Professional Documents
Culture Documents
1
2
TINJAUAN PUSTAKA
1. Definisi
Penyakit tuberkulosis adalah penyakit menular yang disebabkan oleh
Mycobacterium tuberculosis. Sebagian besar kuman Mycobacterium
tuberculosis menyerang paru, tetapi dapat juga menyerang organ tubuh
lainnya. Penyakit ini merupakan infeksi bakteri kronik yang ditandai oleh
pembentukan granuloma pada jaringan yang terinfeksi dan reaksi
hipersensitivitas yang diperantarai sel (cell mediated hypersensitivity).
Penyakit tuberkulosis yang aktif bisa menjadi kronis dan berakhir dengan
kematian apabila tidak dilakukan pengobatan yang efektif (Daniel, 1999).
Klasifikasi penyakit tuberkulosis berdasarkan organ tubuh yang
diserang kuman Mycobacterium tuberculosis terdiri dari tuberkulosis paru
dan tuberkulosis ekstra paru. Tuberkulosis paru adalah tuberkulosis yang
menyerang jaringan paru, tidak termasuk pleura (selaput paru). Sedangkan
tuberkulosis ekstra paru adalah tuberkulosis yang menyerang organ tubuh lain
selain paru misalnya, pleura, selaput otak, selaput jantung (perikardium),
kelenjar limfe, tulang, persendian, kulit, usus, ginjal, saluran kencing, alat
kelamin, dan lain-lain (Depkes RI, 2006).
2. Kuman tuberkulosis
Mycobacterium tuberculosis adalah bakteri batang tipis lurus berukuran
sekitar 0,4 x 3 m (Brooks,et al 2004).
Gambar 2.1
Mycobacterium tuberculosis pada pewarnaan tahan asam
3
3. Cara penularan
Sumber penularan adalah melalui pasien tuberkulosis paru BTA (+).
Pada waktu batuk atau bersin, pasien menyebarkan kuman ke udara dalam
bentuk droplet (percikan dahak). Kuman yang berada di dalam droplet dapat
bertahan di udara pada suhu kamar selama beberapa jam dan dapat
menginfeksi individu lain bila terhirup ke dalam saluran nafas. Kuman
tuberkulosis yang masuk ke dalam tubuh manusia melalui pernafasan dapat
menyebar dari paru ke bagian tubuh lainnya melalui sistem peredaran darah,
sistem saluran limfe, saluran pernafasan, atau penyebaran langsung ke
bagian-bagian tubuh lainnya (Depkes RI, 2006).
4. Risiko penularan
Risiko penularan tiap tahun (Annual Risk of Tuberculosis Infection =
ARTI) di Indonesia dianggap cukup tinggi dan bervariasi antara 1-3 %. Pada
daerah dengan ARTI sebesar 1% mempunyai arti bahwa pada tiap tahunnya
diantara 1000 penduduk, 10 orang akan terinfeksi. Sebagian besar orang yang
terinfeksi tidak akan menderita tuberkulosis, hanya sekitar 10% dari yang
terinfeksi yang akan menjadi penderita tuberkulosis (Depkes RI, 2006).
5. Patogenesis tuberkulosis
5.1 Infeksi primer
Infeksi primer terjadi saat seseorang terpapar pertama kali dengan kuman
tuberkulosis. Droplet yang terhirup sangat kecil ukurannya, sehingga dapat
4
Gambar 2.2
Tuberkulosis Yang Sudah Lanjut Pada Foto Rontgen Dada
6.4 Pemeriksaan bakteriologis
a. Sputum
Tuberkulosis paru pada orang dewasa dapat ditegakkan dengan
ditemukannya BTA positif pada pemeriksaan dahak secara mikroskopis. Hasil
pemeriksaan dinyatakan positif apabila sedikitnya dua dari tiga pemeriksaan
dahak SPS (Sewaktu-Pagi-Sewaktu) BTA hasilnya positif (Depkes RI, 2006).
