You are on page 1of 13

ANALISIS LINGKUNGAN EKSTERNAL MAKRO, FIVE FORCE COMPETITION,

STRATEGIC GROUP MAPPING, dan DRIVING FORCES INDUSTRI MASKAPAI JASA


PENERBANGAN
Disusun Untuk memenuhi tugas Manajemen Strategik

Nama: Siti Afiatul Rochimah (31401405701)

FAKULTAS EKONOMI/AKUNTANSI

UNIVERSITAS ISLAM SULTAN AGUNG SEMRANG

TAHUN 2017
1. Analisis Lingkungan Makro
a. GENERAL ECONOMIC CONDITIONS

Kondisi Ekonomi 2016

Perekonomian global masih diwarnai adanya ketidakpastian pada tahun 2016. Beberapa risiko
muncul dari lingkungan ekonomi makro seperti Brexit, Fed rate, perubahan politik, maupun fluktuasi
harga komoditas dan nilai mata uang asing. Perlambatan pertumbuhan ekonomi di berbagai negara
telah membuat otoritas moneter di negara-negara maju mengeluarkan kebijakan yang terkait dengan
suku bunga acuan untuk menggerakkan perekonomian. Pertumbuhan ekonomi di negara-negara maju
pada tahun 2016 berada di bawah ekspektasi. Pertumbuhan ekonomi Amerika Serikat hanya tercapai
sebesar 1,6% lebih rendah dibandingkan dengan pertumbuhan ekonomi tahun sebelumnya. Demikian
juga dengan pertumbuhan ekonomi Tiongkok yang hanya terealisasi sebesar 6,7% atau menjadi yang
terendah dalam 25 tahun terakhir. Selain penurunan ekonomi, Tiongkok juga memiliki kebijakan energi
bersih yang mengurangi ketergantungan Tiongkok terhadap batubara sejak tahun 2014 lalu. Di tengah
kondisi tersebut, Indonesia berhasil membukukan pertumbuhan ekonomi yang positif. Sepanjang tahun
2016, pertumbuhan ekonomi Indonesia tercatat sebesar 5,02% lebih tinggi dibandingkan pertumbuhan
ekonomi tahun sebelumnya yang sebesar 4,79%. Pencapaian ini diperoleh sebagai hasil dari usaha
pemerintah dalam menjaga stabilitas ekonomi. Di tengah fluktuasi nilai mata uang dunia, Rupiah di 2016
dapat dipertahankan di level 13.300/$ bahkan sedikit terapresiasi 0,6%. Tingkat inflasi menjadi yang
terendah dalam satu dekade terakhir; tercatat 3,02% selama 2016. Tingkat suku bunga BI pun
diturunkan dari 7.5% menjadi 6,5%. Faktor domestic lainnya yakni realisasi belanja pemerintah (APBN)
yang berhasil ditekan 89,3% di bawah target. Pemerintah Indonesia dengan era kepemimpinan baru,
fokus pada percepatan kinerja dan pembangunan infrastruktur untuk membangun competitive
advantage Indonesia dalam hal logistik. Indonesia berupaya untuk menjadikan kawasan industri sebagai
solusi logistik yang efisien. Dalam rangka mendukung pembangunan infrastruktur logistik, pemerintah
telah berhasil meluncurkan program tax amnesty pada pertengahan 2016.

b. LITIGIMATION AND REGULATIONS

Dampak regulasi tarif bagi maskapai dan penumpang

Kementerian Perhubungan menaikkan batas bawah tarif tiket penerbangan Desember lalu. Kebijakan ini
diklaim perlu untuk menjaga tingkat keselamatan penerbangan. Menteri Perhubungan Ignasius Jonan
berpendapat bahwa maskapai yang menjual tiket terlalu murah berpotensi mengabaikan aspek
keselamatan penerbangan. Komisi Pengawas Persaingan Usaha (KPPU) mengkritisi kebijakan tersebut
sejak November. Ketua KPPU Nawir Messi mengatakan bahwa menyerahkan mekanisme pengawasan
keselamatan pada mekanisme tarif itu naif dan tidak tepat. Tarif bukan indikator dari tingkat keamanan
dan keselamatan di industri penerbangan. Setiap maskapai-baik yang menawarkan tiket murah maupun
premium-harus menaati standar operasional dan keselamatan yang sama.

