Professional Documents
Culture Documents
Saluran kemih terdiri dari ginjal yang terus menerus menghasilkan urine, dan berbagai
saluran dan reservoir yang dibutuhkan untuk membawa urine ke luar tubuh. Ginjal merupakan
organ berbentuk seperti kacang yang terletak di kedua sisi kolumna vetebralis. Ginjal kanan
sedikit lebih rendah dibandingkan ginjal kiri karena tekanan ke bawah oleh hati. Kutub atasnya
terletak setinggi iga kesebelas.
Kedua ureter merupakan saluran yang panjangnya sekitar 10 sampai 12 inci (25 hingga
30 cm), terbentang dari ginjal sampai sampai vesika urinaria. Fungsi satu-satunya adalah
menyalurkan urine ke vesika urinaria.
Vesika uinaria adalah suatu kantong berotot yang dapat mengempis, terletak di
belakang simfisis pubis. Vesika urinaria mempunyai tiga muara: dua dari ureter dan satu
menuju uretra. Dua fungsi vesika urinaria adalah: (1) sebagai tempat penyimpanan urin
sebalum meninggalkan tubuh dan (2) berfungsi mendorong urine keluar tubuh (dibantu uretra).
Uretra adalah saluran kecil yang dapat mengembang, berjalan dari vesika urinaria
sampai keluar tubuh; panjang pada perempuan sekitar 1 inchi (4 cm) dan pada laki-laki
sekitar 8 inchi (20 cm). Muara uretra keluar tubuh disebut meatus urinarius.
Ginjal terletak di belakang abdomen atas, di belakang peritoneum, dibelakang dua iga
terakhir , dan tiga otot besar (tranversus abdominis, kuadratus lumborum, dan psoas mayor).
Ginjal dipertahanankan dalam posisi tersebut oleh bantalan lemak yang tebal. Kelenjar adrenal
terletak di atas kutub masing-masing ginjal.
Ginjal terlindung dengan baik dari trauma lansung karena disebelah posterior dilindungi
oleh iga, sedangkan di anterior dilindungi oleh bantalan usus yang tebal. Bila ginjal mengalami
cedera, maka hampir selalu terjadi akibat kekuatan yang mengenai iga kedua belas, yang
berputar ke dalam dan menjepit ginjal di antara iga itu sendiri dengan korpus vetebra lumbalis.
Perlindungan yang sempurna terhadap cedera lansung ini menyebabkan ginjal dengan
sendirinya sukar untuk diraba dan sulit dicapai sewaktu pembedahan. Ginjal kiri yang
berukuran normal, biasanya tidak teraba pada pemeriksaan fisik karena dua pertiga permukaan
anterior ginjal tertutup oleh limpa. Namun, kutub bawah ginjal kanan berukuran normal, dapat
diraba secara bimanual. Kedua ginjal yang membesar secara mencolok atau tergeser dari
tempatnya dapat diketahui dengan palpasi, walaupun hal ini lebih mudah dilakukan di sebelah
kanan.
Pada orang dewasa, panjang ginjal adalah sekitar 12 sampai 13 cm (4,7 hingga 5,1 inci),
lebarnya 6cm (2,4 inci), tebalnya 2,5 cm (1 inci), dan beratnya sekitar 150 gram. Ukurannya
tidak berbeda menurut bentuk dan ukuran tubuh. Perbedaan pajang dari kutub ke kutub kedua
ginjal (dibandingkan dengan pasangannya) yang lebih dari 1,5 cm (0,6 inci) atau perubahan
bentuk merupakan tanda yang penting karena sebagaian besar manifestasi penyakit ginjal
adalah perubahan struktur.
Permukaan anterior dan posterior kutub atas dan bawah serta tepi lateral ginjal bebentuk
cekung karena adanya hilus. Beberapa strukur yang masuk atau keluar dari ginjal melalui hilus
adalah arteria dan vena renalis, saraf, pembuluh limfatik, dan ureter. Ginjal diliputi oleh suatu
kapsula fibrosa tipis mengkilat, yang berikatan longgar dengan jaringan dibawahnya dan dapat
dilepaskan dengan mudah dari permukaan ginjal.
