Professional Documents
Culture Documents
Abstrak
Prevalensi malnutrisi di rumah sakit masih sangat tinggi, diduga pelayanan gizi menjadi salah satu penyebabnya.
Penelitian bertujuan untuk melakukan asesmen pelayanan gizi rumah sakit dengan pendekatan HTA.
Desain penelitian studi kasus dengan pendekatan mixed method concurrent embedded. Pemilihan sampel
kualitatif secara purposive sampling, sedang kuantitatif dengan total sampling. Penelitian dilakukan pada
bulan September-Desember 2014 di RS vertikal (Situs 1) dan RS skunder swasta (Situs 2). Analisis data
kuantitatif dilakukan secara deskriptif sedang kualitatif secara content analysis. Peran manajer pada kedua situs
cukup baik, hal ini dapat dilihat dari dibentuknya tim terapi gizi rumah sakit dan peningkatan kualitas SDM.
Teknologi pelayanan gizi pada kedua situs belum memenuhi standar Kemenkes. Persepsi pasien terhadap
mutu pelayanan makanan pada Situs 1 belum baik sedang pada situs 2 sudah baik. Asupan nutrisi pasien Situs
1 lebih rendah dibanding kebutuhan pasien, sedang pada Situs 2 lebih tinggi dari pada kebutuhan. Kerugian
ekonomi akibat sisa makanan pada Situs 1 lebih tinggi dibanding Situs 2. Pelayanan gizi rumah sakit belum
berjalan optimal, kerugian ekonomi akibat sisa makanan pasien masih tinggi. Rumah sakit diharapkan
membuat kebijakan operasional pelayanan gizi rumah sakit agar pasien mendapat pelayan yang lebih adekuat.
Kata Kunci: Pelayanan gizi, pendekatan HTA, rumah sakit.
Abstract
Prevalence of malnutrition in hospital remain high, nutritional care assumption as one which responsible for this
condition. This study aimed to assess of policy implementation of nutritional care inpatient hospital using health
technology assessment approach. Research design was a case study with concurrent embedded mixed method
strategy. Purposive sampling was chosen for the qualitative study and total sampling for quantitative study. Research
was conducted at September until December 2014, at vertical hospital as Site 1 and secondery private hospital as
Site 2. Quantitative data analisis was conducted descriptively, qualitative data analysis was using content analysis.
Role of management in nutritional care was apparently appropriate enough. It was indicated by existence of nutritinal
care team, and improvement of human resources quality. Technology of nutritional care at both sites have not met
the standard of Ministry of Health. Perception of nutritional care quality at Site 1 was moderately good, perception
patients of nutritional care quality at Site 2 was good. Nutritionals of intake of patient in Site 1 were lower than
patients need. Nutritionals of intake of patient in Site 2 were higher than patients need. So, economic loss of
leftovers at Site 1 was higher than Site 2. Nutritional care isnt running optimally. Economic loss cause by leftovers.
Hospital is expected to establish operational policy of nutritional care, in order that patient get adequat care.
