You are on page 1of 20

LAPORAN PRAKTIKUM

GEOLOGI MINYAK DAN GAS BUMI

ANALISA BATUAN INDUK DAN HIDROKARBON

Disusun Oleh :

Nama : Andi Utama Hadi


No. Mhs : 111.020.024
Klas/Kel : IV

LABORATORIUM GEOLOGI MINYAK DAN GAS BUMI


JURUSAN TEKNIK GEOLOGI
FAKULTAS TEKNOLOGI MINERAL
UNIVERSITAS PEMBANGUNAN NASIONAL VETERAN
YOGYAKARTA
2003
HALAMAN PENGESAHAN

Laporan praktikum Geologi Minyak dan Gas Bumi dengan acara Analisa
Batuan Induk dan Hidrokarbon ini disusun sebagai syarat untuk dapat mengikuti acara
selanjutnya dalam praktikum Geologi Minyak dan Gas Bumi selanjutnya Tahun Ajaran
2003/2004 , Jurusan Teknik Geologi, Fakultas Teknologi Mineral Universitas
Pembangunan Nasional Veteran Yogyakarta.

Laporan ini disusun oleh :

Nama : Andi Utama Hadi


No.Mhs : 111.020.024
Klas / Kel. : IV

Yogyakarta, Pebruari 2004


Mengetahui Praktikan

(Assisten Lab.GMB) Andi Utama Hadi


KATA PENGANTAR

Puji syukur penulis panjatkan kehadirat Allah SWT atas Rahmat dan Karunia-Nya
sehingga penyusunan laporan ini dapat terselesaikan. Laporan ini disusun sebagai syarat
untuk mengikuti acara Praktikum selanjutnya yang diadakan oleh Laboratorium Geologi
Minyak dan Gas Buni .
Pada kesempatan ini praktikan juga ingin mengucapkan banyak terimakasih
kepada :
1. Buat orang tua yang telah memberikan dorongan baik ,moril dan materi, telah
mendukung, membimbing dan perhatian dari segala hal.
2. Buat saudara-saudaraku yang banyak membantu
3. Teman-teman satu angkatan yang telah menolong dalam menyelesaikan tugas-
tugas yang diberikan
4. Para Asisten Geologi Minyak dan Gas Bumi

Penyusun menyadari bahwa laporan ini masih jauh dari kesempurnaan, oleh
karena itu kritik dan saran yang bersifat membangun sangat praktikan harapkan.
Akhirnya praktikan berharap agar laporan ini dapat bermanfaat bagi kita semua
Amien.

PENYUSUN

Andi Utama Hadi


BAB I
PENDAHULUAN

1.1. Maksud dan Tujuan


Maksud dan tujuan utama analisa geokimia dalam eksplorasi hidrokarbon pada
dasarnya meliputi menentukan potensi batuan induk, menentukan tipe kerogen dan
kematngan batuan induk. Tujuan ini dapat dugunakan untuk memberikan gambaran dari
arah migrasi Minyak bumi yang berguna untuk mngembangkan sumur pemboran dan
menentukan kelanjutan dari penyelidikan pemboran.

1.2. Dasar Teori


Analisa batuan induk dan hidrokarbon dilakukan melalui tiga tahapan dasar yaitu:
a. Analisa Organik matter
b. Analisa tipe Organik matter
c. Analisa Kematangan Batuan induk
Pada bab ini hanya membahas daripada analisa organik matter dari tipe-tipe
organik matter, sedang pada bab selanjutnya akan membahas secara tersendiri mengenai
analisa batuan induk dengan menggunakan Metode Lopatin.

