You are on page 1of 17

AGRARIA

Hak Milik

PENGERTIAN HAK MILIK

Hak milik diatur dalam Pasal 20 27 Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1960 tentang Peraturan
Dasar Pokok-Pokok Agraria (selanjutnya disebut UUPA). Pengertian hak milik menurut
ketentuan Pasal 20 ayat (1) UUPA adalah adalah hak yang turun temurun, terkuat dan terpenuh
yang dapat dipunyai orang atas tanah dengan mengingat ketentuan Pasal 6 UUPA. Hak yang
terkuat dan terpenuh yang dimaksud dalam pengertian tersebut bukan berarti hak milik
merupakan hak yang bersifat mutlak, tidak terbatas dan tidak dapat diganggu gugat,
sebagaimana dimaksud dalam hak eigendom, melainkan untuk menunjukkan bahwa di
antara hak-hak atas tanah, hak milik merupakan hak yang paling kuat dan paling penuh.
Hak milik dikatakan merupakan hak yang turun temurun karena hak milik dapat diwariskan
oleh pemegang hak kepada ahli warisnya. Hak milik sebagai hak yang terkuat berarti hak
tersebut tidak mudah hapus dan mudah dipertahankan terhadap gangguan dari pihak
lain.1 Terpenuh berarti hak milik memberikan wewenang yang paling luas dibandingkan
dengan hak-hak yang lain. Ini berarti hak milik dapat menjadi induk dari hak-hak lainnya,
misalnya pemegang hak milik dapat menyewakannya kepada orang lain. Selama tidak dibatasi
oleh penguasa, maka wewenang dari seorang pemegang hak milik tidak terbatas.2 Selain
bersifat turun temurun, terkuat dan terpenuh, hak milik juga dapat beralih dan dialihkan kepada
pihak lain.

SUBYEK HAK MILIK

Pasal 21 ayat (1) UUPA menentukan bahwa hanya warganegara Indonesia yang dapat
mempunyai hak milik. Namun ayat (2) ketentuan tersebut membuka peluang bagi badan hukum
tertentu untuk mempunyai hak milik. Beberapa badan hukum yang dapat mempunyai hak milik
adalah bank pemerintah atau badan keagamaan dan badan sosial, sebagaimana ditentukan
dalam Pasal 8 ayat (1) huruf b Peraturan Menteri Agraria/Kepala Badan Pertanahan Nasional
Nomor 9 Tahun 1999 tentang Tata Cara Pemberian dan Pembatalan Hak atas Tanah Negara
dan Hak Pengelolaan.
Hak milik tidak dapat dipunyai oleh warganegara asing maupun orang yang memiliki
kewargangeraan ganda (warganegara Indonesia sekaligus warganegara asing). Bagi
warganegara asing atau orang yang berkewarganegaraan ganda yang memperoleh hak milik
karena pewarisan tanpa wasiat atau percampuran harta karena perkawinan wajib untuk
melepaskan hak tersebut paling lama satu tahun setelah memperoleh hak milik. Apabila jangka
waktu tersebut berakhir dan hak milik tidak dilepaskan, maka hak milik menjadi hapus karena
hukum dan tanahnya jatuh kepada negara dengan tetap memperhatikan hak-hak pihak lain yang
membebani tanah tersebut.

TERJADINYA HAK MILIK

Terjadinya hak milik dapat disebabkan karena (Pasal 22 UUPA):

1. Hukum adat, misalnya melalui pembukaan tanah.


2. Penetapan pemerintah, yaitu melalui permohonan yang diajukan kepada instansi yang
mengurus tanah.
3. Ketentuan undang-undang, yaitu atas dasar ketentuan konversi.3

BERALIHNYA HAK MILIK

Hak milik dapat dialihkan kepada pihak lain dengan cara jual beli, hibah, tukar-menukar,
pemberian dengan wasiat dan perbuatan-perbuatan lain yang dimaksudkan untuk
memindahkan hak milik.4 Perlu diperhatikan bahwa hak milik tidak dapat dialihkan kepada
orang asing atau badan hukum karena orang asing dan badan hukum tidak dapat menjadi
subyek hak milik. Sehingga peralihannya menjadi batal demi hukum dan tanahnya jatuh kepada
negara.

HAPUSNYA HAK MILIK

Menurut ketentuan Pasal 27 UUPA, hak milik hapus karena:

1. Tanahnya jatuh kepada negara:


karena pencabutan hak berdasarkan Pasal 18 UUPA;
Karena penyerahan dengan sukarela oleh pemiliknya;
Karena diterlantarkan;
Karena ketentuan Pasal 21 ayat (3) dan Pasal 26 ayat (2) UUPA.

