You are on page 1of 27

BRONKHITIS KRONIK

A. DEFINISI

Bronkitis kronik adalah Kelainan saluran napas yang ditandai oleh


batuk kronik berdahak minimal 3 bulan dalam setahun, sekurang-kurangnya
dua tahun berturut - turut, tidak disebabkan penyakit lainnya.(PDPI, 2003)
Bronkitis kronis adalah suatu kondisi peningkatan pembengkakan
dan lendir (dahak atau sputum) produksi dalam tabung pernapasan (saluran
udara). Obstruksi jalan napas terjadi pada bronkitis kronis karena
pembengkakan dan lendir ekstra menyebabkan bagian dalam tabung
pernapasan lebih kecil dari normal. Diagnosis bronkitis kronis dibuat
berdasarkan gejala batuk yang menghasilkan lendir atau dahak di hampir setiap
hari, selama tiga bulan, selama dua tahun atau lebih (setelah penyebab lain
untuk batuk telah dikeluarkan). (PDPI, 2003)
Bronkitis kronis didefinisikan sebagai batuk produktif persisten
selama paling sedikit 3 bulan berturut-turut pada paling sedikit 2 tahun
berturut-turut. (Robin, 2007)

B. ETIOLOGI DAN FAKTOR RESIKO


1. Kebiasaan merokok merupakan satu - satunya penyebab kausal yang
terpenting, jauh lebih penting dari faktor penyebab lainnya. Dalam
pencatatan riwayat merokok perlu diperhatikan :
- Riwayat merokok
Perokok aktif
Perokok pasif
Bekas perokok
- Derajat berat merokok dengan Indeks Brinkman (IB), yaitu perkalian
jumlah rata-rata batang rokok dihisap sehari dikalikan lama merokok
dalam tahun :
Ringan : 0-200
Sedang : 200-600

21 |B r o n k i t i s K r o n i k
Berat : >600
2. Riwayat terpajan polusi udara di lingkungan dan tempat kerja
3. Hipereaktivitis bronkus
4. Riwayat infeksi saluran napas bawah berulang
5. Defisiensi antitripsin alfa - 1, umumnya jarang terdapat di Indonesia (PDPI,
2003)
Faktor etiologi utama adalah merokok dan polusi udara yang lazim
di daerah industri. Polusi udara yan terus menerus juga merupakan predisposisi
infeksi rekuren karena polusi memperlambat aktivitas silia dan fagositsis,
sehingga timbunan mukus menigkat sedangkan mekanisme pertahanannya
sendiri melemah. (Price dan Wilson, 2006)
Faktor risiko utama untuk bronkitis kronik adalah merokok .
Seperti disebutkan sebelumnya, kumulatif 30 tahun kejadian bronkitis kronik
pada perokok saat ini adalah 42 %. Namun, perlu dicatat bahwa CB telah
dijelaskan dalam 4 sampai 22% dari non perokok menunjukkan bahwa faktor
risiko lain mungkin ada. faktor risiko potensial lainnya termasuk eksposur
inhalasi untuk bahan bakar biomassa, debu, dan asap kimia. Potensi risiko lain
Faktor untuk CB adalah adanya gastroesophageal reflux, mungkin dengan
aspirasi paru direfluks isi lambung memproduksi cedera asam - diinduksi dan
infeksi atau neurally dimediasi bronkokonstriksi refleks sekunder iritasi
kerongkongan mukosa. (American Journal Of Respiratory And Critical Care
Medicine, 2013)

C. EPIDEMIOLOGY
Dalam sebuah studi longitudinal 30 tahun dari 1.711 pria
Finlandia, kejadian kumulatif dari bronkitis kronik adalah 42 % pada perokok
aktif, 26 % pada mantan perokok , dan 22 % di pernah perokok. Bronkitis
kronik mempengaruhi sekitar 10 juta orang di Amerika Serikat , dan mayoritas
adalah antara 44 dan 65 tahun. Beberapa 24,3 % dari individu dengan bronkitis
kronik lebih tua dari 65 tahun , dan, yang mengejutkan 31,2 % adalah antara
usia 18 dan 44 tahun.

22 |B r o n k i t i s K r o n i k
Menurut Pusat Statistik Kesehatan Nasional 2009
melaporkan 67,8 % pasien dengan bronkitis kronik adalah perempuan. studi
lain pada pasien Afrika Selatan sama melaporkan bahwa perempuan
mendominasi populasi bronkitis kronik. Sebuah studi 10 tahun dari 21.130
Danish pasien menunjukkan bahwa prevalensi kumulatif lendir kronis
sekresi adalah 10,7 % pada wanita dibandingkan 8,7 % pada pria. Alasan untuk
prevalensi yang lebih tinggi dari bronkitis kronik pada wanita dibandingkan
dengan laki-laki tidak jelas, tetapi mungkin karena pengaruh hormonal ,
perbedaan jenis kelamin dalam melaporkan gejala , dan jenis kelamin Bias
diagnostik. (American Journal Of Respiratory And Critical Care Medicine,
2013)