Korespondensi :
Dr. Dewi Marhaeni Diah Herawati, dr., M.Si
Departemen Ilmu Gizi Medik Fakultas Kedokteran Universitas Padjadjaran
Jl. Eijkman No. 38 Bandung
Mobile : 082126033975
Email : dewimdh@yahoo.com
Situs 2 telah menggunakan standar PAGT dari Tabel 2. Teknologi Pelayanan Gizi di Rumah
Kemenkes, instrumen yang digunakan adalah Sakit Situs 1 dan Situs 2
ADIME. Sebelum dilakukan ADIME, setiap Teknologi Situs 1 Situs 2
pasien yang baru masuk dilakukan skrining Pelayanan Gizi
gizi oleh dietisien untuk mendeteksi apakah
pasien berisiko atau tidak berisiko malnutrisi. 1. Layanan
Skrining yang dilakukan perawat untuk melihat Asuhan Gizi
riwayat penyakit, kondisi pasien serta melakukan a. Skrining Waktu 1x24 >24 jam,
pemeriksaan laboratorium. Waktu skrining jam, oleh oleh dietisien,
bisa lebih dari 1x24 jam karena dietisien tidak perawat, ada belum ada
berada 24 jam di rumah sakit. Rumah sakit di form form
Situs 2 belum memiliki format khusus untuk b. ADIME Belum Semua pasien
skrining gizi. Tahap berikutnya adalah dilakukan (Asesmen, semua pasien telah dilakukan
pengkajian, dimana dietisien berkoordinasi Diagnosis, dilakukan asesmen,
dengan perawat mengenai hasil pemeriksaan Intervensi dan asesmen, diagnosis dan
fisik dan laboratorium. Dietisien juga melakukan Monev) diagnosis dan intervensi,
intervensi, namun
pengkajian kebiasaan makan dan alergi makanan kegiatan monev kegiatan
pada pasien. Diagnosis gizi dilakukan oleh sudah berjalan monev belum
dietisien. DPJP membuat preskripsi untuk diet namun belum berjalan
pasien, pada umumnya DPJP hanya menentukan rutin
jumlah kalori dan bentuk makanan sedang jumlah
c. Koordinasi Sudah berjalan, Belum berjalan
zat gizi yang lain serta jenis makanan ditentukan Tim tetapi belum
oleh instalasi gizi. Monitoring dan evaluasi optimal
pelayanan gizi dilakukan oleh dietisien dengan
mengukur kebutuhan makanan dan sisa makanan. d. Komunikasi Sudah berjalan, Belum berjalan
Penyelenggaraan makan di rumah sakit Situs Tim tetapi belum
efektif
2 dilakukan secara swakelola oleh instalasi
gizi, sehingga peran instalasi gizi ada dua e. SOP Lengkap Kurang
yaitu memberikan asuhan gizi terstandar serta lengkap
menyelenggarakan makan untuk pasien. Namun 2.
demikian instalasi gizi tidak merasa berat dengan Penyelenggara
tugas tersebut. Kegiatan perencanaan menu Makan
sampai dengan distribusi dilakukan oleh pihak
instalasi gizi. Dietisien pada umumnya diberi a. Sistem Swakelola Swakelola
tugas untuk memberikan layanan asuhan gizi, Pengelolaan dan semi
membuat perencanaan menu serta konsultasi gizi. Outsourcing
Perencanaan menu dilakukan oleh kepala instalasi b. Pengolahan Menu berbeda Menu sama
gizi, dietisien dan bagian produksi. Perencanaan menu makanan dg pasien lain dengan pasien
kebutuhan, anggaran serta pemesanan dan lain
pembelian bahan makanan menjadi tanggung c. Distribusi Sistem Sistem
jawab kepala instalasi gizi. Penerimaan dan desentralisasi, desentralisasi,
penyimpanan bahan makanan dilakukan oleh pemorsi belum jika tidak
petugas gudang, sedang pengolahan makanan sesuai standar, preskripsi
dilakukan oleh petugas produksi. Pengolahan penyaji selalu dokter maka
dan pemasakan menu diet untuk pasien diabetes mengecek pemorsi sering
mellitus sama dengan pasien yang lain, kecuali identitas pasien membuat
makanan kecil. Makanan kecil untuk pasien asumsi sendiri
diabates mellitus tidak menggunakan gula
sederhana, namun menggunakan susu skim
sehingga proses pembuatannya dipisah dengan Persepsi pasien di rumah sakit Situs 1 terhadap
pasien lainnya. Distribusi makanan dilakukan mutu pelayanan makan secara keseluruhan belum
oleh petugas penyaji. Penyaji akan membuat optimal terutama dalam hal variasi dan cita rasa
porsi makanan untuk pasien berdasar jumlah makanan. Pasien menginginkan peningkatan
kalori yang telah dituliskan dalam rekam medis layanan makanan. Variasi makan yang monoton
pasien. DPJP atau dietisien kadang-kadang lupa dan cita rasa yang kurang enak menyebabkan sisa
menuliskan jumlah kalori yang harus dikonsumsi makanan cukup banyak, karena pasien kehilangan
pasien diabetes mellitus, akibatnya penyaji selera makan dan nafsu makan. Pada umumnya
membuat porsi makanan sebanyak 1500 kalori.
