Professional Documents
Culture Documents
id
Oleh
ABSTRACT
1)
Bidang Dinamika Laut, Pusat Penelitian Oseanografi-LIPI, Jakarta.
33
Metode kolorimetri, sudah banyak ditinggalkan g/L (STRICKLAND & PARSONS, 1968;
sedangkan metode chromatography-paper JEFFREY & HUMPHREY, 1975). Metode
belum banyak digunakan dalam kegiatan yang spektrofotometri memiliki kelebihan
bersifat rutin, antara lain dalam survei-survei dibandingkan dengan metode kolorimetri
oseanografi (NONTJI, 1973). Tulisan ini akan karena pengukuran sudah menggunakan alat
membicarakan berbagai metode pengukuran (spektrofotometer). Hasil pengukuran lebih
kandungan klorofil fitoplankton di laut serta akurat, dapat menentukan jenis-jenis klorofil
kelebihan dan kekurangan dari masing-masing (klorofil-a, -b, -c1 dan -c2) dan telah memiliki
metode tersebut. Tujuan penulisan ini agar para satuan absolut. Kelemahan dari metode
pembaca memahami cara pengukuran spektrofotometri karena sensitifitas alat
kandungan klorofil fitoplankton sehingga (spektrofotometer) rendah sehingga dalam
dapat memilih metode yang tepat, akurat dan proses penyaringan memerlukan volume air
sesuai dengan tingkat kebutuhannya. yang besar. Selain hal tersebut, metode
spektrofotometri tidak dapat membedakan
antara klorofil dengan hasil dekomposisinya
MACAMMACAM METODE sehingga hasil pengukuran lebih tinggi dari
PENGUKURAN KLOROFIL nilai yang sebenarnya.
FITOPLANKTON JEFFREY & ALLEN (1967)
memperkenalkan metode kertas kromatografi.
Pengukuran klorofil fitoplankton di laut Metode ini dapat menentukan jenis-jenis
pertama kali diperkenalkan oleh HARVEY (1934) pigmen pada fitoplankton secara lebih teliti,
dengan menggunakan metode kolorimetri. tetapi metode ini tidak dimaksudkan untuk
Metode ini sederhana dan tidak memerlukan pengukuran rutin di laut karena metode ini
biaya mahal, namun memiliki kelemahan karena memerlukan tempat yang stabil. Metode kertas
pengukuran untuk menentukan kesamaan kromatografi dimaksudkan untuk mempelajari
warna antara larutan ekstrak klorofil dengan pigmen-pigmen fitoplankton dalam keadaan
larutan standar dilakukan secara visual. khusus, misalnya penelitian fisiologis
Pengukuran dengan metode ini kurang akurat blooming fitoplankton yang dilakukan in situ.
karena hasilnya sangat ditentukan oleh Seiring dengan perkembangan berbagai
subyektivitas si pengamat dan nilai yang metode tersebut, YENTSCH & MENZEL (1963)
dihasilkan belum memiliki satuan absolut. KREY dan HOL-HANSEN et al., (1965)
(1958) melakukan modifikasi untuk memperkenalkan metode fluorometri. Metode
mendapatkan hasil pengukuran yang lebih ini banyak memiliki kelebihan dibandingkan
akurat dengan alat yang disebut Pulfrich metode-metode lainnya, yaitu proses
photometer dan Electrical colorimeter. Walau penyaringan berlangsung lebih cepat hanya
demikian nilai yang dihasilkan masih memerlukan contoh air sebanyak 0,10,5 liter.
menggunakan satuan HPPU (Harvey Plant Metode fluorometri memiliki kepekaan yang
Pigment Unit) belum memiliki satuan absolut. tinggi dan dapat membedakan antara klorofil
Dalam perkembangan selanjutnya dengan dekomposisinya.