Arteria renalis berasal dari aorta abdominalis kira-kira setinggi vetebra lumbalis II. Aorta
terletak di sebelah kiri garis tengah sehingga arteria renalis kanan lebih panjang dari renalis
kiri. Setiap arteria renalis bercabang sewaktu masuk ke dalam hilus ginjal.
Vena renalis menyalurkan darah dari masing-masing ginjal ke dalam vena kava inferior
yang terletak disebelah kanan dari garis tengah. Akibatnya vena renalis kiri kira-kira dua kali
lebih panjang dari vena renalis kanan. Gambaran anatomis ini menyebabkan ahli bedah
transplantasi biasanya lebih suka memilih ginjal kiri donor yang kemudian diputar dan
ditempatkan pada pelvis kanan resipien. Ada sedikit kesulitan bila arteria renalis pendek dan
beranastomosis dengan arteria iliaka interna (hipogastrika). Namun, vena renalis harus lebih
panjang, karena ditanamkan lansung ke dalam vena iliaka eksterna.
Saat arteria renalis masuk ke dalam hilus, arteria tersebut bercabang menjadi arteria
interlobaris yang berjalan di antara piramid, selanjutnya membentuk percabangan arkuata yang
melengkung melintasi basis piramid-piramid tersebut.
Ginjal diperfusi oleh sekitar 1.200 ml darah permenit suatu volume yang sama dengan
20% sampai 25% curah jantung (5.000 ml per menit). Kenyataan ini memang sangat
menakjubkan, kalau kita pertimbangkan bahwa berat kedua ginjal kurang dari 1% dari berat
seluruh tubuh.
Lebih 90% darah yang masuk ke ginjal didistribusikan ke korteks, sedangkan sisanya
didistribusikan ke medulla. Sifat khusus aliran ginjal yang lain adalah autoregulasi aliran darah
melalui ginjal. Arteriol aferen mempunyai kapasitas intrinsik yang dapat mengubah
resistensinya sebagai respons terhadap perubahan tekanan darah arteria, dengan demikian
mempertahankan aliran darah ginjal dan filtrasi glomerulus tetap konstan. Fungsi ini efektif
pada tekanan arteria antara 80 sampai 180 mmHg. Hasilnya adalah pencegahan terjadinya
perubahan besar dalam ekskresi zat terlarut dan air. Tetapi dalam kondisi-kondisi tertentu
autoregulasi ini dapat ditaklukkan, meskipun tekanan arteria masih dalam batas autoregulasi.
Saraf-saraf renal dapat menyebabkan vasokonstriksi pada keadaan darurat dan mengalihkan
darah dari ginjal ke jantung otak, atau otot rangka dengan mengorbankan ginjal. Gangguan
autoregulasi dan distribusi aliran darah intrarenal mungkin penting dalam patogenesis gagal
ginjal oliguria akut.
Variasi Suplai Vaskular Ginjal
Ginjal mendapatkan darah dari banyak arteria atau vena. Anomali arteria renalis jauh
lebih sering ditemukan daripada kelainan vena. Kenyataannya, sekitar 25% dari populasi atau
lebih memiliki lebih dari satu arteria renalis yang menyuplai ginjal. Arteria-arteria tambahan ini
biasanya berasal dari percabangan kecil-kecil dari aorta dan menyuplai kutub-kutub ginjal.
Arteriogram suplai darah ginjal penting dilakukan pada donor sebelum perlaksanaan
transplantasi ginjal, karena variasi seperti ini secara teknis dapat menyulitkan ahli bedah.
Unit kerja fungsional ginjal disebut sebagai nefron. Dalam setiap ginjal terdapat sekitar 1
juta nefron yang pada dasarnya mempunyai struktur dan fungsi sama. Dengan demikian, kerja
ginjal dapat dianggap sebagai total dari fungsi semua nefron yang mengitari rumbai kapiler
glomerulus, tubulus kontortus proksimal, lengkung Henle, dan tubulus kontortus distal, yang
mengosongkan diri ke duktus pengumpul. Orang yang normal masih dapat bertahan
(walaupuun dengan susah payah) dengan jumlah nefron kurang dari 20.000 atau 1 % dari massa
nefron total. Dengan demikian, masih mungkin untuk menyumbangkan satu ginjal untuk
transplantasi tanpa membahyakan kehidupan.
