You are on page 1of 20

A.

Pengertian Gastroenteritis merupakan suatu peradangan yang biasanya disebabkan


baik oleh virus maupun bakteri pada traktus intestinal (Guyton & Hall, 2006). Pada diare
infeksius umum infeksi paling luas terjadi pada usus besar dan pada ujung distal ileum.
Dimana pun terjadi infeksi, mukosa teriritasi secara luas, dan kecepatan sekresinya
menjadi sangat tinggi. Selain itu, motilitas dinding usus biasanya meningkat berlipat
ganda. Akibatnya, sejumlah besar cairan cukup untuk membuat agen infeksius tersapu ke
arah anus, dan pada saat yang sama gerakan pendorong yang kuat akan mendorong cairan
ini ke depan. Ini merupakan mekanisme yang penting untuk membebaskan traktus
intestinal dari infeksi. Diare yang sangat menarik perhatian adalah yang disebabkan oleh
kolera (kadang oleh bakteri seperti basilus kolon patogen). Toksin kolera secara langsung
menstimulasi sekresi cairan dan elektrolit yang berlebihan dari kripa Lieberkhn pada
ileum distal dan kolon. Jumlahnya dapat 10 sampai 12 liter per hari, walaupun kolon
biasanya mengabsorpsi maksimum hanya 6-8 liter per hari. Oleh karena itu, kehilangan
cairan dan elektrolit dapat begitu mengganggu beberapa hari sehingga dapat
menimbulkan kematian. Gastroenteritis atau diare adalah defekasi encer lebih dari tiga
kali sehari dengan atau tanpa lendir dalam tinja. Diare akut adalah diare yang timbul
secara mendadak dan berlangsung kurang dari 7 hari pada bayi dan anak yang
sebelumnya sehat (Mansjoer,dkk, 2000 dalam Wicaksono, 2011). Diare akut timbul
secara mendadak dan berlangsung terus secara beberapa hari (WHO, 1992 dalam
Wicaksono, 2011). Kehilangan cairan dan garam dalam tubuh yang lebih besar dari
normal menyebabkan dehidrasi. Dehidrasi timbul bila pengeluaran cairan dan garam
lebih besar dari pada masukan. Lebih banyak tinja cair dikeluarkan, lebih banyak cairan
dan garam yang hilang. Dehidrasi dapat diperburuk oleh muntah, yang sering menyertai
diare (Andrianto, 1995 dalam Nurmasarim 2010).
B. Epidemiologi Gastroenteritis merupakan suatu penyakit yang umum pada anak usia di
bawah 5 tahun. Gastroenteritis akut terjadi di Amerika dengan 37 juta kasus setiap tahun.
Di Indonesia merupakan penyakit utama kedua yang paling sering menyerang anak
anak. Rotavirus adalah penyebab dari 35-50 % hospitalisasi karena gastroenteritis akut,
antara 7- 17 % disebabkan adenovirus dan 15% disebabkan bakteri. Bayi yang
mendapatkan ASI lebih jarang menderita gastroenteritis akut dari bayi yang mendapat
susu formula. (Wong, 2007 dalam Winarsih, 2011). Data Departemen Kesehatan RI,
menyebutkan bahwa angka kesakitan diare di Indonesia saat ini adalah 230-330 per 1000
penduduk untuk semua golongan umur dan 1,6 2,2 episode diare setiap tahunnya untuk
golongan umur balita. Angka kematian diare golongan umur balita adalah sekitar 4 per
1000 balita (Ratnawati, 2008). Penyakit Diare Akut (DA) atau Gastroenteritis Akut
(GEA) masih merupakan penyebab utama kesakitan dan kematian anak di Indonesia
dengan mortalitas 70-80% terutama pada anak dibawah umur lima tahun (Balita) dengan
puncak umur antara 6-24 bulan (Subianto, 2001 dalam Wicaksono, 2011). Di seluruh
dunia diperkirakan diare menyebabkan 1 milyar episode dengan angka kematian sekitar
3-5 miliyar setahunnya. Pada tahun 1995 Depkes RI memperkirakan terjadi episode diare
sekitar 1,3 miliyar dan kematian pada anak balita 3,2 juta setiap tahunnya (Soebagyo,
2008 dalam Wicaksono, 2011). Data statistik menunjukkan bahwa setiap tahunnya diare
menyerang 50 juta jiwa penduduk Indonesia, dan dua pertiganya adalah dari balita
dengan angka kematian tidak kurang dari 600.000 jiwa. Di beberapa rumah sakit di
Indonesia, data menunjukkan bahwa diare akut karena infeksi menempati peringkat
pertama sampai dengan keempat pasien dewasa yang datang berobat ke rumah sakit.
Gambaran klinis diare akut acapkali tidak spesifik. Namun selalu berhubungan dengan
hal-hal berikut: adanya travelling (domestik atau internasional), kontak personal dan
adanya sangkaan food-borne dengan masa inkubasi pendek. Jika tidak ada demam,
menunjukkan adanya proses mekanisme enterotoksin (Zein dkk., 2004). Animasi etiologi
GE | dok. soundnet.cs.princeton.edu
C. Etiologi Ditinjau dari sudut patofisiologisnya, maka penyebab gastroenteritis akut
(diare akut) ini dapat dibagi menjadi 2 golongan yaitu: a. Diare Sekresi (secretory
diarrhoea), disebabkan oleh: 1) Infeksi virus, kuman-kuman patogen dan apatogen: a)
Infeksi bakteri misalnya Escherichia coli, Shigella dysentriae. b) Infeksi virus misalnya
Rotavirus, Norwalk. c) Infeksi Parasit misalnya Entamoeba hystolitica, Giardiosis lambia.
2) Hiperperistaltik usus halus yang dapat disebabkan oleh bahan-bahan kimia, makanan,
gangguan psikis (ketakutan, gugup), gangguan saraf, hawa dingin, alergi. b. Diare
Osmotik (Osmotic diarrhoea), disebabkan oleh : 1) Malabsorbsi makanan (karbohidrat,
lemah, protein, vitamin dan mineral). 2) KKP (Kekurangan Kalori Protein). 3) BBLR
(Bayi Berat Badan Lahir Rendah) dan bayi baru lahir. (Suharyono dkk.,1994 dalam
Wicaksono, 2011)
D. Patofisiologi Sebagian besar diare akut di sebabkan oleh infeksi. Banyak dampak yang
terjadi karena infeksi saluran cerna antara lain: pengeluaran toksin yang dapat
menimbulkan gangguan sekresi dan reabsorbsi cairan dan elektrolit dengan akibat
dehidrasi,gangguan keseimbangan elektrolit dan gangguan keseimbangan asam basa.
Invasi dan destruksi pada sel epitel, penetrasi ke lamina propia serta kerusakan mikrovili
yang dapat menimbulkan keadaan maldigesti dan malabsorbsi,dan apabila tidak
mendapatkan penanganan yang adekuat pada akhirnya dapat mengalami invasi sistemik.
Penyebab gastroenteritis akut adalah masuknya virus (Rotavirus, Adenovirus enteris,
Virus Norwalk), Bakteri atau toksin (Compylobacter, Salmonella, Escherichia coli,
Yersinia dan lainnya), parasit (Biardia Lambia, Cryptosporidium). Beberapa
mikroorganisme patogen ini menyebabkan infeksi pada sel-sel, memproduksi
enterotoksin atau sitotoksin dimana merusak sel-sel, atau melekat pada dinding usus pada
Gastroenteritis akut. Penularan Gastroenteritis bisa melalui fekal-oral dari satu penderita
ke yang lainnya. Beberapa kasus ditemui penyebaran patogen dikarenakan makanan dan
minuman yang terkontaminasi. Mekanisme dasar penyebab timbulnya diare adalah