Perhitungan batas atas


Sebelum menerapkan batas bawah, Kementerian Perhubungan sudah lebih dahulu
memberlakukan batas atas atau tarif maksimum untuk tiket penerbangan domestik kelas
ekonomi. Batas atas tarif ini diterapkan berbeda berdasarkan jenis maskapai.

Menurut UU No. 1 tahun 2009, maskapai komersial berjadwal di Indonesia dibagi menjadi tiga
jenis berdasarkan standar layanan kepada penumpang: full-service, medium, dan no-frills/low-
cost.

Maskapai full-service atau premium adalah maskapai yang menawarkan standar maksimum
pelayanan. Maskapai medium menawarkan standar pelayanan menengah, sedangkan low-cost
atau maskapai berbiaya rendah menawarkan standar minimum. Untuk bisa dikategorikan
premium, maskapai harus memberikan fasilitas bagasi 20 kg, juga layanan makanan dan
minuman kepada penumpang.

Garuda Indonesia dan Batik Air dikategorikan sebagai maskapai premium. Aviastar, Kalstar,
Sriwijaya, Transnusa, Trigana, Xpress Air, dan Nam Air termasuk kategori menengah. Citilink,
AirAsia Indonesia, Lion Air, Wings Air, dan Susi Air termasuk maskapai berbiaya rendah.

Batas atas tarif untuk maskapai premium, menengah, dan berbiaya rendah ini masing-masing
adalah 100%, 90%, dan 85% dari tarif yang tercantum dalam Peraturan Menteri.

Kemudian tanggal 30 September 2014, Kementrian Perhubungan, yang saat itu masih dipimpin
oleh E.E. Mangindaan, memberlakukan pula batas bawah tiket penerbangan. Melalui Peraturan
Menteri No. 51, batas bawah ditetapkan 50% dari batas atas yang sudah ditentukan sebelumnya.

Disebutkan dalam peraturan tersebut, bila maskapai ingin menawarkan tarif lebih rendah dari
50% batas atas, wajib memperoleh persetujuan Direktur Jenderal Perhubungan Udara.

Tanggal 19 November 2014, persentase batas bawah ini direvisi menjadi 30% oleh Jonan.

Tanggal 30 Desember 2014, selang dua hari dari setelah kecelakaan AirAsia QZ8501, batas
bawah direvisi lagi menjadi 40%. Baru di sini persoalan batas tarif memperoleh perhatian banyak
orang.

Berdasarkan regulasi ini, ruang gerak tarif maskapai akan selalu terpatok pada batas atas yang
ditentukan di peraturan menteri. Bagaimana batas atas dihitung? Berdasarkan uraian Pasal 14
PM No. 51, batas atas dihitung dari biaya operasional penerbangan ditambah dengan margin
keuntungan 10% dinyatakan per penumpang per unit jarak.

Rute dengan jarak 751 sampai 900 km, misalnya, memiliki batas atas Rp. 1,706 per penumpang-
km.

Maka, rute JakartaSurabaya (778 km), salah satu rute tersibuk di Indonesia, akan memiliki
rentang tarif tiket Rp. 530,800Rp. 1,327,000 untuk penerbangan premium dan Rp. 451,180
Rp. 1,127,950 untuk penerbangan berbiaya rendah.
Siapa yang dirugikan?

KPPU dan Yayasan Lembaga Konsumen Indonesia (YLKI) berpendapat penerapan batas bawah
ini merugikan konsumen dan maskapai tertentu.

Melihat unit biaya dan tarif yang ditawarkan masing-masing perusahaan, maskapai berbiaya
rendah berpotensi terkena dampak lebih besar daripada maskapai premium.

Unit biaya dua jenis maskapai ini jauh berbeda. Unit biaya AirAsia Indonesia contohnya,
berdasarkan laporan keuangan 2013, adalah Rp. 490 per penumpang-km, sedangkan Garuda
Indonesia Rp. 946 per penumpang-km.

Tarif tiket yang ditawarkan tentunya juga berbeda. Pada rute JakartaSurabaya, tiket AirAsia
terendah untuk Februari 2015 yang dibeli satu bulan sebelum keberangkatan adalah sekitar Rp.
382,000, sedangkan Garuda Indonesia sekitar Rp. 696.000.