RICHARDS & THOMPSON (1952) menemukan Untuk kepekaan yang sama pengukuran
metode spektrofotometric. Metode ini pertama klorofil fitoplankton dengan metode fluorometri
kali diperkenalkan masih menggunakan satuan memerlukan jumlah volume contoh air yang
SPU (mikro Specified Pigment Unit), metode disaring lebih sedikit daripada metode
ini kemudian mengalami modifikasi dengan spektrofotometri. Besarnya jumlah contoh air
ditemukannya satuan absolut yaitu mg/m3 atau yang disaring sangat bervariasi untuk setiap
34
jenis perairan. Pada perairan oseanik (laut lepas) metode fluorometri pada umumnya memiliki
maupun perairan neritik (dekat pantai), proses sensitivitas 5 10 kali daripada metode
penyaringan contoh air berkisar antara 0,1 spektrofotometri. Sejalan dengan ini beberapa
0,5 liter untuk pengukuran dengan metode penulis (HOLM-HANSEN et al., 1965 dan
fluorometri. Sedangkan pengukuran dengan YENTSCH & MENZEL, 1963) menyatakan
metode spektrofotometri memerlukan jumlah tehnik pengukuran dengan metode fluorometri
contoh air berkisar 1 2 liter untuk perairan memiliki sensitifitas 10 kali lebih tinggi daripada
neritik dan 5 10 liter untuk perairan oseanik. tehnik pengukuran dengan metode
Perairan oseanik pada umumnya kandungan spektrofotometri. Berdasarkan pengalaman
fitoplankton relatif lebih rendah daripada dalam melakukan pengukuran tersebut dan
perairan neritik (pantai), hal ini terkait dengan berbagai literatur maka Laboratorium
ketersedian nutrien di perairan oseanik relatif Produktivitas Pusat Penelitian Oseanografi
lebih rendah daripada perairan pantai. dari tahun 1986 sampai saat ini menggunakan
Rendahnya kandungan fitoplankton pada metode fluorometri.
perairan oseanik tersebut berakibat pada Berikut akan disampaikan prosedur serta
proses penyaringan contoh air berlangsung ulasan dari berbagai metode (metode
lambat karena memerlukan jumlah volume kolorimetri, spektrofotometri, flurometri dan
contoh air yang besar. Pada perairan pantai kertas kromatografi) secara rinci.
fitoplankton dapat tumbuh dan berkembang
dengan pesat karena adanya suplai nutrien 1. Metode Kolorimetri
secara langsung melalui aliran sungai (run-off)
Di Indonesia sampai saat ini metode
yang bermuara di sekitar perairan tersebut.
kolorimetri untuk pengukuran kadar klorofil
Tingginya kandungan fitoplankton di perairan
masih banyak digunakan. Hal ini disebabkan
pantai berakibat pada proses penyaringan
metode tersebut cukup sederhana, tidak
untuk pengukuran kandungan klorofil
memerlukan peralatan yang mahal dan hanya
fitoplankton berlangsung lebih cepat karena
didasarkan pada perbandingan warna-warna
hanya memerlukan jumlah volume contoh air
(HARVEY, 1934).
relatif lebih sedikit daripada perairan oseanik.
Prosedur untuk melakukan pengukuran
Berdasar pengalaman, penulis sering
klorofil dengan metode kolorimetri adalah
membandingkan data hasil pengukuran dengan
dengan cara mengisi sejumlah tabung gelas
metode spektrofotometri dengan fluorometri.
(berdiameter sama) dengan larutan standar
Hasil pengukuran menunjukkan bahwa data
yang memiliki kadar yang berbeda. Kadar
yang dihasilkan dengan metode fluorometri
larutan standar tersebut semakin bertingkat
1,55,0 kali lebih besar dibandingkan
sehingga terdapat sederet warna yang semakin
pengukuran dengan metode spektrofotometri.
