You are on page 1of 21

TUGAS 1

GEOLOGI INDONESIA

KEUNIKAN GEOLOGI INDONESIA DARI SEGI STATIGRAFI,


GEOMORFOLOGI, STRUKTUR, DAN TEKTONIK

OLEH :

MOH EDWIN
F 121 14 051

PROGRAM STUDI TEKNIK GEOLOGI

FAKULTAS TEKNIK

UNIVERSITAS TADULAKO

2017

GEOLOGI INDONESIA
KEUNIKAN PULAU PAPUA

Wilayah Indonesia yang membentang dari 85-141 BT dan 6 LU - 11 LS dan


terletak diantara dua benua yaitu Asia di sebelah Utara dan Australia di Selatan, merupakan
salah satu wilayah yang mempunyai tatanan geologi dan pola tektonik yang kompleks
dimuka Bumi ini. Dengan pola tektonik yang terdiri dari busur-busur kepulauan, serta
sebagian besar diantaranya didominasi oleh lautan, dengan kedalaman rata-rata berkisar
antara 200 meter di bagian Barat dan membentuk suatu paparan yang luas, kemudian lainnya
dengan kedalaman 4 hingga 7000 meter yang terletak di Indonesia Bagian Timur, yang
umumnya berbentuk palung-palung, maka wilayah Indosesia dapat dikategorikan sebagai
laboratorium alam yang lengkap dimuka Bumi.

Untuk memahami kondisi geomorfologi di daerah Papua perlu dikemukakan secara


global prinsip-prinsip Teori Penggelombangan (undasi) yang secara garis besar menjelaskan
tentang proses terbentuknya berbagai deretan pegunungan di dunia diawali oleh peristiwa
fisika kimiawi dilapisan substratum yang menyebabkan adanya penggelombangan permukaan
bumi. Setelah terjadi proses tersebut, kemudian disusul dengan proses penurunan permukaan
bumi yang menyebabkan adanya retakan, yang mana memalui retakan tersebut magma
menyususp ke lapisan diatasnya membentuk akar pegunungan (asthenolith).

Kenampakan Pulau Papua digambarkan sebagai seekor burung yang terbang ke arah
barat dengan mulut terbuka. Pulau papua merupakan daerah yang sangat kompleks secara
geologi yang melibatkan interaksi antara 2 lempeng, yaitu lempeng Australia dan lempeng
Pasifik. Struktur tertua di Papua berasal dari pergerakan lempeng pada Zaman Paleozoikum
dan hanya terdapat sedikit data yang terekam yang dapat menjelaskna fase tektonik pulau
tersebut. Geologi Papua dipengaruhi oleh dua elemen tektonik yang saling bertumbukan dan
serentak aktif pada zaman Kenozoikum. Adanya aktivitas tektonik pada zaman Miosen Akhir
menyebabkan pola struktur pada pulau ini menjadi sangat rumit dan khas. Fase tektonik pada
zaman tersebut menyebabkan terjadinya orogenesa melanesia dan telah membentuk fisiografi
Papua yang ada saat ini.

Tektonik Regional
Tektonik Pulau Papua pada saat ini berada pada bagian tepi utara Lempeng Indo-
Australia, yang berkembang akibat adanya pertemuan antara Lempeng Australia yang
bergerak ke utara dengan Lempeng Pasifik yang bergerak ke barat.

Dua lempeng utama ini mempunyai sejarah evolusi yang diidentifikasi yang
berkaitan erat dengan perkembangan sari proses magmatik dan pembentukan busur
gunung api yang berasoisasi dengan mineralisasi emas phorpir dan emas epithermal.
Menurut Smith (1990), perkembangan Tektonik Pulau Papua dapat dipaparkan sebagai
berikut :

Gambar 1. Tektonik Papua dan PNG

a. Periode Oligosen sampai Pertengahan Miosen (35 5 JTL)


Pada bagian belakang busur Lempeng kontinental Australia terjadi pemekaran
yang mengontrol proses sedimentasi dari Kelompok Batugamping Papua Nugini
selama Oligosen Awal Miosen dan pergerakan lempeng ke arah utara berlangsung
cepat dan menerus.
Gambar 1. Keadaan Pulau Papua Pada 30 ma Midle Oligocene

Pada bagian tepi utara Lempeng Samudera Solomon terjadi aktivitas penunjaman,
membentuk perkembangan Busur Melanesia pada bagian dasar kerak samudera
selama periode 44 24 Juta Tahun yang lalu (JTL).

Kejadian ini seiring kedudukannya dengan komplek intrusi yang terjadi pada
Oligosen Awal Miosen seperti yang terjadi di Kepatusan Bacan, Komplek Porphir
West Delta Kali Sute di Kepala Burung Papua.
Selanjutnya pada Pertengahan Miosen terjadi pembentukan ophiolit pada bagian tepi
selatan Lempeng Samudera Solomon dan pada bagian utara dan Timur Laut
Lempeng Indo-Australia. Kejadian ini membentuk Sabuk Ofiolit Papua dan pada
bagian kepala Burung Papua diekspresikan oleh adanya Formasi Tamrau.

