You are on page 1of 8

PENDAHULUAN

EVALUASI PERENCANAAN JOB MIX Pada umumnya konstruksi perkerasan jalan raya
FORMULA (JMF) AC - WEARING COURSE terdiri dari lapis permukaan (surface course), lapisan
pondasi (base and subbase course) dan tanah/badan jalan
PROYEK PEMBANGUNAN JALAN AKSES
yang dibuat diatas tanah dasar yang dipadatkan sesuai
NON TOL KUALANAMU persyaratan atau diatas timbunan tanah (embankment).
TAHAP III (SEKSI 1) MYC Bahan bahan yang digunakan harus memenuhi criteria
( STUDI KASUS ) dan persyaratan tertentu sesuai dengan konstruksi jalan
raya yang akan dibuat. Faktor utama yang harus
Harry Pramana Putra1Ir. Jusran Madjid1 dipertimbangkan dalam perencanaan jalan raya adalah
Jurusan Teknik Sipil Sekolah Tinggi Teknik Harapan jenis kendaraan dan jumlah lalu lintas yang akan melewati
Jl. HM. Joni No. 70 Medan, Indonesia dalam jangka waktu tertentu.
Harry_pramana@yahoo.com AC Wearing Course (AC WC) merupakan lapisan
pada konstruksi jalan raya yang banyak digunakan
sebagai lapis atas (aus) untuk melayani lalu lintas yang
Abstrak sedang sampai tinggi misalnya pada jalan jalan kota
besar.
Perkembangan arus lalu lintas yang semakin padat di Dalam pembuatan AC Wearing Course (AC WC)
Indonesia, menuntut tersedianya bahan jalan yang digunakan agregat bergradasi menerus yang terdiri dari
mudah didapatkan dan mempunyai kemampuan agregat kasar, agregat sedang, agregat halus, bahan
yang tinggi untuk mendukung beban lalu lintas yang pengisi (filler) ditambah dengan bitumen yang
dipanaskan, dicampur kemudian dipadatkan pada suhu
berat, untuk itu dibutuhkan jenis lapis perkerasan standard.
dengan kualitas yang baik. Asphat Concrete Agregat pada campuran AC Wearing Course (AC
Wearing Course (AC WC) merupakan lapisan WC) harus terdiri dari material yang bersih, kering,kuat,
awet dan bebas dari kotoran atau bahan yang tidak
pada konstruksi jalan raya yang banyak digunakan
dikehendaki. Material yang digunakan harus terdiri dari
sebagai lapis permukaan untuk melayani lalu lintas butiran butiran yang bersudut tajam dan mempunyai
yang menengah sampai yang tinggi. Adapun maksud permukaan kasar.
dari penelitian ini adalah untuk Mengevaluasi
1.1 Latar Belakang
Perencanaan Job Mix Formula AC Wearing
Perkembangan dan kemajuan suatu daerah di
Course (AC WC) pada Proyek Pembangunan Jalan tentukan dengan sarana dan prasarana pelayan public,
Akses Non Tol Kuala Namu Tahap III (Seksi 1) termasuk juga sarana trasportasi yang tersedia baik
MYC dengan metode Gradasi Cold Bin dan Hot Bin transportasi darat, laut maupun udara. jalan raya atau
kostruksi perkerasan jalan adalah sarana transportasi yang
serta metode Marshall Properties.
paling banyak di gunakan di bandingkan dengan sarana
transportasi lainnya. Dikarenakan pembangunan
Kata kunci : Asphat Concrete Wearing Course (AC perkerasan jalan dapat mengikuti keadaan alam dan
WC), Marshall Properties. bentuk tanah,sehingga jalan raya menjadi alternatif
terbaik untuk menghubungkan satu daerah dengan daerah
Abstract lainnya.
Lapis aspal beton (Laston) adalah beton aspal yang
The development of traffic flow is more dense in bergradasi menerus yang umum digunakan pada jalan
Indonesia, requires the availability of material that is jalan dengan lalu lintas berat. Lapis aspal beton (Laston)
dikenal juga dengan nama AC (Asphalt Concrete).
readily available and has a high ability to support Karakteristik lapis aspal beton (Laston) yang terpenting
heavy traffic loads, it is necessary for the type of adalah stablitas dan flow.
pavement layers with good quality. Asphat Concrete Dalam perencanaan Job Mix Formula AC-WC (Lapis
Wearing Course (AC - WC) is lining the highway Aus) di gunakan agregat bergradasi menerus yang terdiri
dari agregat kasar, agregat sedang, agregat halus, bahan
construction is widely used as a surface layer traffic pengisi filler, aspal yang dipanaskan pada suhu 160
to serve medium to high. The purpose of this study kemudian di padatkan. Agregat yang di gunakan pada
was to evaluate the AC Planning Job Mix Formula - campuran lapis aspal beton (Laston) AC-WC harus terdiri
Wearing Course (AC - WC) on Access Road dari material yang bersih, kering, kuat, dengan bentuk
butiran kubus/bersudut,mempunyai permukaan kasar dan
Construction Project Non Kuala Namu toll Phase III bebas dari kotoran seperti lumpur.