Analisa Jumlah Organik Dalam Batuan Induk


Jumlah material organik yang terdapat di dalam batuan sedimen dinyatakan
sebagai Karbon Organik Total (TOC). Anlisis ini cukup murah, sederhana dan cepat.
Biasanya memerlukan satu gram batuan, tetapi jika sample banyak material organik,
jumlah yang lebih kecil dari satu g ram cukup.
Analisa TOC biasanya dilakukan dengan suatu alat penganilis karbon, Leco Carbo
Anlyzer. Dimana tekniknya cukup sederhana, yaitu dengan membakar sample yang
berbentuk bubuk, bebas mineral karbonat pada temperatur tinggi dengan bantuan
oksigen. Semua karbon organik dirubah menjadi karbon dioksida, yang kemudian
diperangkap dalam alat tersebut dan dilepaskan dalam suatu detector ketika pembakaran
sudah usai jumlah karbon organik didalam batuan karbonat harus dihilangkan dalam
sample dengan asam klorida sebelum pembakaran, karena mineral karbonat juga terurai
selama pembakaran dan menghasilkan karbon dioksida. Sample dengan kandungan TOC
rendah biasanya dianggap tidak mampu membentuk hidrokarbon yang komersial dan
karena itu sample seprti biasanya tidak dianalisis lebih lanjut. Titik batas didiskualifikasi
biasanya tidak merata, tetapi pada umumnya antara 0,5 dan 1% TOC. Sample yang
terpilih, dianalisis lebih lanjut untuk tipe material organik yang dikandungnya. Jika
penentuan TOC ditentukan terhadap sample inti bor, maka pengambilan sample tersebut
didiasarkan pada litologi yang menarik. Sebelum melakukan penentuan TOC, teknisi
harus membuang kontaminan dan material jatuhan. Jika terdapat lebih dari satu litologi
dalam suatu sample, maka kita harus melakukan pengambilan material tertentu saja.
Pendekatan lain adalah tanpa memilih materialnya dengan harapan agar kita
mendapatkan harga yang mencerminkan keseluruhan sample.
Kekurangan dari cara ini adalah kita secara tidak sadar mencampur material kaya
yang seringkali jumlahnya relatuif sedikit dengan material yang tidak mengandung
material organik (kosong) yang jumlahnya cukup banyak, sehingga akhirnya memberikan
data yang membuat kita menjadi pesimis. Karena kedua cara tersebut berbeda, maka jika
tidak seseorang kan melakukan interpretasi haruslah mengetahui metode mana yang telah
ditempuh agar dapat menghasilkan interpretasi dengan akurasi tinggi.

ANALISA KEMATANGAN BATUAN INDUK

Tingkat Kematangan Minyak Bumi


Para ahli berpendapat bahwa proses kematangan dikontrol oleh suhu dan waktu.
Pengaruh suhu yang tinggi dalam waktu yang singkat atau suhu yang rendah dalam
waktu yang lama akan menyebabkan terubahnya kerogen minyak bumi. Mengenai jenis
minyak bumi yang terbentuk tergantung pada tingkat kematangan panas batuan induk,
semakin tinggi tingkat kematangan panas batuan induk maka akan terbentuk minyak
bumi jenis berat, minyak bumi jenis ringan, kondesat dan pada akhirnya gas.
Dari pengaruh suhu dan kedalaman sumur, umur batuan juga berperan dalam
proses pembentukan minyak bumi. Umur suatu batuan erat hubungannya dengan
lamanya proses pemanasan berlangsung serta jumlah panas yang diterima batuan induk,
sehingga suatu batuan induk yang terletak pada kedalaman yang dangkal, pada kondisi
temperatur yang rendah dapat mencapai suhu pembentukan minyak bumi dalam suatu
skala waktu tertentu.
Dari hasil suatu riset, Bissada (1986) menyatakan bahwa temperatur pembentukan
minyak bumi sangat bervariasi. Dijelaskan bahwa batuan yang berusia lebih muda relatif
memerlukan temperatur yang lebih tinggi dalam pembentukan minyak bumi.
Ada 5 tahapan zonasi pematangan minyak bumi menurut Bissada (1986) adalah :
1. Zona I : dimana gas dapat terbentuk sebagai akibat bakteri tidak ada minyak yang
dapat dideteksi kecuali minyak bumi tersebut merupakan zat pengotor atau
hasil suatu migrasi.