pasien memilih membeli makanan dari luar rumah makan pasien per hari di rumah sakit Situs 1
sakit, akibatnya petugas tidak dapat mengontrol sekitar Rp 15.419,- Pada umumnya makanan
asupan makan pasien. Namun demikian dalam selingan tidak bersisa, namun untuk makan
hal waktu penyajian makan tepat waktu, alat pagi, siang dan malem makanan selalu bersisa.
makan memadai, petugas penyaji sopan dan Sisa makanan paling banyak terdapat pada
perhatian kepada pasien serta penampilan makan pagi, dibanding makan siang dan malam.
makan bagus dan bersih. Hasil tersebut sesuai Berdasar hasil perhitungan, rata-rata kerugian
dengan hasil observasi yang dilakukan peneliti. ekonomi akibat sisa makanan pada pasien
Persepsi pasien di rumah sakit Situs 2 terhadap hemodialisis yang menjalani rawat inap di rumah
mutu pelayanan makan lebih baik dari pada Situs sakit Situs 1 sebesar Rp 2.011 per pasien per hari
1. Menurut persepsi pasien, menu makan cukup atau sekitar 13% dari biaya makan pasien. Saat
bervariasi, penampilan makanan menarik dan ini diperkirakan jumlah total kunjungan rawat
menggugah selera, porsi makan pas, cita rasa inap di rumah sakit Situs 1 sekitar 59.394 pasien/
makanan enak, aroma tidak mengganggu dan tahun, jika sisa makanan seluruh pasien dianggap
tekstur makanan tepat, waktu pemberian makan sama maka rumah sakit akan mengalami
tepat, tempat makan bersih dan makanan disajikan kerugian ekonomi sebesar Rp 119.441.334/tahun.
dalam keadaan tertutup serta petugas sopan Rata-rata kerugian ekonomi akibat sisa
dan baik. Beberapa pasien mengatakan bahwa makanan pasien diabetes mellitus yang menjalani
tidak semua makanan disajikan dalam keadaan rawat inap di rumah sakit Situs 2 sebesar Rp
hangat utamanya untuk makanan pokok dan lauk 2.060 atau sekitar 8,72% dari biaya makan.
pauk. Pasien menginginkan ada petugas yang Jika seluruh pasien rawat inap pada berbagai
datang ketika pasien makan, untuk memberikan kasus dianggap memiliki sisa makanan yang
motivasi dalam menghabiskan makanan. sama, maka dengan jumlah total kunjungan
Makanan yang disajikan untuk pasien rawat pasien rawat inap sekitar 21.745 pasien/tahun,
inap meliputi makan pagi, makanan selingan diperkirakan rumah sakit akan mengalami
antara pagi dan siang, makan siang, makanan kerugian ekonomi sebesar Rp. 44.974.700,-.
selingan antara siang dan malam serta makan Jumlah asupan energi, karbohidrat,
malam. Rata-rata biaya yang dibutuhkan untuk lemak dan protein pada pasien gagal
Tabel 3. Mutu Pelayanan Makanan di Rumah Sakit Situs 1 dan Situs 2 Berdasarkan Persepsi
Pasien
Persepsi Mutu Makanan Situs 1 Situs 2
Menurut Pasien
Variasi menu makan Kurang variatif Cukup variatif
Cara penyajian makan: Kurang baik Baik dan tepat
penampilan, porsi dan makanan
sesuai permintaan pasien
Cita rasa: aroma, tekstur, suhu dan Kurang enak, suhu kurang hangat Cita rasa makan enak namun suhu
rasa makanan tidak selalu hangat
Ketepatan waktu menghidangkan Tepat waktu Tepat waktu
makanan
Keadaan tempat makanan Memadai Memadai dan tempat tertutup
Kebersihan makanan Baik Baik
Sikap dan perilaku petugas yang Sopan dan penuh perhatian Sopan dan ramah
menghidangkan
Tabel 4. Jumlah Asupan dan Kebutuhan Gizi Pada Pasien Yang Menjalani Rawat Inap di RS
Situs 1 dan Situs 2
Zat Gizi Pasien hemodialiasi di RS Situs 1 Pasien DM di RS Situs 2
Jumlah Asupan Jumlah Jumlah Asupan Jumlah
Kebutuhan Kebutuhan
ginjal kronik di rumah sakit Situs 1 jauh penyakit serta keinginan pasien. Seluruh pihak
lebih rendah dibanding kebutuhan pasien. manajemen rumah sakit juga harus paham
Jumlah asupan energi, lemak, protein, natrium bahwa pelayanan gizi rumah sakit merupakan
dan serat pada pasien diabetes mellitus di bagian yang sangat penting dan menjadi salah
rumah sakit Situs 2 lebih besar dari pada jumlah satu faktor yang mendukung perawatan dan
kebutuhan, namun asupan karbohidrat lebih rendah penyembuhan pasien. Oleh karena itu seluruh
dari pada kebutuhan pasien. Adapun perhitungan SDM dalam pelayanan gizi perlu ditingkatkan
jumlah asupan gizi pasien dilakukan dengan baik melalui pendidikan maupun pelatihan.
