You are on page 1of 9

PENGARUH TEAT DIPPING MENGGUNAKAN DEKOK DAUN KERSEN

(Muntingia calabura L.) TERHADAP HASIL UJI REDUKTASE DAN UJI


BERAT JENISSUSU SAPI FH LAKTASI

Ageng Hardi Primadani1), Sarwiyono2) dan Puguh Surjowardojo2)


1) Mahasiswa Fakultas Peternakan Universitas Brawijaya
2) Dosen Fakultas Peternakan Universitas Brawijaya

RINGKASAN
Penelitian ini dilakukan di peternakan sapi perah desa Waturejo kecamatan
Ngantang.Tujuan penelitian ini adalah untuk mengetahui pengaruh teat dipping
menggunakan dekok daun kersen terhadap uji reduktase dan uji berat jenis pada sapi
perah. Materi penelitian adalah 20 ekor sapi perah laktasi bulan ke 2-5, variasi
konsentrasi dekok daun kersen, dan iodips, uji reduktase dan uji berat jenis. Metode
penelitian adalah percobaan dengan Rancangan Acak Kelompok yang terdiri dari 4
perlakuan dan 5 ulangan. Hasil penelitian menunjukan bahwa dekok daun kersen
konsentrasi 10 %, 30 % dan 50% memiliki kemampuan yang tidak berbeda nyata
(P>0,05) dengan iodips untuk menurunkan jumlah mikroba susu pada saat reduktase,
sehingga dekok daun kersen dapat menjadi alternatif bahan alami untuk teat dipping.
Perlakuan teat dipping tidak berpengaruh terhadap berat jenis.

Kata kunci : Dekok Daun Kersen, Teat Dipping, Antimikroba

EFFECT OF TEAT DIPPING USING Muntingia calabura L. LEAF WATER


EXTRACT ON REDUCTATION TEST AND DENSITY OF FH MILK

Ageng Hardi Primadani1), Sarwiyono2) and Puguh Surjowardojo2)


1) Student in Animal Husbandry Faculty Brawijaya University
2) Lecture in Animal Husbandry Faculty Brawijaya University