Pada Akhir Miosen terjadi aktivitas penunjaman pada Lempeng Samudera Solomon
ke arah utara, membentuk Busur Melanesia dan ke arah selatan masuk ke lempeng
Indo-Australia membentuk busur Kontinen Calc Alkali Moon Utawa dan busur
Maramuni di Papua Nugini.

b. Periode Miosen Akhir Plistosen (15 2 JTL)


Mulai dari Miosen Tengah bagian tepi utara Lempeng Indo-Australia di Papua
Nugini sangat dipengerahui oleh karakteristik penunjaman dari Lempeng Solomon.
Pelelehan sebagian ini mengakibatkan pembentukan Busur Maramuni dan Moon-
Utawa yang diperkirakan berusia 18 7 Juta Tahun yang lalu.
Busur Vulkanik Moon ini merupakan tempat terjadinya prospek emas sulfida
ephitermal dan logam dasar seperti di daerah Apha dan Unigolf, sedangkan
Maramuni di utara, Lempeng Samudera Solomon menunjam terus di bawah Busur
Melanesia mengakibatkan adanya penciutan ukuran selama Miosen Akhir.

Gambar 2. Keadaan Pulau Papua pada 15 ma Midle Miocene

Pada 10 juta tahun yang lalu, pergerakan lempeng Indo-Australia terus berlanjut dan
pengrusakan pada Lempeng Samudra Solomon terus berlangsung mengakibatkan
tumbukan di perbatasan bagian utara dengan Busur Melanesia.
Busur tersebut terdiri dari gundukan tebal busur kepulauan Gunung Api dan sedimen
depan busur membentuk bagian Landasan Sayap Miosen seperti yang
diekspresikan oleh Gunung Api Mandi di Blok Tosem dan Gunung Api Batanta dan
Blok Arfak.
Kemiringan tumbukan ini mengakibatkan kenampakan berbentuk sutur antara Busur
Melanesia dan bagian tepi utara Lempeng Australia yang diduduki oleh Busur
Gunung Api Mandi dan Arfak terus berlangsung hingga 10 juta tahun yang lalu dan
merupakan akhir dan penunjaman dan perkembangan dari busur Moon Utawa.
Kenampakan seperti jahitan ditafsirkan dari bentukan tertutup dari barat ke timur
mulai dari Sorong, Koor, Ransiki, Yapen, dan Ramu Zona Patahan Markam.
Pasca tumbukan gerakan mengiri searah kemiringan ditafsirkan terjadi sepanjang
Sorong, Yapen, Bintuni dan Zona Patahan Aiduna, membentuk kerangka tektonik di
daerah Kepala Burung. Hal ini diakibatkan oleh pergerakan mencukur dari kepala
tepi utara dari Lempeng Australia.

Gambar 3. Keadaan Pulau Papua Pada 5 ma Early Pliocene

Kejadian yang berasosiasi dengan tumbukan busur Melanesia ini menggambarkan


bahwa pada Akhir Miosen usia bagian barat lebih muda dibanding dengan bagian
timur. Intensitas perubahan ke arah kemiringan tumbukan semakin bertambah ke
arah timur.
Akibat tumbukan tersebut memberikan perubahan yang sangat signifikan di bagian
cekungan paparan di bagian selatan dan mengarahkan mekanisme perkembangan
Jalur Sesar Naik Papua.

Zona Selatan tumbukan yang berasosiasi dengan sesar serarah kemiringan


konvergensi antara pergerakan ke utara lempeng Indo-Australia dan pergerakan ke
barat lempeng Pasifik mengakibatkan terjadinya resultante NE-SW tekanan
deformasi. Hal itu mengakibatkan pergerakan evolusi tektonik Papua cenderung ke
arah Utara Barat sampai sekarang.

Kejadian tektonik singkat yang penting adalah peristiwa pengangkatan yang


diakibatkan oleh tumbukan dari busur kepulauan Melanesia. Hal ini digambarkan
oleh irisan stratigrafi di bagian mulai dari batuan dasar yang ditutupi suatu sekuen
dari bagian sisi utara Lempeng Indo-Australia yang membentuk Jalur Sesar Naik
Papua. Bagian tepi utara dari jalur sesar naik ini dibatasi oleh batuan metamorf dan
teras ophilite yang menandai kejadian pada Miosen Awal.

Perbatasan bagian selatan dari sesar naik ini ditandai oleh adanya batuan dasar
Precambrian yang terpotong di sepanjang Jalur Sesar Naik. Jejak mineral apatit
memberikan gambaran bahwa terjadi peristiwa pengangkatan dan peruntuhan secara
cepat pada 4 3,5 juta tahun yang lalu (Weiland, 1993).

Selama Pliosen (7 1 juta tahun yang lalu) Jalur lipatan papua dipengaruhi oleh tipe
magma I, yaitu suatu tipe magma yang kaya akan komposisi potasium kalk alkali
yang menjadi sumber mineralisasi Cu-Au yang bernilai ekonomi di Ersberg dan Ok
Tedi.