(Section 1) MYC with Gradient method Cold and Berdasarkan dengan yang sudah direncanakan pada
Hot Bin Bin and methods of Marshall Properties. pekerjaan Pembangunan Jalan Akses Non Tol Kuala
Namu Tahap III (Seksi 1) MYC, Lapis Aspal Beton
Keyword : Asphat Concrete Wearing Course (AC (Laston) AC - WC yang sering disebut (Lapis Aus) di
rencanakan setebal 4 cm, namun lapis antara (pondasi) di
WC), Marshall Properties. bawah nya yaitu AC BC yg direncanakan setebal 6 cm.
Berdasarkan kegunaanya jalan akses non tol kuala namu Sifat dari Campuran AC WC adalah :
adalah sebagai jalan arteri masuk bandara Kuala Namu. 1. Ketahanan (Stabilitas)
Dalam hal ini perencanannya harus dengan ketelitian dan 2. Kelenturan (Fleksibilitas)
secara laboratoris agar mendapatkan hasil yang maksimal 3. Ketahanan kelelahan (Fatique Resistance)
dalam proses pencampuran pada AMP (Asphalt Mixing 4. Keawetan (Durabilitas)
Plant).
2.3 Komponen AC Wearing Course
1.2 Maksud dan Tujuan Penelitian Bahan yang digunakan untuk AC WC terdiri dari
Maksud pada evaluasi perencaanaan Job Mix agregat bergradasi menerus, filler, addictive dan aspal
Formula ini adalah untuk mengetahui apakah campuran pen. 60/70. Dalam campuran agregat yang digunakan
atau proporsi material masih sesuai dengan Job Mix harus memenuhi spesifikasi yang telah ditentukan oleh
Formula yang telah di lakukan di Asphalt Mixing Plant Bina Marga, yang lolos #19, 10 mm tertahan #0,59 mm
(AMP) sehingga apabila terdapat perubahan proporsi terdiri dari batu pecah yang bersih, kering, kuat dan awet
(sesuai dengan spesifikasi Bina Marga) maka akan di yang bila diperiksa dengan mesin Los Angeles
lakukan perubahan komposisi di Asphalt Mixing Plant mempunyai keausan maksimum 40% dan kelakatan
(AMP). Dalam hal ini harus ada pengembangan pada terhadap aspal minimal 90%.
perencanaan ini, sebelum melakukannya kita harus Agregat halus (menurut spesifikasi BS-594 1973)
mengetahui apakah dalam percobaan pencampuran yang adalah agregat yang lolos saringan #2,38 mm dan tertahan
telah didesign akan sama atau minimal mendekati dengan no. 200 (0,074 mm). Agregat halus ini dapat berupa pasir
yang akan di laksanakan. dan batu pecah. Agregat halus yang berasal dari batu
pecah mempunyai bentuk yang bersudut dan tekstur
1.3 Permasalahan permukaannya kasar, bersih, kuat dan bebas dari material
Pada evaluasi perencanaan Job Mix Formula yang yang tidak diinginkan. Bahan harus bersih dari kotoran
menjadi tolak ukur untuk pengujiannya adalah diawali dan mempunyai nilai sand ekivalen minimal 50%. Bentuk
dengan gradasi tiap tiap fraksi yakni batu pecah , dan tekstur ini meningkatkan sifat gesekan dari partikel
medium, abu batu, pasir (Material Cold Bin) dan Hot Bin dalam campuran.
serta dalam pembuatan marshall test, kerena dalam setiap Bahan pengisi filler (semen) yang digunakan dalam
pembutan briket marshall harus dengan ketelitian yang campuran merupakan butir yang mempunyai ukuran lolos
sangat baik. Dan dalam hal ini percobaan tidak hanya di saringan no.200 (0,074 mm). Sebagai bahan pengisi dapat
lakukan pada Job Mix Design saja tetapi harus dengan digunakan semen portland, abu kapur, abu batu dan abu
Job mix Formula dan Trial Mix Asphalt Mixing Plant terbang (fly ash). Bahan pengisi yang ditambahkan harus
(AMP). kering dan bebas dari gumpalan gumpalan, mempunyai
sifat non plastis, dan bila diuji dengan pengayakan sesuai
1. METODE PENELITIAN SNI 03-6723-2002 harus mengandung bahan yang lolos
2.1 Karakteristik Umum AC Wearing Course ayakan No.200 (0,074 mm) tidak kurang dari 75%
Lapis AC Wearing Course (AC WC) adalah suatu terhadap beratnya, dan tidak boleh menggumpal.
