You are on page 1of 29

PENGARUH SENAM OTAK DENGAN FUNGSI KOGNITIF LANSIA

DEMENSIA DI PANTI WREDHA DARMA BAKTI KASIH


SURAKARTA

Rochmad Agus Setiawan 1), Wahyuningsih Safitri 2), Ari Setiyajati 3)


123
Prodi S-1Keperawatan, STIkes Kusuma Husada Surakarta

ABSTRAK

Demensia merupakan sindroma klinis yang meliputi hilangya fungsi intelektual dan
memori yang sedemikian berat sehingga menyebabkan disfungsi dalam kehidupan sehari-
hari. Senam otak adalah metode gerak aktif dan latih otak untuk mengaktifkandua belah
otak dan memadukan fungsi semua bagian otak sehingga dapat meningkatkan fungsi
kognitif. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui pengaruh senam otak dengan fungsi
kognitif pada lansia demensia.Desain penelitian ini adalah quasy experiment dengan pre
and post test without control dengan tehnik total sampling, yaitu tehnik pengambilan
sample dimana jumlah sample sama dengan populasi.Sample dalam penelitian ini adalah
lansia yang berada di Panti Wredha Darma Bakti Kasih Surakarta sebanyak 15 orang.
Alat pengumpulan data yangdigunakan kuesioner Mini Mental Status Examination.
Analisis uji statistik ini menggunakan Paired sample t test. Hasil penelitian ini
menunjukkan t hitung (8,500) > dari t table (6,714) dan p value (0,000) < dari (0,05)
sehingga Ho ditolak artinya ada pengaruh senam otak dengan fungsi kognitif lansia
demensia.Senam otak efektif untuk meningkatkan fungsi kognitif pada lansia demensia.
Diharapkan lansia dapat melakukan senam otak secara teratur.

Kata Kunci : Senam otak, Lansia, Fungsi Kognitif, Demensia

ABSTRACT

Dementia is a clinical syndrome which includes the severe loss of intellectual function
and memory so that it causes dysfunctions in their daily life. Brain gymnastics is an
active motion method and a brain exercise to activate the two halves of the brain and to
integrate all of the functions of the two halves so as to improve the cognitive functions.
The objective of this research is to investigate the effect of brain gymnastics on cognitive
function of the dementia elderly.This research used the quasi experimental research
method with the pretest and posttest without control design. The samples of the research
were taken by using the total sampling technique. They consisted of the dementia elderly
as many as 15 person living in Darma Bakti Kasih Nursing Home of Surakarta. The data
of the research were gathered through questionnaire of Mini Mental Status Examination.
The data of the research were statistically analyzed by using the paired sample t test.
The result of the research shows that the value of tcount is 0.000, which is smaller than that
of =0.05 so that Ho is rejected, meaning that there is an effect of brain gymnastics on
cognitive function of the dementia elderly.Thus, a conclusion is drawn that the brain

1
gymnastics is effective to improve the cognitive function of the dementia elderly. The
elderly are expected to carry out the brain gymnastics regularly.

Keywords: Brain gymnastics, elderly, cognitive function, and dementia

PENDAHULUAN (Nugroho, 2008). Demensia


Perkembangan jumlah penduduk merupakan suatu gangguan fungsi
lanjut usia di dunia, menurut daya ingat yang terjadi perlahan
perkiraan World Healt Organitation lahan, serta dapat mengganggu
(WHO) akan meningkat pada tahun kinerja dan aktivitas kehidupan
2025 dibandingkan tahun 1990 sehari hari (Atun 2010).
dibeberapa Negara dunia seperti Demensia di tandai dengan
China 220%, India 242%, Thailand adanya gangguan mengingat jangka
337%, dan Indonesia 440% (Wiwin pendek dan mempelajari hal hal
2011). Asia merupakan wilayah yang baru, gangguan kelancaran berbicara
paling banyak mengalami perubahan (sulit menyebutkan nama benda dan
komposisi penduduk dan mencari kata kata untuk
diperkirakan pada tahun 2025, diucapkan), keliru mengenai tempat -
populasi lanjut usia akan bertambah waktu orang atau benda, sulit
sekitar 82%. Penduduk lanjut usia di hitung menghitung, tidak mampu
Indonesia 2008 sebesar 21,2 juta lagi membuat rencana, mengatur
jiwa, dengan usia harapan hidup 66,8 kegiatan, mengambil keputusan, dan
tahun, tahun 2010 sebesar 24 juta lain lain (Sumijatun 2005).
jiwa dengan usia harapan hidupnya Beberapa tindakan yang dapat
67,4 tahun dan pada tahun 2020 digunakan untuk mengatasi demensia
jumlah lansia diperkirakan sebesar antara lain dengan mengenal
28,8 juta jiwa dengan usia harapan kemampuan-kemampuan yang masih
hidup 71,1 tahun (Arita, 2011). dimiliki, terapi individu dengan
Jumlah penduduk lanjut usia di melakukan terapi kognitif, terapi
DI.Yogyakarta mencapai 5 juta jiwa aktivitas kelompok dan senam otak
dan Jawa tengah mencapai 3 juta. (Stuart & Laraia 2010).
Jumlah Lansia di Puskesmas Weru Senam otak adalah suatu usaha
sebanyak 16.191 orang. Surakarta alternative alami yang sehat untuk
menunjukkan penduduk yang berusia menghadapi ketegangan dan
65 tahun keatas sebanyak 23.496 menghadirkan relaksasi dalam
orang (Badan Pusat Statistika 2012). kehidupan sehari-hari. Senam otak
Meningkatnya populasi lansia bertujuan meningkatkan rasa percaya
akan dapat menimbulkan masalah diri, menguatkan motivasi belajar,
masalah penyakit pada usia lanjut. merangsang otak kiri dan kanan,
Menurut Departemen Kesehatan merelaksasi otak dan dapat
tahun 1998, terdapat 7,2 % populasi meningkatkan fungsi kognitif (Andri
usia lanjut 60 tahun keatas untuk 2013).
kasus demensia. Sebanyak 5 % usia Kegiatan senam otak ditujukan
lanjut 65 70 tahun menderita untuk merelaksasi dimensi
demensia dan akan meningkat dua pemusatan, menstimulasi (dimensi
kali lipat setiap 5 tahun mencapai lateralis) dan meringankan (dimensi
lebih 45% pada usia diatas 85 tahun pemfokusan). Dengan senam otak

2
diharapkan lansia demensia yang otak dengan fungsi kognitif pada
mengalami penurunan fungsi lansia demensia.
kognitif dapat meningkat, lebih
bersemangat serta meningkatkan METODOLOGI
konsentrasi(Dennison 2010). Penelitian ini menggunakan
Prinsip senam otak adalah rancangan quasi eksperiment. Desain
mengaktifkan 3 dimensi otak, penelitian yang digunakan yaitu
dimensi pemusatan dapat kuantitatif dengan pre and post test
meningkatkan aliran darah ke otak, without control. Penelitian
meningkatkan penerimaan oksigen dilaksanakan pada tanggal 10
sehingga dapat membersihkan otak, Februari sampai dengan 1 Maret
dimensi lateralis akan menstimulasi 2014 di Panti Wredha Darma Bakti
koordinasi kedua belahan otak yaitu Kasih Surakarta. Populasi dalam
otak kiri dan kanan (memperbaiki penelitian ini adalah lansia yang
pernafasan, stamina, melepaskan mengalami demensia berjumlah 15
ketegangan dan mengurangi orang. Penelitian ini menggunakan
kelelahan), dimensi pemfokusan teknik total sampling. Alasan
untuk membantu melepaskan peneliti mengambil total sampling
hambatan fokus dari otak karena jumlah populasi hanya 15
(memperbaiki kurang perhatian, orang yang memenuhi kriteria yang
kurang konsentrasi) (Dennison dalam diinginkan yaitu lansia dengan
Anton 2010). demensia. Jumlah populasi yang
Berdasarkan hasil studi hanya 15 menjadi alasan peneliti
pendahuluan yang dilakukan peneliti mengambil tehnik total sampling
di Panti Wredha Darma Bakti Kasih agar hasil yang didapatkan lebih
Surakarta terdapat jumlah lansia 52 signifikan. Berdasarkan studi
orang dan yang mengalami demensia pendahuluan lansia yang berada di
berjumlah 15 orang. Hasil panti wredha berjumlah 52 lansia
wawancara dari 15 orang lansia di dari krieteria lansia yang telah
Panti Wredha Darma Bakti Kasih ditentukan lansia yang mengalami
Surakarta yang mengalami demensia demensia didapatkan berjumlah 15
mengatakan keluhan yang sering orang, untuk memastikan lansia
dirasakan lansia di panti yaitu sering tersebut mengalami demensia
lupa saat menaruh barang, mudah peneliti menggunakan data rekam
lupa dengan nama sesama lansia di medik dari diagnosa dokter. Setelah
panti dan sering kebingungan saat di itu peneliti mengajukan surat izin
tanya seseorang. Hal yang mendasari penelitian dari ketua STIKes
tempat penelitian di Panti Wredha Kusuma Husada Surakarta dan
Darma Bakti Kasih Surakarta kepala Panti Wreda Darma Bakti
dikarenakan di panti tersebut Kasih Surakarta.
terdapat paling banyak lansia yang Peneliti bekerja sama dengan
mengalami demensia dari panti yang perawat Panti wreda untuk
lain. menghubungi lansia dengan tujuan
Tujuan penelitian ini adalah menjelaskan penelitian yang akan
untuk mengetahui pengaruh senam dilakukan yaitu tentang terapi senam
otak serta tujuan penelitian, apabila