Selama pliosen (3,5 2,5 JTL) intrusi pada zona tektonik dispersi di kepala burung
terjadi pada bagian pemekaran sepanjang batas graben. Batas graben ini terbentuk
sebagai respon dari peningkatan beban tektonik di bagian tepi utara lempeng Indo-
Australia yang diakibatkan oleh adanya pelenturan dan pengangkatan dari bagian
depan cekungan sedimen yang menutupi landasan dari Blok Kemum. Menurut
Smith (1990), sebagai akibat benturan lempeng Indo-Australia dan Pasifik adalah
terjadinya penerobosan batuan beku dengan komposisi sedang kedalam batuan
sedimen diatasnya yang sebelumnya telah mengalami patahan dan perlipatan.
Gambar 4. Keadaan Pulau Papua Pada Zaman Recen (Sekarang)

Hasil penerobosan itu selanjutnya mengubah batuan sedimen dan mineralisasi


dengan tembaga yang berasosiasi dengan emas dan perak.

Tempat tempat konsentrasi cebakan logam yang berkadar tinggi diperkirakan


terdapat pada lajur Pegunungan Tengah Papua mulai dari komplek Tembagapura
(Erstberg, Grasberg , DOM, Mata Kucing, dll), Setakwa, Mamoa, Wabu, Komopa
Dawagu, Mogo Mogo Obano, Katehawa, Haiura, Kemabu, Magoda, Degedai,
Gokodimi, Selatan Dabera, Tiom, Soba-Tagma, Kupai, Etna Paririm Ilaga.

Sementara di daerah Kepala Burung terdapat di Aisijur dan Kali Sute. Sementara itu
dengan adanya busur kepulauan gunungapi (Awewa Volkanik Group) yang terdiri
dari : Waigeo Island (F.Rumai) Batanta Island (F.Batanta), Utara Kepala Burung
(Mandi & Arfak Volc), Yapen Island (Yapen Volc), Wayland Overhrust (Topo
Volc), Memungkinkan terdapatnya logam, emas dalam bentuk nugget.
Struktur geologi
Berikut ini adalah jalur sesar dan lipatan yang terdapat dipulau papua :

Gambar 1. jalur Sesar dan patahan

a. Irian jaya bagian timur

1. Jalur Sesar Naik New Guinea (JSNNG)(JSNNG)


Jalur Sesar Naik New Guinea merupakan jalur lasak irian (jalasir) yang sangat luas,
terutama di daerah tengah-selatan badan burung. Jalur ini melintasi seluruh zona
yang ada di daerah sebelah timur New Guinea yang menerus kearah barat dan
dikenal sebagai jalur sesar naik pegunungan tengah (JSNPT). Zona JSNNG-JSNPT
merupakan zona interaksi antara lempeng Australia dan pasifik. Lebih dari
setengah bagian selatan New guinea ini dialasi oleh batuan yang tak
terdeformasikan dari kerak benua. Zone JSNPT, di utara dibatasi oleh sesar yapen,
sesar sungkup mamberamo. Batas tepi barat oleh sesar benawi torricelli dan di
selatan oleh sesar naik foreland. Sesar terakhir yang membatasi JSSNG ini diduga
aktif sebelum orogen melanesia.
2. Jalur sesar naik pegunungan tengah (JSNPT)
JSNPT merupakan jalur sesar sungkup yang berarah timur-barat dengan panjang
100 km, menempati daerah pegunungan tengah Irian Jaya. Batuannnya dicirikan
oleh kerak benua yang terdeformasikan sangat kuat. Sesar sungkup telah menyeret
batuan alas yang berumur perm, batuan penutup berumur mesozoikum dan batuan
sedimen laut dangkal yang berumur tersier awal ke arah selatan. Di beberapa
tempat kelompok batuan ini terlipat kuat. Satuan litologi yang paling dominan di
JSNPT ialah batu gamping new guinea dengan ketebalan mencapai 2000 m.
Sesar sungkup JSNPT dihasilkan oleh gaya pemampatan yang sangat intensif dan
kuat dengan komponen utama berasal dari arah utara. Gaya ini juga menghasilkan
beberapa jenis antiklin dengan kemiringan curam bahkan sampai mengalami
pembalikan (overtuning). Proses ini juga menghasilkan sesar balik yang bersudut
lebar (reserve fault). Penebalan batuan kerak yang diduga terbentuk pada awal
pliosen ini memodifikasi bentuk daerah JSNPT. Periode ini juga menandai kerak
yang bergerak ke arah utara.membentuk sesar sungkup. Mamberamo (the
mamberamo thrust belt) dan mengawali alih tempat gautier (the gautier offset).

3. Jalur sesar naik Mamberamo


Jalur sesar ini memanjang 100 km ke arah selatan dan terdiri dari sesar anak dan
sesar geser (shear) sehingga menyesarkan batuan plioesten formasi mamberamo
dan batuan kerak pasifik yang ada di bawahnya. (gb. 3). William, drr (1984)
mengenali daerah luas dengan pola struktur tak teratur. Di sepanjang jalur sesar
sungkup dijumpai intrusi poton-poton batuan serpih (shale diapirs) dengan radius
seluas 50 km, hal ini menandakan zona lemah (sesar). Poton-poton lumpur ini
biasanya mempunyai garis tengah beberapa kilometer, umumnya terdiri dari
lempung terkersikkan dan komponen batuan tak terpilahkan dengan besar ukuran
fragmen beberapa milimeter hingga ratusan meter. Sekarang poton lumpur ini
masih aktif dan membentuk teras-teras sungai.
b. Irian jaya barat