lapis atas (aus) pada konstruksi jalan raya, yang terdiri Addictive ditambahkan ke campuran aspla sebanyak
dari campuran aspal keras dan agregat yang bergradasi 0,2 % dari berat aspal. Addictive yang dimaksud adalah
menerus, dicampur , dihampar dan dipadatkan dalam wetfix.
keadaan panas pada suhu tertentu (sesuai spesifikasi). Aspal yang digunakan umumnya mempunyai nilai
penetrasi 60/70 dan viskositas yang tinggi, yang
2.2 Sifat dan Fungsi AC Wearing Course (AC -WC) memenuhi persyaratan yang ditetapkan Bina Marga.
AC Wearing Course (AC WC) Merupakan
lapisan paling atas (aus) setebal 4 cm dimana lapis antara 2.4 Karakteristik Campuran
yaitu AC Binder Coarse terletak di bawah AC Karakteristik campuran yang harus dimiliki oleh
Wearing Course setebal 6 cm. Penting diketahui bahwa lapis tipis aspal beton yaitu :
setiap penyimpangan dari setiap spesifikasi akan 1. Ketahanan (Stabilitas)
menurunkan mutu campuran tersebut. 2. Keaweatan (Durabilitas)
a. Keawetan 3. Kelenturan (Fleksibilitas)
b. Fleksibilitas 4. Tahanan Geser (Skid Resistance)
c. Ketahanan kelelehan yang tinggi 5. Kedap Air
Sebagai lapis atas (aus) yang bersifat struktural 6. Ketahanan Kelelahan (Fatique
sebagai : Resistance)
1. Bagian perkerasan yang menahan gaya lintang dari
beban roda dan menyebarkan beban ke lapisan 2.5 Metode Pengujian Rencana Campuran
dibawahnya. Pengujian campuran tidak hanya dilakukan pada
2. Lapisan peresapan untuk lapisan pondasi bawah. aspal atau agregatnya saja tetapi juga harus dilakukan
3. Lapisan paling atas untuk menopang lapisan terhadap campuran aspal dan agregat untuk memperoleh
dibawahnya. perbandingan dan karakteristik yang dikehendaki bagi
Dengan adanya ke-3 fungsi tersebut maka suatu campuran tersebut. Pengujian yang biasa dilakukan untuk
konstruksi jalan raya akan dapat memberikan suatu lalu campuran perkerasan adalah dengan cara dibawah ini,
lintas yang aman dan nyaman serta kekuatan dari yaitu :
konstruksi dapat dipertahankan. 1. Metode Marshall
2. Metode Hveem
3. Metode Hubbard Field
4. Metode Triaxial Dimana :
Vb = volume aspal (cm)
2.6 Parameter Pengujian Va = volume agregat (cm)
Pengujian juga harus dilakukan terhadap campuran Wb = berat aspal (gr)
untuk memperoleh perbandingan dan karekteristik yang Wa = berat agregat (gr)
dikehendaki. Dalam penelitian ini digunakan metode Gb = berat jenis aspal (gr/cm)
marshall. Pemeriksaan ini pertama kali diperkenalkan Gsb = berat jenis agregat (gr/cm)
oleh Bruce Marshall, selanjutnya dikembangkan oleh US. Sumber : Silvia Sukirman, Perkerasan Lentur Jalan
Corps of Engineer. Pemeriksaan ini dimaksudkan untuk Raya Penerbit Nova, Bandung.
menentukan ketahanan (stabilitas) terhadap kelelehan
plastis (flow) dari campuran aspal dan agregat. Alat Dari gambar di atas, diperoleh persamaan untuk
marshall merupakan alat tekan yang dilengkapi dengan mendapatkan berat jenis meksimum teoritis :
cincin penguji yang berkapasitas 2500 kg atau 5000 pon.
W
Cincin penguji dilengkapi dengan arloji pengukur yang
berguna untuk mengukur stabilitas campuran. Disamping Gmm =
itu terdapat juga arloji kelelehan (flow meter) untuk
mengukur kelelehan plastis (flow) Vb + Va
Benda uji berbentuk selinder dengan diameter 10 cm
Dimana : Gmm = berat jenis maksimum dari campuran
dan tinggi 7,5 cm dipersiapkan dilaboratorium dalam
(gr/cm)
cetakan benda uji dengan mempergunakan penumbuk
W = berat campuran (gr)
(hammer) dengan berat 4,536 kg dan tinggi jatuh 45,7 cm
Vb = volume aspal (cm)
dibebani dengan kecepatan tetap 50 mm/menit.
