You are on page 1of 14

Jurnal Ilmiah Ibnu Sina, 2 (2), 313-326 Verawaty

ANALISIS KEBUTUHAN TENAGA KEFARMASIAN DI


INSTALASI FARMASI RUMAH SAKIT GRHA PERMATA
IBU TAHUN 2016
Verawaty1,2), M. Ihsan Ramdani2), Dian Ratih Laksmitawati1), Christine Meidiawati3)

1) Magister Ilmu Farmasi, Universitas Pancasila Jakarta Selatan


2) Rumah Sakit Grha Permata Ibu Depok
3) Fakultas Farmasi, Universitas Pancasila Jakarta Selatan
E-mail: ahzaalif12@gmail.com

ABSTRAK
Potensi kejadian medication error di Instalasi Farmasi dapat timbul akibat
meningkatnya beban kerja tenaga kefarmasian. Beban kerja yang berlebih memicu
kelelahan dan kurangnya konsentrasi petugas dalam pelayanan kefarmasian. Hal
tersebut akan mengakibatkan penurunan mutu pelayanan di Instalasi Farmasi.
Penambahan jumlah tenaga kefarmasian merupakan solusi untuk mengurangi
beban kerja, karena itu diperlukan analisis beban kerja tenaga kefarmasian di
Instalasi Farmasi Rumah Sakit Graha Permata Ibu (IFRS GPI) untuk di gunakan
dalam menghitung kebutuhan tenaga ideal dan produktif yang menjadi tujuan dari
penelitian ini.
Penelitian ini merupakan penelitian gabungan kualitatif dan kuatitatif
dengan sampel seluruh aktivitas tenaga kefarmasian. Teknik pengumpulan data
dengan observasi menggunakan work sampling dan wawancara mendalam. Data
dianalisis menggunakan metode Workload Indicators of Staffing Need (WISN).
Hasil penelitian menunjukkan aktivitas produktif langsung sebesar 59,14%,
aktivitas produktif tidak langsung 17,22%, aktivitas non produktif 16,99% dan
aktivitas pribadi 6,65%. Kebutuhan tenaga kefarmasian adalah 26 orang.
Perbandingan kenyataan dan kebutuhan (rasio) tenaga kefarmasian adalah 0,7
yang menunjukkan jumlah tenaga kefarmasian tidak sesuai dengan beban kerja.
Perlu dilakukan penambahan tenaga kefarmasian, pengaturan jadwal jaga,
memodifikasi alur pelayanan resep, memaksimalkan pemanfaatan sistem
informasi rumah sakit, meningkatkan peran apoteker dan melakukan pendidikan
dan pelatihan berkelanjutan.
Kata kunci : kebutuhan tenaga kefarmasian; WISN; work sampling

Artikel diterima: 21 Agustus 2017 313


Diterima untuk diterbitkan: 20 September 2017
Diterbitkan: 16 Oktober 2017
Jurnal Ilmiah Ibnu Sina, 2 (2), 313-326 Verawaty

ABSTRACT
The potential incidence of medication error in pharmacy unit can arise due
to increased workload of pharmacy staff. Excessive workload triggers exhaustion
and lack of concentration pharmacy staff in pharmacy services. Increasing the
number of pharmacy staff is the solution to reduce workload, therefore analysis of
workload of pharmacy staff at Graha Permata Ibu Hospitals pharmacy unit
(IFRS GPI) is required to be used in calculating the ideal and productive needs of
staff which is the purpose of this study.
This study is a combination of qualitative and quantitative research with
samples from pharmacy personnel activities. The techniques of data collection
were obtained through observation using work sampling and in-depth interviews.
Data were analyzed using Workload Indicators of Staffing Need (WISN).
The result showed as follows, direct productive activities amounted to
59.14%, indirect productive activities amounted to 17.22%, 16.99% of non-
productive activities, and 6.65% of personnel private activities. Pharmacy staffing
need is 26 people. The ratio comparison between existing personnel and staffing
need of the pharmacy installation was 0.7, which indicates the numbers of
pharmacy personnel are not in accordance with the workload. That concludes a
few necessities such as a need for new hires of pharmacy personnel, a new
arrangement of work shifts and scheduling, a modification of service flow for
requested prescription, a need to maximize the utilization of hospital information
systems, a need o increase the role of pharmacists, and to conduct education and
continuous training.
Key word: pharmacy staffing need; WISN; work sampling

