You are on page 1of 4

22

BAB III
ANALISIS KASUS

Pada kasus ini didapatkan bayi kembar Lia Risdiana I & II berusia 5 bulan
MRS sejak 10 Maret 2012. Berdasarkan wawancara didapatkan bahwa bayi lahir di
RS Siti Khadijah dengan Sectio Caesarean atas indikasi bayi kembar dari ibu dengan
riwayat G4P3A0 hamil aterm. Lahir langsung menangis. Skor APGAR 8/9. Berat
badan kedua bayi pada saat lahir 4800 gram, saat ini 10,1 kg. Berdasarkan
penggalian riwayat lebih lanjut didapatkan riwayat ibu demam disangkal, Riwayat
KPSW disangkal, Riwayat ketuban kental hijau serta berbau juga disangkal. Riwayat
Pemakaian obat-obatan pada saat kehamilan tidak diketahui. Anak lain dari pasien
sehat dan tumbuh dengan baik.
Berdasarkan pemeriksaan fisik tidak didapatkan kelainan pada tanda vital
maupun pemeriksaan fisik secara umum. Pada pemeriksaan fisik spesifik didapatkan
pada bagian abdomen terjadi fusi dari abdomen dan tulang panggul bagian bawah
pada kedua bayi. Pada pemeriksaan genitalia didapatkan penyatuan dari genitalia
dengan anus yang terpisah. Demikian pula pada pemeriksaan laboratorium tidak
didapatkan adanya kelainan. Pada tampilan klinis ini maka kondisi pada bayi kembar
ini dapat didiagnosis sebagai kembar siam dempet perut dan panggul bawah atau
omphaloischiopagus.
Dari studi radiologi pada bayi ini dilakukan foto toraks AP dan didapatkan pada
bayi Lia I adanya Butterfly vertebrae Th10, yang menunjukkan adanya suatu
malformasi pada pembentukan vertebrae akibat persistennya notochord sehingga
terjadi kegagalan fusi bagian lateral corpus vertebrae. Hal ini berakibat pada
terbentuk celah dan adanya funnel-shape di ujung corpus vertebrae menjadikan
bentuknya seperti kupu-kupu (butterfly shape), kasusnya sangatlah jarang sering
disertai anomali kongenital lain dan bersifat asimtomatik, karena medulla spinalis
intak. Umumnya kedua korpus vertebrae berukuran relatif sama, namun dapat juga
terjadi hipoplasia pada salah satu maupun kedua corpus vertebrae. Pada
23

perkembangan selanjutnya mudah sekali terjadi pergeseran ke arah anterior atau ke


lateral, sehingga dapat menyebabkan terjadinya kifosis maupun skoliosis sehingga
satu-satunya gejala yang mungkin didapatkan adalah adanya nyeri pada pinggang
bawah (low back pain). Sementara pada bayi Lia II didapatkan adanya hemivertebrae
pada Th3-Th4, Th8-Th9. Diantara kelainan kongenital pada tulang belakang yang
lain, hemivertebrae merupakan salah satu yang tersering menyebabkan kelainan
neurologis. Hemivertebrae terbentuk akibat adanya malformasi dari salah satu corpus
vertebrae, terbentuk corpus vertebrae yang berbentuk wedge-shaped sehingga
memudahkan terjadinya angulasi pada tulang belakang yang berakibat pada kifosis,
skoliosis dan lordosis. Terdapat beberapa pengklasifikasian hemivertebrae
berdasarkan persambungan dan lokasinya. Paling sering terjadi pada midthoracic
vertebrae terutama Th8. Defisit neurologis terjadi dikarenakan adanya angulasi akan
memeprsempit kanalis spinalis, instabilitas dan luksasi dari vertebrae yang fraktur.
Beberapa gejala awal antara lain adanya kelemahan pada tungkai, inkontinensia fecal
atau urine dan nyeri spinal. Pada beberapa kasus yang ringan sampai sedang
penatalaksanaan bersifat konservatif sementara pada kasus yang berat dilakukan
koreksi operatif dengan cara dekompresi korda spinalis dan stabilisasi vertebral.
Kedua kelainan kongenital vertebrae yang terjadi pada bayi ini mungkin dapat
disertai dengan kelainan neurologis seperti yang telah tercantum diatas, tetapi belum
dapat dinilai secara klinis. Secara prognosis kedua kelainan kongenital ini tidak
membahyakan bagi pasien, tetapi dari segi morbiditas dan kualitas hidup akan sangat
mengganggu bagi pasien, sehingga apabila usia sudah lebih dewasa ataupun dapat
kooperatif dalam pemeriksaan, perlu dilakukan eksplorasi lebih dalam tentang
kondisi pasien. Selain itu butterfly vertebrae maupun hemivertebrae hampir selalu
disertai adanya kelainan kongenital lainnya, sehingga diperlukan pencarian dan
modalitas lain untuk lebih mengetahui kondisi pasien.
Pada modalitas ultrasonography (USG), didapatkan adanya rotasi dari uterus
dan buli-buli disertai adanya fusi pada buli-buli. Hal ini menunjukkan adanya fusi
organ terutama buli-buli yang merupakan karakteristik dari ischiopagus akibat tidak
24