Va = volume agregat (cm)
Parameter- parameter Marshall yang dipakai untuk
Sumber : Silvia Sukirman, Perkerasan Lentur Jalan
menganalisa sifat campuran aspal adalah :
Raya Penerbit Nova, Bandung.
1. Marshall density (Kepadatan Marshall)
Jika Wb dan Wa dinyatakan dalam persen (%) maka W =
2. Rongga udara dalam campuran (Void in Mix/VIM)
Wb + Wa = 100 %. Sehingga diperoleh :
3. Rongga udara dalam agregat padat (Void in Mineral
Aggregate/VMA) 100 %
4. Rongga udara yang terisi aspal (Void Filled with
Bitument/VFB) Gmm =
5. Marshall stability (Stabilitas Marshall) Pb Ps
6. Marshall flow (Kelelehan Marshall)
+
Gb Gsb
7. Marshall quotient (Hasil bagi Marshall)
Dimana :
2.7 Berat Jenis Maksimum Teoritis (GMM) Pb = % aspal
Hal ini merupakan kerapatan maksimum (tanpa pori) Ps = % agregat
campuran yang belum dipadatkan. Gb = berat jenis aspal (gr/cm)
Gsb = berat jenis agregat (gr/cm)
Sumber : Silvia Sukirman, Perkerasan Lentur Jalan
Berat jenis aspal (Gb) Raya Penerbit Nova, Bandung.
W Vb
b 2.8 Kadar Aspal Campuran
W Kadar aspal campuran merupakan kadar aspal
W Va efektif (b) ditambah dengan kehilangan aspal akibat
Berat jenis kering
a penyerapan ( b).
untuk total agregat Rumus : b = b + b
(Gsb)
Dimana :
Gambar 2.3. Berat Jenis Maksimum Teoritis b = total kadar aspal campuran
b = kadar aspal efektif
Sumber : Silvia Sukirman, Perkerasan Lentur Jalan b = aspal yang teresap oleh agregat
Raya Penerbit Nova, Bandung. Sumber : Silvia Sukirman, Perkerasan Lentur Jalan
Raya Penerbit Nova, Bandung.
Wb
Vb = Kadar aspal efektif merupakan kadar aspal
Dimana : campuran yang menyelimuti dan mengisi ruang antar
Gb agregat. Sehingga untuk mendapatkan campuran agar
tidak terjadi bleeding diusahakan untuk menentukan nilai
Wa kadar aspal efektif dalam batas tertentu. Batas kadar aspal
efektif campuran diambil 4,7 6,0 %. Harga penyerapan
Va = aspal diambil sebesar 40 % dari absorbsi air oleh agregat.
Gsb
2.9 Metode Penelitian
Pada penelitian ini, metode yang digunakan adalah
metode eksperimen, dengan melakukan percobaan
(penelitian) di Laboratorium Jalan Raya PT. Bangun Cipta Diagram Alir Pelaksanaan Penelitian
Kontraktor.
Data yang diperoleh dicatat dari hasil pengujian dan
pemeriksaan terhadap bahan penyusun AC Wearing
Course (AC WC) yang dilakukan di Laboratorium Jalan
Raya PT. Bangun Cipta Kontraktor.

2.10 Metode Penentuan Pembuatan Sampel


Sampel yang akan dibuat dan diuji merupakan
campuran yang terdiri dari kombinasi agregat kasar,
agregat halus, filler, additive dan aspal.
Untuk menjamin agar data pengujian yang diperoleh
representatif dan untuk menghindarkan pengaruh
pembacaan, maka urutan pembuatan dan pengujian
sampel dilakukan secara acak (random).
Pembuatan sampel dilakukan dengan spesifikasi
gradasi menerus lapisan AC Wearing Course (AC
WC) disesuaikan dengan Bina Marga dan variasi kadar
aspal 4,5 % 6,5 %. Agar hasil pengujian lebih akurat,
maka untuk setiap variasi campuran dibuat 3 (tiga)
sampel.