3
berkumpul diaula panti untuk
lansia bersedia maka peneliti diberikan perlakuan senam otak
memberikan lembar persetujuan dengan alat bantu video selama 15
menjadi responden penelitian untuk menit selama 3 minggu dari tanggal
ditandatangani serta kontrak waktu 10 Februari-1Maret 2014. Post test
untuk melakukan senam otak. Lansia dilakukan 3 hari setelah perlakuan
yang bersedia menjadi responden di dengan menggunakan pertanyaan
lakukan pre test terlebih dahulu dari kuesioner Mini mental status
dengan diberikan kuesioner Mini eximinitation untuk mengetahui
Mental Status Examination untuk fungsi kognitif pada lansia.
menilai fungsi kognitif, dalam
kuesioner tersebut terdapat 11 HASIL DAN PEMBAHASAN
pertanyaan yang harus dijawab oleh Karakteristik jumlah responden
lansia untuk mengetahui skor fungsi yang melakukan senam otak
kognitif. Setelah dilakukan pre test, berjumlah 15 orang yang akan
selanjutnya peneliti dan perawat disajikan pada tabel dibawah ini.
memanggil responden untuk
Tabel 1 Distribusi responden berdasarkan umur (n = 15)

Usia (tahun) Jumlah (n) Persentase %


60-74 tahun (lanjut usia 11 53
dini)
75-90 tahun 4 27
(lanjut usia tua)
Jumlah 15 100 tahun (27%) sebanyak 4 orang. Hal
ini sejalan dengan hasil penelitian
Berdasarkan Tabel 1 dapat diketahui terdahulu bahwa jumlah lansia yang
bahwa usia responden terbanyak mengalami demensia lebih besar
adalah usia 60-74 tahun (53%) pada umur 60-75 tahun yaitu (75%)
sebanyak 11 orang dan usia 75-90 (Marhamah 2009).

Tabel 2 Distribusi responden berdasarkan jenis kelamin (n = 15)

Jenis Kelamin Jumlah (n) Persentase (%)


Laki-laki 4 27
Perempuan 11 73
Jumlah 15 100
Berdasarkan Tabel 2 dapat (2004), yang menyatakan bahwa usia
ketahui bahwa responden yang harapan hidup perempuan lebih lama
berjenis kelamin laki-laki sebanyak dibandingkan dengan laki-laki.
4 responden (27%), sedangkan Semakin tinggi usia harapan hidup
responden berjenis kelamin perempuan maka semakin lama
perempuan sebanyak 11 responden kesempatan lansia perempuan untuk
(73%). Hasil penelitian ini didukung hidup, sehingga semakin besar
oleh hasil penelitian Rekawati kemungkinan mengalami demensia.

4
Tabel 3 Distribusi responden berdasarkan pendidikan (n = 15)

Pendidikan Jumlah (n) Persentase %


Tidak sekolah 2 20
SD 6 40
SMP 5 27
SMA 2 13
Total 15 100
Rekawati (2004) yang menyatakan
Berdasarkan Tabel 3 dapat bahwa lansia yang berpendidikan
diketaui tingkat pendidikan rendah mempunyai risiko terjadinya
responden yang tidak bersekolah demensia sebesar 2,025 kali lebih
sebanyak 2 responden (20%), dibandingkan dengan usia lanjut
pendidikan SD sebanyak 6 yang berpendidikan tinggi, karena
responden (40%), pendidikan SMP jika seseorang jarang
sebanyak 5 responden (27%) dan menggunakan otak untuk berfikir
pendidikan SMA sebanyak 2 akan menimbulkan risiko terjadinya
responden (13%). Hasil penelitian ini penurunan kognitif.
sesuai dengan hasil penelitian
Tabel 4 Distribusi fungsi kognitif MMSE sebelum dilakukan senam otak (n=15)

Klasifikasi Jumlah (n) Persentase %


Normal 0 0
Kognitif Ringan 3 20
Kognitif Sedang 7 47
Kognitif Berat 5 33
Jumlah 15 100
susunan saraf pusat pada lansia
Berdasarkan Tabel 4 dapat mengalami perubahan morfologis
diketahui bahwa nilai kognitif dan biokimia, berat otak lansia
responden sebelum diberikan terapi berkurang berkaitan dengan
senam otak dengan nilai kognitif berkurangnya kandungan protein dan
ringan sebanyak 3 responden (20%), lemak pada otak sehingga otak
nilai kognitif sedang sebanyak 7 menjadi lebih ringan. Akson,
responden (47%) dan nilai kognitif dendrite dan badan sel saraf
berat sebanyak 5 responden (33%). mengalami banyak perubahan,
Hasil ini sesuai dengan penelitian dendrit yang berfungsi sebagai
sebelumnya yang menunjukan nilai sarana untuk komunikasi antar sel
kognitif sebelum diberikan senam saraf mengalami perubahan menjadi
otak adalah kognitif sedang sebanyak lebih tipis dan kehilangan kontak
(60%) (Festi 2010). antar sel saraf, daya hantar saraf
Menurut Pudjiastuti (2003) mengalami penurunan sehingga
bahwa menurunnya kemampuan gerakan menjadi lamban.
fungsi kognitif lansia dikarenakan

5
Tabel 5 Distribusi Fungsi kognitif MMSE sesudah dilakukan senam otak (n = 15)

Klasifikasi Jumlah (n) Persentase %


Normal 0 0
Kognitif Ringan 8 53
Kognitif Sedang 5 33
Kognitif Berat 2 14
Jumlah 15 100
Berdasarkan Tabel 5 dapat lansia baik secara farmakalogis
diketahui bahwa nilai kognitif maupun nonfarmakalogi. Pada
responden sesudah diberikan terapi penelitian ini menggunakan cara non
senam otak dengan nilai kognitif farmakalogi yaitu terapi senam otak
ringan sebanyak 8 responden (53%), diberikan selama 15 menit setiap hari
nilai kognitif sedang sebanyak 5 selama 2 kali secara teratur selama 3
responden (33%) dan nilai kognitif minggu. Selain itu peneliti ini sesuai
berat sebanyak 2 orang (14%). dengan teori yang dikemukakan oleh
Menurut teori senam otak pada buku seorang ahli yang menemukan
brain gym Paul dan Gail E. dennison gerakan senam otak di Amerika yang
menyatakan bahwa gerakan senam menyatakan bahwa terapi senam otak
otak dapat merangsang seluruh yang dilakukan selama 2 xsehari
bagian otak untuk bekerja sehingga dalam 15 menit selama 3 minggu,
dapat meningkatkan kemampuan secara teratur dapat mengurangi
kognitif. Gerakan senam otak juga terjadinya penurunan fungsi kognitif
mempunyai fungsi meningkatkan (Denisson 2009).
kewaspadaan, konsentrasi dan Sebelum dilakukan analisis
memori misalnya dengan gerakan 8 bivariat, dilakukan uji normalitas
tidur (lazy 8 yang berfungsi untuk untuk mengetahui data berdistribusi
meningkatkan konsentrasi dan normal atau tidak. Uji normalitas
memori. Hasil wawancara peneliti dalam penelitian ini menggunakan
pada 15 ketika ditanya menyebutkan uji Shapiro- wilk karena sample data
nama benda, pengurangan angka dan kurang dari 50 (Sopiyudin 2013).
nama bulan dapat menjawab dengan Hasil uji normalitas Shapiro-wilk
baik dan tepat. dapat dilihat pada Tabel 6.

