Professional Documents
Culture Documents
SKRIPSI
Diajukan sebagai Salah Satu Syarat Memperoleh
Gelar Sarjana Pada Jurusan Teknik Sipil Fakultas Teknik
Universitas Sebelas Maret Surakarta
Disusun Oleh :
ALVE YUNUS
NIM. I 0106003
1
2
LEMBAR PERSETUJUAN
Disusun Oleh :
ALVE YUNUS
NIM. I 0106003
Mengetahui, Disahkan,
a.n. Dekan Fakultas Teknik UNS Ketua Jurusan Teknik Sipil
Pembantu Dekan I, Fakultas Teknik UNS,
DAFTAR ISI
KATA PENGANTAR
Puji syukur penulis panjatkan kehadirat Tuhan YME atas segala berkat-Nya
sehingga penulis dapat menyelesaikan penyusunan tugas akhir yang berjudul
Kuat Tekan dan Kuat Lentur Beton dengan Bahan Tambah Fly Ash sebagai
Bahan Perkerasan Kaku (Rigid Pavement) guna memenuhi salah satu syarat
memperoleh gelar Sarjana Teknik di Jurusan Teknik Sipil, Fakultas Teknik,
Universitas Sebelas Maret Surakarta.
Banyak hambatan dan rintangan yang penyusun temui dalam penyusunan laporan
ini. Akan tetapi, bantuan, dukungan, semangat dan kerja sama dari berbagai pihak,
semua rintangan tersebut dapat teratasi. Penyusun ingin mengucapkan terima
kasih kepada:
1. Pimpinan Fakultas Teknik Universitas Sebelas Maret Surakarta beserta semua
staf dan karyawan.
2. Pimpinan Jurusan Teknik Sipil Fakultas Teknik Universitas Sebelas Maret
Surakarta beserta semua staf dan karyawan.
3. Ir. Agus Hari Wahyudi, M.Sc. selaku Pembimbing Akademik yang selalu
memberikan masukan dan arahan kepada penyusun.
4. Ir. Ary Setyawan, M.Sc(Eng), Ph.D selaku Dosen Pembimbing I dan Kusno
Adi Sambowo, S.T, M.Sc, Ph.D selaku Dosen Pembimbing II yang selalu
memberikan arahan dan bimbingan kepada penyusun dalam penyelesaian
laporan ini.
5. Dosen Penguji Tugas Akhir atas segala saran yang telah diberikan demi
kesempurnaan penelitian ini
6. Semua staf Laboratorium Bahan dan Struktur Jurusan Teknik Sipil Fakultas
Teknik Universitas Sebelas Maret Surakarta.
7. Semua staf pengajar Jurusan Teknik Sipil Fakultas Teknik Universitas Sebelas
Maret Surakarta.
7
8. Rekan-rekan tim durabilitas beton fly ash, terima kasih atas kerja sama dan
bantuannya.
9. Keluarga tercinta dan Vivi Delima yang selalu memberikan semangat,
perhatian dan dukungan penuh.
10. Teman-teman angkatan 2006 terima kasih atas dukungannya.
11. Semua pihak yang telah membantu selama pelaksanaan tugas akhir hingga
selesai.
Penyusun menyadari bahwa laporan tugas akhir ini masih banyak kesalahan.
Kritik dan saran yang bersifat membangun selalau penyusun terima. Meskipun
demikian, semoga laporan ini mampu menjadi tambahan kekayaan ilmu dan
wacana bagi penyususn pada khususnya dan bagi keluarga besar Teknik Sipil
UNS pada umumnya serta pihak lain yang membutuhkan.
Penyusun
8
ABSTRAK
Alve Yunus, 2010. Kuat Tekan dan Kuat Lentur Beton dengan Bahan Tambah Fly
Ash sebagai Bahan Perkerasan Kaku ( Rigid Pavement ). Tugas Akhir. Jurusan Teknik
Sipil Fakultas Teknik Universitas Sebelas Maret Surakarta.
Beton merupakan bahan yang penting dan banyak digunakan dalam dunia
konstruksi. Salah satu penggunaan beton yaitu perkerasan kaku (rigid pavement)
yang terdiri dari plat beton semen portland dan lapis pondasi diatas tanah dasar.
Bagian terbesar dari kapasitas struktur perkerasan kaku diperoleh dari slab beton
itu sendiri. Oleh sebab itu faktor yang paling diperhatikan dalam perkerasan kaku
adalah kekuatan beton itu sendiri. Bahan tambah mineral saat ini banyak
ditambahkan ke dalam campuran beton dengan berbagai tujuan salah satunya bisa
menambah kekuatan beton. Untuk itu perlu adanya penelitian mengenai
mengetahui hal tersebut. Dalam penelitian ini digunakan salah satu bahan tambah
mineral berupa abu terbang (fly ash).
Penelitian ini menggunakan metode eksperimen dengan total benda uji 72 buah.
Sebanyak 36 buah untuk benda uji kuat tekan berbentuk silinder dengan diameter
15 cm dan tinggi 30 cm dengan variasi kadar fly ash 0% (beton normal), 15%,
20%, 25%. Sebanyak 36 buah lagi untuk benda uji kuat lentur berbentuk balok
dengan ukuran 100x100x500 mm dengan variasi kadar fly ash 0%, 15%, 20%,
25% yang di uji pada umur 7, 28, dan 54 hari dengan fas sebesar 0.38. Masing-
masing variasi berjumlah 3 benda uji.
Terjadi peningkatan kuat tekan pada beton dengan campuran fly ash 15%, 20%, 25% saat
umur 7, 28 dan 54 hari, namun selalu masih dibawah daripada kuat tekan beton normal.
Kuat lentur beton dengan campuran fly ash 15% dan 20% masih lebih rendah daripada
beton normal pada umur 7 hari, dan 28 hari. Pada umur 54 hari, beton dengan campuran
fly ash 15%, 20%, 25% mempunyai kuat lentur yang lebih tinggi daripada beton normal.
Penentuan komposisi fly ash yang tepat untuk mendapatkan kuat tekan dan kuat lentur
optimum belum tercapai.
Kata kunci: Perkerasan kaku, rigid pavement, fly ash, kuat desak, kuat lentur.
9
ABSTRACT
Alve Yunus, 2010. Compressive Strength and Flexural Strength of Concrete with added
material of fly ash as material of Rigid Pavement. Department of Civil Engineering,
University of Sebelas Maret, Surakarta
Key word: rigid pavement, fly ash, compressive strength, flexural strength.
10
BAB 1
PENDAHULUAN
Salah satu penggunaan beton pada bangunan teknik sipil yaitu perkerasan jalan
beton atau yang biasa disebut perkerasan kaku (rigid pavement) yang terdiri dari
plat beton semen portland dan lapis pondasi diatas tanah dasar. Perkerasan beton
yang kaku dan memiliki modulus elastisitas yang tinggi, akan mendistribusikan
beban terhadap bidang area tanah yang cukup luas, sehingga bagian terbesar dari
kapasitas struktur perkerasan diperoleh dari slab beton sendiri. Hal ini berbeda
dengan perkerasan lentur dimana kekuatan perkerasan diperoleh dari lapisan tebal
pondasi bawah, pondasi dan lapisan permukaan. Karena yang paling penting
adalah mengetahui kapasitas struktur yang menanggung beban, maka faktor yang
paling diperhatikan dalam perancangan perkerasan kaku (rigid pavement) adalah
11
kekuatan beton itu sendiri, sedangkan kekuatan tanah dasar atau pondasi hanya
berpengaruh kecil terhadap kapasitas struktural perkerasannya (tanah dasar)
6
Pasta semen yang mengeras memiliki struktur yang berpori (Kardiyono, 1996).
Dengan adanya pori-pori tersebut masih ada celah-celah kecil yang belum terisi
oleh agregat dan semen yang berpengaruh terhadap kekuatan dan ketahanan beton
tersebut. Saat celah-celah tersebut terisi akan diperoleh kekedapan dan kepadatan
yang tinggi, yang memiliki koefisien permeabilitas yang kecil. Kondisi tersebut
bisa menambah kekuatan beton tersebut karena kekedapan beton itu akan
melindungi tulangan yang ada pada beton dari reaksi perkaratan karena rembesan
senyawa kimia yang terkandung dalam air dan komponen beton akan terhindar
dari kerusakan karena bereaksi dengan garam maupun sulfat yang ada dalam air.
Untuk itu perlu adanya penelitian mengenai mengetahui hal tersebut, salah
satunya dengan menggunakan bahan tambah yang dapat menambah kekuatan
beton tersebut.
Bahan tambah mineral pembantu saat ini banyak ditambahkan ke dalam campuran
beton dengan berbagai tujuan, antara lain untuk mengurangi pemakaian semen,
mengurangi temperatur akibat reaksi hidrasi, mengurangi bleeding atau
menambah kelecakan pada beton. Mineral pembantu yang digunakan umumnya
mempunyai sifat pozzolanik, yaitu dapat bereaksi dengan kapur bebas yang
dilepaskan semen pada proses hidrasi dan membentuk senyawa yang bersifat
mengikat pada temperatur normal dengan adanya air. Material pozzolan dapat
berupa material alam ataupun yang didapat dari sisa industri.
Dalam penelitian ini digunakan salah satu bahan mineral tambahan pozzolan
berupa abu terbang (fly ash). Peneliti ingin mengetahui pengaruh tambahan abu
6
7
terbang (fly ash) terhadap kuat tekan dan kuat lentur beton sebagai bahan
perkerasan kaku (rigid pavement).
Dari latar balakang yang disebutkan di atas dapat diambil rumusan masalah
sebagai berikut:
1. Bagaimana pengaruh penambahan fly ash pada campuran beton terhadap
kekuatan (kuat tekan dan kuat lentur) beton pada perkerasan kaku (rigid
pavement)?
2. Berapa komposisi campuran beton dengan abu terbang fly ash yang tepat
untuk mendapatkan kekuatan (kuat tekan dan kuat lentur) beton yang optimum
pada perkerasan kaku (rigid pavement)?
7
8
8. Jumlah benda uji yang digunakan 72 buah terdiri dari 36 buah untuk uji kuat
tekan dan 36 buah untuk uji kuat lentur.
9. Pengujian kuat tekan menggunakan alat uji kuat tekan yang berupa mesin
hidrolik yang ada pada Laboratorium Bahan Teknik Jurusan Teknik Sipil
UNS.
10. Pengujian kuat lentur menggunakan alat uji kuat lentur yang berupa mesin
hidrolik yang ada pada Laboratorium Bahan Teknik Jurusan Teknik Sipil
UNS.
11. Tidak dibahas reaksi kimia yang terjadi pada campuran tehadap bahan-bahan
yang digunakan.
8
9
Manfaat teoritis yang diharapkan dari penelitian ini adalah sebagai berikut:
1. Memberikan wawasan pada masyarakat pada umumnya dan dunia teknik sipil
pada khususnya tentang penambahan bahan tambah fly ash dalam campuran
beton sebagai bahan perkerasan kaku (rigid pavement).