ABSTRACT
This research was carried out in Waturejo Village, Ngantang Subdistric, Malang
Regency from November - December 2013. This research aimed to study a Muntingia
calabura L. leaf water extract that has an active substance in the teat dipping solution
which has an antibacterial effect to reduce bacteria in milk using reductase test and its
effect on milk density. The materials used for this research were 20 heads Friesian
Holstein lactating dairy cows, antiseptic chemical, Muntingia calabura L. leaf water
extract 10%, 30% and 50%. Method used in this research was experiment using
Randomized Block Design with 4 treatments and 5 replication. Muntingia calabura leaf
water extract were not significantly different (P>0.05) with a iodips, teat dipping using
Muntingia calabura L. leaf water extract has no influence on milk density, therefore
Muntingia calabura L. leaf water extract can be used as an alternative to chemical
antimicrobial substances.
Keywords : Muntingia calabura L., leaf water extract, teat dipping, antimicrobial.
PENDAHULUAN Sudono, Rosdiana dan Setiawan (2005)
Seiring dengan berkembangnya menyatakan bahwa pemerahan yang
kesadaran masyarakat Indonesia akan baik dilakukan dengan cara yang benar
kebutuhan gizi dan bertambahnya dan peralatan yang bersih. Tahapan-
tingkat pendapatan masyarakat, tahapan pemerahan harus dilakukan
menyebabkan permintaan bahan pangan dengan baik agar sapi tetap sehat dan
yang mempunyai nilai gizi tinggi terhindar dari penyakit yang dapat
meningkat. Pemenuhan tingkat gizi menurunkan produksinya. Salah satu
tersebut diantaranya berasal dari penyebab menurunnya jumlah produksi
produkproduk peternakan. Sapi perah adalah mastitis.
merupakan salah satu komoditi Menurut Siregar (2010)
peternakan yang dapat mendukung pencegahan dapat dilakukan dengan
pemenuhan kebutuhan akan bahan teat dipping dengan bahan bakterisida
pangan bergizi tinggi.Pemeliharaan sapi seperti iodine, chlorhexidine, dan
perah beberapa tahun terakhir ini chlorine setelah pemerahan. Pemberian
menunjukkan perkembangan yang germisida sebagai antiseptik dapat
sangat pesat. Produk utama dari usaha menggunakan alternatif antiseptik lain
ternak sapi perah adalah susu, tetapi yang berasal dari bahan alami, misalnya
kenyataan yang terjadi sekarang adalah tanaman Kersen. Kersen (Muntingia
produksi susu dalam negeri masih calabura L.) adalah nama sejenis pohon
belum mencukupi kebutuhan dan buahnya yang kecil dan manis.
permintaan masyarakat. Direktorat Kersen berasal dari Amerika tropis
Jenderal Peternakan tahun 2012 (Meksiko Selatan, Karibia, Amerika
menyatakan bahwa populasi sapi perah Tengah sampai Peru dan Bolivia).
pada masa produksi di Indonesia Dibawa masuk melalui Filipina pada
mencapai 156 juta ekor. Diperkirakan akhir abad-19 dan lalu dengan cepat
kebutuhan susu untuk memenuhi menyebar diseluruh wilayah teropis
konsumsi generasi usia wajib sekolah Asia Tenggara. Komposisi kimia pada
tersebut sebanyak 4,6 juta ton per tahun, daun kersen adalah air, protein, lemak,
sedangkan penyediaan susu baru dapat karbohidrat, serat, abu, kalsium, fosfor,
mencapai 2,1 juta ton. Hal ini besi, karoten, tianin, ribofalin, niacin,
merupakan indikasi bahwa peluang tannin, saponin flavonoid dan
untuk mengembangkan industri kandungan vitamin C. Diduga aktivitas
persusuan di masa mendatang cukup antibakteri dari daun kersen ini
baik. disebabkan oleh adanya kandungan
Dalam pengambilan hasil ternak senyawa tanin, flavonoids dan saponin
berupa susu harus diadakan program yang dimilikinya.
sanitasi agar mendapatkan hasil yang
MATERI DAN METODE
higienis. Salah satu cara untuk
menerapkan sistem sanitasi yaitu Lokasi dan Waktu Penelitian
dengan menjalankan prosedur Penelitian ini dilakukan pada
pemerahan yang benar. Menurut bulan November 2013 sampai dengan
bulan Desember 2013 bertempat di Prosedur Penelitian
peternakan rakyat Desa Waturejo,
Pembuatan Dekok Daun Kersen
Kecamatan Ngantang, Kabupaten Menurut Prawira, Sarwiyono
Malang. dan Surjowardojo (2013), prosedur
Materi pembuatan dekok daun kersen adalah
Materi penelitian yang sebagai berikut:
digunakan 20 ekor sapi perah laktasi 1. Daun kersen yang telah