Perbandingan batas bawah dan atas tarif tiket rute Jakarta-Surabaya

Low-cost Full-service

Batas bawah tarif Rp. 451,180 Rp. 530,800

Batas atas tarif Rp. 1,127,950 Rp. 1,327,000

Perbandingan maskapai premium dan maskapai biaya rendah rute Jakarta-Surabaya

AirAsia
Garuda Indonesia
Indonesia

Unit biaya per penumpang-km Rp. 490 Rp. 946


(2013)
Tarif tiket terendah Februari 2015 Rp. 382,000 Rp. 696,000

Layanan Bagasi 15 kg Bagasi 20 kg, makanan/minuman,


hiburan

Jika regulasi ini benar berlaku, AirAsia harus menaikkan tarifnya yang kurang dari batas bawah.
Garuda tidak, tarif tiketnya berada di antara batas bawah dan atas.

Konsumen AirAsia pun harus membayar lebih mahal, dari Rp. 382,000 menjadi Rp. 451,180.
Maka KPPU dan YLKI benar, batas bawah merugikan konsumen, dan dampaknya akan
signifikan mengingat pasar domestik Indonesia adalah pasar yang sensitif terhadap harga. Jumlah
penumpang yang biasa bepergian dengan maskapai berbiaya rendah berpotensi berkurang.

Berdasarkan data tahun 2013, 45.4 juta dari total 75.7 juta penumpang domestik Indonesia
dilayani oleh maskapai berbiaya rendah.

Fleksibilitas tarif

Penetapan batas bawah suatu barang atau jasa, di atas harga pasar, cenderung menyebabkan
terjadinya kelebihan penawaran akan ada konsumen yang tidak lagi mampu membeli barang
atau jasa tersebut.

Penetapan batas bawah suatu barang atau jasa cenderung menyebabkan terjadinya
kelebihan penawaran akan ada konsumen yang tidak lagi mampu membeli

Industri penerbangan di Indonesia saat ini sudah mengalami kelebihan kapasitas, disebabkan
oleh pertumbuhan penumpang yang menurun.

Berdasarkan data Dirjen Perhubungan Udara, jumlah penumpang domestik hanya tumbuh 7% di
2013, lebih rendah dari tahun 2011 dan 2012 yang tumbuh 16% dan 19%.

Selama ini untuk menyesuaikan kapasitas dan permintaan, strategi utama maskapai adalah
fleksibilitas tarif.

Tarif tinggi bisa ditawarkan pada saat permintaan mendekati kapasitas penuh pesawat,
sedangkan tarif rendah ditawarkan pada saat permintaan sedikit. Maskapai memiliki insentif
untuk menjual tiket dengan sangat murah daripada membiarkan kursi kosong tidak terisi.

Dengan adanya batas tarif, fleksibilitas ini terganggu. Akan berakibat pada menurunnya
persentase kursi yang terisi penumpang (load factor), sehingga mengurangi efisiensi penggunaan
pesawat.

Murni demi keselamatan?

Kebijakan batas bawah diklaim akan membantu meningkatkan margin keuntungan sehingga
maskapai bisa menjaga keselamatan penerbangan.

Namun maskapai, terutama maskapai berbiaya rendah, justru berpotensi memperoleh pendapatan
yang lebih sedikit bila kebijakan ini benar diterapkan.

Regulasi tarif mengganggu kemampuan maskapai untuk menyesuaikan kapasitas kursi dengan
permintaan. Konsumen juga dirugikan dengan tarif tiket yang akan meningkat.

Pada akhirnya, regulasi ini hanya akan memberatkan industri penerbangan di Indonesia.
Batari Saraswati adalah peneliti di Tokyo Institute of Technology. Bidang penelitiannya
mencakup manajemen dan perencanaan transportasi udara.

Sesuai Peraturan Menteri Perhubungan Nomor PM 18 Tahun 2015, Kementerian Perhubungan


mewajibkan badan usaha angkutan udara niaga untuk menyampaikan laporan kinerja
keuangannya yang telah diaudit setiap tahun. Hingga 4 Mei 2016, dari 61 maskapai yang wajib
menyampaikan laporan kinerja keuangan tahun 2015, 45 diantaranya telah menyampaikan
laporan tersebut.

45 maskapai itu terdiri dari 14 maskapai dengan penerbangan berjadwal dan 31 maskapai
dengan penerbangan tidak berjadwal, ujar Direktur Jenderal Perhubungan Udara Suprasetyo
dalam acara jumpa pers di Kantor Kementerian Perhubungan Jakarta, Selasa (10/5).