1. Zona sesar sorong


Batas lempeng pasifik yang terdapat di Irian Jaya barat berupa sesar
mengiri yang dikenal dengan sistem sesar Sorong-Yapen (gambar). Zona sesar ini
lebarnya 15 km dengan pergeseran diperkirakan mencapai 500 km (dow,
drr.,1985). Sesar ini dicirikan oleh potongan-potongan sesar yang tidak teratur, dan
dijumpai adanya bongkahan beberapa jenis litologi yang setempat dikenali sebagai
batuan bancuh. Zone sesar ini di sebelah selatan dibatasi oleh kerak kontinen
tinggian kemum dan sedimen cekungan selawati yang juga menindih kerak di
bagian barat. Di utara sesar geser ini ditutupi oleh laut, tetapi di pantai utara
menunjukkan harga anomali positif tinggi. Hal ini menandakan bahwa dasar laut
ini dibentuk oleh batuan kerak samudera. lima kilometer kearah barat daya batuan
kerak pasifik tersingkap di pulau Batanta, terdiri dari lava bawah laut dan batuan
gunung api busur kepulauan.
Perbedaan beberapa ratus kilometer dari zona sesar Sorong-Yapen pertama kali
dikenal oleh Visser Hermes (1962). Adalah sesar mengiri dan berlangsung sejak
Miosen Tengah. Kejadian ini didukung oleh bergesernya anggota batu serpih
formasi Tamrau berumur Jura-Kapur yang telah terseret sejauh 260 km dari tempat
semula yang ada disebelah timurnya (lihat pergeseran sesar Wandamen dibagian
Timur) dan hadirnya blok batuan vulkanik alih tempat (allochtonous) yang
berumur Miosen Tengah sejauh 140 km di daerah batas barat laut Pulau Salawati
(Visser & Hermes, 1962)

2. Zona Sesar Wandamen


Sesar Wandamen (Dow,1984) merupakan kelanjutan dari belokan Sesar
Ransiki ke Utara dan membentuk batas tepi timur laut daerah kepala burung
memanjang ke Barat daya pantai sasera, dan dari zona kompleks sesar yang sajajar
dengan leher burung. Geologi daerah Zona Sesar Wandamen terdiri dari batuan
alas berumur Paleozoikum Awal, batuan penutup paparan dan batuan sediment
yang berasal dari lereng benua. Kelompok ini dipisahkan oleh zona dislokasi
dengan lebar sampai ratusan kilometer, terdiri dari sesar-sesar sangat curam dan
zona perlipatan isoklinal.
Perubahan zona arah sesar Wandamen dari Tenggara ke Timur di tandai
bergabungnya sesar-sesar tersebut dengan sesar Sungkup Weyland. Timbulnya alih
tempat (allochtonous) yang tidak luas tersusun oleh batuan sedimen mezozoic.
Diatas satuan ini diendapkan kelompok batu gamping New Guenia. Jalur sesar
Wandamen dan Sesar Sungkup lainya di zona ini merupakan bagian dari barat laut
JSNPT.

3. Jalur Lipatan Lengguru (Lengguru Fold Belt)


Jalur Lipatan lengguru (JLL) adalah merupakan daerah bertopografi relative
rendah jarang yang mencapai ketinggian 1000 m di atas muka laut. Daerah ini
dicirikan oleh pegunungan dengan jurus yang memenjang hingga mencapai 50 km,
batuanya tersusun oleh batu gamping New Guenia yang resistan. Jalur lipatan ini
menempati daerah segitiga leher burung dengan panjang 3000 km dan lebar 100
km dibagian paling selatan dan lebar 30 km dibagian utara. Termasuk di daerah ini
adalah batuan paparan sediment klastik Mesozoikum yang secara selaras ditindih
oleh batu gamping New Guenia (Kapur awal miosen). Batuan penutup ini telah
mengalami penutupan dan tersesar kuat. Pengerutan atau lebih dikenal dengan thin
skin deformation berarah barat laut dan hampir searah dengan posisi leher burung.
Intensitas perlipatan tersebut cenderung melemah kea rah utara zona perlipatan dan
meningkat kearah timur laut yang berbatasan dengan zona

4. Sesar Wandemen (Dow, drr.,1984)


JLL adalah thin slab kerak benua yang telah tersungkup-sungkup kan
kearah barat daya diatas kerak benua Kepala Burung (Subduksi menyusut =
oblique subduction). Jalur ini telah mengalami rotasi searah jarum jam (antara 75-
80). Porsi bagian tengah dari JLL ini terlipat kuat sehingga menimbulkan
pengerutan. Dow drr (1985) menyarankan pengkerutan kerak (crustal shortening)
ini sebesar 40-60 km. diperkirakan proses pemendekan tersebut masih berlangsung
hingga sekarang. Jalur JLL di sebelah timur dibatasi oleh Sesar Wandamen di
selatan oleh sesar Tarera Aiduna dan dibagian barat oleh sesaar aguni. Hal ini
dapat menutup kemungkinan bahwa jalur JLL merupakan perangkap hidrokarbon
jenis struktur yang melibatkan batuan alas akibat gaya berat memampat.
Geomorfologi Irian Jaya

