You are on page 1of 3

BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang
Diabetes melitus termasuk salah satu penyakit degeneratif yang memerlukan
penanganan seksama (PERKENI, 2011). Hal ini disebabkan diabetes melitus
merupakan salah satu penyakit yang mempunyai prevalensi tinggi. Di dunia,
diperkirakan sebanyak 347 juta orang mengidap penyakit diabetes melitus (WHO,
2013). Pada tahun 2004 diduga 3,4 juta orang meninggal sebagai konsekuensi dari
tingginya kadar gula darah puasa. Jumlah kematian yang sama juga diperkirakan pada
tahun 2010. Di Amerika Serikat sebanyak 25,8 juta penduduk menderita diabetes
melitus dan dari jumlah tersebut, 18,8 juta pasien telah terdiagnosis, sementara
sisanya yaitu sejumlah 7 juta pasien belum menyadari bahwa dirinya menderita
diabetes melitus (ADA, 2012). World Health Organization (WHO) memprediksi
kenaikan jumlah penderita dari 8,4 juta pada tahun 2000 menjadi sekitar 21,3 juta
pada tahun 2030 serta paling banyak terjadi pada masyarakat urban dengan gaya
hidup yang tidak sehat. Diabetes melitus juga berpotensi menjadi penyakit nomor 7
yang membunuh manusia pada tahun 2030 (WHO, 2013).
Indonesia berada di peringkat keempat jumlah penyandang diabetes melitus di
dunia setelah Amerika Serikat, India dan Cina (Hans, 2008). Di Indonesia sendiri,
berdasarkan Riset Kesehatan Dasar (Riskesdas) yang terbaru tahun 2013, menyatakan
bahwa prevalensi diabetes yang terdiagnosis dokter tertinggi 2 terdapat di Daerah
Istimewa Yogyakarta (2,6%), Beberapa hal yang dihubungkan dengan risiko terkena
DM adalah obesitas (sentral), hipertensi, kurangnya aktivitas fisik dan konsumsi
sayur-buah kurang dari 5 porsi perhari.
Di Daerah Istimewa Yogyakarta sendiri sebagai tempat penelitian terdapat
fakta lain bahwa diabetes melitus menjadi 10 besar penyakit yang paling banyak
diderita oleh penduduk dan menjadi penyebab kematian nomor 6 di rumah sakit
dengan 214 kematian pada 2011 (Dinkes DIY, 2012).
Penelitian yang dilakukan di berbagai rumah sakit umum di Jawa, ditemukan
bahwa angka komplikasi tertinggi adalah penurunan kemampuan seksual 50%, lalu
diikuti komplikasi saraf atau ulkus/gangren 30,6%, retinopati diabetik 29,3%, katarak
16,3%, tuberkulosis (TBC) paru-paru 15,3%, hipertensi 12,8% dan penyakit jantung
koroner 10% (Selamihardja, 2005).
Kurang lebih 15% penderita DM akan mengalami ulkus selama perjalanan
penyakitnya (Frykberg dkk., 2000) dan 3-4% nya terkena infeksi berat. Sebesar 85%
penderita ulkus diabetik akan diamputasi dan 36% dari pasien amputasi tersebut, 2
tahun setelahnya akan meninggal dunia (Pinzur, 2004). Infeksi yang terjadi menjadi
alasan utama bagi pasien DM dengan komplikasi ulkus/gangren untuk menjalani
perawatan dan pengobatan di rumah sakit. Infeksi terjadi karena luka terbuka pada
kaki memudahkan bakteri masuk, tumbuh dan menyebar. Kondisi ini mengesalkan
bagi pasien karena membutuhkan perawatan lama dan biaya tinggi, serta
menimbulkan perasaan khawatir bagi pasien apabila harus menjalani amputasi.
Perawatan ulkus dapat dilakukan dengan mengurangi tekanan pada kulit,
misalnya dengan menggunakan sepatu longgar, pembalutan dan perawatan luka.
Pembedahan dan antibiotika penting untuk pengobatan ulkus terinfeksi. Antibiotika
merupakan golongan obat yang paling banyak digunakan. Menurut Lim (cit. Juwono
dan Prayitno, 2003), biaya antibiotika dapat mencapai separuh dari anggaran obat di
rumah sakit. Pengunaan antibiotika yang tepat penting untuk mengatasi infeksi dan
mencegah amputasi (Shea, 1999). Namun penggunaan antibiotika yang tidak tepat
dapat menyebabkan kekebalan mikroba, efek obat yang tidak dikehendaki dan tentu
saja biaya yang ditanggung pasien menjadi membengkak.
Penggunaan antibiotika pada pasien ulkus diabetik perlu mendapatkan
perhatian dan penanganan yang tepat. Penanganan medik dan pola terapi untuk pasien
diabetes melitus dengan komplikasi ulkus diabetik di RSUP Dr. Mohammad Hoesin
Palembang yang merupakan salah satu rumah sakit pemerintah terbesar dan
terlengkap di Palembang dapat digunakan sebagai salah satu acuan dalam peningkatan
mutu pelayanan medik dan pemilihan antibiotika yang tepat sehingga dapat
meningkatkan pelayanan kesehatan bagi pasien.

B. Rumusan Masalah
Berdasarkan latar belakang masalah maka dapat dirumuskan suatu
permasalahan yaitu bagaimana ketepatan pemilihan obat dan penanganan tindakan
lanjut pada pasien Diabetes Mellitus di RSPU Dr. Moehaad Hoesin Palembang?
C. Tujuan
1. Tujuan umum
Mengetahui hubungan tingkat pengetahuan tentang luka diabetik dengan
tindakan pencegahan luka pada pasien diabetes mellitus di RSUP Dr. Mohammad
Hoesin Palembang.

2. Tujuan Khusus
a. Mengetahui ketepatan penggunaan antibiotika pada pasien diabetes melitus di
instalasi rawat inap RSUP Dr. Mohammad Hoesin Palembng
b. Mengetahui respon terapi penggunaan antibiotika pada pasien diabetes melitus
di instalasi rawat inap RSUP Dr. Mohammad Hoesin Palembang
c. Mengetahui pasien diabetes mellitus di RSUP Dr. Mohammad Hoesin dalam
mensintesis (merencanakan) pencegahan luka diabetik

D. Manfaat
1. Bagi Pelayanan Keperawatan
Penelitian ini diharapkan dapat menambah pengetahuan masyarakat khususnya
bagi pelayanan keperawatan mengenai luka diabetik, penyebabnya, dan
komplikasi-komplikasi serta pencegahannya agar dapat memberikan informasi
pada pasien Diabetes Mellitus.

2. Bagi Ilmu Pengetahuan Keperawatan


Dapat memberikan pengetahuan mengenai luka diabetik, Diabetes Mellitus,
penyebab, komplikasi dan pencegahannya pada semua petugas kesehatan agar
dapat memberikan penyuluhan mengenai luka diabetik dan pencegahannya.

You might also like