Berdasarkan laporan kinerja keuangan yang disampaikan tersebut, tercatat ada 41 maskapai yang
memiliki laporan keuangan dengan ekuitas yang positif. 12 diantaranya merupakan maskapai
berjadwal dan 29 lainnya maskapai tidak berjadwal. Sementara dari empat maskapai yang
memiliki kinerja keuangan dengan ekuitas negatif, dua diantaranya adalah maskapai berjadwal
dan dua lainnya tidak berjadwal, terang Suprasetyo.

Terhadap maskapai dengan ekuitas negatif, Suprasetyo mengatakan pihaknya akan meminta
maskapai yang bersangkutan untuk segera menambah modal. Kami juga sarankan, maskapai
yang ekuitasnya negatif dapat merger dengan rekan bisnis lain untuk menguatkan kondisi
finansialnya, ujarnya.

Sementara itu, terdapat 16 maskapai yang hingga kini belum menyampaikan laporan
keuangannya. Namun 12 diantaranya telah mengajukan permohonan perpanjangan waktu
penyampaian laporan karena masih dalam proses audit oleh kantor akuntan publik.

Terhadap maskapai yang tidak atau belum menyampaikan laporan, terdapat sanksi administratif
sebagaimana diatur dalam Peraturan Direktur Jenderal Perhubungan Udara Nomor KP. 321
Tahun 2015 Tentang Pedoman Teknis Laporan Keuangan Dan Evaluasi Kinerja Keuangan
Badan Usaha Angkutan Udara Niaga. Sanksi tersebut akan dikenakan sesuai dengan tahapan
waktu keterlambatan.

Bila belum menyampaikan laporan hingga 30 April, maka nama maskapai tersebut akan
diumumkan kepada publik melalui situs resmi Kemenhub. Terlambat hingga melewati 31 Mei,
maka akan diberikan surat peringatan pertama dan dikenakan denda aministratif. Setelah 30 Juni,
maka akan diberikan surat peringatan kedua dan dilaporkan ke Pusat Pelaporan dan Analisis
Transaksi Keuangan (PPATK). Setelah 31 Juli, diberikan surat peringatan ketiga. Terlambat
hingga 31 Agustus maka izin usaha maskapai akan dibekukan. Melewati 30 September, izin
usaha yang bersangkutan akan dicabut, tegas Suprasetyo.

c. Population demographic
Jumlah penduduk yang mencapai kurang lebih 240 Juta jiwa, serta laju pertumbuhan penduduk sebesar
1,49 persen per tahun (Data BPS, 2014), menjadikan Indonesia pasar yang potensial bagi dunia usaha.
Untuk industri penerbangan,kondisi tersebut menjadikan volume penumpang terangkut juga turut
meningkat secara luarbiasa. Jumlah penumpang terangkut di Indonesia pada tahun 2013 telah mencapai
85,1 juta penumpang dan terus bertambah hingga mendekati angka 90 juta di tahun 2014. Hal tersebut
secara tidak langsung membawa dampak pada persaingan antar maskapai yang kian marak dalam usaha
meningkatkan pangsa pasar. Bagaimana sebenarnya kompetisi yang terjadi dalam industri penerbangan
di Tanah Air?

Penduduk Indonesia

Dengan jumlah total populasi sekitar 255 juta penduduk, Indonesia adalah negara berpenduduk
terpadat nomor empat di dunia. Komposisi etnis di Indonesia amat bervariasi karena negeri ini
memiliki ratusan ragam suku dan budaya. Meskipun demikian, lebih dari separuh jumlah
penduduk Indonesia didominasi oleh dua suku terbesar. Bagian ini membahas struktur dan
cirikhas penduduk Indonesia.

Dua suku terbesar ini adalah Jawa (41 persen dari total populasi) dan suku Sunda (15 persen dari
total populasi). Kedua suku ini berasal dari pulau Jawa, pulau dengan penduduk terbanyak di
Indonesia yang mencakup sekitar enam puluh persen dari total populasi Indonesia. Jika
digabungkan dengan pulau Sumatra, jumlahnya menjadi 80 persen total populasi. Ini adalah
indikasi bahwa konsentrasi populasi terpenting berada di wilayah barat Indonesia. Propinsi
paling padat adalah Jawa Barat (lebih dari 43 juta penduduk), sementara populasi paling lengang
adalah propinsi Papua Barat di wilayah Indonesia Timur (dengan populasi hanya sekitar 761,000
jiwa).

