You are on page 1of 8

I.

Pendahuluan

Tubuh merupakan suatu sistem yang terdiri dari berbagai macam


organ dan saling terintegrasi oleh berbagai macam sistem koordinasi. Salah
satu sistem yang mengatur adalah sistem persarafan. Sistem tersebut diatur
menjadi suatu sistem yang kompleks yang juga mengatur mata sebagai indera
penglihatan sehingga dapat menjalankan fungsinya dengan sempurna
(Newman, 2008).
Mata di dalam fungsi persarafannya diatur oleh 6 dari 12 saraf
cranialis yang merupakan bagian dari sistem saraf perifer. Keenam saraf
cranialis tersebut adalah nervus optikus ( N. II ), nervus occulomotoris ( N.III
), nervus trochlearis ( N. IV ), nervus trigeminus (N.V), nervus abducens
(N.VI), dan nervus facialis (N.VII). Selain itu sistem syaraf autonom juga
mengatur mata kita yaitu sistem saraf simpatis dan sistem saraf parasimpatis.
Keenam saraf cranialis yang mengatur persarafan ke mata mempunyai fungsi,
distribusi topografi di otak yang berbeda-beda. Semuanya akan berintegrasi
dan bersinergis sehingga membuat suatu sistem yang akan mengatur mata
sehingga dapat menjalankan fungsinya (Cibis,2008).
Pada bab kali ini akan dibahas salah satu saraf yang mengatur inervasi
otot bola mata yaitu nervus abducens (N. VI). Perlunya mengetahui tentang
persarafan orbita ini, akan sangat membantu dalam mendiagnosa penyakit
lebih dini sebelum melakukan pemeriksaan penunjang.
A. Tinjauan Pustaka

A. Anatomi dan Perjalanan Nervus Abdusen (N.VI)

Nervus abdusen merupakan salah satu dari 12 saraf kranial. Nervus


abdusen bertugas untuk menginervasi muskulus rektus lateralis okuli yang
berfungsi untuk menggerakkan bola mata ke arah temporal (ke samping).
Perjalanan nervus abdusen dimulai dari nukleus nervus abdusen yang berada
di medial dari nukleus nervus facialis di pons, serabut saraf nervus abdusen
akan berjalan keatas dan kedepan di dalam pons dan akhirnya keluar di
perbatasan bagian bawah pons dan bagian atas medulla oblongata
(Ehrenhaus, 2016).
Serabut saraf selanjutnya memasuki ruang subarachnoid dan akan
menembus duramater pada dorsum sella dari tulang sphenoid, berjalan terus
dibawah prosessus clinoid superior dan memasuki sinus cavernosus pada sisi
lateral dari arteri karotis interna, dimana nervus okulomotor, nervus
trokhlearis dan nervus opthalmikus berada di sisi lateral dari sinus
cavernosus. Selanjutnya akan memasuki orbita melalui fissura orbitalis
superior dibawah vena oftalmika dan akhirnya berjalan diantara 2 caput
muskulus rektus lateral dan akan menginervasi muskulus tersebut
(Ehrenhaus,2016).
Gambar 2.1 Perjalanan nervus abdusen (N.VI) (Elizabeth, 2002).

B. Fisiologi nervus abdusen (N.VI)

Nervus abdusen merupakan saraf motorik. Neuron motorik berasal dari


sebuah nucleus pada pons yang menginervasi otot rektus lateral mata yang
membuat bola mata bergerak ke arah lateral (Ilyas, 2002). Serabut sensorik
membawa pesan proprioseptif dari otot rektus lateral ke pons. N ukleus abdusen
mengandung neuron motorik yang menginervasi otot rektus lateral ipsilateral dan
kelompok interneuron di mana akson-aksonnya melalui garis tengah dan naik di
dalam fasikulus longitudinal medialis dan mencapai subnukleus okulomotor
kontralateral. Nervus abdusen rentan terhadap abnormalitas dan timbulnya
cedera (Ehrenhaus, 2016).
Gambar 2.2 Musculus rektus lateralis okuli di inervasi oleh nervus abdusen
(N.VI) (Hale, 2005).