Manfaat praktis yang diharapkan dari penelitian ini adalah sebagai berikut:
1. Dapat mengetahui kuat tekan dan kuat lentur beton dengan bahan tambah fly
ash sebagai bahan perkerasan kaku (rigid pavement).
2. Dapat memberikan alternatif proporsi dan komposisi campuran beton fly ash
sebagai bahan perkerasan kaku (rigid pavement) yang tepat untuk
mendapatkan kuat tekan dan kuat lentur optimum.
9
10
BAB 2
TINJAUAN PUSTAKA DAN LANDASAN TEORI
Perkerasan jalan beton semen portland atau lebih sering disebut perkerasan kaku
atau juga disebut rigid pavement, terdiri dari pelat beton semen portland dan
lapisan pondasi (bisa juga tidak ada) diatas tanah dasar (Suryawan, 2005).
Beton adalah suatu campuran yang terdiri dari pasir, kerikil, batu pecah atau
agregat lain yang dicampur menjadi satu dengan suatu pasta yang terbuat dari
semen dan air membentuk suatu massa mirip batuan. Kadang, satu atau lebih
bahan aditif ditambahkan untuk menghasilkan beton dengan karakteristik tertentu,
seperti kemudahan pengerjaan (workability), durabilitas, dan waktu pengerasan.
(Mc Cormac, 2003).
Beton banyak dipakai secara luas sebagai bahan bangunan. Dalam adukan beton,
air, dan semen membentuk pasta yang disebut pasta semen. Pasta semen ini selain
mengisi pori-pori diantara butiran-butiran agregat halus juga bersifat sebagai
perekat/pengikat dalam proses pengerasan, sehingga butiran-butiran agregat saling
terekat dengan kuat dan terbentuklah suatu massa yang kompak/padat
(Tjokrodimuljo, 1996).
Nilai banding berat air dan semen untuk suatu adukan beton dinamakan faktor air
semen. Agar terjadi proses hidrasi yang sempurna dalam adukan beton, pada
umumnya dipakai nilai faktor air semen (f.a.s) 0,4-0,6 tergantung mutu beton dan
hendak dicapai. Semakin tinggi mutu beton yang ingin dicapai umumnya
menggunakan nilai f.a.s rendah, sedangkan dilain pihak, untuk menambah daya
workability (kelecakan, sifat mudah dikerjakan) diperlukan nilai f.a.s yang lebih
tinggi (Istimawan, 1990).
10
11
Kekuatan semen yang telah mengeras tergantung pada jumlah air yang diperlukan
waktu proses hidrasi berlangsung. Pada dasarnya jumlah air yang diperlukan
untuk proses hidrasi hanya kira-kira 25 persen dari berat semennya, penambahan
jumlah air akan mengurangi kekuatan setelah mengeras. Kelebihan air dari yang
diperlukan untuk proses hidrasi pada umumnya memang diperlukan pada
pembuatan beton, agar adukan beton dapat dicampur dengan baik, diangkut
dengan mudah dan dapat dicetak tanpa rongga-rongga yang besar (tidak keropos).
Akan tetapi hendaknya selalu diusahakan jumlah air sesedikit mungkin, agar
kekuatan beton tidak terlalu rendah. Kuat tekan beton sangat dipengaruhi oleh
besarnya pori-pori pada beton. Kelebihan air akan mengakibatkan beton berpori
banyak, sehingga hasilnya kurang kuat dan juga lebih berpori (porous)
(Tjokrodimuljo, 1996).
Bahan campuran tambahan (admixtures) adalah bahan yang bukan air, agregat
maupun semen yang ditambahkan ke dalam campuran sesaat atau selama
pencampuran. Fungsi dari bahan ini adalah untuk mengubah sifat-sifat beton atau
pasta semen agar menjadi cocok untuk pekerjaan tertentu, atau ekonomis untuk
tujuan lain seperti menghemat energi (Nawi, 1996).
Pozzolan adalah bahan alam buatan yang sebagian besar terdiri dari unsur-unsur
silikat dan aluminat yang reaktif (Persyaratan Umum Bahan Bangunan di
Indonesia PUBI, 1982). Pozzolan sendiri tidak memiliki sifat semen, tetapi dalam
keadaan halus (lolos ayakan 0,21 mm) bereaksi dengan air kapur pada suhu
11
12
normal (24o-27oC) menjadi suatu massa padat yang tidak larut dalam air. Jumlah
pemakaian bahan pozzolan sebagai pengganti semen umumnya berkisar antara
10% sampai dengan 35% berat semen (Tjokrodimuljo, 1996).
Fly ash sebagai material silika adalah material pozzolan yang paling banyak
digunakan sebagai bahan tambah material semen. Dalam industri konstruksi
pengembangan dan penggunaan semen campuran semakin meningkat dan fly ash
mendapat perhatian lebih karena penggunaannya dapat meningkatkan properti
dari semen, menghemat biaya, dan mengurangi dampak negatif pada lingkungan.
(Sumrerng R dan Prinya C, 2008).
Menurut ASTM C616-86, terdapat dua jenis abu terbang (fly ash), kelas F dan C.
Kelas F dihasilkan dari pembakaran batu bara jenis antrasit dan bituminous,
sedangkan kelas C dari batu bara jenis lignite dan subituminous. Kelas C memiliki
kadar kapur tinggi. Dalam campuran beton, untuk fly ash tipe C digunakan
sebanyak 15 %- 35 % dari total berat semen, sedangkan untuk fly ash tipe F
digunakan sebanyak 15% - 25% dari total berat semen. (Antoni, Paul Nugraha,
2007)
Fly ash biasanya digunakan dalam beton dalam penggantian berkisar antara 0 %
sampai 30 % dari massa total semen. Namun, dalam berbagai penelitian telah
menunjukkan bahwa penggunaan fly ash 50 persen atau lebih dapat memiliki
berbagai manfaat. Fly ash merupakan limbah, karena itu lebih murah dari semen
portland, namun juga dikenal bisa meningkatkan workability dan menurunkan
temperatur reaksi pada beton.
( Mindness Sidney, Young J dan Darwin David, 2002)
HVFA ( High Volume Fly Ash) atau penggunaan fly ash volume tinggi baru-baru
ini mendapatkan popularitas yang tinggi sebagai sumber daya yang efisien, tahan
lama, hemat biaya, berkelanjutan untuk berbagai jenis berbagai jenis aplikasi
beton semen portland. Setiap beton berisi konten fly ash yang lebih dari 50 persen
dari total massa semen dianggap sebagai beton HVFA.
12
13
Peruntukan prasarana jalan atau jalan raya adalah melayani lalu-lintas kendaraan
baik bermotor maupun tidak bermotor dengan beban lalu-lintas mulai dari yang
ringan sampai yang berat, tentunya ini tergantung pada hirarki fungsional jalan
tersebut yang berada baik di luar maupun di dalam kota. Secara umum konstruksi
perkerasan jalan terdiri atas dua jenis, yaitu perkerasan lentur yang bahan
pengikatnya adalah aspal dan perkerasan kaku dengan semen sebagai bahan
pengikatnya yang jalannya biasa juga disebut jalan beton.
Jalan beton biasanya digunakan untuk ruas jalan dengan hirarki fungsional arteri
yang berada di kawasan baik luar maupun dalam kota untuk melayani beban lalu-
lintas yang berat dan padat. Selain itu karena biaya pemeliharaan jalan beton
dapat dikatakan nihil walaupun biaya awalnya lebih tinggi dibandingkan dengan
jalan aspal yang selalu memerlukan pemeliharaan rutin, pemeliharaan berkala,
dan peningkatan jalan (tentunya ini akan memakan biaya yang tidak sedikit pula),
maka sangatlah tepat jika jalan beton digunakan pada ruas-ruas jalan yang sangat
sibuk karena sesedikit apapun, perbaikan jalan yang dilakukan akan mengundang
kemacetan (kasus bottle neck) yang tentunya akan berdampak sangat luas.
(Peter L. Barnabas, 2005)
Pada awal mula teknik jalan raya, pelat perkerasan kaku dibangun langsung di
atas tanah dasar tanpa memperhatikan sama sekali jenis tanah dasar dan kondisi
drainasenya. Pada umumnya dibangun slab setebal 6-7 inchi. Dengan
bertambahnya beban lalu lintas, mulai diperhatikan bahwa jenis tanah dasar
berperan penting terhadap perkerasan, terutama terjadinya pengaruh pumping
pada perkerasan. Pumping adalah proses keluarnya air dan butiran-butiran tanah
dasar atau pondasi bawah melalui sambungan dan retakan atau pada bagian
pinggir perkerasan, akibat lendutan atau gerakan vertikal pelat karena beban lalu
13
14
lintas, setelah adanya air bebas yang terakumulasi di bawah plat (Suryawan,
2005). Oleh karena itu perancangan untuk mengatasi pumping adalah faktor yang
sangat penting untuk diperhatikan.
Nilai tegangan yang dapat dihitung berdasarkan teori adalah untuk beban statis.
Untuk perencanaan, nilai tegangan harus di-modifikasi terhadap perhitungan
repetisi beban lalu-lintas. Jika beton dapat tahan terhadap perubahan berulang,
yaitu sebanyak repetisi beban, maka akan dapat bertahan, tergantung besaran
beban (Suryawan, 2005).
14
15
15
16
Drainage coefficient
Load transfer coefficient
16
17
Bagan alir prosedur perencanaan diperlihatkan seperti pada Gambar 2.1. berikut.
Umur rencana
Faktor distribusi arah
Traffic Faktor distribusi lajur Desain ESAL
LHR pada thn dibuka
Pertumb. Lalin tahunan
Vehicle damage factor
Flexural strength
Drainage
coefficient
Load transfer
coefficient
Gambar 2.1 Bagan alir Perencanaan Perkerasan Kaku Mengacu cara AASHTO 1993
17
i
Berdasarkan Gambar 2.1 diatas, kuat tekan dan flexural strength faktor yang
sangat penting dalam perencanaan perkerasan kaku ( rigid pavement ) yang
mengacu cara AASHTO ( American Association of State Highway and
Transportation Officials ) 1993. Hal ini didasari oleh perkerasan beton yang kaku
dan memiliki modulus elastisitas yang tinggi, akan mendistribusikan beban
terhadap bidang area tanah yang cukup luas, sehingga bagian terbesar dari
kapasitas struktur perkerasan diperoleh dari slab beton sendiri. Hal ini berbeda
dengan perkerasan lentur dimana kekuatan perkerasan diperoleh dari lapisan tebal
pondasi bawah, pondasi dan lapisan permukaan. Karena yang paling penting
adalah mengetahui kapasitas struktur yang menanggung beban, maka faktor yang
paling diperhatikan dalam perancangan perkerasan kaku (rigid pavement) adalah
kekuatan beton itu sendiri, kekuatan tanah dasar atau pondasi hanya berpengaruh
kecil terhadap kapasitas struktural perkerasannya (tebal pelat betonnya). Maka
Kuat tekan dan flexural strength merupakan parameter fisik yang sangat penting
dan tidak boleh diabaikan dalam perencanaan perkerasan kaku ( rigid pavement ).