Secara astronomis, irian terletak antara 00 19 100 43 LS dan 1300 45 1500


48 BT, mempunyai panjang 2400 km dan lebar 660 km. secara administratif pulau ini
terdiri dari papua sebagai wilayah RI dan papua Nugini yang terlatak di bagian timur.
Fisiografi papua dibedakan menjadi tiga bagian:
Semenanjung barat atau kepala burung yang dihubungkan oleh leher yang sempit
terhadap pulau utama (1300 1350 BT)
Pulau utama atau tubuh (1350 143,50 BT)
Bagian timur termasuk ekor (143,50 1510 BT)

Di sebelah utara papua terdapat bagian Samudra Pasifik yang dalamnya 4000m,
dibatasi oleh kepulauan Carolina di sebelah utara. Pulau-pulau karang yang muncul terjal
dari dasar samudra itu (Mapia di sebelah utara Manokwari) menunjukkan bahwa bagian
samudra ini merupakan block kontinen yang tenggelam. Block kontinen yang tenggelam
di sebelah utara Papua ini dianggap sebagai tanah batas Melanesia. Kearah selatan,
Dangkalan Sahul (laut Arafura) dan selat torres menghubungkan Papua dengan
Australia.

Kepala burung dan Leher


Sejajar dengan pantai utara Kepala burung terjadi rangkaian pegunungan yang
membujur timur-barat antara Salawati dan Manokwari. Ini terbagi oleh utara dan selatan
oleh sebuah depresi memanjang. Rangkaian utara tersusun dari batuan volkanis neogen
dan kuarter yang diduga masih aktif atau volkan Umsini pada tingkat solfatar. Rangkaian
selatan terdiri dari sediment tertier bawah dan per-tertier yang terlipat kuat. Arahnya
timur-barat, kemudian melengkung ke selatan sampai pegunungan lima. Bagian utara
kepala burung dipisahkan terhadap bagian selatan (Bombarai) oleh teluk Macculer yang
luas tetapi dangkal, karena sedimentasi yang besar dan di tandai dangkalan yang berisi
pulau-pulau, parit-parit, dan bukit-bukit yang terpisah-pisah.

Batang atau Daratan Utama


Bagian utara pulau ini menunjukkan zone-zone yang arahnya barat laut-tenggara
yang sejajar atau sama lain. Selanjutnya berupa zone memanjang dari tanah rendah dan
bukit-bukit, yaitu depresi memberamo-bewani yang sebagian jalin-menjalin dengan
jalaur pantai utara daratan utama. Depresi tersebut membujur dari pantai timur teluk
geelvink di sepanjang danau rambebai dan sentani sapai ke pantai finch dengan aitape.
Disebelah selatan depresi ini terdapat rangkaian pegunungan kompleks yang disebut
rangkaiana pembagi utara. Rangkaian pembagi utara ini merupakan deretan pegunungan
dan pegunungan antara teluk geelvink di bagian barat dan muara sungai sepik di bagian
timur. Dibagian barat terdapat puncak dom (1340 m), ke arah timur pegunungan van
rees, yang secara melintang terpotong oleh sungai mamberamo, yang di ikiuti oleh
pegunungan gauttier (>1000 m), pegunungan poya, karamoor, dan bongo. Di sebelah
selatan pegunungan Cyclops terdapat sebuah sumbu depresi.

Bagian timur (ekor) Papua


Mulai 143,50 BT garis-garis arah umum fisiografinya menjadi barat laut-tenggara.
Bagian timur menujukkan beberapa bentang alam yang berbeda dengan daratan utama.
Di antara rangkaian timur laut dan rangkaian tengah, terbentang sebuah depresi, ditandai
oleh lembah-lembah Ramu dan Markham. Ke arah timur zone ini melintas sampai teluk
Huon. Rangkaian tengah, dimana rangkaian victoe emanuel merupakan bagian yang
relatif sempit dari sistem pegunungan lengan papua. Perbedaan antara rangkaian tengah
di bagian barat daratan utama pada satu pihak dan bagian timur serta ekor di pihak lain
adalah dibentuk oleh perluasan volkanisme tertier dan kuarter di bagian timur tersebut.
Pada tepi utara geantiklinal terdapat unsur volkan lain, seperti gunung lamington,
Trafalgar, victory goropu, dan gunung dayman. Jalur volkanis membujur ini membujur
sejajar sampai ke ujung tenggara ekor papua. Jalur tersebut merupakan zone dalam yang
volkanis dari sistem orogen, sedangkan zone luar yang tidak volkanis merupakan pulau-
pulau trobriand dan eoodlark, terletak sampai di sebelah utaranya.