bulan ke 3 dan 4. Alat dan bahan yang dipersiapkan dicuci terlebih
dipergunakan pada proses pembuatan dahulu hingga bersih.
dekok daun kersen antara lain panci, 2. Daun kersen yang sudah dicuci
kompor, pengaduk, pisau, stopwatch kemudian ditiriskan hingga
atau jam, daun kersen, air dan botol. bebas air
Alat dan bahan untuk teat dipping 3. Tahap selanjutnya daun kersen
antara lain dipper, lap, antiseptik kimia yang sudah ditiriskan tersebut
dan dekok daun kersen. Alat dan bahan dicincang melintang dan
untuk uji berat jenis adalah lactoscan membujur
dan susu. Alat dan bahan yang 4. Kemudian irisan daun kersen
digunakan untuk uji reduktase dimasukkan ke dalam air
antaralain tabung reaksi, kapas steril, mendidih selama 15 menit.
waterbath, pipet volume 11 ml, susu Perbandingan daun kersen dan
steril dan methylene blue. air pada konsentrasi 10% = 100
g daun + 900 ml air, pada
Metode
konsentrasi 30% = 300 g daun +
Metode yang digunakan pada
700 ml air) dan pada konsentrasi
penelitian ini adalah percobaan. Dua
50% = 500g daun kersen + 500
puluh ekor sapi perah laktasi yang
ml air). Setelah 15 menit
digunakan dalam penelitian ini
rebusan tersebut didinginkan.
selanjutnya dibagi menjadi empat
5. Setelah dingin, dekok daun
kelompok masing-masing untuk
kersen tersebut dapat digunakan
perlakuan T1menggunakan dekok daun
untuk teat dipping dan disimpan
kersen 10%, T2 menggunakan dekok
pada suhu ruangan (27C).
daun kersen 30%, T3 menggunakan
dekok daun kersen 50% dan TC Pelaksanaan Teat Dipping
menggunakan iodips. Semua ternak Menurut Prawira, dkk (2013)
diperiksa kualitas susunya dengan pelaksanaan teat dipping dilakukan
menggunakan uji BJ dan reduktase dengan cara sebagai berikut:
untuk mengetahui keadaan sebelum dan 1. Dekok daun kersen dan
setelah percobaan (teat dipping). antiseptik kimia dimasukan ke
dalam botol dipping yang
berbeda.
2. Setelah proses pemerahan
selesai, masing-masing puting
dicelupkan ke dalam dekok akan diuji susu sapi dipilih
daun kersen dan antiseptik COW pada menu
kimia selama + 10 detik. 4. Menunggu sesaat dan lactoscan
akan menampilkan hasil analisa
Uji Reduktase
pada layar monitor
Menurut Riyadh (2003)
5. Mencatat hasil analisa
prosedur penentuan kualitas susu
6. Setelah selesai untuk semua
menggunakan uji reduktase antaralain:
sampel maka menekan menu
1. Sampel susu sebanyak 10ml
untuk kembali dan memilih
dimasukkan ke dalam tabung
posisi CLEANING
reaksi
7. Melakukan pencucian alat
2. Ditambah larutan methylene
dengan larutan Daily cleaner
blue sebanyak 1 ml lalu
8. Mematikan tombol power
dihomogenkan sampai berubah
lactoscan pada posisi OFF untuk
menjadi warna biru secara
mematikan.
keseluruhan
3. Tabung reaksi ditutup Variabel Pengamatan
menggunakan kapas steril Variabel yang diamati dalam
selanjutnya dimasukkan ke penelitian ini adalah:
dalam waterbath dengan suhu a) Variabel bebas : Presentase
30 C dekok daun kersen dan
4. Pemeriksaan dilakukan setiap 15 antiseptik kimia.
menit sampai warna susu b) Variabel terikat: data uji BJ
tersebut berubah menjadi putih (g/cm3) susu dan lama uji
5. Dilakukan pencatatan waktu Reduktase (menit).
terhadap perubahan warna biru
Analisis Data
menjadi putih. Penelitian ini menggunakan
metode percobaan dengan 4 perlakuan
Uji Berat Jenis dan 5 ulangan. Hasil penelitian
Uji berat jenis dilakukan dengan dianalisis dengan Analisis Ragam dari
menggunakan alat lactoscan (Rata-rata
Rancangan Acak Kelompok (RAK)
Bj susu = 1,028). Menurut Riyadh (Raupong dan Anisa, 2011).
(2003) cara penggunaan lactoscan
adalah sebagai berikut: HASIL DAN PEMBAHASAN
Uji Reduktase
1. Tekan tombol power lactoscan
pada posisi ON Hasil analisis ragam uji
2. Masukkan pipa analisis ke reduktase menunjukkan bahwa tidak
dalam sampel demikian pula terdapat perbedaan nyata pada setiap
dengan probe pH meter konsentrasi dekok daun kersen dengan
3. Menekan tombol enter dan iodips dalam menurunkan bakteri pada
memilih menu pada posisi susu susu sehingga dapat memperpanjang
yang akan diuji, missal yang
waktu uji reduktase susu. Rataan nilai 355
uji reduktase dapat dilihat pada Tabel 1. 354
T1
Tabel 1. Rataan Uji Reduktase 353