TABLE 1. OVERVIEW OF THE PREVALENCE OF CHRONIC


BRONCHITIS IN POPULATION-BASED STUDIES
Study Subjects Findings
Lange et al., General population,
Bronchial hypersecretion: 10.1%
1989 (7) Copenhagen; 12,698 adults
Sobradillo et General population, Spain;
Cough: 13.5%
al., 1999 (9) 4,035 adults aged 4069 yr
Expectoration: 10.7%
Chronic bronchitis: 4.8%
Random sample, Finland;
Pallasaho et
8,000 subjects aged 2069 Productive cough: 27%
al., 1999 (8)
yr
von Hertzen Chronic bronchitis and/or
Random subjects, Finland;
et al., 2000 emphysema: 22% in men, 7% in
7,217 subjects aged >30 yr
(10) women
General population, Europe;
Cerveri et al., Chronic bronchitis: 2.6% (range
17,966 subjects aged 2044
2001 (11) 0.79.7% across countries)
yr
Janson et al., Multinational; 18,277 Productive cough: 10.2%

23 |B r o n k i t i s K r o n i k
2001 (12) subjects aged 2048 yr
Huchon et al., General population, France;
Chronic bronchitis: 4.1%
2002 (13) 14,076 subjects
Chronic cough and/or expectoration:
11.7%
Lundback et 5,892 Subjects from OLIN Chronic productive cough: 60% in
al., 2003 (14) Study cohort subjects with COPD
Miravitlles et General population, Spain; Cough: 5% in never smokers, 11%
al., 2006 (15) 6,758 adults aged >40 yr in smokers or ex-smokers
Expectoration: 4% in never
smokers, 11% in smokers and ex-
smokers
Incidence of chronic productive
Pelkonen et Finnish cohort of 1,711
cough: 42% current smokers, 26%
al., 2006 (22) adult men aged 4059 yr
past smokers, 22% never smokers
International cohort of 5,002
De Marco et Chronic cough/phlegm production:
subjects aged 2044 yr with
al., 2007 (16) 9.2%
normal lung function
Miravitlles et Population-based sample,
Chronic cough: 3.4%
al., 2009 (17) Spain; 4,274 adults aged 40
80 yr Chronic sputum production: 11.7%
Cumulative prevalence of chronic
Danish cohort of 29,180 (in
Harmsen et mucus secretion over 10 yr of study,
1994) and 21,130 (in 2004)
al., 2010 (18) 10.7% in female subjects and 8.7%
twins aged 1241 yr
in male subjects
United States cohort of
Martinez et 5,858 adult past or previous
Chronic bronchitis: 34.6%
al., 2012 (19) smokers without airflow
obstruction
(American Journal Of Respiratory And Critical Care Medicine, 2013)

24 |B r o n k i t i s K r o n i k
D. PATOGENESIS
Gambaran khas pada bronkitis kronis adalah hipersekresi mukus,
yang dimulai di saluran nafas besar. Meskipun faktor penyebab terpenting
adalah merokok, polutan udara lain, seperti sulfur dioksida dan nitrogen
dioksida, juga berperan. Berbagai iritan ini memicu hipersekresi kelenjar
mukosa bronkus, menyebabkan hipertrofi kelenjar mukosa, dan menyebabkan
pembentukan metaplastik sel goblet penghasil musin di epitel permukaan
bronkus. Selain itu, zat tersebut juga menyebabkan peradangan dengan
infiltrasi sel T CD8+, makrofag, dan neutrofil. Berbeda dengan asma, pada
bronkitis kronis eosinofil jarang ditemukan, kecuali jika pasien mengidap
bronkitis asmatik. Dipostulasikan bahwa banyak efek iritan lingkungan pada
epitel pernafasan diperantarai melalui reseptor faktor pertumbuhan epidermis.
Sebagai contoh, transkripsi gen musin MUC5AC, yang meningkat sebagai
akibat terpajan asap tembakau, baik in vitro maupun in vivo pada model
eksperimental, sebagian diperantarai oleh jalur reseptor faktor pertumbuhan
epidermis. Infeksi mikroba sering terjadi, tetapi hanya berperan sekunder,
terutama dengan mempertahankan peradangan dan memperparah gejala.
(Robin, 2007)
Temuan patologis utama pada bronkitis kronik adalah hipertrofi
kelenjar mukosa bronkus dan peningkatan jumlah dan ukuran sel-sel goblet,
dengan infiltraasi sel-sel radang dan edema mukosa bronkus. Pembentukan
mukus yang meningkat mengakibatkan gejala khas yaitu batuk kronis. Batuk
kronik yang disertai peningkatan sekresi bronkus tampaknya mempengaruhi
bronkiolus kecil sehingga bronkiolus tersebut rusak dan dindingnya melebar.
Faktor etiologi utama adalah merokok dan polusi udara yang lazim di daerah
industri. Polusi udara yan terus menerus juga merupakan predisposisi infeksi
rekuren karena polusi memperlambat aktivitas silia dan fagositsis, sehingga
timbunan mukus menigkat sedangkan mekanisme pertahanannya sendiri
melemah. (Price dan Wilson, 2006)
Pada bronkitis kronik terdapat pembesaran kelenjar mukosa
bronkus, metaplasia sel goblet, inflamasi, hipertrofi otot polos pernapasan serta
distorsi akibat fibrosis. (PDPI, 2003)

