Professional Documents
Culture Documents
I. Tujuan Percobaan
- Melakukan pemeriksaan glutamat piruvat transaminase yang
menunjukan adanya penyakit yang menyerang hati
- Menginterprestasikan hasil pemeriksaan yang diperoleh
Perhitungan SGPT
Diketahui :
- F = 1746
- FKonversi = 0,69
Rumus :
A1 = A2 A1
A2 = A3 A2
1 = A1 x F x FKonversi
2 = A2 x F x FKonversi
+
( )=
A1
A1 = A2 A1
= 0,266 0,206
= 0,06
A2
A2 = A3 A2
= 0,326 0,266
= 0,06
1
1 = A1 x F x FKonversi
= 0,06 x 1746 x 0,69
= 72,2844
2
2 = A2 x F x FKonversi
= 0,06 x 1746 x 0,69
= 72,2844
Diketahui :
- 1 = 72,2844
- 2 = 72,2844
IU 72,2844 + 72,2844
Aktivitas GPT ( ) =
L 2
= 72,2844 IU/L
VIII. Pembahasan
Organ-organ dalam tubuh memiliki fungsi penting yang harus
diperhatikan salah satunya hati. Hati adalah organ metabolik terbesar dan
terpenting di dalam tubuh yang mampu melaksanakan berbagai tugas
metabolik. Serum glutamate oksaloasetat transaminase (SGOT) dan serum
glutamate piruvat transaminase (SGPT) adalah enzim transaminase yang
terdapat di dalam hati dan banyak digunakan sebagai parameter kerusakan
hati. SGOT ditemukan di berbagai jaringan terutama jantung, hati dan otot
rangka. Sedangkan SGPT paling banyak ditemukan di hati dan sedikit di
ginjal dan otot rangka sehingga enzim SGPT lebih spesifik untuk
mendiagnosa adanya kerusakan hati.
Kerusakan pada hati di awali dengan terjadinya peradangan.
Peradangan yang terjadi dapat disebabkan akibat organ hati terserang oleh
virus hepatitis atau paparan zat kimia yang bersifat toksis pada hati.
Peradangan yang terjadi akibat respon tubuh terhadap virus atau paparan
zat kimia tersebut. Akibatnya ada peradangan maka tubuh akan merespon
untuk menyebuhkan luka pada organ hati yang melibatkan beberapa sel
dan mediator yang disebut fibrosis. Fibrosis hati merupakan proses
terbentuknya jaringan ikat sebagai respon pada cedera hati yang kronik
dan progresif. Bila fibrosis bekerja secara progresif, maka dapatnya
menyebabkan sirosis hati.
Sirosis hati merupakan penyakit kronis hati yang ditandai dengan
fibrosis, disorganisasi dari lobus dan arsitektur vascular dan regenerasi
nodul hepatosit. Sirosis hati adalah penyakit hati kronis yang tidak
diketahui penyebabnya dengan pasti. Telah diketahui bahwa penyakit ini
merupakan stadium akhir dari penyakit hati kronis dan terjadi pengerasan
dari hati.
Pada praktikum kali ini, pemeriksaan kadar SGPT dilakukan
menggunakan metode enzimatik. Pada metode enzimatik, kadar SGPT
ditentukan melalui dua tahap reaksi yaitu reaksi hidrolisis terhadap L-
alanin dan 2-oksoglutarat dengan bantuan enzim alanin transaminase dan
reaksi hidrolisis piruvat dan NADH dengan bantuan enzim laktat
dehidrogenase secara fotometri menggunakan spektrofotometri UV-Vis
pada panjang gelombang 340 nm. Metode enzimatik dipilih karena energi
aktivasi lebih rendah sehingga waktu yang dibutuhkan untuk bereaksi
lebih cepat dibandingkan tidak menggunakan enzim.
Pemeriksaan kadar SGPT dalam darah dengan spesimen analisis
berupa serum darah. Diketahui relawan yang menyumbangkan darahnya
adalah seorang laki-laki. Serum darah diperoleh dengan cara proses
sentrifugasi. Pemisahan ini berdasarkan perbedaan bobot jenis dan
pengaruh gaya sentrifuga dimana bobot jenis yang lebih besar akan berada
dibawah. Proses pemisahan serum darah dilakukan dengan kecepatan 3000
rpm selama 10 menit. Kecepatan pemisahan dan waktu yang digunakan
merupakan proses optimum untuk memisahkan serum darah karena jika
kecepatan dan waktu yang digunakan kurang dari 3000 rpm selama 10
menit maka pemisahan tidak berlangsung dengan baik. Namun, apabila
kecepatan dan waktu yang digunakan lebih dari 3000 rpm selama 10
menit, dikhawatirkan senyawa yang seharusnya berada dalam serum akan
mengendap dan akan mempengaruhi hasil analisis yang dilakukan.