Motto nasional Indonesia 'Bhinneka Tunggal Ika' (yang artinya berbeda-beda tetapi tetap satu
dalam bahasa Jawa Kuno) mencerminkan keanekaan varietas etnis, budaya dan bahasa yang
dapat ditemukan dalam batas-batas negara yang merupakan negara kepulauan terbesar di dunia
ini. Memang, kalau kita membayangkan seorang Papua yang menganut animisme bertemu
dengan seorang Muslim dari Aceh ada lebih banyak perbedaan - dalam hal agama, pakaian, gaya
hidup, tradisi, bahasa - antara kedua orang ini daripada ada kesamaan.

Peta Indonesia
Komposisi budaya yang beragam di Indonesia ini merupakan hasil dari proses penjajahan yang
panjang oleh negara Belanda. Dalam rentang waktu sekitar tiga abad negara kecil yang
terletaknya di Eropa itu berhasil (secara bertahap) untuk memperluas kekuasaan politiknya di
Nusantara - menaklukkan berbagai kerajaan pribumi - sampai perbatasannya mirip dengan
perbatasan masa kini.

Di satu sisi keragaman budaya adalah berkah bagi perekonomian terbesar di Asia Tenggara ini.
Setiap budaya menawarkan sesuatu yang menarik dan ini adalah sebabnya jutaan wisatawan
asing berkunjung ke Indonesia setiap tahun (maka sektor pariwisata merupakan penghasil devisa
yang penting). Misalnya, peninggalan budaya seperti candi Borobudur dan candi Prambanan di
Jawa Tengah dan Yogyakarta atau budaya kontemporer seperti agama Hindu di pulau Bali
adalah alasan untuk bagi mereka untuk memesan tiket pesawat ke Indonesia.

Namun, adanya keanekaan keyakinan, agama, tradisi, etnis dan budaya juga berarti negara ini
mengalami kesulitan dalam hal pemerintahan. Bahkan, dalam berbagai kesempatan telah ada
bentrokan antara kelompok yang berakar pada perbedaan etnis atau agama. Peristiwa seperti ini
'merusak' motto nasional Indonesia Bhinneka Tunggal Ika itu.

Sayangnya, ada juga ketimpangan yang lumayan tinggi di Indonesia dan hal ini telah
menyebabkan sentimen negatif di antara sebagian penduduk Indonesia. Misalnya, ketimpangan
distribusi pendapatan (tercermin dari tingginya - dan meningkatnya - rasio Gini). Apalagi di
antara penduduk yang tinggal di luar pulau Jawa kadang-kadang ada keluhan terhadap posisi
dominan pulau Jawa dalam hal politik dan ekonomi (khususnya Jakarta). Emosi-emosi seperti ini
menjadi alasan mengapa pemerintah Indonesia terpaksa mengantar negaranya ke era
desentralisasi dalam periode pasca-Suharto.

d. Social values and lifestyles

Teknologi mengubah banyak hal, termasuk kebiasaan orang saat traveling.


Dulu orang mencari referensi tempat wisata hanya berdasar cerita mulut ke mulut, sekarang sosial
media yang berperan besar. Bahkan sampai ada istilah destinasi wisata instagram-able, sebutan yang
merujuk pada bagusnya destinasi tersebut jika difoto dan diunggah ke Instagram. Instagram-able
tidaknya suatu destinasi kerap jadi patokan ramai tidaknya tempat itu, utamanya bagi kalangan
millenials.

Dulu juga kita harus mengantrI berdesakan untuk membeli tiket peswat, sekarang kita tinggal pesan
secara online. Kita juga tak perlu bingung memilih hotel tempat menginap saat berwisata, sekarang kita
tinggal mengintip review hotel yang bertebaran di dunia maya.

Teknologi mengubah banyak hal, termasuk dunia traveling.

Tren di dunia traveling memang sangat dinamis, akan terus berubah. Bicara tentang tren traveling di
Indonesia, saya berbincang dengan Marcella Einsteins CEO Indonesia Flight via email. Ia yang malang
melintang di industri travel Indonesia sejak lebih dari 5 tahun lalu memberi prediksinya tentang tren
traveling di Indonesia pada tahun 2017 ini:

Terjadinya pergeseran tren traveling

Traveling sudah menjadi gaya hidup.

Pergeseran tren traveling cukup dirasakan di 3 tahun belakangan. Di era milenial ini, traveling sudah
menjadi gaya hidup dan bahkan kebutuhan primer bagi sebagian orang,- Marcella.