Korpuskulus Ginjal
Korpuskulus ginjal terdiri dari kapsula Bowman dan rumbai kapiler glomerulus. Istilah
glomerulus seringkali digunakan juga untuk menyatakan korperkulus ginjal, walaupun
glomerulus lebih sesuai untuk menyatakan rumbai kapiler.
Kapsula Bowman merupakan suatu investigasi dari tubulus proksimal. Terdapat ruang
yang mengandung urine antara rumbai kapiler dan kapsula Bowman, dan ruang yang
mengandung urine ini dikenal dengan nama ruang Bowman atau ruang kapsular.
Kapsula Bowman dilapisi oleh sel-sel epitel. Sel epitel parietalis berbentuk gepeng dan
membentuk bagian terluar dari kapsula; sel epitel viseralis jauh lebih besar dan membentuk
bagian dalam kapsula dan juga melapisi bagian luar dari rumbai kapiler. Sel viseralis
membentuk tonjolan-tonjolan atau kaki-kaki yang dikenal sebagai podosit, yang bersinggungan
dengan membran basalis pada jarak-jarak tertentu sehingga terdapat daerah-daerah yang bebas
dari kontak sel antara sel epitel. Daerah-daerah yang terdapat di antara podosit biasanya disebut
celah pori-pori, lebarnya sekitar 400 Angstrom.
Membran basalis membentuk lapisan tengah dinding kapiler, terjepit di antara sel-sel
epitel pada satu sisi dan sel-sel endotel pada sisi yang lain. Membran basalis kapiler menjadi
membran basalis tubulus dan terdiri dari gel hidrasi yang menjalin serat kolagen. Pada
membran basalis tidak tampak adanya pori-pori, kendatipun bersifat seakan-akan memiliki poli
berdiameter sekitar 70 sampai 100 Angstrom.
Sel-sel endotel membentuk bagian terdalam dari rumbai kapiler. Tidak seperti sel-sel
epitel, sel endotel lansung berkontak dengan membran basalis. Namun terdapat beberapa
pelebaran seperti jendela (dikenal dengan nama fenestrasi) yang berdiameter sekitar 600
Angstrom. Sel-sel endotel berlanjut dengan endotel yang membatasi arteriola aferen dan eferen.
Sel-sel endotel, membrane basalis dan sel-sel epitel viseralis merupakan tiga lapisan yang
membentuk membrane filtrasi glomerulus. Membrane filtrasi glomerulus memungkinkan
ultrfiltrasi darah melalui pemisahan unsur-unsur darah dan molekul-molekul protein besar dari
bagian plasma lainnya, dan mengalirkan bagian plasma tersebut sebagai urine primer ke dalam
ruang dari kapsula Bowman. Sifat diskriminatif ultrafiltrasi glomerulus timbul dari susunan
struktur yang unik dan komposisi kimia dari sawar ultrafiltrasi. Membrane filtrasi glomerulus
tampaknya merupakan struktur yang membatasi lewatnya zat terlarut ke dalam ruang urine
berdasarkan seleksi ukuran molekul. Di samping itu sawar filtrasi memiliki muatan negatif
yang ditimbulkan oleh kumpulan makromolekul kaya anion pada membrane basalis dan
melapisi batas sel epitel dan endotel. Muatan negative inilah yang menjadi alasan mengapa
secara normal albumin anionic (yang berdiameter sedikit lebih kecil daripada ukuran pori yang
terkecil) tidak mampu masuk ke ruang urine. Molekul-molekul protein yang besar serta sel-sel
darah dalam keadaan normal tidak ditemukan dalam filtrate maupun urine.