a. Iklim
Keadaan iklim di Papua sangat dipengaruhi oleh topografi daerah. Pada saat musim
panas di dataran Asia (bulan Maret dan Oktober) Australia mengalami musim dingin,
sehingga terjadi tekanan udara dari daerah yang tinggi (Australia) ke daerah yang rendah
(Asia) melintasi pulau Papua sehingga terjadi musim kering terutama Papua bagian
selatan (Merauke).Sedikitnya pada saat angin berhembus dari Asia ke Australia (bulan
Oktober dan Maret) membawa uap air yang menyebabkan musim hujan, terutama Papua
bagian utara, dibagian selatan tidak mendapat banyak hujan karena banyak tertampung di
bagian utara.Keadaan iklim Papua termasuk iklim tropis, dengan keadaan curah hujan
sangat bervariasi terpengaruh oleh lingkungan alam sekitarnya. Curah hujan bervariasi
secara lokal, mulai dari 1.500 mm sampai dengan 7.500 mm setahun. Curah hujan di
bagian utara dan tengah rata-rata 2000 mm per tahun (hujan sepanjang tahun). cuaca
hujan di bagian selatan kurang dari 2000 mm per tahun dengan bulan kering rata-rata 7
(tujuh) bulan.Jumlah hari-hari hujan per tahun rata-rata untuk Jayapura 160, Biak 215,
Enarotali 250, Manokwari 140 dan Merauke 100.

b. Keadaan Tanah
Luas daerah Papua 410.660 Km2, tetapi tanah yang baru dimanfaatkan 100.000
Ha. Tanahnya berasal dari batuan Sedimen yang kaya Mineral, kapur dan kwarsa.
Permukaan tanahnya berbentuk lereng, tebing sehingga sering terjadi erosi. Sesuai
penelitian tanah di Papua diklasifikasikan ke dalam 10 (sepuluh) jenis tanah utama, yaitu
(1) tanah organosol terdapat di pantai utara dan selatan, (2) tanah alluvia juga terdapat di
pantai utara dan selatan, dataran pantai, dataran danau, depresi ataupun jalur sungai, (3)
tanah litosol terdapat di pegunungan Jayawijaya, (4) tanah hidromorf kelabu terdapat di
dataran Merauke, (5) tanah Resina terdapat di hampir seluruh dataran Papua, (6) tanah
medeteren merah kuning, (7) tanah latosol terdapat diseluruh dataran Papua terutama
zone utara, (8) tanah podsolik merah kuning, (9) tanah podsolik merah kelabu dan (10)
tanah podsol terdapat di daerah pegunungan Tanah yang potensial untuk tanah pertanian
antara lain (a) tanah rawa pasang surut luasnya 76.553 Km2, (b) tanah kering luasnya
58.625 Km2.

c. Pengembangan Wilayah Irian Jaya


Provinsi Papua memiliki kondisi topografi yang sangat bervariasi dari daerah
datar hingga daerah sangat curam. Sebagian besar wilayah Papua termasuk daerah datar
dengan kisaran kemiringan lahan 0 - 8% mencapai luasan 16,3 juta hektar (38,6%) dan
diikuti dengan kemiringan lahan 15 25% seluas 15,0 juta hektar (35,5%). Sedangkan
5,9% dari luas wilayah Papua adalah daerah agak curam.
Wilayah yang didominasi daerah datar antara lain adalah Kabupaten Merauke dan
Kabupaten Mimika. Wilayah tersebut cukup cocok untuk dimanfaatkan sebagai lahan
pertanian dan perkebunan, serta penggunaan lahan lainnya yang memerlukan persyaratan
topografi datar. Sedangkan daerah pegunungan terutama didominasi oleh Kabupaten
Jayawijaya, kemudian Kabupaten Jayapura, Nabire, Paniai dan Kabupaten Puncak Jaya.
Daerah dengan topografi curam hinggan sangat curam ini akan berdampak pada alokasi
penggunaan lahan, dimana kondisi tersebut tidak cocok dimanfaatkan untuk budidaya
pertanian.

Stratigrafi papua

Geologi Irian Jaya secara garis besar dibedakan ke dalam tiga kelompok batuan
penyusan utama yaitu: (a) batuan kraton Australia; (b) batuan lempeng pasifik; dan (c)
batuan campuran dari kedua lempeng. Litologi yang terakhir ini batuan bentukan dari
orogenesa Melanesia. Batuan yang berasal dari kraton Australia terutama tersusun oleh
batuan alas, batuan malihan berderajat rendah dan tinggi sebagian telah diintrusi oleh
batuan granit di sebelah barat, batuan ini berumur palaezoikum akhir, secara selaras
ditindih oleh sedimen paparan mesozoikum dan batuan sedimen yang lebih muda ,
batuan vulkanik dan batuan malihan hingga tersier akhir. (dow, drr,1985). Singkapan
yang baik dan menerus dapat diamati sepanjang daerah batas tepi. Utara dan pegunungan
tengah.