menggunakan food weighing, sedang kebutuhan Teknologi pelayanan gizi di rumah sakit
gizi dihitung berdasarkan standar yang ada. merupakan satu sistem yang panjang dan kompleks
sehingga dibutuhkan sumber daya manusia yang
kompeten dari berbagai kualifikasi tenaga, selain
Pembahasan itu juga dibutuhkan sarana dan prasarana yang
cukup serta dukungan dari manajemen rumah
Peran manajer rumah sakit Situs 1 lebih baik dari sakit. Adanya kelemahan dari salah satu sistem
pada Situs 2, namun peran tersebut belum optimal. dalam pelayanan gizi dapat berdampak pada
Keberadaan TAG di rumah sakit merupakan asupan zat gizi pasien yang tidak adekuat sehingga
bentuk dukungan yang diberikan oleh pihak status kesehatan pasien menjadi menurun.
manajemen rumah sakit dalam mengatasi pasien Skrining gizi pasien di rumah sakit Situs 2
yang mengalami malnutrisi. Namun keberadaan masih dilakukan oleh dietisien karena belum
TAG di rumah sakit Situs 1 baru dilakukan pada ada format yang dapat dipakai sebagai panduan
pasien-pasien bedah, belum dilakukan pada pelaksaanan skrining gizi oleh perawat. Skrining
semua pasien termasuk pasien hemodialisis. gizi idealnya dilakukan oleh perawat ruangan
TAG rumah sakit Situs 2 belum berjalan, dan diikuti dengan preskripsi diet awal oleh
disebabkan karena tidak adanya UPF dokter dokter.1 Skrining penting dilakukan karena
spesialis gizi klinik. Pihak manajemen untuk melihat perubahan berat badan, nafsu
sesungguhnya telah melakukan kerjasama dengan makan, gangguan intestinal dan asupan makanan.
dokter spesialis gizi untuk praktik di rumah Peran TAG untuk pasien hemodialisis di rumah
sakit. Pasien yang dirujuk atau dikonsultasikan sakit Situs 1 nampak belum optimal. Pelayanan
kepada dokter spesialis gizi adalah kasus yang gizi di rumah sakit akan berjalan dengan baik
sulit dan tidak bisa ditangani oleh DPJP. Hal jika ada koordinasi antar profesi. Komunikasi
tersebut menyebabkan tidak semua pasien setiap bagian yang terlibat dalam pelaksanaan
DM mendapatkan pelayanan gizi dari dokter pelayanan gizi diperlukan untuk memberikan
yang berkompetensi di bidang gizi klinik. asuhan gizi yang terbaik bagi pasien.1,7 Pelayanan
Seluruh manajemen rumah sakit di Situs 1 tim terapi gizi membutuhkan kerjasama
maupun Situs 2 harus mampu meningkatkan multidisiplin untuk merealisasikan pelayanan
pengawasan internal dalam pelayanan gizi untuk gizi yang berkualitas, pencegahan dan perbaikan
seluruh pasien terutama terhadap pemberian kurang gizi serta penurunan morbiditas.7
preskripsi dan menu diet. Harapannya agar Penyelenggaraan makanan di rumah
preskripsi dan menu diet dapat diberikan sakit Situs 1 dilakukan dengan swakelola
dengan tepat dan sesuai dengan kondisi dan semi outsourcing, sedangkan di rumah
saki Situs 2 menggunakan sistem swakelola. tepat untuk pasien. Intervensi gizi seharusnya
Mekanisme penyelenggaraan makanan merupakan bagian intervensi penyembuhan
sudah sesuai standar yang dibuat Kemenkes.1 pasien yang bersifat komprehensif, karena
Penyelenggara makan harus dapat melakukan memiliki daya ungkit yang paling besar dalam
upaya-upaya perbaikan dan edukasi pada penyembuhan pasien. Asupan karbohidrat yang
pasien agar pelayanan makanan di rumah sakit ideal adalah 60-70% dari jumlah energi total
sesuai dengan kebutuhan dan harapan pasien. perhari, adapun diet karbohidrat yang tepat adalah
Koordinasi dari berbagai elemen mulai dari yang berasal dari biji-bijian, buah dan sayuran.10
pihak manajemen serta TAG harus dilakukan agar Pasien sebaiknya menghindari makanan yang
pasien mendapat asupan makanan yang adekuat memiliki indeks glikemik yang tinggi seperti
selama dirawat di rumah sakit. Pasien dengan roti tawar, kentang bakar, kentang goreng,
kondisi gizi kurang membutuhkan pelayanan gizi nasi putih pulen, tepung beras dan cornflakes.