gangguan osmotic (makanan yang tidak dapat diserap akan menyebabkan tekanan
osmotic dalam rongga usus meningkat sehingga terjadi pergeseran air dan elektrolit
kedalam rongga usus,isi rongga usus berlebihan sehingga timbul diare). Selain itu
menimbulkan gangguan sekresi akibat toksin di dinding usus, sehingga sekresi air dan
elektrolit meningkat kemudian terjadi diare. Gangguan moltilitas usus yang
mengakibatkan hiperperistaltik dan hipoperistaltik. Akibat dari diare itu sendiri adalah
kehilangan air dan elektrolit (Dehidrasi) yang mengakibatkan gangguan asam basa
(Asidosis Metabolik dan Hipokalemia), gangguan gizi (intake kurang, output berlebih),
hipoglikemia dangangguan sirkulasi darah.
E. Klasifikasi Diare dapat diklasifikasikan sebagai berikut : 1) Ditinjau dari ada atau
tidaknya infeksi, diare dibagi menjadi dua golongan: a) Diare infeksi spesifik : tifus dan
para tifus, staphilococcus disentri basiler, dan Enterotolitis nektrotikans. b) Diare non
spesifik : diare dietetis. 2) Ditinjau dari organ yang terkena infeksi diare : a) Diare infeksi
enteral atau infeksi di usus, misalnya: diare yang ditimbulkan oleh bakteri, virus dan
parasit. b) Diare infeksi parenteral atau diare akibat infeksi dari luar usus, misalnya: diare
karena bronkhitis. 3) Ditinjau dari lama infeksi, diare dibagi menjadi dua golongan yaitu:
a) Diare akut : Diare yang terjadi karena infeksi usus yang bersifat mendadak,
berlangsung cepat dan berakhir dalam waktu 3 sampai 5 hari. Hanya 25% sampai 30%
pasien yang berakhir melebihi waktu 1 minggu dan hanya 5 sampai 15% yang berakhir
dalam 14 hari. b) Diare kronik, dalam Pertemuan Ilmiah Berkala Badan Koordinasi
Gastroenterologi Anak Indonesia (PIB BK GAI) ke 1 di Palembang, disetujui bahwa
definisi diare kronik dalah diare yang berlangsung 2 minggu atau lebih (Sunoto, 1990).
F. Manifestasi Klinis Diare akut karena infeksi dapat disertai keadaan muntah-muntah
dan/atau demam, tenesmus, hematochezia, nyeri perut atau kejang perut. Diare yang
berlangsung beberapa waktu tanpa penanggulangan medis yang adekuat dapat
menyebabkan kematian karena kekurangan cairan di badan yang mengakibatkan renjatan
hipovolemik atau karena gangguan biokimiawi berupa asidosis metabolik yang lanjut.
Karena kehilangan cairan seseorang merasa haus, berat badan berkurang, mata menjadi
cekung, lidah kering, tulang pipi menonjol, turgor kulit menurun serta suara menjadi
serak. Keluhan dan gejala ini disebabkan deplesi air yang isotonik. Karena kehilangan
bikarbonas, perbandingan bikarbonas berkurang, yang mengakibatkan penurunan pH
darah. Penurunan ini akan merangsang pusat pernapasan sehingga frekwensi nafas lebih
cepat dan lebih dalam (kussmaul). Reaksi ini adalah usaha tubuh untuk mengeluarkan
asam karbonas agar pH dapat naik kembali normal. Pada keadaan asidosis metabolik
yang tidak dikompensasi, bikarbonat standard juga rendah, pCO2 normal dan base excess
sangat negatif. Gangguan kardiovaskular pada hipovolemik yang berat dapat berupa
renjatan dengan tanda-tanda denyut nadi yang cepat, tekanan darah menurun sampai tidak
terukur. Pasien mulai gelisah, muka pucat, ujung-ujung ekstremitas dingin dan kadang
sianosis. Karena kehilangan kalium pada diare akut juga dapat timbul aritmia jantung.
Penurunan tekanan darah akan menyebabkan perfusi ginjal menurun dan akan timbul
anuria. Bila keadaan ini tidak segera diatasi akan timbul penyulit berupa nekrosis tubulus
ginjal akut, yang berarti pada saat tersebut kita menghadapi gagal ginjal akut. Bila
keadaan asidosis metabolik menjadi lebih berat, akan terjadi kepincangan pembagian
darah dengan pemusatan yang lebih banyak dalam sirkulasi paru-paru. Observasi ini
penting karena dapat menyebabkan edema paru pada pasien yang menerima rehidrasi
cairan intravena tanpa alkali.
G. Komplikasi a. Dehidrasi b. Renjatan hipovolemik c. Kejang d. Bakterimia e.
Malnutrisi f. Hipoglikemia g. Intoleransi sekunder akibat kerusakan mukosa usus. Dari
komplikasi Gastroentritis,tingkat dehidrasi dapat diklasifikasikan sebagai berikut : a.
Dehidrasi ringan Kehilangan cairan 2 5 % dari berat badan dengan gambaran klinik
turgor kulit kurang elastis, suara serak, penderita belum jatuh pada keadaan syok. b.
Dehidrasi Sedang Kehilangan cairan 5 8 % dari berat badan dengan gambaran klinik
turgor kulit buruk, suara serak, penderita jatuh pre syok nadi cepat dan dalam. c.
Dehidrasi Berat Kehilangan cairan 8 - 10 % dari bedrat badan dengan gambaran klinik
seperti tanda-tanda dehidrasi sedang ditambah dengan kesadaran menurun, apatis sampai
koma, otot-otot kaku sampai sianosis.
H. Pemeriksaan Fisik 1. Pemeriksaan psikologis : keadaan umum tampak lemah,
kesadaran composmentis sampai koma,suhu tubuh tinggi,nadi cepat dan
lemah,pernapasan agak cepat. 2. Pemeriksaan sistematik : Inspeksi : mata cekung,
membrane mukosa kering,berat badan menurun,anus kemerahan. Perkusi : adanya
distensi abdomen. Palpasi : Turgor kulit kurang elastis. Auskultasi : terdengarnya
bising usus.
I. Pemeriksaan penunjang 1. Pemeriksaan laboratorium. a. Pemeriksaan tinja. b.
Pemeriksaan gangguan keseimbangan asam basa dalam darah astrup,bila memungkinkan
dengan menentukan PH keseimbangan analisa gas darah atau astrup,bila memungkinkan.
c. Pemeriksaan kadar ureum dan creatinin untuk mengetahui pungsi ginjal. 2.
Pemeriksaan elektrolit intubasi duodenum (EGD) untuk mengetahui jasad renik atau
parasit secara kuantitatif,terutama dilakukan pada penderita diare kronik. 3. Pemeriksaan
radiologis seperti sigmoidoskopi, kolonoskopi dan lainnya biasanya tidak membantu
untuk evaluasi diare akut infeksi.
J. Diagnosis Diagnosis biasanya ditegakkan berdasarkan gejala-gejalanya meskipun
penyebabnya belum bisa ditentukan dari gejalanya. Jika gejalanya berat dan lebih dari 48
jam, maka dilakukan pemeriksaan laboratorium terhadap contoh feses untuk mencari
adanya sel darah putih dan bakteri, virus atau parasit. Pemeriksaan laboratorium dari
muntah, makanan atau darah juga dapat membantu menemukan penyebabnya. Langkah
diagnosa menurut Daldiyono tahun 1990 (Wicaksono, 2011) terdiri atas : 1) Anamnesis :
umur, frekuensi diare, lamanya diare 2) Pemeriksaaan fisik 3) Laboratorium : feses,
darah, kultur tinja maupun darah, serologi 4) Foto 5) Endoskopi (EGD-Esophagus Gastro
Duodenoscopy).