Menurut Marcella ada beberapa faktor yang mempengaruhi hal tersebut, yaitu teknologi yang semakin
maju, mudahnya akses internet, maraknya aplikasi booking (bukan hanya tiket pesawat namun hampir
semua produk travel), serta informasi detail tentang destinasi di sosial media. Harga tiket pesawat yang
makin murah dengan kehadiran pesawat LCC (Low Cost Carrier) lengkap dengan diskon yang diberikan
oleh para penggiat Online Travel Agent (aplikasi maupun website) juga merupakan faktor penting
terjadinya pergeseran tren traveling di tahun 2017 ini.

Tren luxury travel meningkat

Luxury travel akan mengganti tren backpacking. CC Flickr 2.0 Simon Plelow

Saya sempat berbincang denganHead Issuing credit card bank di Indonesia, menurutnya pembelian
terhadap barang-barang mewah (tas, jam tangan, elektronik) menurun dibandingkan tahun-tahun
sebelumnya. Hal itu diiringi pergeseran gaya hidup menengah ke atas yang lebih suka menghabiskan
sebagian penghasilannya untuk menyenangkan diri setelah penatnya sehari-hari bekerja dengan
melakukan traveling ke tempat-tempat yang mereka belum pernah kunjungi sebelumnya. Marcella.

Prediksi Marcella, backpacking style memang sempat hits 2 tahun belakangan, namun mulai bergeser
dengan gaya business travel ataupun luxury travel yang didominasi oleh kaum hawa.

Destinasi domestik masih jadi favorit

Domestik masih jadi favorit.

Destinasi domestik ini didominasi bagi mereka yang bepergian dengan keluarga maupun berpasangan.

Jakarta, Bali, Surabaya, Makasar dan Medan masih jadi favorit, Marcella.

Ia juga mengamati, destinasi wisata anti main-stream masih akan digandrungi pada tahun 2017.
Tempat-tempat yang tadinya tidak terjamah manusia, menjadi tempat wisata menarik karena kekuatan
publikasi sosial media. Destinasi wisata yang instragammable juga akan mendominasi di tahun 2017 ini,
khususnya bagi mereka yang gemar foto.

Sementara untuk masalah transportasi menuju destinasi domestik, Marcella memprediksi tidak akan
ada penambahan rute pesawat dengan origin Jakarta mengingat tidak ada slot kosong lagi di Halim
maupun Soetta, sehingga bandara di Surabaya dan wilayah timur Indonesia-lah yang akan
dikembangkan.

Seiring dengan perkembangan infrastruktur yang semakin pesat di wilayah Timur dan komitmen
Presiden Joko Widodo untuk memajukan pariwisata di Indonesia membuat saya optimis bahwa
Indonesia mampu meraih capaian positif di tengah lesunya ekonomi dunia dan pariwisata ini bisa
menjadi kekuatan Indonesia dalam pentas dunia.

Sementara jika bicara destinasi internasional, menurut Marcella, negara di kawasan Asean, Australia,
dan Jepang masih menjadi idola beberapa traveler Indonesia, namun tidak sedikit juga yang menjadikan
Eropa sebagai target wisata di tahun ini.

Marcella menjelaskan bahwa dalam bisnis penjualan tiket pesawat, kondisi low season (penjualan lesu)
akan lebih banyak ketimbang peak season (waktunya meraup penghasilan). Untuk itu, pebisnis travel
harus jeli dan pintar dalam memanfaatkan waktu serta tren yang sedang in.

Dengan banyaknya long weekend di tahun 2017, penjualan tiket pesawat memang akan ikut kecipratan
naik
e. Technology

Teknologi yang digunakan dalam industry maskapai jasa penerbangan

2. Five force competition


a. Competitive rivalry

Faktor yang mempengaruhi persaingan adalah pertumbuhan industry. Saat ini banyak maskapai yang
menyediakan jasa penerbangan di Indonesia, sehingga jumlah pesaingnya banyak. Dengan banyaknya
competitor, akan memperketat persaingan. Pt Garuda Indonesia bukukan laba bersih sepanjang 2016
sebesar 9,36 juta dolar AS (Rp 124,78 miliar), turun 89 persen debandingkan pencapaian 2015 senilai
76,48 juta dolar AS. Penurunan laba bersih ini disebabkan pembukaan rute penerbangan baru dan
persaingan harga tiket antar maskapai. Selain itu, tren industry penerbangan di Asia Pasifik mengalami
ekanan pada lima tahun terakhir. Perlambatan ekonomi juga mempengaruhi daya beli masyarakat.