25 |B r o n k i t i s K r o n i k
Berbagai faktor risiko untuk terjadinya bronkitis kronis (merokok,
polusi udara, infeksi berulang, dll) menimbulkan kondisi inflamasi pada
bronkus. Perubahan patologi yang terjadi pada trakea, bronki dan bronkiolus
terus sampai ke saluran napas kecil (diameter 2-4 mm) berupa infiltrasi
permukaan epitel jalan napas, kelenjar duktus, kelenjar-kelenjar dengan
eksudat inflamasi (sel dan cairan) yang didominasi oleh sel T limfosit (CD8+),
makrofag dan neutrofil. Proses inflamasi kronik itu berhubungan dengan
metaplasia sel goblet dan sel squamosa dari epitelium, peningkatan ukuran
epitelepitel kelenjar, peningkatan banyak otot polos dan jaringan penunjang
pada dinding jalan napas, serta degenerasi tulang rawan jalan napas. Semua
perubahan patologi itu bertanggung jawab terhadap gejala pada bronkitis
kronis yaitu batuk kronik dan produksi sputum berlebihan seperti yang
dijelaskan sebagai definisi bronkitis kronis dengan kemungkinan berkombinasi
dengan masalah jalan napas perifer dan emfisema.(National Heart, Lung,
Blood Institute 2001)

Mediator
LTB4
Il-8-GRO
Sel MCP-1,MIP-
Makrofag GM-CSF
Neutrofil Endotelin
CD8 + Substance P Efek
limfosit Hipersekresi
Eosinofil mucus
Sel epithelial Fibrosis
Dinding alveolar
Proteinase Destruksi
Neutrofil elastase
Catepsin
Proteinase
MMP

26 |B r o n k i t i s K r o n i k
Inflamasi melibatkan berbagai sel, mediator dan menimbulkan berbagai efek.
Selmakrofag banyak didapatkan di lumen jalan napas, parenkim paru dalam
cairan kurasan bronkoalveolar (BAL). Makrofag mempunyai peran penting
pada proses inflamasi tersebut. Aktivasi makrofag menghasilkan TNF- dan
berbagai mediator inflamasi lainnya serta protease sebagai respons terhadap
asap rokok dan polutan. Mediator inflamasi tersebut sebagian bersifat kemokin
dan bertanggung jawab terhadap kemotaktik dan aktivasi sel neutrofil.
Selain makrofag, sel limfosit T dan neutrofil berperan pada
inflamasi ini sehingga terjadi berbagai mediator dan sitokin (perforin,
granzyme-B, TNF- oleh limfosit T dan II-8, LTB4, GM-CSF oleh neutrofil)
yang saling berinteraksi dan menimbulkan proses inflamasi kronik. Neutrofil
yang teraktivasi meningkat terbukti pada sputum dan cairan BAL penderita
PPOK ataupun bronkitis kronis dan semakin meningkat pada saat eksaserbasi
akut. Peran nuertrofil pada bronkitis kronis adalah berkontribusi pada
hipersekresi mukus melalui produknya metease-protease dan juga destruksi
parenkim pada PPOK. Neutrofil mengeluarkan elastase dan proteinase-3 yang
merupakan mediator yang poten untuk merangsang produksi mukus sehingga
terlibat dalam hipersekresi mukus yang kronik. (National Heart, Lung, Blood
Institute 2001)
Mediator inflamasi yang terlibat pada bronkitis kronis/PPOK
adalah.
o Faktor hemotaktik
Mediator lipid misalnya LTB4 & limfosit T menarik neutrofil
Kemokin misalnya Il-8 menjadi neutrofil
o Sitokin inflamasi misalnya TNF-, IL-I, IL-6, meningkatkan proses
inflamasi dan berefek pada inflamasi sistemik.
o Faktor pertumbuhan misalnya TGF- menimbulkan fibrosis pada saluran
napas kecil.
Mekanisme pertahanan paru/saluran napas yang sangat kompleks
meliputi mekanik, imuniti alamiah, imuniti humoral yang didapat, baik dari
saluran napas atas dan bawah. Selain itu juga melimbatkan mekanisme
pertahanan parenkim (alveoli) dan imuniti selular didapat khususnya pada

27 |B r o n k i t i s K r o n i k
saluran napas bawah. Imunoglobulin (Ig) A sekretori merupakan Ig yang
berperan pada saluran napas disebabkan fungsinya sebagai barier pada epitel
saluran napas mencegah penetrasi antigen ke dalam mukosa selain fungsi
sebagai antibodi pada umumnya kecuali tidak untuk merangsang komplemen
aktivasi sebagaimana peran IgG. Asap rokok/polusi udara melemahkan
mekanisme pertahanan saluran napas antara lain melalui pengaruhnya terhadap
ekspresi reseptor polimerik Ig yang mengakibatkan penurunan produksi
komponen sekretori juga IgA sekretori dan melemahkan transport komponen
sekretori yang mengakibatkan rendahnya kadar IgAs dalam lumen saluran
napas. Hal itu menyebabkan penurunan mekanisme pertahanan saluran napas
menimbulkan mudahnya kolonisasi bakteri menimbulkan refluks neutrofil dan
degradasi IgAs oleh neutrofil maupun produk-produk bakteri. Sehingga
kejadian menimbulkan inflamasi, juga semakin melemahkan mekanisme
pertahanan, memudahkan infeksi kronik dan meningkatkan jumlah neutrofil
dan seterusnya.