2. Tanahnya musnah.
Selain itu hak milik juga hapus apabila terjadi pelanggaran terhadap ketentuan-ketentuan
peraturan landreform yang mengenai pembatasan maksimum dan larangan pemilikan
tanah/pertanian secara absentee.6

Hak Guna Usaha

PENGERTIAN HAK GUNA USAHA

Mengenai hak guna usaha diatur dalam Pasal 28 34 Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1960
tentang Peraturan Dasar Pokok-Pokok Agraria (selanjutnya disebut UUPA). Ketentuan-
ketentuan yang terdapat di dalam UUPA kemudian dijabarkan dalam Peraturan Pemerintah
Nomor 40 Tahun 1996 tentang Hak Guna Usaha, Hak Guna Bangunan, dan Hak Pakai atas
Tanah (selanjutnya disebut PP 40/1996). Menurut ketentuan Pasal 28 ayat (1) UUPA, hak guna
usaha adalah hak untuk mengusahakan tanah yang dikuasai langsung oleh negara dalam jangka
waktu tertentu untuk usaha pertanian, perikanan atau peternakan.

SUBYEK HAK GUNA USAHA

Pasal 30 ayat (1) UUPA menentukan bahwa yang dapat mempunyai hak guna usaha adalah:

1. Warganegara Indonesia;
2. Badan hukum yang didirikan menurut hukum Indonesia dan berkedudukan di
Indonesia.

HAK DAN KEWAJIBAN PEMEGANG HAK GUNA USAHA

Pemegang hak guna usaha berhak untuk menguasai dan menggunakan tanah yang dipunyainya
untuk melaksanakan usaha di bidang pertanian, perkebunan, perikanan dan atau peternakan.
Untuk mendukung usahanya tersebut, maka pemegang hak guna usaha berhak untuk
menguasai dan menggunakan sumber air dan sumber daya alam lainnya yang terdapat di atas
tanah tersebut dengan memperhatikan ketentuan yang berlaku dan kepentingan masyarakat
sekitar.

Pemegang hak guna usaha berkewajiban untuk:

1. Membayar uang pemasukan kepada negara;


2. Melaksanakan usaha pertanian, perkebunan, perikanan dan atau peternakan sesuai
dengan peruntukan dan syarat yang ditetapkan dalam keputusan pemberian haknya;
3. Mengusahakan sendiri tanah tersebut dengan baik sesuai dengan kelayakan usaha yang
ditetapkan oleh instansi teknis;
4. Membangun dan memelihara prasarana lingkungan dan fasilitas tanah yang ada di
lingkungan areal tanah tersebut;
5. Memelihara kesuburan tanah, mencegah kerusakan sumber daya alam dan menjaga
kelestarian kemampuan lingkungan hidup sesuai dengan ketentuan yang berlaku;
6. Menyampaikan laporan tertulis setiap akhir tahun mengenai penggunaan tanah
tersebut;
7. Menyerahkan kembali tanah tersebut kepada negara setelah hak guna usahanya hapus;
8. Menyerahkan sertifikat hak guna usaha yang telah hapus kepada Kepala Kantor
Pertanahan;

Selain kewajiban-kewajiban tersebut, pemegang hak guna usaha juga dilarang untuk
menyerahkan pengusahaan tanah tersebut kepada pihak lain, kecuali diperbolehkan menurut
ketentuan yang berlaku. Pemegang hak yang tanahnya mengurung atau menutup pekarangan
atau bidang tanah lain dari lalu lintas umum atau jalan air juga wajib memberikan jalan keluar
atau jalan air atau kemudahan lain bagi pekarangan atau bidang tanah yang terkurung tersebut.