Komponen penting lainnya dari glomerulus adalah mesangium, yang terdiri dari sel
mesangial dan matriks mesangial. Sel mesangial membentuk jaringan yang berlanjut antara
lengkung kapiler dari glomerulus dan diduga berfungsi sebagai kerangka jaringan penyokong.
Sel mesangial bukan merupakan bagian dan membrane filtrasi namun mensekresi matriks
mesangial. Sel mesangial memiliki aktivitas fagositik dan mensekresi prostaglandin. Sel
mesangial mungkin berperan dalam mempengaruhi kecepatan filtrasi glomerulus dengan
mengatur aliran melalui kapiler karena sel mesangial memiliki kemampuan untuk berkontraksi
dan terletak bersebelahan dengan kapiler glomerulus. Sel mesangial yang terletak di luar
rumbai glomerular dekat dengan kutub vascular glomerulus (antara arteriola aferen dan eferen)
disebut sel lacis.
Aparatus Jukstaglomerulus
Apparatus jukstaglomerulus (JGA) terdiri dari sekelompok sel khusus yang letaknya
dengan letak kutub vascular masing-masing glomeruus yang berperan penting dalam mengatur
pelepasan rennin dan mengontrol volume cairan ekstraseluler (ECF) dan tekanan darah. JGA
terdiri dari tiga macam sel : (1) sel jukstaglomerulus (JG) atau sel granular (yang memproduksi
dan menyimpan rennin) pada dinding arteriol aferen, (2) makula densa tubulus distal, dan (3)
mesangial ekstraglomerular atau sel lacis. Makula densa adalah sekelompok sel epitel tubulus
distal yang diwarnai dengan pewarnaan khusus. Sel ini bersebelahan dengan ruangan yang
berisi sel lacis dan sel JG yang mensekresi rennin.
Secara umum sekresi rennin dikontrol oleh faktor ekstrarenal. Dua mekanisme penting
untuk mengontrol seleksi rennin adalah sel JG dan makula densa. Setiap penurunan tegangan
dinding arteriol aferen atau penurunan pengiriman Na ke makula densa dan tubulus distal akan
meransang sel JG untuk melepaskan rennin dari granula tempat rennin tersebut disimpan di
dalam sel. Sel JG, yang sel mioepitelnya secara khusus mengikat arteriol aferen, juga bertindak
sebagai tranduser tekanan miniatur, yaitu merasakan tekanan perfusi ginjal. Volume ECF atau
volume sirkulasi efektif (ECV) yang sangat menurun menyebabkan menurunnya tekanan
perfusi ginjal, yang dirasakan sebagai penurunan regangan oleh sel JG. Sel JG kemudian
melepaskan rennin ke dalam sirkulasi, yang sebaliknya mengaktifkan mekanisme rennin-
angiotensin-aldosteron. ECV bukan suatu kompartmen cairan tubuh tersendiri dan tidak dapat
diukur; namun berkaitan erat dengan perfusi jaringan yang adekuat, yaitu, terhadap isi dan
tekanan komponen: volume intravascular absolute, curah jantung, dan resistensi pembuluh
darah sistemik. Perubahan pada salah satu dari ketiga parameter ini tanpa perubahan
kompensasi ditempat lain akan berakibat pada isi sirkulasi dan kemudian ECV. Secara normal,
ECF dan ECV sebenarnya adalah sama, tetapi dalam beberapa keadaan patologis (misalnya,
gagal jantung kongestif) ECV dapat menurun sebelum volume ECF dapat meningkat di atas
normal.
Mekanisme kontrol kedua untuk perlepasan berpusat di dalam sel makula densa yang
dapat berfungsi sebagai kemoreseptor, mengawasi beban klorida yang terdapat pada tubulus
distal. Dalam keadaan kontraksi volume, sedikit natrium klorida (NaCl) dialirkan ke tubulus
distal (karena banyak yang diabsorbsi dalam tubulus proksimal); kemudian timbal balik dari sel
makula densa ke sel JG menyebabkan peningkatan perlepasan rennin. Mekanisme sinyal
klorida yang diartikan menjadi perubahan sekresi rennin ini belum diketahui secara pasti. Suatu
peningkatan volume ECF yang menyebabkan peningkatan tekanan perfusi ginjal dan
meningkatkan pengiriman NaCl ke tubulus distal memiliki efek yang berlawanan dari contoh
yang diberikan oleh penurunan volume ECF yaitu menekan sekresi rennin.