E. DIAGNOSIS
1. ANAMNESIS
Keluhan dan gejala-gejala klinis Bronkitis Kronis adalah sebagai berikut:
- Batuk yang sangat produktif, purulen dan mudah memburuk dengan
inhalasi iritan, udara dingin atau infeksi
- produksi mucus dalam jumlah yang sangat banyak
- dyspnea, Sesak napas. Sesak bersifat progresif (makin berat) saat
beraktifitas. Dyspnea penyebab utama kecacatan dan kecemasan terkait
dengan luas mengi inspirasi atau ekspirasi. Pasien menggambarkan
Dada sesak sering sebagai rasa peningkatan upaya untuk bernapas
- riwayat merokok, paparan zat iritan di tempat kerja
- Adakalanya terdengar suara mengi (ngik-ngik).
- Terdapat faktor predisposisi pada masa bayi/anak, mis berat badan lahir
rendah (BBLR), infeksisaluran napas berulang, lingkungan asap rokok
dan polusi udara (Alburquerque Journal dan PDPI, 2003)

28 |B r o n k i t i s K r o n i k
2. PEMERIKSAAN FISIK
Pada stadium awal, pasien belum ada keluhan. Pada stadium yang
lebih lanjut, didapatkan fase ekspirasi yang memanjang dan mengi.
Didapatkan juga tanda-tanda hiperinflasi seperti barrel chest dan hipersonor
pada perkusi. Pasien yang dengan obstruksi jalan nafas berat akan
menggunakan otot-otot pernafasan tambahan duduk dalam posisi
tripod.Didapatkan juga sianosis pada bibir dan kuku pasien.
a) Inspeksi
Pursed lips breathing.
Barrel chest
Penggunaan otot bantu pernafasan
Hipertrofi otot bantu pernafasan
JVP meningkat
Edema tungkai bawah
Penampilan blue bloater. Gambaran khas bronchitis kronis,
gemuk, sianosis, edema tungkai dan ronki basah di basal paru.
Sianosis di sentral dan perifer.
b) Palpasi
Fremitus melemah
c) Perkusi
Hipersonor
d) Auskultasi
Suara nafas vesikuler normal atau melemah
Ronki dan mengi saat nafas biasa atau eskpirasi paksa
Eskpirasi memanjang
Bunyi jantung terdengar jauh (PDPI, 2003)

3. PEMERIKSAAN PENUNJANG
a) Pemeriksaan laboratorium
- Darah rutin : Hb, Ht dan leukosit boleh didapatkan meningkat
(Robin. 2006)

29 |B r o n k i t i s K r o n i k
- Analisa gas darah : hipoksia dan hiperkapnia
b) Pemeriksaan faal paru
- Spirometri : Ditemukan adanya penurunan kapasitas vital (VC) dan
volume ekspirasi kuat (FEV) serta peningkatan volume residual
(RV) dengan kapasitas paru total (TC) normal atau meningkat.
c) Radiologi
Rontgen thorax (PA/Lateral)
- Corakan bronkovaskuler meningkat
- Tram-track appearance : penebalan dinding bronkial

30 |B r o n k i t i s K r o n i k
31 |B r o n k i t i s K r o n i k
F. DIAGNOSIS BANDING

Bronkitis Onset pada usia dewasa


kronik
Gejala perlahan progresif

Riwayat merokok atau terpapar asap rokok atau zat


iritan lain

Asma Onset usia dini

Gejala bervariasi dari hari ke hari

Gejla pada waktu malam/dini hari lebih menonjol

Dapat ditemukan alergi/rhinitis/eczema

Riwayat asma dalam keluarga

Hambatan aliran udara biasnya reversibel

Gagal jantung Riwayat hipertensi


kongestif
Ronki basah halus di basal paru

Gambaran foto toraks cardiomegali dan edema paru

Pemeriksaan faal paru restriksi bukan obstruksi

Bronkiektasis Sputum purulen dalam jumlah banyak

Sering berhubungan dengan infeksi bakteri

Ronki basah kasar dan jari tabuh

Gambaran foto toraks Nampak honeycomb appearance


dan penebalan dinding bronkus

TBC Onset di semua usia

32 |B r o n k i t i s K r o n i k
Gambaran foto toraks infiltrate

Konfirmasi mikrobiologi (BTA)

Sindrom Riwayat pengobatan anti TB adekuat


obstruksi pasca
Gambaran foto toraks bekas TB : fibrotic dan kalsifikasi
TB
minimal

Pemeriksaan faal paru menunjukkan obstruksi yang


tidak reversibel

Bronkiolitis Usia muda


obliterasi
Tidak merokok

Mungkin ada riwayat arthritis rematoid

CT paru ekspirasi terlihat gambaran hipodens

Diffuse Sering pada perempuan tidak merokok


bronchiolitis
Seringkali berhubungan dengan sinusitis

Rontgen dan CT paru resolusi tinggi memperlihatkan


bayanagn diffuse nodul opak sentrilobular dan
hiperinflasi

(GOLD, 2013)

G. PENATALAKSANAAN
Penatalaksanaan umum pada bronkitis kronik bertujuan
memperbaiki kondisi tubuh penderita, mencegah perburukan penyakit,
menghindari faktor risiko dan mengenali sifat penyakit secara lebih baik.
Termasuk dalam penatalaksanaan umum ini adalah pendidikan buat penderita
untuk mengenal penyakitnya lebih baik, menghindari polusi, menghentikan
kebiasaan merokok, menghindari infeksi saluran napas, hidup dalam

33 |B r o n k i t i s K r o n i k
lingkungan yang lebih sehat, makanan cukup gizi dan mencukupi kebutuhan
cairan.
Penatalaksanaan khusus dilakukan untuk mengatasi gejala dan
komplikasi. Tindakan ini berupa pemberian obat-obatan, terapi respirasi dan
rehabilitasi.
Tujuan utama terapi harus menargetkan perbaikan gejala, seperti :
o Mengurangi kelebihan lendir
o Penurunan hipersekresi lendir dengan mengendalikan peradangan ;
o Memfasilitasi penghapusan lendir
o Modifikasi batuk
Tujuan ini dapat dicapai oleh sejumlah farmakologis dan sarana
nonfarmakologis
Usaha-usaha yang dapat dilakukan untuk memperlambat
perjalanan penyakit adalah:

Menghentikan kebiasaan merokok.