Ada beberapa cara untuk


mengatasi terjadinya demensia pada

Tabel 6 Uji Normalitas Shapirowilk (n = 15)

Variabel Shapiro- wilk


P value
Pre test 0,484
Post test 0,637

6
berdistribusi normal dan uji statistik
Berdasarkan Tabel 6, uji shapiro yang digunakan adalah statistik
wilk test diperoleh p value sebelum parametrik dengan uji Paired Sample
intervensi 0,484 dan p value sesudah t- test.
intervensi 0,637 sehingga p value
yang diperoleh > 0,05 maka

Tabel 7 Uji Paired Sample t-test (n=15)

Variabel Mean T P value


Pre test fungsi kognitif 19.20
8.500 .000
Post test fungsi kognitif 20.33

Berdasarkan hasil penelitian dan sesudah 15,85 dengan selisih


diketahui bahwa ada pengaruh senam 6,7. Hasil ini sesuai dengan
otak dengan fungsi kognitif lansia penelitian sebelumnya yang
demensia. Berdasarkan hasil menyatakan bahwa senam otak dapat
penelitian yang dilakukan Lisniani meningkatkan daya ingat lansia
(2010) bahwa senam otak dapat dengan nilai signifikan yaitu p=0,005
meningkatan fungsi kognitif dengan (p<0,05)
nilai yang signifikan sebelum 9,15
(Paula 2010). Senam otak juga dapat Gerakan-gerakan ringan dengan
memberikan manfaat yaitu stress permainan melalui olah tangan dan
emosional berkurang, pikiran lebih kaki dapat memberikan rangsangan
jernih, hubungan antar manusia dan atau stimulus pada otak. Gerakan
suasana belajar/kerja lebih rileks dan yang menghasilkan stimulus tersebut
senang, kemampuan berbahasa dan merupakan gerakan yang dapat
daya ingat meningkat, orang menjadi meningkatkan kemampuan kognitif
lebih bersemangat, lebih kreatif dan (kewaspadaan, konsentrasi,
efisien, orang merasa lebih sehat kecepatan, persepsi, belajar, memori,
karena stress berkurang, prestasi pemecahan masalah dan kreativitas).
belajar dan bekerja meningkat selain itu kegiatan kegiatan yang
(Denisson 2009). berhubungan dengan spiritual
Prinsip senam latih otak sebaiknya digiatkan agar dapat
adalah mengaktifkan otak kedalam memberi ketenangan pada lansia
tiga fungsi yakni, dimensi silateralis (Departemen Kesehatan Republik
(otak kiri-kanan), dimensi Indonesia, 2008).
pemfokusan (otak depan-belakang), Menurut Penelitian
dimensi pemusatan (otak atas- Sapardjiman (2007) menyatakan
bawah), masing-masing dimensi bahwa senam otak juga bermanfaat
memiliki tugas tertentu, sehingga untuk membuka bagian-bagian otak
gerakan senam yang harus dilakukan yang sebelumnya tertutup atau
dapat bervariasi (Denisson 2009). terhambat sehingga kegiatan belajar

7
atau bekerja berlangsung 3. Tingkat pendidikan
menggunakan seluruh otak (whole responden paling banyak
brain), mengurangi stress emosional adalah pendidikan SD
dan pikiran lebih jernih, menjadikan sebanyak 6 responden
orang lebih bersemangat, lebih (40%).
konsentrasi, lebih kreatif dan efisien, 4. Nilai kognitif responden
kemampuan berbahasa dan daya sebelum diberikan senam
ingat meningkat, hubungan antar otak terbanyak adalah skor
manusia dan suasana belajar/bekerja nilai kognitif sedang
lebih rileks dan senang. sebanyak 7 responden
Hasil dari uji Paired Sample t- (33%).
test didapatkan mean pre test 19.20 5. Nilai kognitif responden
dan untuk mean post test 20.33 sesudah diberikan senam
sehingga dapat dilihat adanya otak terbanyak adalah skor
peningkatan fungsi kognitif sebelum nilai kognitif ringan
dan sesudah perlakuan 1,13. Hasil t sebanyak 8 responden
hitung sebesar 8,500 > t table 6,714 (53%).
dengan nilai p value 0,000 sehingga 6. Ada pengaruh sebelum dan
Ho ditolak artinya ada pengaruh sesudah diberikan senam
sebelum dan sesudah senam otak otak dengan fungsi kognitif
dengan fungsi kognitif lansia lansia demensia dengan p
demensia di Panti Wredha Darma value 0,000.
Bakti Kasih Surakarta. Hasil
penelitian ini menunjukkan bahwa SARAN
senam otak secara signifikan Hasil penelitian ini
bermanfaat dalam meningkatkan diharapkan dapat menjadi refensi
fungsi kognitif lansia yang penanganan pada lansia yang
mengalami demensia dibuktikan mengalami demensia di Panti
dengan hasil yang bermakna skor Wredha yaitu dengan senam otak dan
nilai fungsi kognitif setelah menjadi dasar dalam pengembangan
dilakukan senam otak. ilmu yaitu dengan penelitian dan
seminar sebagai upaya untuk
KESIMPULAN mengetahuipengaruh senam otak
Berdasarkan hasil penelitian yang dengan fungsi kognitif lansia
telah dilakukan dapat disimpulkan demensia. Penelitian yang
bahwa: selanjutnya disarankan lebih terfokus
1. Mayoritas usia responden pada pengaruh senam otak yang
yang mengalami demensia dapat meningkatkan fungsi kognitif.
paling banyak berumur 60-
74 tahun sebanyak 11 DAFTAR PUSTAKA
responden (53%). Andri S. 2013. Metode Dan
2. Jenis kelamin responden Pelaksanaan Senam Otak,
paling banyak adalah Mulia Medika, Jakarta.
berjenis perempuan Anton surya prasetya. 2010,.Pengaruh
sebanyak 11 responden terapi kognitif dan senam latih
(73%). otak terhadap depresi dengan

8
harga diri rendah pada klien Badan Pusat Statistik. (2010). Data
Lansia di Panti tresna whreda Statistik Indonesia: Jumlah
bakti yuswa natar Lampung, Penduduk menurut Kelompok
Fakultas ilmu keperawatan Umur, Jenis Kelamin, Provinsi,
Universitas Indonesia, Jakarta. dan Kabupaten/Kota,2005.
Arita Murwani dan Wiwin Priyantari. Bandiah S. 2009. Lanjut Usia dan
2011. Konsep Dasar dan Keperawatan Gerontik, Mulia
Asuhan Keperawatan Home Medika, Jakarta.
Care dan Komunitas, Dennison Paul E dan Gail E. Dennison
Fitramaya, Yogyakarta. 2008. Buku Panduan Lengkap
Atun M. 2010. Lansia Sehat Dan Bugar, Brain Gym Senam Otak,
Kreasi Wacana, Yogyakarta. Grasindo, Jakarta.

Dwi Handayani dan Wahyuni. 2012. Markam. S dan Mayza. A Pujiastuti. H.


Hubungan Keluarga Dengan Erdat. M. S. Suwardhana
Kepatuhan Lansia Dalam Solichien A. 2005. Latihan
Mengikuti Posyandu Lansia Di vitalisasi otak, Grasindo,
Posyandu Lansia Jetis Desa Jakarta
Krajan Kecamatan Weru Maryam. 2008. Asuhan keperawatan
Kabupaten Sukoharjo, Sekolah Dan Kesehatan Pada Usia
Tinggi Ilmu Kesehatan Lanjut, EGC, Jakarta.
Aisyiyah Surakarta, Surakarta. Maryam. Fatma. Rosidawati. Jubaedu.
Hendrie H.C. (2003). Prevalence of Batubara. 2011. Mengenal
Alzheimers Disease and Usia Lanjut Dan
Dementia in Two Perawatannya, Salemba
Communities: Nigerian Medika, Jakarta.
Africans and African
Americans, American Journal. Murwani. priyantari 2011. Gerontik
Japardi Iskandar. 2003. Gangguan Konsep Dasar Dan Asuhan
Tidur, Fakultas Kedokteran Keperawatan Home Care,
Bagian Bedah, USU, Jakarta. Fitramaya, Yogyakarta.
Johnson, M.H. 2005. Nugroho. W. 2008. Keperawatan
Developmental cognitive Gerontik Dan Geratrik, EGC,
neuroscience, Edisi 2. Oxford : Jakarta.
Blacwell publishing. Paula. 2010. Pengaruh senam otak
Kusumoputro Sidiarto. 2004. Mengenal terhadap peningkatan daya
Awal Pikun Alzheimer, UI- ingat lansia i Panti Werdha
Press, Jakarta. Karya Kasih Mongonsidi
Lisnaini. 2012. Senam Vitalisasi Otak Medan, Fakultas Keperwatan
Dapat Meningkatkan Fungsi Universitas Sumatera Utara.
Kognitif Usia Dewasa Muda, Pipit. Festi 2010. Pengaruh brain gym
Fisioterapi Universitas Kristen terhadap peningkatan fungsi
Indonesi, Jakata. kognitif lansia di Karang
Marhamah. (2009). Asam Folat Werdha Peneleh Surabaya,
Berpotensi Kurangi Gangguan FIK UM, Surabaya.
Kognitif pada Purwaningsih. W. 2010. Asuhan
Lansia,http://www2.kompas.co Keperawatan Jiwa, Nuha
m/kompascetak/0410/28/ilpeng Medika, Yogyakarta.
/1352062.htm diperoleh 10
Juni2014.