2. Zona II : merupakan awal pembentukan minyak bumi. Hasil utama yang terbentuk
pada zona ini adalah gas kering basah dan sedikit kondesat. Adanya
pertambahan konsentrasi minyak akan menyebabkan minyak bumi terus
mangalami pengenceran, tetapi belum dapat terbebaskan dari batuan
induknya. Begitu titik kritis kemampuan menyimpan terlampaui, proses
perlepasan minyak bumi sebagai senyawa yang telah matang dimulai.
3. Zona III : merupakan zona puncak pembentukan dan pelepasan minyak bumi dari
batuan induk. Bentuk utama yang dihasilkan berupa gas dan minyak bumi.
Dengan bertambahnya tingkat pematangan maka minyak yang berjenis
ringan akan terbentuk.
4. Zona IV : merupakan zona peningkatan pembentukan kondesat gas basah.
5. Zona V : merupakan zona teraksir, dicirikan dengan suhu yang tinggi sehingga zat
organik akan terurai menjadi gas kering (metana) sebagai akibat
karbonisasi. Perubahan yang terjadi sebagai akibat penambahan panas dan
lamanya pemanasan pada kerogen atau batu bara dapat bersifat kimia dan
fisika, seperti yang diuraikan oleh Bissada (1980) sebagai ber ikut :
a. Daya pantul cahaya daari partikel vitrinit akan meningkat secara eksponensial.
b. Warna kerogen akan berubah menjadi lebih gelap.
c. Adanya peningkatan mutu batu bara, dengan kandungan volatile akan
berkurang.
d. Sifat kimia dari kerogen akan berubah, kandungan oksigen dan hidrokarbon
akan berkurang sehingga perbandingan dari atom oksigen / karbon dan
hydrogen / karbon akan menurun dan akhirnya hanya akan membentuk karbon
murni (grafit).

ZONE I

BIOHEMICAL METANE GENERATION


DRY GAS
ZONE II
INITIAL THERMOCHEMICAL GENERATION
NO EFFECTIVE OIL RELASE
DRY GAS-WET GAS-CONDESATE-(OIL ?)
ZONE III

MAIN PHASE OF MATURE OIL GENERATIONAND RELEASE OIL AND


GAS
ZONE IV
THERMAL DEGRADATION OF HEAVY HIDROCARBON
(OIL PHASE-OUT)
CONDESATE WET GAS-DRY GAS

ZONE V
INTENSE ORGANIC METAMORFISM : METANA FORMATION DRY
GAS
Zonasi pembentukan minyak bumi (Bissada, 1986)

Identifikasi kematangan minyak bumi


Perubahan thermal zat organik mungkin akan dimulai pada kondisi temperatur
sebesara 1000 C. perubahan temperatur yang terjadi dapat menyebabkan terjadinya proses
metamorfasa dan ini akan sangat berpengaruh pada kondisi zat organik yang terkandung
dalam sedimen. Sehingga saat ini berkembang suatu cara pengidentifikasian pematangan
berdasarkan data geokimia organik yaitu dengan cara :
1. Analisa pantulan vitrinit
Analisa ini berdasarkan pada kemampuan daya pantul cahaya vitrinit. Besarnya
pantulan vitrinit merupakan petunjuk langsung untuk tingkat kematangan zat organik,
terutama humus yang cenderung membentuk gas dan merupakan petunjuk tidak langsung
untuk sapronel kerogen yang cenderung membentuk minyak (Cooper, 1977).
Kemampuan daya pantul ini merupakan fungsi temperatur artinya dengan perubahan
waktu pemanasan dan temperatur akan menyebabkan warna vitrinit berubah di bawah
sinar pantul.
Cara penganalisaan pantulan vitrinit ini yaitu dengan mengambil contoh batuan
dari kedalaman tertentu diletakkan di atas kaca preparat dan direkatkan dengan
epoxyresin. Kemudian digoskkan dengan kertas korondum kasar sampai halus dan
terakhir fengan menggunakan alumina. Selanjutnya contoh batuan tersebut diuji dalam
minyak immersi (indeks bias = 1.516) dengan menggunakan mikroskop dan suatu micro
photomultiplier dan digital voltmeter attachment. Kemudian dilakukan kalibrasi terhadap
vitrinit berdasarkan suatu standart yang terbuat dari gelas. Tabel di bawah
memperlihatkan hubungan antara nilai pantulan vitrinit dengan tingkat kematangan
hidrokarbon. (Tissot and Welte, 1978).