TERJADINYA HAK GUNA USAHA

Hak guna usaha terjadi karena penetapan pemerintah, yaitu melalui keputusan pemberian hak
oleh menteri atau pejabat yang ditunjuk. Pemberian hak guna usaha wajib didaftarkan di buku
tanah pada Kantor Pertanahan dan terjadi sejak didaftarkan. Adapun tanah yang dapat diberikan
dengan hak guna usaha adalah tanah negara. Apabila tanah tersebut berupa kawasan hutan,
maka pemberian hak guna usaha dapat dilakukan setelah tanah tersebut dikeluarkan dari status
kawasan hutan. Apabila tanah yang akan diberikan dengan hak guna usaha sudah dikuasai
dengan hak tertentu yang sesuai dengan ketentuan yang berlaku, maka pemberian hak guna
usaha dapat dilaksanakan setelah dilakukan pelepasan hak atas tanah itu. Demikian pula
apabila di atas tanah yang akan diberikan hak guna usaha terdapat tanaman atau bangunan milik
pihak lain yang sesuai dengan ketentuan yang berlaku, maka pemilik tanaman atau bangunan
tersebut berhak untuk mendapatkan ganti rugi dari pemegang hak guna usaha.

JANGKA WAKTU HAK GUNA USAHA

Hak guna usaha diberikan untuk pertama kalinya paling lama 35 tahun dan dapat diperpanjang
paling lama 25 tahun. Setelah jangka waktu dan perpanjangannya berakhir, kepada pemegang
hak dapat diberikan pembaruan hak di atas tanah yang sama (Pasal 8 PP 40/1996 juncto Pasal
29 UUPA). Adapun syarat untuk perpanjangan atau pembaruan hak guna usaha adalah sebagai
berikut:

1. Tanahnya masih diusahakan dengan baik sesuai dengan keadaan, sifat dan tujuan
pemberian hak;
2. Syarat-syarat pemberian hak dipenuhi dengan baik oleh pemegang hak;
3. Pemegang hak masih memenuhi syarat sebagai pemegang hak, yaitu merupakan
warganegara Indonesia atau badan hukum yang didirikan menurut hukum Indonesia
dan berkedudukan di Indonesia).
Permohonan perpanjangan atau pembaruan hak guna usaha wajib diajukan paling lambat dua
tahun sebelum berakhirnya hak guna usaha. Perpanjangan atau pembaruan tersebut juga wajib
dicatat dalam buku tanah pada Kantor Pertanahan.

BERALIHNYA HAK GUNA USAHA

Hak guna usaha dapat beralih atau dialihkan kepada pihak lain dengan cara:

1. Jual beli;
2. Tukar menukar;
3. Penyertaan dalam modal;
4. Hibah;
5. Pewarisan.

Peralihan hak guna usaha wajib didaftarkan pada Kantor Pertanahan. Apabila peralihan hak
guna usaha dilakukan melalui jual beli (kecuali lelang), tukar menurkar, penyertaan dalam
modal dan hibah, maka wajib dilakukan dengan akta Pejabat Pembuat Akta Tanah. Sedangkan
terhadap peralihan hak yang dilakukan melalui jual beli secara lelang wajib dibuktikan melalui
Berita Acara Lelang. Namun apabila peralihan hak guna usaha terjadi karena pewarisan, maka
harus dibuktikan dengan surat wasiat atau surat keterangan waris.

HAPUSNYA HAK GUNA USAHA

Hak guna usaha hapus karena (Pasal 34 UUPA):

1. Jangka waktunya berakhir dan tidak diperpanjang atau diperbarui;


2. Dilepaskan oleh pemegang haknya sebelum jangka waktunya berakhir;
3. Dicabut untuk kepentingan umum (berdasarkan Undang-Undang Nomor 20 Tahun
1961 tentang Pencabutan Hak-Hak Atas Tanah dan Benda-Benda yang Ada di
Atasnya);
4. Diterlantarkan;
5. Tanahnya musnah;
6. Orang atau badan hukum yang mempunyai hak guna usaha tidak lagi memenuhi syarat
sebagai pemegang hak (wajib melepaskan atau mengalihkan haknya paling lambat satu
tahun).

Terhadap tanah yang hak guna usahanya hapus karena ketentuan tersebut, maka tanahnya
menjadi tanah negara.

Hak Guna Bangunan

PENGERTIAN HAK GUNA BANGUNAN

Hak guna bangunan diatur dalam Pasal 35 40 Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1960 tentang
Peraturan Dasar Pokok-Pokok Agraria (selanjutnya disebut UUPA). Pengaturan lebih lanjut
mengenai hak guna bangunan tersebut kemudian diatur dalam Peraturan Pemerintah Nomor 40
Tahun 1996 tentang Hak Guna Usaha, Hak Guna Bangunan, dan Hak Pakai atas Tanah
(selanjutnya disebut PP 40/1996). Pasal 35 ayat (1) UUPA menerangkan pengertian hak guna
bangunan sebagai hak untuk mendirikan dan mempunyai bangunan-bangunan atas tanah yang
bukan miliknya sendiri selama jangka waktu tertentu.