pekat dan sekaligus menunjukkan satuan
Selain hal tersebut, pengukuran dengan metode
HPPU-nya. Satu HPPU (Harvey Plant Pigment
spektrofotometri sering tidak terdeteksi namun
Unit) dari larutan standar mempunyai warna
setelah dilakukan pengukuran dengan metode
kehijau-hijauan, yang dihasilkan dari campuran
fluorometri masih mendapatkan hasil
430 g nickel-sulphate-hexa hydrate ditambah
(terdeteksi). Hal tersebut diperkuat oleh
25 g potassium dichromate dalam larutan yang
pendapat LOFTUS & CARPENTER (1971) dan
agak asam. Warna larutan dalam tabung-tabung
RICHARD (2000), bahwa tehnik pengukuran
tersebut dibandingkan dengan warna dari
dengan metode fluorometri memiliki sensitifitas
ekstrak klorofil dalam aceton 90 % yang juga
lebih tinggi dibandingkan dengan
berada dalam tabung-tabung serupa (Gambar
spektrofotometri. PARSONS et al., (1984)
1). Warna yang paling cocok dengan salah satu
berpendapat bahwa pengukuran dengan
tabung standar menunjukkan nilai HPPU-nya.
35
2. Metode Spektrofotometri
Metode spektrofotometri dalam
pengukuran klorofil fitoplankton adalah yang
paling populer digunakan (Gambar 2). Dalam
metode ini panjang gelombang yang digunakan Gambar 2. Spektrofotometer alat pengukuran
dapat diatur menurut keperluan dan klorofil fitoplankton
penyerapannyapun dapat diukur. Larutan yang
diperiksa dimasukkan dalam cuvette atau Penentuan kadar klorofil pada
absorption cell dan diletakkan dalam lintasan fitoplankton laut dengan metode
cahaya di dalam spektrofotometer. Penyerapan spektrofotometri didasarkan pada metode yang
(log I0 log I) pada gelombang tertentu dapat digunakan oleh RICHARDS & THOMPSON
ditentukan secara elektrik. Prinsip yang (1952). Berbagai modifikasi tentang prosedur
digunakan dalam metode ini didasarkan pada dan rumus penghitungan kemudian
hukum Lambert dan Beer, yaitu penyerapan dikembangkan di berbagai negara disesuaikan
pada gelombang cahaya tertentu merupakan dengan kondisi setempat, perkembangan
fungsi dari kadar zat yang terlarut, koefisien terakhir misalnya modifikasi yang diajukan oleh
penyerapan dan panjang lintas cahaya (path DAVIS (1957), KREY (1958), TALLING &
length) dalam cuvette. Ketelitian dalam metode DRAVER (1961), UNESCO (1966),
spektrofotometri ini ditentukan oleh beberapa STRICKLAND & PARSONS (1968) dan
faktor yakni : JEFFREY & HUMPHREY (1975).
36
37
e. Ekstraksi
Contoh (sample) diekstrak dalam pelarut
aceton 90 %. Sampel yang telah diekstrak
sebelum dapat dilakukan pengukuran dapat
disimpan dalam almari es pada suhu (< 4 oC).
Gambar 4. Alat saring selama 20 50 jam (STRICKLAND &
PARSONS, 1968), tetapi RICHARD (2000)
c. Penambahan magnesium carbonate berpendapat bahwa sampel yang telah diekstrak
(MgCO3 ) dapat disimpan antara 2 24 jam. Bila filter yang
digunakan terbuat dari membram selulosa maka
Magnesium carbonate (MgCO 3 ) filter tersebut segera larut dalam aceton, sedang
ditambahkan pada sampel selama penyaringan filter yang terbuat dari glass-fibre tidak dapat
berlangsung, dapat berupa tepung maupun larut maka perlu dihancurkan dengan cara
suspensi. Penambahan ini tidak bersifat menggerus (ground). Penggerusan dengan
kuantitatif dan dimaksudkan untuk mencegah tissue-grinder hanya membutuhkan waktu 5
terjadinya pengasaman yang dapat 10 menit dan memberikan hasil yang baik karena
memecahkan klorofil dengan membentuk dapat memecah sel-sel hingga mempercepat
phaeophytin. Menurut HUMPHREY & proses ekstraksi (KERR & SUBBA-RAO, 1966).