Setiap sampel diberi kode pengenal yang digunakan
untuk mempermudah pengamatan dan pengacakan pada
waktu pengujian sampel percobaan. Cara pemberian kode
adalah sebagai berikut : Sumber : Silvia Sukirman, Perkerasan Lentur Jalan
Raya Penerbit Nova, Bandung.
a. Sampel untuk mencari kadar aspal optimum
a.1. Untuk kadar aspal diberi kode :
a) Kadar aspal 4,5% : M1
2.12 Bahan dan Spesifikasi
b) Kadar aspal 5,0% : M2 Dalam penelitian ini spesifikasi yang digunakan
adalah sebagai berikut :
a. Agregat dan Bahan pengisi (filler) disesuaikan
c) Kadar aspal 5,5% : M3
dengan spesifikasi teknis untuk campuran AC
d) Kadar aspal 6,0% : M4
Wearing Course ( AC WC) Bina Marga, ASTM dan
e) Kadar aspal 6,5% : M5
AASHTO.
b. Bitumen disesuaikan dengan spesifikasi Bina Marga,
a.2. Untuk masing-masing sampel diberi kode :
ASTM dan AASHTO.
a) Sample 1 : A
c. Rencana campuran yang digunakan dalam penelitian
b) Sample 2 : B
ini adalah campuran Lapisan Aus AC Wearing
c) Sample 3 : C
Course (AC WC).
d. Aspal pen. 60/70.
2.11 Prosedur Penelitian
Langkah-langkah dalam pelaksanaan penelitian 2.13 Perencanaan dan Pembuatan Campuran
adalah sebagai berikut : Perencanaan campuran aspal beton meliputi
1. Persiapkan dan penyediaan bahan dan peralatan yang perencanaan gradasi dan komposisi agregat untuk
akan digunakan dalam percobaan campuran serta benda uji untuk pengujian. Gradasi
2. Melakukan pemeriksaan awal terhadap bahan agregat yang digunakan dalam penelitian ini adalah
yang akan digunakan dalam percobaan. gradasi menerus Lapisan Asphalt Concrete Wearing
3. Merencanakan campuran. Course (AC WC) dan dipilih pada gradasi yang ideal.
4. Membuat campuran atau benda uji. Komposisi campuran didasarkan pada fraksi Coarse
5. Melakukan pengujian Marshall. Aggregat , Medium Aggregat , Abu Batu, Pasir dan
6. Analisis hasil pengujian, menghitung kadar aspal Filler. Dari analisa komposisi gradasi diperoleh komposisi
optimum. campuran agregat sebagai berikut :
7. Membuat campuran atau benda uji dengan kadar 1. Coarse Aggregat = 12 %
aspal optimum. 2. Medium Aggregat = 28 %
8. Menarik kesimpulan. 3. Abu Batu = 48 %
4. Pasir = 10 %
5. Bahan Pengisi Filler (semen) =2% merupakan dasar dalam perencanaan sampel-sampel
Komposisi aspal dalam campuran ditentukan campuran aspal beton untuk penelitian selanjutnya.
dengan kadar aspal optimum. Untuk mengetahui besarnya Pembuatan sampel selanjutnya dengan komposisi agregat
kadar aspal optimum untuk suatu campuran aspal dan kadar aspal optimum dengan jumlah tumbukan
dilakukan dengan membuat aspal variasi. Langkah yang standar (2 x 75 ksli).
ditempuh adalah melakukan uji Marshall untuk berbagai
kadar aspal. Variasi kadar aspal ditentukan dengan 2.14 Peralatan Untuk Pembuatan Sampel
sedemikian rupa sehingga perkiraan besarnya kadar aspal Peralatan yang diperlukan untuk pembuatan sampel
optimum berada di dalam variasi tersebut yaitu : mulai adalah sebagai berikut :
dari 4,5%; 5,0%; 5,5%; 6,0%; dan 6,5%. a. Thermometer berlapis baja, 10C (50F) sampai
Berdasarkan komposisi agregat dan masing-masing 232C (450F), untuk menentukan temperatur agregat,
persentase aspal dibuat campuran. Campuran dibuat aspal dan campuran aspal.
sampai homogen kemudian dimasukan dalam cetakan dan b. Timbangan dengan kapasitas 2610 gram dengan nilai
dilakukan pemadatan dengan jumlah tumbukan standar (2 akurasi sampai 0,1 gr untuk menimbang agregat, aspal
x 75 kali). serta menimbang campuran padat.
c. Pan yang terbuat dari metal, berbentuk bundar dengan
Tabel 2.1 Komposisi Campuran Rencana Untuk Tiap kapasitas kira-kira 4 liter, dipakai untuk mencampur
Kadar Aspal agregat dan aspal.
d. Pan yang terbuat dari metal dengan dasar rata yang
(Total campuran = 1200 gram) dipergunakan untuk pemeriksaan agregat.
e. Cetakan yang terdiri dari piringan dasar dengan
bentuk yang tertentu, mold berbentuk silinder dan
collar extention. Cetakan ini mempunyai diameter
bagian dalam 101,60 mm (4 inch) dan tinggi kira-kira
75 mm (3 inch), piringan dasar dan collar extention
dirancang sedemikian rupa sehingga dapat ditukar
untuk mold silinder lain.