terpisahnya allantois pada fase embryogenesis. Pada kelainan ini sifatnya sangat
bervariasi, pada kasus ini di genitalia externa didapatkan organ genitalia yang
terpisah tetapi berada dalam satu kompleks kloakal. Perlu dilakukan penelusuran
lebih lanjut mengenai anatomis dan fungsi masing-masing traktus urogenitalia
masing-masing bayi. Pemeriksaan dengan bahan kontras seperti pada IVP, dapat
dilakukan untuk memvisualisasikan traktus urogenitalia kedua bayi ini. Selain itu
dilakukan echocardiography pada bayi kembar siam dan didapatkan adanya
spontaneus closure VSD pada bayi Lia I. Prosedur echocardiography merupakan
salah satu prosedur rutin yang dilakukan pada bayi kembar siam, hal ini digunakan
untuk selain untuk menilai fungsi dan anatomi kardiovaskular juga sebagai evaluasi
pre-operatif untuk menentukan adanya anomali atau kemungkinan-kemungkinan lain
yang mungkin akan mempersulit ataupun menghambat operasi.
Ditinjau dari segi radiologis pasien ini masih memerlukan modalitas lain untuk
mengeksplorasi lebih jauh mengenai kondisi pasien. Pada kasus ini dianjurkan untuk
melakukan menggunakan modalitas MRI dan CT Scan untuk memberikan
visualisasi anatomi dan tulang secara detail, memberikan informasi mengenai posisi
organ, viscera yang berfusi dan anatomi vaskular yang mungkin juga mengalami
anomali. Pemeriksaan dengan kontras juga dianjurkan pada pemeriksaan abdomen
dan traktus urogenital. Selain itu jika ingin dilakukan operasi pemisahan makan perlu
dilakukan angiografi untuk memberikan informasi mengenai suplai vaskular serta
distribusi antar organ yang berfusi,hal ini akan sangat menjadi informasi dan acuan
yang sangat vital di meja operasi. Namun tentu saja modalitas ini bersifat lebih
invasif dibandingkan modalitas lainnya, sehingga angiografi lebih bersifat sebagai
komplementer diindikasikan terutama pada kasus dimana anatomi vaskular tidak
dapat divisualisasikan dengan metode lainnya.
Pada akhirnya tidak ada metode radiologis yang bersifat lebih superior
dibanding yang lain, masing-masing modalitas memiliki kekurangan dan
kelebihannya sendiri. Pemilihan modalitas didasarkan pada fasilitas dan sarana, serta
adanya sumber daya manusia yang mampu mengoperasikan serta melakukan
25

penilaian setelahnya. Pada manajemen bayi kembar siam, evaluasi multidisipliner


yang terintegrasi jauh lebih penting untuk manajemen pasien. Evaluasi radiologi
selayaknya berfungsi untuk membantu dalam mengambil keputusan dan tindakan
dokter baik dalam fase preoperatif, intraoperatif maupun pascaoperatif.

You might also like