PENDAHULUAN
Sejak dibukanya layanan memberikan peran pelayanan pasien
Badan Penyelenggara Jaminan Sosial di bidang kefarmasian.
(BPJS) di Indonesia tahun 2014, Tenaga kefarmasian di IFRS
Rumah Sakit Ghra Permata Ibu (RS GPI berjumlah 18 orang yang terdiri
GPI) menjadi salah satu pelopor dari Apoteker dan Tenaga Teknis
rumah sakit swasta di daerah Depok Kefarmasian (TTK). TTK yang
yang menerima peserta BPJS. Hal ini bekerja di IFRS GPI terdiri dari
menyebabkan peningkatan jumlah lulusan Sekolah Menengah Farmasi,
kunjungan pasien di tahun 2015 D3 Farmasi, dan S1 Farmasi. Tenaga
hingga 60% jika dibandingkan tahun kefarmasian bekerja sesuai jadwal
sebelumnya. Instalasi Farmasi RS jaga shift pagi, sore, dan malam
GPI (IFRS GPI) adalah salah satu dengan distribusi tenaga pagi : siang :
bagian dirumah sakit yang malam : libur, 7 : 7 : 2 : 2. Tenaga

314
Jurnal Ilmiah Ibnu Sina, 2 (2), 313-326 Verawaty

kefarmasian yang ada sekarang tidak pelayanan resep yaitu mencapai 20-
ada perubahan dalam jumlah tenaga 30 % dari keseluruhan keluhan pasien
sejak tahun sebelumnya. terhadap pelayanan RS GPI.Keluhan
Jumlah resep yang masuk ke tidak hanya datang dari pasien saja,
IFRS GPI setiap harinya 300-400 petugas tenaga kefarmasian juga
lembar resep. Resep yang dilayani mengalami tekanan terhadap
Instalasi Farmasi berasal dari Instalasi tumpukan resep yang menyebabkan
Rawat Jalan (poliklinik), Instalasi bertambahnya jam kerja atau lembur.
Gawat Darurat dan Instalasi rawat Tanda-tanda kelelahan dan kurangnya
inap (ruang perawatan). Asal resep konsentrasi dalam bekerja dibuktikan
terbanyak dari poliklinik penyakit dengan kejadian medication error di
dalam, jantung dan anak. Rata-rata sepanjang tahun 2015 dengan nilai
perbandingan resep yang masuk pada rata-rata 2-3 kejadian per bulan yang
tiap shift pagi : sore : malam adalah 4 bersifat error no harm berkaitan
: 5 : 1. Dan perbandingan resep yang dengan wrong patient.Penelitian yang
masuk untuk kategori racikan dan non dilakukan di RSUP Prof. Dr. R.D.
racikan adalah 2 : 8. Petugas jaga Kandau Manado yang memberikan
shift sore hampir setiap hari kesimpulan faktor penyebab medical
mempunyai kelebihan jam kerja 1-2 error pada fase dispensing
jam karena masih melakukan diantaranya adalah beban kerja yaitu
pelayanan kefarmasian. rasio antara beban kerja dan SDM
Peningkatan jumlah resep tidak seimbang (Donsu, 2016).
yang harus dilayani oleh IFRS GPI Tujuan penelitian ini
menyebabkan waktu tunggu dilakukan adalah untuk menganalisa
pelayanan resep pasien menjadi lebih beban kerja dan mengetahui jumlah
panjang. Data dari bagian Humas dan tenaga kefarmasian yang dibutuhkan
Pemasaran RS GPI tahun 2015 berdasarkan beban kerja tersebut
mengenai keluhan pasien yang masuk dengan menggunakan metode
melalui Survey Kepuasan Pelanggan Workload Indicator Staffing Need
untuk IFRS GPI, lebih dominan (WISN) dan hasil yang diperoleh
terkait dengan masalah waktu tunggu akan digunakan untuk data rujukan