K. Terapi/Tindakan Penanganan Panduan pengobatan menurut WHO diare akut dapat


dilaksanakan secara sederhana yaitu dengan terapi cairan dan elektrolit per-oral dan
melanjutkan pemberian makanan, sedangkan terapi non spesifik dengan anti diare tidak
direkomendasikan dan terapi antibiotika hanya diberikan bila ada indikasi. Pemberian
cairan dan elektrolit secara parenteral hanya untuk kasus dehidrasi berat (Soebagyo, 2008
dalam Wicaksono, 2011). Dalam garis besar pengobatan diare dapat dikategorikan ke
dalam beberapa jenis yaitu : a. Pengobatan Cairan Untuk menentukan jumlah cairan yang
perlu diberikan kepada penderita diare, harus diperhatikan hal-hal sebagai berikut :
Jumlah cairan : jumlah cairan yang harus diberikan sama dengan 1) jumlah cairan yang
telah hilang melalui diare dan/muntah muntah PWL (Previous Water Losses) ditambah
dengan banyaknya cairan yang hilang melalui keringat, urin dan pernafasan NWL
(Normal Water Losses). 2) cairan yang hilang melalui tinja dan muntah yang masih terus
berlangsung CWL (Concomitant water losses) (Suharyono dkk., 1994 dalam Wicaksono,
2011) Ada 2 jenis cairan yaitu: 1) Cairan Rehidrasi Oral (CRO) : Cairan oralit yang
dianjurkan oleh WHO-ORS, tiap 1 liter mengandung Osmolalitas 333 mOsm/L,
Karbohidrat 20 g/L, Kalori 85 cal/L. Elektrolit yang dikandung meliputi sodium 90
mEq/L, potassium 20 mEq/L, Chloride 80 mEq/L, bikarbonat 30 mEq/L (Dipiro et.al.,
2005). Ada beberapa cairan rehidrasi oral: a) Cairan rehidrasi oral yang mengandung
NaCl, KCL, NaHCO3 dan glukosa, yang dikenal dengan nama oralit. b) Cairan rehidrasi
oral yang tidak mengandung komponen-komponen di atas misalnya: larutan gula, air
tajin, cairan-cairan yang tersedia di rumah dan lain-lain, disebut CRO tidak lengkap. 2)
Cairan Rehidrasi Parenteral (CRP) Cairan Ringer Laktat sebagai cairan rehidrasi
parenteral tunggal. Selama pemberian cairan parenteral ini, setiap jam perlu dilakukan
evaluasi: a) Jumlah cairan yang keluar bersama tinja dan muntah b) Perubahan tanda-
tanda dehidrasi (Suharyono, dkk., 1994 dalam Wicaksana, 2011). b. Antibiotik Pemberian
antibotik secara empiris jarang diindikasikan pada diare akut infeksi, karena 40% kasus
diare infeksi sembuh kurang dari 3 hari tanpa pemberian anti biotik. Pemberian antibiotik
di indikasikan pada : Pasien dengan gejala dan tanda diare infeksi seperti demam, feses
berdarah,, leukosit pada feses, mengurangi ekskresi dan kontaminasi lingkungan,
persisten atau penyelamatan jiwa pada diare infeksi, diare pada pelancong, dan pasien
immunocompromised. Contoh antibiotic untuk diare Ciprofloksasin 500mg oral (2x
sehari, 3 5 hari), Tetrasiklin 500 mg (oral 4x sehari, 3 hari), Doksisiklin 300mg (Oral,
dosis tunggal), Ciprofloksacin 500mg, Metronidazole 250-500 mg (4xsehari, 7-14 hari, 7-
14 hari oral atauIV). c. Obat anti diare - Kelompok antisekresi selektif Terobosan terbaru
dalam milenium ini adalah mulai tersedianya secara luas racecadotril yang bermanfaat
sekali sebagai penghambat enzim enkephalinase sehingga enkephalin dapat bekerja
kembali secara normal. Perbaikan fungsi akan menormalkan sekresi dari elektrolit
sehingga keseimbangan cairan dapat dikembalikan secara normal. - Kelompok opiat
Dalam kelompok ini tergolong kodein fosfat, loperamid HCl serta kombinasi difenoksilat
dan atropin sulfat (lomotil). Penggunaan kodein adalah 15-60mg 3x sehari, loperamid 2
4 mg/ 3 4x sehari dan lomotil 5mg 3 4 x sehari. Efek kelompok obat tersebut meliputi
penghambatan propulsi, peningkatan absorbsi cairan sehingga dapat memperbaiki
konsistensi feses dan mengurangi frekwensi diare.Bila diberikan dengan cara yang benar
obat ini cukup aman dan dapat mengurangi frekwensi defekasi sampai 80%. Bila diare
akut dengan gejala demam dan sindrom disentri obat ini tidak dianjurkan. - Kelompok
absorbent Arang aktif, attapulgit aktif, bismut subsalisilat, pektin, kaolin, atau smektit
diberikan atas dasar argumentasi bahwa zat ini dapat menyeap bahan infeksius atau
toksin-toksin. Melalui efek tersebut maka sel mukosa usus terhindar kontak langsung
dengan zat-zat yang dapat merangsang sekresi elektrolit. - Zat Hidrofilik Ekstrak tumbuh-
tumbuhan yang berasal dari Plantago oveta, Psyllium, Karaya (Strerculia), Ispraghulla,
Coptidis dan Catechu dapat membentuk kolloid dengan cairan dalam lumen usus dan
akan mengurangi frekwensi dan konsistensi feses tetapi tidak dapat mengurangi
kehilangan cairan dan elektrolit. Pemakaiannya adalah 5-10 cc/ 2x sehari dilarutkan
dalam air atau diberikan dalam bentuk kapsul atau tablet. - Probiotik Kelompok probiotik
yang terdiri dari Lactobacillus dan Bifidobacteria atau Saccharomyces boulardii, bila
mengalami peningkatan jumlahnya di saluran cerna akan memiliki efek yang positif
karena berkompetisi untuk nutrisi dan reseptor saluran cerna. Syarat penggunaan dan
keberhasilan mengurangi/menghilangkan diare harus diberikan dalam jumlah yang
adekuat. L. Pencegahan Gastroenteritis Jalan terbaik untuk mencegah penyebaran virus
gastro adalah mengikuti langkah-langkah berikut: Cuci tangan anda. Pastikan anda dan
anak anda rutin mencuci tangan terutama sebelum makan dan ketika selesai buang air.
Yang paling baik adalah menggunakan air hangat dan sabun kesehatan. Gosok tangan
anda paling sedikit 20 detik dan ingatlah untuk membersihkan bagian kuku dan lipatan
kulit dan celah jari. Lalu bilas secara bersih dan keringkan dengan handuk bersih.
Gunakan tisu basah dengan alkohol ataupun hand sanitizer ketika tidak tersedia sabun
dan air. Gunakan peralatan secara personal. Hindari berbagi peralatan makan, gelas dan
piring. Serta hindari pinjam meminjam handuk. Jaga jarak. Hindari kontak secara dekat
dengan orang yang terinfeksi virus. Anda juga dapat terinfeksi virus penyebab gastro
ketika berpergian. Untuk mencegahnya ikuti tips berikut: Minum hanya minuman yang
tersegel dengan baik. Hindari es batu, karena es batu mungkin saja dibuat dari air yang
telah terkontaminasi Gunakan air mineral yang tersegel untuk menyikat gigi Hindari
jajanan yang dibuat langsung menggunakan tangan Hindari daging dan ikan yang
dimasak setengah matang Ambil vaksinasi terhadap rotavirus. Di beberapa negara
vaksinasi ini telah tersedia.