SUBYEK HAK GUNA BANGUNAN

Pasal 36 ayat (1) UUPA menentukan bahwa yang dapat mempunyai hak guna bangunan adalah:

1. Warganegara Indonesia;
2. Badan hukum yang didirikan menurut hukum Indonesia dan berkedudukan di
Indonesia.

HAK DAN KEWAJIBAN PEMEGANG HAK GUNA BANGUNAN

Pasal 32 PP 40/1996 menentukan bahwa pemegang hak guna bangunan berhak untuk
menguasai dan mempergunakan tanah yang diberikan dengan hak guna bangunan selama
jangka waktu tertentu untuk mendirikan dan mempunyai bangunan untuk keperluan pribadi
atau usahanya serta untuk mengalihkan hak tersebut kepada pihak lain dan membebaninya.

Kewajiban-kewajiban pemegang hak guna bangunan menurut ketentuan Pasal 30 PP340/1996


adalah:

1. Membayar uang pemasukan yang jumlah dan cara pembayarannya ditetapkan dalam
keputusan pemberian haknya;
2. Menggunakan tanah sesuai dengan peruntukannya dan persyaratan yang ditetapkan
dalam keputusan dan perjanjian pemberian haknya;
3. Memelihara dengan baik tanah dan bangunan yang ada di atasnya serta menjaga
kelestarian lingkungan hidup;
4. Menyerahkan kembali tanah yang diberikan dengan hak guna bangunan kepada negara,
pemegang hak pengelolaan atau pemegang hak milik sesudah hak guna bangunan itu
hapus;
5. Menyerahkan sertipikat hak guna bangunan yang telah hapus kepada Kepala Kantor
Pertanahan.
Bagi pemegang hak guna bangunan yang letak tanahnya mengurung atau menutup pekarangan
atau bidang tanah lain dari lalu lintas umum atau jalan air, yang bersangkutan juga wajib untuk
memberikan jalan ke luar atau jalan air atau kemudahan lain bagi pekarangan atau bidang tanah
yang terkurung.

TERJADINYA HAK GUNA BANGUNAN

Ada tiga jenis tanah yang dapat diberikan dengan hak guna bangunan, yaitu tanah negara, tanah
hak pengelolaan dan tanah hak milik. Untuk tanah negara, hak guna bangunan diberikan
dengan keputusan pemberian hak oleh menteri atau pejabat yang ditunjuk. Untuk tanah hak
pengelolaan, hak guna bangunan diberikan dengan keputusan pemberian hak oleh menteri atau
pejabat yang ditunjuk berdasarkan usul pemegang hak pengelolaan. Sedangkan untuk tanah
hak milik, terjadinya hak guna bangunan adalah melalui pemberian oleh pemegang hak milik
dengan akta yang dibuat oleh Pejabat Pembuat Akta Tanah. Setiap pemberian hak guna
bangunan wajib didaftarkan di Kantor Pertanahan.

JANGKA WAKTU HAK GUNA BANGUNAN

Hak guna bangunan yang berasal dari tanah negara dan tanah hak pengelolaan diberikan untuk
jangka waktu paling lama tiga puluh tahun dan dapat diperpanjang untuk jangka waktu paling
lama dua puluh tahun. Setelah jangka waktu tersebut berakhir, hak guna bangunan tersebut
dapat diperbarui. Adapun syarat untuk perpanjangan dan pembaruan hak guna bangunan adalah
sebagai berikut:

1. Tanahnya masih dipergunakan dengan baik sesuai dengan keadaan, sifat dan tujuan
pemberian hak tersebut;
2. Syarat-syarat pemberian hak dipenuhi dengan baik oleh pemegang hak;
3. Pemegang hak masih memenuhi syarat sebagai pemegang hak, yaitu merupakan
warganegara Indonesia atau badan hukum yang didirikan menurut hukum Indonesia
dan berkedudukan di Indonesia.
4. Tanah tersebut masih sesuai dengan Rencana Tata Ruang Wilayah yang bersangkutan;
5. Untuk hak guna bangunan yang berasal dari tanah hak pengelolaan, diperlukan
persetujuan dari pemegang hak pengelolaan.
Permohonan perpanjangan atau pembaruan hak guna bangunan diajukan selambat-lambatnya
dua tahun sebelum jangka waktunya berakhir dan wajib dicatat dalam buku tanah pada Kantor
Pertanahan.