315
Jurnal Ilmiah Ibnu Sina, 2 (2), 313-326 Verawaty

dan rekomendasi pemecahan masalah dalam nilai waktu dan kemudian


terkait beban kerja (WHO, 2010). dibuat persentase. Metode kualitatif
METODE dilakukan dengan melakukan
Penelitian ini adalah wawancara mendalam untuk menilai
penelitian kualitatif dan kuantitatif pendapat dan persepsi mengenai
(Mixed Method Research), dengan kegiatan pelayanan kefarmasian dari
strategi Concurrent triangulation. informan yang telah ditentukan
Peneliti menjalankan metode sebelumnya. Informan yang dipilih
kuantitatif dan kualitatif ecara terdiri dari wakil direktur medik dan
bersamaan untuk menganalisa beban keperawatan, kepala bagian SDM,
kerja dan memperoleh jumlah tenaga kepala unit perbekalan farmasi,
kefarmasian berdasarkan metode kepala unit mutu dan administrasi,
Workload Indicator Staffing Need penanggung jawab shift dan apoteker.
(WISN). Metode kuantitatif dilakukan HASIL DAN PEMBAHASAN
dengan melakukan pengumpulan data Gambaran waktu dan
aktifitas kerja tenaga kefarmasian proporsi kegiatan tenaga kefarmasian
dengan cara melakukan pengamatan disajikan pada Tabel 1., berurutan
menggunakan formulir work mulai dari kegiatan tertinggi yang
sampling. Pengamatan akan dilakukan adalah kegiatan produktif
menggambarkan aktifitas yang langsung (59,14%), produktif tidak
dilakukan oleh tenaga kefarmasian langsung (17.22%), kegiatan tidak
yang kemudian akan dikelompokkan produktif (16,99%) dan kegiatan
kedalam beberapa aktifitas dan pribadi (6,65%).
selanjutnya aktifitas akan dihitung

316
Jurnal Ilmiah Ibnu Sina, 2 (2), 313-326 Verawaty

Tabel 1. Jumlah waktu kegiatan tenaga kefarmasian menurut jenis


kegiatannya dalam satuan menit di IFRS Grha Permata Ibu
Kegiatan t (menit) %
A. Produktif Langsung
Menerima dan menginput resep 3860 15,84%
Menulis etiket obat 2200 9,03%
Penyiapan obat tunggal dan alkes 3740 15,35%
Meracik obat 645 2,65%
Membuat salinan resep 1330 5,46%
Konfirmasi resep 365 1,50%
Menyerahkan obat 2010 8,25%
Meretur obat 259 1,06%
Sub total 14409 59,14%
B. Produktif tidak langsung
Defekta obat 275 1,13%
Merapikan peralatan kerja 350 1,44%
Merapikan dokumen kerja 310 1,27%
Merapikan dan menyimpan obat/alkes 665 2,73%
Mengambil obat dari gudang 285 1,17%
Mengecek stok obat 780 3,20%
Mengerjakan laporan bulanan 340 1,40%
Berdiskusi masalah kerja 650 2,67%
Rapat Instalasi 0 0,00%
Operan shift/briefing (membaca buku operan) 540 2,22%
Sub total 4195 17,22%
C. Tidak produktif
Menelpon dengan telepon pribadi 240 0,99%
Mengobrol 580 2,38%
Bermain handphone 975 4,00%
Tidur 1940 7,96%
Keluar 225 0,92%
Persiapan di awal shift 180 0,74%
Sub total 4140 16,99%
D. Pribadi
Makan 715 2,93%
Minum 85 0,35%
Sholat 485 1,99%
Toilet 310 1,27%
Berdandan 25 0,10%
Sub total 1620 6,65%

317
Jurnal Ilmiah Ibnu Sina, 2 (2), 313-326 Verawaty

Total 24364 100,00%

Persentase aktifitas produktif hari dan 3 hari untuk cuti bersama.