Menghindari polusi udara dan kerja di tempat yang mempunyai risiko


terjadinya iritasi saluran napas.

Menghindari infeksi dan mengobati infeksi sedini mungkin agar tidak


terjadi eksaserbasi akut.

Menegakkan diagnosis secara dini agar kelainan paru yang masih


reversibel dapat dideteksi sehingga usaha-usaha untuk menghindari
penyakit berlanjut menjadi kelainan yang ireversibel dapat dilakukan.

1. Non-Medikamentosa
a. Menghindari Rokok
Berhenti merokok dapat meningkatkan batuk pada banyak pasien
dengan bronkitis kronik dengan meningkatkan fungsi mukosiliar dan
sel goblet dengan menurunkan hiperplasia. Berhenti merokok juga telah
terbukti mengurangi cedera saluran napas dan menurunkan kadar lendir
di dikelupas sel tracheobronchial dahak dibandingkan dengan mereka

34 |B r o n k i t i s K r o n i k
yang terus merokok. Sebuah studi lanjutan longitudinal besar
ditemukan bahwa tingkat kejadian CB jauh lebih tinggi di saat perokok
dibandingkan dengan mantan perokok (American Journal Of
Respiratory And Critical Care Medicine, 2013)
Merokok merupakan penyebab utama PPOK dan berhenti merokok
merupakan terapi yang sejauh ini dapat mengurangi progeresiviti
penyakit. Proses inflamasi di jaringan masih terus berlangsung
walaupun sudah berhenti merokok. Kecanduan nikotin merupakan
masalah utama yang menjadi target terapi. Terapi pengganti nikotin
hanya menunjukkan keberhasilan 5-15%. Saat ini sedang
dikembangkan vaksin yang mampu menetralisir nikotin dalam darah.
Jorenby dkk. menemukan Bupropion yang merupakan suatu anti
depresan cukup berhasil bila digunakan sebagai terapi berhenti
merokok. Pemberian bupropion selama 6-9 minggu memberikan
keberhasilan berhenti merokok sebesar 18% dibandingkan dengan
nikotin skin patch 9% dan plasebo 6%. Obat ini ditoleransi dengan baik
dan hanya menimbulkan efek samping berupa serangan epilepsi sekitar
0,1% pada penderita. (PDPI, 2003)

b. Rehabilitasi
Rehabilitasi meliputi tindakan fisioterapi, rehabilitasi psikis
dan rehabilitasi pekerjaan. Fisioterapi dilakukan untuk mobilisasi
dahak, latihan bernapas menggunakan otot-otot dinding perut sehingga
didapatkan kerja napas yang efektif. Latihan relaksasi berguna untuk
menghilangkan rasa takut dan cemas dan mengurangi kerja otot yang
tidak perlu. Rehabilitasi psikis perlu untuk menghilangkan rasa cemas
dan takut. (PDPI, 2003)

2. Medikamentosa
a. Mukolitik dan ekpetorat
Guaifenesin bekerja dengan peningkatan vagally dimediasi
dalam jalan napas. Meskipun telah ditunjukkan penggunaan jangka

35 |B r o n k i t i s K r o n i k
panjang umum guaifenesin belum terbukti bermanfaat dalam COPD
atau bronkitis kronik.

b. Methylxanthines and Short-Acting b-Adrenergic Receptor Agonists


(SABA)
Keduanya meningkatkan mucus clearance oleh beberapa mekanisme :
Meningkatkan napas diameter luminal
Meningkatkan frekuensi beat silia melalui peningkatan
intraseluler adenosin siklik monofosfat tingkat
Meningkatkan lendir hidrasi dengan merangsang sekresi saluran
napas Cl- melalui aktivasi fibrosis kistik transmembran
regulator
Ini menurunkan viskositas mukus, memungkinkan untuk transportasi
lebih mudah dengan silia pernafasan. Pada percobaan dalam model
hewan, jangka pendek b-agonis dikaitkan dengan up regulation
clearance mukosiliar. Demikian pula , methylxanthines meningkatkan
mukosiliar tidak hanya melalui properti bronchodilatory mereka tetapi
juga dengan merangsang frekuensi silia beat, menambah saluran napas
transport ion epitel untuk meningkatkan lendir hidrasi dan
mempromosikan sekresi lendir di saluran udara lebih rendah. Studi
klinis theophylline di CB telah menunjukkan fungsi paru-paru
meningkat tapi tidak ada perubahan konsisten dalam batuk dan produksi
sputum. (American Journal Of Respiratory And Critical Care Medicine,
2013)

c. Long-Acting b-Adrenergic Receptor Agonists


Efek dari long-acting - b adrenergik agonis reseptor ( LABAs )
pada fungsi mukosiliar telah dikaitkan dengan manfaatnya
efek pada fungsi paru-paru. LABAs juga mengurangi hiperinflasi
dan meningkatkan arus puncak ekspirasi, yang penting
komponen batuk. Bukti in vitro menunjukkan salmeterol yang dapat
merangsang ciliary beat frekuensi. Demikian pula, formoterol secara

36 |B r o n k i t i s K r o n i k
signifikan meningkatkan bersihan mukosiliar dibandingkan dengan
plasebo pada pasien dengan bronchitis.