b. Threats of new entances

Sejak diberlakukannya deregulasi aturan penerbangan niaga Republik Indonesia, banyak maskapai
penerbangan murah yang masuk ke Indonesia. Hal ini menyebabkan tingginya persaingan antara
maskapai penerbangan dan persaingan yang terus berlanjut. Untuk dapat mempertahankan harga yang
sama dengan pesaing, sebuah perusahaan harus dapat mengurangi pengeluaran. Namun, tidak semua
maskapai penerbangan dapat bertahan di pasar.

Persyaratan modal yang tinggi dan besarnya investasi yang diperlukan menceegah banyaknya
pendatang baru untuk dapat masuk ke dalam industry penerbangan. Kalaupun pendatang baru memiliki
modal, pemerintah Indonesia menyatakan akan menjamin perlindungan maksimal kepada maskapai
nasional.

Perlindungan yang diberikan pemerintah adalah maskapai asing hanya diizinkan menerbangi rute
regional dari menuju lima bandara yang disiapkan pemerintah dari luar negeri secara searah (point-o-
point) ke bendara asal mereka. Yaitu bandara Soekarno-Hatta Jakarta, Bandara Polonia Medan, Bandara
Ngurah Rai Denpasar, Bandara Juanda Surabaya, dan Bandara Hasanudin Makassar. Maskapai luar
negeri tidakk akan diberikan izin untuk menerbangi rute domestic.

Namun, potensi pendatang baru dari operator Full Servie Carrier juga dapat menjadi ancaman untuk
operator Low Service Carier di masa depan dan untuk jangka panjang. Akan tetapi untuk saat ini,
maskapai penerbangan Full Service Carrier di Indonesia hanya dipegang oleh PT. Garuda Indonesia Dan
Citilink adalah Strategic Business Unit dari PT. Garuda Indonesia.

c. Threat of substitutes
Ancaman produk pengganti pada industry penerbangan adalah moda angkutan darat dan laut. Tidak
semua orang dapat menggunakan transportasi udara karena harga tiket pesawat yang masih relative
mahal dan mewah. Namun sejak masukya Low Cost Carrier ke Indonesia, tiket pesawat menjadi sangat
murah. Berpindahnya pengguna moda angkutan darat dan laut disebabkan karena harga tiket pesawat
yang semakin murah atau selisih harga yang terlalu dekat. Selain itu, dengan menggunakan transportasi
udara, penumpang dapat menghemat waktu mengingat infrastruktur kereta apai dan jalan raya yang
masih buruk di Indonesia.

d. Bargaining power of suppliers

Daya tawar pemasok tinggi karena industry penerbangan di Imdonesia, terutama pada rute Jakarta-
Medan dan Jakarta-Surabaya dimonopoli oleh Boing dan Airbus. Hamper semua proses membeli atau
menyewa pesawat hanya dilakukan melalui perusahaan ini. Selain itu, operator penerbangan murah
juga sangat bergantung kepada bahan bakar minyak. Sedikit kenaikan harga saja sudah member dampak
yang signifikan terhadap harga tiket pesawat.

e. Bargaining power of customer

Dari sudut pandang Low Cost Carrier, volume pembeli sangat penting karena operator penerbangan
murah mengandalkan keuntungan lewat kapasitas kusi yang erisi pada setiap penerbangan (Passanger
Load Factor). Selain itu, karena banyaknya maskapai penerbangan murah uyang masuk ke Indonesia
sejak diberlakukannya deregulasi, pembeli menjadi memiliki banyak pilihan.

Tumbuhnya pengguna internet di Indonesia menyebabkan biaya beralih (switching cost) ke operator lain
rendah karena calon penumpang memliki akses terhadap informasi harga tiket.teknologi yang sudah
berkembang pesat memungkinkan calon penumpang dapat membandingkan harga tiket secara real-
time tanpa harus membandingkan harga lewat agen travel yang terkadang dapat menjadi bias.

3. Strategic group mapping

Rute Penerbangan

Jumlah Armada
4. Driving forces

Driving force dari indusri maskapai penerbangan adalah

a. Teknologi
b. Globalisasi
c.

You might also like