WOOTTON (1966), penambahan MgCO3 dapat Akibat yang serupa dapat pula dicapai dengan
pula memperlancar penyaringan, oleh karena memberikan perlakukan ultrasonic (misalnya
itu disarankan agar penambahan MgCO 3 dengan 10 MHz atau 1000 kc) terhadap sampel
sebaiknya dilakukan pada permulaan yang diekstrak (SCIENCE COUNCIL OF
penyaringan. JAPAN dalam NONTJI, 1973).
d. Penyimpanan contoh f. Pengukuran penyerapan
Filter hasil penyaringan yang telah Larutan yang telah diekstrak,
mengandung fitoplankton (sampel) agar dicentrifuge dengan putaran 4000 rpm selama
disimpan dalam tempat gelap dan segera kurang lebih 30-45 menit, kemudian diukur
dikeringkan dengan silica-gel dalam desikator penyerapannya dengan menggunakan alat
aluminium pada suhu rendah (-20oC). Cara ini spektrofotometer pada panjang gelombang
sampel untuk penentuan klorofil dapat bertahan tertentu. RICHARDS & THOMPSON (1952)
sampai 30 hari sampai proses ekstraksi dapat menggunakan panjang gelombang 750, 665, 645
dilakukan (PARSONS et al., 1984). Sejalan dan 630 nm. Panjang gelombang 750 nm adalah
dengan hal tersebut RICHARD (2000) untuk koreksi terhadap kekeruhan (turbiditas)
melaporkan bahwa sampel yang disimpan karena pada panjang gelombang tersebut tidak
dalam freezer (-20oC) dapat diawetkan sampai ada penyerapan yang disebabkan oleh klorofil.
kurang lebih 3 minggu tanpa mengalami Panjang gelombang 665, 645 dan 630 nm masing-
perubahan yang nyata, namun lebih baik masing adalah panjang gelombang dimana
langsung mengekstraknya. Pengawetan sampel terjadi penyerapan maksimum dari klorofil-a, -b
pada suhu rendah tersebut dimaksudkan untuk dan -c dalam aceton 90 %. Gambar 5,
menjaga agar sampel dalam kondisi segar (fresh) menunjukkan penyerapan maksimum dari
dan mencegah aktivitas fitoplankton yang klorofil-a, -b dan -c dalam larutan ether
terdapat dalam sampel tersebut sehingga hasil (BOGORAD, 1962).
38
Gambar 5. Spektrum maksimum penyerapan klorofil-a, -b dan c dalam larutan ether (BOGORAD,
1962).
Chl.-b = 25,4 E645 4,4 E665 10,3 E630 g/ml h. Berbagai penggunaan rumus
Chl.-c = 109 E630 12,5 E665 28,7 E645 SPU/ml Penentuan klorofil dengan metode
spektrofotometri didasarkan pada penyerapan
E, adalah penyerapan pada panjang gelombang maksimum dari tiga panjang gelombang
yang bersangkutan (misalnya E665 = penyerapan (trichromatic). Masingmasing merupakan
pada gelombang 665 nm). Berdasarkan rumus penyerapan maksimum untuk klorofil-a, -b dan
tersebut klorofil-c dinyatakan dalam satuan -c di daerah spektrum merah. Adanya
SPU (mikro Specified Pigment Unit). Untuk overlapping penyerapan antara ketiga jenis
menghitung kadar klorofil pada sampel air laut klorofil tersebut maka untuk melakukan
(dalam satuan g/l atau mg/m3) maka nilai di penghitungan dari masing-masing klorofil
atas dikalikan dengan faktor (k) : dibuatlah rumus-rumus dimana faktor
overlapping tersebut dikoreksi. Dalam
Va perkembangannya kemudian muncul beberapa
k = __________ versi rumus penghitungan klorofil-a, -b dan c
Vs x d seperti tercantum dalam Tabel 1, 2 dan 3.