f. Hot plate dan oven untuk memanaskan agregat, aspal
dan peralatan lain yang dibutuhkan.
g. Pedestal berupa tempat yang terbuat dari kayu dan
berukuran 200 x 200 x 450 mm (8 x 8 x 18 inch)
dengan tutup berukuran 305 x 305 x 25 mm (12 x 12 x
1 inch) yang terdiri dari plat baja. Tutup harus benar-
benar terikat pada pedestal. Pedestal harus
ditempatkan sedemikian rupa sehingga posisinya
tegak lurus.
h. Palu pemadat terdiri dari pemadat lapisan luar yang
bentuknya datar dan bulat, dengan diameter 98,4 mm
dan dilengkapi dengan beban seberat 4,5 kg (10 lb)
yang konstruksinya sedemikian rupa untuk dapat
memberikan tumbukan setinggi 457 mm (18 inch).
i. Container kaleng atau pouring pot untuk memanaskan
aspal.
j. Pemegang cetakan yang merupakan suatu alat yang
tidak melenting dan tegang yang dirancang untuk
memegang cetakan pada tenpatnya di pedestal.
k. Extussi jack atau Arbor Press untuk mengeluarkan
benda uji yang sudah padat dari dalam cetakan.
l. Sekrap pencampur dan sekop untuk mengambil
agregat.
m. Spatula.
n. Cat dan spidol untuk menandai sampel percobaan.
o. Alat uji Marshall.

2.15 Pembuatan Sampel


Sumber : Hasil Pengujian di Lab. Jalan Raya PT. Bangun Untuk mendapatkan hasil campuran yang baik,
Cipta Kontraktor selain dipengaruhi oleh kualitas bahan, susunan butiran,
kandungan aspal dan sifat agregat terhadap material lain,
Dari hasil percobaan dalam penentuan kadar aspal pengaruh suhu juga memegang peranan penting, baik
optimum diperoleh data besarnya Stabilitas, Flow waktu pencampuran maupun pada saat pemadatan.
(kelelehan), Void in Mix (VIM), Voids Filled with Percobaan ini dilakukan untuk mendapatkan nilai
Bitument (VFB) dan Berat Jenis campuran pada berbagai properties dari tiap variasi kadar aspal dan mendapatkan
kadar aspal variasi tersebut. Kadar aspal optimum nilai kadar aspal optimum.
Proses pencampuran sesuai dengan rujukan dari e. Ketika pengujian stabilitas dilakukan, saat terjadi
ASTM 1559. Prosedur pembuatan benda uji Marshall failure dibaca angka yang ditunjukkan oleh jarum flow
adalah sebagai berikut : meter. Pembacaan nilai flow diperlihatkan dalam unit
1. Persiapkan agregat. 0,25 mm (0,01 inch).
2. Penentuan temperatur pencampuran dan pemadatan. Keseluruhan prosedur, baik pengujian stabilitas
maupun flow yang dimulai dari pemindahan bahan
3. Persiapkan cetakan dan palu. percobaan dari water bath, harus diselesaikan dalam
4. Persiapkan campuran. periode 30 detik untuk menghindari turunnya temperatur
5. Pemadatan dan Pengujian. sampel yaitu (60 C).

2.17 Metode Pengujian Sampel


Pengujian sampel dilakukan sesuai dengan prosedur 3. HASIL DAN PEMBAHASAN
pengujian Marshall Test yang dikeluarkan oleh ASTM. 3.1 Tujuan
Pengujian sampel terbagi atas 2 bagian, yaitu : Untuk mengetahui kadar aspal optimum yang
1. Penentuan Bulk Specific Gravity Sampel. memenuhi persyaratan sifat campuran, yaitu persyaratan
2. Pengujian Stabilitas dan Flow. Laston Aus (AC - WC) untuk lalu lintas berat.
Peralatan yang digunakan untuk pengujian sampel adalah
sebagai berikut : 3.2 Dasar Teori
a. Mesin uji Marshall. Metode marshall dengan pendekatan kepadatan
b. Water Bath. mutlak merupakan salah satu cara dalam merencanakan
campuran aspal beton panas.
2.18 Penentuan Bulk Specific Gravity Sampel Pembuatan benda uji pada percobaan marshall
Pengujian ini dilakukan setelah sampel percobaan dibedakan dengan tiga buah macam percobaan, begitu
yang telah di inginkan selama 24 jam pada suhu ruang. pula dengan pemeriksaannya, percobaan-percobaan
Prosedur pengujian dilakukan sesuai dengan ASTM tersebut meliputi :
Designation D 2726 Bulk Specific Gravity campuran Parameter-parameter sifat campuran yang
padat bahan bitumen dengan menggunakan Saturated disyaratkan adalah :
Surface Dry (SSD) Specimens. 1. Stabilitas.