Latar Belakang
Diare akut masih merupakan penyebab utama morbiditas dan mortalitas anak di
Negara berkembang. Terdapat banyak penyebab diare akut pada anak. Pada sebagian
besar kasus penyebabnya adalah infeksi akut intestinum yang disebabkan oleh virus,
bakteri atau parasit, akan tetapi berbagai berbagai penyakit lain juga dapat menyebabkan
diare akut, termasuk sindroma malabsorbsi. Diare karena virus umumnya bersifat self
limiting, sehingga aspek terpenting yang harus diperhatikan adalah mencegah terjadinya
dehidrasi yang menjadi penyebab utama kematian dan menjamin asupan nutrisi untuk
mencegah gangguan pertumbuhan akibat diare. Dalam berbagai hasil Survei kesehatan
Rumah Tangga diare menempati kisaran urutan ke-2 dan ke-3 berbagai penyebab
kematian bayi di Indonesia.1

Terdapat banyak penyebab diare akut pada anak. Pada sebagian besar kasus
penyebabnya adalah infeksi akut mediatinum yang disebabkan oleh virus, bakteri atau
parasit, akan tetapi berbagai penyakit lain juga dapat menyebabkan diare akut, termasuk
sindroma malabsorpsi. Banyak dampak yang terjadi karena infeksi seluran cerna antara
lain pengeluaran toksin yang dapat menimbulkan gangguan sekresi dan reabsorpsi cairan
dan elektrolit dengan akibat dehidrasi, gangguan keseimbangan elektrolit dan
keseimbangan asam basa. Invasi dan destruksi sel epitel, penetrasi ke lamina propria serta
kerusakan mikrovili dapat menimbulkan keadaan malabsorpsi.1

Di Indonesia, diare masih merupakan salah satu masalah kesehatan masyarakat


utama. Hal ini disebabkan masih tingginya angka kesakitan dan menimbulkan banyak
kematian terutama pada bayi dan balita, serta sering menimbulkan Kejadian Luar Biasa
(KLB)1, 2

BAB II
TINJAUAN PUSTAKA

A. DEFINISI

Diare akut adalah buang air besar pada bayi atau anak lebih dari 3 kali per hari,
disertaidengan perubahan konsitensi tinja menjadi cair dengan atau tanpa lendir dan darah
yangberlangsung kurang dari 14 hari.1,2

Pada bayi yang minum ASI sering frekuensi buangair besarnya lebih dari 3-4 kali per
hari, keadaan ini tidak dapat disebut diare, tetapimasih bersifat fisiologis atau normal.
Selama berat badan bayi meningkat normal, haltersebut tidak tergolong diare, tetapi
merupakan intoleransi laktosa sementara akibatbelum sempurnanya perkembangan
saluran cerna. Untuk bayi yang minum ASI secara eksklusif definisi yang praktis adalah
meningkatnya frekuensi buang air besar atau konsistensinya menjadi cair menurut ibunya
abnormal atau tidak seperti biasanya. Kadang-kadang pada seorang anak buang air
besarnya kurang dari 3 kali perhari, tetapi konsistensinya cair, keadaan ini sudah dapat
disebut diare. 1

B. EPIDEMIOLOGI
Setiap tahun diperkirakan lebih dari satu milyar kasus diare di dunia dengan 3,3 juta
kasus kematian sebagai akibatnya. Diperkirakan angka kejadian di negara berkembang
berkisar 3,5 7 episode per anak pertahun dalam 2 tahun pertama kehidupan dan 2 5
episode per anak per tahun dalam 5 tahun pertama kehidupan. Data dari profil kesehatan
Indonesia tahun 2002 menunjukkan bahwa angka kesakitan diare berdasarkan propinsi
terjadi penurunan dari tahun 1999-2001. Pada tahun 1999 angka kesakitan diare sebesar
25,63 per 1000 penduduk menurun menjadi 22,69 per 1000 penduduk pada tahun 2000
dan 12,00 per 1000 penduduk pada tahun 2001.6 Sedangkan berdasarkan profil kesehatan
Indonesia 2003, penyakit diare menempati urutan kelima dari 10 penyakit utama pada
pasien rawat jalan di Rumah Sakit dan menempati urutan pertama pada pasien rawat inap
di Rumah Sakit. Berdasarkan data tahun 2003 terlihat frekuensi kejadian luar biasa
(KLB) penyakit diare sebanyak 92 kasus dengan 3865 orang penderita, 113 orang
meninggal, dan Case Fatality Rate(CFR) 2,92%.7 Kasus diare akut yang ditangani di
praktek sehari-hari berkisar 20% dari total kunjungan untuk usia di bawah 2 tahun dan
10% untuk usia di bawah 3 tahun 1, 2
C. CARA PENULARAN DAN FAKTOR RESIKO
Cara penularan diare umumnya melalui cara fekal oral yaitu melalui makanan atau
minuman yang tercemar oleh enteropatogen, atau kontak langsung tangan dengan
penderita atau barang barang yang telah tercemar tinja penderita atau tidak langsung
melalui lalat. (melalui 4 F = finger, flies, fluid, field).1
Faktor resiko yang dapat meningkatkan penularan enteropatogen antara lain: tidak
memberikan ASI secara penuh untuk 4 6 bulan pertama kehidupan bayi, tidak
memadainya penyediaan air bersih, pencemaran air oleh tinja, kurangnya sarana
keberihan (MCK), kebersihan lingkungan dan pribadi yang buruk, penyiapan dan
penyimpanan makanan yang tidak higienis dan cara penyapihan yang tidak baik. Selain
hal- hal tersebut, beberapa faktor pada penderita dapat meningkatkan kecenderungan
untuk terjangkit diare antara lain: gizi buruk, imunodefisiensi, berkurangnya keasaman
lambung, menurunnya motilitas usus, menderita campak dalam 4 minggu terakhir dan
faktor genetik.1
1. Faktor umur
Sebagian besar episode diare terjadi pada 2 tahun pertama kehidupan. Insiden
tertinggi terjadi pada kelompok umur 6 11 bulan pada saat diberikan makanan
pendamping ASI. Pola ini menggambarakan kombinasi efek penurunan kadar
antibodi ibu, kurangnya kekebalan aktif bayi, pengenalan makanan yang mungkin
terkontaminasi bakteri tinja dan kontak langsung dengan tinja manusia atau binatang
pada saat bayi mulai merangkak. Kebanyakan enteropatogen merangsang paling
tidak sebagian kekebalan melawan infeksi atau penyakit yang berulang, yang
membantu menjelaskan menurunnya insiden penyakit pada anak yang lebih besar
dan pada orang dewasa.
2. Infeksi asimtomatik
Sebagian besar infeksi usus bersifat asimtomatik dan proporsi asimtomatik ini
meningkat setelah umur 2 tahun dikarenakan pembentukan imunisasi aktif. Pada
infeksi asimtomatik yang mungkin berlangsung pada beberapa hari atau minggu,
tinja penderita mengandung virus, bakteri atau kista protozoa yang infeksius. Orang
dengan infeksi asimtomatik berperan penting dalam penyebaran banyak
enteropaogen terutama bila mereka tidak menyadari adanya infeksi, tidak menjaga
kebersihan, dan berpindah pindah dari satu tempat ke tempat lain.