Untuk hak guna bangunan atas tanah hak milik, jangka waktunya adalah paling lama tiga puluh
tahun. Setelah jangka waktu tersebut berakhir, maka hak guna bangunan dapat diperbarui atas
kesepakatan antara pemegang hak guna bangunan dengan pemegang hak milik. Pembaruan
tersebut dimuat dalam akta yang dibuat oleh Pejabat Pembuat Akta Tanah dan wajib
didaftarkan.

BERALIHNYA HAK GUNA BANGUNAN

Hak guna bangunan dapat beralih atau dialihkan kepada pihak lain dengan cara:

1. Jual beli;
2. Tukar menukar;
3. Penyertaan dalam modal;
4. Hibah;
5. Pewarisan.
Peralihan hak guna bangunan wajib didaftarkan pada Kantor Pertanahan. Untuk peralihan hak
guna bangunan yang dilakukan melalui jual beli (kecuali lelang), tukar menurkar, penyertaan
dalam modal dan hibah, peralihan hak guna bangunan tersebut wajib dilakukan dengan akta
yang dibuat oleh Pejabat Pembuat Akta Tanah. Sedangkan terhadap peralihan hak guna
bangunan yang dilakukan melalui jual beli secara lelang cukup dengan Berita Acara Lelang.
Peralihan hak guna bangunan yang terjadi karena pewarisan harus dibuktikan dengan surat
wasiat atau surat keterangan waris. Perlu diperhatikan bahwa peralihan hak guna bangunan atas
tanah hak pengelolaan atau tanah hak milik harus mendapatkan persetujuan tertulis dari
pemegang hak pengelolaan atau pemegang hak milik.
HAPUSNYA HAK BANGUNAN

Berikut ini adalah penyebab hapusnya hak guna bangunan:

1. Jangka waktunya berakhir dan tidak diperpanjang atau diperbarui;


2. Dihentikan sebelum jangka waktunya berakhir oleh pejabat yang berwenang,
pemegang hak pengelolaan atau pemegang hak milik karena tidak dipenuhinya suatu
syarat:
Tidak dipenuhinya kewajiban-kewajiban memegang hak;
Tidak dipenuhinya syarat-syarat atau kewajiban-kewajiban yang disepakati
oleh pemegang hak guna bangunan dengan pemegang hak pengelolaan atau
pemegang hak milik;
Putusan pengadilan yang berkekuatan hukum tetap.
3. Dilepaskan oleh pemegang haknya sebelum jangka waktunya berakhir;
4. Dicabut untuk kepentingan umum (berdasarkan Undang-Undang Nomor 20 Tahun
1961 tentang Pencabutan Hak-Hak Atas Tanah dan Benda-Benda yang Ada di
Atasnya);
5. Diterlantarkan;
6. Tanahnya musnah;
7. Orang atau badan hukum yang mempunyai hak guna bangunan tidak lagi memenuhi
syarat sebagai pemegang hak (wajib melepaskan atau mengalihkan haknya paling
lambat satu tahun).
Hapusnya hak guna bangunan atas tanah negara mengakibatkan tanah tersebut menjadi tanah
negara. Hapusnya hak guna bangunan atas tanah hak pengelolaan mengakibatkan tanahnya
kembali ke dalam penguasaan pemegang hak pengelolaan. Hapusnya hak guna bangunan atas
tanah hak milik mengakibatkan tanah tersebut kembali ke dalam penguasaan pemegang hak
milik.

Hak Pakai

PENGERTIAN HAK PAKAI

Hak pakai diatur dalam Pasal 41 43 Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1960 tentang Peraturan
Dasar Pokok-Pokok Agraria (selanjutnya disebut UUPA). Hal-hal yang ditentukan di dalam
UUPA tersebut kemudian dirinci dalam Peraturan Pemerintah Nomor 40 Tahun 1996 tentang
Hak Guna Usaha, Hak Guna Bangunan, dan Hak Pakai atas Tanah (selanjutnya disebut PP
40/1996). Pasal 41 ayat (1) UUPA menentukan sebagai berikut:

Hak pakai adalah hak untuk menggunakan dan/atau memungut hasil dari tanah yang dikuasai
langsung oleh negara atau tanah milik orang lain, yang memberi wewenang dan kewajiban
yang ditentukan dalam keputusan pemberiannya oleh pejabat yang berwenang memberikannya
atau dalam perjanjian dengan pemilik tanahnya yang bukan perjanjian sewa-menyewa atau
perjanjian pengolahan tanah, segala sesuatu asal tidak bertentangan dengan jiwa dan ketentuan-
ketentuan Undang-undang ini.