Pengujian dilakukan dengan menimbang sample di 2. Flow.
udara (dalam keadaan kering udara). Merendam sampel 3. Stabilitas dibagi flow (Marshall Quotient).
dalam air kira-kira 24 jam pada suhu ruang, kemudian 4. VMA (Void in Minerals Aggregate).
menimbang berat sampel dalam air dan berat SSD. 5. VIM (Void In Mix ).
Perbedaan antara sampel kering permukaan dengan berat 6. Stabilitas Marshall Sisa setelah Perendaman 24 jam.
sampel dalam air adalah volume Bulk Specific Gravity
sampel (cm). Sedangkan Bulk Specific Gravity sampel 3.3 Perhitungan Parameter Pengujian
merupakan perbandingan antara berat sampel di udara Nilai parameter Marshall diperoleh dengan
dengan volume Bulk sampel (gr/cm). melakukan perhitungan terhadap hasil-hasil percobaan
dilaboratorium. Rumus yang digunakan untuk
2.19 Pengujian Stabilitas dan Flow menghitung parameter pengujian Marshall adalah sebagai
Setelah Bulk Specific Gravity sampel percobaan berikut :
ditentukan, pengujian stabilitas dan flow dilakukan a = % aspal terhadap agregat =
sebagai berikut : berat.agregat
a. Sampel percobaan direndam dalam bak perendam 100%
berat.aspal
(water bath) pada suhu 60 C 1 C (140 F 1,8 F),
b = % aspal terhadap campuran
selama 30 s/d 40 menit.
c = berat contoh kering
b. Permukaan dalam testing head dibersihkan. Suhu head
d = berat contoh keadaan jenuh
harus dijaga dari 21 C - 38 C (70 F - 100 F).
e = berat contoh dalam air
Batang penuntun (Giude Rod) dilumasi dengan
f = Isi contoh = (d e)
minyak tipis sehingga bagian atas test head dapat
g = Berat isi contoh = (c / f)
meluncur bebas.
h = BJ maks. (teoritis) =
c. Jika peralatan pengujian telah siap, sampel percobaan
100
yang akan diuji dari water bath dan permukaannya
dikeringkan dengan hati-hati dan kemudian sampel % Agregat % Aspal
( )( )
diletakkan pada bagian bawah tengah dari testing BJ .Eff . Agg BJ .aspal
head. i = % rongga diantara agregat = 100 -
d. Alat pembebanan pengujian sampel percobaan (100 b) g
dinyatakan pada kecepatan yang konstan yaitu sebesar
BJ .bulk .agregat
51 mm (2 inch) per menit, sampai terjadi failure
ditentukan oleh bacaan maksimum yang dihasilkan.
Jumlah total Newton (lb) yang diperoleh sehingga j = % rongga terhadap campuran = 100 100 g / h
mengakibatkan failure pada sampel percobaan pada k = jumlah kandungan rongga = 100 ( i j ) / i
suhu 60 C (140 F), dicatat sebagai nilai stabilitas l = bacaan arloji
Marshall. m = l kalibrasi proving ring
n = m koreksi benda uji 8. Marshall Quotient dengan kadar aspal optimum dari
o = kelelehan (mm) hasil penelitian diperoleh nilai sebesar 318 Kg, ini
n menunjukkan nilai Marshall Quotient memenuhi
p = Hasil bagi Marshall (Marshall Quotient) = spesifikasi yaitu minimum 250 Kg.
o
9. Adapun hasil perhitungan Marshall, Komposisi
q = kadar aspal efektif
Campuran Cold Bin dan Hot Bin di atas saya
absp aspal x (100 b) mengambil kesimpulan bahwa komposisi campuran
= bx
100 tersebut terjadi sedikit perubahan terhadap Job Mix
Formula (JMF).