Faktor lain yang mempengaruhi sekresi renin adalah saraf simpatis ginjal, yang
meransang pelepasan rennin melalui reseptor beta-adrenergik dalam JGA, dan angiotensin II
yang menghambat pelepasan rennin. Banyak faktor sirkulasi lain yang juga mengubah sekresi
rennin, termasuk elektrolit plasma (kalsium dan natrium) dan berbagai hormon, yaitu hormon
natriuretik atrial, dopamine, hormone antidiuretik (ADH), hormone adrenokortikotropik
(ACTH), dan nitrit oksida (dahulu dikenal sebagai faktor relaksasi yang berasal dari
endothelium [EDRF]), dan prostaglandin. Hal ini terjadi mungkin karena JGA adalah tempat
integrasi berbagai input dan sekresi renin itu mencerminkan interaksi dari semua faktor.
Fungsi primer ginjal adalah mempertahankan volume dan komposisi ECF dalam batas-
batas normal. Komposisi dan volume cairan ekstrasel ini dikontrol oleh filtrasi glomerulus,
reabsorpsi, dan sekresi tubulus seperti yang akan dibahas dalam bagian selanjutnya. Secara
ringkasnya fungsi ginjal dapat disimpulkan sebagai berikut :
1. Fungsi ekskresi
Mempertahankan osmolaritas plasma sekitar 285 mOsmol dengan mengubah-ubah
ekskresi air.
Mempertahankan volume ECF dan tekanan darah dengan mengubah-ubah ekskresi Na+
Mensekresikan produk akhir nitrogen dari metabolisme protein (terutama urea, asam urat
dan kreatinin)
2. Fungsi nonekskresi
Ultrafiltrasi Glomerulus
Pembentukan urin dimulai dengan proses filtrasi glomerulus plasma. Aliran darah ginjal
(RBF) setara dengan sekitar 25% curah jantung atau 1.200 ml/menit. Bila hematokrit normal
dianggap 45%, maka aliran plasma ginjal (RPF) sama dengan 660 ml/menit (0,55x1.200 +
600). Sekitar seperlima dari plasma atau 125 ml/menit dialirkan melalui glomerulus ke kapsula
Bowman. Ini dikenal dengan isilah laju filtrasi glomerulus (GFR). Proses filtrasi pada
glomerulus dinamakan ultrafiltrasi glomerulus, karena filtrat primer mempunyai komposisi
sama seperti plasma kecuali protein. Sel-sel darah dan molekul-molekul protein yang besar atau
protein bermuatan negatif (seperti albumin) secara efektif tertahan oleh seleksi ukuran dan
seleksi muatan yang merupakan ciri khas dari sawar membran filtrasi glomerular, sedangkan
molekul yang berukuran lebih kecl atau dengan beban yang netral atau positif (seperti air dan
kristaloid) sudah lansung tersaring. Perhitungan menunjukan bahwa 173 L cairan berhasil
disaring melalui glomerulus dalam waktu sehari suatu jumlah yang menakjubkan untuk organ
yang berat totalnya hanya sekitar 10 ons. Saat filtrat mengalir melalui tubulus, ditambahkan
atau diambil berbagai zat dari filtrat, sehingga akhirnya hanya sekitar 1,5 L/hari yang diekskresi
sebagai urine.
Tekanan-tekanan yang berperan dalam proses laju filtrasi glomerulus yang cepat ini
seluruhnya bersifat pasif, dan tidak dibutuhkan energi metabolik untuk filtrasi tersebut.
