You are on page 1of 17

BAB III

ANATOMI DAN FISIOLOGI GINJAL

Anatomi Dasar Saluran Kemih

Saluran kemih terdiri dari ginjal yang terus menerus menghasilkan urine, dan berbagai
saluran dan reservoir yang dibutuhkan untuk membawa urine ke luar tubuh. Ginjal merupakan
organ berbentuk seperti kacang yang terletak di kedua sisi kolumna vetebralis. Ginjal kanan
sedikit lebih rendah dibandingkan ginjal kiri karena tekanan ke bawah oleh hati. Kutub atasnya
terletak setinggi iga kesebelas.

Kedua ureter merupakan saluran yang panjangnya sekitar 10 sampai 12 inci (25 hingga
30 cm), terbentang dari ginjal sampai sampai vesika urinaria. Fungsi satu-satunya adalah
menyalurkan urine ke vesika urinaria.

Vesika uinaria adalah suatu kantong berotot yang dapat mengempis, terletak di
belakang simfisis pubis. Vesika urinaria mempunyai tiga muara: dua dari ureter dan satu
menuju uretra. Dua fungsi vesika urinaria adalah: (1) sebagai tempat penyimpanan urin
sebalum meninggalkan tubuh dan (2) berfungsi mendorong urine keluar tubuh (dibantu uretra).

Uretra adalah saluran kecil yang dapat mengembang, berjalan dari vesika urinaria
sampai keluar tubuh; panjang pada perempuan sekitar 1 inchi (4 cm) dan pada laki-laki
sekitar 8 inchi (20 cm). Muara uretra keluar tubuh disebut meatus urinarius.

Hubungan Anatomis Ginjal

Ginjal terletak di belakang abdomen atas, di belakang peritoneum, dibelakang dua iga
terakhir , dan tiga otot besar (tranversus abdominis, kuadratus lumborum, dan psoas mayor).
Ginjal dipertahanankan dalam posisi tersebut oleh bantalan lemak yang tebal. Kelenjar adrenal
terletak di atas kutub masing-masing ginjal.

Ginjal terlindung dengan baik dari trauma lansung karena disebelah posterior dilindungi
oleh iga, sedangkan di anterior dilindungi oleh bantalan usus yang tebal. Bila ginjal mengalami
cedera, maka hampir selalu terjadi akibat kekuatan yang mengenai iga kedua belas, yang
berputar ke dalam dan menjepit ginjal di antara iga itu sendiri dengan korpus vetebra lumbalis.
Perlindungan yang sempurna terhadap cedera lansung ini menyebabkan ginjal dengan
sendirinya sukar untuk diraba dan sulit dicapai sewaktu pembedahan. Ginjal kiri yang
berukuran normal, biasanya tidak teraba pada pemeriksaan fisik karena dua pertiga permukaan
anterior ginjal tertutup oleh limpa. Namun, kutub bawah ginjal kanan berukuran normal, dapat
diraba secara bimanual. Kedua ginjal yang membesar secara mencolok atau tergeser dari
tempatnya dapat diketahui dengan palpasi, walaupun hal ini lebih mudah dilakukan di sebelah
kanan.

Struktur Makroskopik Ginjal

Pada orang dewasa, panjang ginjal adalah sekitar 12 sampai 13 cm (4,7 hingga 5,1 inci),
lebarnya 6cm (2,4 inci), tebalnya 2,5 cm (1 inci), dan beratnya sekitar 150 gram. Ukurannya
tidak berbeda menurut bentuk dan ukuran tubuh. Perbedaan pajang dari kutub ke kutub kedua
ginjal (dibandingkan dengan pasangannya) yang lebih dari 1,5 cm (0,6 inci) atau perubahan
bentuk merupakan tanda yang penting karena sebagaian besar manifestasi penyakit ginjal
adalah perubahan struktur.

Permukaan anterior dan posterior kutub atas dan bawah serta tepi lateral ginjal bebentuk
cekung karena adanya hilus. Beberapa strukur yang masuk atau keluar dari ginjal melalui hilus
adalah arteria dan vena renalis, saraf, pembuluh limfatik, dan ureter. Ginjal diliputi oleh suatu
kapsula fibrosa tipis mengkilat, yang berikatan longgar dengan jaringan dibawahnya dan dapat
dilepaskan dengan mudah dari permukaan ginjal.

Potongan longitudinal ginjal memperlihatkan dua daerah yang berbeda korteks di


bagian luar dan medulla di bagian dalam. Medulla terbagi-bagi menjadi baji segitiga yang
disebut pyramid. Pyramid-piramid tersebut diselingi oleh bagian korteks yang disebut kolumna
Bertini. Pyramid-piramid tersebut tampak bercorak karena tersususn dari segmen-segmen
tubulus dan duktus pengumpul nefron. Papilla (apeks) dari tiap pyramid membentuk duktus
papilaris Bellini yang terbentuk dari persatuan bagian terminal dari banyak duktus pengumpul.
Setiap duktus papilaris masuk ke dalam suatu perluasan ujung pelvis ginjal berbentuk seperti
cawan yang disebut kaliks minor. Beberapa kaliks minor bersatu berbentuk kaliks mayor, yang
selanjutnya bersatu sehingga membentuk pelvis ginjal. Pelvis ginjal merupakan reservoir
utama system pengumpulan ginjal. Ureter menghubungkan pelvis ginjal dengan vesika urinaria.