Beton diperoleh dengan cara mencampurkan semen, air dan agregat dengan atau
tanpa bahan tambahan (admixture) tertentu. Material pembentuk beton tersebut
dicampur dengan merata dengan komposisi tertentu menghasilkan suatu campuran
yang plastis sehingga dapat dituang dalam cetakan untuk dibentuk sesuai
keinginan. Campuran tersebut bila dibiarkan akan mengalami pengerasan sebagai
akibat reaksi kimia antara semen dan air yang berlangsung selama jangka waktu
yang panjang atau dengan kata lain campuran beton akan bertambah keras sejalan
dengan umurnya. (Wicaksono, 2005)
Bahan penyusun beton dapat dibagi menjadi dua kelompok, yaitu bahan aktif dan
pasif. Kelompok bahan aktif yaitu semen dan air, sedangkan bahan yang pasif
yaitu pasir dan kerikil (disebut agregat halus dan agregat kasar). Kelompok bahan
pasif disebut pengisi sedangkan yang aktif disebut perekat/pengikat
(Tjokrodimuljo, 1996).
i
ii
Beton normal merupakan salah satu bahan konstruksi teknik yang cukup berat,
dengan berat sekitar 2400 kg/m3 dan dapat menghantarkan panas karena
kepadatannya. Pada beton yang baik, setiap butir agregat seluruhnya terbungkus
dengan mortar. Demikian halnya dengan ruang antar agregat, harus terisi oleh
mortar. Jadi kualitas pasta atau mortar menentukan kualitas beton. Semen adalah
unsur kunci dalam beton, meskipun jumlahnya hanya 7-15% dari campuran.
Beton dengan jumlah semen sedikit (sampai 7%) disebut beton kurus (lean
concrete), sedangkan beton dengan jumlah semen yang banyak (sampai 15%)
disebut dengan beton gemuk (rich concrete). Sifat masing-masing bahan juga
berbeda dalam hal perilaku beton segar maupun pada saat sudah mengeras, selain
faktor biaya yang perlu diperhatikan. Di lain pihak, secara volumetris beton diisi
oleh agregat sebanyak 70-75%, jadi agregat juga mempunyai peran yang sama
pentingnya sebagai material pengisi beton.
ii
iii
Fungsi semen adalah untuk merekatkan butiran-butiran agregat agar menjadi suatu
massa yang kompak, padat dan kuat. Selain itu semen juga berfungsi untuk
mengisi rongga-rongga diantara butiran agregat. Semen yang dimaksud dalam
konstruksi beton adalah bahan yang mengeras jika bereaksi dengan air dan lazim
iii
iv
dikenal dengan semen hidraulik (hydraulic cement). Salah satu jenis semen yang
biasa dipakai dalam pembuatan beton ialah semen portland (portland cement).
Material-material utama dari semen portland adalah batu kapur yang mengandung
komponen-pomponen utama CaO (kapur) dan tanah liat yang mengandung
komponen-komponen SiO2 (silica), Al2O3 (alumina), Fe2O3 (oksida besi), MgO
(magnesium), SO3 (sulfur) serta Na2+K2O (soda/potash). Komposisi dari bahan
utama pembuatan semen dapat dilihat pada Tabel 2.1.
Tabel 2.1. Komposisi Bahan Utama Semen
Komposisi Persentase (%)
Kapur (CaO) 60 65
Silika (SiO2) 17 25
Alumina (Al2O3) 38
Besi (Fe2O3) 0,5 6
Magnesia (MgO) 0,5 4
Sulfur (SO3) 12
Potash (Na2O + K2O) 0,5 1
Sumber: Kardiyono Tjokrodimulyo (1996)
iv
v
Walaupun demikian pada dasarnya ada 4 unsur yang paling utama dari semen,
yaitu:
1. Trikalsium silikat (C3S) atau 3CaO.SiO2
Senyawa ini mengalami hidrasi sangat cepat disertai pelepasan sejumlah
besar panas, berpengaruh besar pada pengerasan semen sebelum umur 14
hari, kurang ketahanan terhadap agresi kimiawi, paling menonjol mengalami
disintegrasi oleh sulfat air tanah dan kemungkinan sangat besar untuk retak-
retak oleh perubahan volume.
2. Dikalsium silikat (C2S) atau 2CaO.SiO2
Formasi senyawa ini berlangsung perlahan dengan pelepasan panas lambat.
Senyawa ini berpengaruh terhadap proses peningkatan kekuatan yang terjadi
dari umur 14 hari sampai dengan 28 hari dan seterusnya. Dengan kadar C2S
banyak maka akan memiliki ketahanan tehadap agresi kimiawi yang relatif
tinggi, pengerasan yang lambat, dan panas hidrasi yang rendah.
3. Trikalsium aluminat (C3A) atau 3CaO.Al2O3
Senyawa ini mengeras dalam beberapa jam dengan melepas sejumlah panas.
Jika kandungan unsur ini lebih besar dari 10% akan menyebabkan kurang
tahan terhadap asam sulfat. Kuantitas yang terbentuk dalam ikatan
menentukan pengaruhnya terhadap kekuatan beton pada awal umurnya
terutama dalam 14 hari.
4. Tetrakalsium aluminoferit (C4AF) atau 4CaO.Al2O3.Fe2O3
Senyawa ini kurang penting karena tidak begitu besar pengaruhnya terhadap
kekuatan dan kekerasan semen. C4AF hanya berfungsi untuk
menyempurnakan reaksi pada dapur pembakaran pembentukan semen.
Dua unsur pertama (1 dan 2) biasanya merupakan 70-80% dan kandungan berat
semen sehingga merupakan bagian yang paling dominan dalam memberikan sifat
semen (Tjokrodimuljo, 1996)
Selanjutnya dalam proses setting dan hardening akibat reaksi antara semen dan
air, senyawa-senyawa C3S, C2S, C3A, dan C4AF mengalami hidrasi yang
mekanismenya dapat digambarkan sebagai berikut :
v
vi
vi
vii
5. Tipe V adalah semen portland tahan sulfat, yang dipakai untuk menghadapi
aksi sulfat yang ganas. Umumnya dipakai di daerah dimana tanah atau airnya
memiliki kandungan sulfat yang tinggi.
2.2.3.2. Agregat
Agregat adalah butiran mineral alami yang berfungsi sebagai bahan pengisi dalam
campuran beton. Agregat menempati 70-75% dari total volume beton, maka
kualitas agregat akan sangat mempengaruhi kualitas beton, tetapi sifat-sifat ini
lebih bergantung pada faktor-faktor seperti bentuk, dan ukuran butiran pada jenis
batuannya. Berdasarkan butiran, agregat dapat dibedakan menjadi 2 jenis, yaitu
agregat halus dan agregat kasar.
a. Agregat Halus
Agregat halus merupakan agregat yang lolos ayakan 4,75 mm. Agregat halus pada
beton dapat berupa pasir alam atau pasir buatan. Pasir alam didapatkan dari hasil
disintegrasi alami dari batu-batuan (pasir gunung atau pasir sungai). Pasir buatan
vii
viii
adalah pasir yang dihasilkan oleh alat-alat pemecah batu atau diperoleh dari hasil
sampingan dari stone crusher. Pasir (fine aggregate) berfungsi sebagai pengisi
pori-pori yang ditimbulkan oleh agregat yang lebih besar (agregat kasar/coarse
aggregate). Kualitas pasir sangat mempengaruhi kualitas beton yang dihasilkan.
Oleh karena itu, sifat-sifat pasir harus diteliti terlebih dahulu sebelum pasir
tersebut digunakan dan harus memenuhi persyaratan yang ditetapkan.
Persyaratan agregat halus (pasir) menurut PBI 1971 Bab 3.3. adalah:
1. Terdiri dari butir-butir tajam dan keras. Butir-butirnya harus bersifat kekal,
artinya tidak pecah atau hancur oleh pengaruh-pengaruh cuaca, seperti terik
matahari dan hujan
2. Tidak boleh mengandung lumpur lebih dari 5% (ditentukan terhadap berat
kering). Yang diartikan dengan lumpur adalah bagian-bagian yang dapat
melalui ayakan 0,063 mm. Apabila kadar lumpur melampaui 5% maka agregat
halus harus dicuci.
3. Agregat halus tidak boleh mengandung bahan-bahan organik terlalu banyak
yang harus dibuktikan dengan percobaan warna dari Abram-Harder (dengan
larutan NaOH).
4. Agregat halus harus terdiri dari butir-butir yang beraneka ragam besarnya dan
apabila diayak dengan susunan ayakan yang ditentukan dalam pasal 3.5 ayat
(1), harus memenuhi syarat-syarat berikut:
- Sisa diatas ayakan 4mm harus minimal 2% berat.
- Sisa diatas ayakan 1mm harus minimal 10% berat.
- Sisa diatas ayakan 0,25 mm harus berkisar antara 80% dan 90% berat.
5. Pasir laut tidak boleh dipakai sebagai agregat halus untuk semua mutu beton,
kecuali dengan petunjuk-petunjuk dari lembaga pemeriksaan bahan-bahan
yang diakui.
viii
ix
b. Agregat Kasar
Agregat kasar adalah agregat yang mempunyai ukuran lebih dari 4,75 mm dan
ukuran maksimumnya 40 mm. Agregat ini harus memenuhi syarat kekuatan,
bentuk, tekstur maupun ukuran. Agregat kasar yang baik bentuknya bersudut dan
pipih (tidak bulat/blondos).
Menurut PBI 1971 Bab 3.4. agregat kasar/split harus memenuhi syarat sebagai
berikut:
1. Terdiri dari butir-buti keras dan tidak berpori. Kerikil yang berpori akan
menghasilkan beton yang mudah ditembus air. Agregat kasar yang
mengandung butir-butir pipih hanya dapat dipakai jika jumlah butirannya
tidak melebihi 20% berat agregat seluruhnya. Butir-butir agregat kasar
tersebut harus bersifat kekal artinya tidak pecah atau hancur oleh pengaruh
cuaca.
2. Tidak boleh mengandung lumpur lebih dari 1% apabila lebih dari 1% maka
agregat harus dicuci terlebih dahulu.
3. Tidak mengandung zat-zat yang merusak beton, seperti zat-zat yang reaktif
dengan alkali.
4. Kekerasan dari butir- butir agregat diperiksa dengan bejana penguji dari
Rudellof, atau dengan mesin pengaus Los Angeles dimana tidak boleh
kehilangan berat lebih dari 50%.
5. Terdiri dari butir-butir yang beraneka ragam besarnya atau bergradasi baik.
6. Besar butiran maksimum tidak boleh lebih dari 1/5 jarak terkecil antara
bidang-bidang samping cetakan, 1/3 tebal pelat, atau 3/4 dari jarak bersih
minimum antar tulangan yang ada.