Tekanan filtasi berasal dari perbedaan tekanan yang terdapat antara kapiler glomerulus dan
kapsula Bowman. Tekanan hidrostatik darah dalam kapiler glomerulus mempermudah filtrasi
dan kekuatan ini dilawan oleh tekanan hidrostatik filtrat dalam kapsula Bowman serta tekanan
onkotik darah. Tekanan onkotik dalam kapsula Bowman pada hakekatnya adalah nol, karena
filtrasi secara normal sama sekali tidak ada protein. Walaupun pada manusia tidak pernah
diukur, tekanan kapiler glomerulus seperti yang diperkirakan oleh Pitts (1974) adalah sekitar 50
mmHg, dan tekanan intrakapsular sekitar 10 mmHg. Perkiraan ini didasarkan pada pengukuran
yang dilakukan pada tikus. Tekanan onkotik darah besarnya 30 mmHg. Dengan demikian,
tekanan filtrasi bersih dari glomerulus besarnya sekitar 10mmHg. Filtrasi glomerulus tidak
hanya dipengaruhi oleh tekanan-tekanan fisik di atas, namun juga oleh permeabilitas membrane
filtrasi (Kf). Kf adalah hasil dari permeabilitas instrinsik kapiler glomerular dan daerah
permukaan glomerulus untuk filtrasi. Laju filtrasi lebih tinggi dalam kapiler glomerulus
daripada kapiler tubuh lainnya, karena Kf kira-kira 100 kali lebih tinggi (173 L/hari melawan
kira-kira 2 L/hari). Keseimbangan dari tekanan-tekanan yang berperan dalam proses ultrafiltrasi
glomerulus dapat diringkas sebagai berikut :
GFR = Kf x (Tekanan hidrostatik intrakapiler [tekanan hidrostatik intrakapsular + tekanan onkotik ] )
= 10 mm
Cara yang paling akurat untuk mengukur GFR ialah dengan menggunakan suatu zat
seperti inulin, yang difiltrasi secara bebas pada glomerulus dan tidak disekresi maupun
direabsorbsi oleh tubulus. Bersihan suatu zat adalah besarnya volume plasma dari zat yang
dibersihkan secara total oleh ginjal persatuan waktu. Laju bersihan inulin sama dengan GFR,
yang diukur dengan pemberian inulin dengan kecepatan tetesan intravena (i.v) yang konstan
untuk menjamin tingkat konsentrasi plasma yang konstan. Hasil pengukuran konsentrasi inulin
dalam plasma (Pin) dalam mg/dl, dalam urine (Uin) dalam mg/dl, serta volume urin (V) dalam
ml/menit, memungkinkan perhitungan bersihan inulin (Cin) dalam ml/menit. Hasilnya harus
dikoreksi terhadap luas permukaan tubuh diperkirakan dengan menggunakan nomogram yang
menghubungkan tinggi dan berat badan terhadap luas permukaan tubuh. Misalnya, bila
seseorang mengeluarkan urine dengan kecepatan 4,2 ml/menit, specimen Uin sebesar 600 mg/dl,
dan Pin sebesar 25 mg/100ml, maka
(U(U
in) in600mg/dl x (V)
) 600 mg/dl 4,24,2
x (V) ml/menit
ml/menit
GFR = Cin =
= 100 ml/menit
Dua mekanisme yang sangat berperan dalam autoregulasi RPF dan GFR: (1) reseptor
regangan miogenik dan otot polos vascular arteriol aferen dan (2) timbal balik
tubuloglomerular (TGF). Selain itu noerepinefrin, angiotensin II dan hormon lain juga dapat
mempengaruhi autoregulasi. Kapiler glomerular berbeda dari bantalan kapiler lain dalam
menempatkan diri di antara dua arteriol (aferen dan eferen). Sebagai akibatnya, tekanan
hidrostatik intrakapiler (Pgc) ditentukan oleh tiga faktor: (1) tekanan darah sistemik dan (2)
resistensi pada arteriol aferen dan eferen. Pengaturan ini mengikuti regulasi cepat GFR dengan
mengubah resistensi dalam arteriol aferen dan eferen. Sebagai contoh, kenaikan tekanan darah
sistemik dan tekanan perfusi ginjal data diharapkan untuk meningkatkan Pgc. Dan kemudian
meningkatkan laju RPF dan GFR. Namun, peningkatan tekanan perfusi ginjal dapat dirasakan
oleh reseptor regang miotonik dalam arteriol aferen. Tapi, arteriol aferen tidak merespons
secara lansung perubahan dalam regangan sehingga tidak memperbesar respons miotonik.