Pengetahuan mengenai anatomi ginjal merupakan dasar untuk memahami pembentukan


urine. Pembentukan urine dimulai dalam korteks dan berlanjut selama bahan pembentukan
urine tersebut mengalir melalui tubulus dan duktus pengumpul. Urine yang terbentuk kemudian
mengalir ke dalam duktus Belini, masuk kaliks minor, kaliks mayor, pelvis ginjal, dan akhirnya
meninggalkan ginjal melalui ureter menuju vesika urinaria. Dinding kaliks, pelvis dan ureter
mengandung otot polos yang dapat berkonsentrasi secara berirama dan membantu mendorong
urine melalui saluran kemih dengan gerakan peristaltik.

Suplai Pembuluh Darah Makroskopik Ginjal

Arteria renalis berasal dari aorta abdominalis kira-kira setinggi vetebra lumbalis II. Aorta
terletak di sebelah kiri garis tengah sehingga arteria renalis kanan lebih panjang dari renalis
kiri. Setiap arteria renalis bercabang sewaktu masuk ke dalam hilus ginjal.

Vena renalis menyalurkan darah dari masing-masing ginjal ke dalam vena kava inferior
yang terletak disebelah kanan dari garis tengah. Akibatnya vena renalis kiri kira-kira dua kali
lebih panjang dari vena renalis kanan. Gambaran anatomis ini menyebabkan ahli bedah
transplantasi biasanya lebih suka memilih ginjal kiri donor yang kemudian diputar dan
ditempatkan pada pelvis kanan resipien. Ada sedikit kesulitan bila arteria renalis pendek dan
beranastomosis dengan arteria iliaka interna (hipogastrika). Namun, vena renalis harus lebih
panjang, karena ditanamkan lansung ke dalam vena iliaka eksterna.

Saat arteria renalis masuk ke dalam hilus, arteria tersebut bercabang menjadi arteria
interlobaris yang berjalan di antara piramid, selanjutnya membentuk percabangan arkuata yang
melengkung melintasi basis piramid-piramid tersebut.

Arteria arkuata kemudian membentuk arteriol-arteriol interloburalis yang tersusun paralel


dalam korteks. Arteriola interlobularis ini selanjutnya membentuk arteriola aferen. Masing-
masing arteriol aferen akan menyuplai darah ke rumbai-rumbai kapiler yang disebut glomerulus
( = gromeruli ). Kapiler glomeruli bersatu membentuk arteriol aferen yang kemudian
bercabang-bercabang membentuk sistem jaringan portal yang mengelilingi tubulus dan kadang-
kadang disebut kapiler peritubular. Sirkulasi ginjal tidak seperti biasa yang terbagi menjadi dua
bantalan kapiler yang terpisah tapi bantalan glomerulus dan bantalan kapiler peritubular
terbentuk menjadi rangkaian sehingga semua darah ginjal melewati keduanya. Tekanan dalam
bantalan kapiler yang pertama (tempat terjadi filtrasi) adalah lebih tinggi (40 hingga 50
mmHg), sedangkan tekanan dalam kapiler peritubular (tempat reabsorbsi tubular kembali ke
sirkulasi) adalah rendah (5 hingga 10 mmHg) dan menyerupai kapiler di tempat lain dalam
tubuh. Darah yang melewati jaringan portal ini mengalir ke jaringan vena interlobular, arkuata,
interlobar dan vena ginjal untuk mencapai vena kava inferior.

Gambaran Khusus Aliran Darah Ginjal

Ginjal diperfusi oleh sekitar 1.200 ml darah permenit suatu volume yang sama dengan
20% sampai 25% curah jantung (5.000 ml per menit). Kenyataan ini memang sangat
menakjubkan, kalau kita pertimbangkan bahwa berat kedua ginjal kurang dari 1% dari berat
seluruh tubuh.

Lebih 90% darah yang masuk ke ginjal didistribusikan ke korteks, sedangkan sisanya
didistribusikan ke medulla. Sifat khusus aliran ginjal yang lain adalah autoregulasi aliran darah
melalui ginjal. Arteriol aferen mempunyai kapasitas intrinsik yang dapat mengubah
resistensinya sebagai respons terhadap perubahan tekanan darah arteria, dengan demikian
mempertahankan aliran darah ginjal dan filtrasi glomerulus tetap konstan. Fungsi ini efektif
pada tekanan arteria antara 80 sampai 180 mmHg. Hasilnya adalah pencegahan terjadinya
perubahan besar dalam ekskresi zat terlarut dan air. Tetapi dalam kondisi-kondisi tertentu
autoregulasi ini dapat ditaklukkan, meskipun tekanan arteria masih dalam batas autoregulasi.
Saraf-saraf renal dapat menyebabkan vasokonstriksi pada keadaan darurat dan mengalihkan
darah dari ginjal ke jantung otak, atau otot rangka dengan mengorbankan ginjal. Gangguan
autoregulasi dan distribusi aliran darah intrarenal mungkin penting dalam patogenesis gagal
ginjal oliguria akut.
Variasi Suplai Vaskular Ginjal

Ginjal mendapatkan darah dari banyak arteria atau vena. Anomali arteria renalis jauh
lebih sering ditemukan daripada kelainan vena. Kenyataannya, sekitar 25% dari populasi atau
lebih memiliki lebih dari satu arteria renalis yang menyuplai ginjal. Arteria-arteria tambahan ini
biasanya berasal dari percabangan kecil-kecil dari aorta dan menyuplai kutub-kutub ginjal.
Arteriogram suplai darah ginjal penting dilakukan pada donor sebelum perlaksanaan
transplantasi ginjal, karena variasi seperti ini secara teknis dapat menyulitkan ahli bedah.