VITRINITE REFLECTANCE HYDROKARBON TYPE


0,33-0,35 Biogenic gas
0,35-0,66 Biogenic gas and oil immature
0,60-0,80 Immature oil
0,80-1,30 Mature oil
1,30-1,60 Mature oil, condesat, wet gas
1,60-2,00 Condesat, wet gas
> 2,00 PetrogenOic methane gas

2. Analisa Indeks Warna Spora


Analisa ini untuk mengetahui tingkat kematangan zat organik dengan
menggunakan mikro fosil dari sekelompok sporaa dengan serbuk sari. Analisa ini
dilakukan dengan cara contoh kerogen yang diperlukan dari keratan bor diuraikan dengan
cairan asam kemudian contoh spora atau tepung sari ini diletakan pada preparat dan
diamati tingkat warnanya dengan suatu skala warna melalui mikroskop.
Kesulitan dalam analisis indeks warna spora ini terkadang timbul dalam hal
membandingkan tingkat warna dari suatu contoh spora atau tepung sari dengan warna
atandart tertentu. Keterbatasan lainnya adalah bahwasanya tingkat warna spora akan
sangat tergantung pada ketebalan dindingnya, pada beberapa jenis spora efek panas yang
mengenainya terkadang tidak selalu tercermin dari perubahan warnanya. Tabel 3.2.
memperlihatkan hubungan antara warna dari spora atau tepung sari dengan tingkat
kematangannya.

MATURITY DEGREE
SCI PALYNOMORPH COLOUR
1 Pale Yellow Immature
2 Yellow Immature
3 Yellow Transition to mature
4 Gold Yellow Transition to mature
5 Orange to Yeloow Mature
6 Orange Optimum oil generation
7 Brown Optimum oil generation
8 Dark Brown Mature, gas condensat
9 Drak Brown to Black Over mature, dry gas
10 Black Over mature, dry gas
(traces)

2. Indeks Pengubahan Thermal


Metode ini mempergunakan penentuan warna secara visual dari pollen (serbuk
kepala putik) dan zat organik lainnya, dari warna kuning, coklat sampai hitam. Klasifikasi
ini dihubungkan langsung dengan pembentukan atau pematangan dari minyak dan gas
bumi.