C. Gangguan pada Nervus Abdusen (N.VI)


Kelainan pada nervus abdusen menyebabkan bola mata tidak bisa
bergerak ke lateral, ketika pasien melihat lurus ke atas, mata yang sakit
teradduksi dan tidak dapat digerakkan ke lateral, ketika pasien melihat ke arah
nasal, mata yang paralisis bergerak ke medial dan ke atas karena predominannya
otot oblikus inferior. Jika ketiga saraf motorik dari satu mata semuanya
terganggu, mata tampak melihat lurus keatas dan tidak dapat digerakkan ke
segala arah dan pupil melebar serta tidak bereaksi terhadap cahaya
(oftalmoplegia totalis) (Gallman, 2013).
Paralisis bilateral dari otot-otot mata biasanya akibat kerusakan nuklear.
Penyebab paling sering dari paralisis nukleus adalah ensefelaitis, neurosifilis,
mutiple sklerosis, perdarahan dan tumor.Penyebab yang paling sering dari
kelumpuhan otot-otot mata perifer adalah meningitis, sinusistis, trombosis sinus
kavernosus, anevrisma arteri karotis interva atau arteri komunikantes posterior,
fraktur basis. Penyebab gangguan N.VI juga dibagi beberapa bagian tergantung
lokalisasinya yaitu gangguan pada nukleus dan di daerah perifer (Gallman, 2013).
Gambar 2.3 Gambaran mata yang tidak bisa abduksi (bergerak ke
temporal) (William dan wilkins, 2011).
Kerusakan pada nukleus nervus abdusen tidak semata-mata kelumpuhan
dari nervus abdusen sendiri ( kelemahan dari m. rektus lateral ), tapi lebih kepada
gangguan pergerakan horisontal/ lateral (lateral gaze conjugate paralisis) kedua
mata. Hal ini disebabkan oleh karena, selain nukleus motoriknya yang mengatur
m.rektus lateral juga ada nukleus interneuron yang menginervasi m. rektus
medial yang diinervasi juga oleh nervus okulomotor secara kontralateral
(Gallman, 2013).
Pada mata normal, pergerakan mata ke lateral (m. rektus lateral) pada satu
mata akan berpasangan dengan pergerakan mata ke medial pada mata yang lain
(m.rektus medial), sehingga kedua mata akan melihat pada satu objek yang sama.
Semua ini diatur oleh serabut saraf pada Medial Longitudinal Fasciculus (MLF)
(Danchaivijitr, 2004).
Selain itu, pada os petrosa, terjadinya infeksi tulang mastoid atau tulang
petrosa, fraktur tulang petrosa, aneurisma, trombosis pada sinus petrosa inferior,
dislokasi batang otak ke bawah oleh massa supratentorial, dapat juga disebabkan
oleh pungsi lumbar, anestesia epidural, schwannoma trigeminal dapat
menyebabkan gangguan N.VI. Pada sinus kavernosus dan fissura orbitalis
superior, dapat terjadi aneurisma, tumor(misalnya meningioma, karsinoma
nasofaringeal, pituitary adenoma), fistula karotid-kavernosus, trombosis,
malformasi dura arterio-vena, sindroma Tolosa Hunt, Herpes Zoster dan sinusitis
dapat juga menyebabkan gangguan pada N.VI. Pada orbital didapatkan adanya
tumor, infark(biasanya ada pengaruh hipertensi atau diabetes) dan migren dapat
menyebabkan manifestasi klinis pada gangguan N.VI (Gallman, 2013).
Sedangkan jika terjadi lesi di daerah perifer akan menyebabkan diplopia
dan strabismus karena dominasi kekuatan dari nervus okulomotor yang
menginervasi m.rektus medial. Bola mata akan bergerak ke medial sehingga
untuk menghindari diplopia maka pasien akan berusaha untuk memutar
kepalanya supaya kedua mata dapat melihat sempurna Penyebabnya yaitu
karena tumor,aneurisma atau fraktur , infark, demyelinating, infeksi, penyakit
pada sinus cavernosus dan neuropati. Tapi penyebab yang tersering adalah
diabetik neuropati (Danchaivijitr, 2004).
Penyebab yang lain adalah Wernicke-Korsakoff Syndrome yang
disebabkan oleh defisiensi thiamine karena alkoholisme menyebabkan
nistagmus dan parese m. rektus lateral serta Tolosa - Hunt Syndrome dimana
penyakit ini adalah penyakit idiopatik granulomatous yang menyebabkan nyeri
pada nervus okulomotor dan nervus abdusen (Danchaivijitr, 2004).
D. Gajala Klinis dari gangguan Nervus VI
1. Posisi bola mata di sisi yang lumpuh berada di medial karena gangguan pada
otot rektus lateralis (eksternus).
2. Esotropia
3. Penglihatan diplopia horizontal
4. Posisi kepala cenderung miring ke otot yang lumpuh bertujuan mengimbangi
diplopia (Gallman, 2013).
III. Penutup
Kesimpulan
Nervus abdusen (N.VI) berperan dalam inervasi M. Rectus lateralis oculi yang
berfungsi menggerakkan bola mata ke arah samping. Jika terjadi gangguan
pada nervus abdusen maka bola mata tidak akan dapat bergerak ke temporal.
DAFTAR PUSTAKA

Cibis GW, Abdel Latief AA, Bron AJ, Chalam KV, Tripathy BJ et al.
BCSC.Fundamental and principles of opthalmology. Section 2. San Francisco,
USA : AAO, 2008 ; 96-125

Dachaivijitr (2004). Diplopia. Available in http: //jnnp.bmj.com/egi/Diplopia and eye


movement/75/iv24.

EA Gallman (2013). Medical Neuroscience. Eye movement answer (PDF)

Ehrenhaus P (2016). Abducens nerve palsy. E-medicine medscape. Article overview.

Lippincott William, Wilkins (2011). Wolters Kluwer Health. Philadelphia, United


States.

Newman SA, Arnold AC, Friedman DI, Kline LB, Rizzo III JF. BCSC : Neuro-
opthalmology. Section 5. San Francisco, USA : AAO, 2008; 23-28.

W. G. Hale, V. A. Saunders, J. P. Margham.2005. abducens nerve." Collins


Dictionary of Biology, 3rd ed.

You might also like