Bila hanya 1 spesimen yang positif perlu diadakan pemeriksaan lebih
lanjut yaitu foto rontgen dada atau pemeriksaan spesimen SPS diulang. 1).
Kalau hasil rontgen mendukung tuberkulosis, maka penderita didiagnosis
sebagai penderita TB BTA positif. 2). Kalau hasil rontgen tidak mendukung
TB, maka pemeriksaan dahak SPS diulangi.
Bila ketiga spesimen dahak negatif, diberikan antibiotik spektrum luas
(misalnya, Kotrimoksasol atau Amoksisilin) selama 1-2 minggu. Bila tidak
ada perubahan, namun gejala klinis mencurigakan TB, ulangi pemeriksaan
dahak SPS. 1). Kalau hasil SPS positif, didiagnosis sebagai penderita
tuberkulosis BTA positif. 2). Kalau hasil SPS tetap negatif, lakukan
pemeriksaan foto rontgen dada, untuk mendukung diagnosis TB.
7
Tersangka
Penderita TB
(suspek TB)
Periksa Dahak Sewaktu, Pagi,
Sewaktu (SPS)
Hasil BTA Hasil BTA Hasil BTA
+++ +-- ---
++-
TB BTA Bukan
Negatif TBC, kriteria
Berdasarkan diagnosis di atas WHO pada tahun 1991 memberikan
Rontgen Penyakit
pada pasien TB paru menjadi : a). Pasien dengan sputum BTA positif
Positif Lain adalah
8
(Bahar, 2007)
Gambar 2.4
Penyuntikan Tes Tuberkulin
Berdasarkan indurasinya maka hasil tes mantoux dibagi dalam (Bahar,
2007): a). Indurasi 0-5 mm (diameternya) : Mantoux negatif = golongan no
sensitivity. Di sini peran antibodi humoral paling menonjol. b). Indurasi 6-9
mm : Hasil meragukan = golongan normal sensitivity. Di sini peran antibodi
humoral masih menonjol. c). Indurasi 10-15 mm : Mantoux positif =
golongan low grade sensitivity. Di sini peran kedua antibodi seimbang. d).
Indurasi > 15 mm : Mantoux positif kuat = golongan hypersensitivity. Di sini
peran antibodi seluler paling menonjol.
Biasanya hampir seluruh penderita TB paru memberikan reaksi mantoux
yang positif (99,8%). Kelemahan tes ini adalah adanya positif palsu yakni
pada pemberian BCG atau terinfeksi dengan Mycobacterium lain, negatif
palsu pada pasien yang baru 2-10 minggu terpajan tuberkulosis, anergi,
penyakit sistemik serta (Sarkoidosis, LE), penyakit eksantematous dengan
panas yang akut (morbili, cacar air, poliomielitis), reaksi hipersensitivitas
menurun pada penyakit hodgkin, pemberian obat imunosupresi, usia tua,
malnutrisi, uremia, dan penyakit keganasan. Untuk pasien dengan HIV
positif, tes mantoux 5 mm, dinilai positif (Bahar, 2007).
7. Komplikasi tuberkulosis
Tuberkulosis paru bila tidak ditangani dengan benar akan menimbulkan
komplikasi. Komplikasi dini antara lain dapat timbul pleuritis, efusi pleura,
empiema, laringitis, usus Poncets arthropathy. Sedangkan komplikasi lanjut
dapat menyebabkan obstruksi jalan nafas, kerusakan parenkim paru, kor
10
Sesuai tabel di atas, maka paduan OAT yang digunakan untuk program
penanggulangan tuberkulosis di Indonesia adalah (Bahar & Amin, 2007):
Kategori I : 2HRZE (S) / 6HE.
Pengobatan fase inisial regimennya terdiri dari 2HRZE (S) setiap hari
selama 2 bulan obat H, R, Z, E atau S. Sputum BTA awal yang positif setelah
2 bulan diharapkan menjadi negatif, dan kemudian dilanjutkan ke fase
lanjutan 4HR atau 4 H3 R3 atau 6 HE. Apabila sputum BTA masih positif
setelah 2 bulan, fase intensif diperpanjang dengan 4 minggu lagi tanpa
melihat apakah sputum sudah negatif atau tidak.
