You are on page 1of 6

ANALISA SINTESIS

TINDAKAN KEPERAWATAN GAWAT DARURAT

1. Diagnosa Medis
Chronic kidney Desease (CKD) stadium V , CAPD Disertai Edema Pulmonal
Bilateral

2. Diagnosa Keperawatan
DS : Pasien mengatakan sesak napas dan bengkak pada kaki
DO : Pasien tampak lemah, sakit sedang dan tampak sesak napas. adanya edema
pada ekstermitas bawah kanan dan kiri, pitting edema derajat I 3 mm dalam
waktuk 3 detik, pasien tidak memproduksi urin.
a) Pemeriksaan abdomen :
Inspeksi : ascites (perut membesar) ada akses CAPD
Perkusi : adanya cairan bebas dengan pemeriksaan shiffting dullnes
Palpasi: adanya undulasi
b) TTV : TD : 190/60mmHg, N : 98x/m, RR : 20x/m, S: 36,9 C
c) Hasil Lab:
Elektrolit : Natrium : 134 mmol/L
Calium : 131 mmol/L
Hemoglobin : 8,1 g/dl
Hematokrit : 26 %
Albumin : 3,6 g/dl
d) Foto Abdomen :
kesimpulan : Ascites terpasang CAPD

Diagnosa Keperawatan : Kelebihan Volume Cairan berhubungan dengan


gangguan mekanisme regulasi
3. Tindakan Keperawatan Gawat Darurat
Pemamtauan intake aoutput cairan

4. Patofisiologi Diagnosa Keperawatan


Gagal ginjal kronik terjadi setelah berbagai macam penyakit yang merusak
masa nefron ginjal. Pada awalnya, beberapa penyakit ginjal terutama menyerang
glomerulus (Glomerulonefritis), sedangkan jenis yang lain terutama menyerang
tubulus ginjal (pielonefritis atau penyakit polikistik ginjal), atau dapat juga
mengganggu perfusi darah pada parenkim ginjal (Nefrosklerosis). Namun bila proses
penyakit tidak dihambat maka pada semua kasus akhirnya hancur dan diganti dengan
jaringan parut. Pada waktu terjadi kegagalan ginjal sebagian nefron (termasuk
glomerulus dan tubulus) diduga utuh sedangkan yang lain rusak (hipotesa nefron
utuh). Nefron-nefron yang utuh hipertrofi dan memproduksi volume filtrasi yang
meningkat disertai reabsorpsi walaupun dalam keadaan penurunan GFR / daya saring.
Fungsi renal menurun, produk akhir metabolisme protein (yang normalnya
diekskresikan ke dalam urin) tertimbun dalam darah. Terjadi uremia dan
mempengaruhi setiap sistem tubuh. Semakin banyak timbunan produk sampah, akan
semakin berat. Ginjal juga tidakmampu untuk mengkonsentrasi atau mengencerkan
urin secara normal pada penyakit ginjal tahap akhir, respon ginjal yang sesuai
terhadap perubahan masukan cairan dan elektrolit sehari-hari, tidak terjadi. Pasien
sering menahan natrium dan cairan, meningkatkan resiko terjadinya edema, gagal
jantung kongestif, dan hipertensi.
Fungsi ginjal dapat menimbulkan komplikasi gangguan kesehatan lainnya,
salah satunya adalah kondisi overload cairan yang merupakan faktor pemicu
terjadinya gangguan kardiovaskuler bahkan kematian yang terjadi pada pasien
GGK .

5. Analisa Tindakan Keperawatan


Keefektifan pembatasan jumlah cairan pada pasien GGK bergantung kepada
beberapa hal, antara lain pengetahuan pasien terhadap jumlah cairan yang boleh
diminum. Upaya untuk menciptakan pembatasan asupan cairan pada pasien GGK
diantaranya dapat dilakukan melalui pemantauan intake output cairan per harinya,
sehubungan dengan intake cairan pasien GGK bergantung pada jumlah urin 24
jam.
Intervensi keperawatan dalam menangani kelebihan cairan diantaranya adalah
kolaborasi pembatasan intake cairan. Pada pasien GGK pembatasan cairan harus
dilakukan untuk menyesuaikan asupan cairan dengan toleransi ginjal dalam
regulasi (ekresi cairan), hal tersebut dikarenakan penurunan laju ekresi ginjal
dalam membuang kelebihan cairan tubuh sehubungan dengan penurunan LFG.
Pada pasien ginjal intake cairan yang direkomendasikan bergantung pada jumlah
urin 24 jam, yaitu jumlah urin 24 jam sebelumnya ditambahkan 500-800 cc
(IWL) Pemantauan status hidrasi pada pasien GGK meliputi pemantauan intake
output cairan selama 24 jam dengan menggunakan chart intake output cairan
untuk kemudian dilakukan penghitungan balance cairan (balance positif
menunjukkan keadaan overload). Chart pemantauan intake output cairan klien,
tidak hanya diisi oleh mahasiswa saja, namun juga diisioleh klien. Hal tersebut
bertujuan untuk melatih klien dalam memantau asupan dan haluaran cairan, sehingga
pada saat pulang ke rumah klien sudah memiliki keterampilan berupa modifikasi
perilaku khususnya dalam manajemen cairan.

6. Efek Samping
Pembatasan intake cairan diharapkan dapat mencegah terjadinya overload cairan
pada klien, mengingat jumlah asupan cairan klien bergantung kepada jumlah urin
24 jam. Jika pembatasam intake tidak dilakukan maka akan terjadi overload dan
pasien akan mengalami komplikasi yang lebih berat.