9
R. Boedhi Darmojo dan H. Hadi-
Marton0. Ilmu Ksehatan Usia
Lanjut, FKUI, Jakarta.
Rekawati. E (2004). Faktor-faktor
sosiodemografi yang
berhubungan dengan
terjadinya kepikunan pada usia
lanjut di Indonesia
berdasarkan data Susenas
tahun 2001, tesis magister
FKM UI, Jakarta, tidak
dipublikasikan.
Ros Endah. H.P 2009. Perbedaan
Karakteristik Lansia dan
Dukungan Keluarga Terhadap
Tipe demensia pada lansia di
Wilayah Kerja Puskesmas
Gatak Sukoharjo, Fakultas
Ilmu Kedokteran UI , Jakarta.
Stanley. 2010. Buku Ajar Keperawatan,
EGC, Jakarta.
Sugiyono. 2007. Statistika Untuk
Penelitian, CV Alfabeta
Bandung, Bandung.
Sunaryo. 2013. Psikologi Untuk
Keperawatan, EGC, Jakarta.
Supardjiman 2003, Aplikasi Senam
Otak, Salemba Medika,
Jakarta.
Watson, 2003, Perawatan Pada
Lansia, EGC, Jakarta.
Wiwin Priyantari 2011, Konsep
Dasar dan Asuhan
Keperawatan Home Care
dan Komunitas, Fitramaya,
Yogyakarta.
Zulsita 2010, Pengaruh senam otak
terhadap peningkatan daya
ingat lansia di Panti Werdha
Karya Kasih Mongonsidi
Medan, Fakultas
Keperawatan Universitas
Sumatera Utara.

10
Teknik Relaksasi Nafas Dalam pada Pasien Pasca Operasi Fraktur Cruris di RSUD
Dr. Moewardi Surakarta

Yunuzul Demo Satriya1), Prof. Dr. Hermanu Joebagio, M.Pd2), bc. Yeti Nurhayati, M.Kes3)

1,2,3)
Prodi S-I Keperawatan, STIKes Kusuma Husada Surakarta

Abstrak

Insiden fraktur di Indonesia mengalami peningkatan setiap tahunnya, sehingga


menyebabkan pasien merasakan nyeri. Tujuan dari penelitian ini adalah mengetahui
teknik relaksasi nafas dalam untuk menurunkan intensitas nyeri pada pasien pasca operasi
fraktur cruris.
Penelitian ini menggunakan metode kualitatif dengan desain case study.
Responden penelitian ini terdiri dari 4 responden pasien pasca operasi fraktur di RSUD
Dr. Moewardi Surakarta. Penelitian berlangsung dari tangal 1 April- 15 Mei 2014. Teknik
pengumpulan data yang digunakan pada penelitian ini ialah wawancara mendalam dan
observasi. Analisis data yang digunakan ialah analisis interaktif.
Temuan hasil penelitian ini antara lain respon nyeri pasien pasca operasi fraktur
berbeda-beda mulai dari skala, kualitas dan durasi. Respon pasien terhadap pemberian
teknik relakasasi nafas dalam dapat menurunkan skala nyeri pasien dari skala sedang
menjadi ringan. Kendala pasien dalam melakukan teknik relaksasi nafas dipengaruhi oleh
tingkat konsentrasi dan keadaan lingkungan sekitar pasien. Simpulan dari penelitian ialah
bahwa teknik relaksasi nafas dalam dapat menurunkan skala nyeri yang dirasakan oleh
pasien pasca operasi fraktur, namun hanya sebagai terapi pendamping medis.

Kata Kunci : Teknik Relaksasi Nafas Dalam, Nyeri, Pasien Pasca Operasi Fraktur.
Daftar pustaka : 23 (2001-2013)

DEEP BREATHING RELAXATION TECHNIQUE OF THE POSTOPERATIVE


CLIENTS WITH FRACTURE OF THE LOWER LEG AT DR. MOEWARDI
LOCAL GENERAL HOSPITAL OF SURAKARTA

ABSTRACT

The incidence of fracture in Indonesia increases every year so that the clients feel
painful. The objective of this research is to investigate the deep breathing relaxation
technique to relief the pain intensity of the postoperative clients with facture of the lower
leg (fractura cruris).
This research used the qualitative method with the case study design. It was
conducted from April 1st to May 15th 2014. The respondents of the research consisted of
four postoperative clients with fracture of the lower leg at Dr. Moewardi Local General
Hospital of Surakarta. The data of the research were gathered through in-depth interview
and observation. They were analyzed by using the interactive model of analysis.

1
2

The findings of the research are as follows. The pain responses of the postoperative
clients with fracture of the lower leg are different in terms of scale, quality, and duration.
The clients response to the extension of deep breathing relaxation technique can decrease
the scales of their pain from moderate to light ones. The constraints encountered by the
clients to conduct the deep breathing relaxation technique are influenced by their
concentration level and their surrounding condition. Thus, a conclusion is drawn that the
deep breathing relaxation technique can decrease the scales of pain felt by the
postoperative clients with fracture of the leg, but it only functions as complimentary
therapy to medical one.

Keywords: Deep breathing relaxation technique, pain, postoperative clients with


fracture of the lower leg.
References: 25 (2001-2013)

PENDAHULUAN 10.349 meninggal dunia atau 43,15%

Kecelakaan lalu lintas (WHO 2011).

menewaskan hampir 1,3 juta jiwa di Kejadian fraktur di Indonesia

seluruh dunia atau 3000 kematian setiap yang dilaporkan Depkes RI (2007)

hari dan menyebabkan cedera sekitar 6 menunjukkan bahwa sekitar delapan juta

juta orang setiap tahunnya (Depkes 2007 orang mengalami fraktur dengan jenis

& WHO 2011). World Health yang berbeda. Insiden fraktur di

Organitation (WHO) mencatat pada Indonesia 5,5% dengan rentang setiap

tahun 2005 terdapat lebih dari tujuh juta provinsi antara 2,2% sampai 9% (Depkes

orang meninggal karena kecelakaan dan 2007). Fraktur ekstremitas bawah

sekitar dua juta mengalami kecacatan memiliki prevalensi sekitar 46,2% dari

fisik. Kecelakaan di Indonesia insiden kecelakaan. Hasil tim survey

berdasarkan laporan kepolisian Depkes (2007) didapatkan 25% penderita

menunjukan peningkatan 6,72% dari mengalami kematian, 45% mengalami

57.726 kejadian di tahun 2009 menjadi kecacatan fisik, 15% mengalami stres

61.606 insiden di tahun 2010 atau psikologis dan bahkan depresi, serta 10%

berkisar 168 insiden setiap hari dan mengalami kesembuhan dengan baik.
3

Hasil pra penelitian yang digunakan untuk memperbaiki fungsi

dilakukan oleh peneliti di RSUD Dr. dengan mengembalikan gerakan,

Moewardi Surakarta pada tanggal 30 stabilitas, mengurangi nyeri dan

November 2013 didapatkan data bahwa disabilitas (Smeltzer & Bare 2002).

pada tahun 2011 penderita fraktur Pembedahan dan anestesi dapat

ekstremitas bawah terbanyak ialah menyebabkan ketidaknyamanan bagi

fraktur tibia fibula sebesar 53 kasus, pasien. Pembedahan dapat menyebabkan

sementara hasil pada bulan Oktober trauma bagi penderitanya, sedangkan

sampai November 2013 terdapat anestesi dapat menyebabkan kelainan

peningkatan kejadian fraktur fibula tibia yang dapat menimbulkan berbagai

sebanyak 310 kasus. keluhan gejala. Keluhan harus

Fraktur adalah terputusnya didiagnosis agar dasar patologinya dapat

kontinuitas jaringan tulang dan tulang diobati. Keluhan dan gejala yang sering

rawan yang disebabkan oleh cedera, dikemukakan adalah nyeri

trauma yang dapat menyebabkan fraktur (Sjamsuhidayat & Jong 2005).

dapat berupa trauma langsung dan tidak Nyeri pasca operasi mungkin

langsung (Sjamsuhudajat dan Jong 2005). sekali disebabkan oleh luka operasi,

Penanganan fraktur pada ekstremitas tetapi kemungkinan sebab lain harus

bawah dapat dilakukan secara konservatif dipertimbangkan. Pencegahan nyeri

dan operasi sesuai tingkat keparahan sebelum operasi sebaiknya direncanakan

fraktur (Smeltzer & Bare 2002). Prosedur agar penderita tidak terganggu oleh nyeri

pembedahan yang dilakukan pada fraktur setelah pembedahan. Cara

meliputi reduksi terbuka dengan fiksasi pencegahannya tergantung pada

interna (Open Reduction and Internal penyebab dan letak nyeri dan keadaan

fixation/ ORIF) sasaran pembedahan


4

penderitannya (Sjamsuhidayat & Jong Tindakan untuk mengatasi nyeri

2005). dapat dibedakan dalam dua kelompok

Proses keperawatan selama utama, yaitu tindakan pengobatan

periode pasca operatif diarahkan untuk (farmakologi) dan tindakan non

menstabilkan kembali keadaan fisiologi faramakologi (tanpa Pengobatan)

pasien, menghilangkan rasa nyeri dan (Tamsuri 2012). Penatalaksanaan non

pencegahan komplikasi. Pengkajian yang farmakologis terdiri dari berbagai

cermat dan intervensi segera membantu tindakan penanganan nyeri berdasarkan

pasien kembali pada fungsi yang optimal stimulasi fisik maupun perilaku kognitif.