Struktur Mikrokospik Ginjal Nefron

Unit kerja fungsional ginjal disebut sebagai nefron. Dalam setiap ginjal terdapat sekitar 1
juta nefron yang pada dasarnya mempunyai struktur dan fungsi sama. Dengan demikian, kerja
ginjal dapat dianggap sebagai total dari fungsi semua nefron yang mengitari rumbai kapiler
glomerulus, tubulus kontortus proksimal, lengkung Henle, dan tubulus kontortus distal, yang
mengosongkan diri ke duktus pengumpul. Orang yang normal masih dapat bertahan
(walaupuun dengan susah payah) dengan jumlah nefron kurang dari 20.000 atau 1 % dari massa
nefron total. Dengan demikian, masih mungkin untuk menyumbangkan satu ginjal untuk
transplantasi tanpa membahyakan kehidupan.

Korpuskulus Ginjal

Korpuskulus ginjal terdiri dari kapsula Bowman dan rumbai kapiler glomerulus. Istilah
glomerulus seringkali digunakan juga untuk menyatakan korperkulus ginjal, walaupun
glomerulus lebih sesuai untuk menyatakan rumbai kapiler.

Kapsula Bowman merupakan suatu investigasi dari tubulus proksimal. Terdapat ruang
yang mengandung urine antara rumbai kapiler dan kapsula Bowman, dan ruang yang
mengandung urine ini dikenal dengan nama ruang Bowman atau ruang kapsular.

Kapsula Bowman dilapisi oleh sel-sel epitel. Sel epitel parietalis berbentuk gepeng dan
membentuk bagian terluar dari kapsula; sel epitel viseralis jauh lebih besar dan membentuk
bagian dalam kapsula dan juga melapisi bagian luar dari rumbai kapiler. Sel viseralis
membentuk tonjolan-tonjolan atau kaki-kaki yang dikenal sebagai podosit, yang bersinggungan
dengan membran basalis pada jarak-jarak tertentu sehingga terdapat daerah-daerah yang bebas
dari kontak sel antara sel epitel. Daerah-daerah yang terdapat di antara podosit biasanya disebut
celah pori-pori, lebarnya sekitar 400 Angstrom.

Membran basalis membentuk lapisan tengah dinding kapiler, terjepit di antara sel-sel
epitel pada satu sisi dan sel-sel endotel pada sisi yang lain. Membran basalis kapiler menjadi
membran basalis tubulus dan terdiri dari gel hidrasi yang menjalin serat kolagen. Pada
membran basalis tidak tampak adanya pori-pori, kendatipun bersifat seakan-akan memiliki poli
berdiameter sekitar 70 sampai 100 Angstrom.

Sel-sel endotel membentuk bagian terdalam dari rumbai kapiler. Tidak seperti sel-sel
epitel, sel endotel lansung berkontak dengan membran basalis. Namun terdapat beberapa
pelebaran seperti jendela (dikenal dengan nama fenestrasi) yang berdiameter sekitar 600
Angstrom. Sel-sel endotel berlanjut dengan endotel yang membatasi arteriola aferen dan eferen.

Sel-sel endotel, membrane basalis dan sel-sel epitel viseralis merupakan tiga lapisan yang
membentuk membrane filtrasi glomerulus. Membrane filtrasi glomerulus memungkinkan
ultrfiltrasi darah melalui pemisahan unsur-unsur darah dan molekul-molekul protein besar dari
bagian plasma lainnya, dan mengalirkan bagian plasma tersebut sebagai urine primer ke dalam
ruang dari kapsula Bowman. Sifat diskriminatif ultrafiltrasi glomerulus timbul dari susunan
struktur yang unik dan komposisi kimia dari sawar ultrafiltrasi. Membrane filtrasi glomerulus
tampaknya merupakan struktur yang membatasi lewatnya zat terlarut ke dalam ruang urine
berdasarkan seleksi ukuran molekul. Di samping itu sawar filtrasi memiliki muatan negatif
yang ditimbulkan oleh kumpulan makromolekul kaya anion pada membrane basalis dan
melapisi batas sel epitel dan endotel. Muatan negative inilah yang menjadi alasan mengapa
secara normal albumin anionic (yang berdiameter sedikit lebih kecil daripada ukuran pori yang
terkecil) tidak mampu masuk ke ruang urine. Molekul-molekul protein yang besar serta sel-sel
darah dalam keadaan normal tidak ditemukan dalam filtrate maupun urine.

Komponen penting lainnya dari glomerulus adalah mesangium, yang terdiri dari sel
mesangial dan matriks mesangial. Sel mesangial membentuk jaringan yang berlanjut antara
lengkung kapiler dari glomerulus dan diduga berfungsi sebagai kerangka jaringan penyokong.
Sel mesangial bukan merupakan bagian dan membrane filtrasi namun mensekresi matriks
mesangial. Sel mesangial memiliki aktivitas fagositik dan mensekresi prostaglandin. Sel
mesangial mungkin berperan dalam mempengaruhi kecepatan filtrasi glomerulus dengan
mengatur aliran melalui kapiler karena sel mesangial memiliki kemampuan untuk berkontraksi
dan terletak bersebelahan dengan kapiler glomerulus. Sel mesangial yang terletak di luar
rumbai glomerular dekat dengan kutub vascular glomerulus (antara arteriola aferen dan eferen)
disebut sel lacis.