2.2.2.3. Air
Air merupakan bahan dasar pembuatan beton yang penting namun harganya
murah. Air diperlukan untuk bereaksi dengan semen, serta untuk menjadi bahan
pelumas antara butir-butir agregat agar mudah dikerjakan dan dipadatkan. Sifat
ix
x
dan kualitas air yang digunakan dalam campuran beton akan sangat
mempengaruhi proses, sifat serta mutu beton yang dihasilkan.
Menurut Kardiyono Tjokrodimulyo (1996) untuk bereaksi dengan semen, air yang
diperlukan hanya sekitar 25% dari berat semen, namun dalam kenyataanya nilai
f.a.s yang dipakai sulit kurang dari 0,35 karena beton yang mempunyai proporsi
air yang sangat kecil menjadi kering dan sukar dipadatkan. Oleh kerena itu
dibutuhkan tambahan air untuk menjadi pelumas campuran agar mudah
dikerjakan. Akan tetapi penembahan air harus memperhatikan proporsi karena air
akan menguap ketika beton mengering dan meninggalkan rongga pada beton.
Syarat-syarat air untuk campuran beton sesuai standar PBI 1971 Bab 3.6.
Syarat-syarat air untuk pekerjaan beton menurut PBI 1971 Bab 3.6. adalah:
1. Air untuk perawatan dan pembuatan beton tidak boleh mengandung minyak,
asam, alkali, garam-garam, bahan-bahan organis atau bahan-bahan lain yang
merusak beton dan/atau baja tulangan. Dalam hal ini sebaiknya dipakai air
bersih yang dapat diminum.
2. Apabila terdapat keragu-raguan mengenai air, dianjurkan untuk mengirimkan
contoh air itu ke lembaga pemeriksaan bahan-bahan yang diakui untuk di
selidiki sampai seberapa jauh air itu mengandung zat-zat yang dapat merusak
beton dan/atau tulangan.
3. Apabila pemeriksaan contoh air seperti disebut dalam ayat (2) itu tidak dapat
dilakukan, maka dalam hal adanya keragu-raguan mengenai air harus
diadakan percobaan perbandingan antara kekuatan tekan campuran semen+air
dengan air tersebiut dan dengan air suling. Air tersebut dapat dipakai apabila
kekuatan tekan pada umur 7-28 hari paling sedikit adalah 90% dengan
kekuatan tekan dengan menggunakan air suling pada umur yang sama.
4. Jumlah air yang digunakan untuk membuat adukan beton dapat ditentukan
dengan ukuran isi atau ukuran berat dan harus dilakukan setepat-tepatnya.
x
xi
Bahan campuran tambahan (admixtures) adalah bahan yang bukan air, agregat
maupun semen yang ditambahkan ke dalam campuran sesaat atau selama
pencampuran. Fungsi dari bahan ini adalah untuk mengubah sifat-sifat beton atau
pasta semen agar menjadi cocok untuk pekerjaan tertentu, atau ekonomis untuk
tujuan lain seperti menghemat energi (Nawy, 1996).
Suatu bahan tambah pada umumnya dimasukkan ke dalam campuran beton
dengan jumlah sedikit, sehingga tingkat kontrolnya harus lebih besar daripada
pekerjaan beton biasa. Oleh sebab itu, kontrol terhadap bahan tambah perlu
dilakukan dengan tujuan untuk menunjukkan bahwa pemberian bahan tambah
pada beton tidak menimbulkan efek samping seperti kenaikan penyusutan kering,
pengurangan elastisitas (L.J. Murdock dan K.M. Brook, 1991)
Bahan mineral pembantu saat ini banyak ditambahkan ke dalam campuran beton
dengan berbagai tujuan, antara lain untuk mengurangi pemakaian semen,
mengurangi temperatur akibat reaksi hidrasi, mengurangi atau menambah
kelecakan beton segar. Cara pemakaiannya pun berbeda-beda, sebagai bahan
pengganti sebagian semen atau sebagai tambahan pada campuran untuk
mengurangi pemakaian agregat. Pembuatan beton dengan menggunakan bahan
tambah akan memberikan kualitas beton yang baik apabila pemilihan kualitas
bahannya baik, komposisi campurannya sesuai dan metode pelaksanaan
pengecoran, pemeliharaan serta perawatannya baik.
xi
xii
Pozzolan sendiri tidak memiliki sifat semen, tetapi dalam keadaan halus (lolos
ayakan 0,21 mm) bereaksi dengan air dan kapur padam pada suhu normal 24-27oC
menjadi suatu massa padat yang tidak larut dalam air.
Pozzolan dapat dipakai sebagai bahan tambah atau pengganti sebagai semen
portland. Bila pozzolan dipakai sebagai bahan tambah akan menjadikan beton
lebih mudah diaduk, lebih rapat air, dan lebih tahan terhadap serangan kimia.
Beberapa pozzolan dapat mengurangi pemuaian akibat proses reaksi alkali-
agregat (reaksi alkali dalam semen dengan silika dalam agregat), dengan demikian
mengurangi retak-retak beton akibat reaksi tersebut. Pada pembuatan beton massa
pemakaian pozzolan sangat menguntungkan karena menghemat semen, dan
mengurangi panas hidrasi (Kardiyono, 1996)
Perbedaan reaksi hidrasi dan reaksi pozzolanik adalah sebagai berikut:
Semen Portland
cepat
C3S + H C-S-H + CH
Gel kalsium Kalsium
Semen Air
silikat hidrat hidroksida
Material Pozzolan
lambat
Pozzolan + CH + H C-S-H
Kalsium Air Gel kalsium
hidroksida silikat hidrat
Berlawanan dengan reaksi hidrasi dari semen dengan air yang berlangsung cepat
dan kemudian membentuk gel kalsium silikat hidrat dan kalsium hidroksida,
reaksi pozzolanik ini berlangsung dengan lambat sehingga pengaruhnya lebih
kepada kekuatan akhir dari beton. Panas hidrasi yang dihasilkan juga jauh lebih
kecil daripada semen portland sehingga efektif untuk pengecoran pada cuaca
panas atau beton masif.
Material pozzolan dapat berupa material yang sudah terjadi secara alami ataupun
yang didapat dari sisa industri. Masing-masing mempunyai komponen aktif yang
berbeda. Tabel 2.3. menunjukkan komponen aktif mineral pembantu yang berasal
dari material alami dan material sisa proses industri. Umumnya material pozzolan
xii
xiii
ini lebih murah daripada semen portland sehingga biasanya digunakan sebagai
pengganti sebagian semen. Persentase maksimum pengantian ini harus
diperhatikan karena dapat menyebabkan penurunan kekuatan beton.
Kebutuhan air pada beton dapat meningkat untuk kelecakan yang sama karena
ukuran partikel meterial pozzolan yang halus. Namun bentuk partikel material ini
akan mempengaruhi kebutuhan akan airnya. Ukuran dan bentuk partikel material
pozzolan dapat dilihat pada Tabel 2.4.
Tabel 2.4. Karakteristik Fisik dari Material Pozzolan
Ukuran Luas Massa jenis
Material rata-rata permukaan Bentuk partikel (specific
(m) (m2/kg) gravity)
Semen portland 10-15 <1 Angular, irregular 3,2
Pozzolan alamiah 10-15* <1 Angular, irregular bervariasi
Fly ash (F dan C) 10-15 1-2 Mostly spherical 2,2-2,4
Silica fume 0,1-0,3 15-25 Spherical 2,2
Rice husk ash 10-20 50-100 Cellular, irregular <2,0
Calcined clay
1-2 15 Platey 2,4
(metakaolin)
*setelah dihaluskan, Sumber: Antoni, Paul Nugraha (2007)
xiii
xiv
Bentuk seperti bola (spherical) menghasilkan kelecakan yang lebih baik daripada
bentuk yang bersudut (angular) karena luas permukaan yang lebih kecil. Bentuk
bola juga mempunyai efek ball-bearing yang dapat meningkatkan kelecakan
campuran beton segar. Material pozzolan dengan bentuk bersudut, berongga
(cellular) ataupun bentuk tak tentu (irregular) membutuhkan penggunaan bahan
kimia pembantu (superplasticizer) agar didapat kelecakan yang baik.
Sifat-sifat umum dari pozzolan antara lain:
1. ........................................................................................................... Tida
k mempunyai sifat mengikat bila berdiri sendiri.
2. ........................................................................................................... Terd
iri dari sebagian besar unsur-unsur silika dan atau alumina (75%-80%).
3. ........................................................................................................... Bila
berbentuk bahan halus dan bersama-sama kapur padam akan mempunyai sifat
mengikat.
4. ........................................................................................................... Kek
uatannya bila dicampur dengan kapur sangat tergantung dari susunan kimianya,
terutama kandungan silica aktifnya.
5. ........................................................................................................... Keh
alusannya akan mempengaruhi kekuatannya.
xiv
xv
4. ........................................................................................................... Men
ingkatkan ketahanan beton terhadap garam, sulfat dan air asam.
Salah satu usaha untuk mereduksi pengaruh buruk terhadap lingkungan akibat
industri beton adalah penggunaan fly ash dan slag sebagai bahan tambah.
Penggantian sebagian semen dengan fly ash selain dapat menambah workability
karena peningkatan gradasi (karena ukuran fly ash sangat halus), juga mengurangi
dampak negatif terhadap lingkungan dengan mengurangi lahan pembuangan
limbah dan mengurangi penggunaan energi untuk produksi semen. Keuntungan
lain adalah peningkatan durabilitas beton. (Michael D Lepech, et al. 2008)
xv
xvi
Abu terbang adalah abu sisa pembakaran batu bara, berupa butiran halus ringan,
tidak porous, dan bersifat pozzolanik. Abu terbang tidak memiliki kemampuan
mengikat seperti semen tapi dengan adanya air dan partikel ukuran halus, oksida
silica yang terkandung di dalamnya akan bereaksi secara kimia dengan kalsium
hidroksida yang terbentuk dari proses hidrasi semen dan menghasilkan zat yang
memiliki kemampuan mengikat (Krisbiyantoro, 2005). Pembakaran batu bara
kebanyakan digunakan pada pembangkit listrik tenaga uap. Produk limbah PLTU
tersebut mencapai 1 juta ton per tahun.
PLTU (Pembangkit Listrik Tenaga Uap) uang menghasilkan abu terbang ini
misalnya PLTU Suralaya, PLTU Paiton dan PLTU Tanjung Jati. Abu terbang juga
dihasilkan oleh pabrik kertas maupun pabrik kimia. Sekitar 75-90% abu yang
keluar dari cerobong asap dapat ditangkap oleh sistem elektrostatik precipitator.
Sisa yang lain didapat di dasar tungku (disebut bottom ash). Mutu fly ash
tergantung pada kesempurnaan proses pembakarannya.