dengan cepat, aman, dan senyaman Intervensi kognitif meliputi tindakan

mungkin. Nyeri setelah pembedahan distraksi, teknik relaksasi, imajinasi

normalnya dapat diramalkan hanya terbimbing, umpan balik biologis,

terjadi dalam durasi yang terbatas, lebih hypnosis, dan sentuhan terapeutik, selain

singkat dari waktu yang diperlukan untuk itu stimulasi kulit dapat memberikan efek

perbaikan alamiah jaringan-jaringan yang penurunan nyeri yang efektif. Tindakan

rusak (Smeltzer & Bare 2002). ini mengalihkan perhatian klien sehingga

Individu yang merasakan nyeri klien berfokus pada stimulasi taktil dan

merasa tertekan atau menderita dan mengabaikan sensasi nyeri, yang pada

mencari upaya untuk menghilangkan akhirnya dapat menurunkan persepsi

nyeri. Perawat menggunakan berbagai nyeri (Tamsuri 2012).

intervensi untuk menghilangkan nyeri Pengendalian nyeri secara

atau mengembalikan kenyamanan. farmakologi efektif untuk nyeri sedang

Perawat tidak dapat melihat atau dan berat. Pemberian farmakologi ini

merasakan nyeri yang klien rasakan tidak bertujuan untuk meningkatkan

(Smeltzer & Bare 2002). kemampuan klien sendiri untuk


5

mengontrol nyerinya, maka di butuhkan dengan sebelum diberikan tindakan terapi

kombinasi farmakologi untuk mengontrl relaksasi yaitu nyeri ringan 1 orang, nyeri

nyeri dengan non farmakologi agar sedang 8 orang dan nyeri hebat terkontrol

sensasi nyeri dapat berkurang serta masa 11 orang, sementara tingat nyeri pasca

pemulihan memanjang. operasi setelah diberikan teknik relaksasi

Metode non farmakologi menurun menjadi tidak nyeri 1 orang,

tersebut bukan merupakan pengganti nyeri ringan 9 orang dan nyeri sedang 10

untuk obat-obatan, tindakan tersebut orang.

diperlukan untuk mempersingkat Serupa dengan penelitian di atas

frekuensi nyeri yang berlangsung hanya Carney (1983) menjelaskan bahwa

berapa detik atau menit, terutama saat pelatihan relaksasi dapat dilakukan

nyeri hebat yang berlangsung selama untuk jangka waktu yang terbatas dan

berjam-jam atau berhari-hari. biasanya tidak memiliki efek samping.

Mengkombinasikan metode non Carney mencatat penelitian yang

farmakologi dengan obat-obatan menunjukan bahwa 60%-70% pada klien

mungkin cara yang paling efektif untuk dengan nyeri kepala yang disertai

mengontrol nyeri. Pengendalian nyeri ketegangan dapat mengurangi aktivitas

non farmakologi menjadi lebih murah, nyeri sampai 50% dengan melakukan

sederhana, efektif dan tanpa efek yang relaksasi (Potter & Perry 2006).

merugikan (Potter & Perry 2006). Penelitian di atas didukung oleh

Penelitian yang dilakukan oleh penelitian yang dilakukan oleh Dewi dkk

Nurdin dkk (2013) menyebutkan bahwa (2009) yang menyebutkan bahwa

ada pengaruh teknik relaksasi terhadap pengukuran rata-rata tingkat nyeri

perubahan intensitas nyeri pada pasien sebelum diberikan teknik relaksasi nafas

pasca operasi fraktur yang ditandai dalam setelah di klasifikasi dari 10


6

responden, 4 orang (40%) mengalami Moewardi Surakarta. Peneliti

nyeri ringan, dan 6 orang (60%) nyeri menggunakan 4 pasien pasca operasi

sedang. Hasil pengukuran tingkat nyeri fraktur cruris dan 1 perawat yang

rata-rata setelah pemberian teknik memberikan teknik relaksasi nafas

relaksasi nafas dalam dari 10 responden 5 dalam. Teknik pengumpulan data yang

orang (50%) mengalami nyeri ringan, digunakan pada penelitian ini ialah

dan 5 orang lagi masih mengalami nyeri wawancara mendalam dan observasi.

sedang. Bila dilihat dari sskala nyeri Analisis data yang digunakan ialah

masing-masing responden, semua analisis interaktif.

responden (100%) mengalami penurunan HASIL DAN PEMBAHASAN

persepsi nyeri. Ada perbedaan hasil Pemberian teknik relaksasi nafas

pengukuran skala nyeri sebelum dan dalam pada pasien pasca operasi fraktur

sesudah pemberian teknik relaksasi nafas cruris di RSUD Dr. Moewardi Surakarta

dalam pada lansia dengan arthritis dilakukan kepada 4 pasien. Pengumpulan

rheumatoid. data dengan menggunakan metode

Tujuan dari penelitian ini adalah wawancara dilakukan kepada 4 orang

mengetahui teknik relaksasi nafas dalam pasien dan perawat. Wawancara ini

untuk menurunkan intensitas nyeri pada dilakukan untuk memperoleh data

pasien pasca operasi fraktur cruris. tentang teknik relaksasi nafas dalam pada

METODOLOGI pasien pasca operasi fraktur cruris

Penelitian ini menggunakan meliputi : (1) respon nyeri pasien yang

pendekatan kualitatif dengan desain case mengalami pasca operasi fraktur cruris,

study. Penelitian ini berlangsung dari (2) respon pasien terhadap pemberian

bulan November 2013 sampai dengan teknik relaksasi nafas dalam, (3) kendala

Juni 2014 di Ruang Mawar II RSUD Dr. pasien dalam pelaksanaan teknik
7

relaksasi nafas dalam untuk mengurangi Pengkajian PQRST didapat hasil

intensitas nyeri pasca operasi fraktur nyeri secara subjektif di antaranya

cruris, (4) kendala parawat dalam penyebab nyeri, kualitas nyeri, lokasi

pemberian teknik relaksasi nafas dalam nyeri, skala nyeri dan durasi lamanya

kepada pasien pasca operasi fraktur nyeri. Hasil observasi nyeri yang dapat

cruris. diketahui melalui ekspresi wajah pasien.

a. Respon nyeri pasien yang Berdasarkan pengalaman pasien dan

mengalami pasca operasi fraktur pengamatan peneliti dapat ditunjukkan

cruris skala nyeri rata-rata skala 5 hingga 7.

Pada penelitian ini peneliti Skala nyeri 0 atau tidak nyeri

menggunakan pengkajian nyeri terlihat dari ekspresi wajah, meliputi

Provocate, Quality, Regio, Scale, Time wajah tenang, pasien terlihat rileks, dan

(PQRST). Provocate adalah pengkajian dapat melakukan aktivitas seperti biasa.

untuk mengetahui penyebab nyeri, Pada skala 1-3 yang termasuk dalam

quality adalah pengkajian untuk kategori nyeri ringan pasien menunjukan

mengetahui kualitas nyeri, regio adalah ekspresi wajah tampak merintih

pengkajian untuk mengetahui daerah atau kesakitan, mengusap daerah nyeri atau

tempat yang nyeri, scale adalah melokalisir nyeri, dan pasien masih bisa

pengkajian untuk mengetahui skala nyeri melakukan aktivitas sehari-hari.