Kategori II : 2HRZES/1HRZE/5H3R3E3
Pengobatan fase inisial terdiri dari 2HRZES/1HRZE yaitu R dengan H,
Z, E, setiap hari selama 3 bulan, ditambah dengan S selama 2 bulan pertama.
Apabila sputum BTA menjadi negatif fase lanjutan bisa segera dimulai.
Apabila sputum BTA masih positif pada minggu ke-12, fase inisial dengan 4
obat dilanjutkan 1 bulan lagi. Bila akhir bulan ke-2 sputum BTA masih
positif, semua obat dihentikan selama 2-3 hari dan dilakukan kultur sputum
untuk uji kepekaan, obat dilanjutkan memakai fase lanjutan, yaitu 5H3R3E3
atau 5 HRE.
Kategori III : 2HRZ/2H3R3
Pengobatan fase inisial terdiri dari 2HRZ atau 2 H 3R3, yang dilanjutkan
dengan fase lanjutan 2HR atau 2 H3R3.
Kategori IV : Rujuk ke ahli paru atau menggunakan INH seumur hidup
Pada pasien kategori ini mungkin mengalami resistensi ganda,
sputumnya harus dikultur dan dilakukan uji kepekaan obat. Seumur hidup
diberikan H saja sesuai rekomendasi WHO atau menggunakan pengobatan
TB resistensi ganda (MDR-TB).
Selain 4 kategori di atas, disediakan juga paduan obat sisipan (HRZE).
Obat sisipan akan diberikan bila pasien tuberkulosis kategori I dan
kategori II pada tahap akhir intensif pengobatan (setelah melakukan
pengobatan selama 2 minggu), hasil pemeriksaan dahak/sputum masih BTA
positif (Depkes RI, 2006).
2.9.5 Dosis obat
16
Tabel di bawah ini menunjukkan dosis obat yang dipakai di Indonesia secara
harian maupun berkala dan disesuaikan dengan berat badan pasien (Bahar &
Amin, 2007):
Tabel 2.3 Dosis Obat yang Dipakai di Indonesia
Jenis Dosis
21
22
indonesia/article/55/000100150017/2
1.
Hasil Pembelajaran:
1. Diagnosis TB Paru kasus baru BTA (+)
2. Tatalaksana
3. Edukasi pasien
Perkusi : timpani
Auskultasi : BU (+) normal
5. Genitalia : tidak dilakukan pemeriksaan
6. Ekstremitas : akral hangat, CRT < 2, edema pretibial -/-,
C. Pemeriksaan Penunjang
Laboratorium
Hb: 12,3 gr%
Leukosit : 15.000 ribu/mm3
Trombosit : 214.000 ribu/mm3
Hematokrit : 31%
GDS : 144 mg/dl
SGOT : 17
SGPT : 10
Ureum : 67
Creatinin : 1,5
Rontgen thorak :
3. Assessment
- TB paru kasus baru BTA (+)
4. Plan
27
Th/ awal
- IVFD NaCl 0,9 % : D5% 1: 1 12 jam /kolf
- Inj. Ceftriaxon 1 x 2 gr (Skin test) (iv)
- Inj. Flumucyl 2 x 1 amp (iv)
- Curcuma 2 x 1 tab (po)
- diet MB TKTP
- rencana cek BTA S-P-S
- Follow up
- 28 oktober 2017
S : batuk berdahak, demam (+)
O : KU : sedang
TD: 110/70 HR: 78 x/i RR: 20x/i T: 37,9
Kepala : mata :konjungtiva anemis -/-, sklera ikterik -/-, pupil
isokor
Leher : KGB tidak membesar
Thoraks : cor : bunyi jantung I dan II reguler, bising (-)
Inspeksi : simetris fusiformis, retraksi dinding dada (-)
Palpasi : stem fremitus paru ka=ki
Perkusi : sonor
Auskultasi : Bronkovesikuler, rh +/+, wh -/-