Uji Reduktase
352 T2
351
T3
350
349 T4
348
Minggu Minggu 1 Minggu 2 Minggu 3 Minggu 4
Awal

Gambar1. Grafik Rataan Reduktase


Tabel 1 menunjukan rataan nilai
reduktase pada setiap perlakuan. Gambar 1 menjelaskan bahwa
Perlakuan T1 menunjukan rataan nilai dekok daun kersen memiliki
awal sebesar 350,2 kemudian setelah kemampuan untuk menghambat
diberikan perlakuan dan pada akhir tes pertumbuhan bakteri. Pada T3 (50%)
nilai meningkat yaitu menunjukan memiliki selisih sebesar 2,6 yang
rataan nilai sebesar 351,2. Perlakuan T2 nilainya lebih tinggi dari pada T1, T2
menunjukan rataan nilai awal sebesar dan TC yang masing masing memiliki
353,2 kemudian terus meningkat pada selisih secara berturutturut 1, 1,2 dan
minggu berikutnya setelah diberikan 1,8. Pada Gambar 1 menunjukkan
perlakuan dan pada akhir tes pengaruh dekok daun kersen terhadap
menunjukan rataan nilai sebesar 354,4. daya hambat pertumbuhan bakteri
Perlakuan T3 menunjukan rataan nilai sedah cukup bagus.
awal sebesar 350,2 kemudian terus Pada Gambar 1 umumnya
meningkat pada minggu berikutnya semakin tinggi konsentrasi dekok daun
setelah diberikan perlakuan dan pada kersen maka semakin tinggi pula
akhir tes menunjukan rataan nilai pengaruhnya terhadap penurunan
sebesar 352,6. Perlakuan TC bakteri pada susu. Hal ini dikarenakan
menunjukan rataan nilai awal sebesar komponen zat-zat yang terkandung
352,2 kemudian terus meningkat pada dalam tanaman obat dapat saling
minggu berikutnya setelah diberikan memperlemah, memperkuat,
perlakuan dan pada akhir tes memperbaiki atau merubah sama sekali.
menunjukan rataan nilai sebesar 354. Selain itu juga kualitas dan kuantitas
Grafik rataan nilai reduktase zat-zat yang ada dalam tanaman obat
pada masing-masing perlakuan dapat ditentukan oleh faktor-faktor
dilihat pada Gambar 1. lingkungan tempat tumbuh seperti
iklim, tanah, sinar matahari dan kondisi
pertumbuhan sampai saat dipanen.
Hal tersebut juga membuktikan
bahwa senyawa aktif pada daun kersen
yaitu saponin dan flavonoid memiliki
kemampuan setara dengan senyawa BJ. Rataan nilai uji BJ dapat dilihat
aktif pada larutan dipping kimia yaitu pada Tabel 2.
iodine. Kemampuan tersebut Tabel 2. Rataan Uji Berat Jenis
disebabkan oleh adanya senyawa
saponin dan flavonoid. Kandungan
saponin dan flavonoid pada daun kersen
sangat memiliki peranan penting dalam
menurunkan tingkat kejadian reduktase.
Kedua senyawa tersebut terbukti
memiliki kandungan zat antibakteri.
Antibakteri adalah zat yang Tabel 2 menunjukan rataan nilai
berat jenis pada setiap perlakuan.
menghambat pertumbuhan bakteri. Hal
Perlakuan T1 menunjukan rataan nilai
ini sesuai dengan pendapat Zakaria
awal sebesar 1,024 kemudian tetap pada
(2006) yang menyatakan bahwa
aktivitas antibakteri yang dimiliki oleh minggu berikutnya setelah diberikan
daun kersen diduga berasal dari unsur perlakuan dan pada akhir tes skor
meningkat yaitu menunjukan rataan
unsur yang terkandung didalamnya
nilai sebesar 1,025. Perlakuan T2
yaitu antara lain tannin, flavonoid dan
saponin. menunjukan rataan nilai awal sebesar
1,024 kemudian terus meningkat pada
Flavonoid dalam daun kersen minggu berikutnya setelah diberikan
mempunyai aktivitas penghambatan perlakuan dan pada akhir tes
lebih besar terhadap bakteri gram menunjukan rataan nilai sebesar 1,026.
positif (Staphylococcus aureus). Perlakuan T3 menunjukan rataan nilai
Aktivitas penghambatan dari dekok awal sebesar 1,023 kemudian terus
daun kersen pada bakteri gram positif meningkat pada minggu berikutnya
menyebabkan terganggunya fungsi setelah diberikan perlakuan dan pada
dinding sel sebagai pemberi bentuk sel akhir tes menunjukan rataan nilai
dan melindungi sel dari lisis osmotik. sebesar 1,024. Perlakuan TC
Flavonoid dapat menghambat menunjukan rataan nilai awal sebesar
pertumbuhan bakteri Staphylococcus 1,024 kemudian terus meningkat pada
aureus dengan cara menggangu minggu berikutnya setelah diberikan
permeabilitas dinding sel bakteri, perlakuan dan pada akhir tes
dengan terganggunya dinding sel akan menunjukan rataan nilai sebesar 1,025.
menyebabkan lisis pada sel (Dewi, Grafik rataan nilai berat jenis susu pada
2010). masing-masing perlakuan dapat dilihat
Uji Berat Janis pada Gambar 2.