Identifikasi Kematangan Berdasarkan Pyrolisis


1. Metode analisis
Alat yang dipergunakan untuk ini adalah rock-eval. Di dalam pyrolisis, sejumlah
kecil bubuk sample (biasanya 50-100mg) dipanasi secara perlahan tanpa adanya
oksigen dari suatu temperatur awal 2500 C ke temperatur maksimum 5500 C.
Selama pemanasan berlangsung dua jenis hidrokarbon dikeluarkan dari batuan.
Hidrokarbon yang pertama, yang keluar sekitar 2500 C, merupakan hidrokarbon yang
sudah ada dalam batuan. Hidrokarbon ini setara dengan bitumen yang dapat diekstrasi
dengan menggunakan pelarut. Detector pada rock-eval akan merekam hal ini dan
menggambarkannya dalam bentuk S1 pada kertas pencatat. Dengan menerusnya
pemanasan, aliran hidrokarbon yang sudah ada di dalam batuan mulai berkurang.
Pada temperatue 3500 C jenis hidrokarbon jenis kedua mulai muncul. Aliran kedua ini
mencapai maksimum ketika temperatur pyorilis hidrokarbon mencapai 4200 C daan
4600 C, yang kemudian menurun sampai akhir pyroilis. Hidrokarbon kedua ini
disebut S2, merupakan hidrokarbon yang terbentuk dari kerogen di dalam rock-eval
karena penguraian bahan kerogen. S2 dianggap sebagai sindicator penting tentang
kemampuan kerogen memproduksi hidrokarbon pada saat ini.
Selama pyrolisis, karbon dioksida juga dikeluarkan dari kerogen. Karbon dioksida
ini ditangkap oleh suatu perangkap selama pyrolisis berlangsung dan kemudian
dilepas pada detector kedua (direkam sebagai S3) dtelah semua pengukuran
hidrokarbon selesai. Jumlah karbon dioksida yang didapat dari kerogen yang
dikorelasikan dengan jumlah oksigen tinggi berkaitan dengan material yang berasal
dari kayu selulosa atau oksida tinggi selama diagenesis, maka kandungan oksigen
tinggi di dalam kerogen merupakan indicator negatif potensial sumber hidrokarbon.
2. Pyrolisis Tmax
Parameter Tmax adalah temperetur puncak S2 mencapai maksimum. Temperatur
pyrolisis dgunakan sebagai indicator kematangan, sebab jika kematangan kerogen
meningkat, temperatur yang menunjukkan laju maksimum pyrolisis terjadi juga
meningkat atau dengan kata lain jika Tmax makin tinggi batuan semakin matang.
Demikin pula halnya dengan ratio S1 (S2+S3) yang disebut juga transportation ratio
atau OPI (Oil Production Index) dan juga parameter Tmax. Untuk hubungan antara
transformation ratio dan Tmax dengan kematangan dapat dilihat pada tabel di bawah
ini.
Tabel hubungan antara transformation ratio dengan kematangan (Espilatie etal 77
Vide tissot &Welte 1978)
S1 / (S1= S2)
Tingkat Kematangan
(mg/gr atau kg/ton)
< 0,1 Belum matang
0,1-0,4 Matang (oil window)
>0,4 Lewat matang (gas
window)

Tabel hubungan antara Tmax dengan tingkat kematangan (Espilatie etal Vide tissot
&Welte 1978)

T Max (0 C)
Tingkat Kematangan
400-435 Belum matang
435-460 Matang (oil window)
>460 Lewat matang (gas
window)

Peningkatan kematangan pada Torcian Paper Shale, cekungan Paris. Peningkatan ini
sejalan dengan bertambahnya kedalaman penimbun, seperti juga ditunjukkan oleh
meningkatnya punck S1, bertambahnya ratio S1 (S1+S2) dan bertambahnya T Max
(Waples, 1985. P. 95)

Tabel klasifikasi S1+S2(HY) (Espilatie etal 77 Vide tissot &Welte 1978)

S1+S2 Tingkat Kematangan


(mg/gr atau kg/ton)
0,00-1,00 Poor
1,00-2,00 Marginal
2,00-6,00 Moderate
6,00-10,0 Good
10,0-20,0 Very good
>20,0 excellent

ANALISA TIPE MATERIAL ORGANIK

Tipe-tipe Bahan Organik Dalam Batuan Induk


Hampir seluruh bahan organik dapat diklasifikasikan menjadi dua tipe utama,
yaitu Sapropelic dan Humic (POTONIE, 1908). Istilah Spropelic menunjukkan haasil
dekomposisidari lemak, zat organik lipid yang diendapkan dalam lumpur bawah air (laut
dan danau) pada kondisi oksigen terbatas.
Istilah Humic menjelaskan hasil dari pembentuka gambut, dan pada umumnya
berasal dari tumbuhan darat yang diendapkan pada rawa pada kondisi adanya oksigen.
Istilah kerogen pada mulanya menunjukkan bahan organik dan serpih minyak yang
menjadi minyak akibat pematangan thermal.
Sekarang kerogen didefinisikan sebagai bahan organik yang tidak dapat larut dalam asam
non oksidasi, basa dan pelarut organik (HUNT, 1979), sekitar 80-99% kandungan bahan
organik pada batuan induk tersusun oleh kerogen, selebihnya adalah bitumen.