3.4 Analisa Data Perhitungan Marshall
Data yang telah disajikan dan dihitung untuk 4.2 Saran
memperoleh nilai parameter Marshall selanjutnya 1. Berdasarkan hasil yang diperoleh dari penelitian ini,
dilakukan beberapa analisa apakah benda uji tersebut bahwa material yang digunakan dalam Evaluasi
dapat memenuhi persyaratan (spesifikasi) suatu lapisan Perencanaan Job Mix Formula (JMF) Pada Proyek
permukaan jalan jenis Asphalt Concrete Wearing Course Pembangunan Jalan Akses Non Tol Kuala Namu
(AC WC). Tahap III (Seksi 1) MYC terjadi sedikit perubahan,
Analisa terhadap perhitungan Marshall terdiri dari : untuk itu diperlukan pemeriksaan lebih lanjut setiap
1. Nilai Stabilitas Marshall jangka waktu tertentu sesuai spesifikasi agar kualitas
2. Kelelehan (Flow) dan mutu jalan tetap terjaga.
3. Kekakuan (Marshall Quotient) 2. Perlu dilakukan penelitian lebih lanjut sesuai
4. Kadar Rongga Udara Dalam Campuran (Void in spesifikasi Bina Marga.
Mix)/VIM
5. Kadar Rongga Udara Antar Agregat (Void in Mineral 5. DAFTAR PUSTAKA
Aggregate)/VMA
6. Kadar Rongga Udara yang terisi aspal (Void Filled 1) AASHTO , AASHTO Guide for Design of
with Bitument)/VFB Pavement Structures 1986.
7. Kepadatan (Bulk Density) 2) AASHTO , AASHTO Interim Guide for Design
8. Kadar Aspal Campuran Optimum of Pavement Structures, 1972.
3) AASHTO, Standard Specifications for
4. PENUTUP Transportation Material and Methods of Sampling
4.1 Kesimpulan and Testing, Part I, Specification, 13th edtion, July
Dari hasil penelitian yang dilaksanakan di 1982.
Laboratorium Jalan Raya PT. Bangun Cipta Kontraktor, 4) AASHTO, Standard Specifikation for
mengenai Evaluasi Perencanaan Job Mix Formula (JMF) Transportation Material and Methods of Sampling
AC Wearing Course Pada Proyek Pembangunan Jalan and Testing, Part II, Specification, 13th edtion,
Akses Non Tol Kuala Namu Tahap III (Seksi 1) MYC July 1982.
diperoleh beberapa kesimpulan sebagai berikut : 5) Aspalt Institute, Mix Design Methods for Asphalt
1. Kadar Aspal Optimum dari hasil penelitian diperoleh Concrete and other Hot Mix Types, Manual series
nilai sebesar 6.0 % No. 2 (MS 2), May 1984.
2. Nilai stabilitas (Stability) dengan kadar aspal optimum 6) Asphalt Insitute, Asphalt Technologies
dari hasil penelitian diperoleh nilai sebesar 1132 Kg. Construction Practice, Education series No. 1,
3. Kelelehan (Flow) dengan kadar aspal optimum dari January 1983.
hasil penelitian diperoleh nilai sebesar 3,70 mm, ini 7) Asphalt Institute, Principles of Construction of
menunjukkan nilai kelelehan memenuhi spesifikasi Mix Asphalt Pavement, Manual series No. 22,
yaitu minimum 3,00 mm. January 1963.
4. Rongga didalam campuran (Void In Mix/VIM) dengan 8) Departemen Pekerjaan Umum Direktorat Jenderal
kadar aspal optimum dari hasil penelitian diperoleh Bina Marga, Petunjuk Pelaksanaan Tipis Aspal
nilai sebesar 4,88 %, ini menunjukkan nilai VIM Beton Flexible (Lataston), No. 01 / PT / B / 1983.
memenuhi spesifikasi yaitu 3,5 % 5,5 % 9) Departemen Pekerjaan Umum Direktorat Jenderal
5. Rongga didalam agregat (Voids in Mineral Bina Marga, Buku Pedoman Penentuan Tebal
Aggregate/VMA) dengan kadar aspal optimum dari Perkerasan Lentur Jalan Raya), No. 01 / PD / B /
hasil penelitian diperoleh nilai sebesar 16,42 %, ini 1983.
menunjukkan nilai VMA memenuhi spesifikasi yaitu 10) Silvia Sukirman, Perkerasan Lentur Jalan Raya,
minimum 15 %. Nova, Bandung Januari 1982.
6. Rongga terisi bitumen (Voids Filled with 11) -----------, Direktorat Jenderal Bina Marga, Manual
Bitument/VFB) dengan kadar aspal optimum dari hasil Pemeriksaan Bahan Jalan, No. 01 / MN / BM /
penelitian diperoleh nilai sebesar 70,58 %, ini 1976, Departemen PU Jakarta.
menunjukkan nilai VFB memenuhi spesifikasi yaitu 12) -----------, Direktorat Jenderal Bina Marga,
minimum 65 %. Perkerasan Beraspal, Bahan Pembekalan
7. Kepadatan (Bulk Density) dengan kadar aspal Sertifikasi Tenaga Inti Konsultan Supervisi, Jakarta.
optimum dari hasil penelitian diperoleh nilai sebesar
2,297 gr/cm3.

You might also like