Aparatus Jukstaglomerulus

Apparatus jukstaglomerulus (JGA) terdiri dari sekelompok sel khusus yang letaknya
dengan letak kutub vascular masing-masing glomeruus yang berperan penting dalam mengatur
pelepasan rennin dan mengontrol volume cairan ekstraseluler (ECF) dan tekanan darah. JGA
terdiri dari tiga macam sel : (1) sel jukstaglomerulus (JG) atau sel granular (yang memproduksi
dan menyimpan rennin) pada dinding arteriol aferen, (2) makula densa tubulus distal, dan (3)
mesangial ekstraglomerular atau sel lacis. Makula densa adalah sekelompok sel epitel tubulus
distal yang diwarnai dengan pewarnaan khusus. Sel ini bersebelahan dengan ruangan yang
berisi sel lacis dan sel JG yang mensekresi rennin.

Secara umum sekresi rennin dikontrol oleh faktor ekstrarenal. Dua mekanisme penting
untuk mengontrol seleksi rennin adalah sel JG dan makula densa. Setiap penurunan tegangan
dinding arteriol aferen atau penurunan pengiriman Na ke makula densa dan tubulus distal akan
meransang sel JG untuk melepaskan rennin dari granula tempat rennin tersebut disimpan di
dalam sel. Sel JG, yang sel mioepitelnya secara khusus mengikat arteriol aferen, juga bertindak
sebagai tranduser tekanan miniatur, yaitu merasakan tekanan perfusi ginjal. Volume ECF atau
volume sirkulasi efektif (ECV) yang sangat menurun menyebabkan menurunnya tekanan
perfusi ginjal, yang dirasakan sebagai penurunan regangan oleh sel JG. Sel JG kemudian
melepaskan rennin ke dalam sirkulasi, yang sebaliknya mengaktifkan mekanisme rennin-
angiotensin-aldosteron. ECV bukan suatu kompartmen cairan tubuh tersendiri dan tidak dapat
diukur; namun berkaitan erat dengan perfusi jaringan yang adekuat, yaitu, terhadap isi dan
tekanan komponen: volume intravascular absolute, curah jantung, dan resistensi pembuluh
darah sistemik. Perubahan pada salah satu dari ketiga parameter ini tanpa perubahan
kompensasi ditempat lain akan berakibat pada isi sirkulasi dan kemudian ECV. Secara normal,
ECF dan ECV sebenarnya adalah sama, tetapi dalam beberapa keadaan patologis (misalnya,
gagal jantung kongestif) ECV dapat menurun sebelum volume ECF dapat meningkat di atas
normal.

Mekanisme kontrol kedua untuk perlepasan berpusat di dalam sel makula densa yang
dapat berfungsi sebagai kemoreseptor, mengawasi beban klorida yang terdapat pada tubulus
distal. Dalam keadaan kontraksi volume, sedikit natrium klorida (NaCl) dialirkan ke tubulus
distal (karena banyak yang diabsorbsi dalam tubulus proksimal); kemudian timbal balik dari sel
makula densa ke sel JG menyebabkan peningkatan perlepasan rennin. Mekanisme sinyal
klorida yang diartikan menjadi perubahan sekresi rennin ini belum diketahui secara pasti. Suatu
peningkatan volume ECF yang menyebabkan peningkatan tekanan perfusi ginjal dan
meningkatkan pengiriman NaCl ke tubulus distal memiliki efek yang berlawanan dari contoh
yang diberikan oleh penurunan volume ECF yaitu menekan sekresi rennin.

Faktor lain yang mempengaruhi sekresi renin adalah saraf simpatis ginjal, yang
meransang pelepasan rennin melalui reseptor beta-adrenergik dalam JGA, dan angiotensin II
yang menghambat pelepasan rennin. Banyak faktor sirkulasi lain yang juga mengubah sekresi
rennin, termasuk elektrolit plasma (kalsium dan natrium) dan berbagai hormon, yaitu hormon
natriuretik atrial, dopamine, hormone antidiuretik (ADH), hormone adrenokortikotropik
(ACTH), dan nitrit oksida (dahulu dikenal sebagai faktor relaksasi yang berasal dari
endothelium [EDRF]), dan prostaglandin. Hal ini terjadi mungkin karena JGA adalah tempat
integrasi berbagai input dan sekresi renin itu mencerminkan interaksi dari semua faktor.

Fisiologi Dasar Ginjal

Fungsi primer ginjal adalah mempertahankan volume dan komposisi ECF dalam batas-
batas normal. Komposisi dan volume cairan ekstrasel ini dikontrol oleh filtrasi glomerulus,
reabsorpsi, dan sekresi tubulus seperti yang akan dibahas dalam bagian selanjutnya. Secara
ringkasnya fungsi ginjal dapat disimpulkan sebagai berikut :

1. Fungsi ekskresi
Mempertahankan osmolaritas plasma sekitar 285 mOsmol dengan mengubah-ubah
ekskresi air.

Mempertahankan volume ECF dan tekanan darah dengan mengubah-ubah ekskresi Na+

Mempertahankan konsentrasi plasma masing-masing elektrolit individu dalam rentang


normal

Mempertahankan pH plasma sekitar 7,4 dengan mengeluarkan kelebihan H+ dan


membentuk kembali HCO3-

Mensekresikan produk akhir nitrogen dari metabolisme protein (terutama urea, asam urat
dan kreatinin)

Bekerja sebagai jalur ekskretori untuk sebagian besar obat.