Dalam diagram Van Krevelen yang dimodifikasi Tissot (1974) dan ahli lainnya (Nort,
1985). Ia menggambarkan jalur evolusi pematangan (evolusi thermal), 4 tipe kerogen
yaitu :
Tipe 1 : tipe ini merupakan tipe tinggi, berupa sedimen-sedimen algal, umumnya
merupakan endapan danau, mengandung bahan organik Sapropelic, rasio atom H :
C sekitar 1,6-1,8. Kerogen ini cenderung menghasilkan minyak (oil prone).
Tipe 2 : kerogen tipe ini merupakan tipe intermediat, umumnya merupakan
endapan-endapan tepi laut. Bahan organiknya merupakan campuran antara bahan
organik asal darat dan laut, rasio atom H: C sekitar 1,4. Tipe ini juga
menghasilkan minyak (oil prone).
Tipe 3 : kerogen ini mengandung bahan organik Humic yang berasal dari darat,
yakni dari tumbuhan tingkat tinggi (ekivalen dengan vitrinite pada batu bara).
Rasio atom H : C adalah 1,0. Tipe ini cenderung untuk membentuk gas (gas
prone).
Tipe 4 : tipe ini bahan organiknya berasal dari berbagai sumber, namun telah
mengalami oksidasi, daur ulang atau teralterasi. Bahan organiknya yang lembam
(inert) miskin hydrogen (rasio atom H : C kurang dari 0,4) dan tidak
menghasilkan hidrokarbon.

Kelompok Maseral Maseral Asal Tanaman
Eksinit (cenderung Alginit Alga
ke minyak) Kutinit Lapisan lilin
Sporinit Spora / pollen
Resinit Resin
Suberinit Gabus
Liptoderinit Baerbagai material di atas
Vitrinit (cender ung Telinit Jaringan tanaman
gas) Kolinit Gel humus
Inertinit (inert) Fussinit Arang
Semi fussinit Tanaman
Piro fussinit Jaringan
Sklerotinit Jamur
Makrinit Amor tidak jelas prazatnya
Makrinit

Metode Evaluasi Tipe Material Organik


Ada dua cara pendekatan untuk menentukan tipe material organik di dalam batuan induk.