Material ini mempunyai kadar bahan semen yang tinggi dan mempunyai sifat
pozzolanik. Kandungan fly ash sebagian besar terdiri dari silikat dioksida (SiO2),
aluminium (Al2O3), besi (Fe2O3) dan kalsium (CaO), serta magnesium, potasium,
sodium, titanium, dan sulfur dalam jumlah yang lebih sedikit. (Antoni, Paul
Nugraha, 2007)
Sebagai sebuah campuran, abu terbang (fly ash) berfungsi baik sebagai pengganti
atau tambahan untuk semen portland dan bisa ditambahkan langsung ke dalam
campuran beton di batching plant. (E. Aydin, 2009)
Sebagian besar komposisi kimia dari abu terbang tergantung tipe batu bara,
menurut ASTM C618-86, terdapat dua jenis abu terbang, kelas F dan C. kelas F
dihasilkan dari pembakaran batu bara jenis antrasit dan bituminous, sedangkan
xvi
xvii
kelas C dari batu bara jenis lignite dan subituminous. Kelas C memiliki kadar
kapur tinggi. Fly ash dapat dibedakan menjadi 3 jenis (ACI Manual of Practice
1993 Parts 1 226.3R-3) yaitu:
1. Kelas C
Fly ash yang mengandung CaO di atas 10% yang dihasilkan dari pembakaran
lignite atau sub-bitumen batu bara (batu bara muda).
a. Kadar (SiO2 + Al2O3 + Fe2O3) > 50%
b. Kadar CaO mencapai 10%
Dalam campuran beton digunakan sebanyak 15%-35% dari total berat semen.
2. Kelas F
Fly ash yang mengandung CaO lebih kecil 10% yang dihasilkan dari
pembakaran anthracite atau bitumen batu bara.
c. Kadar (SiO2 + Al2O3 + Fe2O3) > 70%
d. Kadar CaO < 5%
Dalam campuran beton digunakan sebanyak 15%-25% dari total berat semen.
3. Kelas N
Pozzolan alam atau hasil pembakaran yang dapat digolongkan antara lain
tanah diatomic, opaline chertz dan shales, tuff dan abu vulkanik, yang mana
biasa diproses melalui pembakaran atau tidak melalui proses pembakaran.
Selain itu juga mempunyai sifat pozzolan yang baik
Secara umum sifat-sifat abu terbang adalah mempunyai partikel yang berbentuk
seperti bola dengan diameter antara 0,1-0,3m, memiliki permukaan spesifik
(specific surface) antara 0,2-0,6 m2/gram, kehalusan partikelnya sebesar 70-80%
lolos saringan 200 (75m), dan berwarna abu-abu hingga coklat muda serta
memiliki kandungan silika yang tinggi.
Sifat-sifat fisika abu terbang meliputi bentuk partikel, kehalusan dan berat
jenisnya adalah sebagai berikut:
1. Bentuk Partikel
xvii
xviii
Ukuran dan bentuk partikel abu terbang tergantung pada asal lokasi
pengambilan dan keseragaman batu baranya, derajat kehancuran pada saat
dibakar, temperatur dan suplai oksigen pada saat pembakaran, keseragaman
sistem pembakaran, pengumpulan dan pemisahan abu terbang pada saat
pembakaran, dan saringannya. Abu terbang berbentuk bulat seperti bola kecil
yang amorf, dan bergerombol yang saling terkait.
2. Kehalusan
Ukuran abu terbang adalah antara 1m hingga 1mm. Semakin baik peralatan
yang digunakan untuk penyaringan dan penangkapan (electrostatic
precipitator) abu terbang, semakin baik dan halus pula abu terbang yang
dihasilkan. Kehalusan abu terbang akan mempengaruhi kinerja beton, yaitu
pada kekuatan, ketahanan terhadap abrasi, dan kepadatan beton.
3. Berat Jenis
Berat jenis abu terbang umumnya berkisar antara 1,97 hingga 3,02. Besar
kecilnya berat jenis dipengaruhi oleh lokasi asal batu bara.
Sifat kimiawi abu terbang sangat kompleks tergantung pada asal lokasi batu bara,
jenis batu baranya, heterogenitas dan tingkat kristalisasinya. Sifat kimia ini akan
sangat berpengaruh pada reaksi kimia di dalam beton dan ikatan antar mortar
dengan agregat kasarnya. Ikatan ini yang menyebabkan mutu dan kekuatan beton
meningkat. Abu terbang mengandung unsur-unsur kimia antara lain: SiO2, Al2O3,
MgO, CaO, Fe2O3, Na2O dan So3. Dari unsur-unsur tersebut yang paling efektif
adalah silikat (SiO2) dan aluminat (Al2O3) dan merupakan unsur kimia penyusun
abu terbang.
Abu terbang memiliki sifat pozolan yang terdiri dari unsur-unsur silikat dan atau
aluminat yang reaktif. Komposisi kimia masing-masing jenis abu terbang
sedikit berbeda dengan komposisi kimia semen. Tabel 2.6. menjelaskan komposisi
kimia abu terbang dan semen menurut Ratmaya Urip (2003).
Tabel 2.6. Komposisi Kimia Berbagai Jenis Abu Terbang dan Semen Portland
xviii
xix
e. Pengaruh Sifat Fisika dan Komposisi Kimia Abu Terbang (Fly Ash)
Terhadap Beton
Kandungan kimia dalam abu terbang akan mempengaruhi pada saat beton
mengalami reaksi hidrasi antara air, semen portland dan abu terbang. Dalam
proses hidrasi, air dalam campuran beton segar akan mengikat dikalsium silikat
(C2S) dan trikalsium silikat (C3S) yang kemudian menjadi kalsium silikat hidrat
gel (3CaO.2SiO2.3H2O atau CSH) dan membebaskan kalsium hidroksida
(Ca(OH)2). Tambahan abu terbang yang mengandung silika (SiO2) akan bereaksi
dengan Ca(OH)2 yang dibebaskan dari proses hidrasi dan akan membentuk CSH
kembali sehingga beton yang dibentuknya akan lebih padat dan kuat atau mutunya
bertambah. Reaksi ini sering disebut reaksi sekunder dan reaksi ini berlangsung
lebih lambat dan berlaku lebih lama, sehingga mutu beton diatas 28 hari masih
meningkat. Dengan demikian waktu pengerasan (setting time) beton abu terbang
menjadi lebih lama bila dibandingkan dengan beton tanpa abu terbang. Reaksi
kimia pasta semen dengan abu terbang dapat dituliskan sebagai berikut:
Dengan ukuran butir abu terbang yang halus, memberikan suatu keuntungan, yaitu
partikel abu terbang dapat menerobos ke dalam bidang temu (Interface Transition
Zone/ITZ) antara mortar dan agregat kasarnya. Lapisan ITZ tersebut terbentuk
karena adanya air di permukaan agregat kasar (absorbed water) dan ditambah
dengan air yang merembih (bleeding water) dari matrik/mortar yang berkumpul di
xix
xx
fc =
xx
xxi
P P
xxi
xxii
(+)
(-)
(+) (+) (+)
Gambar 2.2 Skema Uji Kuat Lentur untuk Benda Uji Balok
Secara umum tegangan lentur nominal dinyatakan,
n = Fr =
dengan
M : Momen = (Nmm)
I : Momen Inersia (mm4)
Y : Jarak titik tinjauan dari garis netral penampang (mm)
Fr =
Maka dari persamaan di atas didapat rumus empiris nilai kuat lentur (fr) untuk
benda uji balok, sebagai berikut :
fr =
dengan :
f r : kuat tarik beton (kg/cm2 atau N/mm2)
P : gaya tekan yang bekerja (kg atau N)
l : Panjang Balok (cm atau mm)
xxii
xxiii
BAB 3
METODOLOGI PENELITIAN
Agar tujuan yang diinginkan dalam suatu penelitian dapat tercapai dengan baik,
maka diperlukan adanya suatu metode penelitian. Metode penelitian berisikan
langkah-langkah penelitian suatu masalah, kasus, gejala atau fenomena dengan
jalan ilmiah untuk menghasilkan jawaban yang dapat dipertanggungjawabkan.
xxiii
xxiv
Penelitian dilakukan dari tanggal 8 Februari 2010 sampai dengan 12 Mei 2010 di
Laboratorium Bahan Bangunan Jurusan Teknik Sipil Fakultas Teknik Universitas
Sebelas Meret Surakarta.
xxiv
xxv
3.4.1. Bahan
3.4.2. Peralatan
xxv
xxvi
7. Mesin Los Angeles dan bola baja untuk pengujian abrasi agregat kasar.
8. Panci kecil untuk wadah air.
9. Mixer untuk mencampur.
10. Satu set cetakan (mould) dengan ukuran 100 x 100 x 500 mm untuk uji kuat
lentur dan d:150 mm t:300 mm untuk uji kuat tekan.
11. Alat penggetar (vibrator).
12. Kerucut Abrams untuk pengujian slump.
13. Satu set alat uji kuat tekan beton.
14. Satu set alat uji kuat lentur beton.
15. Peralatan penunjang seperti kaos tangan, masker, kunci pas dan obeng.
Benda uji pada penelitian ini berbentuk silinder dan balok dengan 3 buah benda
uji untuk masing-masing perlakuan yaitu dengan bahan tambah fly ash sebanyak
15%, 20% dan 25% untuk pengujian kuat tekan dan kuat lentur pada umur 7, 28,
dan 54 hari.
Tabel 3.1. Sampel Benda Uji beton dengan Bahan Tambah Fly Ash
Bahan
Ukuran Jumlah
Tambah Fly Jenis Pengujian Keterangan
(cm) (buah)
Ash
0% d: 15, t: 30 Uji Kuat Tekan 9 Pengujian umur 7,
15% 9 28, 54 hari.
20% 9 Masing-masing
25% 9 sebanyak 3 buah.
0% 10x10x50 Uji Kuat Lentur 9 Pengujian umur 7,
15% 9 28, 54 hari
20% 9 Masing-masing
25% 9 sebanyak 3 buah.
Jumlah total 72
xxvi
xxvii
Untuk mengetahui sifat dan karakteristik dari meterial penyusun beton maka
diperlukan pengujian terhadap material yang digunakan. Pengujian dilakukan
dengan standar ASTM untuk pengujian agregat halus dan agregat kasar serta PBI
1971 Bab 3.6. untuk standar pengujian air.
Tabel 3.2. Standar Penelitian dan Spesifikasi Bahan Dasar Penyusun Beton
xxvii
xxviii
Dalam pelaksanaan penelitian ini dilakukan beberapa tahap penelitian mulai dari
pemilihan material beton, pengujian material, pembuatan benda uji, pengujian
benda uji, analisis data dan penarikan kesimpulan dari hasil penelitian.
Sebagai penelitian ilmiah, maka penelitian ini harus dilaksanakan dalam
sistematika dan urutan yang jelas dan teratur sehingga nantinya diperoleh hasil
yang memuaskan dan dapat dipertanggungjawabkan. Oleh karena itu, pelaksanaan
penelitian dibagi dalam bebarapa tahap, yaitu:
1. Tahap I
Disebut tahap persiapan. Pada tahap ini seluruh bahan dan peralatan yang
dibutuhkan dalam penelitian dipersiapkan terlebih dahulu agar penelitian
dapat berjalan dengan lancar.