berbeda dengan pasien yang memiliki kondisi Asupan protein yang dianjurkan untuk pasien
gizi lebih, pasien hemodialisis membutuhkan diabetes mellitus adalah 15-20% dari energi total
pelayanan gizi yang berbeda dengan pasien per hari.11 Asupan lemak total idealnya adalah
diabetes mellitus, stroke, jantung dan lain-lain. 25-30% dari total kebutuhan energi per hari.
Tim asuhan gizi mulai DPJP, dietisien, perawat, Pasien harus membatasi asupan asam lemak
instalasi gizi dan penyelenggara makan sebaiknya jenuh, asam lemak trans dan kolesterol agar
meningkatkan kapasitas dan kepedulian tidak terkena penyakit kardiovaskuler. Pasien
dalam terapi gizi. Pelayanan gizi bertujuan sebaiknya mengurangi asupan natrium, hal ini
untuk meningkatkan atau mempertahankan digunakan untuk mencegah terjadinya tekanan
daya tahan tubuh pasien, oleh karena itu darah tinggi, adapun asupan yang dianjurkan
makanan yang disajikan haruslah memiliki untuk natrium adalah < 2000 miligram per hari.
kandungan gizi yang seimbang sesuai dengan Pandangan pasien terhadap mutu pelayanan
penyakit dan status gizi masing-masing pasien. makanan menjadi salah satu penilaian dalam
Rendahnya asupan makan pada pasien mutu pelayanan gizi rumah sakit. Mutu pelayanan
hemodialisis yang menjalani rawat inap gizi dapat dilihat dari perubahan status gizi
disebabkan faktor internal dan eksternal pasien. dan banyaknya makanan yang tersisa. Instalasi
Penyebab faktor eksternal antara lain karena Gizi rumah sakit Situs 1 dalam memberikan
menu makan yang dihidangkan kurang bisa pelayanan makanan sudah cukup baik, namun
menggugah selera makan pasien, preskripsi yang belum memenuhi kebutuhan dan harapan
dibuat DPJP belum sesuai dengan kebutuhan pasien. Petugas pemorsian dalam melakukan
pasien, belum adanya TAG khusus untuk pasien tugasnya tidak menggunakan ukuran yang tepat
hemodialisis. Penyebab faktor internal karena sehingga porsi makan pasien sering kebanyakan
pasien mengalami anoreksia dan mual karena dan menyebabkan jumlah sisa makanan tinggi.
proses dialisis yang dialaminya, oleh sebab Variasi menu dirasakan pasien masih kurang,
itu pasien mengalami penurunan nafsu makan sehingga mengurangi selera makan pasien
yang berat.8 Rendahnya asupan makan pasien dan menyebabkan pasien tidak mau makan
berakibat pada tingginya jumlah sisa makan atau menghabiskan makanan rumah sakit.