3. Faktor musim
Variasi pola musiman diare dapat terjadi menurut letak geografis. Di daerah sub
tropik diare karena bakteri lebih sering terjadi pada musim panas, sedangkan diare
karena virus terutama rotavirus puncaknya terjadi pada musim dingin. Di daerah
tropik (termasuk Indonesia), diare yang disebabkan oleh rotavirus dapat terjadi
sepanjang tahun dengan peningkatn sepanjang musim kemarau, sedangkan diare
karena bakteri cenderung meningkat pada musim hujan.
4. Epidemi dan pandemik
Vibrio cholera0.1 dan Shigella dysentriae 1 dapat menyebabkan epidemik
danpandemik yang mengakibatkan tingginya angka kesakitan dan kematian pada
semuagolongan usia. Sejak tahun 1961, kolera yang disebabkan vibrio cholera 0.1
biotipeEltor telah menyebar ke Negara Negara di Afrika, Amerika latin, Asia,
TimurTengah, dan di beberapa daerah di amerika Utara dan Eropa. Dalam kurun
waktuyang sama Shigella dysentriae tipe 1 menjadi penyebab wabah yang besar di
AmerikaTengah dan terakhir di Afrika tengah dan Asia Selatan. Pada akhir tahun
1992,dikenal strain baru Vibrio cholera 0139 yang menyebabkan pandemik di Asia
danlebih dari 1 negara mengalami wabah.1

D. ETIOLOGI
Selama 2 dekade, penelitian menunjukkan karakteristik dari diare akut. Pada awal
1970 agen penyebab dapat diidentifikasi dalam 15-20% episode diare. Sekarang, dengan
semakin berkembangnya teknik diagnostik, dapat ditemukan agen penyebab dalam 60-
80%.3 Sebagian besar penyebab infeksi diare adalah Rotavirus, disamping virus lainnya
seperti Norwalk Like Virus, Enteric Adenovirus, Astovirus, dan Calicivirus. Beberapa
patogen bakteri seperti Salmonella, Shigella, Yersinia, Campylobacter, dan beberapa
strain khusus E.Coli. Beberapa parasit yang sering menyebabkan diare meliputi Giardia,
Crytosporidium, dan Entamoeba Histolytica.1, 2, 3
Etiologi diare dapat dibagi dalam beberapa faktor, yaitu :
1. Faktor infeksi
a. Infeksi enteral yaitu : infeksi saluran pencernaan yang merupakan penyebab
utama pada anak. Infeksi enteral meliputi :
Infeksi bakteri : Vibrio, E coli, Salmonela, Shigella, Campylobacter, Yersinia,
aeromonas dan sebagainya.
Infeksi Virus : Enterovirus, Adenovirus, Rotavirus, astovirus dan lain-lain.
Infeksi parasit : Cacing (ascaris, Trichiuris, Oxyuris), Protozoa (E.
Histolytica, Giardia lambia, Trichomonas hominis), Jamur (Candida
albicans).
b. Infeksi paraenteral yaitu : infeksi dibagian tubuh lain diluar alat pencernaan
seperti Otitis media akut (OMA), Tonsilofaringitis, Bronkopnemonie,
Enchepalitis dan sebagainya.
2. Faktor Malabsopsi
a. Malabsobsi karbohidrat
b. Malabsobsi lemak
c. Malabsobsi protein
3. Faktor makanan : makanan basi, beracun, alergi terhadap makanan.
4. Faktor Psikologis : rasa takut dan cemas, walaupun jarang menimbulkan diare
terutama pada anak besar.

E. PATOGENESIS
Mekanisme dasar yang menyebabkan timbulnya diare adalah :1, 2, 4
1. Gangguan Osmotik
Akibat terdapatnya makanan atau zat yang tidak dapat diserap akan menyebabkan
tekanan osmotik dalam rongga usus meninggi, sehingga terjadi pergeseran air dan
elektrolit dalam rongga usus. Isi rongga usus yang berlebihan ini akan merangsang
usus untuk mengeluarkannya sehingga timbul diare.
2. Gangguan sekresi
Akibat rangsangan tertentu (misal oleh toksin) pada dinding usus akan terjadi
peningkatan sekresi air dan elektrolit ke dalam rongga usus dan selanjutnya diare
timbul karena terdapat peningkatan isi rongga usus.
3. Gangguan motilitas usus
Hiperperistaltik akan mengakibatkan kesempatan usus untuk menyerap
makanan, sehingga timbul diare, sebaliknya bila peristaltik usus menurun akan
mengakibatkan bakteri tumbuh berlebihan yang selanjutnya dapat menimbulkan
diare.

F. PATOFISIOLOGI
Ada beberapa mekanisme patofisiologis yang terjadi, sesuai dengan penyebab diare.
Virus dapat secara langsung merusak villi usus halus sehingga mengurangi luas
permukaan usus halus dan mempengaruhi mekanisme enzimatik yang mengakibatkan
terhambatnya perkembangan normal villi enterocytes dari usus kecil dan perubahan
dalam struktur dan fungsi epitel. Perubahan ini menyebabkan malabsorbsi dan motilitas
abnormal dari usus selama infeksi rotavirus
Bakteri mengakibatkan diare melalui beberapa mekanisme yang berbeda. Bakteri
non invasive (vibrio cholera, E.coli patogen) masuk dan dapat melekat pada usus,
berkembang dan kemudian akan mengeluarkan enzim mucinase (mencairkan lapisan
lendir), kemudian bakteri akan masuk ke membran, dan mengeluarkan sub unit A dan B,
lalu mengeluarkan cAMP yang akan merangsang sekresi cairan usus dan menghambat
absorpsi tanpa menimbulkan kerusakan sel epitel. Tekanan usus akan meningkat, dinding
usus teregang, kemudian terjadilah diare.

Bakteri invasive (salmonella spp, shigella sp, E.coli invasive, campylobacter)


mengakibatkan ulserasi mukosa dan pembentukan abses yang diikuti oleh respon
inflamasi. Toksin bakteri dapat mempengaruhi proses selular baik di dalam usus maupun
di luar usus. Enterotoksin Escherichia coli yang tahan panas akan mengaktifkan adenilat
siklase, sedangkan toksin yang tidak tahan panas mengaktifkan guanilat siklase. E.coli
enterohemoragik dan Shigella menghasilkan verotoksin yang menyebabkan kelainan
sistemik seperti kejang dan sindrom hemolitik uremik1, 2, 5

Sebagai akibat diare akut maupun kronik akan terjadi :


1. Kehilangan air (dehidrasi)
Dehidrasi terjadi kehilangan air (output ) lebih banyak daripada pemasukan
(input),
2. Gangguan keseimbangan asam basa (metabolik asidosis)
Terjadi karena :
a. Kehilangan Na-bikarbonat bersama tinja
b. Adanya ketosis kelaparan. Metabolisme lemak tidak sempurna sehingga benda
keton tertimbun dalam tubuh.
c. Terjadi penimbunan asam laktat karena adanya anoreksia jaringan.
d. Produk metabolisme yang bersifat asam meningkat karena tidak dapat
dikeluarkan oleh ginjal (terjadi oliguria/anuria).
e. Pemindahan ion Na dari cairan ekstraseluler kedalam cairan intraseluler.
Secara klinis asidosis dapat diketahui dengan memperhatikan pernafasan,
pernafasan bersifat cepat, teratur dan dalam (pernafasan Kuszmaull)
3. Hipoglikemia
Hal ini terjadi karena :
a. Penyimpanan/persediaan glikogen dalam hati terganggu.
b. Adanya gangguan absopsi glukosa (walaupun jarang).
Gejala hipoglikemi akan muncul jika kada glukosa darah menurun sampai 40
mg% pada bayi dan 50 mg% pada anak-anak. Gejala hipoglikemi tersebut dapat
berupa: lemas, apatis, peka rangsang, tremor, berkeringat, pucat, syok, kejang
sampai koma.
4. Gangguan Gizi
Hal ini disebabkan :
a. Makanan sering dihentikan oleh orang tua karena takut diare dan / muntahnya
akan bertambah hebat.
b. Walaupun susu diteruskan, sering diberikan dengan pengenceran dan susu
yang encer ini diberikan terlalu lama.
c. Makanan yang diberikan sering tidak dapat dicerna dan diabsopsi dengan baik
karena adanya hiperperistaltik.
5. Gangguan sirkulasi
Sebagai akibat diare dengan/tanpa disertai muntah, dapat terjadi gangguan
sirkulasi darah berupa renjatan (shock) hipovolemik. Akibatnya perfusi jaringan
berkurang dan terjadi hipoksia, asidosis bertambah berat, dapat mengakibatkan
pendarahan dalam otak, kesadaran menurun (soporokomatosa) dan bila tidak
segera ditolong penderita dapat meninggal.6
Semua akibat diare cair diakibatkan karena kehilangan air dan elektrolit tubuh
melalui tinja. Dehidrasi adalah keadaan yang paling berbahaya karena dapat
menyebabkan volume darah (hipovolemia), kolaps kardiovaskular dan kematian
bila tidak diobati dengan tepat. Ada tiga macam dehidrasi. 1,6
1) Dehidrasi isotonik
Ini adalah dehidrasi yang sering terjadi karena diare. Hal ini terjadi bila
kehilangan air dan natrium dalam proporsi yang sama dengan keadaan
normal dan ditemui dalam cairan ekstraseluler.
2) Dehidrasi Hipertonik
Beberapa anak yang diare, terutama bayi sering menderita dehidrasi
hipernatremik. Pada keadaan ini didapatkan kekurangan cairan dan
kelebihan natrium. Bila dibandingkan dengan proporsi yang biasa
ditemukan dalam cairan ekstraseluler dan darah. Ini biasanya akibat dari
pemasukan cairan hipertonik pada saat diare yang tidak di absopsi secara
efisien dan pemasukan air yang tidak cukup.
3) Dehidrasi Hipotonik
Anak dengan diare yang minum air dalam jumlah besar atau yang
mendapat infus 5 % glukosa dalam air, mungkin bisa menderita
hiponatremik. Hal ini terjadi karena air diabsopsi dari usus sementara
kehilangan garam (NaCl ) tetap berlangsung dan menyebabkan
kekurangan natrium dan kelebihan air.6