2. Tahap II
Disebut tahap uji bahan. Pada tahap ini dilakukan penelitian terhadap material
penyusun beton. Hal ini dilakukan untuk mengetahui sifat dan karakteristik
bahan tersebut. Selain itu untuk mengetahui apakah material tersebut
memenuhi persyaratan atau tidak.
3. Tahap III
Disebut tahap pembuatan benda uji. Pada tahap ini dilakukan pekerjaan
sebagai berikut:
a. Penetapan rancang campur (mix design) adukan beton.
b. Pembuatan adukan beton.
c. Pemeriksaan nilai slump.
d. Pembuatan benda uji.
4. Tahap IV
Disebut tahap perawatan (curing). Pada tahap ini dilakukan perawatan
terhadap benda uji yang telah dibuat pada tahap III. Perawatan dilakukan
dengan merandam benda uji setelah dilepas dari cetakannya.
5. Tahap V
xxviii
xxix
Disebut tahap pengujian. Pada tahap ini dilakukan pengujian kuat tekan dan
kuat lentur. Pengujian kuat lentur dilakukan terhadap sampel balok beton
berukuran 100x100x500 mm, sedangkan pengujian kuat tekan dilakukan
dengan sampel silinder dengan diameter 150 mm dan tinggi 300 mm.
6. Tahap VI
Disebut tahap analisa data. Pada tahap ini, data yang diperoleh dari hasil
pengujian dianalisa untuk mendapatkan suatu kesimpulan hubungan antara
variabel-variabel yang diteliti dalam penelitian.
7. Tahap VII
Disebut tahap pengambilan kesimpulan. Pada tahap ini, data yang telah
dianalisis dibuat suatu kesimpulan yang berhubungan dengan tujuan
penelitian.
xxix
xxx
Pengujian Benda Uji (Uji Kuat Tekan dan Kuat Lentur) TAHAP V
xxx
xxxi
Pengujian ini dimaksudkan untuk mengetahui sifat dan karakteristik dari material
pembentuk beton. pengujian dilakukan sesuai dengan standar yang ada. Dalam
penelitian ini hanya dilakukan pengujian terhadap agregat halus dan kasar,
sedangkan terhadap semen tidak dilakukan pengujian.
Pasir yang digunakan biasanya diambil dari sungai sehingga kemungkinan kotor
akibat tercampur lumpur atau zat organik sangat besar. Pasir sebagai agregat halus
tidak boleh mengandung terlalu banyak zat organik, hal ini dapai dilihat dari
percobaan warna Abram Harder dengan menggunakan larutan NaOH 3% sesuai
standar ASTM C-40. Hasil pengujian dibandingkan dengan Tabel 3.3.
Tabel 3.3. Pengaruh Kandungan Zat Organik Terhadap Penurunan Kekuatan
Beton
No Warna Persentase ( % )
1 Jernih 0
2 Kuning muda 0 - 10
3 Kuning tua 10 - 20
4 Kuning kemerahan 20 - 30
5 Coklat kemerahan 30 - 50
6 Coklat tua 50 - 100
Sumber : Prof. Ir. Rooseno (1954)
xxxi
xxxii
Tujuan pengujian ini adalah untuk mengetahui kadar lumpur agregat halus. Kadar
lumpur agregat halus tidak boleh lebih dari 5% dari berat keringnya. Apabila
lumpur lebih dari 5% maka pasir harus dicuci terlebih dahulu sebelum digunakan.
c. Pengujian Gradasi
Tujuan pengujian gradasi adalah untuk mengetahui susunan diameter butiran pasir
dan persentase modulus kehalusan butir.
Rumus =
2. Bulk specific gravity, yaitu perbandingan antara berat pasir kering
dengan volume pasir total.
Rumus =
3. Bulk specific gravity SSD, yaitu perbandingan antara berat pasir jenuh
dengan kondisi kering permukaan dengan volume pasir total.
Rumus =
xxxii
xxxiii
4. Absorbsi, yaitu perbandingan antara berat air yang diserap dengan pasir
kering sehingga dapat menunjukkan banyaknya air yang dapat diserap oleh
pasir.
Rumus = .100%
Dimana : berat sampel awal 500 gram
A: Berat kering akhir
B: Berat volumetric flash + air
C: Berat volume volumetric flash + air + pasir
Dalam campuran beton bila agregatnya tidak jenuh maka agregat akan menyerap
air campuran beton. Air bebas pada permukaan agregat akan menjadi bagian dari
campuran beton. Dengan mengetahui kadar air suatu agregat dapat ditaksir
penambahan air dalam adukan sehingga kadar total adukan tersebut sesuai dengan
perhitungan.
Kadar lumpur agregat kasar yang akan digunakan harus memenuhi syarat yang
ditetapkan yaitu tidak boleh melebihi 1% dari berat keringnya. Tujuan dari
pengujian ini adalah untuk mengetahui prosentase kadar lumpur dalam agregat
kasar.
xxxiii
xxxiv
b. Pengujian Abrasi
Agregat kasar sebagai bahan dasar campuran beton harus memenuhi standar
tertentu pada daya tahan keausan akibat beban gesekan. Agregat kasar harus tahan
terhadap daya aus dan diisyaratkan kehilangan bagian karena gesekan dan
prosentase jumlah berat agregat yang hancur selama pengujian harus kurang dari
50% dari berat awal. Abrasi agregat kasar merupakan ukuran dari sifat agregat
yang meliputi keuletan, kekerasan dan ketahanan aus. Untuk mengetahui daya
tahan agregat kasar terhadap gesekan dapat dipakai penujian dengan mesin Los
Angeles. Mesin dilengkapi dengan 12 bola baja yang terdiri dari 6 buah pengaus
ukuran besar dan pengaus ukuran kecil.
d. Pengujian Gradasi
xxxiv
xxxv
Rencana campuran beton antara semen, air dan agregat-agregat sangat penting
untuk mendapatkan kekuatan beton mutu tinggi yang sesuai dengan yang
diharapkan. Perancangan campuran adukan beton yang bertujuan untuk
memperoleh kualitas beton mutu tinggi yang seragam. Dalam penelitian ini
rencana campuran beton mutu tinggi menggunakan rencana mix design metode
Dinas Bina Marga (Studi kasus proyek peningkatan jalan Krendetan-Namengan)
dengan kekuatan yang direncanakan pada umur 28 hari adalah 473,4 kg/cm2
Besarnya persentase pergantian semen dengan fly ash pada setiap benda uji adalah
15%, 20% dan 25%. Untuk mempermudah dalam pencampuran maka setiap
kelompok benda uji pada setiap variasi dibuat hitungan jumlah bahan yang
dibutuhkan. Rencana campuran beton (mix design) dan jumlah kebutuhan bahan
dalam adukan beton dapat dilihat pada lampiran B.
xxxv
xxxvi
Slump beton adalah besaran kekentalan ( viscocity ) atau plastisitas dan kohesif
beton segar. Menurut SK SNI M-12-1989-F, cara pengujian nilai slump adalah
sebagai berikut :
1. Membasahi cetakan dan pelat dengan kain basah
2. Meletakkan cetakan diatas pelat dengan kokoh
3. Mengisi cetakan sampai penuh dalam 3 lapisan dimana tiap lapisan berisi kira-
kira isi cetakan, kemudian setiap lapis ditusuk dengan tongkat pemadat
sebanyak 25 x tusukan
4. Segera setelah selesai penusukan, ratakan permukaan benda uji dengan
tongkat dan semua sisa benda uji yang ada di sekitar cetakan harus
disingkirkan
5. Mengangkat cetakan perlahan-lahan tegak lurus keatas
6. Mengukur nilai slump yang terjadi
Kekuatan tekan secara rutin digunakan untuk mengenali material beton, pengujian
jenis ini dijadikan indikator utama untuk menetukan kualitas beton. Pada desain
xxxvi
xxxvii
perkerasan kaku, regangan dan kuat lentur adalah sifat yang lemah. Material ini
mempunyai kekuatan tekan yang lebih tinggi dan dalam kondisi alami akan
menciptakan kegagalan pada sifat regang sebelum kegagalan pada sifat desak.
Bagaimanapun, kuat desak adalah kekuatan yang paling umum untuk menguji
perkerasan kaku karena relatif lebih mudah untuk dibandingkan dan dihubungkan
ke pengujian sifat yang lain dan mempunyai banyak korelasi dengan sifat-sifat
bahan yang lain yang berdasar pada kekuatan tekan / desak.
Pengujian ini bertujuan untuk mendapatkan nilai kuat tekan atau kuat desak dari
beton dengan bahan tambah fly ash, dengan sampel berbentuk silinder ukuran
diameter 15 cm dan tinggi 30 cm.
Langkah-langkah pengujiannya adalah sebagai berikut :
1. Memasang benda uji pada mesin Uji Kuat Tekan.
2. Menghidupkan mesin, dan menurunkan pendesak (bagian atas)
sehingga dekat pada permukaan benda uji. Setelah itu mulai mendesak benda
uji, terlihat jarum penunjuk pada manometer mesin desak bergerak sesuai
dengan besarnya pembebanan.
3. Pada saat beban telah mencapai maksimum, maka salah satu dari jarum
petunjuk (jarum hitam) akan kembali ke posisi semula (nol). Sedangkan jarum
yang lain (merah) tetap menunjukkan angka pembebanan maksimum.
4. Mencatat beban maksimum.
xxxvii
xxxviii
1. Balok beton yang akan di uji diambil dari tempat perawatan kemudian diukur
dimensinya.
2. Mesin diatur jarak perletakannya yaitu 300mm dan balok beton diletakkan di
tumpuan.
3. Meletakkan sebuah alat pembagi beton berupa plat baja yang mempunyai dua
buah roda dengan jarak antar as roda pembagi 100 mm.
4. Mesin dijalankan secara elektrik dengan peningakatan beban konstan.
5. Pembebanan dilakukan hingga balok beton patah dan dicatatnya besarnya
beban tertinggi yang telah mematahkan balok benda uji dengan cara membaca di
manometer (dial).
6. Menghitung besarnya modulus of rupture
Analisis data adalah proses penyederhanaan data ke dalam bentuk yang lebih
mudah dibaca dan diinterpretasikan. Dalam proses ini dipakai Microsoft Excel
untuk menyajikan data menjadi informasi yang lebih sederhana. Setelah itu
dilakukan pembahasan terhadap hasil yang diperoleh dari penelitian tersebut
untuk kemudian ditarik kesimpulan.
xxxviii
xxxix
BAB 4
HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN
xxxix
xl
Untuk hasil pengujian agregat halus serta persyaratan batas dari ASTM C-136
dapat dilihat pada Tabel 4.2.