total instalasi farmasi adalah 76,36%, Berdasarkan ketentuan SDM Rumah
sedangkan Menurut Ilyas (2011), Sakit Grha Permata Ibu, setiap
aktifitas produktif optimum adalah karyawan diberikan waktu untuk
80%, sehinggamasih aktivitas pendidikan dan pelatihan 24 jam per
produktif di IFRS GPI yang masih tahun. Jumlah ketidakhadiran kerja
dapat dimaksimalkan sebesar 3,3% dengan alasan sakit dan tidak masuk
artinya kinerja tenaga kefarmasian di kerja dengan alasan lain dihitung dari
IFRS harus ditingkatkan dengan cara total jumlah ketidakhadiran selama 1
meningkatkan aktivitas produktif. tahun dibagi dengan rata-rata jumlah
Jumlah hari kerja bagi tenaga tenaga kefarmasian dalam 1 tahun.
kefarmasian adalah 7 hari per minggu Hasil perhitungan Waktu Kerja
atau 366 hari dalam 1 tahun di 2016. Tersedia (WKT) bagi seorang tenaga
Hari libur nasional berdasarkan kefarmasian di RS PGI adalah 287
Keputusan Bersama Menteri terkait hari/tahun atau 2.009 jam/tahun atau
tentang Libur Nasional dan Cuti 120.540 menit/tahun disajikan pada
Bersama tahun 2016 ditetapkan 60 Tabel 2.

Tabel 2. Waktu Kerja Tersedia Tenaga Kefarmasian Dalam 1 (Satu) Tahun


Kode Faktor Jumlah Keterangan
A Hari kerja 366 hari/tahun
B Cuti Tahunan 12 hari/tahun
C Pendidikan dan Pelatihan 1 hari/tahun
D Hari Libur Nasional 63 hari/tahun
E Rata-rata ketidakhadiran kerja 3 hari/tahun
F Waktu kerja 7 jam/hari
Total hari kerja = [A-(B+C+D+E)] 287 hari/tahun
Waktu kerja tersedia = [A-
(B+C+D+E)]xF 2009 jam/hari
Total Waktu Kerja dalam menit 120540 menit/tahun

Dari kegiatan pokok yang dibutuhkan untuk menyelesaikannya


disusun berdasarkan waktu yang dan waktu yang tersedia dalam satu

318
Jurnal Ilmiah Ibnu Sina, 2 (2), 313-326 Verawaty

tahun, maka Standar Beban Kerja melaksanakan berbagai kegiatan lain


didapatkan pada Tabel 3. Tenaga yang menyita jam kerja tersedia yang
kefarmasian di IFRS GPI mempunyai dimilikinya. Standar beban kerja
standar beban kerja sebesar 12054 pertahun untuk kategori tenaga
aktivitas pembuatan obat racikan. Hal kefarmasian di IFRS GPI,
ini tidak berarti bahwa tenaga menunjukkan bahwa aktivitas
kefarmasian diharapkan mengerjakan pembuatan obat racikan
sejumlah 12054 aktivitas pembuatan membutuhkan waktu 1/12054 dari
obat racikan dalam satu tahun. hari kerja tersedia selama satu tahun.
Namun tenaga kefarmasian juga

Tabel 3. Standar Beban Kerja Tenaga Kefarmasian


Rata-rata waktu per Standar Beban
Kegiatan Pokok
kegiatan (menit) Kerja (kali)
Penerimaan/ verifikasi
60270
resep 2
Input resep 3 40180
Penulisan Etiket 3 40180
Penyerahan Obat 2 60270
Inventory obat 3 40180
Pembuatan obat non
24108
racikan 5
Pembuatan obat racikan 10 12054
Konfirmasi resep 3 40180
Membuat salinanresep 2 60270
Menerima retur 3 40180

Faktor kelonggaran merupakan kegiatan yang tidak terkait langsung


dengan pelayanan namun dapat mempengaruhi kualitas pelayanan, penyusunan
faktor kelonggaran dapat dilaksanakan melalui pengamatan dan wawancara
kepada tiap kategori SDM yang hasilnya dapat dilihat pada Tabel 4.