Hasil proses sentrifugasi terdapat dua bagian yaitu supernatan dan
pelet. Diambil bagian supernatan yang merupakan serum. Supernatan
mengandung air (90-92%) dan zat2 terlarut (7-8%) dimana pada zat-zat
terlarut terdapat protein, garam mineral, sisa metabolik, hormon, gas dan
bahan organik (C,H,O,N) (Frandson, 1981). Penggunaan serum yang ada
pada bagian supernatan karena SGPT merupakan hasil dari metabolisme
tubuh dimama ketika terjadi kerusakan hati enzim SGPT akan keluar dan
berada di dalam serum.
Pengujian dilakukan dengan menyiapkan 2 tabung reaksi dimana
pada tabung pertama yaitu tabung uji yang berisi serum, aquadest dan
reagen kerja, tabung kedua yang merupakan blanko berisi aquadest dan
reagen kerja. Reagen yang digunakan mengandung alfa ketoglutaric acid,
NADH, lactic dehydrogenase, tris buffer (pH 7.3) L-Alanine. Semua
bahan diambil menggunakan mikropipet karena mikropipet memiliki
akurasi dan presisi yang lebih baik. Kemudian tabung reaksi divortex
selama 10 detik dan didiamkan selama 50 detik pada suhu ruang. Diukur
serapan pada panjang gelombang 340 nm uji terhadap blanko setiap 1
menit selama 3 menit. Hal ini karena merupakan kondisi optimum dari
reagen yang digunakan. Jika suhu yang digunakan lebih rendah dan kurang
dari 1 menit dikhawatirkan reaksi belum terjadi atau tidak terjadi secara
optimal. Sebaliknya, apabila suhu yang digunakan lebih tinggi
dikhawatirkan enzim yang digunakan akan rusak sehingga mengganggu
analisis.
Pada tabung blanko dimasukan reagen dan aquadest. Blanko yang
digunakan yaitu reagen dan aquadest dengan tujuan agar pada saat
pengukuran absorbansi uji yang akan terbaca pada spektrofotometer UV-
Vis pada panjang gelombang 340 nm hanya hasil oksidasi NADH menjadi
NAD dan tidak mengganggu hasil yang akan didapat. Panjang gelombang
340 nm merupakan panjang gelombang maksimum untuk senyawa yang
dihasilkan dari reaksi identifikasi SGPT.
Pada tabung uji dimasukan reagen dan spesimen yaitu serum darah.
Enzim SGPT yang berada dalam darah akan bereaksi dengan reagen.
Reagen yang mengandung L-alanin dan alfa-ketoglutaric acid di reaksikan
dimana terjadi reaksi hidrolisis dengan bantuan enzim alanin transaminase
membentuk piruvat dan L-glutamat. Reagen mengandung NADH
direaksikan dengan piruvat dengan enzim laktat dehidrogenasi pada reaksi
hidrolisis membentuk L-laktat dan NAD+. Pengukuran absorbansi
dilakukan setiap satu menit selama 3 menit untuk melihat NADH yang
teroksidasi menjadi NAD+ dimana semakin banyak NADH yang
teroksidasi semakin tinggi juga nilai absorbansi.
Berdasarkan data pengamatan pemeriksaan kadar glutamate piruvat
transaminase diperoleh nilai absorbansi pada menit ke-1, 2 dan 3 secara
berurutan yaitu 0.206; 0,266 dan 0,326 sehingga diperoleh kadar glutamate
piruvat transaminase sebesar 72,2844 IU/L. Pengujian dilakukan
menggunakan spektrofotometer UV-Vis pada panjang gelombang 340 nm
berdasarkan hukum Lambert beer, dimana absorbansi akan berbanding
lurus dengan konsentrasi zat. Prinsip kerja spektrofotometer UV-Vis
adalah interaksi antara radiasi elektro magnetic dengan materi.
Kadar SGPT yang diperoleh melebihi batas normal kadar SGPT
dalam serum, karena berada diluar rentang kadar normal yaitu <40 IU/L.
Kadar SGPT yang tinggi dalam serum dapat dijadikan parameter adanya
kerusakan pada hati dan dapat digunakan untuk membedakan penyakit
obstruktif dan penyakit hepatoseluler. Akan tetapi pada serum yang
digunakan diketahui berasal dari relawan yang tidak memiliki gangguan
fungsi hati atau kerusakan hati sehingga kenaikan kadar SGPT yang
diperoleh dapat dipengaruhi oleh faktor-faktor lain seperti faktor
pengujian. Faktor pengujian yang dapat berpengaruh pada reaksi enzimatis
yaitu suhu, pH dan waktu pengujian. Faktor lain yang mempengaruhi
adalah dari kuvet yang kurang bersih sehingga nilai absorbansi yang
diperoleh bukan dari sampel tetapi dari pengotor.