Batuan lempeng pasifik umumnya lebih muda dan tersusun terutama oleh batuan
ultrabasa, tuf berbutir halus dan batuan sedimen laut dalam yang diduga berumur jura
batuan mesozoikum lainnya yang berasal dari kerak samudera seperti batuan ultramafik
(kompleks ofiolit) dan batuan plutonik berkomposisi mafik. Kelompok batuan ini
tersungkupkan dan terakrasikan di atas kerak kontinen Australia karena bertumbukan
dengan lempeng pasifik. Keadaan ini membentuk pola pegunungan kasar di daerah
pegunungan tengah bagian utara. Jalur ofiolit membantang kearah timur barat sejauh 400
km dan lebih dari 50 km lebar (dow dan sukamto,1984,) lihat stratigrafi.
Stratigrafi wilayah Papua terdiri atas :
1. Paleozoic Basement (Pre-Kambium Paleozoicum)
Di daerah Badan Burung atau sekitar Pegunungan Tengah tersingkap
Formasi Awigatoh sebagai batuan tertua di Papua yang berumur pre-Kambium.
Formasi ini juga disebut Formasi Nerewip oleh Parris(1994) di dalam lembar Peta
Timika.Formasi ini terdiri dari batuan metabasalt, metavulkanik dengan sebagian
kecil batugamping, batu serpih dan batu lempung. Formasi Awigatoh ini ditindih
secara tidak selaras oleh Formasi Kariem. Formasi Kariem sendiri tersusun oleh
perulangan batupasir kuarsa berbutir halus dengan batu serpih dan batu lempung.
Umur formasi ini diperkirakan sekitar Awal Paleozoikum atau pre-Kambrium yang
didasarkan pada posisi stratigrafinya yang berada di bawah Formasi Modio yang
berumum ilur Devon. Penentuan umur Formasi Modia dilakukan dengan metode
fision track dari mineral zirkon yaitu 650+ 6,3 juta tahun yang lalu (Quarles van
Ufford,1996).

Didaerah Gunung Bijih Mining Access (GBMA) dijumpai singkapan


Formasi Kariem yang ditutupi secara disconformable oleh Formasi Tuaba. Formasi
Tuaba tersusun oleh batupasir kuarsa berlapis sedang dengan sisipan konglomerat
dan batuserpih yang diperkirakan berumur Awal Paleozoikum atau pre-Kambrium.

Selanjutnya di atas Formasi Tuaba dijumpai Formasi Modio yang dibagi


menjadi 2 bagian yaitu bagian bawah Anggota A yang didominasi oleh batuan
karbonat yaitu stromatolitik dolostone berlapis baik. Sedangkan dibagian atasnya
ditempati oleh Anggota B yang terdiri dari batupasir berbutir halus dengan internal
struktur seperti planar dan silang siur, serta laminasi sejajar. Umur formasi ini
ditentukan berdasarkan kandungan koral dan fission track yang menghasilkan Silur-
Devon. Kontak formasi ini dengan Formasi Aiduna yang terletak di atasnya
ditafsirkan sebagai kantak disconformable (Ufford, 1996).

Formasi Aiduna dicirikan oleh batuan silisiklastik berlapis baik dengan


sisipan batubara, dan ditafsirkan sebagai endapan fluvial sampai lingkungan delta,
dan secara stratigrafi formasi ini ditindih secara selaras oleh Formasi Tipuma. Umur
formasi ini ditentukan berdasarkan kandungan fosil brachiopoda yaitu Perm.

Di daerah Kepala Burung atau Salawati-Bintuni, batuan dasar yang berumur


Paleozoikum terutama tersingkap di sebelah timur kepala Burung yang dikenal
sebagai Tinggian Kemum, serta disekitar Gunung Bijih Mining Access (GBMA)
yaitu di sebelah barat daya Pegunungan Tengah. Batuan dasar tersebut disebut
Formasi Kemum yang tersusun oleh batusabak, filit dan kuarsit. Formasi ini di
sekitar Kepala Burung dintrusi oleh bitit Granit yang berumur Karbon yang disebut
sebagai Anggi Granit pada Trias. Oleh sebab itu Formasi Kemum ditafsirkan
terbentuk pada sekitar Devon sampai Awal Karbon (Pigram dkk, 1982).

Selanjutnya Formasi Kemum ditindih secara tidak selaras oleh Group Aifam.
Di sekitar Kepala Burung group ini dibagi menjadi 3 Formasi yaitu Formasi Aimau,
Aifat dan Ainim. Group ini terdiri dari suatu seri batuan sedimen yang
taktermalihkan dan terbentuk di lingkungan laut dangkal sampai fluvio-delataik.
Satuan ini di daerah Bintuni ditutupi secara tidak selaras oleh Formasi Tipuma yang
berumur Trias (Bintoro & Luthfi, 1999).