319
Jurnal Ilmiah Ibnu Sina, 2 (2), 313-326 Verawaty

Tabel 4. Standar Kelonggaran Tenaga Kefarmasian


Lama Frekuensi Total kebutuhan
Kebutuhan
Kegiatan kegiatan per tahun waktu
tenaga
(menit) (kali) (menit)
Menghitung stok narkotika
psikotropika 45 12 540 0,004tenaga
Menginput laporan narkotika
psikotropika 30 12 360 0,003 tenaga
Merekap laporan bulanan 45 12 540 0,004 tenaga
Pengajian bulanan 90 12 1080 0,009 tenaga
Stok opname 300 2 600 0,005 tenaga
Briefing koordinasi 15 366 5490 0,046 tenaga
Rapat 120 12 1440 0,012 tenaga
Pendidikan dan Pelatihan 90 12 1080 0,009 tenaga
Standar Kelonggaran 0,09 tenaga

Data yang dibutuhkan untuk menghitung jumlah tenaga kefarmasian


yang dibutuhkan adalahwaktu kerja tersedia, standar beban kerja dan standar
kelonggaran, dan kuantitas kegiatan pokok selama kurun waktu satu tahun. Dari
data yang telah diperoleh, hasil perhitungan kebutuhan tenaga berdasarkan WISN
ditampilkan pada Tabel 5.

Tabel 5. Perhitungan Kebutuhan Tenaga Kefarmasian dengan Metode


WISN
Kuantitas Kegiatan Pokok Standar Beban Kerja Kebutuhan
Kegiatan Pokok
(kali) (kali) Tenaga
Penerimaan resep 177840 60270 2,95 tenaga
Input 177840 40180 4,43 tenaga
Etiket 177840 40180 4,43 tenaga
Serah 177840 60270 2,95 tenaga
Penyiapan obat non
racikan dan alkes 156240 24180 6,46 tenaga
membuat obat racikan 21600 12054 1,79 tenaga
Konfirmasi resep 35568 40180 0,89 tenaga
Membuat salinan resep 90000 60270 1,49 tenaga
Retur 5400 40180 0,13 tenaga
Jumlah tenaga yang dibutuhkan 25,52 tenaga
Standar Kelonggaran 0,09 tenaga
WISN = (KKP/SBK) + SK 25,61 tenaga
Jumlah tenaga saat ini 18 tenaga
Rasio WISN 0,7

320
Jurnal Ilmiah Ibnu Sina, 2 (2), 313-326 Verawaty

Keterangan :
Jumlah tenaga yang dibutuhkan = frekuensi dalam setahun/Standar beban kerja

Hasil perhitunganpada Tabel 5. izin akan terasa sekali saat


menunjukkan bahwa kebutuhan melakukan pelayanan.....(informan 2)
tenaga kefarmasian di IFRS GPI Rasio WISN merupakan
adalah 26 orang, padahal jumlah suatu ukuran pengganti bagi
ketersediaan tenaga kefarmasian di tekanan kerja yang dialami tenaga
IFRS GPI sekarang ini adalah 18 kefarmasian dalam melakukan
orang, hal tersebut berarti ada pelayanan kefarmasian di rumah
kekurangan jumah tenaga sebanyak 8 sakit. Rasio jumlah tenaga
orang. Kebutuhan jumlah tenaga kefarmasian dihitung dengan
terbanyak adalah penyiapan obat non membandingkan jumlah tenaga yang
racikan dan alat kesehatan sebanyak 6 ada sekarang dengan jumlah tenaga
orang, menginput resep sebanyak 4 sesuai dengan perhitungan WISN.
orang, membuat etiket obat sebanyak Jumlah tenaga kefarmasian sekarang
4 orang. Kekurangan tenaga tersebut adalah 18 orang sedangkan jumlah
dibenarkan dan dirasakan oleh tenaga yang seharusnya dari
petugas farmasi yang ditunjuk sebagai perhitungan adalah 26 orang. Dengan
informan; demikian rasio tenaga kefarmasian
........beban kerja tenaga seiring adalah 18/26 atau 0,7. Menurut WISN
dengan meningkatnya jumlah pasien nilai rasio kurang dari satu berarti
semakin bertambah, lembur dapat jumlah tenaga tidak sesuai dengan
dipastikan tiap shift sore. jumlah beban kerja. Dengan
Menumpuknya resep pada saat input meningkatnya jumlah resep yang
dan penumpukan obat yang harus dilayani, akan meningkatkan beban
dibuat etiket pada jam-jam kerja secara langsung (Buntha, 2008).
sibuk............(informan 1) Beban kerja yang tinggi bisa
....beban kerja difarmasi semakin memberikan dampak bagi pelayanan,
berat, karena kurangnya SDM yang yaitu bisa meningkatkan potensi
ada. Jika ada teman yang sakit atau terjadinya kesalahan pengobatan
(Drug Week, 2007).