2. Fungsi nonekskresi

Mensintesis dan mengaktifkan hormone

- Renin : penting dalam pengaturan tekanan darah

- Eritropoetin : meransang produksi sel darah merah oleh sumsum tulang

- 1,25-dihidroksivitamin D3 : hidroksilasi akhir vitamin D3 menjadi batuk yang paling


kuat

- Prostaglandin : sebagian besar adalah vasodilatator, bekerja secara lokal, dan


melindugi dari kerusakan iskemik ginjal

- Degradasi hormon peptide

- Insulin, glukagon, parathormon, prolaktin, hormon pertumbuhan, ADH, dan hormon


gastrointestinal (gastrin, polipeptida intestinal vasoaktif [VIP])

Ultrafiltrasi Glomerulus

Pembentukan urin dimulai dengan proses filtrasi glomerulus plasma. Aliran darah ginjal
(RBF) setara dengan sekitar 25% curah jantung atau 1.200 ml/menit. Bila hematokrit normal
dianggap 45%, maka aliran plasma ginjal (RPF) sama dengan 660 ml/menit (0,55x1.200 +
600). Sekitar seperlima dari plasma atau 125 ml/menit dialirkan melalui glomerulus ke kapsula
Bowman. Ini dikenal dengan isilah laju filtrasi glomerulus (GFR). Proses filtrasi pada
glomerulus dinamakan ultrafiltrasi glomerulus, karena filtrat primer mempunyai komposisi
sama seperti plasma kecuali protein. Sel-sel darah dan molekul-molekul protein yang besar atau
protein bermuatan negatif (seperti albumin) secara efektif tertahan oleh seleksi ukuran dan
seleksi muatan yang merupakan ciri khas dari sawar membran filtrasi glomerular, sedangkan
molekul yang berukuran lebih kecl atau dengan beban yang netral atau positif (seperti air dan
kristaloid) sudah lansung tersaring. Perhitungan menunjukan bahwa 173 L cairan berhasil
disaring melalui glomerulus dalam waktu sehari suatu jumlah yang menakjubkan untuk organ
yang berat totalnya hanya sekitar 10 ons. Saat filtrat mengalir melalui tubulus, ditambahkan
atau diambil berbagai zat dari filtrat, sehingga akhirnya hanya sekitar 1,5 L/hari yang diekskresi
sebagai urine.

Tekanan-tekanan yang berperan dalam proses laju filtrasi glomerulus yang cepat ini
seluruhnya bersifat pasif, dan tidak dibutuhkan energi metabolik untuk filtrasi tersebut.
Tekanan filtasi berasal dari perbedaan tekanan yang terdapat antara kapiler glomerulus dan
kapsula Bowman. Tekanan hidrostatik darah dalam kapiler glomerulus mempermudah filtrasi
dan kekuatan ini dilawan oleh tekanan hidrostatik filtrat dalam kapsula Bowman serta tekanan
onkotik darah. Tekanan onkotik dalam kapsula Bowman pada hakekatnya adalah nol, karena
filtrasi secara normal sama sekali tidak ada protein. Walaupun pada manusia tidak pernah
diukur, tekanan kapiler glomerulus seperti yang diperkirakan oleh Pitts (1974) adalah sekitar 50
mmHg, dan tekanan intrakapsular sekitar 10 mmHg. Perkiraan ini didasarkan pada pengukuran
yang dilakukan pada tikus. Tekanan onkotik darah besarnya 30 mmHg. Dengan demikian,
tekanan filtrasi bersih dari glomerulus besarnya sekitar 10mmHg. Filtrasi glomerulus tidak
hanya dipengaruhi oleh tekanan-tekanan fisik di atas, namun juga oleh permeabilitas membrane
filtrasi (Kf). Kf adalah hasil dari permeabilitas instrinsik kapiler glomerular dan daerah
permukaan glomerulus untuk filtrasi. Laju filtrasi lebih tinggi dalam kapiler glomerulus
daripada kapiler tubuh lainnya, karena Kf kira-kira 100 kali lebih tinggi (173 L/hari melawan
kira-kira 2 L/hari). Keseimbangan dari tekanan-tekanan yang berperan dalam proses ultrafiltrasi
glomerulus dapat diringkas sebagai berikut :
GFR = Kf x (Tekanan hidrostatik intrakapiler [tekanan hidrostatik intrakapsular + tekanan onkotik ] )

Tekanan filtrasi bersih = 50 (10 + 30)

= 10 mm

Cara yang paling akurat untuk mengukur GFR ialah dengan menggunakan suatu zat
seperti inulin, yang difiltrasi secara bebas pada glomerulus dan tidak disekresi maupun
direabsorbsi oleh tubulus. Bersihan suatu zat adalah besarnya volume plasma dari zat yang
dibersihkan secara total oleh ginjal persatuan waktu. Laju bersihan inulin sama dengan GFR,
yang diukur dengan pemberian inulin dengan kecepatan tetesan intravena (i.v) yang konstan
untuk menjamin tingkat konsentrasi plasma yang konstan. Hasil pengukuran konsentrasi inulin
dalam plasma (Pin) dalam mg/dl, dalam urine (Uin) dalam mg/dl, serta volume urin (V) dalam
ml/menit, memungkinkan perhitungan bersihan inulin (Cin) dalam ml/menit. Hasilnya harus
dikoreksi terhadap luas permukaan tubuh diperkirakan dengan menggunakan nomogram yang
menghubungkan tinggi dan berat badan terhadap luas permukaan tubuh. Misalnya, bila
seseorang mengeluarkan urine dengan kecepatan 4,2 ml/menit, specimen Uin sebesar 600 mg/dl,
dan Pin sebesar 25 mg/100ml, maka