1. Metode Langsung
Metode yang dipakai adalah metode pyrolisis, dimana setelah pyrolisis ddidapat
(S1, S2, S3 dan T Max), maka kita bisa mendapatkan harga Hidrogen Index =
S3/TOC x 100. Harga ini kemudian diplotkan ke dalam diagram Van Krevelen,
sehingga kita bisa menentukan tipe material organiknya. Kemudian bisa juga
dengan menggunakan data T Max dan HI, setelah itu kita mengetahui tipe
material organiknya, maka kita bisa menentukan lingkungan pengendapannya.
2. Metode tidak langsung
Sangat berbeda dengan metode langsung, metode ini mengamati potensial sumber
dari suatu kerogen dengan mengamati katersitik fisik dan kimia yang
diperkirakan dengan potensial sumber. Teknik tak langsung yang umumnya
digunakan adalah analisis mikroskopis dan analisis unsur.
a. Analisis mikroskopis
Studi partikel kerogen di bawah suatu mikroskop dengan menggunakan sinar
trnsisi sudah merupakan integral geokimia organik untuk jangka dua decade.
Kerogen dikonsentrasikan atau diisolasi dan kemudian ditempatkan di dalam
sayatan mikroskopis.
Pengamatan yang terlatih akan dengan mudah mengetahui adanya beberapa
macam partikel kerogen, seperti spora, pollen, acritachs, resin dan material
dari lapisan lilin tanaman yang dapat diaktifkan dengan prazat biologisnya.
Partikel lain yang telah mengalami transformasi eksistensif sering dilakukan
untuk membedakan kerogen amorf yang berpotensial membentuk minyak
(berflouresen) dari kerogen amorf yang berpotensial membentuk gas (tidak
berflouresen).
b. Analisis unsur
Parameter penting di dalam analisis unsur untuk evaluasi batuan induk adalah
rasio H/C suatu kerogen. Karena hydrogen merupakan reagen terbatas dalam
pembentukan hidrokarbon (hydrogen biasanya habis lebih dahulu
dibandingkan dengan karbon), maka jumlah asal hydrogen menentukan
jumlah maksimum hidrokarbon yang terbentuk oleh suatu kerogen.
Metode tidak langsung merupakan metode yang berguna dalam penentuan
potensial batuan induk meskipun kepopuleran metode ini tergeser oleh
kepopuleran metode pyrolisis batuan induk. Walaupun demikian, disarankan
agar setiap evaluasi batuan induk dilakukan analisis unsur atau mikroskopis
untuk mencek hasil pyrolisis.
Kelebihan dan kekurangan Metode Tidak Langsung
Kelebihan dari metode ini ialah kita dapat memperoleh gambaran tentang
komposisi kimai dan sejarah suatu kerogen, sehingga kita akan dapat mengerti
semua masalah geologi dan geokimia yang mempengaruhi kualitas batuan induk.

Kelebihan lainnya ialah kita akan mendapatkan data yang akhirnya akan kita
bandingkan dengan metode langsung. Kekurangannya ada dua : kecepatan dan
biaya analisisnya yang umumnya lebih tinggi dari kedua hal tersebut untuk
pyrolisis, sedangkan hasilnya tidak langsung memberikan kita gambaran tentang
kapasitas pembentukan hidrokarbon batuan tersebut.

EVALUATING PETROLEUM SOURCE ROCK

Table 1. Geochemical Parameters Describing Source Rock


Generative Potential
Ouantity
TOC S1* S2*

(Wt. %)
Poor 0-5 0-0,5 0-0,25
FAIR 0,5-1 0,5-1 2,5-5
Good 1-2 1-2 5-10
Very Good 2+ 2+ 10+
*
Nomenclature
S1 = mg HC/g rock
S2 = mg HC/g rock

Table 2. Geochemical Parameters Describing Type of


Hidrocarbon Generated
HI
Type (mg HC/g S2/S3*
Corg)*
Gas 0-150 0-3
Gas and 150-300 3-5
Oil
Oil 300+ 5+
*
assumes a level of thermal maturation equivalent to R0 = 0,6%

Table3. Geochemical Parameters Describing Type of


Thermal Maturation
Maturation PI Tmax R0
[S1/(S1+S2)] (0C) (%)
Top Oil Window ~ 0,1 ~435-445 ~0,6
(birthline)
Bottom ~0,4 ~470 ~1,4
oil Window
(deadline)
*
Many maturation parameters (particulary T max)depend om type of OM
BAB II
LANGKAH KERJA