G. GEJALA KLINIS
Mula-mula bayi/anak menjadi cengeng, gelisah, suhu badan mungkin meningkat,
nafsu makan berkurang atau tidak ada kemudian timbul diare. Tinja makin cair, mungkin
mengandung darah dan/ atau lendir, warna tinja berubah menjadi kehijau-hijauan karena
tercampur empedu. Karena seringnya defekasi, anus dan sekitarnya lecet karena tinja
makin lama makin menjadi asam akibat banyaknya asam laktat, yang terjadi dari
pemecahan laktosa yang tidak dapat diabsorpsi oleh usus.
Gejala Rotavirus Shigella Salmonella E.coli E.coli cholerae
Klinik enterotok entero
sigenik invasif
Mual sering jarang sering + - sering
muntah
Panas + ++ ++ - ++ -
Nyeri perut Tenesmus Tenesmus Tenesmus Kadang2 Tenesmus Kolik
kolik kolik kolik
Gejala lain Sering Pusing, Hipotensi Pusing,
distensi dapat ada bakterimia,
abdomen kejang toksemia
sistemik

Sifat tinja :
Volume Sedang Sedikit Sedikit Banyak Sedikit Banyak

Frekuensi 5-10 x >10 x Sering Sering Sering Terusme


nerus
Konsistensi Cair Lembek Lembek Cair Lembek Cair
Darah - Sering Kadang - + -
Bau - - Busuk Tdk - Amis
spesifik

Warna Kuning Merah Hijau Tak Merah- seperti


Hijau Hijau berwarna Hijau cucian
beras

Leukosit - + + - - -

Sifat lain Anoreksia Kejang Sepsis Meteoris Infeksi -


mus sisitemik

H. DIAGNOSIS
1. Anamnesis
Pada anamnesis perlu ditanyakan hal-hal sebagai berikut : lama diare, frekuensi,
volume, konsistensi tinja, warna, bau, ada/tidak lendir dan darah. Bila disertai
muntah : volume dan frekuensinya. Kencing: biasa, berkurang, atau tidak kencing
dalam 6-8 jam terkhir. Makanan dan minuman yang diberian selama diare. Adakah
panas atau penyakit lain yang menyertai sepert batuk, pilek, otitis media, campak.
Tindakan yang telah dilakukan ibu selama aank diare: memberi oralit, membawa
berobat ke puskemas atau rumah sakit dan obat obatan yang diberikan serta riwayat
imuisasinya.
2. Pemeriksaan Fisik
Pada pemeriksaan fisik perlu diperiksa : berat badan, suhu tubuh, frekuensi
denyut jantung dan pernafasan serta tekanan darah. Selanjutnya perlu dicari tanda-
tanda utama dehidrasi : kesadara, rasa haus dan turgor kulitabdomen dan tanda-tanda
tambahan lainnya : ubun-ubun besar cekung atau tidak, mata: cowong atau tidak, ada
atau tidak adanya air mata, bibir, mukosa mulut dan dan lidah kering atau basah.
Pernafasan yang cepat dan dalam indikasi adanya asidosis metabolik. Bising
usus yang lemah atau tidak ada bila terdapat hipokalemi. Pemerksaan ekstrimitas
perlu karena perfusi dan capillary refill dapat menentukan derajat dehidrasi yang
terjadi
Menurut banyaknya cairan yang hilang, derajat dehidrasi dapat dibagi
berdasarkan :
1. Kehilangan berat badan
a. Tanpadehidrasi, bila terjadi penurunan berat badan < 3%.
b. Dehidrasi ringan- sedang, bila terjadi penurunan berat badan 3 - 9%.
c. Dehidrasi berat, bila terjadi penurunan berat badan > 9%.
2. Derajat dehidrasi.1
Menurut MMWR 2003
<><><><> Tanpa Dehidrasi ringan- Dehidrasi berat
<><><><> dehidrasi sedang
<><><><>
<><><><>
<><><><>
<><><><>
<><><><>
<><><><>
<><><><>
<><><><>
<><><><>
<><><><>s
imptom
Kesadaran Baik Normal, gelisah, Apatis, letargi, tidak
lelah, irritable sadar
Denyut Normal Normal meningkat Takikardi, bradikardi
jantung pada kasus berat
Kualitas Normal Normal melemah Lemah, kecil, tidak
nadi teraba
Pernafasan Normal Normal cepat Dalam
Mata Normal Sedikit cowong Sangat cowong

Air Mata Ada Berkurang Tidak ada


Mulut dan Basah Kering Sangat kering
lidah
Cubitan segera kembali Kembali < 2 Kembali >2
kulit
Capillary Normal Memanjang Memanjang, minimal
refill
Ekstremitas Hangat Dingin Dingin, sianotik
kencing Normal Berkurang minimal

Menurut WHO (1995).1


Tanda dan Gejala Dehidrasi ringan Dehidrasi Dehidrasi berat
sedang
Lihat:
Keadaan umum
Baik, sadar Gelisah, rewel Lesu, lunglai atau
tidak sadar
- Mata Sangat cekung
- Air mata Normal Cekung Kering
- Mulut dan lidah Ada Tidak ada Sangat kering
- Rasa haus Basah Kering Malas minum atau
Minum biasa, Haus, ingin tidak bisa minum
tidak haus minum banyak
Periksa:
Turgor kulit Kembali sangat
Kembali cepat Kembali lambat
lambat

I. PEMERIKSAAN LABORATORIUM
Pemeriksaan laboratorium penting artinya dalam menegakkan diagnosis (kausal)
yang tepat sehingga kita dapat memberikan obat yang tepat pula. Pemeriksaan yang perlu
dikerjakan :1
1. Pemeriksaam tinja
a. Makroskopis dan mikroskopis.
b. Biakan kuman untuk mencari kumam penyebab.
c. Tes resistensi terhadap berbagai antibiotika.
d. pH dan kadar gula dalam tinja dengan kertas lakmus dan tablet clinitest, bila
diduga terdapat intoleransi glukosa.
2. Pemeriksaan darah
Darah lengkap, analisa gas darah, glukosa darah, kultur dan tes kepekaan terhadap
antibiotik
3. Pemeriksaan Elektrolit
Terutama kadar natrium, kalium, kalsium dan fosfor dalam serum (terutama pada
penderita yang disertai kejang).
4. Pemeriksaan urin
Urin lengkap, kultur dan tes kepekaan terhadap antibiotik

J. KOMPLIKASI
Sebagai akibat kehilangan cairan dan elektrolit secara mendadak, dapat terjadi
berbagai macam komplikasi seperti:3,6
1. Dehidrasi (ringan, sedang, berat, hipotonik, isotonik atau hipertonik).
2. Renjatan hipovolemik.
3. Hipokalemia (dengan gejala meteorismus, hipotoni otot, lemah, bradikardi,
perubahan pada elektrokardiogram).
4. Hipoglikemi
5. Intoleransi laktosa sekunder, sebagai akibat defisiensi enzim laktase karena
kerusakan vili mukosa usus halus.
6. Kejang, terutama pada dehidrasi hipertonik.
7. Malnutrisi energi protein, karena selain diare dan muntah, penderita juga
mengalami kelaparan.