321
Jurnal Ilmiah Ibnu Sina, 2 (2), 313-326 Verawaty

Berdasarkan deskripsi data kefarmasian dapat dilakukan dengan


distribusi aktifitas tenaga kefarmasian pendekatan Lean Management.
dan perhitungan kebutuhan tenaga Menurut Coons (2007), penerapan
kerja menurut WISN, maka diperoleh lean management akan memberikan
hasil bahwa IFRS GPI masih peningkatan produktivitas antara 10-
memerlukan 8 tenaga baru agar 35%. Rekomendasi dalam
pekerjaan kefarmasian dapat berjalan pelaksanaan intervensi dapat dibagi
optimum. Distribusi dan pembagian menjadi intervensi jangka pendek
tugas yang optimal tentu saja yaitu pengaturan jadwal dinas (waste
diharapkan agar dapat tercipta waiting) dan perubahan alur
suasana kerja yang kondusif yang pelayanan resep (waste motion).
mengedepankan pasien safety. Intervensi jangka menengah yaitu
Namun demikian kondisi ideal penambahan tenaga. Dan intervensi
kebutuhan tambahan 8 orang tenaga jangka panjang yaitu memaksimalkan
baru tidak boleh sampai memberatkan IT dan meningkatkan peran apoteker
manajemen keuangan rumah sakit. (waste not using the creativity
Oleh sebab itu diperlukan analisis employee) dan melakukan pendidikan
deskriptif lebih lanjut agar dapat dan pelatihan secara berkala.
diajukan beberapa rekomendasi yang Manajemen waktu harus
merupakan usulan perbaikan. dikelola untuk memaksimalkan
Aktivitas produktif IFRS kegiatan produktif tenaga
GPI masih kurang sebanyak 3,3% kefarmasian. Salah satu caranya
apabila dibandingkan waktu kerja dengan pengaturan jadwal dinas.
optimum. Karena nilai optimum Tenaga kefarmasian yang tidak
belum tercapai maka kinerja tenaga melakukan pelayanan selama belum
kefarmasian harus lebih ditingkatkan ada resep yang masuk ke instalasi
dengan cara memaksimalkan aktivitas farmasi dapat dikelompokkan
produktif dan mengurangi aktivitas kedalam waste waiting dalam lean
non produktif. management. Waktu menunggu ini
Rekomendasi untuk dapat dikelola dengan
peningkatan kinerja tenaga memaksimalkan aktivitas produktif