Hasil pemeriksaan ini dapat dipengaruhi oleh banyak faktor
diantaranya terkait dengan pasein atau pengujian. Faktor yang terkait
dengan pasien antara lain : umur, jenis kelamin, ras, genetik, tinggi badan,
berat badan, kondisi klinik, status nutrisi, konsumsi makanan yang tinggi
purin dan penggunaan obat. Sedangkan yang terkait dengan pengujian :
cara pengambilan spesimen, penanganan spesimen, waktu pengambilan,
metode analisis, kualitas spesimen, jenis alat dan teknik pengukuran.
IX. Kesimpulan
- Kadar kolesterol total dalam sampel berada pada batas tidak normal
yaitu 72,2844 IU/L.
- Metode pengujian yang digunakan adalah metode enzimatik.
X. Daftar Pustaka
Bastiansyah, Eko. (2008). Panduan lengkap : Membaca Hasil Tes
Kesehatan. Penebar Plus Jakarta.
Cabre, M. et al. (2000). Time-course of Changes in Hepatic Lipid
Peroxidation and Glutathione Metabolism in Rats With Carbon
Tetrachloride-induced Cirrhosis, CCEP.
Cahyono, J.B.S.B. (2008). Gaya Hidup & Penyakit Modern, Kanisius.
Yogyakarta
Day, R.a., A.L. Underwood. (1996). Analisis Kimia Kuantitatif, edisi
kelima. Penerbit Erlangga, Jakarta.
Edoardo, G. et al. (2005). Liver Enzym Alteration Guide for Clinicans,
CMAJ.
Ellenc, E. (2006). Hypoxic Liver Injury, Mayo Clin Proc J.
Frandson, R. D., (1981). Anatomi dan Fisiologi Ternak. Penerjemah B.
Srigandono dan Sudarsono. Gadjah Mada University Press,
Yogyakarta.
Hardjoeno, H. (2003). Interpretasi Hasil Tes Laboratorium Diagnostik,
Buku Kedokteran EGC. Jakarta.
Ingle, James D., Stanley R. Crouch. (1988). specctrochemical Anallysiss.
Prentice Hall Inc., New Jersey,
Lokakarya Pendidikan Berkesinambungan Patologi Klinik, 2005.
Departemen Patologi Klinik, Fakultas Kedokteran Universitas
Indonesia, Jakarta.
Pratt, Daniel.S. (2010). Liver Chemistry and function test. In:Feldma M,
Friedma, L.S., Brandt, L.J., eds. Scheisenger and Fordtrans
Gastrointestinal and Liver disease. Saunders Elsevier,
Philadelphia, PA.
Price, A. dan Wilson, L. (1995). Patofisiologi. Buku 2. Edisi 4. Penebit
Buku Kedokteran EGC. Jakarta
Recknagel, R.O. et al. (1989). Mechanism of Carbon Tetrachloride
Toxicity, Pharmacol Ther.
Rini. (2012). Aktivitas Hepatoprotektor Dan Toksisitas AKut EKstrak
Akar Alang-alang (Imperata cylindrical), Institut Pertanian Bogor.
Univ.
Riswanto. (2009). Tinjauan Mutu Pelayanan Laboratorium Klinik Rumah
Sakit. Pemantapan Mutu Edisi November.
Ronald, A. Sacher. (2004). Tinjauan Klinis Hasil Pemeriksaan
Laboratorium. Gramedia Pustaka Utama. Jakarta
Roth, H.J., et.al. (1994). analisis Farmasi, cetakan kedua, diterjemahkan
oleh Sardjono Kisman dan Slamet Ibrahim, Gadjah Mada
University Press, Yogyakarta.
Santosa, B., dkk. (2010). Korelasi Kadar Plasminogen Activator Inhibitor-
1 (PAI-1) Plasma dengan Enzim Transaminase Serum pada
Demam Berdarah Dengue, Sari Pediatri. Vol. 12. No. 1.
Sastroamidjojo, Hardjono. (1985). spektroskopi, Edisi I, Liberty,
Yogyakarta.
Syaharuddin, dkk. (2007). Pengaruh Ekstrak Lempuyang Wangi Terhadap
Penurunan Kadar SGOT dan SGPT Kelinci, Majalah Farmasi dan
Farmakologi. Vol. 5. No. 3. Unhas. Makasar.
Underwood, J.C.E. (1999). Patologi Umum dan Sistemik, Trans. Sarijadi
(editor). Edisi 2. Buku Kedokteran EGC. Jakarta.
Wahyudin, E. (1997). Sakit Kuning dan Hepatitis, Majalah Farmasi dan
Farmakologi. Vol. 1. No. 1. Unhas. Makassar.
XI. Lampiran