Tabel 4.2 Hasil Pengujian Gradasi Agregat Halus
Diameter Berat Tertahan
Berat Lolos
No Ayakan ASTM C-33
Gram % Kumulatif (%) Kumulatif (%)
(mm)
1 9,5 0 0,00 0 100,00 100
2 4,75 65 3,27 3,27 96,73 95 - 100
3 2,36 185 9,32 12,59 87,41 80 - 100
4 1,18 275 13,85 26,45 73,55 50 - 85
5 0,85 270 13,60 40,05 59,95 25 - 60
6 0,3 970 48,87 88,92 11,08 10 - 30
7 0,15 150 7,56 96,47 3,53 2 - 10
8 0 70 3,53 100,00 0,00 0
Jumlah 1985,00 100,00 367,76 - -
Dari Tabel 4.2. gradasi agregat halus di atas dapat digambarkan grafik gradasi
beserta batas gradasi yang disyaratkan oleh ASTM C-136 pada Gambar 4.1.
xl
xli
Pengujian terhadap agregat kasar split (batu pecah) yang dipakai dalam penelitian
ini meliputi pengujian berat jenis (spesific gravity), gradasi agregat kasar, dan
keausan (abrasi). Hasil-hasil pengujian tersebut disajikan dalam Tabel 4.3,
sedangkan data hasil pengujian secara lengkap disajikan dalam lampiran B.
Tabel 4.3 Hasil Pengujian Agregat Kasar
Jenis Pengujian Hasil Standar Kesimpulan
Pengujian
Bulk Spesific Gravity 2,54 - -
Bulk Spesific Gravity SSD 2,58 - -
Apparent Spesific Gravity 2,65 - -
Absorption 1,67 % - -
Modulus Halus Butir 7,15 5-8 Memenuhi Syarat
Abrasi 39,30% Maksimum Memenuhi Syarat
50%
xli
xlii
Dari Tabel 4.4 gradasi agregat kasar di atas dapat digambarkan grafik gradasi
beserta batas gradasi yang disyaratkan oleh ASTM C-136 pada Gambar 4.2.
Fly ash yang digunakan dalam penelitian ini berasal dari PT. Jaya Readymix Solo
Plant yang merupakan sisa bakar batu bara pada PLTU Tanjung Jati Jepara.
Pengujian terhadap fly ash dilakukan untuk mengetahui kandungan kimia dari fly
ash.
Dalam penelitian ini data pengujian fly ash sudah tersedia dan diperoleh dari PT.
Jaya Readymix dimana pengujian fly ash dilakukan oleh Sucofindo. Dari hasil
pengujian tersebut menunjukkan bahwa fly ash tersebut termasuk fly ash tipe F.
Hasil pengujian yang telah didapat dapat dilihat pada Tabel 4.5. dan hasil secara
lengkap dapat dilihat pada Lampiran A.
xlii
xliii
xliii
xliv
Tabel 4.6. Kebutuhan Bahan untuk Satu Kali Adukan Benda Uji Kuat Tekan
Kadar Penggantian Berat terpakai
Total Volume Semen Air Pasir Kerikil Fly Ash
SF 20%
semen dengan fly ash
(m3) (kg) (kg) (kg) (kg) (kg) (kg)
0% 0.0477 132.44 17.40 7.66 42.14 65.24 0.00
15% 0.0477 132.44 14.79 7.66 42.14 65.24 2.61
20% 0.0477 132.44 13.92 7.66 42.14 65.24 3.48
25% 0.0477 132.44 13.05 7.66 42.14 65.24 4.35
Jumlah 0.191 529.76 59.15 30.64 168.58 260.96 10.44
Tabel 4.7. Kebutuhan Bahan Untuk Satu Kali Adukan Benda Uji Kuat Lentur
Kadar Penggantian Berat terpakai
Total Volume Semen Air Pasir Kerikil Fly Ash
SF 20%
semen dengan fly ash
(m3) (kg) (kg) (kg) (kg) (kg) (kg)
0% 0.0450 124.97 16.42 7.23 39.77 61.56 0.00
15% 0.0450 124.97 13.95 7.23 39.77 61.56 2.46
20% 0.0450 124.97 13.13 7.23 39.77 61.56 3.28
25% 0.0450 124.97 12.31 7.23 39.77 61.56 4.10
Jumlah 0.180 499.89 55.82 28.91 159.07 246.24 9.85
xliv
xlv
Agregat yang mengandung bahan organik dapat dipakai, asal kekuatan tekan pada
umur 7 hari dan 28 hari tidak kurang dari 95% dari kekuatan adukan yang sama
tetapi dicuci dalam larutan NaOH 3% sesuai dengan Peraturan Beton Bertulang
Indonesia (PBI NI-2, 1971). Kemudian dicuci hingga bersih dengan air pada umur
yang sama. Penurunan yang diperbolehkan maksimum 5% sesuai standar
Peraturan Beton Bertulang Indonesia 1971.
Warna larutan hasil pengamatan adalah kuning muda. Hal ini menunjukkan bahwa
pasir mengandung zat organik yang dapat menurunkan kekuatan beton, akan
tetapi karena masih dalam batas warna yang diperbolehkan sehingga pasir tidak
perlu dicuci bila digunakan.
Kandungan lumpur dalam agregat halus tidak boleh lebih dari 5% sesuai dengan
PBI NI-2, 1971. Dari hasil pengujian dan perhitungan diperoleh kandungan
lumpur dalam pasir 6,2% sehingga pasir perlu dicuci bila akan digunakan sebagai
agregat halus dalam campuran adukan beton.
Modulus agregat halus berkisar antara 2,3-3,1 (Tjokrodimuljo, 1996). Dari hasil
perhitungan modulus halus agregat halus sebesar 2,68 sehingga masih memenuhi
syarat sebagai agregat halus.
xlv
xlvi
Dari Tabel 4.2. dan Gambar 4.1. tentang hasil pengujian gradasi agregat halus bisa
diketahui pula bahwa pasir yang digunakan masih memenuhi syarat sebagai
agregat halus untuk beton kedap air menurut SK-SNI S-36-1990-03.
Kehilangan berat tidak boleh lebih dari 50% (PBI 1971 Pasal 3.4 ayat 5). Dari
hasil perhitungan didapat keausan kerikil sebesar 39,30% (kurang dari 50%)
sehingga kerikil tersebut memenuhi syarat sebagai agregat kasar.
Modulus halus agregat kasar berkisar antara 5-8 (Tjokrodimuljo, 1996). Dari hasil
perhitungan didapat nilai modulus halus agregat kasar sebesar 7,15. Karena masih
berada dalam batasan yang seharusnya sehingga memenuhi syarat sebagai agregat
kasar.
Dari Tabel 4.4. tentang hasil pengujian gradasi agregat kasar dapat diketahui pula
bahwa agregat kasar yang digunakan masih memnuhi syarat sebagai agregat kasar
untuk beton kedap air menurut SK SNI S-36-1990-03.
xlvi
xlvii
Dari hasil rancang campur diketahui bahwa semen yang digunakan untuk beton
rigid pavement dalam penelitian ini adalah 305 kg, sehingga masih memenuhi
syarat untuk beton kedap air.
Pengujian kuat tekan dilakukan pada saat benda uji berumur 7, 28, dan 54 hari
dengan menggunakan Compression Testing Machine untuk mendapatkan beban
maksimum yaitu beban pada saat beton hancur ketika menerima beban
tersebut (Pmax). Proses pengujian kuat tekan beton dapat dilihat pada Gambar 4.3.
Dari data pengujian kuat tekan beton pada benda uji silinder dengan diameter 15
cm dan tinggi 30 cm dapat diperoleh kuat tekan maksimum beton. Sebagai contoh
perhitungan kuat tekan diambil data dari benda uji beton normal no.1 pada umur 7
hari. Dari hasil pengujian didapat :
xlvii
xlviii
fc =
Pmax = 350 kN = 350000 N
A = 0,25 x x D2 = 0,25 x x 1502 mm2
= 17678,571 mm2
350000 N
Maka fc = = 19.82 MPa
17678,571 mm 2
Hasil pengujian kuat tekan beton pada benda uji silinder dengan diameter 15 cm
dan tinggi 30 cm pada umur 7, 28, dan 54 hari selengkapnya disajikan pada Tabel
4.9.
Tabel 4.9. Hasil Pengujian Kuat Tekan
Kadar 7 Hari 28 Hari 54 Hari
No
FA KN Mpa KN Mpa KN Mpa
1 Beton 350.00 19.82 515.00 29.16 560.00 31.71
2 Normal 345.00 19.53 575.00 32.55 550.00 31.14
3 ( 0 %) 380.00 21.51 535.00 30.29 570.00 32.27
Rata-rata 358.33 20.29 541.67 30.67 573.33 31.71
1 150.00 8.49 250.00 14.15 360.00 20.38
2 FA 15% 180.00 10.19 260.00 14.72 350.00 19.82
3 140.00 7.93 280.00 15.85 390.00 22.08
Rata-rata 156.67 8.87 263.33 14.91 366.67 20.76
1 220.00 12.46 310.00 17.55 400.00 22.65
2 FA 20% 155.00 8.78 300.00 16.99 420.00 23.78
3 165.00 9.34 290.00 16.42 470.00 26.61
Rata-rata 180.00 10.19 300.00 16.99 430.00 24.35
1 220.00 12.46 360.00 20.38 440.00 24.91
2 FA 25% 240.00 13.59 310.00 17.55 400.00 22.65
3 240.00 13.59 320.00 18.12 470.00 26.61
Rata-rata 233.33 13.21 330.00 18.68 436.67 24.72
Dari Tabel 4.9. diperoleh grafik yang menggambarkan hasil pengujian kuat tekan
dengan variasi penggunaan fly ash pada beton dilihat pada Gambar 4.4.
xlviii
xlix
Pengujian kuat lentur dilakukan pada saat benda uji berumur 7, 28, dan 54 hari
dengan menggunakan Alat Uji Kuat Lentur untuk mendapatkan kuat lentur
maksimum yaitu beban pada saat beton patah ketika menerima beban
tersebut. Proses pengujian kuat lentur beton dapat dilihat pada Gambar 4.5.
xlix
l
Dari data pengujian kuat lentur beton pada benda uji balok dengan ukuran
100x100x500 mm dapat diperoleh kuat lentur maksimum beton. Sebagai contoh
perhitungan kuat lentur diambil data dari benda uji beton normal no.1 pada umur
7 hari.
Dari hasil pengujian didapat:
fr =
Pmax = 5 kN = 5000 N
b = 100 mm
d = 100 mm
Hasil pengujian pengujian kuat lentur beton pada benda uji balok dengan ukuran
100x100x500 mm pada umur 7, 28, dan 54 hari selengkapnya disajikan pada
Tabel 4.10.