322
Jurnal Ilmiah Ibnu Sina, 2 (2), 313-326 Verawaty

dan menyediakan tenaga pada saat Kegiatan menulis etiket dan menulis
resep sudah mulai masuk ke IFRS. salinan resep dapat dikelompokkan
Usulan penambahan tenaga didalam Waste of processing, karena
kefarmasian di kelompokkan sebagai ke 2 aktivitas tersebut dapat
intervensi jangka menengah, karena digantikan dengan penggunaan sistem
berdasarkan hasil penelitian aktivitas komputer. Tahapan dalam
produktif belum mencapai batas penggunaan e-prescribing yaitu
optimum. Penambahan tenaga dalam verifikasi permintaan obat di sistem
suatu organisasi terutama rumah sakit komputer, membuat bon resep,
harus mempertimbangkan kebijakan menginput dan mencetak etiket dan
rumah sakit, mendesaknya kebutuhan atau salinan resep. Dengan sistem e-
tenaga, potensi insiden keselamatan prescribing petugas tidak perlu lagi
pasien terkait kurangnya tenaga dan menulis etiket dan membuat salinan
anggaran rumah sakit. Analisis resep secara manual. Penggunaan e-
kebutuhan tenaga digunakan sebagai prescribing mengurangi kegiatan
data utama dalam pengajuan konfirmasi resep karena tulisan dokter
penambahan tenaga selain data-data yang kurang jelas. Penggunaan e-
penunjang lainnya. Penambahan prescribing dapat meningkatkan
tenaga dilakukan jika sudah tidak bisa kualitas dan efektivitas pelayanan,
dilakukan intervensi terhadap tenaga proses bekerja secara otomatis yang
yang sudah ada. Proses penambahan sangat meningkatkan efisiensi dari
tenaga biasanya bertahap terkait pemberi resep dan apoteker (Pratiwi,
perencanaan dari SDM dan 2013). Pengelolaan data secara
perencanaan keuangan rumah sakit. manual, mempunyai banyak
Intervensi yang dilakukan kelemahan selain membutuhkan
sebelum penambahan tenaga dapat waktu yang lama, keakuratan juga
berupa perubahan sistem atau kurang dapat diterima, karena
modifikasi alur kerja.Penggunaan e- kemungkinan kesalahan sangat besar
prescribing dapat mengurangi (Handoyo, 2008). Dalam hal ini
aktivitas dan berpengaruh pada pengadaan sistem yang terintegrasi
keselamatan pasien (Kanrry, 2011). didalam rumah sakit memerlukan

323
Jurnal Ilmiah Ibnu Sina, 2 (2), 313-326 Verawaty

investasi yang mahal, perlu dibangun, konseling. Peran apoteker dalam


dikembangkan dan di maintenance melaksanakan kegiatan farmasi klinis
dengan baik. Freindly system menjadi tidak dapat diwakilkan kepada tenaga
unsur yang paling penting dalam teknis kefarmasian. Belum
pemilihan sistem yang baik. maksimalnya pelayanan farmasi klinis
Peran apoteker dalam disebabkan oleh kurangnya
melakukan perubahan pelayanan ketersediaan tenaga apoteker di IFRS
kefarmasian ke arah patient oriented GPI. Apoteker yang ada saat ini
harus dimulai dengan komitmen berjumlah satu orang dan kegiatan
manajemen rumah sakit untuk yang dilakukan terbatas pada
mendukung perubahan ini. Peran pelayanan informasi obat untuk
apoteker yang belum optimal dapat pasien rawat jalan.Tersedianya
dikelompokkan kedalam waste of not apoteker di pelayanan rawat jalan dan
using the creativity off all employees. rawat inap sangat dibutuhkan, untuk
Waste ini adalah keadaan dimana melaksanakan pelayanan farmasi
keahlian karyawan tidak klinik. Usulan jumlah apoteker yaitu
dimanfaatkan atau tidak dapat tiga orang, ditambah apoteker yang
diaplikasikan sesuai dengan sudah ada totalnya menjadi 4 orang.
kompetensinya. Pengelompokkan Distribusi penempatan apoteker untuk
aktivitas produktif langsung untuk kebutuhan bagian pelayanan rawat
apoteker dalam penelitian ini sudah inap 2 orang dan pelayanan rawat
tersedia. Namun hasil pengamatan jalan 2 orang. Sehingga pada kedua
tidak menemukan data bahwa tempat pelayanan kefarmasian ini
apoteker melaksanakan aktivitas yang dapat diberikan layanan farmasi klinis
menjadi perannya dalam farmasi secara maksimal. Apoteker berperan
klinis. Peran apoteker dalam utama dalam meningkatkan
pelaksanaan farmasi klinis antara lain: keselamatan dan efektifitas
rekonsiliasi obat, visite, pemantauan penggunaan obat. Misi utama
terapi obat, monitoring efek samping apoteker dalam keselamatan pasien
obat, evaluasi penggunaan obat, adalah memastikan bahwa semua
pemantauan obat dalam darah dan