K. PENATALAKSANAAN

Terdapat lima lintas tatalaksana, yaitu :1

1. Rehidrasi

2. Dukungan nutrisi

3. Suplementasi Zinc

4. Antibiotik selektif

5. Edukasi orang tua

1 Rehidrasi
1) Rencana Terapi A : Diare Tanpa Dehidrasi
Terapi dilakukan di rumah. Menerangkan 4 cara terapi diare di rumah :
a) Berikan anak lebih banyak cairan daripada biasanya untuk mencegah
dehidrasi
b) Berikan tablet Zinc. Dosis yang digunakan untuk anak-anak :
Anak dibawah usia 6 bulan : 10 mg ( tablet) per hari
Anak diatas usia 6 bulan : 20 mg (1 tablet) per hari
Zinc diberikan selama 10-14 hari berturut-turut, walaupun anak sudah
sembuh. Cara pemberian tablet zinc pada bayi, dapat dilarutkan dengan
air matang, ASI, atau oralit. Untuk anak-anak yang lebih besar, zinc dapat
dikunyah atau dilarutkan dalam air matang atau oralit.
c) Beri anak makanan untuk mencegah kurang gizi.
Teruskan ASI / berikan susu PASI
Bila anak 6 bulan / lebih, atau telah mendapatkan makanan padat :
- Berikan bubur, bila mungkin campur dengan kacang-kacangan,
sayur, daging / ikan. Tambahkan 1-2 sendok teh minyak sayur sop
tiap porsi
- Berikan sari buah / pisang halus untuk menambah kalium
- Berikan makanan segar, masak dan haluskan / tumbuk dengan baik
- Bujuklah anak untuk makan
- Berikan makanan yang sama setelah diare berhenti, dan berikan
makanan tambahan setiap hari selama 2 minggu
d) Bawa anak kepada petugas kesehatan bila anak tidak membaik dalam 3
hari atau menderita sebagai berikut :
Buang air besar cair lebih sering
Muntah terus menerus
Rasa haus yang nyata
Makan atau minum sedikit
Demam
Tinja berdarah
Anak harus diberi oralit dirumah apabila :
Setelah mendapat Rencana Terapi B atau C
Tidak dapat kembali ke petugas kesehatan bila diare memburuk
Memberikan oralit kepada semua anak dengan diare yang datang ke petugas
kesehatan merupakan kebijakan pemerintah.
Berikan oralit formula baru sesuai ketentuan yang benar.
Formula oralit baru yang berasal dari WHO dengan komposisi sbb :
Natrium : 75 mmol/L
Klorida : 65 mmol/L
Glukosa, anhidrous : 75 mmol/L
Kalium : 20 mmol/L
Sitrat : 10 mmol/L
Total Osmolaritas : 245 mmol/L
Ketentuan pemberian oralit formula baru :
Beri ibu 2 bungkus oralit formula baru.
Larutkan 1 bungkus oralit formula baru dalam 1 L air matang, untuk persediaan
24 jam.
Berikan larutan oralit pada anak setiap kali BAB, dengan ketentuan sebagai
berikut :
- Untuk anak usia < 2 tahun : berikan 50-100 mL tiap kali buang air.
- Untuk anak usia > 2 tahun : berikan 100-200 mL tiap kali buang air.
Jika dalam waktu 24 jam persediaan larutan oralit masih tersisa, maka sisa larutan
itu harus dibuang.

2) Rencana Terapi B : Diare Dengan Dehidrasi Tidak Berat


Pada dehidrasi tidak berat, cairan rehidrasi oral diberikan dengan pemantauan
yang dilakukan di Pojok Upaya Rehidrasi Oral selama 4-6 jam. Ukur jumlah
rehidrasi oral yang akan diberikan selama 4 jam pertama.
Usia < 4 bln 4 11 bln 12 23 bln 2 - 4 thn 5 14 thn 15 thn

8 10,9
BB < 5 kg 5 7,9 kg 11 15,9 kg 16 29,9 kg 30 kg
kg

200 400 400 600 600 800 800 1200 1200 2200 2200
Jmlh
ml ml ml ml ml 4000 ml
Jika anak minta minum lagi, berikan.
a. Tunjukkan kepada orang tua bagaimana cara memberikan rehidrasi oral
Berikan minum sedikit demi sedikit.
Jika anak muntah, tunggu 10 menit lalu lanjutkan kembali rehidrasi oral
perlahan.
Lanjutkan ASI kapanpun anak minta.

b. Setelah 4 jam :
Nilai ulang derajat dehidrasi anak.
Tentukan tatalaksana yang tepat unuk melanjutkan terapi.
Mulai beri makan anak di klinik.
c. Bila ibu harus pulang sebelum rencana terapi B :
Tunjukkan jumlah oralit yang harus dihabiskan dalam 3 jam dirumah.
Berikan oralit untuk rehidrasi selama 2 hari lagi seperti dijelaskan dalam
Rencana Terapi A.
Jelaskan 4 cara dalam Rencana Terapi A untuk mengobati anak di rumah
- Berikan anak lebih banyak cairan daripada biasanya.
- Beri tablet zinc.
- Beri anak makanan untuk mencegah kurang gizi.
- Kapan anak harus dibawa kembali ke petugas kesehatan.

Dukungan Nutrisi

Makanan tetap diteruskan sesuai usia anak dengan menu yang sama pada aktu anak
sehat sebagai pengganti nutrisi yang hilang, serta mencegah tidak terjadi gizi buruk. ASI
tetap diberikan pada diare cair akut (maupun pada diare akut berdarah) dan diberikan
dengan frekuensi lebih sering dari biasanya.

3. Suplementasi Zinc
Pemakaian zinc sebagai obat pada diare didasarkan pada alasa ilmiah bahwa
zinc mempunyai efek pada fungsi kekebalan saluran cerna dan berpengaruh pada
fungsi dan struktur saluran cerna serta mempercepat proses penyembuhan epitel
selama diare. Kekurangan zinc ternyata sudah pandemik pada anak anak di negara
sedang berkembang. Zinc telah diketahui berperan dalam metallo-enzymes,
polyribosomes, membran sel, fungsi sel, dimana hal ini akan memacu
pertumbuhan sel dan meningkatkan fungsi sel dalam sistem kekebalan. Perlu
diketahui juga bahwa selama diare berlangsung zinc hilang bersama diare
sehingga hal ini bisa memacu kekurangan zinc ditubuh.
Bukti bukti yang telah disebar luaskan dari hasil penelitian bahwa zinc bisa
mengurangi lama diare sampai 20% dan juga bisa mengurangai angka
kekambuhan sampai 20%. Bukti lain mengatakan dengan pemakaian zinc bisa
mengurangi jumlah tinja sampai 18-59%. Dari bukti-bukti juga dikatakan tidak
ada efek samping pada penggunaan zinc, jika ada ditemukan hanya gejala muntah.
Pada penelitian selanjutkan didapatkan bahwa zinc bisa digunakan sebagai
obat pada diare akut, diare persisten, sebagai pencegahan diare akut dan persisten
serta diare berdarah. Dalam penelitian biaya untuk diare dengan menggunakan
zinc dikatakan zinc bisa menekan biaya untuk diare. Pemberian zinc untuk
pengobatan diare bisa menekan penggunaan antibiotik yang tidak rasional. 1,3,6