pasien dan time adalah pengkajian Sementara pada skala 4-6 yang termasuk

mengenai durasi nyeri yang dirasakan. kategori nyeri sedang, dapat ditunjukan

Selain menggunakan pengkajian PQRST dengan karakteristik wajah pasien

data juga didapatkan dari hasil observasi mengerutkan dahi, wajah tampak tegang,

peneliti. mengaduh, nggeget untu, gerakan

melindungi bagian nyeri, nyeri terasa


8

cenut-cenut, merintih kesakitan dan Pasien 1 : Nyerinya muncul setelah


operasi mas, rasanya ya
berkeringat. Skala nyeri 7-9 yang cenut- cenut gitu mas

termasuk kategori nyeri berat Pasien 2 : Ya nyerinya abis operasi mas,


rasanya kaya ditusuk
ditunjukkan dengan karakteristik pasien apalagi kalau malem

terlihat emosional, sesak nafas menggigit Intensitas nyeri pasien pasca

bibir, imobilisasi, menghindari operasi fraktur cruris didapatkan hasil

percakapan, nyeri terasa seperti ditusuk dari observasi bahwa sebelum


dan pasien terlihat gelisah. Pada skala 10 mengkaji nyeri pasien peneliti
yang termasuk kategori nyeri tidak
memberikan penjelasan terhadap
terkontrol terlihat dengan ekspresi wajah
skala nyeri, sehingga pasien dapat
pasien menangis kesakitan, gelisah,
menjelaskan nyeri yang dirasakan.
pucat, focus untuk menurunkan nyeri,
Intensitas skala nyeri pasien termasuk
berkeringat, berteriak dan melakukan
dalam kategori nyeri sedang dengan skala
gerakan yang tidak terkontrol.
5 dialami oleh 3 pasien, yaitu pasien 1,
Berdasarkan hasil pengamatan
pasien 2 dan pasien 3 yang ditandai
dan wawancara dengan pasien pasca
dengan pasien terlihat merintih kesakitan,
operasi fraktur cruris diperoleh hasil
pasien terlihat mengerenyutkan dahi saat
bahwa kualitas nyeri pasien pasca operasi
nyeri yang dirasakan muncul dan
fraktur cruris adalah rasa cenut-cenut
melindungi daerah nyeri. Pasien 4
dialami oleh 2 pasien yaitu pasien 1 dan
mengalami nyeri berat dengan skala 7
pasien 3, sementara pasien 2 dan pasien 4
yang ditandai dengan pasien terlihat
merasakan nyeri seperti ditusuk-tusuk.
imobilisasi dan menghindari percakapan.
Berikut adalah pernyataan pasien saat
Berikut ini pernyataan pasien mengenai
diwawancarai :
skala nyeri yang dirasakan :
9

Pasien 1 : kalo disuruh memilih angka integritas seseoramg, baik bio-psiko-


ya kira-kira nyerinya di
angka 5 mas sosial maupun spiritual, yang bersifat

Pasien 4 : kalau disuruh milih angka 0- potensial ataupun aktual. Setiap tindakan
10 ya saya rasa angka 7 untuk
nyeri saya. pembedahan dapat menimbulkan respon

Tindakan yang biasa digunakan ketidaknyamanan berupa rasa nyeri.

pasien untuk mengurangi nyeri ialah Nyeri adalah suatu keadaaan subjektif

dengan cara mengipas bagian luka dimana seseorang memperlihatkan

dilakukan oleh 1 pasien yaitu pasien 3 ketidaknyamann secara verbal maupun

dan mengelus bagian yang nyeri non verbal (Engram dalam Solehati

dilakukan oleh 3 pasien, yaitu pasien 1, 2008). Tamsuri (2012), menjelaskan

pasien 2 dan pasien 4. Berikut ini adalah bahwa faktor yang dapat meningkatkan

hasil wawancara mengenai tindakan dan menurunkan nyeri dapat dilihat dari

pasien untuk mengurangi nyeri yang berbagai perilaku yang dilakukan oleh

dialami : pasien dalam mengubah intensitas nyeri

Pasien 1: hmmm yo paling dielus-elus (misal dengan aktivitas, istirahat,


mas biar gak sakit
Pasien 3 : Paling dikipas-kipas aja sih pengarahan tenaga, mengatur posisi
mas biar gak terasa sakit
tubuh, penggunaan obat-obatan, dan
Penelitian yang dilakukan oleh
lainnya), dan apa yang diyakini klien
Ardinata (2007), menjelaskan bahwa
dapat membantu dirinya. Perilaku ini
kualitas nyeri yang dirasakan berkaitan
sering didasarkan pada upaya try and
dengan bagaimana nyeri itu sebenarnya
error.
dirasakan individu. Kualitas nyeri sering
Tidak semua orang yang terpajan
kali digambarkan dengan berdenyut,
stimulus yang sama (appendicitis,
menyebar, menusuk, terbakar, dan gatal.
sebagai contoh) mengalami intensitas
Tindakan pembedahan adalah
nyeri yang sama. Sensasi yang sangat
suatu tindakan yang dapat mengancam
10

nyeri bagi seseorang mungkin hampir merasakan nyeri. Teknik relaksasi nafas

tidak terasa bagi orang lain. Lebih jauh dalam dievaluasi setiap dua kali sehari.

lagi, suatu stimulus dapat mengakibatkan Respon pasien pasca operasi

nyeri pada suatu waktu tetapi tidak pada fraktur cruris terhadap pemberian teknik

waktu lain (Smeltzer & Bare 2002). relaksai nafas dalam didapatkan data

b. Respon pasien terhadap bahwa setelah melakukan teknik

pemberian teknik relaksasi nafas relaksasi nafas dalam, nyeri yang

dalam dirasakan oleh pasien mulai berkurang

Proses teknik relaksasi nafas pada hari ketiga dan keempat. Skala nyeri

dalam diberikan kepada pasien pasca psien berkurang dari sklala 5 menjadi 4

operasi fraktur cruris hari kedua. dialami oleh 2 pasien yaitu pasien 1 dan

Pemberian teknik relaksasi nafas dalam pasien 2, penurunan skala 5 menjadi 3

dilakukan sebelum pasien diberikan obat dialami oleh satu pasien yaitu pasien 3.

analgesik oleh perawat. Sebelum Pernyataan tersebut dapat diketahui dari

diberikan teknik relaksasi nafas dalam, hasil wawancara berikut ini :

perawat terlebih dahulu memberikan Pasien 1 : relaksasi itu bisa mengurangi


nyeri tapi cuma sedikit, kalo
contoh kepada pasien tentang prosedur pas nyeri banget ya gak
mempan mas. Sekarang sih
teknik relaksasi nafas dalam setelah itu nyerinya jadi 4 mas kurang
lebih
perawat menganjurkan pasien untuk
Pasien 3 : Ya kira-kira nyerinya
melakukan teknik relaksasi nafas dalam sekarang jadi 3an mas

secara mandiri kemudian perawat Sedangkan pada pasien 4 tidak

mengevaluasi pemberian teknik relaksasi menunjukan adanya penurunan skala

dan memotivasi pasien untuk melakukan nyeri dan tetap pada skala 7 karena

teknik relaksasi nafas dalam saat pasien terlihat kurang konsentrasi dan
11

lebih fokus pada nyeri yang teknik relaksasi nafas dalam hanya dapat

dirasakannya. Berikut pernyataan pasien : menurukan intensitas nyeri pada kategori

Pasien 4 : Tapi relaksasinya itu kurang nyeri sedang.


mempan mas, saya udah
bolak balik pake kayak yang Nyeri pasca operasi akan
dibilangin mbaknya kemarin
itu tapi sama aja tu, meningkatkan stres pasca operasi dan
nyerinya gak berkurang
mas. Ya kurang lebih masih memiliki pengaruh negative pada
sama mas 7an
penyembuhan nyeri. Kontrol nyeri sangat
Hasil observasi menunjukkan
penting sesudah pembedahan, nyeri yang
bahwa penuruan skala nyeri 5 menjadi
dibebaskan dapat mengurangi
skala 3 dapat dilihat dari perubahan
kecemasan, bernafas lebih mudah dan
ekspresi pasien yang semula
dalam, dapat mentoleransi mobilisasi
mengerutkan dahi, mengaduh dan
yang cepat. Pengkajian nyeri dan
nggeget untu, setelah diberikan
kesesuaian analgesik harus digunakan
relaksasi kini menjadi merintih kesakitan
untuk memastikan bahwa nyeri pasien
dan mulai dapat melakukan aktivitas.
pasca operasi dapat dibebaskan (Torrance
Sementara pada pasien dengan skala
dan Serginson dalam Farida 2010).
nyeri 5 yang turun menjadi 4 tidak
Relaksasi adalah teknik untuk
terlihat adanya perubahan ekspresi wajah
mengurangi ketegangan nyeri dengan
seperti tetap mengerutkan dahi,
merelaksasikan otot. Beberapa penelitin
mengaduh dan melindingi daerah nyeri,
menyatakan bahwa teknik relaksasi
begitu juga dengan pasien yang
efektif dalam menurunkan skala nyeri
mengalami skala nyeri 7 yaitu responden
pasca operasi (Tamsuri 2012).
4 yang terlihat menahan nafas, pasien
Relaksasi nafas dalam dipercaya
terlihat lebih fokus pada nyeri yang
dapat menurunkan nyeri dengan cara
dirasakan, pasien juga terlihat gelisah dan
merelaksasikan ketegangan otot yang
berkeringat. Hal ini menunjukan bahwa
12

mendukung rasa nyeri. beberapa (70,0%). Dapat disimpilkan bahwa teknik

penelitian menunjukan bahwa relaksasi relaksasi nafas dalam dapat menurunkan

efektif dalam menurunkan nyeri pasca skala intensitas nyeri pada mahasiswi

operasi. Tindakan relaksasi dapat yang mengalami disminore di Universitas

dipandang sebagai upaya pembebasan Muhamadiyah Semarang.