A. - Melengkapi Peta Lokasi sampling daerah


1. Menarik batas litologi
2. Melengkapi / mencari struktur geologi yang ada pada peta saudara.
3. Pewarnaan berdasarkan litologi.
- Membuat Penampang Geologi
1. Cukup 1 buah A A
2. Menentukan arah migrasi HC
3. Diberi warna sesuai dengan litologinya.
- Mengisi kolom diskripsi litologi dengan menggunakan bahasa Inggris
- Mengisi kolom TPI (Total Produksi Indeks) dengan menggunakan rumus : (SI) /
(SI+S2)
- Mengisi kolom HI (Hidrogen Indeks) dengan menggunakan rumus : (S2 / TOC) x
100%
- Mengisi kolom OI (Oksigen Indeks) dengan rumus : (S3 / TOC) x100%
- Mengisi kolom S1 + S2
B. Mengeplotkan data yang ada pada kolom kedalam kurva /diagram Van kleven yang
ada pada lampiran soal ( 4 kurva / diagram)
C. Membuat peta Kitchen Area (isomaturity) dengan menggunakan Peta Kontur
struktur dari:
* T. Maks : Suhu Kematangan
Membuat Peta Kontur T. Max dengan cara mengeplotkan nilai Tmax pada kalkir
desetiap sampel pada peta pada peta lokasi sampling per sumur dengan metode
intrapolasi dan ekstrapolasi.
* TOC : Total Organic Carbon (%)
Membuat Peta kontur TOC dengan cara yang sama diatas.
* VR : Vitrinite Reflectance (RO)
Membuat peta kontur VR dengan cara yang sama diatas.
* Membuat Peta Kitchen Area dengan menempelkan ke 3 peta tersebut yaitu peta
Tmax , TOC, dan VR(RO) , lalu yang menjadi patokan adalah kontur yang pada
tabel sampel baik nilai Tmax, TOC, dan VR, Klasifikasi kematangan mature
(matang)
D. Mambuaa Grafik, dengan memasukkan data-data pada excel antara :
Depth (kedalaman) Vs Tmax
HI Vs Tmax
Depth Vs S1 + S2
Depth Vs TOC
Depth Vs VR atau RO
E. Membuat Kesimpulan
Dari tabel / kolom mengenai setiap sampel titik bornya, seperti :
Litologi, kematangan dan potensi batuan induk
Dari Kurva / Diagram (4 kurva)
Dari Penampang Deologi : Arah migrasi HC
Dari Grapik (5 grafik)

BAB III
CONTOH PERHITUNGAN

2.1. Perhitungan
TPI : Total Produktion Index
HI : Hidrokarbon Index
OI : Oksigen Index

A. TPI = S1
(S1 + S2)
= 0,03
(0,03 + 0,032)
= 0,48
B. HI (%) = S2 x 100 %
OC
= 0,032 x 100 %
0,07
= 4,57 %
C. OI = S3 x 100 %
TOC
= 5,10 x 100 %
0,70
= 7,29 %
D. S1 + S2 = 0,03 + 0,032
= 0,062

KESIMPULAN

1. Dari tabel didapatkan 2jenis lithologi yaitu Batugamping dan Batulempung, tetapi
paling banyak adalah Batulempung, sedangkan Batugamping hanya terdapat pada 2
titik pemboran. Sedangkan untuk kematangan minyak bumi yang baik hanya terdapat
pada 8 titik pemboran yaitu 20,21,23,24,25,26,28, dan 29.
2. Dari kurva maka didapatkan :
- Berdasarkan HI dan OI didapatkan harga kerogen tipe 3 yaitu mengandung bahan
organik humic yang berasal dari darat, yakni dari tumbuhan tingkat tinggi
(ekivalen dengan vitrinite pada batubara). Rasio antara atom H : c adalah 1,0.
Tipe ini cenderung untuk membentuk gas (gas prone).
- Berdasarkan OR dan SOM merupakan source rock.
- Berdasarkan mature source rock richness perbandingan antara hidrokarbon dan
organic carbon didapatkan gas dan sedikit minyak atau bisa juga sebagai ssumber
gas.
- Berdasarkan HI dan T maks didapatkan tipe 3 yang menghasilkan gas prone.
3. Dari penampang geologi arah migrasi hidrokarbon adalah dari batuan berumur
relatif tua ke arah batuan yang berumur relatif lebih muda atau searah dengan
dip.
2. Dari peta Kitchen Area maka didapatkan daerah dengan kematangan yang baik,
menghasilkan sebagian besar gas dan sebagian kecil minyak dimana kadar minyak
rendah.

You might also like