39
Pada fitoplankton laut, klorofil -a karena klorofil dan hasil dekomposisinya masih
dijumpai dalam jumlah terbesar (dominan) sulit dibedakan, keduanya menyerap cahaya
dibandingkan dengan klorofil-b dan c, pada spektrum merah. Apabila hasil-hasil
sehingga beberapa peneliti membuat rumus dekomposisi klorofil yang oleh YENTSCH &
untuk klorofil -a yang didasarkan pada MENZEL (1963) disebut sebagai phaeophytin
penyerapan pada satu gelombang saja group, merupakan komponen yang besar maka
(monochromatic). dengan sendirinya hasil pengukuran klorofil
Klorofil-c pada rumus yang diajukan akan lebih tinggi dari yang sebenarnya.
oleh RICHARDS & THOMPSON (1952) masih Klorofil -a mudah berubah menjadi
menggunakan satuan arbitrary (SPU) tetapi phaeophytin dengan menambahkan asam
rumus-rumus seperti UNESCO (1966) dan lemah, misalnya dengan HCl 1 N, akibatnya
STRICKLAND & PARSONS (1968) telah sampel klorofil tersebut penyerapannya akan
menggunakan satuan absolut, misalnya mg/m3. berkurang, sedangkan phaeophytin tidak
mengalami pengurangan penyerapan.
i. Perbedaan klorofil dari hasil Berkurangnya penyerapan ini disebabkan
dekomposisinya lepasnya ikatan klorofil dengan atom Mg,
Salah satu kelemahan dalam pengukuran sedangkan atom Mg bereaksi dengan HCl
klorofil dengan metode spektrofotometri adalah menjadi MgCl2.
Tabel 1. Berbagai rumus untuk menghitung klorofil-a dengan pelarut aceton 90%.
Rumus Sumber
Klor-a = 15,6E665 2E645 0,8E630 RICHARDS & TOMPSON (1952)
Klor -a = 14,9E665 DAVIS (1957)
Klor -a = 14,3E665 ODUM et al. (1958)
Klor -a = 15,6E665 1,8E645 1,3E630 HUMPHREY (1961)
Klor -a = 11,9E665 TALLING & DRAVER (1961)
Klor -a = 13,4E663 0,3E630 KERR & SUBBA-RAO (1966)
Klor -a = 11,64E66532,16E645 0,1E630 UNESCO (1966)
Klor -a = 11,6E665 1,31E645 0,14E630 STRICKLAND & PARSONS (1968)
Tabel 2. Berbagai rumus untuk menghitung klorofil-b dengan pelarut aceton 90%.
Rumus Sumber
Klor -b = 25,4E645 4,4E665 10,3E630 RICHARDS & TOMPSON (1952)
Klor -b = 20,97E645 3,94E663 3,66E630 UNESCO (1966)
Klor -b = 20,7E645 4,34E665 4,42E630 STRICKLAND & PARSONS (1968)
40
Tabel 3. Berbagai rumus untuk menghitung klorofil-c dengan pelarut aceton 90%.
Rumus Sumber
Klor -c = 109E630 12,5E665 28,7E645 RICHARDS & TOMPSON (1952)
Klor -c = 55E630 4,64E665 16,3E645 UNESCO (1966)
Klor -c = 55,22E630 14,81E645 28,7E663 STRICKLAND & PARSONS (1968)
Sifat klorofil-a yang mudah berubah dapat pula dibedakan klorofil dengan
menjadi phaeophytin dan penyerapannya phaeophytin.
mengalami pengurangan dengan penambahan
asam tersebut adalah prinsip yang digunakan
untuk menentukan klorofil dalam sampel
fitoplankton yang mengandung phaeophytin.
LORENZEN (1967) mengajukan rumus seperti
berikut :
41
42
43
44