Hasil analisis ragam uji BJ


menunjukkan bahwa tidak terdapat
perbedaan nyata sehingga perlakuan
teat dipping tidak mempengaruhi uji
1,028
produksi susu sapi perah dipengaruhi
1,027
oleh faktor antara lain: bangsa dan
1,026
individu, tingkat laktasi, kecepatan
T1

1,025
sekresi susu, pemerahan, umur, siklus
T2

1,024
birahi, periode kering, pakan,
T3

1,023
lingkungan serta penyakit.
T4

1,022
Meningkatnya berat jenis susu
1,021
Minggu
Awal
Minggu 1 Minggu 2 Minggu 3 Minggu 4 disebabkan karena pemberian pakan
dengan karbohidrat yang tinggi yaitu
Gambar 2. Grafik Rataan Berat Jenis tebon jagung beserta tongkolnya yang
Gambar 2 menunjukan rataan masih muda dan juga leguminosa
nilai kejadian mastitis pada masing- berupa kaliandra dan gamal. Hal ini
masing perlakuan, nilai uji berat jenis sesuai dengan pendapat Tawaf (2011)
untuk T1 sebesar 1,0242, T2 sebesar yang menyatakan bahwa faktor yang
1,0244, T3 sebesar 1,0238 dan TC mempengaruhi berat jenis susu segar
sebesar 1,0242. nilai di akhir pengujian diantaranya pemberian pakan pada sapi
berat jenis untuk T1 sebesar 1,0256, T2 tersebut. Pemberian pakan yang baik
sebesar 1,026, T3 sebesar 1,0244, TC pada sapi perah akan berpengaruh
sebesar 1,0246. Berdasarkan nilai besar terhadap kandungan-kandungan
tersebut, maka dapat diketahui selisih dalam susu tersebut begitu pula
dari masing-masing perlakuan. T1 sebaliknya.
memiliki selisih antara awal dan akhir Sudono, dkk (2005) juga
tes sebesar 0,001, untuk T2 sebesar menambahkan bahwa peningkatan
0,002 dan T3 sebesar 0,001 dan TC produksi susu tergantung dari bangsa,
sebesar 0,001. lama bunting, masa laktasi, bobot
Sapi perah FH merupakan jenis badan, estrus atau birahi, umur, selang
sapi yang meghasilkan susu melebihi beranak (calving interval), masa
kebutuhan untuk anaknya maka dari kering, frekuensi pemerahan, pakan
itu produksi susu sapi perah dapat yang diberikan, dan manajemen yang
dijadikan tempat lapangan kerja bagi dilakukan peternak.
peternak sehingga susu sapi perah
KESIMPULAN DAN SARAN
dapat dijual dan menghasilkan uang
untuk peternak, tetapi memelihara sapi Kesimpulan
perah FH tidak mudah, hal tersebut Penggunaan dekok daun kersen
dikarenkan produksi susu sapi perah dengan konsentrasi10%, 30% dan 50%
sangat dipengaruhi beberapa faktor menunjukkan pengaruh yang tidak
yaitu manajemen pemberian pakan, berbeda nyata dengan antiseptik kimia
umur, tingkat laktasi, lingkungan dan yang artinya konsentrasi dekok daun
penyakit. Hal tersebut sesuai pendapat kersen T1 sampai T3 sama baiknya
dari Sarwiyono, Surjowardojo dan dengan TC yaitu dapat menurunkan