(U(U
in) in600mg/dl x (V)
) 600 mg/dl 4,24,2
x (V) ml/menit
ml/menit
GFR = Cin =

(Pin(P) in25 mg/dl


)25 mg/dl

= 100 ml/menit

GFR yang diperoleh dalam 100 ml/menit kemudian dinormalkan dengan


mengoreksinya terhadap standar luas permukaan tubuh normal sebesar 1,73 m2. Koreksi ini
memungkinkan kita membandingkan fungsi pada orang-orang yang berbeda keadaan fisiknya.
GFR laki-laki normal muda berkisar 125 15 ml/ menit/1,73 m2, sedangkam GFR perempuan
muda normal adalah 110 15 ml / menit / 1,73 m2.

Autoregulasi Aliran Plasma Ginjal dan Laju Filtrasi Glomerulus


GFR tidak sepenuhnya bergantung kepada kekuatan fisik yang bekerja di membrane
glomerulus. Ginjal memiliki kemampuan untuk mempertahankan RPF dan GFR pada tingkat
relatif konstan walaupun terdapat fluktuasi harian normal dalam tekanan darah sistemik dan
tekanan perfusi ginjal. Fenomena ini (bersifat intrinsik dalam ginjal) dinamakan autoregulasi.
Tujuan mempertahankan GFR dalam kisaran yang sempit adalah untuk mencegah fluktuasi
yang tidak sesuai bagi natrium dan ekskresi air. Autoregulasi lebih efektif bila kisaran tekanan
darah arteri sekitar 80 hingga 180 mmHg namun dapat pula tidak efektif walaupun pada kisaran
tersebut berada dalam keadaan patologis tertentu.

Dua mekanisme yang sangat berperan dalam autoregulasi RPF dan GFR: (1) reseptor
regangan miogenik dan otot polos vascular arteriol aferen dan (2) timbal balik
tubuloglomerular (TGF). Selain itu noerepinefrin, angiotensin II dan hormon lain juga dapat
mempengaruhi autoregulasi. Kapiler glomerular berbeda dari bantalan kapiler lain dalam
menempatkan diri di antara dua arteriol (aferen dan eferen). Sebagai akibatnya, tekanan
hidrostatik intrakapiler (Pgc) ditentukan oleh tiga faktor: (1) tekanan darah sistemik dan (2)
resistensi pada arteriol aferen dan eferen. Pengaturan ini mengikuti regulasi cepat GFR dengan
mengubah resistensi dalam arteriol aferen dan eferen. Sebagai contoh, kenaikan tekanan darah
sistemik dan tekanan perfusi ginjal data diharapkan untuk meningkatkan Pgc. Dan kemudian
meningkatkan laju RPF dan GFR. Namun, peningkatan tekanan perfusi ginjal dapat dirasakan
oleh reseptor regang miotonik dalam arteriol aferen. Tapi, arteriol aferen tidak merespons
secara lansung perubahan dalam regangan sehingga tidak memperbesar respons miotonik.
Akibat dari vasokonstriksi arteriol aferen tersebut adalah reduksi RPF, Pgc, dan GFR, sehingga
mengimbangi peningkatan yang besar dalam GFR yang dapat diharapkan dengan menigkatkan
tekanan perfusi ginjal.

Di lain pihak, jika terdapat hipotensi sistemik, sistem rennin-angiotensin diaktifkan


dengan pembentukan angiotensin II. Angiotensin II menyebabkan vasokonstriksi arteriol aferen
dan vasokonstriksi areteriol aferen dan vasokonstriksi arteriol eferen namun pada derajat yang
lebih rendah. Akibatnya adalah reduksi tekanan pefusi ginjal serta RPF (karena peningkatan
resistensi arteriol aferen) dan peningkatan Pgc (karena peningkatan resistensi arteriol eferen).
Akibat yang menguntungkan adalah bahwa angiotensin II meniadakan efek regulasi GFR:
penurunan RPF cenderung akan meningatkan GFR. Norepinefrin (dilepaskan dari saraf
simpatik ginjal atau dari korteks adrenal) menigkatkan efek vasokonstriksi dari angiotensin II.
Angiotensin II juga meransang pelepasan prostaglandin vasodilatator (misalnya PGI, PGE) dari
glomerulus yang meminimalkan kemungkinan terjadinya iskemi ginjal dalam keadaan
hipotensi sistemik.

Mekanise kedua yang bertanggungjawab terhadap autoregulasi GFR (yaitu TGF)


mengacu kepada perubahan yang dapat ditimbulkan oleh perubahan kecepatan aliran di tubulus
distal. TGF diperantai oleh sel macula densa dalam tubulus distal (bersebelahan dengan kutub
glomerulus), yang sensitif terhadap komposisi klorida cairan tubulus. Angka NaCl yang tinggi
dalam tubulus distal menyebabkan konstriksi arteriol aferen sehingga mengurangi GFR dalam
nefron tersebut. Berdasarkan mekanisme ini, nefron itu sendiri benar-benar suatu lengkung
timbal balik. Peningkatan GFR menyebabkan peningkatan hantaran NaCl ke nefron distal dan
oleh sebab itu akan meningkatkan pemindahan natrium melewati sel makula densa. Kemudian
akan diikuti oleh reduksi GFR. Sebaliknya bila GFR rendah, hanya sedikit natrium yang
tersedia untuk berpindah melewati sel makula densa. Arteriol aferen berdilatasi, dan GFR akan
meningkat.