SUBYEK HAK PAKAI

Salah satu keistimewaan hak pakai terdapat di subyeknya yang jauh lebih beragam
dibanding hak milik, hak guna usaha dan hak guna bangunan. Pasal 42 UUPA menentukan
bahwa yang dapat mempunyai hak pakai adalah (Pasal 39 PP40/1996):
1. Warganegara Indonesia;
2. Badan hukum yang didirikan menurut hukum Indonesia dan berkedudukan di
Indonesia;
3. Departemen, Lembaga Pemerintah Non Departemen, dan Pemerintah Daerah;
4. Badan-badan keagamaan dan sosial;
5. Orang asing yang berkedudukan di Indonesia;
6. Badan hukum asing yang mempunyai perwakilan di Indonesia;
7. Perwakilan negara asing dan perwakilan badan Internasional.

HAK DAN KEWAJIBAN PEMEGANG HAK PAKAI

Menurut ketentuan Pasal 52 PP 40/1996, hak dari pemegang hak pakai adalah:

Pemegang hak pakai berhak menguasai dan mempergunakan tanah yang diberikan dengan hak
pakai selama waktu tertentu untuk keperluan pribadi atau usahanya serta untuk memindahkan
hak tersebut kepada pihak lain dan membebaninya, atau selama digunakan untuk keperluan
tertentu.
Pasal 50 PP 40/1996 mengatur kewajiban pemegang hak pakai adalah sebagai berikut:

1. Membayar uang pemasukan yang jumlah dan cara pembayarannya ditetapkan dalam
keputusan pemberian haknya, perjanjian penggunaan tanah hak pengelolaan atau dalam
perjanjian pemberian hak pakai atas tanah hak milik;
2. Menggunakan tanah sesuai dengan peruntukannya dan persyaratan sebagaimana
ditetapkan dalam keputusan pemberiannya, atau perjanjian penggunaan tanah hak
pengelolaan atau perjanjian pemberian hak pakai atas tanah hak milik;
3. Memelihara dengan baik tanah dan bangunan yang ada di atasnya serta menjaga
kelestarian lingkungan hidup;
4. Menyerahkan kembali tanah yang diberikan dengan hak pakai kepada negara,
pemegang hak pengelolaan atau pemegang hak milik sesudah hak pakai tersebut hapus;
5. Menyerahkan sertipikat hak pakai yang telah hapus kepada Kepala Kantor Pertanahan.

Pasal 51 PP40/1996 menentukan kewajiban tambahan bagi pemegang hak yang tanahnya
mengurung atau menutup pekarangan atau bidang tanah lain dari lalu lintas umum atau jalan
air juga wajib memberikan jalan keluar atau jalan air atau kemudahan lain bagi pekarangan
atau bidang tanah yang terkurung tersebut.

TERJADINYA HAK PAKAI

Sebagaimana ditentukan dalam Pasal 41 PP40/1996, ada tiga jenis tanah yang dapat diberikan
dengan hak pakai, yaitu:

1. Tanah negara;
2. Tanah hak pengelolaan;
3. Tanah hak milik.

Terjadinya hak pakai atas tanah negara adalah melalui keputusan pemberian hak oleh menteri
atau pejabat yang ditunjuk. Terjadinya hak pakai atas hak pengelolaan adalah melalui
keputusan pemberian hak oleh menteri atau pejabat yang ditunjuk berdasarkan usul pemegang
hak pengelolaan. Sedangkan untuk hak pakai atas tanah hak milik terjadi melalui pemberian
tanah oleh pemegang hak milik dengan akta yang dibuat oleh Pejabat Pembuat AKta Tanah.
Setiap pemberian hak pakai tersebut wajib didaftarkan dalam buku tanah pada Kantor
Pertanahan.