mental dan fisik dari tekanan dan stres. Penelitian yang dilakukan oleh

Dengan relaksasi, klien dapat mengubah Pinandita Iin, Purwanti E dan Utoyo B

persepsi terhdap nyeri. kemampuannya (2012) mengatakan bahwa pengendalian

dalam melakukan relaksasi fisik dapat nyeri secara farmakologi lebih sering

menyebabkan relaksasi mental. Relaksasi digunakan untuk mengurangi intensitas

memberikan efek secara langsung skala nyeri dibandingakan dengan terapi

terhadap fungsi tubuh seperti penurunan nonfarmakologi. Namun demikian, terapi

tekanan darah, nadi, dan frekuensi farmakologi tidak bertujuan untuk

pernafasan, penurunan konsumsi oksigen meningkatkan kemampuan klien dalam

oleh tubuh serta penurunan tegangan otot mengontrol nyeri, sehingga dibutuhkan

(Smeltzer & Bare 2002). kolaborasi dengan terapi nonfarmakologi

Penelitian yang dilakukan oleh agar sensari nyeri dapat berkurang serta

Ernawati, Hartiti Tri, dan Hadi Idris masa pemulihan tidak memanjang.

(2010) menjelaskan bahwa dari 50 Pengendalian nyeri nonfarmakologis

sampel yang menglami nyeri saat menjadi lebih murah, simple, efektif, dan

disminore, sebelum diberikan relaksasi tanpa efek yang merugikan.

nafas dalam terdapat nyeri sedang c. Kendala pasien dalam

sebanyak 31 orang (62,0%) dan sesudah pelaksanaan teknik relaksasi

dilakukan teknik relaksasi sebagian besar nafas dalam untuk mengurangi

kategori nyeri ringan sebanyak 35 orang


13

intensitas nyeri pasca operasi Hasil wawancara yang dilakukan

fraktur cruris kepada pasien mengenai kendala pasien

Pasien pada penelitian ini dapat dalam melakukan teknik relaksasi nafas

melakukan teknik relaksasi nafas dalam dalam untuk mengurangi nyeri pasca

sesuai dengan yang diajarkan perawat. operasi fraktur cruris didapatkan bahwa

Selama melakukan teknik relaksasi nafas ketiga pasien tidak mengalami kendala

dalam peneliti tidak menemukan adanya saat melaksanakan teknik relaksasi nafas

kendala yang dialami oleh pasien, tetapi dalam yaitu pasien 1, pasien 2 dan pasien

satu pasien terlihat tidak dapat 3. Berikut pernyataan yang disampaikan

berkonsentrasi saat melakukan teknik salah satu pasien tersebut:

relaksasi nafas dalam sehingga nyeri pasien 3 :Gak ada kendalanya mas itu
gampang kok, tinggal
yang dialami tidak menurun. Kondisi tangannya ditaruh diatas dan
diperut trus tarik nafas lewat
lingkungan juga mempengaruhi pasien hidung keluarin mulut sambil
badannya dirilekskan
terhadap pelaksanaan teknik relaksasi
Kecuali pada responden 4 yang
nafas dalam. Lingkungan yang ramai
menyatakan bahwa teknik relaksasi nafas
seperti pada penelitian ini yaitu ruang
dalam tidak dapat menurunkan nyeri
Mawar II RSUD Dr. Moewardi
yang dirasakan. Berikut pernyataan
Surakarta yang merupakan ruang kelas 3.
responden 4 yang menunjukkan bahwa
Satu kamar pada bangsal ini terdapat 11
teknik relaksasi nafas dalam tidak dapat
tempat tidur pasien, sehingga kondisi
menurunkan nyeri yang dirasakannya :
ruangan terlihat sangat ramai dan kondisi
Pasien 4 :Gak ada mas, tapi relaksasinya
ini mempengaruhi pasien dalam itu kurang mempan mas, saya
udah bolak-balik pake kayak
berkonsentrasi saat melakukan teknik yang dibilangin mbaknya
kemarin itu tapi sama aja tu,
relaksasi nafas dalamnya. nyerinya gak berkurang mas.
Ya kurang lebih masih sama
mas 7an
14

Hasil observasi menunjukan hal ini, mengkombinasikan terapi non-

bahwa pasien yang tidak mengalami farmakologi dalam menurunkan

kendala pasien tampak rileks, pasien intensitas nyeri merupakan cara yang

tampak melakukan teknik relaksasi nafas optimal. Pengendalian nyeri dengan

dalam sesuai dengan urutan yang telah terapi non-farmakologi yang berupa

diajarkan perawat. Sedangkan pada teknik relaksasi nafas dalam dapat

responden 4 dapat melakukan teknik digunakan kapan saja, efisien, murah dan

relaksasi nafas dalam sesuai dengan tidak terdapat efek samping pada

prosedur, namun pasien tampak kurang penggunanya (Potter & Perry 2006).

kooperatif dan terfokus pada nyeri yang Penelitian yang dilakukan oleh

dirasakannya, pasien juga terlihat Dewi D, Setyoadi, dan Widastra NM

menghidari percakapan dan tampak (2009) menyatakan bahwa relaksasi nafas

menggigit bibir yang menandakan dalam dapat menurunkan skala nyeri

kesakitan. Kondisi kamar pasien yang sedang pada lansia yang menderita

ramai dan berisik juga berperan pada arthritis rheumatoid menjadi skala nyeri

tidak turunnya intensitas nyeri pasien. ringan. Sehingga teknik relaksasi

Kendala pasien saat melakukan teknik dianggap efektif dalam menurunkan

relaksasi nafas dalam dipengaruhi oleh intensitas nyeri pasien dan teknik ini

tingkat konsentrasi seseorang dan dapat digunakan sewaktu-waktu secara

lingkungan. mandiri dikarenakan gerakannya yang

Metode non-farmakologi yang sederhana.

dimaksud ialah bukan dengan pemberian Supaya relaksasi dapat dilakukan

obat-obatan, tindakan yang dilakukan dengan efektif, maka diperlukan

hanyalah untuk mengurangi nyeri yang partisipasi individu dan kerja sama.

berlangsung beberapa menit saja. Dalam Teknik relaksasi diajarkan hanya saat
15

klien sedang tidak merasakan rasa tidak relaksai nafas dalam kepada
pasien ya sesuai prosedur,
nyaman yang akut hal ini dikarenakan yang membuat kendala ya
biasanya pasien itu sendiri
ketidakmampuan berkonsentrasi karena pasien kadang tidak
kooperatif untuk diajarkan
membuat latihan menjadi tidak efektif teknik relaksasi

(Potter & Perry 2006).


Untuk mengatasi kendala pada
d. Kendala parawat dalam pemberian
pasien yang tidak kooperatif dalam
teknik relaksasi nafas dalam
melakukan teknik relaksasi, perawat
kepada pasien pasca operasi
memberikan motivasi kepada pasien dan
fraktur cruris.
keluarga pasien. Berikut pernyataan
Pada hasil wawancara dengan
perawat mengenai cara mengatasi
perawat mengenai kendala perawat saat
kendala :
memberikan teknik relaksasi nafas dalam
Perawat : emmm, ya caranya kita
kepada pasien pasca operasi fraktur cruris motivasi ke pasien sama
keluarga untuk melakukan
didapatkan data bahwa perawat tidak teknik relaksasi nafas dalam
secara mandiri
menemukan kendala dalam melakukan
Hasil observasi yang peneliti
prosedur teknik relaksasi nafas dalam.
lakukan untuk kendala perawat dalam
Akan tetapi kendala perawat ditemukan
melakukan pemberian teknik relaksasi
pada pasien yang tidak kooperatif saat
nafas dalam ialah tidak ada kendala yang
diajarkan teknik relaksasi nafas dalam.
ditemui saat mengajarkan teknik
Berikut pernyataan perawat yang
relaksasi nafas dalam kepada responden,
menunjukkan bahwa perawat tidak
perawat terlihat mengajarkan teknik
menemukan kendala dalam prosedur
relaksasi nafas dalam sesuai prosedur,
pemberian teknik relaksasi nafas dalam :
perawat terlihat memotivasi pasien agar
Perawat : Gak ada kendalanya mas
untuk prosedur teknik melakukan teknik relaksasi nafas dalam
relaksasi nafas dalam,
perawat memberikan teknik secara mandiri untuk mengurangi nyeri.
16