Reabsorbsi dan Sekresi Tubulus

Tiga kelas zat yang difltrasi dalam glomerulus: elektrolit, nonelektrolit, dan air. Beberapa
elektrolit yang paling penting adalah matrium (Na+), kalium (K+), kalsium (Ca++), magnesium
(Mg++), birkabonat (HCO3-), klorida (Cl-), dan fosfat (HPO4+). Nonelektrlit yang penting adalah
glukosa, asam amino, dan metabolit yang merupakan produk akhir dari proses metabolisme
protein: urea, asam uran, dan kreatinin.

Langkah kedua dalam proses pembentukan urine setelah filtrasi adalah reabsobsi
selektif zat-zat yang sudah difiltrasi. Sebagian besar zat yang difiltrasi direabsorbsi melalui
pori-pori kecil yang terdapat dalam tubulus sehingga akhirnya zat-zat tersebut kembali lagi
ke dalam kapiler peritubulus yang mengelilingi tubulus. Disamping itu beberapa zat disekresi
pula dari pembuluh darah peritubulus sekitar ke dalam tubulus.
Proses reabsorpsi dan sekresi ini berlansung melalui mekanisme transport aktif dan
pasif. Suatu mekanisme tersebut aktif bila zat berpindah melawan perbedaan elektrokimia
(yaitu, melawan perbedaan potensial listrik, potensi kimia atau keduanya). Kerja lansung
ditujukan pada zat direabsorbsi atau disekresi oleh selsel tubulus tersebut, dan energi ini
dikeluarkan dalam bentuk adenosine trifosfat (ATP) (misalnya, 3Na+/2K+ATPase). Mekanisme
transport tersebut pasif bila zat yang direabsorbsi atau disekresi bergerak mengikuti perbedaan
elektrokimia yang ada. Selama proses perpindahan zat tersebut tidak dibutuhkan energi.

Glukosa dan asam amino direabsorbsi seluruhnya disepanjang tubulus proksimal


melalui transport aktif. Kalium dan asam urat hampir seluruhnya direabsorbsi secara aktif dan
keduanya disekresi ke dalam tubulus distal. Sedikitnya dua pertiga dari jumlah natrium yang
difiltrasi akan direabsorbsi secara aktif dalam tubulus proksimal. Proses reabsorbsi natrium
berlanjut dalam lengkung Henle, tubulus distal dan pengumpul, sehingga kurang dari 1% beban
yang difiltrasi diekskresikan dalam urine sebagian besar Ca2+ dan HPO4+ direabsorbsi dalam
tubulus proksimal dengan cara transport aktif. Air, klorida, dan urea direabsorsi dalam tubulus
proksimal melalui transport pasif. Dengan berpindahnya sejumlah besar ion natrium yang
bermuatan positif keluar lumen, maka ion klorida yang bermuatan negatif harus menyertai
untuk mencapai kondisi listrik yang netral. Keluarnya sejumlah besar ion dan nonelektrolit dari
cairan tubulus proksimal menyebabkan cairan mengalami pengenceran osmotik dan akibatnya
air berdifusi ke luar tubulus dan masuk ke darah peritubular. Urea kemudian berdifusi secara
pasif mengikuti perbedaan konsentrasi yang terbentuk oleh reabsorbsi air. Ion hidrogen (H+),
asam organik seperti para-amino-hipurat (PAH) dan penisilin, juga kreatinin (suatu basa
organic) semuanya secara aktif disekresi ke dalam tubulus proksimal.sekitar 90% dari
birkabonat direabsorbsi secara tak lansung dari tubulus proksimal melalui pertukaran Na+ - H+.
H+ yang disekresi ke dalam lumen tubulus (sebagai penukar Na+) akan berikatan dengan HCO3-
yang terdapat dalam filtrat glomerulus sehingga terbentuk asam karbonat (H2CO3). H2CO3 akan
berdisiosalisasi menjadi air dan karbondioksida (CO2). CO2 maupun H2O akan berdifusi keluar
lumen tubulus, masuk ke sel tubulus. Dalam sel tubulus tersebut sekali lagi, karbonik anhidrase
mengatalisis reaksi CO2 dengan H2O untuk membentuk H2CO3 sekali lagi. Disosialisasi H2CO3
menghasilkan HCO3 dan H+. H+ disekresi kembali dan HCO3- akan masuk ke dalam darah
peritubular bersama dengan Na+.
Dalam lengkung Henle, Cl- ditranspor keluar secara aktif dari bagian asenden dan
diikuti secara pasif oleh Na+. NaCL selanjutnya akan berdifusi secara pasif masuk bagian
lengkung desenden. Proses ini penting dalam pemekatan urine.