sehingga berdampak pada kerugian ekonomi. Makanan yang disajikan kepada pasien
Asupan energi pasien hemodialisis dan menjalani di rumah sakit Situs 2 tidak semua bersuhu
rawat inap harus sama dengan kebutuhan pasien, hangat. Distribusi makanan dari dapur ke
dimana menurut K/DOQI adalah 35 kkal/kg pantry menggunakan troli yang tidak memiliki
BB/hari.9. Asupan energi yang kurang dari penghangat. Makanan pokok dan lauk pauk
kebutuhan pasien dapat mengakibatkan pasien juga tidak dipanaskan kembali oleh petugas
menjadi malnutrisi. Asupan protein pasien sangat penyaji setelah didistribusikan ke pantry. Hal
penting dan dibutuhkan oleh pasien hemodialisis tersebut tidak sesuai dengan standar yang telah
yang menjalani rawat inap, karena digunakan dibuat Kemenkes, karena makanan yang tidak
untuk menggantikan protein yang hilang selama dihangatkan kembali setelah didistribusikan ke
dialisis. Adapun protein yang dibutuhkan adalah pantry akan mengurangi kualitas.1 Sisa makanan
yang mengandung asam amino lengkap baik pada pasien baik di rumah sakit Situs 1 maupun
asam amino esensial maupun non esensial.9 Situs 2 disebabkan karena kurangnya nafsu
Asupan makan pada pasien DM lebih besar makan. Hal tersebut sesuai dengan penelitian
dari pada kebutuhan pasien, terutama asupan di Inggris pada tahun 1995 yang menunjukkan
energi, lemak, protein dan natrium. Hal tersebut bahwa 40% pasien menyisakan makanannya
menunjukkan bahwa TAG mulai dari DPJP, karena kehilangan nafsu makan. Penelitian
dietisen, perawat, instalasi gizi beserta bagian Stanga, et al di Swiss menyatakan bahwa separoh
dapur belum mampu memberikan terapi gizi yang dari pasien mengaku nafsu makannya menurun
ketika dirawat inap di rumah sakit.12 Pasien penyelenggara makan baik kapasitas maupun
perlu diberikan edukasi tentang pentingnya kewajiban dan perannya. Mekanisme teknologi
makanan untuk pengobatan, diharapkan agar pelayanan gizi juga merupakan hal yang
dapat meningkatkan asupan makan pasien penting untuk dibahas. Peran manajemen
dan mengurangi jumlah sisa makanan.1 rumah sakit perlu ditingkatkan terutama dalam
Sisa makanan pasien pada Situs 1 dan 2 hal pengawasan internal mutu pelayanan gizi.
masih berada dibawah standar yang ditetapkan Kementerian Kesehatan, Dinas
Kemenkes yaitu kurang dari 20%, namun Kesehatan Provinsi dan Kabupaten/Kota:
demikian akan lebih baik jika pasien dapat meningkatkan fungsi pengawasan dan
menghabiskan makanannya, sehingga dapat fasilitasi dalam pelayanan gizi di rumah
membantu proses penyembuhan pasien.1 sakit sesuai dengan kewenanangannya,
Kerugian akibat sisa makanan di rumah sakit terutama dalam penyediaan SDM (dokter
Situs 1 diperkirakan sebesar Rp 119.441.334/ spesialis gizi, dietisien dan penyelenggara
tahun, sedang rumah sakit Situs 2 sebesar Rp. makan) serta sarana prasarana instalasi gizi.
44.974.700,-. Kerugian akibat sisa makanan
juga terjadi di RSUP Dr. Sarjito yaitu mencapai
Rp 45.543.120/tahun,13 kerugian ini jauh lebih Daftar Pustaka
sedikit dibanding dengan hasil penelitian di rumah
sakit Situs 1. Kerugian ekonomi ini seharusnya 1. Kementerian Kesehatan Republik
tidak boleh terjadi, uang yang hilang akan lebih Indonesia. Pedoman pelayanan
bermanfaat untuk perbaikan diet pasien, agar gizi rumah sakit. Jakarta. 2013.
pasien tidak makin malnutrisi. Pihak manajemen 2. Budiningsari RD, Hadi H. Pengaruh
rumah sakit sebaiknya berupaya melakukan perubahan status gizi pasien dewasa terhadap
pemantauan secara reguler terhadap pelayanan lama rawat inap dan biaya rumah sakit. Jurnal
gizi, sedang TAG dan penyelenggara makan harus Gizi Klinik Indonesia. 2004; 1 (1): 35-45
berupaya untuk meningkatkan kapasitasnya agar 3. Wahyuni S, Julia M, Budiningsari RD.