d. Anticholinergics
Antikolinergik yang bekerja pada reseptor muscarinic dipercaya
dapat membantu mukus clearance oleh peningkatan diameter luminal
dan dengan menurunkan permukaan dan submukosa kelenjar sekresi
musin. Mereka juga dipercaya untuk memfasilitasi lendir batuk
induced clearance. Namun, antikolinergik mungkin bisa mengeringkan
saluran nafas dengan depleting lendir permukaan saluran napas,
sehingga membuat pengeluaran dahak lebih sulit. In vivo , literatur
tidak mendukung penggunaan antikolinergik untuk pengobatan
CB. Bromide Ipratropium telah ditunjukkan untuk mengurangi
kuantitas dan tingkat keparahan batuk di bronchitics kronis namun tidak
efektif dalam meningkatkan pembersihan mukosiliar pada PPOK . di
sebuah studi dari 470 pasien dengan FEV1 39 % diprediksi , tiotropium
meningkatkan fungsi paru-paru , tetapi tidak mempengaruhi gejala
batuk. Dalam studi lain dari 39 pasien dengan COPD , tiotropium
berkurang jumlah batuk , tapi mukosiliar tidak diperbaiki. (American
Journal Of Respiratory And Critical Care Medicine, 2013)

e. Glucocorticoids
Ada bukti in vitro bahwa glukokortikoid mengurangi
peradangan dan produksi lendir. Dalam asma ,kortikosteroid inhalasi
menurunkan hiperplasia sel goblet. Deksametason juga telah terbukti
menurunkan epitel ekspresi gen musin gen MUC5AC di sel epitel
bronkial manusia. Mereka juga dapat mempercepat pembersihan
mukosiliar. Kortikosteroid inhalasi dapat mengurangi frekuensi
eksaserbasi dan meningkatkan kualitas -hidup skor pada PPOK.

f. Phosphodiesterase-4 Inhibitors

37 |B r o n k i t i s K r o n i k
Phosphodiesterase - 4 ( PDE - 4 ) penghambatan
menurunkan peradangan dan membuat relaksasi otot polos saluran
napas dengan mencegah hidrolisis adenosin monofosfat siklik untuk
tidak aktif. Cilomilast dan roflumilast adalah second generation sangat
spesifik PDE - 4 inhibitor . Sebuah metaanalisis dari 23 acak uji coba
roflumilast atau cilomilast dibandingkan dengan placebo menemukan
bahwa pengobatan dengan inhibitor PDE - 4 hanya sedikit meningkat
FEV1 ( 45.59 ml , 95 % CI , 39,1-52,03 ) tetapi mengurangi
kemungkinan eksaserbasi ( OR , 0,78 , 95 % CI,0,72-0,85). Roflumilast
signifikan meningkatkan prebronchodilator FEV1 dan penurunan
tingkat sedang sampai parah eksaserbasi dalam uji coba secara acak
pasien dengan COP . Dibandingkan dengan plasebo , roflumilast
menurun eksaserbasi sebesar 17 % ( 95 % CI , 8-25 % ) ( 109 ) . Dalam
dua uji coba 24 - minggu, 933 pasien dengan PPOK sedang sampai
berat secara acak ditugaskan untuk roflumilast ditambah salmeterol atau
salmeterol saja , dan 743 pasien secara acak ditugaskan untuk
roflumilast ditambah tiotropium atau tiotropium saja. Jadi, pada
bronkitis kronik PDE - 4 inhibitor mungkin memainkan peran preventif
dalam mencegah perkembangan eksaserbasi pada pasien dengan CB
dan COPD .

g. Antioksidan
Oksidan yaitu zat yang terdapat pada asap rokok dan udara yang
terpolusi mempunyai andil untuk terjadinya bronkitis kronik.
Anti oksidan melindungi dan mempertahankan paru dari radikal-
radikal anion superoksid, hidrogen peroksid, radikal hidroksil dan anion
hipohalida yang diproduksi oleh sel radang. Anti oksidan dapat
mengubah oksidan menjadi molekul yang tidak berbahaya terhadap
jaringan paru dan menekan efek radikal bebas dari asap rokok. N-
asetilsistein merupakan suatu antioksidan, yaitu sumber glutation.
Pemberian N-asetilsistein pada perokok dapat mencegah
kerusakan parenkim paru oleh efek oksidan yang terdapat dalam asap

38 |B r o n k i t i s K r o n i k
rokok. Di samping sebagai anti oksidan, obat ini bersifat mukolitik
yaitu mengencerkan sekret bronkus sehingga mudah dikeluarkan.
Pemberian N-asetilsistein selama enam bulan pada penderita bronkitis
kronik memberikan perbaikan dalam hal jumlah sputum, purulensi
sputum, banyaknya eksaserbasi dan lamanya hari sakit secara
bermakna. (American Journal Of Respiratory And Critical Care
Medicine,2013)

h. Antibiotik
Terapi Antibiotik umumnya tidak diindikasikan untuk pasien
bronkitis kronik. Terapi macrolide telah Terbukti memiliki sifat anti
inflamasi Dan mungkin memiliki Peran Dalam pengobatan bronkitis
kronik. Mereka telah Terbukti dapat menghambat sitokin proinflamasi ,
menurunkan neutrofil Pecah , menghambat Migrasi Dan peningkatan
apoptosis, eosinophilic menurunkan peradangan, meningkatkan
Transportasi mukosiliar, mengurangi sel goblet sekresi. Dan penurunan
bronkokonstriksi. (American Journal Of Respiratory And Critical Care
Medicine,2013)