JANGKA WAKTU HAK PAKAI

Hak pakai atas tanah negara dan hak pakai atas tanah hak pengelolaan diberikan untuk jangka
waktu paling lama dua puluh lima tahun dan dapat diperpanjang untuk jangka waktu yang tidak
ditentukan selama tanah tersebut digunakan untuk keperluan tertentu. Keperluan tertentu yang
dimaksud adalah hak pakai yang diberikan kepada:

1. Departemen, Lembaga Pemerintah Non Departemen, dan Pemerintah Daerah;


2. Perwakilan negara asing dan perwakilan badan internasional;
3. Badan keagamaan dan badan sosial.

Setelah jangka waktu hak pakai atau perpanjangannya berakhir, maka dapat diberikan
pembaharuan hak pakai atas tanah yang sama. Adapun syarat perpanjangan atau pembaharuan
hak pakai atas tanah negara dan hak pakai atas tanah hak pengelolaan adalah sebagai berikut:

1. Tanahnya masih dipergunakan dengan baik sesuai dengan keadaan sifat dan tujuan
pemberian hak;
2. Syarat-syarat pemberian hak dipenuhi dengan baik oleh pemegang hak;
3. Pemegang hak masih memenuhi syarat sebagai pemegang hak;
4. Untuk hak pakai atas tanah hak pengelolaan dapat diperpanjang atau diperbaharui atas
usul pemegang hak pengelolaan;
5. Permohonan diajukan paling lambat dua tahun sebelum hak pakai berakhir.

Hak pakai atas tanah hak milik diberikan untuk jangka waktu paling lama dua puluh lima tahun
dan tidak dapat diperpanjang. Setelah hak pakai berakhir, hak pakai dapat diperbaharui atas
kesepakatan pemegang hak pakai dan pemegang hak milik melalui pemberian hak pakai baru
dengan akta yang dibuat oleh Pejabat Pembuat Akta Tanah. Setiap perpanjangan dan
pembaharuan hak pakai wajib didaftarkan di buku tanah pada Kantor Pertanahan.
BERALIHNYA HAK PAKAI

Hak pakai atas tanah negara yang diberikan untuk jangka waktu tertentu dan hak pakai atas
tanah hak pengelolaan dapat beralih dan dialihkan kepada pihak lain. Sedangkan hak pakai atas
tanah hak milik hanya dapat dialihkan apabila hal ini dimungkinkan dalam perjanjian
pemberian hak pakai atas tanah hak milik tersebut. Adapun cara peralihannya adalah sebagai
berikut:

1. Jual beli;
2. Tukar menukar;
3. Penyertaan dalam modal;
4. Hibah;
5. Pewarisan.

Peralihan hak pakai wajib didaftarkan pada Kantor Pertanahan. Apabila peralihan hak pakai
dilakukan melalui jual beli (kecuali lelang), tukar menurkar, penyertaan dalam modal dan
hibah, maka wajib dilakukan dengan akta Pejabat Pembuat Akta Tanah. Sedangkan terhadap
peralihan hak yang dilakukan melalui jual beli secara lelang wajib dibuktikan melalui Berita
Acara Lelang. Namun apabila peralihan hak pakai terjadi karena pewarisan, maka harus
dibuktikan dengan surat wasiat atau surat keterangan waris.

Perlu diketahui bahwa peralihan hak pakai atas tanah negara harus mendapatkan izin dari
pejabat yang berwenang. Pengalihan hak pakai atas tnaha hak pengelolaan harus dilakukan
dengan persetujuan tertulis dari pemegang hak pengelolaan, sedangkan pengalihan hak pakai
atas tanah hak milik harus mendapatkan persetujuan tertulis dari pemegang hak milik tanah
tersebut.

HAPUSNYA HAK PAKAI

Hak pakai hapus karena (Pasal 55 PP40/1996):

1. Jangka waktunya berakhir dan tidak diperpanjang atau diperbarui;


2. Dibatalkan oleh pejabat yang berwenang, pemegang hak pengelolaan atau pemegang
hak milik sebelum jangka waktunya berakhir karena:
Tidak dipenuhinya kewajiban-kewajiban pemegang hak dan/atau dilanggarnya
ketentuan-ketentuan mengenai hak dan kewajiban pemegang hak pakai;
Tidak dipenuhinya syarat-syarat atau kewajiban-kewajiban yang diatur dalam
perjanjian pemberian hak pakai antara pemegang hak pakai dan pemegang hak
milik atau perjanjian penggunaan hak pengelolaan;
Putusan pengadilan yang telah mempunyai kekuatan hukum yang tetap;
3. Dilepaskan oleh pemegang haknya sebelum jangka waktunya berakhir;
4. Dicabut untuk kepentingan umum (berdasarkan Undang-Undang Nomor 20 Tahun
1961 tentang Pencabutan Hak-Hak Atas Tanah dan Benda-Benda yang Ada di
Atasnya);
5. Diterlantarkan;
6. Tanahnya musnah;
7. Orang atau badan hukum yang mempunyai hak pakai tidak lagi memenuhi syarat
sebagai pemegang hak (wajib melepaskan atau mengalihkan haknya paling lambat satu
tahun).
Terhadap tanah yang hak pakainya hapus karena ketentuan tersebut, maka tanahnya menjadi
tanah negara.
KASUS