dapat memberikan pelayanan gizi yang adekuat. Pengukuran status gizi pasien anak
Rumah sakit Situs 1 maupun Situs 2 telah menggunakan metode Subjective Global
berupaya menjalankan kebijakan dari Kemenkes, Nutrition Assessment (SGNA) sebagai
namun masih banyak hambatan dan kendala yang prediktor lama rawat inap, status pulang dan
dialami. Dalam menjalankan kebijakan pelayanan kejadian malnutrisi di rumah sakit. Jurnal
gizi, rumah sakit nampaknya membutuhkan Gizi Klinik Indonesia. 2005: 2 (1):1-5.
kebijakan teknis. Hal ini penting dibuat, agar 4. Leistra E, Neelemaat F, Evers AM, van
pelayanan gizi di rumah sakit dapat berjalan Zandvoort MH, Weijs PJ, van der van
lebih baik karena ada komitmen dari pihak Bokhorst-de Schueren MA, et al: Prevalence of
manajemen dan seluruh stakeholder rumah sakit. undernutrition in Dutch hospital outpatients.
Peran manajemen dalam pelayanan gizi Eur J Intern Med. 2009; 20(5):509513.
di rumah sakit belum optimal, terutama 5. Kristensen FB, Sigmund H (Ed). Health
dalam hal penyediaan UPF dokter spesialis technology assessment handbook.
gizi. Teknologi pelayanan gizi belum berjalan National board of health Denmark.2008.
optimal, baik dalam layanan asuhan gizi 6. Lassen KO, Olsen J, Grinderslev E, Kruse
maupun penyelenggaraan makan. DPJP (dokter F, Bjerrum M. Nutritional care of medical
penanggung jawab pasien) kurang tepat dalam inpatients: a health technology assessment.
membuat preskripsi pasien. Menu diet pasien BMC Health Services Research. 2006; 6:7.
belum bersifat individu dan sesuai dengan 7. Harney M. Food and Nutritional Care
kasus penyakit pasien. Mutu pelayanan makan in Hospital: Guidelines for Preventing
menurut persepsi pasien lebih baik di rumah Under-Nutrition in Acute Hospitals.
sakit Situs 2 dari pada Situs 1. Asupan makan Departement of Health and Children. 2009.
pasien belum sesuai dengan kebutuhan makan 8. Ikizler TA. Nutrition support for the chrinically
pasien. Kerugian ekonomi akibat sisa makanan wasted or acutely catabolic chronic kidney
cukup besar, rumah sakit tertier sekitar Rp disease patient. Semin Nephrol.2009;1:75-84
119.441.334/tahun sedang rumah sakit skunder 9. National Kidney Foundation. K/DOQI clinical
Rp. 44.974.700. Implementasi kebijakan dapat practice guidlines for bone metabolism
berjalan dengan baik jika ada dukungan kebijakan and disease in chronic kidney disease. Am
yang lebih teknis dari pelaksana kebijakan. J Kidney Dis 2003;42(4 suppl 3):S1-201.
Rumah Sakit segera menyusun kebijakan 10. American Diabetes Association. Nutrition
teknis tentang pelayanan gizi dimana didalamnya recommendations and intervention for
membahas tentang tim asuhan gizi dan tim diabetes. Diabetes Care Journal. 2008;31.
11. Klein S, Sheard NF, Pi-Sunyer X, Daly A, 12. Williams P, Walton K. Plate Waste in
Wylie-Rosett J, Kulkarni K, et ali. Weight Hospitals and Strategies for Change. The
management through lifestyle modification European E-Journal of Clinical Nutrition
for the prevention and management of type 2 and Metabolism. 2011;6(6):235-41.
diabetes: rationale and strategies. A statement 13. Djamaluddin M, Prawirohartono EP,
of the american diabetes association, the Paramastri I. Analisis zat gizi dan biaya sisa
north american association for the study of makanan pada pasien dengan makanan biasa.
obesity, and the american society for clinical Jurnal Gizi Klinik Indonesia. 2005;1: 108-12.
nutrition. Am J Clin Nutr.2004;80:257-63.