Akibat dari vasokonstriksi arteriol aferen tersebut adalah reduksi RPF, Pgc, dan GFR, sehingga
mengimbangi peningkatan yang besar dalam GFR yang dapat diharapkan dengan menigkatkan
tekanan perfusi ginjal.
Tiga kelas zat yang difltrasi dalam glomerulus: elektrolit, nonelektrolit, dan air. Beberapa
elektrolit yang paling penting adalah matrium (Na+), kalium (K+), kalsium (Ca++), magnesium
(Mg++), birkabonat (HCO3-), klorida (Cl-), dan fosfat (HPO4+). Nonelektrlit yang penting adalah
glukosa, asam amino, dan metabolit yang merupakan produk akhir dari proses metabolisme
protein: urea, asam uran, dan kreatinin.
Langkah kedua dalam proses pembentukan urine setelah filtrasi adalah reabsobsi
selektif zat-zat yang sudah difiltrasi. Sebagian besar zat yang difiltrasi direabsorbsi melalui
pori-pori kecil yang terdapat dalam tubulus sehingga akhirnya zat-zat tersebut kembali lagi
ke dalam kapiler peritubulus yang mengelilingi tubulus. Disamping itu beberapa zat disekresi
pula dari pembuluh darah peritubulus sekitar ke dalam tubulus.
Proses reabsorpsi dan sekresi ini berlansung melalui mekanisme transport aktif dan
pasif. Suatu mekanisme tersebut aktif bila zat berpindah melawan perbedaan elektrokimia
(yaitu, melawan perbedaan potensial listrik, potensi kimia atau keduanya). Kerja lansung
ditujukan pada zat direabsorbsi atau disekresi oleh selsel tubulus tersebut, dan energi ini
dikeluarkan dalam bentuk adenosine trifosfat (ATP) (misalnya, 3Na+/2K+ATPase). Mekanisme
transport tersebut pasif bila zat yang direabsorbsi atau disekresi bergerak mengikuti perbedaan
elektrokimia yang ada. Selama proses perpindahan zat tersebut tidak dibutuhkan energi.
Proses sekresi dan reabsorbsi selektif diselesaikan dalam tubulus distal dan duktus
pengumpul. Dua fungsi penting tubulus distal adalah pengaturan tahap akhir dari keseimbangan
air dan asam-basa. Pada fungsi sel normal, pH ECF harus dapat dipertahankan dalam batas
sempit antara 7,35 sampai 7,45. Sejumlah mekanisme biologis bersama-sama membantu
mempertahankan pH dalam batas normal. Dapar darah yang paling utama adalah sistem asam
birkabonat-karbonat yang dinyatakan dalam persamaan sebagai berikut:
[HCO3-] (ginjal)
pH = pK + log
[H2CO3] (paru)
pK adalah konstanta disoisasi H2CO3. Paru membuang CO2 yang terbentuk bila H+
didapar oleh HCO3- (reaksi di atas bergeser ke kiri), dan dengan demikian berperan penting
dalam proses menstabilkan pH. Peran ginjal dalam mempertahankan keseimbangan asam basa
adalah reabsorbsi sebagian besar HCO3- yang difiltrasi. Dalam mempertimbangkan gangguan
keseimbangan asam basa, seringkali perlu diingat bahwa pH serum sesungguhnya banyak
bergantung pada rasio HCO3-/H2CO3, dan faktor pembilang terutama diatur oleh mekanisme
ginjal, sedangkan mekanisme paru mengatur penyebut (melalui pengaturan pembuangan CO2).
Perubahan faktor pembilang atau penyebut akan diikuti oleh perubahan faktor lainnya kearah
yang sama. Perubahan ini dikenal sebagai kompensasi dan berfungsi untuk mempertahankan
pH.