Efek zinc antara lain sebagai berikut :


Zinc merupakan kofaktor enzim superoxide dismutase (SOD). SOD akan
merubah anion superoksida (merupakan radikal bebas hasil sampingan dari
proses sintesis ATP yang sangat kuat dan dapat merusak semua struktur dalam
sel) menjadi H2O2, yang selanjutnya diubah menjadi H2O dan O2 oleh enzim
katalase. Jadi SOD sangat berperan dalam menjaga integritas epitel usus.
Zinc berperan sebagai anti-oksidan, berkompetisi dengan tembaga (Cu) dan
besi (Fe) yang dapat menimbulkan radikal bebas.
Zinc menghambat sintesis Nitric Oxide (NO). Dengan pemberian zinc,
diharapkan NO tidak disintesis secara berlebihan sehingga tidak terjadi
kerusaan jaringan dan tidak terjadi hipersekresi.
Zinc berperan dalam penguatan sistem imun.
Zinc berperan dalam menjaga keutuhan epitel usus, berperan sebagai kofaktor
berbagai faktor transkripsi sehingga transkripsi dalam sel usus dapat terjaga.

4. Antibiotik Selektif
Antibiotik tidak diberikan pada kasus diare cair akut, kecuali dengan indikasi
yaitu pada diare berdarah dan kolera.

5. Edukasi Orang Tua

Nasihat pada ibu atau pengasuh untuk kembali segera jika ada demam, tinja
berdarah, muntah berulang, makan / minum sedikit, sangat haus, diare semakin sering,
atau belum membaik dalam tiga hari. Indikasi rawat inap pada penderita diare akut
berdarah adalah malnutrisi, usia kurang dari satu tahun, menderita campak pada 6 bulan
terakhir, adanya dehidrasi dan disentri yang datang sudah dengan komplikasi.

L. PROBIOTIK
Probiotik adalah mikroorganisme hidup, yang jika diberikan dalam jumlah yang
adekuat akan memberi keuntungan menyehatkan pada individu.2
Pemberian makan disertai susu fermentasi yang mengandung lactobacillus casei atau
lactobacillus acidophilus dapat memproduksi imunostimulasi pada host dengan
mengaktivasi makrofag dan limfosit. Hal ini berhubungan dengan bahan yang diproduksi
oleh organisme-organisme ini selama proses fermentasi yaitu beberapa bahan metabolit,
peptide dan enzim.2
Pada anak dengan malnutrisi, diare akut menyebabkan perubahan keseimbangan
mikroflora secara drastis, pada kasus ini pemberian produk yang difermentasi dapat
membantu rekolonisasi.
Susu formula bayi yang mengandung Bifidobacterium lactis atau Lactobacillus
reuteri, dapat menurunkan resiko diare, gejala gangguan saluran pernapasan, demam dan
parameter kelainan lainnya. Anak-anak yang mempunyai resiko terhadap penyakit ini
seperti anak-anak di TPA, dapat diberikan formula probiotik profilaksis secara teratur.
Beberapa penulis melaporkan adanya penurunan episode penyakit dan jumlah hari
kesakitan akibat diare dan demam.
Pada saluran cerna manusia, probiotik menginduksi kolonisasi dan dapat tumbuh
secara in situ di lambung, duodenum dan ileum. Pada epitel ileum manusia,
mikroorganisme ini dapat menginduksi aktivitas immunomodulatory, termasuk
pengambilan CD4+ T Helper cells. Probiotik menginduksi sistem imun, produksi musin,
down regulation dari respon inflamasi, sekresi bahan antimikroba, pengaturan
permeabilitas usus, mencegah perlekatan bakteri patogen pada mukosa, stimulasi
produksi immunoglobulin dan mekanisme probiotik lainnya.
Enzim akan memproduksi bakteri asam laktat yang dapat mempengaruhi proses
metabolisme host. Yogurt mempunyai aktivitas laktase yang tinggi, yang dapat membantu
keadaan malabsorbsi laktosa. Selama proses fermentasi susu, secara umum,
mikroorganisme akan menggunakan laktosa sebagai substrat. Hasilnya, konsentrasi
laktosa dalam yogurt akan lebih rendah daripada susu yang tidak difermentasi.
Malabsorbsi laktosa dapat mempengaruhi mekanisme diare dengan memproduksi tekanan
osmotic intraluminal sehingga mendorong air dan elektrolit ke dalam lumen usus,
akibatnya karbohidrat yang tidak diabsorbsi dapat menyebabkan kolonisasi bakteri di
usus kecil.
Dosis probiotik yang dianjurkan adalah 10 pangkat 7 hingga 10 pangkat 9.
Rekomendasi dari Mitsuoka untuk bakteri Lactobacillus memang sekitar 10 pangkat 6.
Jika kita memberikan kurang dari itu, maka proses keseimbangan tidak tercapai yang
berarti tidak bisa disebut probiotik. Oleh karena itu, preparat probiotik Lactobacillus
umumnya diberikan pada dosis 10 pangkat 7 hingga pangkat 9.

M. PENCEGAHAN DIARE
Upaya pencegahan diare: 4,6
1. Penggunaan ASI
Feachem dan koblinsky (1983) telah mengumpulkan data penelitian dari 14
negara mengenai dampak pemberian ASI terhadap morbiditas dan mortalitas dan
menyimpulkan bahwa peningkatan penggunaan ASI akan menurunkan morbiditas
sebesar 6-20 % dan mortalitas 24 27 % selama 6 bulan pertama kehidupan. Untuk
bayi dan anak balita penurunan morbiditas sebesar 1-4 % dan mortalitas 8 9 %.
2. Perbaikan pola penyapihan
Hal ini disebabkan karena (1) tercemarnya makanan dan minuman oleh bakteri,
(2) rendahnya kadar kalori dan protein, (3) tidak tepatnya pemberian makanan, (4)
kurang sabarnya ibu memberikan makanan secara sedikit-sedikit tetapi sering.
3. Perbaikan higiene perorangan
Amerika serikat menunjukKan bahwa kebiasaan mencuci sebelum makan, dan
sebelum masak dan setelah buang air kecil atau buang air besar dapat menurunkan
morbiditas diare sebesar 14 48% .2

BAB III
PENUTUP
1. Diare akut adalah buang air besar pada bayi atau anak lebih dari 3 kali per hari,
disertai dengan perubahan konsitensi tinja menjadi cair dengan atau tanpa lendir dan
darah yang berlangsung kurang dari satu minggu
2. Cara penularan diare umumnya melalui cara fekal oral. Faktor resiko ( Faktor
umur, Infeksi asimtomatik, Faktor musim, Epidemi dan pandemik)
3. Sebagian besar penyebab infeksi diare adalah Rotavirus. Etiologi diare dapat dibagi
dalam beberapa faktor, yaitu: Faktor infeksi, Faktor Malabsopsi, Faktor makanan :
makanan, Faktor Psikologis
4. Gejala klinis: Bayi/anak menjadi cengeng, gelisah, suhu badan mungkin meningkat,
nafsu makan berkurang atau tidak ada kemudian timbul diare. Tinja makin cair,
mungkin mengandung darah dan/ atau lendir, warna tinja berubah menjadi kehijau-
hijauan karena tercampur empedu. Karena seringnya defekasi, anus dan sekitarnya
lecet karena tinja makin lama makin menjadi asam akibat banyaknya asam laktat,
yang terjadi dari pemecahan laktosa yang tidak dapat diabsorpsi oleh usus.
5. Terdapat lima lintas tatalaksana, yaitu:Rehidrasi, Dukungan nutrisi, Suplementasi
Zinc, Antibiotik selektif, Edukasi orang tua
6. Upaya pencegahan diare:Penggunaan ASI, Perbaikan pola penyapihan,
danPerbaikan higiene perorangan

You might also like