324
Jurnal Ilmiah Ibnu Sina, 2 (2), 313-326 Verawaty

pasien mendapatkan pengobatan yang dan pendidikan dan pelatihan secara


optimal. berkala.

KESIMPULAN
DAFTAR PUSTAKA
Berdasarkan analisis kebutuhan
Buntha, P. 2008, Pharmacist
tenaga kefarmasian dengan metode Workload In State Of Nevada
During 2000-2006:A
WISN di Instalasi Farmasi Rumah
Longitudinal Study. ProQuest
Sakit Grha Permata Ibu tahun 2016 Dissertations Publishing, Ann
Arbor.
diketahui bahwa Jumlah kebutuhan
Coons, J.A., 2007, Beginning the
tenaga kefarmasian adalah 26 orang, Lean Improvement Journey in
kurang 8 orang dari jumlah di the Clinical Laboratory, White
paper,
lapangan. Rasio WISN 0,7, yang https://www.iienet2.org/.../Begi
berarti jumlah tenaga saat ini lebih nning%20the%20Lean%20Imp,
di akses Oktober 2010.
kecil daripada yang dibutuhkan untuk
Departemen Kesehatan Republik
mengatasi beban kerja yang ada. Indonesia, 2008, Tanggung
Mengingat distribusi aktifitas Jawab Apoteker terhadap
Keselamatan Pasien. Jakarta
produktif total adalah 76,35%, maka
Donsu, Y.C., 2016, Faktor Penyebab
kebutuhan tenaga masih dapat Medication Error Pada
dioptimalkan. Rekomendasi untuk Pelayanan Kefarmasian Rawat
Inap Bangsal Anak RSUP
manajemen RS Graha Permata PROF. DR. R.D. Kandou
Ibudibagi berdasarkan 3 kategori Manado, PharmaconJurnal
Ilmiah Farmasi UNSRAT,
yaitu jangka pendek melakukan Vol. 5 No. 3 Agustus 2016
pengaturan jadwal dinas tenaga ISSN 2302 2493
kefarmasian dan memperbaiki alur Handoyo, Eko dkk., 2008, Aplikasi
Sistem Informasi Rumah Sakit
pelayanan resep, kategori jangka Berbasis Web Pada Sub-sistem
menengah yaitu penambahan tenaga Farmasi Menggunakan
Framework Prado, Jurnal
kefarmasian, kategori jangka panjang Teknik Elektro, Vol. 7 No. 1
yaitu memaksimalkan sistem Januari - Juni 2008, Universitas
Diponegoro.
informasi rumah sakit, peningkatan
Ilyas, Y., 2011, Perencanaan
peran apoteker didalam pelayanan SDM Rumah Sakit. Pusat Kajian

325
Jurnal Ilmiah Ibnu Sina, 2 (2), 313-326 Verawaty

Ekonomi Kesehatan, Fakultas


Kesehatan Masyarakat, Jakarta.
Kannry J., 2011, Effect of e-
prescribing systems on patient
safety. Gunung Sinai J Med.
November-Desember;
78(6):827-33. Doi:
10.1002/msj.-20298.
Pratiwi, P.S., Lestari, A., 2013, E-
prescribing : Studi Kasus
Perancangan dan Implementasi
Sistem Resep Obat Apotik
Klinik. Indonesian Journal on
Computer Science Speed.
IJCSS Volume 10 no 4
November 2013.
Word Health Organization,
2010,WISN Workload
Indicators of Staffing Need.
Use'r Manual,
www.who.int/hrh/resources/wis
n_user_manual/en/, di akses
Oktober 2015.

326

You might also like