Selain reabsorbsi dan penyelamatan sebagian besar HCO3-, ginjal juga membuang H+
yang berlebihan. Setiap harinya tubuh membentuk sekitar 80 mEq asam yang bukan H2CO3.
Asam-asam ini tidak dapat dibuang melalui paru sehingga disebut asam tetap. Asam-asam ini
dibuang melalui cairan tubulus, sehingga urine dapat mencapai pH sampai serendah 4,5
(perbedaan ion hydrogen 800 kali lebih besar daripada perbedaan ion hydrogen dalam plasma).
Di sepanjang tubulus, H+ akan disekresi ke dalam cairan tubulus. H+ dieksresikan dalam bentuk
kombinasi dengan HPO4+ berbasa dua yang terfiltrasi atau dengan ammonia (NH3). Dengan
demikian H+ diekskresi sebagai garam asam berbasa satu yang dapat ditiltrasi (NaH2PO4+) atau
sebagai ion amnium (NH4+). NH3 berdifusi dengan mudah ke dalam lumen tubulus, tetapi bila
telah berikatan dengan H+ membentuk partikel NH4 bermuatan; tidak lagi dapat berdifusi
kembali ke dalam sel tubulus. Karena pH urine minimal yang dapat dicapai adalah 4,5, maka
jumlah H+ bebas yang dapat diekskresi terbatas jumlahnya. Oleh karena itu, mekanisme
ammonium (dan mekanisme fosfat) berperan penting dalam pembuangan beban asam, karena
NH4+ tak mempengaruhi pH urine. Pendapatan H+ oleh NH3 atau HPO4+ juga berefek pada
penambahan HCO3- baru ke dalam plasma untuk setiap ion H+ yang diekskresi ke dalam urine.
H+yang diekskresi berasal dalam H2CO3 yang terdapat dalam sel tubulus, sehingga
meninggalkan HCO3- dalam sel tubulus tersebut dalam jumlah ekuimolar. Sebaliknya, bilamana
HCO3- direabsorbsi dari cairan tubulus melalui mekanisme yang telah dijelaskan sebelumnya,
maka HCO3- sesungguhnya hanya diselamatkan, karena satu H+ akan dikembalikan ke dalam
plasma untuk setiap H+ yang diekskresi ke dalam cairan tubulus. Oleh karena itu, regenerasi
HCO3- (yaitu sintesis dedenovo) melalui mekanisme dapat sangat penting dalam mencegah
asidosis.
Asam urat dan kalium diekskresi ke dalam tubulus distal seperti yang telah disebutkan
sebelumnya. Dalam keadaan normal sekitar 5% dari kalium yang terfiltrasi diekskresikan
dalam urine. Reabsorbsi air juga diselesaikan dalam tubulus distal dan duktus pengumpul.
Beberapa hormone mengatur proses reabsorbsi tubulus san sekresi zat terlarut dan
air.reabsorbsi bergantung pada adnya hormone antidiuretik (ADH). Aldosteron memengaruhi
reabsorbsi Na+ dan sekresi K+. Peningkatan aldosteron menyebabkan peningkatan reabsorbsi
Na+ dan peningkatan sekresi K+. Penurunan aldosteron mempunyai pengaruh sebaliknya.
Peptide natiuretik atrium (ANP), yaitu satu hormon yang dihasilkan dan disimpan dalam miosit
atrium jantung, memiliki efek yang berlawanan dengan reabsorbsi Na+ terhadap aldosteron,
ANP dilepaskan jika atrium teregang (yaitu, ekspansi darivolume sirkulasi efektif [ECV]) dan
meningkatkan ekskresi Na+ dan air dalam duktus pengumpul. Hormon paratiroid (PTH)
mengatur reabsorbsi Ca++ dan HPO4+ disepanjang tubulus. Peningkatan PTH menyebabkan
peningkatan reabsorpsi Ca++ dan ekskresi HPO4+. Penurunan PTH mempunyai pengaruh
sebaliknya.