Susilorini (1990) menambahkan bahwa
bakteri pada susu dan memperpanjang Prawira, M.H., Sarwiyono dan P.
waktu uji reduktase. Surjowardojo. 2013. Daya
Perlakuan teat dipping tidak Hambat Dekok Daun
berpengaruh terhadap berat jenis susu. Kersen (Muntingia calabura
Faktor yang mempengaruhi perubahan L.) Terhadap Pertumbuhan
berat jenis adalah pakan. Dekok daun Bakteri Staphylococcus
kersen (Muntingia calabura L.) dapat aureus Penyebab Penyakit
dijadikan sebagai bahan antiseptik Mastitis Pada Sapi Perah.
alami pengganti antiseptik kimia. Fakultas Peternakan
Universitas Brawijaya
Saran
Malang.
Perlu adanya penelitian lebih
Raupong dan Anisa. 2011. Bahan Ajar
lanjut tentang kualitas susu yang
dihasilkan dari perlakuan teat dipping Mata Kuliah Perancangan
Percobaan. Fakultas
menggunakan dekok daun kersen
Matematika dan Ilmu
(Muntingia calaburaL).Peternak dapat
Pengetahuan Alam
mengimplementasikan dekok daun
Universitas Hassanudin.
kersen sebagai alternatif teat dipping
Makassar.
apabila harga larutan kimia mahal atau
sulit didapatkan. Riyadh, S. 2003. Menyingkapi Tabir
Susu Kuda Liar
Sumbawa (Studi Kasusu di
Kabupaten Sumbawa
DAFTAR PUSTAKA
NTB). Makalah Pribadi
Dewi, B.K. 2010. EfektivitasTeat program Pasca Sarjana S3
Dipping Dengan Sari Buah Institut Pertanian Bogor.
Mengkudu (Moringa
Sarwiyono, P, Surjowardojo dan T.E.
citrifolia L.) Pada Sapi Perah
Susilorini.1990. Manajemen
Penderita Mastitis Subklinis
Produksi Ternak Perah.
Terhadap Uji Katalase dan
Fakultas Peternakan.
Uji Reduktase.
Universitas Brawijaya.
http://fkh.unair.ac.id/arti kel
Malang.
%20ilmiah%l.pdf.
Direktorat Jenderal Peternakan. 2012.
Kebutuhan Susu Nasional.
Tabloid Sinar Tani, Edisi 4
10 Juni 2012, hal 18, PT.
Yudhagama Corp. Jakarta.
Siregar, A.Z. 2010. Pengaruh Teat
Dipping Sari Buah
Mengkudu (Moringa
citrifolia L) Terhadap
Kasus Mastitis Subklinis
Pada Sapi Perah
Berdasarkan Pemeriksaan
Total Plate Count.
http://www.fkh.unair.ac.id/art
ikel1 /2010/ARTIKEL%20
ILMIAH% 20A.pdf.
Sudono, A., Rosdiana dan Setiawan.
2005. Beternak Sapi Perah
Secara Intensif. Direktorat
Jendral Peternakan, Jakarta.
Sugandi, D., Hermawan dan H.
Supratman. 2005.
Perbaikan Mutu Pakan
Untuk Peningkatan
Kualitas Dan Kuantitas
Susu Sapi Perah. Seminar
Nasional Teknologi
Peternakan dan Veteriner,
Universitas Padjadjaran,
Bandung.
Tawaf, 2011. Sifat Fisik dan Kimia
Susu Segar. Fakultas
Peternakan. Universitas
Padjadjaran. Bandung
Zakaria, Z.A. 2006. The in
vitro Antibacterial Activity
of Corchorus olitorius
and Muntingia calabura
L Extracts. http://uwex.edu
/attachment/ download/
123450/info.pdf.

You might also like