Analisis Kasus Sengketa Kepemilikan Tanah Antara Warga Damakradenan Dengan PT.
Rumpun Sari Antan Selaku Pemegang HGU
Saat ini terjadi sengketa pemilikan bekas tanah perkebunan Belanda (Perkebunan
Kakao) antara warga Damakradenan kecamatan Ajibarang Banyumas dengan PT. Rumpun
Sari Antan selaku pemegang HGU. Adapaun riwayat tanahnya sebagai berikut: Menurut
warga Damakradenan tanah tersebut merupakan hak milik warga dan pada tahun 1890 disewa
oleh pengusaha Belanda; Menurut catatan kantor Pertanahan Kabupaten Banyumas, tanah
tersebut semula berstatus Gouvernmentsgrond (tanah negara). Pada tahun 1892 diberikan hak
erfpracht selama 75 tahun pada pengusaha Belanda Jan Albertus Van Der Roeft. Terjadi
beberapa kali peralihan sampai hak itu dikonversi menjadi HGU. Sejak tahun 1967 menjadi
tanah negara. Pada tahun 1971 pemerintah memberikan HGU kepada PT. Rumpun
Damakradenan. Pada tahun 1994 HGU menjadi atas nama PT. Rumpun Sari Antan.
Anilisis kasus:

1. Penyebab masalah:
Dalam kasus sengketa tanah ini awalnya warga Damakradenan menganggap bahwa
tanah itu adalah milik masyarakat setempat, karena pada saat itu berlaku hukum adat
sehingga kepemilikan tanah tersebut atas dasar hak ulayat.
Namun penyewaan tanah kepada pihak asing itu tidak sepenuhya salah, sebab hak
ulayat itu juga dipengaruhi oleh pemerintah belanda. Hal ini bisa dilihat pada pernyataan 1
hukum Agraris Wet pasal 51 ayat 8 IS bahwa persewaan tanah oleh orang pribumi kepada
bukan pribumi ditetapkan menurut ordonansi. Dari ketentuan tersebut mungkin warga
damakradenan dapat menyewakan tanah tersebut kepada pihak asing. Atau mungkin warga
demakradenan tidak dapat membuktikan bukti pemilikan tanah tersebut. Dan hal itu sesuai
dengan Pasal 1 Agrarische Besluit (Domen Verklaring) bahwa semua tanah dimana pihak
lain tidak dapat membuktikan sebagai eigendomnya adalah milik negara.
Karena beberapa dasar itulah yang menjadi pertimbangan pemerintah memberikan
hak erfpach kepada pengusaha Belanda yaitu Jan Albertus Vander Roeft yang menurut AW
1870, pasal 51 ayat 4 dapat dilakukan selama dalam kurung waktu tidak lebih 75 tahun dan
jika sudah 75 tahun maka tanah kembali menjadi hak milik negara. Pada tahun 1960 terjadi
beberapa peralihan sehingga hak itu dikonversi menjadi Hak Guna Usaha (HGU), hal
tersebut lahir setelah berlakunya Undang Undang Pokok Agraria.
2. Dampak masalah:
Sehingga berdasarkan peraturan hukum yang ada tanah tersebut milik PT Rumpun
Sari Antan.Sehingga inilah yang menyebabkan permasalahan antara kedua belah pihak di
mana warga merasa jika tanah itu milik mereka berdasarkan hukum adat tetapi menurut
hukum tanah berdasarkan pemerintahan,tanah tersebut milik perkebunan PT Rumpun Sari
Antan.

3. Untuk meminimalisir kasus bagaimana upaya yang bisa dilakukan warganegara?


Sebaiknya warganegar harus benar-benar melihat permasalahan ini dan harus jeli
dalam membeli tanah agar tidak ada pihak yang bersangkutan tidak di rugikan dan
permasalahan ini harus diadakan pertemuan antara warga dengan PT Rumpun Sari Antan
untuk membuat perjajian diatas kertas dan kesepakat kedua belah.sehingga masalah ini dapat
terselesai dengan baik dan tidak ada lagi permasalahan antar warga dengan PT Rumpun Sari
Antan

You might also like