TABLE 4. SUMMARY OF THERAPEUTIC INTERVENTIONS FOR


CHRONIC BRONCHITIS
Intervention Mechanism of Action
Improves mucociliary function, decreases goblet
Smoking cessation
cell hyperplasia
Physical measures (chest PT, Augments shear stresses to improve mucociliary
HFCWO, flutter valve) clearance
Expectorants Vagally mediated increase in airway secretions
Mucolytics (hypertonic saline, Rehydration of airway mucus, hydrolysis of
dornase alpha) mucus DNA
Methylxanthines Improves lung function, increases ciliary beat

39 |B r o n k i t i s K r o n i k
TABLE 4. SUMMARY OF THERAPEUTIC INTERVENTIONS FOR
CHRONIC BRONCHITIS
Intervention Mechanism of Action
frequency
Improves lung function, increases ciliary beat
SABA
frequency
Improves lung function, increases ciliary beat
LABA
frequency, reduces hyperinflation, improves PEF
Improves lung function, decreases mucus
Anticholinergics
secretion
Glucocorticoids Reduces inflammation and mucus production
PDE-4 inhibitors Reduces inflammation, improves lung function
Breaks down mucin polymers, reduces mucus
Antioxidants
production
Reduces inflammation, reduces goblet cell
Macrolides
secretion
Tabel Obat-obatan yang digunkan pada Bronkitis Kronik

Obat Inhaler (g) Larutan Oral Vial Durasi


Nebulizer injeksi (jam)
(mg/ml) (mg)
Adrenergik (2-agonis)
Fenoterol 100-200 (MDI) 1 0,5% (sirup) 4-6
Salbutamol 100, 200 MDI&DPI 5 5mg (pil), 0,1 ; 0,5 4-6
0,24% (sirup)
Terbutaline 400,500 (DPI) 2,5 ; 5 (pil) 0,2; 4-6
0,25
Formoterol 4,5-12 MDI&DPI 12+
Salmeterol 25-50 MDI&DPI 12+
Antikolinergik

40 |B r o n k i t i s K r o n i k
Ipatropium bromide 20,40(MDI) 0,25-0,5 6-8

Oxitropium bromide 100 (MDI) 1,5 7-9

Tiotropium 18(DPI) 24+

Methylxanthines
Aminophylline 200-600mg 240mg 24
(pil)
Theophylline 100-600mg 24
(pil)
Kombinasi adrenergik & antikolinergik
Fenoterol/Ipatropium 200/80 (MDI) 1,25/0,5 6-8
Salbutamol/Ipatropium 75/15 (MDI) 0,75/4,5 6-8
Inhalasi Glukortikosteroid
Beclomethasone 50-400(MDI&DPI) 0,2-0,4
Budenosid 100,200,400(DPI) 0,20, 0,25, 0,5
Futicason 50-500(MDI &DPI)
Triamcinolone 100(MDI) 40 40
Kombinasi 2 kerja panjang plus glukortikosteroid dalam satu inhaler
4,5/160; 9/320
Formoterol/Budenoside (DPI)
50/100,250,500(DPI)
Salmoterol/Fluticasone
25/50,125,250(MDI)
Sistemik Glukortikosteroid
Prednisone 5-60 mg(Pil)
4, 8 , 16 mg
Methy-Prednisone (Pil)

H. KLASIFIKASI BRONKITIS KRONIK


1. Berdasarkan klinis dibedakan menjadi 3 :
o Bronkitis kronis ringan ( simple chronic bronchitis), ditandai dengan
batuk berdahak dan keluhan lain yang ringan.

41 |B r o n k i t i s K r o n i k
o Bronkitis kronis mukopurulen ( chronic mucupurulent bronchitis),
ditandai dengan batuk berdahak kental, purulen (berwarna kekuningan).
o Bronkitis kronis dengan penyempitan saluran napas ( chronic bronchitis
with obstruction ), ditandai dengan batuk berdahak yang disertai dengan
sesak napas berat dan suara mengi (Robin, 2007)

2. Bronkitid kronik eksaserbasi akut


a. Definis BKEA
Bronkitis kronik eksaserbasi akut ditandai dengan 3 kriteria
klinis mayor yaitu :
o peningkatan purulensi sputum (batuk dengan produksi sputum yang
purulent/mukopurulent atau sputum berwarna kuning/hijau)
o peningkatan dyspnoe
o peningkatan volume sputum
Semakin sering terjadi fase eksaserbasi akan menyebabkan semakin
cepatnya perburukan faal paru.
Terdapat tambahan kriteria minor dari gejala BKEA,
diantaranya :
o infeksi saluran pernafasan atas selama 5 hari
o peningkatan wheezing
o peningkatan batuk
o demam tanpa sumber yang jelas
o peningkatan 20% dari respiratory rate atau heart rate.
(Canadian Guidelines for the management acute excaserbation
of bronchitis chronic, 2003)
b. Derajat BKEA

