanggal 31/12/2008
(D) Pajak Penghasilan Rp 1.500.000,- -
(K) Hutang Pajak Penghasilan - Rp 1.342.500,-
(K) Pajak Penghasilan Ditangguhkan - RP 157.500,-

Tanggal 31/12/2009
(D) Pajak Penghasilan Rp 1.612.500,- -
(D) Pajak Penghasilan Ditangguhkan Rp 105.000,- -
(K) Hutang Pajak Penghasilan - Rp 1.717.500,-

16
Tanggal 31/12/2010
(D) Pajak Penghasilan Rp 1.612.500,- -
(D) Pajak Penghasilan Ditangguhkan Rp 52.500,- -
(K) Hutang Pajak Penghasilan - Rp 1.665.000,-

Pada akhir tahun buku 2010, yaitu pada saat berakhirnya masa kompensasi dari selisih
temporer, maka saldo rekening Pajak Penghasilan Ditangguhkan menjadi NIHIL (0).

17
DAFTAR PUSTAKA

http://www.slideshare.net/nicotine09/materi-asistensi-8-
accounting-for-income-tax

https://bangliman.wordpress.com/2015/08/11/financial-
reporting-analysis-income-taxes/

http://yunitandp.blogspot.co.id/2015/03/akuntansi-pajak-
penghasilan.html

18
LAMPIRAN

I
II

You might also like