Tabel 4.10. Hasil Pengujian Kuat Lentur
Kadar 7 Hari 28 Hari 54 Hari
No
FA KN Mpa KN Mpa KN Mpa
1 Beton 5.00 2.50 12.00 6.00 15.00 7.50
2 Normal 7.00 3.50 13.00 6.50 14.00 7.00
3 ( 0 %) 8.00 4.00 13.00 6.50 12.00 6.00
Rata-rata 6.67 3.33 12.67 6.33 13.67 6.83
1 7.00 3.50 10.00 5.00 15.00 7.50
2 FA 15% 6.00 3.00 11.00 5.50 15.00 7.50
3 5.00 2.50 12.00 6.00 16.00 8.00
Rata-rata 6.00 3.00 11.00 5.50 15.33 7.67
1 5.00 2.50 13.00 6.50 18.00 9.00
2 FA 20% 8.00 4.00 13.00 6.50 18.00 9.00
3 8.00 4.00 10.00 5.00 16.00 8.00
Rata-rata 7.00 3.50 12.00 6.00 17.33 8.67
1 8.50 4.25 14.00 7.00 19.00 9.50
2 FA 25% 8.00 4.00 15.00 7.50 18.00 9.00
3 7.00 3.50 11.00 5.50 18.00 9.00
l
li
li
lii
4.6. Pembahasan
Dari Tabel 4.9. diperoleh grafik yang menggambarkan perbandingan pengaruh fly
ash terhadap kuat tekan yang dapat dilihat pada Gambar 4.7
Dari Tabel 4.9. dan Gambar 4.7 diatas menunjukkan bahwa pengaruh penggunaan
fly ash terhadap kuat tekan betonnya. Kuat tekan beton yang memakai campuran
fly ash masih lebih rendah daripada beton normal yang tidak memakai fly ash
pada saat umur 7, 28 dan 54 hari. Disini terlihat terjadi penambahan kekuatan
pada beton yang memakai fly ash pada saat umur 7, 28 dan 54 hari, tetapi selalu
masih dibawah daripada beton normal. Gambar 4.7 juga menunjukkan garis
strength development beton dengan bahan tambah fly ash 15%, 20%, 25%
memiliki kemiringan yang lebih besar dari pada garis strength development yang
menunjukkan beton normal ( fly ash 0% ). Dengan demikan, di perkirakan pada
umur tertentu beton dengan kuat tekan bahan tambah fly ash 15%, 20%, 25% akan
melebihi kuat tekan beton normal ( fly ash 0% ).
lii
liii
Hal ini dikarenakan bahan tambah fly ash mengalami pengikatan yang lambat dan
baru dapat mencapai kuat tekan optimal pada umur sekitar 90 hari. Hal ini
terjadi karena Calsium Silicat Hidrat (CSH) yang dihasilkan melalui reaksi
Pozzolanik akan bertambah keras dan kuat seiring berjalannya waktu
(Tjokrodimulyo, 1996).
Beton yang memakai fly ash 25% masih lebih baik daripada beton dengan
kandungan fly ash 15% dan 20%. Hal ini sesuai dengan pendapat Ratmaya
Urip (2003) yang mensyaratkan penggunaan fly ash sebagai bahan tambah yang
paling baik adalah 20%-30%. Namun pada Gambar 4.8. belum bisa di tentukan
berapa kadar fly ash yang digunakan untuk bisa mendapatkan kuat tekan
optimum, namun sebatas dalam penelitian ini, beton yang memakai fly ash 25%
yang memiliki kuat tekan tertinggi daripada beton dengan kandungan fly ash 15%
dan 20%.
Gambar 4.8. Perbandingan Kuat Tekan dengan Variasi Kadar Fly Ash
liii
liv
Dari Tabel 4.10. dan Tambar 4.9 diatas menunjukkan pengaruh penggunaan fly
ash terhadap kuat lentur betonnya. Kuat lentur beton yang memakai campuran fly
ash 15% dan 20% masih lebih rendah daripada beton normal yang tidak memakai
bahan tambah fly ash pada umur 7, dan 28 hari. Namun pada umur 54 hari, beton
dengan bahan tambah fly ash 15%, 20%, 25% mempunyai kuat lentur yang lebih
tinggi daripada beton normal tanpa campuran fly ash dengan kuat lentur tertinggi
9.17 MPa pada beton dengan kandungan fly ash 25 %. Hal itu juga terlihat garis
regresi yang menunjukkan beton dengan bahan tambah fly ash 15%, 20%, 25%
memiliki kemiringan yang lebih besar dari pada garis regresi yang menunjukkan
beton normal ( fly ash 0% ). Berikut ini adalah persamaan garis regresi dan R2
yang didapat dari Gambar 4.9
a. Beton normal (fly ash 0%): y = 3.308 ln(x) +3.523 ; R2 =0.943
b. Beton fly ash 15%: y = 4.178 ln(x) +2.893 ; R2 =0.988
c. Beton fly ash 20%: y = 4.584 ln(x) +3.317 ; R2 =0.971
liv
lv
Kuat lentur pada umur 7 hari, memenuhi persyaratan kuat lentur minimum 80%,
bahkan beton dengan fly ash 25% dengan kuat lentur 3,92 MPa bisa melebihi
kekuatan rencana pada umur 28 hari sebesar 3,78 MPa.
Beton yang memakai fly ash 25% masih lebih baik daripada beton dengan
kandungan fly ash 15% dan 20%. Hal ini sesuai dengan pendapat Ratmaya
Urip (2003) yang mensyaratkan penggunaan fly ash sebagai bahan bangunan
yang paling baik adalah 20%-30%. Namun pada Gambar 4.10. belum bisa di
tentukan berapa kadar fly ash yang digunakan untuk bisa mendapatkan kuat lentur
optimum, namun sebatas dalam penelitian ini, beton yang memakai fly ash 25%
yang memiliki kuat lentur tertinggi daripada beton dengan kandungan fly ash 15%
dan 20%.
Gambar 4.10. Perbandingan Kuat Lentur dengan Variasi Penggunaan Fly Ash
lv
lvi
Ada beberapa pendekatan yang dilakukan untuk mencari hubungan antara kuat
tekan dan kuat lentur beton yaitu menurut SNI T-15-1991-03 Tata Cara
Perhitungan Struktur Beton dan ACI ( American Concrete Institute ) commite 318
atau disingkat ACI 318
dimana :
fr = Flexural strength (modulus of rupture), dalam Mpa
fc = Kuat tekan beton (benda uji silinder 15 x 30 cm), dalam Mpa
Nilai kuat tekan dan kuat lentur dari beton dengan kadar fly ash 0% (beton
normal), 15%, 20%, dan 25% akan di plot dalam grafik dimana nilai kuat lentur
(fr) akan diplot pada sumbu y, dan pada sumbu x akan diplot nilai dari fc, lalu
akan dicari persamaan garis yang didapat yang merupakan pendekatan dari
hubungan antara kuat lentur dan kuat tekan pada penelitian ini. Persamaan
pendekatan hubungan dari kuat tekan dan kuat lentur menurut SNI T-15-1991-03
dan ACI 318 akan diplot juga sebagai pembanding. Berikut adalah hasil pengujian
kuat tekan dan kuat lentur pada penelitian ini.
lvi
lvii
Gambar 4.11. Pendekatan Hubungan Kuat Tekan dan Kuat Lentur Beton
Dari Gambar 4.11 didapat persamaan hubungan dari kuat tekan dan kuat lentur
sebagai berikut:
a. Beton normal : fr = 0.357fc ; R2 = 0.977
b. Beton fly ash : fr = 0.203fc ; R2 = 0.890
lvii
lviii
Dari Gambar 4.11 menunjukkan bahwa garis persamaan dari beton normal, FA
15%, FA 20%, FA 25% berada diatas dan mempunyai kemiringan yang lebih
besar dari garis persamaan menurut SNI 1991 dan ACI 318 . Hal ini dikarenakan
pada penelitian fly ash berpengaruh lebih efektif meningkatkan kuat lentur
daripada kuat tekan beton. Gambar 4.11 juga menunjukkan persamaan menurut
SNI 1991 lebih mendekati garis regresi dari beton normal dan beton dengan fly
ash.
Pada penelitian ini, penggunaan fly ash terbukti mampu meningkatkan kuat lentur
beton dibanding dengan beton normal seperti yang terlihat pada Tabel 4.10 dan
Gambar 4.9 diatas dimana kuat lentur maksimum dicapai oleh beton dengan
campuran fly ash 25% pada umur 54 hari dengan kuat lentur mencapai 9.17 Mpa.
Penggunaan fly ash juga menguntungkan bisa menghemat penggunaan semen
lviii
lix
sehingga bisa meningkatkan efiensi biaya karena fly ash merupakan limbah yang
sangat murah harganya dibanding semen.
Namun demikian penggunaan fly ash juga mempunyai kekurangan, yaitu fly ash
mengalami pengikatan yang lambat dan baru dapat mencapai kekuatan optimal
pada sekitar umur 90 hari. Hal ini terjadi karena Calsium Silicat Hidrat
(CSH) yang dihasilkan melalui reaksi Pozzolanik akan bertambah keras dan
kuat seiring berjalannya waktu (Tjokrodimulyo, 1996). Sementara itu dalam
proyek jalan, dibutuhkan waktu yang singkat karena pembangunan jalan harus
secepatnya bisa selesai agar bisa langsung digunakan. Oleh karena itu diperlukan
penelitian lebih lanjut untuk mempercepat aktifasi fly ash agar bisa mencapai
kekuatan maksimum dalam waktu yang lebih cepat.
lix
lx
BAB 5
KESIMPULAN DAN SARAN
5.1. Kesimpulan
lx
lxi
5.2. Saran
lxi
lxii
DAFTAR PUSTAKA
ACI 318, 2005, Building Code Requirements for Structural Concrete and
Commentary. American Concrete Institute. Ch. 9, pp. 112
Andoyo. 2006. Pengaruh Penggunaan Abu Terbang ( Fly Ash) Terhadap Kuat
Tekan dan serapan Air pada Mortar. Jurusan Teknik Sipil Fakultas Teknik
Universitas Negeri Semarang.
Anonim . 2002. Annual Book of ASTM Standarts 2002. Volume 04.03. USA :
ASTM Internasional.
Aydin, E. 2009. Sulphate resistance of high volume fly ash cement paste
composites. Cyprus International University, North Cyprus
lxii
lxiii
L.J. Murdock dan K.M. Brook (Alih bahasa Stepanus Hendarko). 1991. Bahan
dan Praktek Beton. Jakarta: Erlangga
rd
Mehta, P., Monteiro, P. Concrete: Microstructure, Properties, and Materials, 3
edition. 2006. The McGraw Hill Companies, Inc. pp. 485-491.
nd
Mindess, S., Young, J., Darwin, D. Concrete, 2 Ed. 2002. Pearson Education,
Inc., Upper Saddle River, NJ. Ch.5, pp. 106-111
Neville, A.M. dan Brooks, J.J. 1987. Concrete Technology. New York: Longman
Scientific & Technical.
Neville, A.M. 1995. Properties of Concrete. London: the English Language Book
Society and Pitman Publishing
Ratmaya Urip. 2003. Teknologi Semen dan Beton: Fly Ash, Mengapa Seharusnya
Dipakai pada Beton. Gresik: PT. Semen Gresik Indonesia dan PT. Varia
Usaha Beton
lxiii
lxiv
Wicaksono, Imam Agung. 2005. Tinjauan Permeabilitas Beton Kedap Air Sistem
Integral dengan Bahan Tambah Cebex-031 dan Conplast-X421M. Tugas
Akhir. Jurusan Teknik Sipil Fakultas Teknik Universitas Sebelas Maret
Surakarta.
lxiv