42 |B r o n k i t i s K r o n i k
Derajat 1 (Mild) : bila terdapat 1 dari kriteria mayor dan 1 kriteria
minor
Derajat 2 ( Moderate ) : bila terdapat dua dari 3 kriteria mayor
Derajat 3 ( Severe ) : bila terdapat 3 kriteria mayor

c. Etiologi dan faktor resiko


Dalam kasus AECB karena infeksi , 3 kelas patogen telah
ditemukan : bakteri aerobik gram positif dan gram negatif , virus
pernafasan , dan bakteri atipikal. Meskipun review oleh Sethi tidak
dimaksudkan untuk mengukur ketat kejadian patogen tertentu , ia
mengamati bahwa bakteri aerob ditemukan pada setengah dari pasien
dengan AECB dan virus dalam satu ketiga. Bakteri aerobik dominan
adalah Streptococcus pneumoniae , Haemophilus influenzae, Moraxella
dan catarrhalis. Pseudomonas aeruginosa dan basil gram - negatif lain
juga terlihat dan tampak lebih umum pada pasien yang memiliki
eksaserbasi akut berat dengan FEV1 sebesar 35% atau kurang dari yang
value.
Infeksi virus umumnya terkait dengan AECB . Pola
patogen virus adalah variabel . Satu studi menemukan bahwa rhinovirus
yang diidentifikasi dalam 58 % dari eksaserbasi, dan virus RSV ,
coronavirus , atau virus influenza A ditemukan pada 29 % , 11 % , dan
9 %. Kurang dari 10 % dari eksaserbasi akut disebabkan oleh bakteri
atipikal . Bakteri atipikal yang paling umum adalah Chlamydia
pneumoniae , sedangkan Mycoplasma pneumoniae dan Legionella
pneumophila terlihat lebih jarang . ( Sethi, 2002)

43 |B r o n k i t i s K r o n i k
d. Management (PDPI, 2003)
Prinsip penatalaksanaan eksaserbasi akut adalah mengatasi segera
eksaserbasi yang terjadi dan mencegah terjadinya gagal napas. Bila
telah menjadi gagal napas segera atasi untuk mencegah kematian.
Beberapa hal yang harus diperhatikan meliputi :
1. Diagnosis beratnya eksaerbasi
- Derajat sesak, frekuensi napas, pernapasan paradoksal
- Kesadaran
- Tanda vital
- Analisis gas darah
- Pneomonia

2. Terapi oksigen adekuat


Pada eksaserbasi akut terapi oksigen merupakan hal yang pertama
dan utama, bertujuan untuk memperbaiki hipoksemi dan mencegah
keadaan yang mengancam jiwa. dapat dilakukan di ruang gawat
darurat, ruang rawat atau di ICU. Sebaiknya dipertahankan Pao2 >
60 mmHg atau Sat O2 > 90%, evaluasi ketat hiperkapnia. gunakan
sungkup dengan kadar yang sudah ditentukan (ventury masks)
24%, 28% atau 32%. Perhatikan apakah sungkup rebreathing atau
nonrebreathing, tergantung kadar Paco2 dan Pao2. Bila terapi
oksigen tidak dapat mencapai kondisi oksigenasi adekuat, harus
digunakan ventilasi mekanik. Dalam penggunaan ventilasi

44 |B r o n k i t i s K r o n i k
mekanik usahakan dengan Noninvasive Positive Pressure
Ventilation (NIPPV), bila tidak berhasil ventilasi mekanik
digunakan dengan intubasi.

3. Pemberian obat-obatan yang maksimal


Obat yang diperlukan pada eksaserbasi akut
a) Antibiotik
Pemilihan antibiotik disesuaikan dengan pola kuman setempat
dan komposisi kombinasi antibiotik yang mutakhir. Pemberian
antibiotik di rumah sakit sebaiknya per drip atau intravena,
sedangkan untuk rawat jalan bila eksaserbasi sedang sebaiknya
kombinasi dengan makrolide, bila ringan dapat diberikan
tunggal.
b) Bronkodilator
Bila rawat jalan B-2 agonis dan antikolinorgik harus diberikan
dengan peningkatan dosis. Inhaler masih cukup efektif bila
digunkan dengan cara yang tepat, nebuliser dapat digunakan
agar bronkodilator lebih efektif. Hati-hati dengan penggunaan
nebuliser yang memakai oksigen sebagai kompressor, karena
penggunaan oksigen 8-10 liter untuk menghasilkan uap dapat
menyebabkan retensi CO2. Golongan xantin diberikan
bersamasama dengan bronkodilator lainnya karena mempunyai
efek memperkuat otot diafragma. Dalam perawatan di rumah
sakit, bronkodilator diberikan secara intravena dan nebuliser,
dengan pemberian lebih sering perlu monitor ketat terhadap
timbulnya palpitasi sebagai efek samping bronkodilator.
c) Kortikosteroid
Tidak selalu diberikan tergantung derajat berat eksaserbasi. Pada
eksaserbasi derajat sedang dapat diberikan prednison 30 mg/hari
selama 1-2 minggu, pada derajat berat diberikan secara
intravena. Pemberian lebih dari 2 minggu tidak memberikan

45 |B r o n k i t i s K r o n i k
manfaat yang lebih baik, tetapi lebih banyak menimbulkan efek
samping.
d) Nutrisi adekuat untuk mencegah starvation yang disebabkan
hipoksemia berkepanjangan, dan menghindari kelelahan otot
bantu napas
e) Ventilasi mekanik
Penggunaan ventilasi mekanik pada PPOK eksaerbasi berat akan
mengurangi mortaliti dan morbiditi, dan memperbaiki simptom.
Dahulukan penggunaan NIPPV, bila gagal dipikirkan
penggunaan ventilasi mekanik dengan intubasi
f) Kondisi lain yang berkiatan
- Monitor balans cairan elektrolit
- Pengeluaran sputum
- Gagal jantung atau aritmia

46 |B r o n k i t i s K r o n i k
47 |B r o n k i t i s K r o n i k

You might also like