Teknik relaksasi nafas dalam tersebut. Apabila klien tampak

merupakan suatu bentuk asuhan mengalami kesulitan dan mengalami

keperawatan, yang dalam hal ini perawat relaksasi hanya pada sebagian tubuh,

mengajarkan kepada klien atau pasien maka perawat memperlambat kemajuan

bagaimana cara melakukan nafas dalam, latihan dan berkonsentrasi pada bagian

nafas lambat (menahan inspirasi secara tubuh yang tegang. Klien juga harus

maksimal) (Smeltzer & Bare 2002). mengetahui sejak awal bahwa latihan ini

Perawat sebagai pemberi asuhan dapat dihentikan setiap waktu. Dengan

keperawatan kepada klien diberbagai melakukan latihan, klien dapat dengan

keadaan dan situasi, yang memberikan segera melakukan latihan relaksasi

intervensi untuk meningkatan dengan mandiri (Tamsuri 2012).

kenyamanan. Perawat bertanggung jawab SIMPULAN

secara etis untuk mengontrol nyeri dan a. Respon nyeri pasien yang

menghilangkan penderitaan nyeri klien. mengalami pasca operasi fraktur


Penting bagi perawat untuk memahami
cruris di RSUD Dr. Moewardi
makna nyeri bagi setiap individu.
surakarta
Penatalaksanaan nyeri lebih dari sekedar
Nyeri merupakan suatu
pemberian analgesic. Dengan memahami
pengalaman persepsi dan emosional
nyeri lebih holistic, maka perawat dapat
dari individu yang bersifat subjektif
mengembangkan strategi yang lebih baik
dan kurang menyenangkan. Untuk
pada penanganan nyeri yang berhasil

(Potter & Perry 2006).


mengetahui intensitas skala dan

Apabila klien merasa terganggu kualitas nyeri perawat harus

atau menjadi tidak nyaman, maka melakukan pengkajian dengan

perawat akan menghentikan latihan menanyakan intensitas nyeri yang


17

dirasakan oleh pasien. Respon baik dan benar, tingkat konsentrasi

individu terhadap nyeri dipengaruhi individu dan lingkungan yang

oleh beberapa faktor antara lain usia, nyaman. Teknik relaksasi nafas dalam

jenis kelamin, kebudayaan makna yang termasuk dalam terapi

nyeri, perhatian, ansietas, keletihan, nonfarmakologis hanya digunakan

pengalaman sebelumnya, gaya koping sebagai pendamping dari pengobatan

dan dukungan keluarga dan sosial. utama atau medis.

b. Respon pasien pasca operasi c. Kendala pasien dalam

fraktur cruris terhadap pelaksanaan teknik relaksasi

pemberian teknik relaksasi nafas nafas dalam untuk mengurangi

dalam intensitas nyeri pasca operasi

Teknik relaksasi nafas dalam fraktur cruris

dapat menurunkan intensitas skala Teknik relaksasi nafas dalam

nyeri dikarenakan dengan relaksasi merupakan teknik yang sederhana dan

nafas dalam dapat merelaksasikan dapat digunakan secara mandiri,

ketegangan otot yang mendukung sehingga tidak ditemukkannya

rasa nyeri, sehingga nyeri yang kendala secara prosedur pada saat

dirasakan oleh responden dapat melakukan relaksasi nafas dalam. Hal

berkurang. Selain itu faktor yang tersebut dikarenakan gerakan yang

mendukung keberhasilan teknik digunakan pada relaksasi nafas dalam

relaksasi nafas dalam guna untuk merupakan gerakan yang sederhana

menurunkan intensitas nyeri adalah dan umum digunakan oleh semua

tahapan relaksasi nafas dalam, yang orang.


18

d. Kendala perawat dalam persepsi nyeri pada lansia dengan


arthritis rheumatoid. jurnal
pemberian teknik relaksasi nafas keperawatan soedirman. Vol. 4.
No.2. Hal 46.
dalam kepada pasien pasca
Farida, A, 2010. efektifitas terapi
operasi fraktur cruris musik terhadap penurunan nyeri post
operasi pada anak usia sekolah di
Banyaknya jumlah waktu RSUP Haji Adam Malik Medan.
Skripsi. Universitas Sumatra utara.
yang dimiliki perawat dalam Sumatra utara.

melakukan asuhan keperawatan, Fathoni, A, 2006. Metodologi


penelitian dan teknik penyusunan
sehingga memudahkan perawat untuk skripsi. Asdi Mahasatya. Jakarta.

melakukan intervensi secara mandiri Helmi, Z.N, 2011. Buku ajar


gangguan musculoskeletal. Salemba
untuk membantu pasien dalam Medika. Jakarta.

mengurangi rasa nyeri yang dimiliki Helmi, Z.N, 2012. Buku saku
kedaruratan dibidang bedah ortopedi.
sehingga pada pelaksanaan pemberian Salemba Medika, Jakarta

teknik relaksasi tidak ditemukannya Nurdin, S, Kiling, M dan Rottie, J,


2013. Pengaruh teknik relaksasi
kendala pada perawat. nafas dalam terhadap intensitas nyeri
pada pasien post operasi fraktur di
ruang irina a blu RSUP Prof. DR. R.D
DAFTAR PUSTAKA kandou Manado. ejurnal
keperawatan (e-kp), Vol 1. No. 1. Hal
Ardinata, 2007.Multidimensional
1.
nyeri. Jurnal keperawatan rufaidah
Sumatera Utara. Vol. 2. No. 2.
Patasik C.K, Tongka J dan Rottie J,
2013.Efektifitas teknik relaksasi
Creswell, J.W, 2010. Research design
nafas dalam dan guided imagery
pendekatan kualitatif, kuantitatif, dan
terhadap penurunan nyeri pada pasien
mixed. Edisi 3. Pustaka Pelajar.
post operasi section caesarea di Irina
Yogyakarta.
D BLU RSUP Prof. Dr. R D Kandou
Manado. ejurnal keperawatan (e-
Departemen Kesehatan RI 2007. Riset
Kp). Vol. 1. No. 1.
kesehatan dasar. diakses 3 November
2013. <http://www.depkes.co.id >.
Pinandita I, Purwanti E dan Utoyo B,
2012.Pengaruh teknik relaksasi
Dewi, D, Setyoadi, dan Widastra, NM
genggam jari terhadap penurunan
2009. Pengaruh teknik relaksasi
intensitas nyeri pada pasien post
nafas dalam terhadap penurunan
19

operasi laparatomi. jurnal ilmiah Tambunan, E, 2009. Panduan praktik


kesehatan keperawatan. Vol. 8. No. 1. kebutuhan dasar manusia I berbasis
kompetensi. Salemba Medika. Jakarta.
Potter, P.A & Parry, A.G, 2005. Buku
ajar fundamenta keperawatan konsep, Tamsuri, A, 2012. Konsep &
proses, praktik. Edisi 4. EGC. Jakarta. penatalaksanaan nyeri. EGC. Jakarta.
Reeves, C.J, Roux, G and lockhart, R, Waher, A, Salmond, S and Pellino, T,
2001. Keperawatan medical bedah. 2002. Orthopaedic nursing. Edisi 3.
Edisi 1. Salemba Medika. Jakarta. PA. WB Saunders Co. Philadelphia.

Sjamjuhidajat, R & Jong, D.W, 2005. Wirya I dan Sari M.D, 2013.
Buku ajar ilmu bedah. Edisi 2. EGC. Pengaruh pemberian masase
Jakarta. punggung dan teknik relaksasi nafas
dalam terhadap penurunan intensitas
Smeltzer, S.C & Barre, B.G, 2002. nyeri pada pasien post appendiktomi
Buku ajar keperawatan medikal di zaal C RS HKBP Balige tahun
bedah bruner & suddart. Edisi 2. Vol 2011. Jurnal Keperawatan HKBP
1. EGC. Jakarta. Balige. Vol. 1. No. 1.

Smeltzer, S.C & Barre, B.G, 2002. WHO, 2011. Decade of action or
Buku ajar keperawatan medikal road safety: Indonesia. diakses 6
bedah bruner & suddart. Edisi 2. Vol November 2013.
3. EGC. Jakarta. <www.who.searo/int>.

Solehati, T, 2008. Pengaruh latihan


teknik benso relaksasi terhadap
intensitas nyeri dan kecemasan klien
post operasi section caesare di RS
Cibabat Cimahi dan RS San tika
Asih Bandung. Tesis. Universitas
Indonesia. Jakarta.

Sugiyono, 2013. Memahami


penelitian kualitatif. Cetakan
kedelapan. Alfabeta. Bandung.

Sumantri, A, 2013. Metodologi


penelitian kesehatan. Edisi 1.
Kencana Prenada Media Group.
Jakarta.

Sutopo, H.B, 2006. Metodologi


penelitian kualitatif dasar teori dan
terapannya dalam penelitian. Edisi 2.
Universitas Sebelas Maret. Surakarta.

You might also like