Proses sekresi dan reabsorbsi selektif diselesaikan dalam tubulus distal dan duktus
pengumpul. Dua fungsi penting tubulus distal adalah pengaturan tahap akhir dari keseimbangan
air dan asam-basa. Pada fungsi sel normal, pH ECF harus dapat dipertahankan dalam batas
sempit antara 7,35 sampai 7,45. Sejumlah mekanisme biologis bersama-sama membantu
mempertahankan pH dalam batas normal. Dapar darah yang paling utama adalah sistem asam
birkabonat-karbonat yang dinyatakan dalam persamaan sebagai berikut:

CO2 + H2O H2CO3 H+ + HCO3-


Karbonik anhidrase
pH darah dinyatakan dalam persamaan Hendersn Hasselbalch :

[HCO3-] (ginjal)

pH = pK + log

[H2CO3] (paru)

pK adalah konstanta disoisasi H2CO3. Paru membuang CO2 yang terbentuk bila H+
didapar oleh HCO3- (reaksi di atas bergeser ke kiri), dan dengan demikian berperan penting
dalam proses menstabilkan pH. Peran ginjal dalam mempertahankan keseimbangan asam basa
adalah reabsorbsi sebagian besar HCO3- yang difiltrasi. Dalam mempertimbangkan gangguan
keseimbangan asam basa, seringkali perlu diingat bahwa pH serum sesungguhnya banyak
bergantung pada rasio HCO3-/H2CO3, dan faktor pembilang terutama diatur oleh mekanisme
ginjal, sedangkan mekanisme paru mengatur penyebut (melalui pengaturan pembuangan CO2).
Perubahan faktor pembilang atau penyebut akan diikuti oleh perubahan faktor lainnya kearah
yang sama. Perubahan ini dikenal sebagai kompensasi dan berfungsi untuk mempertahankan
pH.

Selain reabsorbsi dan penyelamatan sebagian besar HCO3-, ginjal juga membuang H+
yang berlebihan. Setiap harinya tubuh membentuk sekitar 80 mEq asam yang bukan H2CO3.
Asam-asam ini tidak dapat dibuang melalui paru sehingga disebut asam tetap. Asam-asam ini
dibuang melalui cairan tubulus, sehingga urine dapat mencapai pH sampai serendah 4,5
(perbedaan ion hydrogen 800 kali lebih besar daripada perbedaan ion hydrogen dalam plasma).
Di sepanjang tubulus, H+ akan disekresi ke dalam cairan tubulus. H+ dieksresikan dalam bentuk
kombinasi dengan HPO4+ berbasa dua yang terfiltrasi atau dengan ammonia (NH3). Dengan
demikian H+ diekskresi sebagai garam asam berbasa satu yang dapat ditiltrasi (NaH2PO4+) atau
sebagai ion amnium (NH4+). NH3 berdifusi dengan mudah ke dalam lumen tubulus, tetapi bila
telah berikatan dengan H+ membentuk partikel NH4 bermuatan; tidak lagi dapat berdifusi
kembali ke dalam sel tubulus. Karena pH urine minimal yang dapat dicapai adalah 4,5, maka
jumlah H+ bebas yang dapat diekskresi terbatas jumlahnya. Oleh karena itu, mekanisme
ammonium (dan mekanisme fosfat) berperan penting dalam pembuangan beban asam, karena
NH4+ tak mempengaruhi pH urine. Pendapatan H+ oleh NH3 atau HPO4+ juga berefek pada
penambahan HCO3- baru ke dalam plasma untuk setiap ion H+ yang diekskresi ke dalam urine.
H+yang diekskresi berasal dalam H2CO3 yang terdapat dalam sel tubulus, sehingga
meninggalkan HCO3- dalam sel tubulus tersebut dalam jumlah ekuimolar. Sebaliknya, bilamana
HCO3- direabsorbsi dari cairan tubulus melalui mekanisme yang telah dijelaskan sebelumnya,
maka HCO3- sesungguhnya hanya diselamatkan, karena satu H+ akan dikembalikan ke dalam
plasma untuk setiap H+ yang diekskresi ke dalam cairan tubulus. Oleh karena itu, regenerasi
HCO3- (yaitu sintesis dedenovo) melalui mekanisme dapat sangat penting dalam mencegah
asidosis.

Asam urat dan kalium diekskresi ke dalam tubulus distal seperti yang telah disebutkan
sebelumnya. Dalam keadaan normal sekitar 5% dari kalium yang terfiltrasi diekskresikan
dalam urine. Reabsorbsi air juga diselesaikan dalam tubulus distal dan duktus pengumpul.

Beberapa hormone mengatur proses reabsorbsi tubulus san sekresi zat terlarut dan
air.reabsorbsi bergantung pada adnya hormone antidiuretik (ADH). Aldosteron memengaruhi
reabsorbsi Na+ dan sekresi K+. Peningkatan aldosteron menyebabkan peningkatan reabsorbsi
Na+ dan peningkatan sekresi K+. Penurunan aldosteron mempunyai pengaruh sebaliknya.
Peptide natiuretik atrium (ANP), yaitu satu hormon yang dihasilkan dan disimpan dalam miosit
atrium jantung, memiliki efek yang berlawanan dengan reabsorbsi Na+ terhadap aldosteron,
ANP dilepaskan jika atrium teregang (yaitu, ekspansi darivolume sirkulasi efektif [ECV]) dan
meningkatkan ekskresi Na+ dan air dalam duktus pengumpul. Hormon paratiroid (PTH)
mengatur reabsorbsi Ca++ dan HPO4+ disepanjang tubulus. Peningkatan PTH menyebabkan
peningkatan reabsorpsi Ca++ dan ekskresi HPO4+. Penurunan PTH mempunyai pengaruh
sebaliknya.

You might also like