2. Sedimentasi Mesozoikum hingga Senosoik


a) Formasi Tipuma
Formasi Tipuma tersebar luas di Papua, mulai dari Papua Barat hingga dekat
perbatasan di sebelah Timur. Formasi ini dicirikan oleh batuan berwarna
merah terang dengan sedikit bercak hijau muda. Formasi ini terdiri dari batu
lempung dan batupasir kasar sampai halus yang berwarna abu-abu kehijauan
dengan ketebalan sekitar 550 meter. Umur formasi ini diperkirakan sekitar Trias
Tengah sampai Atas dan diendapkan di lingkungan supratidal.
b) Formasi Kelompok Kembelangan
Kelompok ini diketahui terbentang mulai dari Papua Barat hingga Arafura
Platform. Bagian atas dari kelompok ini disebut formasi Jass. Kelompok
Kembelangan terdiri atas lapis batu debu dan batu lumpur karboniferus pada
lapisan bawah batu pasir kuarsa glaukonitik butiran-halus serta sedikit shale
pada lapisan atas. Kelompok ini berhubungan dengan formasi Waripi dari
kelompok Batuan Gamping New Guinea atau New GuineaLimestone Group(
NGLG).
c) Formasi Batu Gamping New Guinea
Selama masa Cenozoik, kurang lebih pada batas Cretaceous dan Cenozoik,
Pulau New Guinea dicirikan oleh pengendapan(deposisi) karbonat yang
dikenal sebagai Kelompok Batu Gamping New Guinea( NGLG). Kelompok ini
berada di atas Kelompok Kembelangan dan terdiri atas empat formasi, yaitu(1).
Formasi Waripi Paleosen hingga Eosen;(2). Formasi Fumai Eosen;(3) Formasi
Sirga Eosin Awal;(3). Formasi Imskin; dan(4). Formasi Kais Miosen
Pertengahan hingga Oligosen.
3. Sedimentasi Senosoik Akhir
Sedimentasi Senosoik Akhir dalam basement kontinental Australia dicirikan
oleh sekuensi silisiklastik yang tebalnya berkilometer, berada di atas strata karbonat
Miosen Pertengahan. Di Papua dikenal 3m(tiga) formasi utama, dua di antaranya
dijumpai di Papua Barat, yaitu formasi Klasaman dan Steenkool. Formasi Klasaman
dan Steenkool berturut-turut dijumpai di Cekungan Salawati dan Bintuni.
4. Kenozoikum
Grup Batu gamping New Guinea, Grup ini dibagi menjadi 4 formasi dari tua
ke muada adalah sebagai berikut : Formasi Waripi, Formasi Faumai, Formasi Sirga
dan Formasi Kais.
Formasi Waripi terutama tersusun oleh karbonat dolomitik, dan batupsir
kuarsa diendapkan di lingkungan laut dangkal yang berumur Paleosen sampai
Eosen. Di atas formasi ini diendapkan Formasi Faumai secara selaras dan terdiri dari
batugamping berlapis tebal (sampai 15 meter) yang kaya fosil foraminifera,
batugamping lanauan dan perlapisan batupasir kuarasa dengan ketebalan sampai 5
meter, tebal seluruh formasi ini sekitar 500 meter.
Formasi Faumai terletak secara selaras di atas Formasi Waripi yang juga
merupakan sedimen yang diendapkan di lingkungan laut dangkal. Formasi ini terdiri
dari batuan karbonat berbutir halus atau kalsilutit dan kaya akan fosil foraminifera
(miliolid) yang menunjukkan umur Eosen.
`Formasi sirga dijumpai terletak secara selaras di atas Formasi Faumai,
terdiri dari batupasir kuarsa berbutir kasar sampai sedang mengnadung fosil
foraminifera, dan batuserpih yang setempat kerikilan. Formasi Sirga ditafsirkan
sebagai endapan fluvial sampai laut dangkal dan berumur Oligosen Awal.
Formasi Kais terletak secara selaras di atas Formasi Sirga. Formasi Kais
terutama tersusun oleh batugamping yang kaya foraminifera yang berselingan
dengan lanau, batuserpih karbonatan dan batubara. Umur formasi ini berkisar antara
Awal Miosen sampai Pertengahan Miosen dengan ketebalan sekitar 400 sampai 500
meter.
5. Miosen sampai Recent.
Pada Miosen sampai recent, di Papua dijumpai adanya 3 formasi yang
dikenal sebagai Formasi Klasaman, Steenkool dan Buru yang hampir seumur dan
mempunyai kesamaan litologi, yaitu batuan silisiklastik dengan ketebalan sekitar
1000 meter. Ketiga formasi tersebut di atas mempunyai hubungan menjari, Namun
Formasi Buru yang dijumpai di daerah Badan Bururng pada bagian bawahnya
menjemari dengan Formasi Klasafat. Formasi Klasafat yang berumur Mio-Pliosen
dan terdiri dari batupasir lempungan dan batulanau secara selaras ditindih oleh
Formasi Klasaman dan Steenkool.

Endapan aluvial dijumpai terutama di sekitar sungai besar sebagai endapan


bajir, terutama terdiri dari bongkah, kerakal, kerikil, pasir dan lempung dari
rombakan batuan yang lebih tua.

6. Stratigrafi Lempeng Pasifik


Pada umumnya batuan Lempeng Pasifik terdiri atas batuan asal penutup
(mantle derived rock), island-arc volcanis dan sedimen laut dangkal. Di Papua,
batuan asal penutup banyak dijumpai luas sepanjang sabuk Ophiolite Papua,
Pegunungan Cycloop, Pulau Waigeo, Utara Pegunungan Gauttier dan sepanjang
zona sesar Sorong dan Yapen pada umumnya terbentuk oleh batuan ultramafik,
plutonil basik, dan mutu-tinggi metamorfik. Sedimen dalam Lempeng Pasifik
dicirikan pula oleh karbonat laut-dangkal yang berasal dari pulau-arc. Satuan ini
disebut Formasi Hollandia dan tersebar luas di Waigeo, Biak, Pulau Yapen dan
Pegunungan Cycloop. Umur kelompok ini berkisar dari Miosen Awal hingga
Pliosen

7. Stratigrafi Zona Transisi


Konvergensi antara lempeng Australia dan Pasifik menghasilkan batuan
dalam zona deformasi. Kelompok batuan ini diklasifikasikan sebagai zona transisi
atau peralihan, yang terutama terdiri atas batuan metamorfik. Batuan metamorfik
ini membentuk sabuk kontinyu(>1000 km) dari Papua hingga Papua New Guinea

You might also like