7. Referensi
Agus Nur Salim Winarno. 2017. Kerley a line in an 18-year-old female with acute
pulmonary edema and chronic kidney disease stage V. JKKI.Vol8.Iss1.art6.
Internship doctor at AM Parikesit General Hospital, Kutai Kartanegara, East
Kalimantan
Fany Angraini. Pemantauan Intake Output Cairan Pada Pasien Gagal Ginjal Kronik
Dapat Mencegah Overload Cairan Jurnal Keperawatan Indonesia, Volume 19
No.3, November 2016.
ANALISA SINTESIS

TINDAKAN KEPERAWATAN GAWAT DARURAT

1. Diagnosa Medis
Chronic kidney Desease (CKD) stadium V Disertai Edema Pulmonal Bilateral

2. Diagnosa Keperawatan
DS : Pasien mengatakan sesak napas dan batuk
DO : Pasien tampak sesak napas. pernapasan cepat adanya usaha untuk bernapas,
terpasang 02 NRM 10 lpm
1. Pemeriksaan Toraks
auskultasi : adanya suara napas tambahan ronchi pada lapang paru
2. TTV : TD : 190/60mmHg, N : 98x/m, RR : 20x/m, S: 36,9 C
3. Hasil Lab: Analisa Gas Darah
PH arteri
PCO2 : 7,498
BE :34,9 mmHg
PO2 :118,6 mg/dl
HCO3 :27,3 mmol/L
SPO2 : 96 %
Diagnosa Keperawatan : Gangguan pertukaran gas berhubungan dengan
ketidakseimbangan ventilasi perfusi

3. Tindakan Keperawatan Gawat Darurat


Bedrest dan pengaturan posisi duduk sedikit condong ke depan

4. Patofisiologi Diagnosa keperawatan


CKD bisa menyebabkan beberapa akibat. Salahsatu komplikasi yang berkaitan
dengan emergensi ialah APE(Acute Pulmonary Edema). APE merupakan suatu
keadaandimana terjadi akumulasi cairan di paru secara akut. APE bisa menyebabkan
respirasi distress dan hipoksia berat. Komplikasi ini terjadi akibat kelebihan beban
cairan, gagal jantung, atau keduanya. Manifestasi klinis mencakup dispnea : adanya
ronki kering pada auskultasi, pembentukan sputum berwarna merah muda dan
berbusa, takipnea, takikardi, : penurunan saturasi oksigen arteri (Sao2), dan tanda
kelebihan beban cairan pada foto dada.

5. Analisa Tindakan Keperawatan


Penyebab sesak nafas tersebut bukan hanya karena obstruksi pada bronkus
atau bronkhospasme saja tapi lebih disebabkan karena adanya hiperinflansi.
Keadaan tersebut berdampak kepada menurunnya saturasi oksigen (SaO2).
Posisi CKD akan meningkatkan otot diafragma dan otot interkosta eksternal
pada posisi kurang lebih 45 derajat. Otot diafragma merupakan otot utama
inspirasi dan otot interkosta eksternal juga merupakan otot inspirasi. Otot
diafragma yang berada pada posisi 45 derajat menyebabkan gaya grafitasi bumi
bekerja cukup adekuat pada otot utama inspirasi tersebut dibandingkan posisi
duduk atau setengah duduk. Gaya grafitasi bumi yang bekerja pada otot
diafragma memudahkan otot tersebut berkontraksi bergerak ke bawah
memperbesar volume
rongga toraks dengan menambah panjang vertikalnya. Begitu juga dengan otot
interkosta eksternal, gaya grafitasi bumi yang bekerja pada otot tersebut
mempermudah iga terangkat keluar sehingga semakin memperbesar rongga toraks
dalam dimensi anteroposterior.
Rongga toraks yang membesar menyebabkan tekanan di dalam rongga
toraks mengembang dan memaksa paru untuk mengembang, dengan demikian
tekanan intraalveolus akan menurun. Penurunan tekanan intraalveolus lebih
rendah dari tekanan atmosfir menyebabkan udara mengalir masuk ke dalam pleura.
Proses tersebut menujukan bahwa dengan posisi CKD melakukan inspirasi tanpa
banyak mengeluarkan energi. Proses inspirasi dengan menggunakan energi yang
sedikit dapat mengurangi kelelahan pasien saat bernafas dan juga meminimalkan
penggunaan oksigen.

6. Efek Samping
Tidak ada efek samping dari tindakan keperawatan pengaturan posisi. Posisi CKD
dan PLB yang dilakukan bersama-sama dengan lama waktu setiap latihan 5
menit sebanyak 3 kali dengan durasi istirahat 5 menit yang dilakukan selama tiga hari
efektif untuk meningkatkan SaO2
7. Referensi
Agus Nur Salim Winarno. 2017. Kerley a line in an 18-year-old female with acute
pulmonary edema and chronic kidney disease stage V. JKKI.Vol8.Iss1.art6.
Internship doctor at AM Parikesit General Hospital, Kutai Kartanegara, East
Kalimantan
Suci Khasanah. Efektifitas Posisi Condong Ke Depan (CKD) Dan Pursed Lips
Breathing (PLB) Terhadap Peningkatan Saturasi Oksigen Pasien Penyakit
Paru Obstruktif Kronik (PPOK).

You might also like