Abdomen :
Inspeksi : simetris fusiformis
Palpasi : soepel, nyeri tekan (-), hepar lien renal tidak
teraba
Perkusi : timpani
Auskultasi : BU (+) normal
Genitalia : tidak dilakukan pemeriksaan
Ekstremitas : akral hangat, CRT < 2, edema pretibial -/-,
A : TB paru kasus baru BTA (+)
P : - IVFD NaCl 0,9 % : D5% 1: 1 12 jam /kolf
- Inj. Ceftriaxon 1 x 2 gr (Skin test) (iv)
- Inj. Flumucyl 2 x 1 amp (iv)
- Curcuma 2 x 1 tab (po)
- Paracetamol 3 x 500 mg
- Codein 3 x 10 mg
- Mulai pengobatan OAT 2 FDC 1 x 2 tab
- diet ML TKTP
29 oktober 2017
S : batuk berdahak, demam (-), nafsu makan (-)
O : KU : sedang
TD: 110/70 HR: 78 x/i RR: 20x/i T: 36,8
Kepala : mata :konjungtiva anemis -/-, sklera ikterik -/-, pupil
isokor
28
30 oktober 2017
S : batuk berdahak, demam (-), nafsu makan (-)
O : KU : sedang
TD: 100/70 HR: 78 x/i RR: 20x/i T: 36,9
Kepala : mata :konjungtiva anemis -/-, sklera ikterik -/-, pupil
isokor
Leher : KGB tidak membesar
Thoraks : cor : bunyi jantung I dan II reguler, bising (-)
Inspeksi : simetris fusiformis, retraksi dinding dada (-)
Palpasi : stem fremitus paru ka=ki
Perkusi : sonor
Auskultasi : Bronkovesikuler, rh +/+, wh -/-
Abdomen :
Inspeksi : simetris fusiformis
Palpasi : soepel, nyeri tekan (-), hepar lien renal tidak
teraba
Perkusi : timpani
Auskultasi : BU (+) normal
Genitalia : tidak dilakukan pemeriksaan
Ekstremitas : akral hangat, CRT < 2, edema pretibial -/-,
A : TB paru kasus baru BTA (+)
29
2 November 2017
S : batuk berdahak, demam (-), nafsu makan (-)
O : KU : sedang
TD: 110/80 HR: 78 x/i RR: 20x/i T: 36,6
Kepala : mata :konjungtiva anemis -/-, sklera ikterik -/-, pupil
isokor
Leher : KGB tidak membesar
Thoraks : cor : bunyi jantung I dan II reguler, bising (-)
Inspeksi : simetris fusiformis, retraksi dinding dada (-)
Palpasi : stem fremitus paru ka=ki
Perkusi : sonor
Auskultasi : Bronkovesikuler, rh +/+, wh -/-
Abdomen :
Inspeksi : simetris fusiformis
Palpasi : soepel, nyeri tekan (-), hepar lien renal tidak
teraba
Perkusi : timpani
Auskultasi : BU (+) normal
Genitalia : tidak dilakukan pemeriksaan
Ekstremitas : akral hangat, CRT < 2, edema pretibial -/-,
A : TB paru kasus baru BTA (+)
P : - IVFD NaCl 0,9 % : D5% 1: 1 12 jam /kolf
- drip cernevit 1 amp/12 jam
- Inj. Ceftriaxon 1 x 2 gr (Skin test) (iv)
- Inj. Flumucyl 2 x 1 amp (iv)
- Curcuma 2 x 1 tab (po)
- Paracetamol 3 x 500 mg
- Codein 3 x 10 mg
- diet MC TKTP 6 x 150 cc
3 November 2017
S : batuk berdahak berkurang nafsu makan (+)
O : KU : sedang
TD: 120/80 HR: 78 x/i RR: 20x/i T: 36,6
Kepala : mata :konjungtiva anemis -/-, sklera ikterik -/-, pupil
isokor
Leher : KGB tidak membesar
Thoraks : cor : bunyi jantung I dan II reguler, bising (-)
30